TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Hutan Tanaman Rakyat atau HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Kebijakan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat dengan tujuan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam pemanfaatan hutan produksi untuk meningkatkan upaya rehabilitasi
hutan,
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
pengentasan
kemiskinan, meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,
serta
memenuhi
permintaan
bahan
baku
industri
perkayuan
(aspek ekonomi, ekologi dan sosial) (PP No. 6/2007). Pengertian Hutan Rakyat menurut UU No. 41/1999 tentang kehutanan, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kehutanan
No.
P.03/MENHUT-V/2004,
pengertian hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dengan hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Hutan rakyat pada dasarnya hutan milik baik secara perorangan, kelompok, marga maupun badan hukum yang merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik, baik secara perorangan maupun kelompok
dengan status di luar kawasan hutan Negara. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dengan demikian hutan hak dapat disebut sebagai hutan rakyat/tanaman rakyat (Dephut, 1989). Pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon (monokultur) atau beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Dewasa ini kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat semakin banyak diminati oleh para pengusaha sebagai bahan baku industri seperti pulp dan kayu pertukangan karena mempunyai kualitas kayu yang baik (Darusman dkk, 2006). Menurut Hardjosoediro (1980),
mengatakan, hutan rakyat atau hutan
milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan rakyat terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah – tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik rakyat, dengan jenis tanaman kayu-kayuan yang dimana pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya sendiri atau dikelola oleh suatau badan usaha, yang berpedoman
kepada
ketentuan
yang
telah
ditetapkan
oleh
pemerintah
(Prastiyo, 2010). Deskripsi Bambu Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam yang sangat besar. Salah satu sumber daya alam yang telah dikenal dan dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah bambu. Di Indonesia terdapat
sekitar 125 jenis bambu termasuk yang masih tumbuh liar dan belum banyak dimanfaatkan. Di antara berbagai jenis bambu tersebut, baru sekitar 20 jenis saja yang dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh masyarakat. Jenis-jenis bambu yang dimaksudantara lain bambu cendani, bambu apus, bambu ampel, bambuandong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cangkoreng, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali, dan bambu pagar (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999). Bambu Belangke (Gigantochloa pruriens Widjaja) Bambu belangke memiliki nama loka yang dikenal dengan sebutan buluh regen atau yakyak di Sumatera Utara dan Aceh. Bambu ini memiliki nama ilmiah (Gigantochloa pruriens Widjaja). Buluh bambu ini tumbuh dengan tegak, dengan tingginya sampai 15 m. Batangnya memiliki diameter 6-12 cm, dengan ketebalan dinding 10 mm, dan panjang ruasnya 40-60 cm. Klasifikasi bambu belangke secara taksonomi adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1993). Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Sub divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Gigantochloa
Spesies
: Gigantochloa pruriens W
Bambu tumbuh merumpun, memiliki batang yang bulat, berlubang dan beruas-ruas, percabangannya kompleks, setiap daun bertangkai. Diameter batang bambu bervariasi 0,5-20 cm bergantung pada besarnya ukuran diameter batang bambu dewasa. Besarnya ukuran diameter bambu dapat diperkirakan daribesarnya diameter rebung bambu. a. Akar Rimpang Akar rimpang terdapat di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Bagian pangkal akar rimpang bambu lebih sempit daripada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung yang kemudian memanjang dan akhirnya menghasilkan buluh. Akar rimpang dibagi menjadi dua macam system percabangan
yaitu
pakimorf
(akar
rimpang
simpodial)
dan
leptomorf
(akar rimpang monopodial). b. Rebung Bambu Tunas atau batang-batang bambu muda yang baru muncul dari permukaan dasar rumpun dan rhizome. Rebung bambu tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam
tanah
atau
dari
pangkal
buluh
yang
keluar.
