TINJAUAN PUSTAKA
Debu Vulkanik Gunung api banyak tersebar di seluruh permukaan bumi. Penyebarannya mulai dari New Zealand, Italia, Amerika, Hawai, Jepang dan Filipina serta Indonesia. Munir (1996b) menyatakan Indonesia tergolong negara yang mempunyai indeks erupsi terbesar diantara beberapa negara vulkan lainnya. Indonesia menduduki tempat pertama dengan tingkat erupsi sebanyak 99% dan diikuti oleh Solomon 95%, Guenia baru 90%, Italia 41%, Islandia 39%, Negara Pasifik 3% dan Dataran Rendah Viktoria memiliki tingkat erupsi yang paling kecil sebesar 1%. Tingginya tingkat erupsi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki banyak gunung api yang aktif. Artinya, masih dapat meletus dan mengeluarkan material-material yang ada di dalamnya. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat sekitar. Korban jiwa, harta benda dan ternak menjadi hancur akibat letusan gunung api. Akan tetapi, manfaat yang diberikan setelah pasca letusan juga sangat besar pengaruhnya terhadap tanah. Seperti halnya, letusan Gunung Talang di Padang pada tahun 2005 lalu berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesuburan tanah setelah 5 tahun (Fiantis, 2006). Peningkatan kesuburan tanah disebabkan oleh material-material yang dikeluarkan oleh gunung api tersebut. Kandungan dari material tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan sifat tanah. Dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
aktivitas vulkanikme, material-material yang dikeluarkan berupa gas, cair, dan padat. Gas-gas yang keluar antara lain uap air, O2, N2, CO2, CO, SO2, H2S, NH3, H2SO4, dan sebagainya. Materi cair yang dikeluarkan adalah magma yang keluar melalui pipa gunung yang disebut lava sedangkan materi padat yang disemburkan ketika gunung api meletus berupa bom (batu-batu besar), kerikil, lapilli, pasir, abu serta debu halus (Munir, 1996b). Gunung Sinabung yang berada pada koordinat 3o10’ LU dan 98o23,5’ BT dengan ketinggian 2460 m dpl yang puncaknya berbentuk kerucut, secara administratif lokasi Gunung Sinabung ini masuk ke dalam Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Letusan gunung ini yang terjadi pada tanggal 29 Agustus-3 September 2010 di dominasi oleh pasir dan debu halus yang merupakan material padat. McGeary, Plummer dan Carlson (2002 dalam Fiantis, 2006) menyatakan bahwa bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Bahan padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan (< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas dan tumpul, lapilli atau ‘little stone’ (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar. Adanya debu dan pasir vulkanik yang masih segar ini, akan melapisi permukaan tanah sehingga tanah mengalami proses peremajaan (rejuvinate soils). Debu yang menutupi lapisan atas tanah lambat laun akan melapuk dan dimulai proses pembentukan (genesis) tanah yang baru. Debu vulkanik yang terdeposisi di atas permukaan tanah mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Akan tetapi, proses pelapukan
Universitas Sumatera Utara
ini memakan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanik mengakibatkan terjadinya penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya (Fiantis, 2006). Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa debu vulkanik mengandung kation-kation basa yang dapat meningkatkan pH, KTK tanah serta Kejenuhan Basa (KB) yang mengakibatkan kesuburan tanah dan tanaman meningkat. Darmawijaya (1997), menyatakan meskipun tanah ini kaya hara tanaman kecuali unsur N akan tetapi kekayaan ini masih belum dapat dipergunakan tanaman karena belum mengalami pelapukan sehingga perlu dilakukan analisis lanjutan terhadap tanahnya. Tanah Inceptisol Penyebaran tanah Inceptisol merata di seluruh pulau besar yang ada Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur serta Irian Jaya. Taksonomi tanah Inceptisol juga sangat beragam pada tiap-tiap daerah. Seperti halnya Andepts (tanah yang produktif dari abu vulkan) terdapat di Sumatera dengan greatroup Vitrandepts yang berderet mulai dari Aceh sampai Lampung yang semuanya dijumpai di lereng Bukit Barisan (Munir, 1996a). Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang artinya mulai. Konotasinya ialah tanah muda sehingga Inceptisol merupakan tanah yang mulai berkembang. Tanah ini memiliki tekstur beragam mulai dari kasar hingga halus dengan warna kelabu, coklat sampai hitam tergantung bahan induknya. Selain itu, Inceptisol
Universitas Sumatera Utara
mempunyai karakteristik horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silika amorf, beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi (Munir, 1996). Inceptisol ini juga mempunyai epipedon umbrik, molik, histik atau plaggen dan endopedonnya adalah argillik meskipun masih sedikit memperlihatkan bukti adanya eluviasi dan iluviasi (Rafi’i, 1990). Foth (1994) menyatakan banyak Inceptisol berupa tanah-tanah debu vulkanik dengan liat amorf dan biasanya sangat asam sehingga secara intensif digunakan untuk menghasilkan tebu, kopi, dan tanaman-tanaman lainnya. Jika dibandingkan tanah alluvial dekat sungai, Inceptisol yang berasal dari pelapukan abu vulkan lebih subur. Smith (1965 dalam Resman, dkk, 2006) menyatakan, hal ini dapat diketahui dari sifat fisik dan kimia tanah antara lain; berat jenis 1,0 g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40 %, pH mendekati netral atau lebih (pH < 4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup banyak antara 0,1 – 1 atm. Sifat-sifat kimia tersebut dapat dijadikan parameter dalam menganalisa pengaruh debu vulkan terhadap kesuburan tanah Inceptisol. Oleh sebab itu kita harus mengetahui karakteristik dari sifat-sifat tersebut terlebih dahulu. Hal ini akan dibahas dalam subbab selanjutnya. Sifat Kimia Tanah Peranan sifat kimia tanah sangat besar dalam menentukan tanah tersebut subur atau tidak. Kesuburan tanah diartikan sebagai suatu kondisi optimal tanah
Universitas Sumatera Utara
dimana hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam produksi cukup dan berimbang di dalam tanah. Untuk mengetahui kadar hara tersebut cukup dan berimbang perlu dilakukan suatu uji tanah untuk mengetahui produktivitas tanah tersebut. Dengan demikian, diperlukan analisis tanah yang bertujuan mengetahui status dan dinamika hara di dalam tanah. Parameter sifat-sifat kimia tanah mendasar yang perlu dianalisis sebagai berikut : 1. Kemasaman tanah Kemasaman tanah digunakan untuk mencirikan suatu kesesuaian tanaman terhadap tanah untuk dapat tumbuh dengan produksi yang optimal. pH adalah singkatan dari potensial hidrogen dengan skala 1-14 dalam menentukan keasaman, netral atau kealkalian suatu tanah. pH dapat diformulasikan sebagai berikut :
pH = - log [H+]
Jika pH tanah lebih kecil dari 7, maka kepekatan ion hidrogen (H+) adalah meningkat dan cenderung menjadi asam. Sebaliknya jika pH tanah itu lebih besar dari 7, maka kepekatan akan ion hidrogen menyusut tetapi kepakatan akan ion hidroksil meningkat dan cenderung menjadi alkalin. Bertambahnya ion H+ dan OH- dapat terjadi bila unsur alkalin atau unsur asam tanah bertambah. Dalam keadaan kepekatan ion H+ dan OH- adalah sama (yaitu pH 7) maka keadaan pH tanah seperti itu dinyatakan sebagai pH netral (Rafi’i, 1990). pH tanah dapat diukur dengan berbagai cara. Selain dengan menggunakan kertas lakmus, pH tanah dapat diukur di laboratorium dengan menggunakan berbagai pelarut seperti H2O, KCl, CaCl2 dan NaF. pH KCl biasanya memiliki ± 1 unit lebih rendah dari pH H2O. pH ini merupakan ukuran popular di tanah-
Universitas Sumatera Utara
