II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek Teknis Komoditi Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam golongan rumput berumpun dengan klasifikasi sebagai berikut: Genus
: Oryza Linn
Famili
: Gramineae (Poaceae)
Spesies
: ada 25 spesies, dua di antaranya adalah Oryza sativa L dan Oryza
glaberina Steund (AAK, 1990). Padi tergolong tanaman pertanian kuno yang berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zheziang (China) sudah dimulai pada 3000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesa (India) sekitar 100 sampai dengan 800 SM (Purnamawati & Purwono, 2002 dalam Aulia, 2008). Tanaman padi memiliki ciri khusus pada bagian tubuhnya. Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang ini tumbuh anakan dan daun, bunga atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10 sampai dengan 20 cm. Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab di dalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi. Nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1.821 kalori. Apabila kebutuhan tersebut disetarakan dengan dengan beras, maka setiap hari diperlukan beras sebanyak 0,88 kg (AKK,1980).
Tanaman padi dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang tumbuh di lahan kering dan padi sawah yang memerlukan air menggenang dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Herawati, 2012). a.
Padi sawah Ciri khusus padi sawah adalah adanya penggenangan selama pertumbuhan
tanaman. Budidaya padi sawah dilakukan pada tanah berstruktur lumpur. Tanah yang ideal untuk sawah harus memiliki kandungan liat minimal 20%. Waktu pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari empat minggu sebelum penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum diolah lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar tujuh hari. b. Padi gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering, sumber air seluruhnya tergantung pada curah hujan. Tanaman padi gogo membutuhkan curah hujan lebih dari 200 mm per bulan selama tidak kurang dari tiga bulan. Lahan kering yang digunakan untuk padi gogo di Indonesia umumnya adalah lahan marjinal yang sebenarnya kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Kebutuhan benih untuk padi gogo lebih banyak daripada padi sawah, yaitu sekitar 50 kg per ha. Hal ini disebabkan karena persentase pertumbuhan padi gogo lebih kecil. Padi gogo memiliki kelebihan yaitu tidak perlu disemai terlebih dahulu, benih dapat langsung ditanam dalam lubang.
2.2 Gerakan Pembangunan (Gerbang) Pangan Serasi Pemda Kabupaten Tabanan memiliki visi dan misi kerja berbasis pertanian dengan tujuan menyejahterakan warga masyarakat dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan kemandirian masyarakat. Berbasis pertanian artinya
sektor pertanian mampu sebagai pembangkit ekonomi daerah yang dicirikan dengan produk pertanian mampu bersaing di pasar regional dan global serta terwujudnya masyarakat Tabanan Sejahtera Aman dan Berprestasi (Tabanan Serasi) (BP3K Kabupaten Tabanan, 2015). Sektor pertanian merupakan basis ekonomi Kabupaten Tabanan sehingga pemerintah menaruh perhatian khusus dengan terus menciptakan kebijakan dalam pengelolaan dan manajemen pembangunan pertanian dalam rangka terwujudnya pertanian berkelanjutan. Inovasi ini diwujudkan dengan melakukan langkahlangkah pembenahan melalui sinergi antar sektor hulu dengan sektor hilir (BP3K Kabupaten Tabanan, 2015). Program di bidang pertanian diluncurkan sebagai wujud komitmennya adalah program GPS. Program GPS diarahkan pada pertanian ramah lingkungan (go organic). Landasan berpikir dalam penciptaan
program GPS adalah:
(i) bahwa telah terjadi kecenderungan penurunan kesuburan tanah dan praktik penggunaan bahan-bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan lingkungan, (ii) bahwa petani sebagai penghasil produk pangan perlu dilindungi dan mendapat kepastian pasar agar program pemerintah yang ditujukan kepada petani mampu meningkatkan pendapatan petani, dan (iii) bahwa masyarakat luas umumnya dan jajaran pemerintah Kabupaten Tabanan khususnya perlu berkontribusi terhadap penyelamatan lahan pertanian dan lingkungan serta peningkatan pendapatan petani melalui mencintai produk yang dihasilkan oleh petani lokal (Peraturan Bupati Tabanan, 2014). Berdasarkan atas pertimbangan tersebut maka dibuatlah program GPS di tahun 2013. Program GPS pertamakali dituangkan dalam Peraturan Bupati Nomor
