TINJAUAN PENGATURAN PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN TERHADAP KONDISI PERKERETAAPIAN DI INDONESIA Heliana Komalasari Ditha Wiradiputra Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai konsep, tujuan, pengaturan, dan permasalahan dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia serta mengetahui dampak dari pengaturan perkeretaapian terhadap monopoli Negara dan kondisi perkeretaapian saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data, diantaranya peraturan perundangan-undangan, buku, skripsi, desertasi, dan wawancara dengan ahli. Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yang menjawab permasalahan, yaitu bahwa kondisi perkeretaapian saat ini telah sesuai dengan pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian (baru) di Indonesia, namun identik dengan pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian (lama). Hal ini dikarenakan undangundang perkeretaapian baru yang mencabut monopoli Negara pada sektor perkeretaapian belum kunjung membuka masuknya pelaku usaha lain dalam menyelenggarakan perkeretaapian, serta Negara yang belum kunjung melepas kepemilikan sepenuhnya didalam PT. KAI (Persero) yang menyebabkan penyelenggaraan perkeretaapian hingga kini masih dikuasai oleh Negara. Dalam kaitannya dengan persaingan usaha, pencabutan monopoli Negara yang membuka peluang bagi pelaku usaha lain untuk turut menyelenggarakan perkeretaapian juga turut menjadikan sektor perkeretaapian saat ini mengarah kepada terselenggaranya persaingan usaha Kata Kunci: perkeretaapian, PT. KAI (Persero), monopoli, privatisasi, persaingan usaha
Abstract This research aims to determine the concept, purposes, regulations, and implementation of the railway operations in Indonesia and determine the impact of railways policy in state monopoly and the railway current conditions. This research is a normative legal research using data, such as legislation, books, thesis, desertation, and interviews with the expert. From this research, it is concluded that The condition of the railway is currently in line with new railway policy, but it seems identical to the old railway policy in Indonesia. This is because the new railway policy which repealed the state monopoly in the railway sector has not yet opened the entry of other business operators in running the railways, and the state that has not yet fully take ownership in PT. KAI (Persero) which led to railway operations are still controlled by the state. In relation to the fair competition, the repealed of state monopoly which opened up opportunities for other businesses to join the railways, make railway sector is currently leading the implementation of fair competition. Keywords: railways, PT. KAI (Persero), monopoly, privatization, fair competition.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
A. Pendahuluan Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, Negara melakukan berbagai tindakan pembangunan, salah satunya adalah pengambilalihan perusahaan-perusahaan milik Belanda1, termasuk perusahaan perkeretaapian Pemerintah Hindia Belanda.2 Pengambilalihan ini mengakibatkan Negara menjadi satu-satunya penyelenggara perkeretaapian. Sebagai wujud pengambilalihan, Negara kemudian membentuk BUMN, untuk menjadi penyelenggara, yakni Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).3 Perusahaan Negara, merupakan satu-satunya jenis BUMN yang dimiliki oleh Indonesia kala itu, memiliki sifat memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, serta memupuk pendapatan4, sehingga dalam penyelenggaraannya, Perusahaan Negara diperuntukkan sepenuhnya untuk membangun ekonomi nasional sesuai dengan kebutuhan rakyat.5 Atas dasar inilah kemudian modal didalam Perusahaan Negara adalah seluruhnya merupakan kekayaan Negara6, termasuk pula pada PNKA. Hal ini menjadikan sektor perkeretaapian merupakan sektor yang dimonopoli oleh Negara. Hal ini sesuai dengan desertasi Ph.D milik Prof. Safri Nugraha yang menyatakan bahwa berdasarkan tradisi, sebagian besar sektor bisnis BUMN memang melakukan monopoli natural, terutama dalam sektor penting,7 serta pula dikuatkan oleh pendapat Adam et.al bahwa sebagian besar sektor bisnis BUMN memang terkait dengan kepentingan hajat hidup orang banyak, seperti transportasi, jaringan komunikasi, maupun kegiatan produksi padat modal seperti pembuatan baja dan semen.8 1
Indonesia (a), Undang-Undang tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda, Nomor 86 Tahun 1958, LN No. 162 Tahun 1958, TLN No. 1690., Ps. 1: “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia”. 2
Indonesia (b), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Nasionalisasi PerusahaanPerusahaan Kereta Api Milik Belanda, Nomor 40 Tahun 1959, LN No. 86 Tahun 1959, Ps. 1: “Perusahaanperusahaan kereta-api milik Belanda yang ada di dalam wilayah Republik Indonesia, sebagaimana terperinci dalam pasal 2, dikenakan nasionalisasi”. 3
Indonesia (c), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pendirian Perusahaan Negara Kereta Api, Nomor 22 Tahun 1963, LN No. 43 Tahun 1963., Ps. 1. 4
Indonesia (d), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perusahaan Negara, Nomor 19 Tahun 1960, LN No. 59 Tahun 1960, TLN No. 1989, Ps. 4 ayat (1). 5
Ibid, Ps. 4 ayat (2).
6
Ibid, Ps. 1.
7
Safri Nugraha, Privatisation Of State Enterprises in The 20th Century: a Step Forwards or backwards?, (Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2004), hal. 29. 8
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Monopoli ini sejalan dengan ketentuan konstitusi, yang mana perkeretaapian, masuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.9 Penyelenggaraan perkeretaapian yang dimonopoli oleh Negara terus berlangsung sampai jenis BUMN penyelenggara perkeretaapian berubah menjadi Perusahaan Jawatan, yakni Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA)10, dan Perusahaan Umum, yakni Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA).11 Selain itu, monopoli ini juga sejalan dengan UndangUndang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama)12, serta mendapatkan restu melalui pengecualian pada Pasal 51 undang-undang Persaingan Usaha.13 Seiring perkembangan zaman, adanya perkembangan teknologi perkeretaapian, perubahan lingkungan global yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, serta meningkatnya kemampuan sektor swasta, menjadikan Negara perlu mendorong peran swasta ikut serta dalam penyelenggaraan perkeretaapian nasional.14 Hal ini menjadikan pemberlakuan UndangUndang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama) yang mengamanatkan monopoli, dirasa sudah tidak akomodatif lagi, sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru)15 yang memungkinkan sektor swasta terintegrasi bersama dengan Negara untuk turut menyelenggarakan perkeretaapian di Indonesia. Pasca dikeluarkannya UU 23/2007, selain berdampak pada tercabutnya kedudukan monopoli BUMN badan penyelenggara, yakni PT. KAI (Persero), juga berdampak pada 9
Indonesia (e), Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (2).