tanah yang sangat asam. pH KCl dapat menunjukkan Al tukar, jika pH KCl < 5,5 maka jumlah Al nyata di larutan (Mukhlis, 2007). Hakim dkk (1986), menyatakan dalam keadaan yang sangat masam, Al menjadi sangat larut yang dijumpai dalam bentuk kation Al3+ dan hidroksida Al. Kedua ion Al itu lebih mudah terjerap pada koloid liat daripada ion H. Oleh karena Al berada dalam larutan tanah mudah terhidrolisis, maka Al merupakan penyebab kemasaman atau penyumbang ion H. Ion H yang dibebaskan secara demikian akan memberikan nilai pH rendah bagi larutan tanah dan mungkin merupakan sumber utama ion H dalam sebagian besar tanah masam. Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. pH optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0, karena pada pH ini semua unsur makro tersedia secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum kecuali Mo, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan. Pada pH di bawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca, dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, dan Fe, sedangkan pada pH di atas 7,5 dapat terjadi defisiensi P, B, Fe, Mn, Cu, Zn, Ca dan Mg, juga keracunan B dan Mo (Hanafiah, 2005). Kisaran pH tanah berbeda berdasarkan jenis tanah dan iklimnya. Pada tanah gambut, kisaran pH tanah dapat kurang dari 3.0 dan sebaliknya pada tanah mineral mencapai 4.5 – 9.00. kisaran pH tanah mineral di daerah basah berbeda dengan daerah kering. Di wilayah basah, kisaran pH berada di antara sedikit di bawah 5 hingga sedikit diatas 7 sedangkan di wilayah kering berada
Universitas Sumatera Utara
sedikit dibawah 7 hingga mendekati 9. Pada daerah basah umumnya dijumpai tanah-tanah masam dengan konsentrasi ion H+ yang melebihi konsentrasi OH-. Tanah- tanah ini dapat mengandung Al,Fe dan Mn terlarut dalam jumlah besar. Tanah-tanah alkalin terdapat pada daerah agak kering hingga kering. Akibat reaksinya di dalam tanah tersebut hanya mengandung sedikit Al, Fe dan Mn terlarut (Tan, 1990). Untuk penanaman pada tanah yang pHnya tidak sesuai perlu dilakukan perbaikan pH untuk mencapai pH ideal. Pada tanah alkalin, penurunan pH dapat dilakukan dengan penambahan sulfur atau bahan bersulfur, agar sulfur yang dilepaskan membentuk asam sulfur pemasam tanah, sedangkan pada tanah masam peningkatan pH dapat dilakukan dengan pengapuran (Hanafiah, 2005). 2. Kapasitas Tukar Kation tanah Jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dinyatakan dalam mg (milligram) per 100 g tanah (mg 100 g-1) kering oven sering disebut Cation Exchangeable Capacity (CEC). KTK merupakan jumlah muatan negatif tanah baik yang bersumber dari permukaan koloid anorganik (liat) maupun koloid organik
(humus)
yang
merupakan
situs
pertukaran
kation-kation
(Hanafiah, 2005). Foth (1994) menyatakan bahwa liat dan humus adalah yang paling penting di dalam tanah karena dalam keadaan koloid, keduanya dapat mempertukarkan jumlah luas permukaan yang relatif bagi penyerapan air dan ion. Kation-kation tersebut berikatan dengan permukaan koloid yang bermuatan negatif karena adanya daya menarik kation-kation tanah. Kekuatan
Universitas Sumatera Utara
ikatan antar muatan kation tinggi pada permukaan koloid dan menurun jika kation tersebut jauh jaraknya dari permukaan koloid (Hanafiah, 2005). Efisiensi yang ion-ionnya akan saling bertukar ditentukan oleh faktor-faktor (a) konsentrasi relatif atau jumlah ion, (b) jumlah muatan pada ion, dan (c) jarak dan aktivitas ion-ion yang berbeda (Foth, 1994). Proses pertukaran kation pada tanah mineral di lapisan olah banyak Ca terjerap dan berada di daerah humid. Sejumlah asam karbonat dan asam lainnya dibentuk bersamaan dengan proses dekomposisi bahan organik. Ion H yang terbentuk mulai menggantikan ion Ca yang berada pada kompleks jerapan. Pertukaran itu terjadi sebagai akibat aksi massa. Disamping itu juga karena ion H dijerap lebih kuat oleh koloid tanah daripada ion Ca (Hakim, dkk, 1986).
