TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Mas Taksonomi, Morfologi, dan Siklus Hidup Ikan Mas Ikan Mas memiliki nama latin Cyprinus carpio carpio dan terdaftar dengan nomor 163345 dalam ITIS (integrated Taxonomic Information System). Secara umum ikan Mas dikenal sebagai common carp (English). Ikan Mas juga memiliki nama FAO carpe (French), dan carpe común (Spanish) (Anonim, 2009). Berdasarkan taksonomi, ikan Mas diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin, 1984). Kingdom
: Animalia (Animal, animals, animaux)
Phylum
: Chordata (chordates, cordado, cordés)
Subphylum
: Vertebrata (vertebrado, vertebrates, vertebras)
Superclass
: Osteichthyes (bony fishes, peixe ósseo, poissons osseux)
Class
: Actinopterygii (poisson épineux, poissons à nageoires rayonnées)
Subclass
: Neopterygii (neopterygians)
Infraclass
: Teleostei
Superorder
: Ostariophysi
Order
: Cypriniformes (cyprins, meuniers, minnows, suckers)
Superfamily
: Cyprinoidea
Family
: Cyprinidae (carpas, carpas y carpitas, carpes, carpes et ménés)
Genus
: Cyprinus Linnaeus, (common carps)
Species
: Cyprinus carpio Linnaeus, (carpa común, carpe, common carp)
Subspecies
: Cyprinus carpio carpio (Linnaeus, 1758; Saanin, 1984)
Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio carpio)(Anonim, 2009)
5
Secara garis besar tubuh ikan Mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh ikan Mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis ctenoid. Pada bagian itu terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor. Mulut kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang cukup besar terletak di bagian tengah kepala di kiri dan kanan. Sepasang lubang hidung terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian belakang kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang sungut yang pendek. Ikan Mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak di bagian punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang, dengan satu jarijari keras, dan yang lainnya berjari-jari lemah. Sirip perut hanya satu terletak pada perut. Sirip dubur hanya terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya satu, terletak di belakang, dengan bentuk cagak.
Gambar 2. Morfologi ikan Mas (Cyprinus carpio carpio)(Anonim, 2009) Sirip punggungnya (dorsal) memanjang dengan bagian belakang berjari keras dan di bagian akhir (sirip ketiga dan keempat) bergerigi. Letak sirip punggung berseberangan dengan permukaan sisip perut (ventral). Sirip dubur (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yaitu berjari keras dan bagian
6
akhirnya bergerigi. Garis rusuknya (linea lateralis atau gurat sisi) tergolong lengkap, berada di pertengahan tubuh dengan bentuk melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Hardjamulia 1978). Ikan Mas mudah untuk dibedakan antara jantan dan betina, terlihat apabila sifat kelamin sekunder sudah terlihat jelas dapat diamati dari kelamin luarnya. Ikan Mas jantan, lubang gentalnya terletak dibelakang genital palpila dan tidak menonjol letaknya. Ujung papilla memiliki lubang untuk pengeluara urine dan sperma. Sedangkan ikan Mas betina memiliki lubang genital di depan genital papilla yang terlihat menonjol. Lubang pengeluaran urine dan telur terletak di ujuang papilla. Tubuh ikan Mas betina lebih gemuk dibandingkan dengan ikan Mas jantan pada umur yang sama (Hardjamulia 1978). Ikan Mas merupelet kelompok hewan ovivar, ikan betina dan ikan jantan tidak memiliki alat kelamin luar. Ikan Mas betina tidak mengeluarkan telur yang bercangkang, namun mengeluarkan ovum yang tidak akan berkembang lebih lanjut apabila tidak dibuahi oleh sperma. Ovum tersebut dikeluarkan dari ovarium melalui oviduk dan dikeluarkan melalui kloaka. Saat akan bertelur, ikan betina mencari tempat yang rimbun oleh tumbuhan air atau diantara bebatuan di dalam air. Bersamaan dengan itu, ikan Mas jantan juga mengeluarkan sperma dari testis yang disalurkan melalui saluran urogenital (saluran kemih sekaligus saluran sperma) dan keluar melalui kloaka, sehingga terjadi fertilisasi di dalam air (fertilisasi eksternal). Peristiwa ini terus berlangsung sampai ratusan ovum yang dibuahi melekat pada tumbuhan air atau pada celah-celah batu. Telur-telur ikan Mas yang telah dibuahi tampak seperti bulatan-bulatan kecil berwarna putih. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 24 – 40 jam. Anak ikan Mas yang baru menetas akan mendapat makanan pertamanya dari sisa kuning telurnya, yang tampak seperti gumpalan di dalam perutnya yang masih jernih. Dari sedemikian banyaknya anak ikan Mas, hanya beberapa saja yang dapat bertahan hidup bila dialam (Hardjamulia 1978).