10
Indonesia (f), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pengalihan Bentuk Usaha Perusahaan Negara Kereta Api Menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), Nomor 61 Tahun 1971., Ps. 1. 11
Indonesia (g), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api, Nomor 57 Tahun 1990, LN No. 82 Tahun 1990., Ps. 2. 12
Indonesia (h), Undang-Undang tentang Perkeretaapian, Nomor 13 Tahun 1992, LN No. 47 Tahun 1992, TLN No. 1479., Ps. 4: “Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah”. 13
Indonesia (i), Undang-Undang tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Nomor 5 Tahun 1999, LN No. 33 tahun 1999, TLN No. 3817., Ps. 51. 14
Naskah Akademik Undang-Undang tentang Perkeretaapian, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Jakarta, 2006, Hal. 64. 15
Indonesia (j), Undang-Undang Tentang Perkeretaapian, Nomor 23 Tahun 2007, LN No. 65 Tahun 2007, TLN No. 4722.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
terbukanya peluang bagi pelaku usaha lain untuk menyelenggarakan perkeretaapian.16 Hal ini membuka kompetisi sehat (fair competition) dalam sektor perkeretaapian yang selama ini tertutup dimonopoli oleh Negara.17 Selain itu, UU 23/2007 ini juga memberikan peluang kepada BUMN badan penyelenggara, untuk mandiri dan tidak bergantung kepada Negara, mulai dari bekerjasama dengan swasta, hingga membagi kepemilikan kepada swasta untuk bersama-sama didalam satu tubuh menyelenggarakan perkeretaapian. Meskipun dampak tersebut, baik tercabutnya monopoli maupun dimungkinkannya privatisasi dapat terjadi pada sektor perkeretaapian, namun dalam implementasinya setelah 6 (enam) tahun berlalu pasca diberlakukannya UU 23/2007 hingga kini, penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia masih dimonopoli oleh Negara.18 Hal ini tampak pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 219 tahun 2010 yang mengembalikan penyelenggaraan perkeretaapian seolah kembali dimonopoli oleh Negara melalui PT. KAI (Persero). Selain itu, tidak dilakukannya privatisasi juga tampak pada Anggaran Dasar PT. KAI (Persero) dan Laporan Tahunan PT. KAI (Persero) yang menunjukkan kepemilikan Negara didalamnya masih 100%. Tidak hanya itu, hingga saat inipun tidak ada pelaku usaha lain selain PT. KAI (Persero) yang menyelenggarakan perkeretaapian umum di Indonesia. Skripsi ini akan mengkaji pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia dalam kurun waktu sejak dilakukannya nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Pemerintah Hindia Belanda hingga berlakunya UU 23/2007. Pengkajian dilakukan dengan melakukan analisis yuridis kedudukan yang didapat oleh PT. KAI (Persero) untuk memonopoli sektor perkeretaapian dari UUD 1945, undang-undang badan usaha milik negara, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama), hingga dicabutnya monopoli tersebut melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru). Selanjutnya, skripsi ini juga akan mengkaji pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian tersebut terhadap kondisi perkeretaapian di Indonesia, apakah telah sesuai ataukah belum. Pengkajian dilakukan dengan melakukan analisis yuridis terhadap dampak pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian tersebut terhadap kedudukan monopoli PT. KAI 16
Petrus Sumarsono, Bappenas, Policy Paper: Perubahan Kebijakan dan Pelaksanaan PSO-IMO-TAC untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Angkutan Kereta Api, (Jakarta: 2011), hal. 22. 17
Ibid.
18
Harun Al-Rasyid Lubis, “Revitalisasi Perkeretaapian Nasional Setengah Hati” Inspirasi Bangsa, (15 November 2012), hlm. 16.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
(Persero) serta terjadinya privatisasi baik dalam sektor perkeretaapian, maupun privatisasi PT. KAI (Persero) itu sendiri. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah pokok yang akan diteliti adalah: 1.
bagaimanakah pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia;
2.
apakah kondisi perkeretaapian saat ini telah sesuai dengan pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia.
B. Pembahasan Untuk menguraikan pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia, pertama-tama akan diuraikan definisi yang akan dipakai dalam skripsi ini guna membatasi pengertian yang luas terkait PT. KAI (Persero), BUMN, Monopoli, dan Privatisasi. 1.
PT. KAI (Persero), merupakan BUMN penyelenggara perkeretaapian di Indonesia.19 Pada awalnya perkeretaapian diprakarsai oleh NV. NISM (1864), kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk perusahaan perkeretaapian negara yang bernama Staat Spoorwegen (SS)20 serta 12 perusahaan perkeretaapian swasta bernama Verenigde Spoorwegenbedrifj (VS). Pada saat Pemerintah Pendudukan Jepang, SS maupun VS digabung menjadi satu. Setelah kemerdekaan, Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasaan dan membentuk Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI). Pada 1950, DKARI, SS, dan VS kemudian digabung menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). Tahun 1963 DKA berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).21 Kemudian tahun 1971, PNKA berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA)22, yang memiliki tujuan penuh bagi pelayanan publik. Selanjutnya, pada tahun 1990, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA).23 Sebagai pengganti peraturan perundang-undangan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yakni 7 (tujuh) Ordonansi yang kedudukannya setingkat dengan undang-undang
19
PT. Kereta Api Indonesia (Persero), “Sejarah Perkeretaapian” http://www.kereta-api.co.id/#beranda, diunduh 9 Juni 2013. 20
Ibid.
21
Indonesia (c), op.cit., Ps. 1.
22
Indonesia (f), op.cit., Ps. 1.
23
Indonesia (g), op. cit., Ps. 2.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
dan 4 (empat) Verordening yang kedudukannya setingkat dengan peraturan pemerintah, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama).24 Undang-undang inilah yang kemudian pada tahun 1998 melahirkan peraturan pemerintah yang mengubah bentuk usaha Perum menjadi PT (Persero), 25 serta tunduk pada aturan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT), dan Peraturan Pemerintah Persero (PP Persero). Pada saat itu PERUMKA berubah menjadi PT. Kereta Api (Persero), atau disingkat menjadi PT. KA (Persero). Pada tahun 1999, PT. KA (Persero) kemudian berubah nama menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero), atau disingkat PT. KAI (Persero).26 Baik PT. KA (Persero) maupun PT. KAI (Persero) keduanya merupakan sama, hanya perbedaan nama, yakni sama-sama bentuk usaha PT. (Persero). Meskipun demikian, karena masih berdasar pada UU 13/1992, penyelenggaraan perkeretaapian pada periode ini seluruhnya masih dikuasai oleh Negara. Selanjutnya pada tahun 2007, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru) yang mencabut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama)27 serta berlaku hingga saat ini yang secara resmi mencabut monopoli sektor perkeretaapian oleh Negara. 2.