Mengingat
sifat
pertumbuhannya yang cepat sehingga dengan cepat pula rebung ini akan menjadi buluh muda. Rebung dapat mencapai panjang maksimal dan menjadi tanaman yang lengkap setelah 2-4 bulan. Cabang – cabang akan mulai terbentuk setelah setelah pertumbuhan memanjang berakhir. c. Buluh Bambu Buluh bambu berkembang dari rebungnya, buluh bambu tumbuh sangat
cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Tinggi buluh bambu mencapai 15 m atau 20 m dengan garis tengah sebesar 10 m. Buluh bambu umumnya tegak, tapi ada beberapa marga yang tumbuhnya merambat seperti Dinochloa dan ada juga yang tumbuhnya serabutan seperti Nastus. d. Pelepah Buluh Bambu Pelepah buluh bambu merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas yang terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligula. Pelepah buluh ditutupi oleh bulu hitam yang berangsur-angsur menjadi gugur, pelepah buluhnya sendiri juga mudah gugur. Pelepah buluh memiliki peranan yang penting sebagai pelindung dan menutupi buluh ketika masih muda. e. Percabangan Bambu Percabangan bambu pada umumnya terdapat di atas buku-buku batang. Percabangan terletak 1,5 m di bawah permukaan tanah, setiap ruas terdiri atas 2-5 cabang dengan satu cabang lebih besar daripada cabang lainnya yang merupakan cabang primer. Letak cabang berselang-seling. f. Helai Daun Dan Pelepah Daun Helai daun bambu mempunyai urat daun yang sejajar seperti rumput, dan setiap daun mempuyai tulang daun utama yang menonjol. Daunnya bisa lebar dan ada juga yang kecil dan sempit. Helai daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau pendek. Siklus Karbon Karbon dapat dijumpai di atmosfer sebagai karbon dioksida, di dalam jaringan tubuh makhluk hidup, dan tebesar dijumpai dalam batuan endapan serta bahan bakar fosil yang terdapat di dalam perut bumi. Karbon masuk ke dalam
tubuh organisme melalui rantai makanan. Karbondioksida diserap oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis dan disimpan sebagai biomassa pada berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam dedaunan hijau kemudian masuk ke tubuh organisme melalui proses pencernaan dan kembali ke udara melalui proses respirasi. Rangkaian proses ini menghasilkan siklus yang lengkap dan disebut sebagai siklus karbon. Meskipun demikian, tidak semua karbon pada tubuh organisme kembali ke atmosfer, sebagian ada yang terikat membentuk biomassa tubuh. Ketika oksigen tersedia, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya, menurut reaksi berikut: C6H12O6 (materi organik) + 6O2 6H2O + 6CO2 + energi (Dahlan, 2008). Adanya kehidupan di dunia menyebabkan perubahan CO2 di atmosfer dan CO2 di lautan ke dalam bentuk organik maupun anorganik di daratan dan lautan. Perkembangan berbagai ekosistem selama jutaan tahun menghasilkan pola aliran C tertentu dalam ekosistem tingkat global. Namun, dengan adanya aktivitas manusia (penggunaan bahan bakar fosil dan alih guna lahan hutan) menyebabkan perubahan pertukaran antara C di atmosfer, daratan, dan ekosistem lautan. Akibat kegiatan tersebut, terjadi peningkatan konsentrasi CO2 ke atmosfer sebanyak 28% dari konsentrasi CO2 yang terjadi 150 tahun yang lalu (IPCC, 2000). Biomassa Menurut FAO (2008) dan menghitung biomassa yaitu (i)
Sutaryo, (2009),
terdapat 4 cara untuk
sampling dengan pemanenan (Destructive
sampling) secara in situ, (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive
sampling) dengan pendataan hutan secara in situ, (iii) pendugaan melalui penginderaan jauh, dan (iv) pembuatan model. Metode langsung dan akurat untuk menduga biomassa di atas permukaan adalah melakukan pemanenan, kemudian di oven dan ditimbang dalam kondisi kering oven (Hunt, 2009). Menurut Brown (1997), berdasarkan cara memperoleh data terdapat dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon, yaitu berdasarkan penggunaan dugaan volume dengan kulit kayu sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah
menjadi
kerapatan
biomassa
(ton/ha)
dan
pendekatan
dengan
menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan allometrik. Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama menggunakan persamaan berikut: Biomassa di atas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF....(Brown et al.,1997) Keterangan:
VOB = Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha) WD = Kerapatan kayu (Kg/m3) BEF = Biomassa Expansion Factor
Pendekatan kedua penentuan biomassa dengan menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter. Fungsi dan model biomassa dipresentasikan melalui persamaan berdasarkan tinggi dan diameter pohon (Kusmana,1996 dalam Salim, 2005). Model
Pendugaan
Biomassa
dan
Karbon
(persamaan
allometrik)
Biomassa bambu bervariasi tergantung jenis, tempat tumbuh dan
pengelolaannya. Sehingga secara spesifik setiap jenis bambu yang tumbuh di tempat tumbuh yang berbeda dan pengelolaan yang berbeda akan menghasilkan biomassa yang berbeda. Ada beberapa persamaan allometrik pada bambu untuk dapat menentukan biomassa seperti M = 0.131 * D2.28 , (Yiping, et al., 2010 dalam Baharuddin, 2013), Y = -3225.8 + 1730.4 DBH, bambu (Sutaryo, 2009). Biomassa individu bambu tegakan jenis bambu Moso dan tegakan bambu secara keseluruhan menggunakan rumus W=213.4164D-0.5805H2.3131 (R=0.8321), (Chen 1998 dalam Yiping, et al., 2010). Menduga biomassa bambu secara umum diatas permukaan (AGB)est = 0.131 D2.28 (Priyadarsini, 2000) dalam (Hairiah dkk, 2011). menggunakan
rumus
C adalah cadangan fraksi
karbon
Untuk menghitung cadangan :
C=
0.5B
karbon dalam
umumnya
Dimana:
B
biomassa,
digunakan
untuk
karbon biomassa
adalah
biomassa
dan
sedangkan 0.5 adalah pohon
dan
bambu
(Xu dkk, 2007 dalam Baharuddin, 2013). Persaamaan Allometrik Metode allometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999).