TINJAUAN LITERATUR
Biogas Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbondioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa atau gas bio. Proses dekomposisi anaerob dibantu oleh sejumlah mikrooganisme, terutama bakteri metan. Disamping itu terdapat gasgas lain yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi dan persentase jumlah gas bio Jenis Gas
Jumlah (%)
Methan (CH4)
54-70
Karbon Dioksida (CO2)
27-54
Nitrogen (N2)
0,5-2
Karbon Monoksida (CO) Oksigen (O2) Sumber: Hadi (1981)
0,1 0,1
Gas metana terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang
mengurangai
sampah-sampah
yang
banyak
mengandung
bahan
organik(biomassa) sehingga terbentuk gas metan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Gas metan sama dengan gas elpiji (Liquid Petrolium Gas/LPG), bedanya gas metan hanya mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak mengandung atom C (LIPI, 2005). Gas metan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari gas bio karena merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi dan mempunyai sifat tidak berbau dan tidak bewarna. Jika gas
Universitas Sumatera Utara
yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik ini dapat terbakar, berarti mengandung sedikitnya 45% gas metan (Harahap, 1978). Gas bio yang didominasi oleh gas metana, merupakan gas yang dapat dibakar. Metana secara luas diproduksi di permukaan bumi oleh bakteri pembusuk dengan cara menguraikan bahan organik. Bakteri metanogenesis berperan dalam pembusukan. Bakteri ini terdapat di rawa-rawa, lumpur, sungai, sumber air panas (hot spring), dan perut hewan herbivora seperti sapi dan domba. Hewan-hewan ini tidak dapat memproses rumput yang mereka makan, bila tidak ada bakteri anaerobik yang memecah
selulosa di dalam rumput
menjadi molekul-molekul yang dapat diserap oleh perut mereka. Gas yang diproduksi oleh bakteri ini adalah gas metana (Meynell, 1976). Kotoran Sapi Penghasil Biogas Pada umumnya komposisi kotoran sapi memiliki karakteristik yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik kotoran sapi Komponen Total padatan Total padatan volatile (mudah menguap) Total Kjeldahl Nitrogen
Massa (%) 3-6 80-90 2-4
Selulosa
5-20
Lignin
5-10
Hemiselulosa
20-25
Sumber : Kumbahan dan industri (1979).
Kotoran sapi merupakan substrat yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuat gas bio, karena substrat tersebut telah mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan ruminansia. Keberadaan
Universitas Sumatera Utara
bakteri di dalam
usus
besar
ruminansia
tersebut
membantu
proses
fermentasi, sehingga proses pembentukan gas bio pada tangki pencerna dapat dilakukan lebih cepat. Walaupun demikian, bila kotoran tersebut akan langsung diproses dalam tangki pencerna, perlu dilakukan pembersihan terlebih dahulu (Sufyandi, 2001). Proses Pembentukan Biogas Secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap yaitu: 1. Tahap hidrolisis Pada tahap ini, bahan organik dienzimatik secara eksternal oleh enzim ekstraseluler (selulose, amilase, protease, dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek.
Sebagai contoh polisakarida diubah
menjadi
monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptida dan asam amino. 2. Tahap asidifikasi (pengasaman) Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu, bakteri tersebut juga
Universitas Sumatera Utara
mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S dan sedikit gas metana. 3. Tahap pembentukan gas metana Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2. bakteri penghasil asam dan gas metana bekerja sama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfer yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan
bakteri penghasil asam
(Sufyandi, 2001). Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Biogas Banyak faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan biogas, diantaranya: 1. Perbandingan C/N Bahan Isian Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon(C) dan kadar Nitrogen (N) dalam satuan bahan. Semua mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan Karbon (C) dan Nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Untuk menjamin semuanya berjalan lancar, unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara seimbang. Dalam pertumbuhan mikroba yang optimum biasanya dibutuhkan perbandingan unsur C : N : P sebesar 100 : 2,5 : 0,5 (Yuwono, 2005). Ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba rata-rata lebih lama dalam menghasilkan gas bio dibandingkan dengan ternak non ruminansia. Lamanya produksi gas bio disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah,
Universitas Sumatera Utara
sehingga rasio C/N-nya tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih lama dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung pada nilai N (nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung pada C (karbon). Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses pembentukan gas bio (Yunus, 1995). Bahan isian dilihat dari persentase kandungan C dan N (C/N=30). Untuk mencapai kandungan C/N=30, biasanya dilakukan pencampuran antara bahan tumbuhan dan kotoran hewan atau manusia. Kandungan C dan N pada beberapa bahan dinyatakan dalam tabel berikut. Tabel 3. Perbandingan C dan N persentase berat kering unsur N dari beberapa jenis kotoran hewan dan tumbuhan Jenis Bahan Manusia Ayam Kambing/domba Babi Kuda Sapi/Kerbau Rumput Muda Sayuran (bukan kacang-kacangan) Jerami Gandum/Padi Serbuk Gergaji Sumber : Wulandari (2006).