Berdasarkan UU, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.28 Pengertian BUMN yang diuraikan dalam undang-undang tersebut lebih menekankan kepada kepemilikan, bukan definisi hakikat BUMN. Untuk mengetahui lebih mendalam apa itu BUMN, maka skripsi ini mengambil pendapat para ahli. Menurut E.S Savas, BUMN sering dianggap sebagai perusahaan pemerintah (government cooperations), perusahaan publik (public enterprises), maupun perusahaan
24
Naskah Akademik Undang-Undang tentang Perkeretaapian, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan Jakarta, op. cit. Hal. 63. 25
Indonesia (k), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), Nomor 19 Tahun 1998, LN No. 31 Tahun 1998., Ps. 1. 26
Indonesia (l), Akta Notaris Imas Fatimah, Nomor 2 tertanggal 1 Juni 1999, kemudian diubah Nomor 14 tertanggal 13 September 1999, dengan pengesahan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Nomor C-17171 HT.01.01.TH.99, BN No. 4 tahun 2000, TBN No. 240. 27 Indonesia (j), op. cit., Ps. 217: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3479) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”. 28
Indonesia (m), Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, Nomor 19 Tahun 2003, LN. No. 70 Tahun 2003, TLN. No. 4297, Pasal 1 Angka 1.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
milik Negara (parastatals).29 Paul Starr, kemudian menganggap BUMN adalah perusahaan milik Negara yang didirikan berdasarkan hukum swasta, dan perusahaan swasta di mana Negara memiliki beberapa kepemilikan.30 Selanjutnya, Anoraga mendefinisikan BUMN sebagai perusahaan berbalut kekuatan Negara, namun memiliki fleksibilitas dan inisiatif kepentingan seperti privat atau swasta.31 Prof. Safri Nugraha melalui desertasinya kemudian menyatakan bahwa menurut tradisi, sebagian besar sektor bisnis BUMN dianggap sebagai monopoli natural, terutama dalam sektor penting.32 Adam et.al. juga mendeskripsikan bahwa sektor bisnis BUMN sebagian besar terkait dengan kepentingan hajat hidup orang banyak, seperti transportasi dan jaringan komunikasi, maupun kegiatan produksi padat modal, seperti baja dan semen.33 Pada awalnya, satu-satunya badan usaha milik negara sejak tahun 1960 adalah Perusahaan Negara, sebagai wujud nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda.34 Perusahaan Negara ialah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan Negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.35 Perusahaan Negara tersebut, diselenggarakan sepenuhnya untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.36 Kepemilikan Negara didalam Perusahaan Negara adalah 100%.37 Perusahaan Negara juga menempatkan Perusahaan Daerah dan Swasta sebagai kerjasama sebagaimana Pasal 6 dan 5 undang-undang tersebut. 38 29
E.S. Savas, Privatization: The Key to Better Government, (New Jersey: Chatham House Publishers,1987), hal.167. dalam Safri Nugraha, op. cit., hal. 28. 30
Paul Starr dalam Sheila B. Kamerman and Alfred J. Kahn, Privatization and the welfare state, (Princeton: 1989), hal. 21. dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 28. 31
Pandji Anoraga, BUMN, Swasta, dan Kopersasi (Tiga Pelaku Ekonomi), (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal. 2. dalam Safri Nugraha, Op.cit, hal. 29. 32
Safri Nugraha, op. cit., hal. 29.
33
Christoper Adam, et.al., Adjusting Privatization, Case Studies from Developing Countries, (LondonPortsmouth: Kingston, 1992), hal.18, dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 29. 34 Indonesia (a), op.cit.,Ps. 1: “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia.” 35
Indonesia (n), Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 19 tahun 1960 tentangPerusahaan Negara, LN. No. 59 tahun 1960, TLN No. 1989, Ps. 1. 36 37 38
Ibid., Ps. 4. Ibid., Ps. 6. Ibid., Ps. 5.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Berdasarkan fungsi BUMN sebagai agen pembangunan dan entitas bisnis39, kebutuhan publik di Indonesia dipenuhi melalui monopoli. Dasar justifikasi pembentukan BUMN tersebut adalah Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Selanjutnya pada tahun 1967 Soeharto memutuskan untuk merestrukturisasi formasi legal dalam BUMN.40 Pada tahun 1969, keputusan ini disahkan melalui UU. Berdasarkan UU tersebut, macam-macam bentuk usaha milik negara berkembang menjadi 3 (tiga). PERJAN adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Indonesische Bedrijvenwet; PERUM adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang No. 19 Prp. Tahun 1960; PERSERO adalah Penyertaan Negara dalam perseroan terbatas seperti diatur menurut KUHD.41 Pada Perjan dan Perum, kepemilikan Negara adalah 100%, dimana berbeda dengan Persero yang terdiri dari kepemilikan Negara, dan membuka ruang bagi badan usaha lain untuk andil dalam kepemilikan didalam Persero. Kemudian pada tahun 2003, Perjan dihapuskan melalui Pasal 9, yakni BUMN terdiri dari Persero dan Perum.42 Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.43 Sementara Perusahaan Perseroan, terbagi dua, yakni Persero dan Persero Terbuka. Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.44 Sementara Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.45 3.
Monopoli dapat muncul oleh tiga sebab. Monopoly by Law terjadi ketika Negara memberikan izin kepada satu pelaku usaha tertentu untuk memonopoli suatu bidang
39
Pandji Anoraga, op.cit., hal. 6. dalam Safri Nugraha, Op.cit, hal. 36.
40
Mari Pangestu, Economic Reform, Deregulation, and Privatization, The Indonesian Experiences, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1996), hal. 67-68. dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 36 41 Indonesia (o), Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 1969, Nomor 9 Tahun 1969, LN. No. 16 TLN No. 2890, Ps. 2.
42
Indonesia (m), op. cit., Ps. 9.
43
Ibid., Ps. 1 Angka 4.
44
Ibid., Ps. 1 Angka 2.
45
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
usaha dan tindakan monopoli tersebut dilindungi oleh undang-undang. Pertama, Negara melalui undang-undang memberikan hak istimewa, dan yang Kedua adalah perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu terhadap pelaku usaha yang memenuhi syarat tertentu atas hasil riset dan inovasi yang dilakukan sebagai hasil pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi umat manusia.46 Natural Monopoly terjadi akibat 2 (dua) kemungkinan, Pertama, adanya monopoli yang berada ditangan satu pelaku usaha merupakan pemecahan yang paling efisien daripada menciptakan persaingan didalam pasar.47 Kedua, natural monopoly terjadi apabila kegiatan usaha hanya dapat dilakukan oleh satu monopolis tersebut. Monopoly by License adalah pelaku usaha cenderung melakukan tindakan-tindakan anti persaingan dalam menjalankan usahanya guna menciptakan barrier to entry bagi para pelaku usaha baru48dan seringkali dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur yang dilakukan secara sendiri maupun bekerjasama dengan para pelaku usaha lainnya. Terhadap monopoly by law, UU Persaingan Usaha mengatur pengecualian terhadap pelaku usaha yang oleh peraturan perundang-undangan maupun perjanjian legal tertentu untuk dapat melakukan monopoli. Pengecualian tersebut diatur pada Pasal 50 dan Pasal 51 UU Persaingan Usaha. 4.