7
Gambar 3. Siklus hidup ikan Mas (Cyprinus carpio carpio) (Anonim, 2009) Virus Herpes Morfologi dan Klasifikasi Virus Herpes Virus herpes banyak terdapat didalam lingkungan, tipe virus ini mampu menyerang manusia dan hewan. lebih dari 100 spesies virus herpes saat ini, delapan diantaranya menyerang manusia dan bersifat zoonosis. Virus herpes termasuk dalam tipe virus yang memiliki ukuran besar dibandingkan dengan ukuran virus yang lainnya. Secara morfologi, anggota virus herpes memilki struktur yang serupa satu dengan yang lainnya. Morfologi struktur dari virus herpes dari arah dalam keluar terdiri dari genom DNA utas ganda linier (double helix linear), berbentuk toroid, kapsid, 8
lapisan tegument, dan selubung. Kapsid terdiri atas protein-protein yang tersusun dalam simetri ikosahedral. Tegumen yang terdapat diantara kapsid dan selubung merupelet massa fibous dengan ketebalan yang bervariasi dan seringkali asimetri. Selubung, jika dilihat dibawah mikroskop elektron tampak seperti susunan tiga lapis. Sebagian selubung berasal dari membran sel yang diinfeksinya, karena dalam selubung terkandung unsur lipid, virus herpes menjadi sensitif terhadap pengaruh detergen dan pelarut lipid lainnya (Daili et al. 2002). Amplop virus bersifat sedikit pleomorphic (mampu berubah bentuk), berbentuk bola dan memilki diameter 120-200 nm. Pada permukaan amplop yang dapat diproyeksikan dengan banyaknnya duri (spike) yang menyebar merata di seluruh permukaan virus herpes. Nukleokapsid virus herpes dikelilingi oleh kulit yang terdiri dari bahan globular yang sering asimetris. Virus herpes memiliki total panjang genom 120000220000 nt. Guanine + cytosine ratio 35-75 % (Fenner et al. 1993). Gambar 4. Morfologi Virus herpes (Anonim, 2010) Menurut Fenner et al. (1993), mengklasifikasikan Herpesviridae (keluarga Herpesvirus) sebagai berikut: Sub-Famili
: Alphaherpesvirus
Genus : Simplexvirus Genus : Varicellovirus Sub-Famili
: Betaherpesvirus
Genus : Sitomegalovirus Genus : Muromegalovirus Genus : Roseolovirus Sub-Famili
: Gammaherpesvirus
Ganus : Lymphocryptovirus Genus : Rhadinovirus
9
Replikasi Virus Herpes Virus
herpes
bereplikasi
dalam
metabolisme
sel
inang
dengan
menggunakan asam nukleat. Virus yang menempel pada induk semang akan masuk dalam metabolisme induk semang dan keluar dari sel induk semang dengan merusak membran plasma (Sugiri, 1992 dalam Mulyana 2006). Virus masuk kedalam sel dengan cara fusi glikoprotein selubung virus dengan reseptornya
yang terdapat
di membran plasma.