Hanafiah (2005) menambahkan secara umum efisiensi
pertukaran ion-ion dalam tanah (dari tinggi ke rendah) adalah sebagai berikut : Al > Ca > Mg > K > Na : H Kapasitas tukar kation tanah sangat beragam pada setiap jenis tanah. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain (a) reaksi tanah (pH), (b) tekstur tanah atau jumlah liat, (c) jenis mineral liat,
(d)
bahan
organik,
dan
(e)
pengapuran
dan
pemupukan
(Hakim, dkk, 1986). Hubungan pH dengan KTK sangat erat yaitu pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation koloid organik dan beberapa fraksi liat, H+ dan mungkin hidroksi-Al terikat
Universitas Sumatera Utara
kuat, sehingga sukar dipertukarkan. Dengan meningkatnya pH, hidrogen yang diikat koloid organik dan liat berionisasi dan dapat digantikan. Demikian pula ion hidroksi-Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH)3. Dengan demikian terciptalah tapak-tapak pertukaran baru pada koloid liat. Beriringan
dengan
perubahan-perubahan
itu
KTK
pun
meningkat
(Hakim, dkk, 1986). Suatu tanah yang mengandung KTK tinggi memerlukan pemupukan kation tertentu dalam jumlah banyak agar dapat tersedia bagi tanaman. Bila diberikan dalam jumlah sedikit maka ia kurang tersedia bagi tanaman karena lebih banyak terjerap. Sebaliknya pada tanah-tanah yang ber-KTK rendah, pemupukan kation tertentu tidak boleh banyak karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan. Pemupukan kation dalam jumlah banyak pada tanah ber-KTK rendah adalah tidak efisien (Hakim, dkk, 1986). 3. Kejenuhan Basa Damanik, dkk (2010) menyatakan kejenuhan basa merupakan salah satu ciri tanah yang cukup penting. Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation basa (Ca, Mg, K dan Na) dengan nilai tukar total (KTK) dan dinyatakan persen, dapat pula dituliskan dengan rumus berikut: Kejenuhan basa = me (Ca+Mg+K+Na)/100 g x 100% me KTK total/100 g Terdapat korelasi positif antara persen kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering (arid) biasanya mempunyai kejenuhan basa yang lebih tinggi daripada tanah-tanah di daerah iklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+ (Tan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80 dan 50%, dan tidak subur pada kejenuhan basa ≤50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan kejemuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa tanah (Tan, 1991). Hanafiah (2005) menyatakan bahwa pengapuran karbonat (CaCO3) menghasilkan ion-ion hidroksil yang mengikat kation-kation asam (H dan Al) pada koloid tanah menjadi inaktif, sehingga pH naik. Situs muatan negatif koloid digantikan oleh kation basa (Ca), sehingga kejenuhan basa meningkat pula. 4. Basa-Basa Tukar Secara teknis, basa adalah proton akseptor seperti ion OH sedangkan asam adalah proton donor seperti ion H. walaupun demikian, kation-kation Ca, Mg, K, dan Na yang dapat dipertukarkan semuanya berkaitan dengan senyawasenyawa dalam tanah seperti CaCO3, MgCO3, K2CO3 dan Na2CO3, yang reaksinya lebih basa dari asam. Untuk alasan ini Ca, Mg, K dan Na pada umumnya diacu sebagai basa-basa yang dapat dipertukarkan, sedangkan H pada umumnya disebut asam yang dapat dipertukarkan (Foth, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Kalsium Rosmarkam dan Yuwono (2002), kalsium diserap oleh akar tanaman dari
kompleks jerapan tanah atau dari larutan tanah dalam ion Ca2+. Sumber Ca adalah mineral yang mengandung Ca dan kandungan terbesar dari batuan kapur (kalsit), dolomit, Ca-feldspar, amfibol. Mineral apatit selain mengandung Ca, juga mengandung hara makro penting, yakni fosfor. Banyak persamaan antara perilaku kalsium, magnesium dan kalium di dalam tanah. Unsur-unsur ini semua tersedia sebagai kation yang dapat dipertukarkan, dan jumlah yang tersedia penting hubungannya dengan pengikisan dan tingkat pencucian. Kation-kation yang dibebaskan waktu pengikisan diserap di tempat-tempat pertukaran kation. Terjadi keseimbangan antara bentuk-bentuk yang dapat dipertukarkan dan yang terlarut. Difusi ke permukaan akar merupakan proses yang paling penting dalam penyerapan dari tanah (Foth, 1994). Sebagian besar kalsium berada pada komplek adsorpsi dan mudah dipertukarkan dan kalsium ini mudah tersedia bagi tanaman. Jumlah kalsium yang tersedia melebihi unsur lain. Oleh karena itu, di daerah humid kehilangan kalsium sangat nyata, karenanya pengapuran selalu disarankan (Hakim, dkk, 1986). Kalsium berperan dalam struktur dan permeabilitas membran, terutama karena
fungsinya
sebagai
pengikat
antarmolekul-molekul
fosfolipid-
fosfolipid/protein penyusunnya, dan sebagai aktivator beberapa enzim, tetapi juga sebagai inhibitor enzim lainnya (Hanafiah, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Damanik, dkk (2010) menyatakan bahwa kekurangan Ca dapat diketahui pada daun-daun muda dan ujung-ujung dari titik tumbuh keriput dan akhirnya mengering. Daun-daun yang lebih tua nampak berkeriput, dan pada umumnya tanaman menjadi lemah.