Privatisasi dapat dilihat melalui berbagai perspektif, yakni Pertama, privatisasi sektor perkeretaapian,
sementara
Kedua,
privatisasi
BUMN
penyelenggara
sektor
perkeretaapian, yang dalam skripsi ini adalah PT. KAI (Persero). Menurut UU BUMN, privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.49 Privatisasi ini kaitannya dengan penjualan saham, maupun mekanisme korporasi yang dilakukan BUMN, untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara perspektif Pertama, hubungannya adalah dengan status, atau bisa disebut sebagai swastanisasi, yakni yang awalnya diselenggarakan oleh Negara, menjadi terbuka untuk pelaku usaha lain termasuk swasta. Privatisasi ini sejalan dengan pendapat para 46
Johny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 41. 47
Knud Hansen, et. Al., UU No. 5 Tahun 1999: UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Katalis, 2002), hal. 20. 48 Johny Ibrahim, op. cit. 49
Ibid., Ps. 1 angka 12.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
ahli. E.S Savas mendefinisikan privatisasi sebagai tindakan mengurangi peran public (negara) serta ekspansi dari sektor private (swasta).50 Kamerman & Kahn, mendefinisikan privatisasi sebagai setiap pergeseran kegiatan atau fungsi dari public (negara) ke sektor private (swasta), dan/atau lebih spesifik, yakni pergeseran dari public (negara) ke sektor private (swasta) dalam memproduksi barang dan jasa.51 Prof. A Zen Umar Purba mendefinisikan privatisasi sebagai langkah mereduksi intervensi pemerintah, atau memberikan kebebasan lebih pada BUMN dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.52 Prof. Safri Nugraha menguraikan bahwa privatisasi tidak terbatas pada tindakan meningkatkan performa BUMN, melainkan hingga tindakan transfer tugas Negara kepada sektor private (swasta), termasuk mentransfer beberapa pekerjaannya kepada kontraktor swasta, seperti suplai pelayanan publik melalui mekanisme kerjasama. Sementara perspektif Kedua, maka berlaku definisi dalam UU BUMN. Namun, suatu BUMN dikatakan telah melakukan privatisasi, tidak sesempit itu melainkan lebih luas lagi, yakni melingkupi seluruh tindakan yang membuka swasta untuk masuk dan turut menyelenggarakan kegiatan yang pada awalnya hanya dapat dilakukan oleh Negara. Keputusan Menteri Keuangan No. 740/KMK.OO/1989 kemudian memberikan pedoman kepada BUMN terkait kebijakan yang dapat diambil dalam melakukan privatisasi sebagaimana tersebut diatas, yakni perubahan status, perjanjian operasi atau kontrak menejemen dengan pihak lain, konsolidasi atau merger, pemecahan saham (stock split), pasar modal, penempatan langsung, dan/atau formasi melalui perusahaan joint venture.53 Selanjutnya pembahasan pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia, yakni ketentuan mana yang mengamanatkan dan mengijinkan monopoli perkeretaapian diselenggarakan oleh PT. KAI (Persero) hingga mencabutnya monopoli tersebut. Pembahasan ini akan meninjaunya melalui Undang-Undang Dasar, UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama), UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru). 50
E.S Savas, op.cit, hal. 8 dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 14.
51
Sheila B. Kamerman and Alfred J. Kahn (eds), Privatization and the Welfare State, (Princeton, NJ: Princeton University Press, 1989) dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 14. 52
A. Zen Umar Purba, Privatization in Indonesia, restructurization and Public Offering, (Jakarta: Majalah Hukum dan Pembangunan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Nomor 2 tahun XXVII, 1997), hal. 2. dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 17. 53
A. Zen Umar Purba, op.cit, hal. 4-5. dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 111.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
1.
Pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
2.
Pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian berdasarkan undang-undang tentang badan usaha milik negara:
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
3.
Pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia berdasarkan Undang-Undang tentang Perkeretaapian:
4.
Pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian berdasarkan Undang-Undang Persaingan Usaha:
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Pasal 51 UU Persaingan Usaha memberikan monopoli dan atau pemusatan kegiatan untuk diselenggarakan oleh BUMN dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.54 Terhadap penafsirannya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuat pedoman pelaksanaan Pasal 51 UU Persaingan Usaha. 55 Jika menyesuaikan dengan Peraturan KPPU, maka PT. KAI (Persero) diperbolehkan melakukan Monopoli dan/atau Pemusatan Kegiatan karena telah sesuai dengan unsur-unsur Pasal 51 UU Persaingan Usaha, yakni: 4.1. Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan tersebut hanya dapat dilakukan negara terhadap kegiatan yang berkaitan dengan: produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara; dan/atau Produksi dan/atau Pemasaran Barang dan/atau Jasa yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak bahwa benar PT. KAI (Persero) melakukan Produksi dan/atau Pemasaran Barang dan/atau Jasa yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak yang memiliki fungsi distribusi.56 Hal ini sejalan dengan Pasal 4 junto Pasal 1 Angka 1, Pasal 8, dan Pasal 9 UU 13/1992 tentang Perkeretaapian, bahwa PT. KAI (Persero) menyediakan dan merawat sarana, prasarana, dan fasilitas penunjang kereta api, sebagai kegiatan produksi, serta tujuannya, sebagaimana Pasal 3 UU 13/1992, adalah sesuai sebagai fungsi distribusi, yakni untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal, menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan nasional. 4.2. Diatur dengan undang-undang Bahwa benar PT. KAI (Persero) melakukan monopoli karena diatur oleh undangundang, yakni UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama).57 Hal ini sejalan dengan Pasal 4 junto Pasal 1 Angka 1 UU 13/1992. 4.3. Diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah
54
Indonesia (i), op.cit., Ps. 51.
55
Indonesia (p), Peraturan KPPU Tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51, Nomor 03 Tahun 2010. 56
Indonesia (h), op. cit., Ps. 4 junto Ps. 1 angka 1, Ps. 8, dan Ps. 9.
57
Ibid., Ps. 4 junto Ps. 1 angka 1
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Bahwa benar penyelenggaraan perkeretaapian diselenggarakan oleh BUMN, yakni PT. KAI (Persero). 5.
Pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian melalui UU 23/2007 tentang Perkeretaapian (baru)
kemudian
lahir
dan
mencabut
kewenangan
monopoli
Negara
dalam
penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia. Setelah mengetahui definisi dan tinjauan umum yang akan dipergunakan dalam skripsi ini, serta bagaimanakah pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia, maka selanjutnya adalah analisis terhadap kondisi perkeretaapian apakah telah sesuai ataukah belum dengan pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia. Pembahasan ini akan meninjaunya dari dampak hukum pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia dengan implementasinya di Indonesia. 1.