tahun 2012 tentang Program Gerbang Pangan Serasi. Tahun 2014 program ini dilanjutkan lagi seperti dalam Keputusan Bupati Nomor 49/02/HK & HAM/2014 tentang Penetapan Penerimaan Program Gerbang Pangan Serasi Tahun 2015 dan Lanjutan (BP3K Kabupaten Tabanan, 2015). Program GPS mengusung motto beras sehat Tabanan: untungkan petani, sehatkan konsumen, dan lestarikan lingkungan (Artana, 2014). Motto untungkan petani memiliki pengertian bahwa program GPS mampu menjamin kepastian harga gabah. Program GPS juga mampu mendidik petani untuk menyiapkan sendiri kompos dan pestisida nabati atau hayati sesuai kebutuhan karena semua bahan dapat diperoleh dari ternak dan dari lingkungan sekitarnya. Motto sehatkan konsumen memiliki pengertian bahwa produk hasil dari program GPS berupa beras diperoleh dari proses pertanian dengan tidak memanfaatkan bahan-bahan kimia sintetis sehingga residu logam berat pada pangan dipastikan lebih rendah dibandingkan dengan beras konvensional. Motto lestarikan lingkungan memiliki pengertian melalui sistem pertanian yang diterapkan pada program GPS akan mampu mengembalikan kesuburan tanah dan kehidupan ekosistem sawah berlangsung secara alami karena musuh-musuh alami hama atau penyakit tanaman tidak ikut terbunuh. Melalui sistem pertanian organik, air dan lingkungan tidak tercemar oleh bahan-bahan kimia berbahaya (Artana, 2014). Tujuan dari program GPS dalam jangka pendek adalah: (i) meningkatkan efektifitas program pertanian baik yang berasal dari program kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat, (ii) meningkatkan produktivitas pertanian, (iii) meningkatkan peran pemerintah dalam produksi, kelembagaan, maupun memfasilitasi pasar bagi petani, dan (iv) meningkatkan rasa memiliki oleh petani
terhadap program-program pembangunan. Tujuan jangka waktu tiga sampai dengan lima tahun kedepan adalah: (i) serapan lapangan pekerjaan di sektor pertanian on-farm dan off-farm meningkat, (ii) kawasan pertanian yang digarap berkembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi pedesaan, (iii) pendapatan petani dan keluarga petani meningkat, serta (iv) alih fungsi lahan pertanian lebih terkendali (Bappeda Kabupaten Tabanan, 2013)
2.3 Konsep Usahatani Pertanian dapat didefiniskan sebagai suatu usaha produksi yang didasarkan pada proses biologis pertumbuhan tanaman dan hewan. Tingkat kemajuan usahatani seorang petani dapat diukur dari besarnya pengawasan dan campur tangan langsung terhadap pertumbuhan tanaman atau hewan dalam usahatani. Indonesia sebagai salah satu negara yang perekonomiannya bergantung pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian selalu merupakan prioritas utama sejak Pelita I sampai saat ini dengan berbagai paket program seperti ekstensifikasi, intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan guna meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani, dan pendapatan nasional (Tuwo, 2011). Definisi usahatani menurut Rifai (2000 dalam Tuwo 2011) adalah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian. Menurut Adiwilaga, ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia dengan melakukan pertanian di atas tanah (Tuwo,2011). Definisi-definisi yang dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani adalah pengorganisasian alam, tenaga kerja, dan modal dengan teknik pengelolaan untuk memperoleh hasil dan keuntungan yang berkelanjutan. Makna luas usahatani identik dengan
agribisnis yang mencakup empat subsistem pengadaan sarana produksi, produksi usahatani, pengolahan hasil, dan pemasaran. Hernanto (1991 dalam Rachmiyanti, 2011) menyatakan bahwa unsur pokok yang ada dalam usahatani yang penting untuk diperhatikan adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (manajemen). Unsur-unsur tersebut dikenal dengan istilah faktor produksi yang mempunyai kedudukan satu sama lain. Kekurangan salah satu dari faktor tersebut menyebabkan hasil yang diperoleh kurang memuaskan, bahkan tidak ada hasil (Tuwo, 2011). Uraian penjelasan dari faktorfaktor produksi dalam usahatani adalah. a. Lahan Lahan merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat pun tidak merata. Lahan memiliki beberapa sifat, antara lain: luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan. Berdasarkan hal tersebut maka lahan dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok dari modal usahatani. b. Tenaga kerja Terdapat tiga jenis tenaga kerja dalam usahatani yaitu manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dapat diperoleh dari dalam keluarga atau dari luar keluarga. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anakanak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya.
Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan untuk pengangkutan, sedangkan tenaga kerja mekanik bersifat substitusi pengganti ternak dan atau manusia. Jika kekurangan tenaga kerja, petani dapat memperkerjakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan memberi balas jasa berupa upah. c. Modal Menurut Banoewidjojo (1983) modal merupakan penyangga faktor-faktor lain dari usahatani yang telah disebutkan sebelumnya. Diantara empat faktor produksi yang terdapat dalam usahatani, modal merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan usahatani, terutama modal operasional. Hal ini karena modal operasional terkait langsung dengan aktivitas yang terjadi dalam kegiatan usahatani. Modal operasional adalah modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan (manajemen). d. Pengelolaan (manajemen). Pengelolaan atau manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik mungkin serta mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
2.4 Konsep Penelitian Usahatani. Penelitian usahatani adalah suatu tindakan sistematis dan teliti terhadap pengukuran keberhasilan usahatani atau bertujuan melihat keragaan kegiatan usahatani. Alat analisis yang digunakan untuk melihat keragaan kegiatan usahatani adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis rasio penerimaan usahatani atas biaya (Soekartawi, 1986).
Kebutuhan terhadap penelitian usahatani terletak pada peran penting pertanian dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional. Beberapa peran penelitian usahatani terhadap pembangunan pertanian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Rekomendasi Penelitian usahatani mempunyai peranan penting dalam penelitian terpadu dengan ahli biologi pertanian dalam mengembangkan, menguji, dan mengevaluasi teknik berproduksi yang baru. Penelitian mengenai teknologi baru, khususnya dari segi pengujian dan evaluasi, merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam penelitian usahatani. Setelah cukup evaluasi, barulah rekomendasi mengenai teknologi
baru
dapat
dirumuskan
untuk
disebarkan
kepada
petani
(Soekartawi, 1986). b. Kebijakan Pertanian Kebijakan pertanian diartikan sebagai perincian oleh pemerintah mengenai ketentuan dan peraturan yang harus ditaati dalam penyelenggaraan pertanian. Penelitian usahatani diperlukan untuk menilai dampak suatu kebijaksanaan terhadap petani dan masyarakat. Penelitian usahatani sering menunjukkan pengaruh sebaliknya yang muncul dari suatu kebijaksanaan. Penelitian usahatani dapat memberikan peringatan terhadap masalah semacam itu apabila penelitian dilakukan sebelumnya (Soekartawi, 1986).