Magnesium Sumber Mg dalam tanah berasal dari mineral-mineral yang lapuk. Mineral
yang mengandung Mg adalah biotit, khlorit, dolomit, serpentin, dan olivin. Kerak bumi mengandung Mg total sekitar 1,93%. Bila berasal dari bahan induk yang mengandung Mg, maka tanah pasir humid memiliki kadar Mg lebih tinggi daripada tanah halus arid (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Bentuk magnesium di dalam tanah yang dapat diabsorsi tanaman adalah bentuk yang dapat dipertukarkan atau bentuk yang larut dalam air. Keadaan Mg ini di dalam tanah hampir sama dengan kalium. Penyerapannya oleh tanaman sangat tergantung kepada jumlah yang tersedia dan jumlah yang dapat dipertukarkan. Bentuk-bentuk magnesium dalam tanah adalah (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) dalam kisi mineral tipe 2:1, dan (4) dalam mineral primer (Hakim, dkk, 1986). Peranan hara Mg sebagai penyusun klorofil dan aktivator enzim-enzim dalam reaksi fotosintesis, respirasi dan sintesis DNA/RNA, serta sebagai pemicu penyediaan energi kimia dari ATP yang dibutuhkan dalam berbagai reaksi, seperti pada proses fermentasi glukosa (Hanafiah, 2005). Foth (1994), magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun
Universitas Sumatera Utara
sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium. Daun-daun sorgum dan jagung menjadi bergaris-garis, tulang-tulang daunnya tetap hijau, tetapi daerah diantara tulang-tulang daun sorgum dan jagung menjadi kuning. Daun tanaman yang terletak di bagian bawah adalah yang mula-mula terpengaruh.
Kalium Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral
yang mengandung K. mineral tersebut bila lapuk melepaskan K ke larutan tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Kadar K tanah di tanahtanah Indonesia bervariasi. Pada tanah tua dan tanah abu vulkanik, umumnya kaya kadar K sedangkan tanah gambut kadar K sedang sampai rendah. Makin dalam
dari
permukaan,
maka
kadar
K
makin
rendah
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kalium dapat diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil tanaman. Suatu keseimbangan terjadi antara kalium larutan dan kalium yang dapat dipertukarkan. Kadar kalium dalam larutan tanah, dengan kekuatan massa yang mendesak lebih banyak kalium ke kedudukan pertukaran. Selama waktu itu, pelepasan kalium melebihi pengambilan oleh tanaman dan kalium yang dapat dipertukarkan atau yang tersedia meningkat. Selama masa pertumbuhan yang cepat, tanaman mungkin memindahkan kalium dari tanah lebih cepat daripada yang dilepaskan melalui pengikisan, dan keseimbangan bergeser ke kiri. Karena tanaman menyerap kalium dari larutan tanah, kalium itu memisahkan diri dari tapak pertukaran kation dalam
Universitas Sumatera Utara
usaha untuk menjaga keseimbangan. Hal ini menjadikan kalium sebagai salah satu ion basa yang dapat dipertukarkan (Foth, 1994). Hanafiah (2005), kalium berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses fotosintesis dan respirasi, translokasi karbohidrat, sintesis protein dan pati. Berperan dalam proses buka-tutup stomata karena fungsinya dalam pengaturan potensi osmotik sel-sel. Sedikit perannya sebagai penyusun komponen tanaman, sehingga umumnya tetap dalam bentuk ion. Kekurangan kalium, pertama sekali gejala terlihat pada daun dan selanjutnya diikuti oleh melemahnya batang sehingga dapat menyebabkan kerebahan, tanaman lebih muda terserang penyakit, umumnya pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil, daun sebelah bawah seperti terbakar pada tepi dan ujungnya kemudian berjatuhan sebelum waktunya. Daun mula-mula mengkerut dan mengkilap, selanjutnya pada bagian ujung dan tepi daun mulai terlihat warna kekuningan yang menjalar di antara tulang daun. Kemudian tampak
bercak-bercak
merah
coklat
dan
akhirnya
daun
mati
(Damanik, dkk, 2010).