Penyelenggaraan Perkeretaapian Hingga Periode Berlakunya UU Perkeretaapian (lama) Pasca diterbitkannya UU 13/1992, penyelenggaraan perkeretaapian secara legal telah
sah dimonopoli oleh Negara. Pasal 4 junto Ps. 1 angka 1 UU 13/1992 mengatur bahwa Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah,58 dimana Perkeretaapian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sarana, prasarana, dan fasilitas penunjang kereta api untuk penyelenggaraan angkutan kereta api yang disusun dalam satu sistem.59 Selanjutnya Pasal 6 UU 13/1992 menegaskan bahwa Negara (melalui Pemerintah) menentukan badan penyelenggara yg dibentuk untuk penyelenggaraan perkeretaapian, yakni BUMN, yaitu PT. KAI (Persero).60 Untuk memperjelas monopoli Negara ini, Penjelasan Pasal 4 UU 13/1992 menguraikan bahwa pengertian dikuasai oleh Negara adalah Negara mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan perkeretaapian, yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan. PT. KAI (Persero) setelah menyesuaikan dengan Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2010, telah benar memenuhi unsur-unsur Pasal 51 UU Persaingan Usaha, maka PT. KAI (Persero) diperbolehkan melakukan monopoli atau pemusatan kegiatan dalam sektor perkeretaapian. 58
Indonesia (h), op.cit., Ps. 4.
59
Ibid., Ps. 1 angka 1.
60
Ibid., Ps. 4.Berbunyi “(1) Perkeretaapian diselenggarakan oleh Pemerintah dan pelaksanaannya • diserahkan kepada badan penyelenggara yang dibentuk untuk itu berdasarkan peraturan perundang-‐undangan yang berlaku; (2) Badan usaha lain selain badan penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diikutsertakan dalam kegiatan perkeretaapian atas dasar kerjasama dengan badan penyelenggara; (3) Bentuk dan syarat-‐syarat kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Namun demikian, terhadap UU 13/1992 ini terdapat permasalahan. hingga diterbitkannya UU 23/2007, jenis BUMN mengalami perubahan. Tahun 1992 hingga tahun 1998, BUMN penyelenggara perkeretaapian adalah PERUMKA.61 Sementara pada tahun 1998, berdasarkan PP 19/1998, PERUMKA berubah status menjadi PT. (Persero),62 yang mana terus berlaku hingga diterbitkannya UU 23/2007 sampai dengan sekarang. Namun jika melihat lebih dalam, terdapat inkonsistensi terhadap ketentuan penguasaan perkeretaapian antara PP 19/1998, dengan UU 13/1992. UU 13/1992 memberikan kewenangan monopoli kepada Negara untuk menguasai penyelenggaraan perkeretaapian. Namun, ketentuan tersebut, tidak memberikan celah sedikitpun bagi Badan Usaha lain, termasuk swasta, untuk turut berpartisipasi menyelenggarakan perkeretaapian, kecuali sebagai kerjasama. Berikut adalah tabel ringkasannya:
2.
Penyelenggaraan Perkeretaapian Hingga Periode Berlakunya UU Perkeretaapian (baru) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru) ini menandai
era baru perkeretaapian di Indonesia.63 Menurut UU 23/2007 ini perkeretaapian yang dapat dibagi menurut jenis (delapan macam) dan fungsinya (umum dan khusus) serta tatanannya (nasional, propinsi, dan kabupaten/kota) dikuasai oleh negara dan pembinaannya yang 61
Indonesia (g), op. cit., Ps. 2.
62
Indonesia (k), op. cit., Ps. 1. Petrus Sumarsono, Bappenas, Policy Paper: Perubahan Kebijakan dan Pelaksanaan PSO-IMO-TAC untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Angkutan Kereta Api, (Jakarta: 2011), hal. 21. 63
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
meliputi pengaturan, pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh pemerintah64 dan pelaksanaan penyelenggaraannya oleh Badan Usaha.65 Artinya ada pemisahan antara regulator yang ada ditangan pemerintah dan operator yang diserahkan kepada Badan Usaha serta hirarki sistem perkeretaapian di Indonesia.66 Jika pada UU 13/1992 Pasal 6 menunjuk satu badan penyelenggara, UU 23/2007 ini membagi penyelenggaraan perkeretaapian, yakni penyelenggara pada perkeretaapian umum, yakni dilakukan oleh Badan Usaha yang mendapatkan izin oleh pemerintah,67 dan perkeretaapian khusus, yakni dilakukan oleh Badan Usaha tertentu yang membutuhkan perkeretaapian khusus untuk menunjang kegiatan pokok Badan Usaha tersebut.68 Mekipun demikian, dalam implementasinya, penyelenggaraan perkeretaapian pasca pemberlakuan UU 23/2007 ini masih tertatih menyesuaikan diri. UU 23/2007 memisahkan
penyelenggaraan
prasarana
dan
sarana
kereta
api
pada
perkeretaapian umum dan khusus kepada Badan Usaha yang mendapatkan izin oleh pemerintah. Hal ini pada hakikatnya menghilangkan monopoli Negara dan membuka peluang
kepada
Badan
Usaha
lain
untuk
lahir
dan
bersama-sama
menyelenggarakan prasarana dan sarana kereta api, sehingga lahirlah kompetisi.69 UU 23/2007 pada hakikatnya membuka peluang untuk terciptanya lebih dari satu pelaku usaha guna mendorong kompetisi dan peningkatan pelayanan angkutan kereta api.70 Terhadap perbedaan penyelenggara perkeretaapian sebagaimana ditentukan UU 23/2007 dengan ketentuan UU 13/1992, membuat Negara harus mentaatinya 64
Indonesia (j), op. cit., Ps. 13.
65
Petrus Sumarsono, op. cit., hal. 21.
66
Ibid.
67
Ibid., Ps. 24 ayat (1) dan (2) junto Ps. 23 ayat (1) junto Ps. 18 junto Ps. 5 ayat (1) dan (2).
68
Ibid., Ps. 33 junto Ps. 17 ayat (2) junto Ps. 5 ayat (1) dan (3).
69
Petrus Sumarsono, op. cit., hal. 22.