reseptor
dari
cytomegalovirus dapat berupa heparin sulfate, amino peptidase dan glikoprotein membran plasma lain. Selanjutnya, nukleo kapsid pindah dari sitoplasma ke inti sel. Setelah kapsid rusak, genom virus kemudian dilepaskan didalam inti sel. Genom DNA yang tadinya linear segera berubah menjadi sirkuler. Sebagian gen langsung ditranskripsikan dan produk RNA-nya dipindahkan ke sitoplasma untuk bersama ribosom sel ditranslasikan membentuk klompok protein alfa. Klompok protein ini kemudian pindah ke inti sel untuk memfasilitasi transkripsi gen penyandi protein beta, terjadi transkripsi dan translasi lategenes menjadi protein gamma. Jumlah jenis protein yang disandi lebih dari 50, banyak diantara protein alfa dan beta merupelet enzim dari protein lain yang akan berikatan dengan DNA genom virus (Daili et al. 2002). Transkripsi DNA virus terjadi sepanjang siklus replikasi didalam sel dengan bantuan enzim RNA polymerase sel dan protein virus lain. Transkripsi dalam bentuk DNA virus selanjutnya dirakit menjadi virion pada membran inti sel. Pelepasan virion dari sitoplasma keluar inti sel terjadi melalui struktur tubuler atau melalui proses eksositosis vakuola yang berisi virion (Sugiri, 1992 dalam Mulyana 2006). Diluar sel yang peka, partikel virus atau virion tidak bisa melakukan metabolisme, itu merupelet fase transmisi dari virus. Fase transmisi ini diselingi oleh fase reproduksi di dalam sel, ketika itu virus terdiri atas gen virus aktif yang dengan menggunakan sistim metabolisme inangnya menghasilkan genom turunan dan protein virus baru. Selain itu tidak seperti mikroorganisme bersel tunggal lainnya, virus hanya bisa berbiak jika asam nukleat dari genom virus yang masuk ke dalam sel, berarti asam nukleatnya saja infektif. Sebaliknya pada semua tingkatan siklus hidup organism non-virus terdiri atas sel yang dikelilingi oleh
10
membran sel dan mempunyai sistim metabolisme lengkap dan mandiri yang mencakup mitokondria dan ribosom (Fenner et al. 1993).
Koi Herpesvirus (KHV) Koi herpesvirus (KHV) merupelet salah satu penyakit infeksius yang menyerang spesies Cyprinus carpio Linnaeus yaitu ikan Mas yang disebabkan oleh virus DNA. Penyakit ini pertama kali dilaporkan tahun 1998 dan telah dikonfirmasi terjadi di negara Israel tahun 1999 (Gambar 7). Sejak itu kejadian kasus dilaporkan berlanjut ke Amerika Serikat, Eropa, dan Asia. Kerugian ekonomi yang dialami akibat kematian ikan yang disebabkan oleh penyakit ini di Israel mencapai 4 juta dollar Amerika (OATA, 2001). Gambar 5. Virus Koi Herpesvirus (OATA, 2001)
Gambar 6. Peta penyebaran KHV di Indonesia (Koi herpesvirus)(DKP, 2004)
11
Gambar 7. Peta Penyebaran kasus pertama KHV di Israel (Perelberg et al. 2003).