Natrium Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah kalsium
yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar natrium di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber
Universitas Sumatera Utara
utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, natrium juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005). Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur hara tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung natrium, tanaman tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu mengandung unsur natrium dalam konsentrasi yang berbedabeda. Natrium sering berpengaruh terhadap kualitas produksi, baik bersifat positif maupun negatif. Pengaruh natrium yang baik pada pertumbuhan tanaman bila kadar kalium relatif rendah. Pada konsentrasi kalium yang rendah, pemberian natrium menaikkan produksi cukup tinggi sedangkan pada konsentrasi kalium yang tinggi, pemberian natrium sedikit menurunkan produksi. Oleh sebab itu kadar natrium yang besar menyebabkan penyerapan kalium terhambat. Dalam keadaan tertentu, pada tanaman serealia, misalnya kekurangan kalium dapat digantikan oleh natrium. Penggantian kalium oleh natrium
mungkin
hanya
dalam
menaikkan
fungsi
turgor
sel
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Natrium dilepaskan dari pengikisan mineral. Di daerah basah pencucian dengan mudah melenyapkan natrium karena daya ikatannya pada tanah pertukaran tidak kuat. Di daerah-daerah kering dapat terjadi penimbunan natrium dalam bentuk natrium kerbonat dan natrium tersebut cenderung akan menempati sebagian posisi pertukaran. Hidrolisis natrium karbonat dan
Universitas Sumatera Utara
natrium yang dapat dipertukarkan menghasilkan suatu basa yang sangat kuat, yaitu NaOH. Apabila tanah 15% jenuh natrium atau natrium karbonat yang berarti terdapat pada tanah, nilai pH mungkin berada antara 8,5 dan 10 (Foth, 1994). Tanah yang mengandung natrium yang lebih tinggi, mempunyai nilai pH yang lebih tinggi pula pada kejenuhan basa yang sama. Hal ini sering sekali kita temukan pada tanah yang beriklim kering yang kaya natrium. Kejadian ini diduga disebabkan oleh koloid yang kaya natrium sukar mendisosiasikan ion hidrogen, sehingga sumbangan ion hidrogen rendah sekali ke dalam larutan tanah (Hakim, dkk, 1986). 5. Belerang (S) tanah Belerang (S) terdapat dalam mineral tanah dan diimmobilisasi ke dalam senyawa-senyawa tanaman penting dan akhirnya tertimbun di dalam bahan organik tanah. Belerang, serupa dengan fosfor tersedia dalam tanah melalui pengikisan dan mineralisasi. Tanaman memperoleh belerangnya dari tanah sebagai sulfat (SO42-), tetapi sebagian diserap melalui daun sebagai SO2. Sulfat direduksi dalam tanah yang tergenang menjadi hidrogen sulfida (Gas H2S) dan belerang unsur itu sendiri (Foth, 1994). Unsur sulfur (belerang) merupakan unsur hara makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan unsur P
(0,1 -
0,3%). Unsur ini diambil tanaman dalam bentuk sulfat dan sedikit dalam bentuk gas belerang yang diserap melalui daun dari atmosfer. Bentuk kedua ini dalam jumlah yang sedikit berlebihan telah meracun bagi tanaman. Sumber
Universitas Sumatera Utara
S bagi tanaman berasal dari pelapukan mineral tanah, gas belerang atmosfer dan dekomposisi bahan organik (Hanafiah, 2005). Masalah penyediaan S di dalam tanah tidak sepenting masalah penyediaan P, karena apabila P merupakan unsur tak mobil maka S merupakan unsur yang mobil di dalam tanah sehingga ion sulfat lebih mudah tersedia di dalam tanah dan kemampuan tanaman untuk menyerap gas SO2 secara langsung dari atmosfer (sumber emisi ini melimpah). Mineral sulfur di dalam tanah biasanya dalam bentuk Na2SO4, MgSO4, FeS, ZnS, dan H2S yang umumnya merupakan garam yang mudah larut. Namun defisiensi unsur ini juga dapat terjadi terutama pada tanah berpasir dan tanah-tanah yang tinggi kandungan oksida Fe dan Al maupun alofan, serta rendahnya bahan organik (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Di dalam tanah dengan berbagai kondisi maka akan terjadi proses reduksi dan oksidasi dari belerang, yang hal ini akan mempengaruhi ketersediaan belerang tanah untuk tanaman. Dalam keadaan oksidasi belerang dapat hilang akibat pencucian atau difiksasi oleh liat. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan belerang, yaitu (1) mineralisasi belerang, (2) immobilisasi, (3) oksidasi dan reduksi, (4) retensi sulfat, dan (5) kehilangan belerang tanah (Hakim, dkk, 1986). Peristiwa oksidasi dari belerang dalam tanah sangat penting artinya dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman. Pertama, reaksi-reaksi ini hingga batas tertentu menentukan jumlah belerang yang tersedia dan terdapat dalam tanah. Kedua, tingkat oksidasi belerang menentukan hingga batas tertentu kemasaman
tanah.