70
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
dan melakukan penyesuaian. Pasal 214 UU 23/2007 kemudian mengatur bahwa dalam melakukan penyesuaian terhadap undang-undang perkeretaapian baru ini, Negara diberikan tenggat waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak undang-undang ini berlaku.71 Namun dalam implementasinya, Ir. Harun Al-Rasyid Lubis, M.Sc., menyatakan bahwa 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru) ini berlaku, yakni pada tahun 2010, Negara masih belum sanggup melaksanakannya.72 Hal ini membuat Negara menerbitkan Kepmenhub Nomor 219 Tahun 2010 yang pada pokoknya menunda batas waktu tersebut hingga Negara sanggup
Didalam
memenuhinya.73
Kepmenhub
219/2010,
Pemerintah
mendelegasikan kembali pengelolaan saran dan prasarana perkeretaapian umum kepada PT Kereta Api (Persero), sampai terbitnya pengaturan baru perihal manajemen kontrak penyelenggaraan prasarana antara Pemerintah dan PT KAI.74 PT KAI harus melaporkan secara berkala perihal pengoperasian, pemeliharaan dan pengusahaan prasarana kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Direktur Jenderal Perkeretaapian setiap tahun diharuskan melakukan evaluasi tentang pendelegasian ini, hingga dibentuknya unit/Badan Usaha lain sebagai penyelenggara prasarana
perkeretaapian
umum.75
Hal
ini
menjadikan
bahwa
didalam
pelaksanaaannya, pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru), penyelenggaraan perkeretaapian masih identik dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama).76 Namun demikian, menurut Prof. Felix Oentoeng Soebagjo, hal ini maklum dikarenakan perkeretaapian di Indonesia 71
Indonesia (j), op. cit., Ps. 214.
72
Harun Al-Rasyid Lubis, “Revitalisasi Perkeretaapian Nasional Setengah Hati” Inspirasi Bangsa, (15 November 2012), hlm. 16.
73
Ibid.
74
Ibid.
75
Ibid.
76
Ibid.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
merupakan wujud pengambilalihan kekuasaan negara terhadap sektor perkeretaapian yang telah dirintis sejak masa Pemerintah Hindia Belanda.77 Pasca dikeluarkannya UU 23/2007, selain berdampak pada tercabutnya kewenangan monopoli BUMN Badan Penyelenggara, yakni PT. KAI (Persero) dalam menyelenggarakan perkeretaapian, juga berdampak pada terbukanya peluang bagi pelaku usaha lain untuk menyelenggarakan perkeretaapian.78 Hal ini membuka fair competition dalam sektor perkeretaapian yang selama ini tertutup dimonopoli oleh Negara.79 Selain itu, UU 23/2007 ini juga memberikan kewenangan kepada BUMN badan penyelenggara, untuk mandiri dan tidak bergantung kepada negara, mulai dari bekerjasama dengan swasta, hingga membagi kepemilikan kepada swasta untuk bersama-sama didalam satu tubuh menyelenggarakan perkeretaapian. Kedua dampak tersebut, sesungguhnya merupakan satu buah lingkup yang sama, yakni lingkup privatisasi. Sebagaimana telah dijabarkan pada definisi privatisasi sebelumnya, privatisasi BUMN adalah lebih luas daripada definisi privatisasi dalam peraturan perundangundangan yang termaktub dalam UU BUMN. Privatisasi sendiri dapat dilihat melalui dua perspektif, yakni Pertama, adalah perspektif dalam privatisasi sektor perkeretaapian, sementara Kedua, adalah privatisasi BUMN penyelenggara sektor perkeretaapian, yakni dalam skripsi ini adalah PT. KAI (Persero). Dalam perspektif Pertama, privatisasi adalah sama dengan Swastanisasi,80 melalui privatisasi, intervensi Negara direduksi dan sektor swasta masuk sebagai penyelenggara bidang yg sebelumnya hanya dikuasai oleh Negara. Jika melihat definisi para ahli, maka privatisasi telah terselenggara saat perubahan status PERUMKA menjadi PT. KA/KAI (Persero). Kepemilikan Negara pada PERUMKA adl 100%. Sementara Kepemilikan Negara pada PT KA/KAI (Persero) adl paling sedikit 51%. Lahirnya UU 23/2007 ini membuka pelaku usaha lain lahir, dalam frame bentuk kereta api yang berbeda dari kereta api yang diselenggarakan oleh PT. KAI (Persero). Bentuk kereta api tersebut antara lain berupa Mass
77
Prof. DR. Felix Oentoeng Soebagjo, S.H., LL.M. (2013, Juni 14). Personal Interview.
78
Petrus Sumarsono, op. cit., hal. 22.
79
Ibid.
80
Safri Nugraha, op. cit., hal. 17.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Rapid Transit (MRT), Monorel, Sky Train, Railway, dan lain sebagainya.81 Negara membuka ruang kepada swasta untuk memiliki sebagian saham. Meskipun demikian, faktanya enam tahun telah berlalu sejak liberalisasi perkeretaapian, nyatanya investor baru—terutama yang akan investasi pada kereta komuter, tak kunjung tampak batang hidungnya.82 Selain proyek MRT di Jakarta, juga tidak terdengar pernyataan tegas soal rencana pembangunan angkutan berbasis rel oleh investor baru.83 Tidak ada apa pun, walau sekedar rencana pengoperasian sarana tersendiri, atau pembangunan sarana dan prasarana tersendiri.84 Tidak juga moda berbasis rel lain seperti monorail.85 Terhadap hal ini, tidak ada pengaturan penyelenggaraan perkeretaapian yang dilanggar, sehingga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun hal ini menunjukkan bahwa dalam implementasinya, pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru) hingga saat ini, privatisasi sektor perkeretaapian belum terjadi di Indonesia. Sementara perspektif Kedua, yakni privatisasi BUMN, maka berlaku definisi privatisasi dalam UU BUMN86. Namun, privatisasi BUMN adalah lebih luas lagi, yakni melingkupi seluruh tindakan yang membuka swasta untuk masuk dan turut menyelenggarakan kegiatan yang pada awalnya hanya dapat dilakukan oleh Negara. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 740/KMK.OO/1989 pedoman BUMN terkait kebijakan yang dapat diambil dalam melakukan privatisasi sebagaimana tersebut diatas, yakni87 perubahan status; perjanjian operasi atau kontrak menejemen dengan pihak lain; konsolidasi atau merger; pemecahan saham (stock split); pasar modal; penempatan langsung; formasi melalui perusahaan joint venture. Berdasarkan pedoman tersebut, PT. KAI (Persero) sesungguhnya telah melakukan privatisasi. Pertama, telah melakukan perubahan status, dari PERUMKA menjadi PT. KAI 81
BAPPENAS, op. cit. hal. 11.
82
Ibid.
83
Ibid.
84
Ibid.
85
Ibid.