2.5 Biaya Produksi Usahatani Biaya merupakan nilai unsur produksi yang dikeluarkan petani dalam proses produksi. Biaya mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan oleh petani. Biaya produksi adalah keseluruhan nilai input yang diperlukan dalam menghasilkan produk tertentu dalam waktu dan satuan tertentu (Tuwo, 2011). Menurut Hernanto (1989 dalam Wulandari, 2011), terdapat empat kategori atau pengelompokkan biaya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya diperhitungkan. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi seperti pajak, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, dan traktor. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi seperti biaya untuk pupuk, benih, pestisida, dan buruh atau tenaga kerja upahan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk keperluan usahatani. Besar kecilnya biaya tunai sangat mempengaruhi pengembangan usahatani. Biaya tunai terbagi atas biaya tunai tetap dan biaya tunai variabel. Biaya tunai tetap terdiri dari biaya pengairan dan pajak tanah, sedangkan biaya tunai variabel terdiri dari biaya pemakaian benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang tidak dimasukkan ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam kegiatan usahatani. Biaya diperhitungkan terbagi atas biaya diperhitungkan tetap dan biaya diperhitungkan variabel. Biaya diperhitungkan tetap meliputi biaya untuk tenaga kerja keluarga, sedangkan biaya diperhitungkan variabel meliputi biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai (Hernanto 1989 dalam Wulandari, 2011).
2.6 Pendapatan Usahatani Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Secara harfiah pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (Aulia,2008). Pendapatan usahatani dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan usahatani. Tujuan melakukan analisis pendapatan usahatani adalah untuk mengetahui gambaran usahatani yang sedang atau sudah dilakukan sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan maupun perbaikan usahatani pada masa mendatang. Soekartawi (1986) mengemukakan bahwa pendapatan usahatani dibedakan atas pendapatan kotor (gross farm income) dan pendapatan bersih (net farm income). Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani dan tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor
produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan juga dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan tidak tunai. Pendapatan tunai merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya tunai, sedangkan pendapatan tidak tunai merupakan pendapatan yang diperoleh dari penerimaan dan biaya total. Bentuk pendapatan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu dengan yang lainnya (Hernanto, 1991 dalam Wulandari, 2011). Penerimaan usahatani (farm receipts), yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, nilai penggunaan rumah dan barang yang dikonsumsi, sedangkan pengeluaran usahatani (farm expenses) adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai (current expenses), penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar.
2.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Return Cost Ratio (R/C Rasio) merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 1995 dalam Wulandari, 2011). Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan jumlah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan
diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani tersebut layak untuk diusahakan. Usahatani dikatakan layak atau menguntungkan apabila nilai R/C lebih dari satu, artinya setiap tambahan satu rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dibandingkan tambahan biaya tersebut. Usahatani dikatakan tidak menguntungkan apabila nilai R/C kurang dari satu yang artinya setiap satu rupiah tambahan biaya yang dikeluarkan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dibandingkan tambahan biaya. Usahatani dikatakan berada pada keuntungan normal apabila nilai R/C sama dengan satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang nilainya sama dengan tambahan biaya.
2.8 Kerangka Pemikiran Sistem usahatani kini mulai kembali kepada cara lama yaitu bertani secara alami tanpa menggunakan masukan yang berbahan kimia sintetis. Kabupaten Tabanan sebagai pusat usahatani padi sawah di Provinsi Bali mulai menerapkan sistem pertanian organik dengan melaksanakan program GPS bersama 30 subak. Program GPS secara bertahap bertujuan meminimalisir dan menghapuskan ketergantungkan petani terhadap pemakaian masukan berbahan kimia sintetsi pada praktik usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan. Program ini mencoba menggeser praktik usahatani padi sawah konvensional yang telah lama dilakukan oleh petani. Petani beralih sistem pertanian dilatar belakangi oleh adanya peningkatan pendapatan dan dampak positif terhadap lingkungan. Keadaan tersebut menyebabkan perlu dilakukan penelitian secara lebih mendalam terhadap usahatani
