BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Pembangunan secara massal, dibutuhkan ketika terjadi peningkatan permintaan di masyarakat. Peningkatan tersebut dapat terjadi akibat lonjakan pertumbuhan penduduk, atau ketika terjadi bencana sehingga dibutuhkan rekonstruksi pemukiman penduduk. Sistem pembangunan perumahan secara massal, salah satunya dilakukan melalui sistem industrialisasi atau sistem produksi komponen secara massal.
Pembangunan rumah dalam jumlah besar membutuhkan komponen bangunan yang banyak, maka metoda pendekatan dalam industrialisasi diperlukan sistem membangun dengan teknik prefabrikasi dengan tujuan bahwa memproduksi komponen-komponen bangunan secara massal dengan harga murah dan mutu terkontrol.
2. 1.
Pembangunan Secara Massal Melalui Industrialisasi
Sistem pembangunan massal dapat dilakukan melalui sistem industrialisasi komponen-komponen bangunan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) mendefinisikan industrialisasi bangunan sebagai suatu kontinuitas produksi yang menunjukkan arus permintaan yang stabil, adanya standarisasi, dibutuhkan integrasi dari tahap-tahap proses konstruksi yang berbeda, derajat organisasi kerja yang tinggi, sedapat mungkin mekanisasi untuk menggantikan buruh manual, dan dibutuhkan penelitian dan eksperimen yang terintegrasi dengan produksi. (Ural, 1980)
Sementara menurut Terner (1972) industrialisasi adalah proses produksi secara terus menerus yang menerapkan metoda dan teknik produksi yang sesuai dengan kondisi ekonomi tertentu. Pada dasarnya industrialisasi adalah masalah ekonomi, dan merupakan suatu proses yang sering mengacu pada produksi secara massal dengan hasil akhir berupa produk barang. Dalam cara tradisional produk barang
13
tersebut biasa dibuat dengan tangan dan secara individual. Dalam memproduk barang dalam jumlah besar dibutuhkan proses yang baru, yang mecakup : 1. Standarisasi produk akhir 2. Spesialisasi tenaga kerja 3. Konsentrasi produksi, pengadaan dan pemasaran 4. Mekanisasi atau otomatisasi proses produksi
Industrialisasi tidak selalu dikerjakan di pabrik atau lokasi lain yang berbeda dari lokasi pembangunan rumah atau bangunan, akan tetapi industrialisasi dapat dipraktekkan di lokasi konstruksi oleh kontraktor/pembangun yang volume pekerjaan per tahunnya kecil. Kontraktor kecil ini biasanya berpartisipasi dalam industrialisasi melalui penggunaan komponen prefabrikasi, seperti truss, pintu, dinding precast, plat lantai precast dan lain-lain.
Menurut Testa (1969) industrialisasi pada proses konstruksi mengadopsi sistemsistem bangunan (systems building). Dengan cara ini proses pembangunan secara tradisional digantikan dengan metoda baru yaitu metoda konstruksi kering (dry construction). Industrialisasi tidak hanya fokus pada satu operasi saja, akan tetapi mencakup keseluruhan proses konstruksi mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan.
Sistem industrialisasi perumahan dapat diklasifikasikan dalam cara perakitan yaitu: 1. Monolithic Units (Boxes) Unit monolitik biasanya merupakan elemen volumetrik hasil pabrikan dengan finishing yang bermutu tinggi dan waktu pendirian relatif singkat. Unit monolitik ini biasanya berbentuk kubus (box) dan dapat berupa satu hunian lengkap atau kamar dengan empat atau enam sisi. Pada dasarnya, kubus (box) terbatas daya tempuhnya karena berat dan besar.
14
Gambar 7. Monolithic Unit Sumber : Handbook of Housing System for Designers and Developers (Cutler, 1974)
2. Total System (Panel) Berbentuk lempengan-lempengan besar atau unit-unit panel, tidak dibuat dalam bentuk kubus tetapi kadang cukup besar ukurannya untuk menampung satu dinding utuh, partisi, lantai, dan bagian substansial dari lantai dan atap. Panel-panel ini dibuat di pabrik dan dirakit di lokasi.