Di Indonesia, penyakit Koi herpesvirus pertama kali dilaporkan terjadi pada ikan Koi di Blitar, Jawa Timur pada bulan Maret 2002 (Sunarto et al. 2005 dalam Mulyana). Ikan Koi yang berasal dari China ini masuk ke Surabaya melalui Hongkong pada bulan Desember 2001 dan Januari 2002, dari Surabaya, ikan ini selanjutnya dibawa ke Blitar dan mulailah terjadi kematian masal (80%-95%). Sekitar akhir April 2002, terjadi kematian pada ikan Mas di Subang serta bulan Mei 2002 wabah KHV terjadi di sentra budidaya ikan Mas di daerah Cirata, Jawa Barat. Wabah KHV kembali terjadi di daerah Lubuk Linggau, Sumatra Selatan pada bulan Februari 2003 dengan gejala yang ditimbulkan sama seperti yang ditemukan pada ikan Mas di pulau Jawa. Kemudian wabah terus menyebar di provinsi sekitarnya termasuk Bengkulu, dan Jambi. Wabah KHV di Indonesia telah menyebar sampai ke Bali (Denpasar), Jawa Timur (Banyuwangi,
12
Tulungagung, Blitar, Malang, Kediri, dan Surabaya), Jawa Tengah (Semarang dan Brebes), Jawa Barat (Subang, Bogor, Bandung, Purwakarta, Cianjur, dan Bekasi), Banten, dan Sumatra (Lampung, Bengkulu, dan Sumatra Selatan). Virus Koi herpesvirus menyerang golongan ikan Mas (Cyprinus carpio carpioI) dan ikan Koi (Cyprinus carpio koi) dengan tingkat kematian 80%-95%. Penyebaran penyakit ini adalah melalui kontak langsung antar ikan dan ikan yang terjangkit, kontaminasi air, transportasi, dan penanganan seperti pergantian lingkungan dan fluktuasi temperature. Secara morfologi KHV termasuk dalam golongan Herpesvirus yaitu virus yang memiliki bentuk heksagonal dengan diameter 110 nm. Koi herpesvirus pada umunya dapat hidup dan memperbanyak diri pada temperatur antara 18-30oC.
Infeksi Penyakit KHV Penyakit KHV yang menyerang golongan ikan mas, memiliki tingkat mematikan yang tinggi. Virus ini bersifat laten dan aktif pada kondisi tertentu seperti stess dari transportasi, penanganan serta pergantian lingkungan, dan fluktuasi temperatur (Sunarto et al. 2005 dalam Mulyana 2006). Studi komparatif menunjukkan bahwa KHV dari Indonesia mempunyai persamaan 99,65% sekuen DNA dengan KHV dari Amerika Serikat (Sunarto et al. 2005 dalam Mulyana 2006). Koi herpesvirus pada umumnya dapat hidup dan berkembangbiak pada suhu antara 18o-30oC (devanport, 2001). Gilad et al. (2003) mengatakan pertumbuhan optimal Koi herpesvirus pada sel kultur antara 15o-25oC. Kematian yang tinggi pada ikan terjadi pada temperatur 18o-28oC, namun kematian dan replikasi Koi herpesvirus berkurang pada temperatur rendah.
Gejala Klinis Ikan yang terinfeksi penyakit ini (Koi herpesvirus) akan memperlihatkan gejala penurunan nafsu makan, lemah, penurunan mukosa kulit, dan insang. Penurunan mukosa kulit ini menyebabkan kulit tampak kering, hemorrhagi pada sirip dan kulit, nekrosa sel insang atau menjadi gripis pada ujung lamella
(DKP,
2004). Ikan yang terserang penyakit ini akan sedikit banyak mengalami perubahan
13
tingkah laku antara lain berenang dipermukaan air, berkumpul dekat aerasi, gerakan yang kurang terkontrol, dan terlihat tersengal-sengal pada permukaan air. secara histopatologi ditemukan nekrosa pada insang, sisik, sirip, ekor, ginjal, limpa, dan hati. Pada insang terjadi hyperplasia dan hipertropi sel epitel (Mudjiutami et al. 2007a).
Diagnosa Diagnosa penyakit KHV sampai saat ini umum dilakukan di laboratorium dan balai karantina adalah dengan cara menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR adalah reaksi berantai suatu primer dari urutan (sequence) DNA dengan bantuan enzim polymerase sehingga terjadi amplifikasi DNA target secra invitro. Prinsip kerja PCR adalah memperbanyak DNA suatu patogen sampai jumlah yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Menurut Sunarto et al. (2003) dalam Mulyana (2006) teknik PCR ditemukan pertama kali oleh Dr. Kary tahun 1993. Diagnosa KHV dapat dilakukan dengan cara isolasi virus pada kultur jaringan. Sel yang digunakan adalah sel fibroblast dari KT (Koi Tail). Supernatan homogenat dari bagian ikan yang dianggap sakit di inokulasikan dalam KT, kemudian di inkubasi selama 1 jam pada suhu 250C agar KHV menempel pada permukaan KT. Setelah diinokulasikan, virus dapat terdeteksi dengan terlihatnya efek sitopatik yang cepat dalam kultur sel.