yang sedang dikembangkan. Hal ini dilakukan agar petani dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai prospek dari usahatani yang dipilih, sehingga keputusan petani untuk melakukan perubahan dalam sistem usahatani tidak berdasarkan tren ikut-ikutan tetapi atas perhitungan yang matang. Hasil dari berbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai padi organik menunjukkan bahwa dengan menerapkan sistem usahatani padi organik dapat meningkatkan pendapatan petani, namun penelitian mengenai usahatani program GPS belum dilakukan. Evaluasi program GPS oleh Pemda Kabupaten Tabanan sejauh ini hanya berupa evaluasi teknis dari pelaksanaan usahatani, belum menjangkau evaluasi ekonomi berupa biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani padi sawah program GPS. Penelitian usahatani ini bermaksud untuk memenuhi kebutuhan terhadap penelitian usahatani kecil guna membantu dalam pembangunan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan evaluasi dari program GPS dalam posisinya menggantikan teknik berproduksi lama (konvensional). Evaluasi ini bermaksud agar petani dapat mengambil keputusan yang tepat dan Pemda Kabupaten Tabanan mendapat jawaban
yang tepat mengenai program
pembangunan pertanian di wilayahnya. Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani program GPS dengan usahatani konvensional yang meliputi analisis struktur biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C rasio usahatani untuk melihat usahatani mana yang lebih menguntungkan untuk dilakukan. Analisis biaya digunakan untuk mengetahui besarnya korbanan yang dilakukan petani untuk berproduksi. Biaya usahatani
diperoleh dengan menjumlahkan setiap biaya tunai dan tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani program GPS maupun konvensional. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui kegiatan atau prospek usahatani padi sawah dalam kondisi riil sehingga diketahui bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani, menguntungkan atau tidak. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani padi sawah program GPS maupun konvensional. Pada penelitian ini juga akan meninjau kelemahan dan keunggulan dari pelaksanaan program GPS di lapangan. Lebih jelasnya mengenai gambaran dari penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.1
Sistem pertanian organik
Pelaksanaan program Gerbang Pangan Serasi di Kabupaten Tabanan
Komparasi usahatani padi sawah program Gerbang Pangan Serasi dangan usahatani padi sawah konvensional
Kelemahan dan keunggulan
Struktur biaya usahatani
Evaluasi usahatani padi sawah Program Gerbang Pangan Serasi
Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Pendapatan dan R/C rasio
2.9 Penelitian Terdahulu Inggit (2009) melakukan penelitian yang berjudul analisis perbandingan usahatani padi organik metode system of rice intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bojong Jawa Barat. Analisis yang dilakukan yaitu analisis perbandingan cara budidaya pertanian metode SRI dengan konvensional secara deskriptif. Analisis usahatani yang dilakukan adalah analisis pendapatan dan perbandingan pendapatan antara kedua metode usahatani dengan R/C rasio dan uji beda pendapatan dengan uji beda t. Hasil analisisnya menunjukkan sistem usahatani padi organik yang dikembangkan sama dengan sistem usahatani padi konvensional. Perbedaannya hanya terletak pada input yang digunakan saja yaitu pupuk dan pestisida. Hasil analisis pendapatan usahatani diperoleh kesimpulan bahwa pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh untuk petani padi organik metode SRI lebih besar dari pendapatan atas biaya tunai petani padi konvensional. Perhitungan uji beda t dapat disimpulkan bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan tidak begitu berpengaruh nyata terhadap pendapatan atas biaya total petani padi organik, namun pendapatan atas biaya tunainya menunjukkan perubahan sistem usahatani berpengaruh nyata. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Indah (2011) mengenai analisis perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan padi anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat menunjukkan bahwa biaya per hektar per musim tanam yang dikeluarkan oleh usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik. Dilihat dari status penguasaan lahan yang terdiri dari petani penggarap dan pemilik, maka biaya yang dikeluarkan petani