Gambar 8 Total System Sumber : Handbook of Housing System for Designers and Developers (Cutler, 1974)
15
3. Structural (Frames) Sistem struktural pada dasarnya terdiri dari bagian rangka bangunan, misalnya kolom dan balok, yang diproduksi di luar lokasi tapi dirakit di lokasi konstruksi. Ke dalam rangka-rangka ini dimasukkan unit-unit pengisi, misalnya
dinding, partisi, lantai, langit-langit dan atap. Keuntungan dari
sistem ini adalah pengurangan pekerjaan di lokasi, hanya ada kegiatan perakitan komponen saja. Kerugiannya adalah penggunaan joint dan material yang banyak akan cenderung menyulitkan, menaikkan biaya, dan tidak menjamin adanya privasi antar unit hunian.
Gambar 9 Structural Sumber : Handbook of Housing System for Designers and Developers (Cutler, 1974)
4. Teknik Konstruksi Khusus Karakteristik dari teknik ini adalah konstruksi on-site dengan menggunakan mesin-mesin dan metoda tertentu, biasanya beton curah.
16
Gambar 10 Teknik Konstruksi Khusus Sumber : Handbook of Housing System for Designers and Developers (Cutler, 1974)
5. Komponen Industrialisasi produksi material dan komponen tidak lebih dari rasionalisasi dan penggunaan koordinasi modular serta teknik perakitan pada teknologi tradisional. Pengecualiannya adalah pada pengelompokan unit-unit yang telah diproduksi sebelumnya, didistribusikan secara terpisah, pemisahan sebagian besar produksi ke pabrik, dan penggunaan material baru.
Gambar 11 Komponen Sumber : Handbook of Housing System for Designers and Developers (Cutler, 1974)
17
Pengklasifikasian sistem tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap substansi, dan untuk kepentingan evaluasi. Dalam systems building proses evaluasi bergantung pada sejumlah besar parameter yang meliputi aspek struktural dan aspek lain, misalnya sifat arsitektural, proses industrialisasi yang digunakan, dan masalah transportasi, ereksi dan aspek sosial ekonomi.
Menurut Ural (1980) parameter yang menyangkut aspek transportasi adalah kemudahan pengepakan, ekonomis, tidak memerlukan peralatan khusus, dan lainlain. Sementara dari aspek ereksi adalah memiliki bobot yang ringan untuk kemudahan handling, tidak memerlukan peralatan khusus, cepat, dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja di lapangan. Parameter dari aspek industrialisasi dan struktural adalah memiliki jumlah komponen sedikit, mempunyai sistem yang terintegrasi, penggunaan peralatan yang sederhana serta memiliki durabilitas yang tinggi. Sistem industrialisasi dapat pula diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Industrialisasi Sistem Tertutup (closed system) Sistem ini disebut juga model approach atau building system yaitu dimana standarisasi terjadi pada tahap akhir dari proses produksi, yaitu pada bangunannya. Tipologi pada skala bangunan didesain untuk jenis fungsi tertentu, sehingga elemen-elemen khusus didesain dan diproduksi hanya untuk itu saja. Sistem ini memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Bangunan dibangun dalam suatu sistem dimana bagian-bagian atau komponen-komponen sejenis tidak dapat saling dipertukarkan b. Komponen-komponen bangunan diproduksi oleh satu produsen dengan mengambil inisiatif sendiri untuk melemparkan satu atau beberapa tipe bangunan ke pasar (industry sponsored system).
18
Gambar 12. Closed System Sumber : Systems Building and Construction Modulaires (Testa, 1969)
2. Industrialisasi Sistem Terbuka (open system) Yaitu suatu sistem dimana rangkaian proses produksi, komersialisasi dan konstruksi berasal dari beberapa industri independen, menggunakan komponen-komponen bangunan yang dapat dirakit di lapangan tanpa masalah. Sistem ini cenderung dapat menghasilkan tipologi bangunan yang bervariasi. Karakteristiknya adalah sebagai berikut: a. Bangunan dibangun dalam suatu sistem, dimana bagian-bagian komponenkomponen sejenis dapat saling dipertukarkan, karena itu dapat dirakit dalam konfigurasi dan menghasilkan banyak varian b. Komponen-komponen
bangunan
dapat
diproduksi
oleh
beberapa
perusahaan dengan suatu sistem yang sama, sehingga tercipta pasaran terbuka. Diperlukan suatu normalisasi atau standarisasi harga.