86
Indonesia (m), op. cit., Ps. 1 Angka 12: “Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat” 87
A. Zen Umar Purba, op. cit., dalam Safri Nugraha, op.cit, hal. 111.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
(Persero). Kedua, PT. KAI telah menyelenggarakan Perjanjian operasi atau kontrak menejemen dengan pihak lain dengan terlihat dalam laporan tahunan PT. KAI (Persero) terbaru (2011), bahwa PT. KAI (Persero) telah kerjasama dengan BUMN lainnya atau BUMD serta Badan Usaha privat baik perbankan maupun perusahaan jasa lainnya. Kerjasama tersebut diantaranya adalah: Kerja sama dengan BUMN dan Koperasi, hingga saat ini masih berjalan sebanyak 12 (dua belas) BUMN dan 1(satu) koperasi88. Sedangkan Kerja sama dengan Mitra Usaha lainnya dalam hal Kerja Sama Operasi, pada Tahun 2011 sebanyak 32 (tiga puluh dua) kerjasama operasi89. Serta dalam bidang angkutan barang, PT Kereta Api Indonesia (Persero) melakukan berbagai kerjasama dengan BUMN lain maupun swasta sesuai dalam upaya meningkatkan kapasitas angkut melalui inovasi dalam melayani angkutan barang dari sumber sampai pada penyaluran dan logistiknya90. Ketiga, PT. KAI (Persero) juga menyatakan telah melakukan konsolidasi, yakni melalui pengubahan jenis produk orientasi pasar, mengurangi inefisiensi, melakukan pendayagunaan asset non produktif dan penjualan sebagian asset perusahaan yang tak bisa didayagunakan lagi, serta penataan SDM, agar dapat menggeser posisi perusahaan menjadi lebih baik untuk lebih bisa survive.91 Namun demikian, terhadap tindakan Keempat dan Kelima, PT. KAI sampai saat ini belum melakukannya. Hal ini ditunjukkan dalam annual report-nya bahwa pembayaran dividen kepada pemegang saham melalui Menteri Keuangan RI pada Tahun 2011 adalah nihil.92 Hal ini dikarenakan kepemilikan saham dalam PT. KAI (Persero) adalah seratus persen masih dipegang oleh negara dan belum ada mekanisme listing di bursa untuk menjual sebagian sahamnya kepada swasta. Hal ini pulalah yang menjadi alasan mengapa PT. KAI (Persero) saat ini berstatus Persero tertutup. Selanjutnya, terhadap kebijakan Keenam, berdasarkan anggaran dasarnya, tampak bahwa penempatan saham didalam PT. KAI (Persero) seluruhnya masih diambil bagian oleh Negara.93 Sementara 88
Ignasius Jonan, Laporan Direktur Utama PT. KAI (Persero) dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero), 2011, hal. 35. 89
Ibid.
90
Ibid.
91
Strategi Perusahaan dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero), 2011, hal. 41.
92
Laporan Posisi Keuangan (financial report), Pajak, Dividen, Devisa, dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero), 2011, hal. 71. 93
Keputusan Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Kereta Api Indonesia Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham Tentang Peningkatan Modal Dasar, Penambahan Modal Disetor dan Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT. KAI Nomor: KEP-38/S.MBU/2008 dan Nomor: KEP06/D3-MBU/2008, Poin 3: “Menyetujui pengeluaran/peningkatan saham yang masih dalam simpanan (portepel)
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Ketujuh, PT. KAI (Persero) melalui annual report-nya terlihat belum memformasikan dirinya dalam skema joint venture dengan perusahaan lain..94 Berdasarkan penjabaran diatas, PT. KAI (Persero) sebagai BUMN Badan Penyelenggara sesungguhnya telah melakukan privatisasi dengan melakukan beberapa kebijakan-kebijakan sebagaimana tersebut diatas. Namun, terhadap definisi privatisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang mana diatur melalui UU BUMN, PT. KAI (Persero) belum melakukannya. PT. KAI (Persero) belum melakukan privatisasi sebagaimana UU BUMN tampak dari: 1.
Anggaran Dasar, tampak bahwa penempatan saham didalam PT. KAI (Persero) seluruhnya masih diambil bagian oleh Negara. (Keputusan Pemegang Saham No: KEP38/S.MBU/2008 dan No: KEP-06/D3-MBU/2008.) Poin 3: “Menyetujui pengeluaran/peningkatan saham yang masih dalam simpanan (portepel) sejumlah 270.000 (dua ratus tujuh puluh ribu) saham, masing-masing saham dengan nilai nominal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sehingga seluruhnya seharga Rp. 270.000.000.000,- (duaratus tujuhpuluh milyar rupiah) yang seluruhnya diambil bagian oleh Negara Republik Indonesia”.
2.
Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero) terbaru yakni tahun 2011. Deviden95: “Pembayaran deviden kepada pemegang saham melalui Menteri Keuangan RI pada Tahun 2011 adalah nihil.” Terhadap kondisi-kondisi tersebut, tidak ada peraturan perundang-undangan
penyelenggara perkeretaapian yang dilanggar, sehingga sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Namun hal ini sesungguhnya menjadikan penyelenggaraan perkeretaapian setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru) seolah identik dan tidak ada perubahan dengan penyelenggaraan perkeretaapian pada saat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama).
sejumlah 270.000 (dua ratus tujuh puluh ribu) saham, masing-masing saham dengan nilai nominal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) sehingga seluruhnya seharga Rp. 270.000.000.000,- (duaratus tujuhpuluh milyar rupiah) yang seluruhnya diambil bagian oleh Negara Republik Indonesia. 94
PT. Railink, Anak Perusahaan (subsidiaries) dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero), 2011, hal. 91. 95
Indonesia (q), Indonesia (p), Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 1 Tahun 1995, LN No. 13 Tahun 1995, TLN No. 3587. Ps. 62 ayat (2): “Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen.”
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
C. Penutup Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia diatur melalui UUD 1945, Undang- Undang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama) yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru), serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Sementara terhadap pengaturan Badan Penyelenggara perkeretaapian, yakni PT. KAI (Persero), secara periodik diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1998, dan Akta Notaris Imas Fatimah, Nomor 2 tertanggal 1 Juni 1999, kemudian diubah Nomor 14 tertanggal 13 September 1999, dengan pengesahan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Nomor C-17171 HT.01.01.TH.99. 2. Kondisi perkeretaapian di Indonesia melalui skripsi ini terklasifikasi menjadi 2 (dua) periode, yakni Pertama, periode awal hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (lama), dan Kedua, periode setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru). Pertama, penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia dimonopoli oleh PT. KAI (Persero), dan terhadapnya Undang-Undang Persaingan Usaha melindungi segala tindakan PT. KAI (Persero) dalam melakukan monopoli pada sektor perkeretaapian. Sementara pada periode Kedua, terjadi perubahan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian, yakni pencabutan kewenangan monopoli PT. KAI (Persero), serta peluang dilakukannya privatisasi, baik privatisasi dalam sektor perkeretaapian yakni dengan membuka pelaku usaha lain, termasuk swasta, untuk menjadi penyelenggara perkeretaapian, seperti MRT, Monorail, Skytrain, dan sebagainya, maupun privatisasi dalam tubuh PT. KAI (Persero) itu sendiri yakni dengan terbukanya peluang bagi aktor lain selain Negara didalam kepemilikan PT. KAI
(Persero).