Pengaruh
oksidasi
belerang
terhadap
penurunan
Universitas Sumatera Utara
kemasaman tanah dapat dilihat secara nyata. Setiap oksidasi dari sulfida menjadi sulfat selalu akan menghasilkan dua atom hidrogen dan dapat menurunkan pH tanah menjadi lebih rendah (Hakim, dkk, 1986). Belerang tanah akan hilang dengan berbagai cara yaitu melalui penguapan berupa gas ke udara, akibat erosi, pencucian dan dapat diserap tanaman. Kehilangan memalui erosi dapat terjadi bila kemiringan tanah memungkinkan. Kehilangan belerang akibat pencucian dapat terjadi pada setiap jenis tanah. Kehilangan akan semakin besar apabila tanah bertekstur pasir dan berada pada daerah dengan curah hujan tinggi (Foth, 1994). 6. Aluminium yang dapat dipertukarkan (Al-dd) dan Kejenuhan Aluminium Al dalam bentuk dapat ditukarkan (Al-dd) umumnya terdapat pada tanahtanah yang bersifat masam dengan pH < 5,0. Aluminium ini sangat aktif karena berbentuk Al3+ monomer yang sangat merugikan dengan meracuni tanaman atau mengikat fosfor. Oleh karena itu untuk mengukur sejauh mana pengaruh Al ini perlu ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi kejenuhan aluminium, akan semakin besar bahaya meracun terhadap tanaman. Kandungan aluminium dapat tukar (Al3+) mempengaruhi jumlah bahan kapur yang diperlukan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan produktivitas tanah (Anonimous, 2009). Kadar aluminium sangat berhubungan dengan pH tanah. Semakin rendah pH tanah, maka semakin tinggi aluminium yang dapat dipertukarkan dan sebaliknya. Disamping kadar aluminium yang dapat dipertukarkan, pengaruh jelek aluminium diukur dengan derajat penjenuhan aluminium yang dinyatakan dengan:
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan Al = Al-dd x 100% KTK Bila kejenuhan aluminium > 60%, tanah tersebut sering dikatakan tidak layak untuk tanah pertanian sebelum direklamasi atau ameliorasi terlebih dahulu. Oleh karena kejenuhan aluminium dipengaruhi oleh KTK dan juga dipengaruhi oleh tekstur, maka semakin kasar tekstur tingkat kebahayaan aluminium semakin tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Hakim, dkk (1986) menyatakan bahwa keracunan aluminium menghambat perpanjangan dan pertumbuhan akar primer, serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Apabila pertumbuhan akar terganggu, serapan hara dan pembentukan senyawa organik tersebut akan terganggu. Sistem perakaran yang terganggu akan mengakibatkan tidak efisiennya akar menyerap unsur hara. 7. Hidrogen yang dapat dipertukarkan (H-dd) dan Kejenuhan Hidrogen Kemasaman tanah mempunyai 2 komponen yaitu (1) H aktif yang terdapat di dalam larutan tanah (potensial), (2) H yang dapat dipertukarkan atau disebut kemasaman cadangan. Kedua bentuk tersebut cenderung membentuk keseimbangan sehingga perubahan pada yang satu mengakibatkan perubahan pada yang lain. Apabila basa dibubuhkan pada tanah yang asam, H terlarut dinetralisasi dan sebagian H yang dapat dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan seimbang. Jumlah H yang dapat dipertukarkan dengan perlahan-lahan berkurang. H terlarut akan menurun dan pH akan lambat laun meningkat (Foth, 1994). Kemasaman tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) unsur P kurang tersedia, (2) kekurangan unsur-unsur Ca dan Mg sebagai
Universitas Sumatera Utara