Keuntungan dari open system adalah kebebasan dalam melakukan penukaran komponen dari produksi dan teknologi yang berbeda. Kelemahan dari open system adalah : a. Bentuk dan dimensi komponen mempengaruhi desain connection b. Elemen dari sistem yang berbeda biarpun sudah mengikuti koordinasi modular tidak akan dapat disambung bila tidak menggunakan teknologi yang sama.
19
Gambar 13. Open System Sumber: Systems Building and Construction Modulaires (Testa, 1969)
Industrialisasi pada bangunan menciptakan suatu situasi baru yaitu rancangan bangunan harus dapat mengimbangi prosedur manufaktur komponen dan perakitannya. Menurut Koncz (1970) produksi massal hanya dapat dicapai bila unit- unit komponen dari berbagai tipe dimanufaktur dalam jumlah besar, dan untuk mencapainya tiap unit harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Dapat digunakan pada bangunan yang memiliki bermacam fungsi contoh : unit dinding untuk bangunan industri dan dapat pula dipakai untuk communal building 2. Dapat dipergunakan untuk berbagai kegunaan, contoh : sebagai atap dan sebagai unit dinding 3. Untuk bangunan yang hanya memiliki satu fungsi saja tapi memiliki berbagai macam ukuran dapat dilakukan produksi massal, dengan kombinasi berbagai cetakan, dengan menggunakan metoda manufaktur yang sama untuk setiap unit yang dibutuhkan. 4. Setiap komponen harus dapat dimanufaktur dengan mesin dan mudah untuk ditangani dan dipindahkan 5. Kemungkinan untuk disimpan (storage) untuk menjamin keberlangsungan produksi.
20
2.2.
Sistem Panel
Dalam Construction of Lower Cost Housing (Ural, 1980) disebutkan bahwa sistem panel merupakan salah satu sistem yang digunakan dalam industrialisasi perumahan. Sistem panel sendiri dapat didefinisikan sebagai sistem struktur yang mendukung bebannya melalui lembaran ukuran besar, yang dapat berupa lantai dalam ukuran besar dan atau dinding. Panel terbuat dari berbagai jenis bahan dan berbagai jenis bentuk, serta didirikan pada lokasi untuk membentuk unit finalnya. Sistem panel diklasifikasikan menjadi beberapa sistem berdasarkan beratnya, yaitu : 1. Lightweight panels, misalnya rangka kayu, papercore, atau plastik 2. Medium weight panel system, misalnya beton ringan atau material komposit 3. Heavyweight panel system, misalnya panel beton bertulang
Keuntungan dari penggunaan sistem panel, terutama medium lightweight panel adalah dapat meningkatkan produktivitas di lapangan dan mempersingkat waktu pemasangan unit-unit bangunan. Hasilnya adalah paket-paket pekerjaan yang lebih ekonomis.
Alasan utama pemilihan penggunaan sistem panel pada konstruksi adalah : 1. Harga material tetap (fixed price of material) 2. Penyelesaian yang lebih cepat 3. Menyederhanakan pengadaan barang 4. Mengurangi masa konstruksi 5. Pengembalian modal yang lebih cepat 6. Lebih mudah 7. Kualitas yang lebih baik 8. Pengurangan pada investasi peralatan 9. Mengurangi kemungkinan pencurian material.
21
2.3.
Sistem Prefabrikasi
Pada pembangunan dalam jumlah besar yang membutuhkan komponen dalam jumlah banyak, maka metoda pendekatan dalam industrialisasi diperlukan sistem membangun dengan teknik prefabrikasi dengan tujuan untuk memproduksi komponen bangunan secara massal dengan harga murah dan mutu terkontrol.