penggarap per hektar dan per kilogram output per musim tanam lebih besar dibandingkan petani pemilik. Hal ini karena petani pemilik tidak mengeluarkan biaya sewa lahan yang berupa bagi hasil ke pemilik tanah. Biaya total per hektar dan per kg output per musim tanam yang dikeluarkan petani penggarap usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik, namun dari sisi petani pemilik sebaliknya. Komponen biaya tunai petani penggarap usahatani padi organik dan padi anorganik yang memiliki nilai tertinggi adalah bagi hasil (sewa lahan), sedangkan komponen biaya tunai petani pemilik usahatani padi organik dan anorganik yang memiliki nilai tertinggi adalah biaya tenaga kerja luar keluarga untuk penanaman sampai pemanenan. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik. Hal ini disebabkan produktivitas dan harga gabah kering panen (GKP) organik lebih besar dibandingkan anorganik. Apabila dibedakan antara petani penggarap dan pemilik, maka pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang diterima petani pemilik usahatani padi organik dan anorganik lebih besar dibandingkan petani penggarap. Usahatani yang dijalankan petani padi organik dan anorganik sama-sama menguntungkan, namun jika dilihat dari nilai R/C rasionya maka usahatani padi organik lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi anorganik dan petani pemilik usahatani padi organik dan anorganik lebih menguntungkan dibandingkan petani penggarap. Secara statistik pendapatan atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi organik berbeda nyata dengan anorganik yang diperoleh dari hasil uji beda dengan menggunakan SPSS 16. Hasil analisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan usahatani vanili pada ketinggian lahan 350-800 m dpl di kabupaten Tasikmalaya oleh Aulia (2008)
menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi di Desa Cibongas memiliki nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,62 yang artinya setiap pengeluaran biaya total usahatani sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,62. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,86 yang artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp 1 akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2,86 Analisis kedua yang dilakukan pada penelitian ini adalah kelayakan usahatani vanili di Desa Cibongas bersifat layak. Hal ini terlihat dari NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 8.593.840,85, IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga (30,56>16), nilai gross B/C sebesar 2,1 dan nilai payback periodnya adalah 5,71 tahun. Dilihat dari aspek finansial, analisis pendapatan usahatani padi menunjukkan bahwa usahatani tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani yaitu sebesar Rp 67.672.866,5 selama 10 tahun dibandingkan dengan usahatani vanili yang menghasilkan keuntungan pendapatan petani sebesar Rp 43.011.622,1 selama 10 tahun umur proyek, tetapi apabila dilihat dari aspek lingkungan, komoditi vanili lebih ramah lingkungan karena lebih sedikit dalam penggunaan bahan-bahan kimia. Bila mempertimbangkan kedua aspek tersebut, tanaman vanili dipilih sebagai rekomendasi karena selain ramah lingkungan,
usahatani
vanili
masih
menguntungkan
walaupun
tingkat
keuntungannya lebih rendah dibandingkan dengan usahatani padi. Tiga penelitian di atas merupakan penelitian yang dijadikan acuan untuk penelitian ini. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Nama Penyusun Inggit Rachmiyanti
Judul penelitian Analisis a. Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode b. System Of Rice Intensification (SRI) Dengan Padi Konvensional
2
Indah Wulandari
3
Avenia Nur Aulia
Analisis a. Menggunakan Perbandingan analisis Pendapatan perbandingan Usahatani struktur biaya, Padi Organik pendapatan, dan R/C dengan Padi ratio Anorganik b. Komoditi yang diteliti sama Analisis a. Menggunakan Pendapatan analisis Usahatani perbandingan Padi dan pendapatan dan R/C Kelayakan rasio usahatani Usahatani vanili pada Ketinggian Lahan 350800m dpl di Kabupaten Tasikmalaya
No 1
2.10
Persamaan
Perbedaan
Membahas a. perbandingan analisis b. pendapatan dan R/C ratio usahatani padi Melakukan analisis pada sistem usahatani yang baru diterapkan
Lokasi penelitian Penelitian ini tidak membahas mengenai struktur biaya usahatani serta kelemahan dan keunggulan sistem usahatani yang baru
a. b.
Lokasi penelitian Penelitian ini tidak membahas mengenai kelemahan dan keunggulan sistem usahatani yang baru
a. b.
Lokasi penelitian Penelitian ini tidak membahas mengenai struktur biaya dan kendala usahatani Penelitian ini kelayakan usahatani yang tidak dibahas pada penelitian kali ini. Penelitian ini membandingkan antara dua komoditi berbeda.
c.
d.
Hipotesis Penelitian Hipotesisi yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
H0
= biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani padi sawah program GPS dengan usahatani padi sawah konvensional adalah sama.
H1
= biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani padi sawah program GPS lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi sawah konvensional.