Terhadap
kondisi-kondisi
tersebut,
sesungguhnya
terdapat
ketidaksesuaian, diantaranya adalah dasar PT. KAI (Persero) yakni PP 19/1998 yang mengalami inkonsistensi dengan UU 13/1992; Kepmenhub 219/2010 yang pada pokoknya menunda batas waktu pelaksanaan UU 23/2007 hingga Negara sanggup memenuhinya; dan privatisasi, baik privatisasi dalam sektor perkeretaapian yang hingga 6 (enam) tahun setelah berlakunya UU 23/2007 belum juga kunjung
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
mendatangkan pelaku usaha lain sebagai penyelenggara perkeretaapian, maupun privatisasi dalam tubuh PT. KAI (Persero) itu sendiri yang hingga detik ini berdasarkan anggaran dasar PT. KAI (Persero) dan laporan tahunan (annual report) PT. KAI (Persero) masih dimiliki sepenuhnya oleh Negara. Terhadap kondisi-kondisi tersebut, seluruhnya memliki dasar hukum yang menjadikannya dapat dilakukan pada sektor perkeretaapian, sehingga sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, namun hal ini menjadikan penyelenggaraan perkeretaapian setelah UU 23/2007 seolah seperti tidak ada perubahan dengan penyelenggaraan perkeretaapian pada saat UU 13/1992. Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. Dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (baru), maka diperlukan adanya implementasi yang sejalan dengan semangat dilahirkannya undang-undang tersebut. 2. Negara hendaknya dapat menjalankan kewajiban dan fungsinya dengan baik serta mengikuti arahan dan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang berlaku saat ini.
Daftar Pustaka BUKU Adam, Christoper et.al. Adjusting Privatization, Case Studies from Developing Countries. London-Portsmouth: Kingston. 1992. Anoraga, Pandji. BUMN, Swasta, dan Kopersasi (Tiga Pelaku Ekonomi). Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. 1995. Hansen, Knud et. Al. UU No. 5 Tahun 1999: UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Katalis. 2002. Ibrahim, Johny. Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Bayumedia. 2007. Kamerman, Sheila B. and Alfred J. Kahn (eds). Privatization and the Welfare State. Princeton. NJ: Princeton University Press. 1989. Nugraha, Safri. Privatisation Of State Enterprises in The 20th Century: a Step Forwards or backwards?. Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). 2004. Pangestu, Mari. Economic Reform, Deregulation, and Privatization, The Indonesian Experiences. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies. 1996.
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Savas, E.S. Privatization: The Key to Better Government. New Jersey: Chatham House Publishers. 1987. Starr, Paul. Dalam Sheila B. Kamerman and Alfred J. Kahn. Privatization and The Welfare State. Princeton: 1989.
PUBLIKASI ILMIAH BAPPENAS. Majalah Sustaining Partnership, Media Informasi Kerjasama Pemerintah dan Wasta edisi Agustus 2011. Jakarta: Infrastructure reform Sector Development Program (IRSDP). Jonan, Ignasius. Laporan Direktur Utama PT. KAI (Persero) dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero). 2011. Laporan Posisi Keuangan (financial report), Pajak, Dividen, Devisa, dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero). 2011. Lubis, Harun Al-Rasyid. “Revitalisasi Perkeretaapian Nasional Setengah Hati” Inspirasi Bangsa. 15 November 2012. Naskah Akademik Undang-Undang tentang Perkeretaapian, Direktorat Perkeretaapian Departemen Perhubungan Jakarta. 2006. Hal. 64.
Jenderal
PT. Railink. Anak Perusahaan (subsidiaries) dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero). 2011. Purba, A. Zen Umar. Privatization in Indonesia, Restructurization and Public Offering. Jakarta: Majalah Hukum dan Pembangunan. Fakultas Hukum Universitas Indonesia Nomor 2 tahun XXVII. 1997. Strategi Perusahaan dalam Laporan Tahunan (annual report) PT. KAI (Persero). 2011. Sumarsono, Petrus. Bappenas, Policy Paper: Perubahan Kebijakan dan Pelaksanaan PSOIMO-TAC untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Angkutan Kereta Api. Jakarta. 2011. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia (a), Undang-Undang tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda, Nomor 86 Tahun 1958, LN No. 162 Tahun 1958, TLN No. 1690. Indonesia (b), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Nasionalisasi PerusahaanPerusahaan Kereta Api Milik Belanda, Nomor 40 Tahun 1959, LN No. Indonesia (c), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pendirian Perusahaan Negara Kereta Api, Nomor 22 Tahun 1963, LN No. 43 Tahun 1963. Indonesia (d), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perusahaan Negara, Nomor 19 Tahun 1960, LN No. 59 Tahun 1960, TLN No. 1989
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
Indonesia (e), Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (2). Indonesia (f), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pengalihan Bentuk Usaha Perusahaan Negara Kereta Api Menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), Nomor 61 Tahun 1971. Indonesia (g), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api, Nomor 57 Tahun 1990, LN No. 82 Tahun 1990. Indonesia (h), Undang-Undang tentang Perkeretaapian, Nomor 13 Tahun 1992, LN No. 47 Tahun 1992, TLN No. 1479. Indonesia (i), Undang-Undang tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Nomor 5 Tahun 1999, LN No. 33 tahun 1999, TLN No. 3817. Indonesia (j), Undang-Undang Tentang Perkeretaapian, Nomor 23 Tahun 2007, LN No. 65 Tahun 2007, TLN No. 4722. Indonesia (k), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), Nomor 19 Tahun 1998, LN No. 31 Tahun 1998. Indonesia (l), Akta Notaris Imas Fatimah, Nomor 2 tertanggal 1 Juni 1999, kemudian diubah Nomor 14 tertanggal 13 September 1999, dengan pengesahan melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Nomor C-17171 HT.01.01.TH.99, BN No. 4 tahun 2000, TBN No. 240. Indonesia (m), Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, Nomor 19 Tahun 2003, LN. No. 70 Tahun 2003, TLN. No. 4297. Indonesia (n), Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 19 tahun 1960 tentangPerusahaan Negara, LN. No. 59 tahun 1960, TLN No. 1989 Indonesia (o), Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 1969, Nomor 9 Tahun 1969, LN. No. 16 TLN No. 2890. Indonesia (p), Peraturan KPPU Tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51, Nomor 03 Tahun 2010. Indonesia (q), Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 1 Tahun 1995, LN No. 13 Tahun 1995, TLN No. 3587. . PUBLIKASI ELEKTRONIK PT.
Kereta Api Indonesia (Persero), “Sejarah api.co.id/#beranda, diunduh 9 Juni 2013.
Perkeretaapian”
http://www.kereta-
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013
WAWANCARA Wawancara langsung dengan Prof. DR. Felix Oentoeng Soebagjo, S.H., LL.M. pada 14 Juni 2013
PUBLIKASI LAINNNYA Keputusan Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Kereta Api Indonesia Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham Tentang Peningkatan Modal Dasar, Penambahan Modal Disetor dan Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT. KAI Nomor: KEP-38/S.MBU/2008 dan Nomor: KEP-06/D3-MBU/2008,
Universitas Indonesia
Tinjauan pengaturan..., Heliana Komalasari, FH UI, 2013