Perbandingan C/N 6-10 15 25 25 25 18 12 11-19 150 200-500
N Berat Kering (%) 6,0 6,3 3,8 3,8 2,3 1,7 4,0 2.5-4,0 0,5 0,1
Ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba rata-rata lebih lama dalam menghasilkan gas bio dibandingkan dengan ternak non ruminansia. Lamanya produksi gas bio disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah, sehingga rasio C/Nnya tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih lama dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung pada nilai N (nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung pada C (karbon). Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses pembentukan gas bio (Yunus, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Imbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan kehidupan dan aktivitas mikroorganisme. Imbangan C/N yang optimum bagi
mikroorganisme perombak adalah 25-30. Kotoran
(feses dan urine) sapi perah mempunyai kandungan C/N sebesar 18. Karena itu perlu ditambah dengan limbah pertanian lain yang mempunyai C/N yang tinggi atau
lebih dari 30. Bahan baku isian berupa bahan organik
seperti
kotoran ternak, limbah pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan isian harus terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, beling dan plastik (Simamora, dkk, 2006). 2. Lama Fermentasi Secara umum menurut Sweeten (1979), yang dikutip oleh Fontenot (1983), menerangkan bahwa proses fermentasi/pencernaan limbah ternak di dalam tangki pencerna dapat berlangsung 60-90 hari, tetapi menurut Sahidu (1983), hanya berlangsung 60 hari saja dengan terbentuknya gas bio pada hari ke-5 dengan suhu pencernaan 28 oC, sedangkan menurut Hadi (1981), gas bio sekitar 10 hari. 3. Temperatur Tempertur yang tinggi akan memberikan hasil biogas yang baik. Namun suhu tersebut sebaiknya tidak boleh melebihi suhu kamar. Bakteri ini hanya dapat subur bila suhu disekitarnya berada pada suhu kamar. Suhu yang baik untuk proses pembentukan biogas berkisar antara 20-40 oC dan suhu optimum antara 28-30 oC (Paimin, 2001). Temperatur selama proses berlangsung sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan hidup bakteri pemroses biogas, yaitu berkisar
Universitas Sumatera Utara
27oC-28oC. Dengan temperatur itu proses pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda bila temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk membentuk biogas akan lebih lama (Paimin, 2001). 4. Kandungan Bahan Kering Bahan isian dalam pembuatan bio gas harus berupa bubur. Bentuk bubur ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi. Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi dengan menambahkan air ke dalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai dengan kadar bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik mengandung 7-9 % bahan kering (Paimin, 2001). Aktivitas normal dari mikroba metan membutuhkan sekitar 90% air dan 7-10% bahan kering dari bahan masukan untuk fermentasi. Dengan demikian isian yang paling banyak menghasilkan biogas adalah yang mengandung 7-9% bahan kering. Untuk kandungan kering sejumlah tersebut bahan baku isian biasanya dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu. Sebagai contoh bahan baku kotoran sapi harus dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1 atau 1:1,5. Tabel 4. Kandungan rata-rata kandungan bahan kering berbagai jenis kotoran Jenis Kotoran Ayam/Burung Sapi Babi Manusia
Bahan Kering (%) 25 18 11 11
Sumber : Meynell (1976)
5. Pengadukan Bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk lapisan kerak dipermukaan cairan. Lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu, sebaiknya setiap unit pembuat biogas dilengkapi alat pengaduk. Pemasangan alat pengaduk harus dilakukan dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi kebocoran pada tangki pencerna (Paimin, 2001). Sebelum bahan isian dimasukkan ke dalam digester terlebih dahulu dilakukan pengadukan, dimana tujuan dari pengadukan ini adalah untuk menyeragamkan atau menghomogenkan bahan isian. Jika tidak dilakukan pengadukan akan terjadi penggumpalan atau pengendapan bahan organik yang menyebabkan terhambatnya biogas ( Jiwantoro, 2005). Pada hari ke 30 fermentasi jumlah gas bio yang terbentuk mencapai maksimal, dan setelah 30 hari fermentasi terjadi penurunan jumlah gas bio (Sembiring, 2004). Digester Biogas Reaktor skala menengah telah bersifat komersil, karena dipasarkan secara bebas dan mendapatkan pengakuan. Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya reaktor biogas dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu : 1. Fixed Dome (Tangki Tetap) Reaktor biogas fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. 2. Floating Drum (Tangki Terapung) Reaktor biogas floating drum berarti ada bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya
Universitas Sumatera Utara
produksi gas dalam reaktor biogas. Tangki ini dapat dibedakan atas dua jenis. Jenis pertama ialah tangki yang diletakkan diatas bahan mentah yang sedang berfermentasi di dalam tangki. Sedangkan jenis kedua ialah tangki yang diletakkan diatas air dalam satu tangki yang berbeda. Tiang-tiang penunjuk perlu digunakan supaya tangki terapung tidak saling bersinggungan. (Indartono, 2005). Digester biogas dari plastik polietilen mempunyai komponen utama, yaitu: 1. Pipa inlet yang berfungsi sebagai jalan masuk bagi bahan baru yang akan diproses menjadi gas bio 2. Pipa outlet yang berfungsi sebagai jalan keluar untuk bahan yang telah diproses yang selanjutnya dimanfaatkan untuk hal lain 3. Digester, tempat pencernaan bahan oleh bakteri anaerobik dan kemudian diubah menjadi gas bio 4. Pipa penyaluran gas, tempat menyalurkan gas dari digester ke penampungan gas 5. Perangkap uap air yang berfungsi sebagai tempat memisahkan uap air dari gas yang disalurkan menuju penyimpanan gas, apabila uap air terkondensasi tidak dipisahkan dapat menyebabkan saluran gas terhambat 6. Penampung gas, tempat untuk menyimpan gas yang dihasilkan dari digester sebelum digunakan ( Amaru, 2004). Sedangkan bila dilihat dari aliran bahan baku (limbah), reaktor biogas dapat dibagi dua, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Tipe batch feeding (bak atau tetap) Pada tipe batch (bak), bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses degradasi. Ini umum digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari suatu jenis limbah organik. Tipe ini tidak efektif bila digunakan untuk kebutuhan masyarakat, sebab sulit untuk pergantian materi setiap rentang waktunya. Jadi banyaknya biogas yang dihasilkan sangat tergantung dari banyaknya bahan isian 2. Tipe continous feeding (mengalir) Sedangkan pada jenis mengalir, ada aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu sesuai dengan keinginan. Pengisian bahan baku kedalam digester dilakukan secara continue yakni setiap hari, dilakukan pada minggu ketiga dan keempat setelah pengisian awal dan demikian rentang waktu selanjutnya mengikuti pola diatas tanpa mengeluarkan atau membuang bahan isian awal. (Indartono, 2006). Produksi gas bio yang dihasilkan dari bahan kotoran sapi mencapai 1,4 m3/hari atau setara dengan 0,8 liter minyak tanah per hari, apabila menggunakan biodigester dengan kapasitas 8,8 m3. Lama waktu pemanfaatan alat ini bergantung pada spesifikasi penyimpan gas dalam plastik polietilen. Untuk itu pemanfaatan tungku pemasak selama 4-5 jam memerlukan
alat biodigester
dengan kapasitas penyimpan gas 2,5 m3 (Amaru, dkk, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik Plastik Polietilen Polietilen (disingkat PET, PETE atau dulu PETP, PET-P) adalah suatu rantai yang panjang (polimer plastik) dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan dalam botol minuman dan wadah makanan dan dikombinasikan dengan serat kaca dalam teknik. PET dapat berwujud padatan (transparan) atau sebagai bahan putih yang transparan yang tembus pandang (Wikipedia, 2007). Plastik polietilen telah umum digunakan dalam bidang pertanian misalnya mulsa plastik, pengaliran air dengan tekanan rendah, saluran irigasi, dan menaungi tempat pembibitan adalah beberapa contoh di bidang pertanian yang memanfaatkan plastik polietilen (Amaru,2004). Plastik polietilen walaupun memiliki ketahanan yang rendah terhadap kerusakan mekanik tetapi memiliki tingkat pemuaian yang tinggi dan cukup tahan untuk melarut. Keuntungan dari bahan plastik adalah ringan, merupakan penahan panas dan listrik yang baik, mudah dibuat dan dibentuk. Selain itu plastik tidak berkarat dan memiliki keuntungan yang lebih dari besi (Amaru, dkk, 2006). Plastik polietilen memiliki sifat-sifat diantaranya: Tabel 5. Sifat dan kekuatan plastik poletilen Sifat Berat Jenis Kekuatan tarik Pemanjangan total
Kekuatan 0,92 g/m3 5-15 MN/m2 400-650 %
Daya tahan 10 menit
80-85 0C
Ketahanan panas terhadap pemakaian terus menrus
55-85 0C
Sumber : Amaru, 2004
Universitas Sumatera Utara