Faktor Munculnya Penyakit Timbulnya penyakit pada hewan merupelet akibat adanya interaksi antara inang, agen, dan lingkungan. Lingkungan perairan yang buruk cenderung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan patogen dan berpengaruh negatif pada organisme perairan karena dapat menimbulkan penyakit. Perubahan kondisi lingkungan dan fluktuasi kualitas air sebagai pemicu adanya penyakit, misalnya hujan deras, peroide temperatur rendah, menjadi faktor utama dalam memperburuk kondisi lingkungan (Flege et al. 1995; Chanratchakool, 1998 dalam depita 2004).
14
Virus merupelet parasit obligat yang secara keseluruhan kebutuhan hidupnya bergantung pada sel inang yang diinfeksi. Energi yang diperoleh virus digunakan untuk reproduksi, sintesa protein, lemak, dan karbohidrat. Umumnya sebagian besar serangan virus patogen berhubungan dengan stress karena kepadatan yang tinggi, penanganan atau kondisi budidaya yang kurang optimum, pencemaran air oleh bahan-bahan kimia, infeksi atau dampak dari ablasi mata air (Sinderman, 1990 dalam depita 2004).
Imunoglobulin-Y (Yolk Imunoglobulin) Imunogloblin (Ig) merupelet salah satu bagian penyusun dari antibodi yang berperan sebagai substansi pertama untuk diidentifikasi molekul dalam serum yang mampu menetralkan sejumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Imunoglobulin dihasilkan oleh sel plasma yang merupelet fase terminal dalam diferensiasi sel B. Imunoglobulin di dalam tubuh terdapat 2 bentuk yang berbeda, yaitu sebagai reseptor permukaan untuk antigen dan sebagai antibodi yang disekresikan kedalam cairan ekstraseluler. Antibodi yang disekresikan dapat berfungsi sebagai adaptor untuk meningkatkan antigen pada struktur bindingsitenya yang spesifik (Wibawan et al. 2003). Imunoglobulin dibentuk oleh 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri dari 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S), demikian pula rantai berat
satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan S-S
(Wibawan et al. 2003). Hingga saat ini dalam tubuh mamalia dikenal 5 kelas immunoglobulin utama, yaitu Ig-G, Ig-M, Ig-A, Ig-D, dan Ig-E. Setiap kelas memiliki rantai berat yang spesifik. Ig-G memiliki rantai gama (γ) sedangkan pada Ig-M adalah mu (µ), pada Imunoglobulin-A rantai beratnya adalah alfa (α), pada Imunoglobulin-D rantai beratnya adalah delta (δ), Imunoglobulin E rantai beratnya dalah epsilon (ɛ) dan Imunoglobulin-Y memiliki rantai berat upsilon (υ). Pada unggas, amfibi, dan reptil dua kelas Imunoglobulin yaitu Ig-G dan Ig-E digantikan oleh satu kelas Imunoglobulin, yaitu Ig-Y (Wibawan et al. 2003).
15
Imunoglobulin-Y
memiliki
fungsi
biologis
yang
sama
dengan
immunoglobulin-G pada mamalia. Imunoglobulin-Y yang terdapat didalam telur merupelet maternal antibodi pada kuning telur ayam akibat adanya transport antibodi dari serum induk ayam pada anaknya. Transport antibodi terjadi dalam dua tahap, yaitu pada tahap pertama Ig-Y ditransportasikan dari serum ke kuning telur sebagaimana transfer plasenta mamalia, kemudian tahap kedua adalah transfer
Ig-Y
dari
kantung
kuning
telur
ke
telur
yang
berembrio
(Gassman et al. 1990). Antibodi dalam telur ayam dapat diperoleh melalui penyuntikan antigen tertentu kedalam tubuh induk ayam sehingga dapat dihasilkan antibodi yang bersifat spesifik terhadap antigen. Antibodi yang telah diperoleh melalui proses pemurnian (purifikasi) dapat digunakan sebagai imunisasi pasif dan sebagai reagen uji diagnostik (Mustopa, 2008).
16