basa tanah, (3) kekurangan unsur Mo, (4) Aktivitas mikroorganisme seperti fiksasi N dari tanaman kacang-kacangan terhambat, (5) kandungan Mn dan Fe yang berlebih sehingga dapat menjadi racun bagi tanah dan tanaman, dan (6) kelarutan ion Al dan H yang sangat tinggi, sehingga merupakan faktor penghambat tumbuh tanaman yang utama pada tanah masam (Rafi’i, 1990). Peningkatan pH tanah tidak dapat diubah dengan mudah jika terdapat banyak hambatan/sanggaan tanah (buffer), yang merupakan suatu sifat umum dari campuran asam basa dengan garamnya. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga adalah gugus asam lemah seperti karbonat serta kompleks-kompleks koloidal tanah. Asam lemah tersebut mempunyai tingkat disosiasi yang lemah dan sebagian besar dari ion H masih tetap terjerap dalam permukaan koloid. Adanya bahan penyangga tanah, dapat menjaga penurunan pH yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu proses biologis atau pemupukan. Kegiatan jasad mikro atau penambahan pupuk yang bersifat masam akan menyumbangkan sejumlah ion H (Hakim, dkk, 1986). Ion H yang dapat dipertukarkan adalah sumber utama H+ sampai pH tanah menjadi di bawah 6, bila Al pada lempeng liat Oktahedral Al menjadi tidak mantap dan diserap sebagai Al yang dapat dipertukarkan tersebut adalah sumber H+. berikut adalah persamaannya : Misel-Al + 3 H2O
H H H+ H H yang bebas hidrolisis oleh Al yang dapat dipertukarkan ialah Al(OH)3 + misel
meningkatnya konsentrasi H+ larutan tanah yang dihasilkan dari didosiasi H
Universitas Sumatera Utara
(misel) dapat dipertukarkan dan yang dihasilkan dari hal tersebut adalah H terjerap H larutan (Foth, 1994). Kejenuhan H memiliki kesamaan dengan kejenuhan Al. Hal ini dapat dilihat dari cara mendapatkan kejenuhan H sama dengan kejenuhan Al yaitu : Kejenuhan H = H-dd x 100% KTK Tingkat kejenuhan hidrogen di dalam tanah disebabkan ion H yang terjerap pada permukaan koloid yang merupakan penyebab kemasaman. Hal ini akan menyebabkan menurunnya pH tanah semakin drastis. Persyaratan Lingkungan Tumbuh Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Iklim Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat. Namun untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki persyaratan-persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut: 1. Menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Di tempat-tempat yang teduh, pertumbuhan jagung akan merana dan tidak mampu membentuk buah. 2. Menghendaki suhu optimum 21-34ºC. Di Indonesia, suhu semacam ini terdapat di daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl. (Najiyati dan Danarti, 1999). Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropics atau tropis basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak anatar 500 LU – 400 LS. Suhu yang dikehendaki
Universitas Sumatera Utara
tanaman
jagung
untuk
pertumbuhan
terbaiknya
antar
27-320C
(Purwono dan Hartono, 2008). Tanah Jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase baik dengan pH 5,6-7,2. Tanah yang bertekstur berat, harus diolah sehingga aerasi dan drainasenya baik. Membutuhkan air yang cukup, terutama pada saat awal pertumbuhannya, yaitu stadia pembungaan dan stadia pengisian biji. Di lahan yang tidak beririgasi, curah hujan optimal, yang dikehendaki antara 85-100 mm per bulan, merata sepanjang pertumbuhan tanaman (Najiyati dan Danarti, 1999). Tanah yang dikehendaki dalah gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerasi dan pengairan yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Tanah lempung berdebu adalah tanah yang paling baik bagi pertumbuhannya (AAK, 1998).
Universitas Sumatera Utara