Prefabrikasi sendiri terdiri dari kata “fabricate”
yang berarti menyediakan
material menurut proses manufaktur dengan properti yang spesifik termasuk dimensi, density, bentuk, konduktivitas, dan lain sebagainya. Pada prakteknya, “prefabrication” berarti proses manufaktur dari bagian komponen bangunan sebelum dirakit di lapangan. Teknik prefabrikasi dapat digunakan untuk beragam aplikasi konstruksi mulai dari direksi kit hingga bangunan-bangunan besar.(Hui dan Or, 2005)
Pengertian prefabrikasi menurut Habraken (1972) adalah tidak lebih daripada pembuatan komponen-komponen di suatu tempat dan memasangnya di tempat lain, dan bukan berarti mekanisasi atau diproduksi dengan mesin. Prefabrikasi tidak selalu untuk mempercepat produksi, dan pengurangan biaya; karena biaya transportasi dan tingkat presisi yang tinggi serta pekerjaan persiapan yang tepat menjadi penting untuk keberhasilan, dapat menaikkan harga. Keberhasilan metoda tergantung pada kombinasi dari faktor-faktor lokal, ekonomi, dan tenaga kerja setempat. Asal muasal prefabrikasi adalah bahwa pekerjaan dapat dikerjakan secara lebih cepat dan mudah di workshop daripada di lokasi.
Metoda konstruksi yang memakai komponen prefabrikasi disebut konstruksi prefabrikasi. Ciri-ciri dari konstruksi prefabrikasi adalah : 1. Dibatasi oleh proses handling dan transportasi 2. Komponen yang telah dimanufaktur, harus dirakit dengan presisi 3. Komponen prefabrikasi haruslah sudah terdiri dari berbagai finishing, surfacing, pintu dan jendela.
22
Sementara menurut Sam C.M. Hui dan George K.C.Or (2005), keuntungan konstruksi prefabrikasi dapat ditinjau dari empat aspek, yaitu : 1. Implikasi Biaya (Cost Implication) Proses pembuatan komponen bangunan di luar lokasi (off site) dapat menurunkan resiko terjadinya pekerjaan yang rumit di lapangan. Penghematan biaya yang didapat dari setiap tingkatan suplai konstruksi cukup signifikan, dan dengan pengendalian waktu yang baik, dapat memberikan pengembalian investasi yang cepat pada klien. 2. Pengendalian Waktu (Time Control) Berdasarkan pengalaman, prefabrikasi dapat mengurangi masa konstruksi. Dalam hubungannya dengan manajemen proyek dan jadwal pekerjaan keseluruhan, prefabrikasi dapat mengurangi hambatan dan halangan yang terjadi selama proses konstruksi. Hal ini dapat membantu mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan, site testing, dan comissioning. 3. Site Management Prefabrikasi dapat meningkatkan aktivitas di lapangan dan manajemen lapangan karena jumlah buruh dan material yang di tangani di lapangan jauh lebih sedikit. Dengan prefabrikasi, masalah-masalah lain yang berhubungan dengan pekerjaan pada site, misalnya keselamatan dan kesehatan kerja, kebakaran, asuransi tenaga kerja, dan lingkungan kerja yang ketat; dapat dikurangi atau dihilangkan. 4. Pengawasan Kualitas (Quality Control) Prefabrikasi berarti perakitan tidak dilakukan di site, melainkan di pabrik untuk meningkatkan kualitas dan kecakapan kerja (workmanship).
2.4.
Sistem Sambungan (Joint)
Sistem joint yang digunakan harus memiliki beberapa fungsi, yaitu : 1. Mengasimilasikan perbedaan volume komponen dan perubahan struktural dalam bangunan akibat gempa atau pergerakan 2. Menahan angin dan cuaca 3. Menahan panas
23
4. Bersama dengan komponen membentuk efek estetika
Jenis sistem sambungan antar komponen adalah : 1. Cor setempat (wet joint) Sistem sambungan ini dapat memberikan sifat monolitik pada komponen terutama komponen precast dan dapat mereduksi ketidaktepatan ukuran komponen. Akan tetapi sistem ini membutuhkan waktu agar dapat memberikan kekuatan penuh dan tidak menguntungkan apabila dipakai pada sambungan dengan jumlah yang banyak 2. Baut dan las Sambungan ini tidak dapat memberikan sifat monolitik pada komponen, terutama komponen pracetak, akan tetapi dapat mempersingkat waktu konstruksi hingga 40 % jika dibandingkan dengan cor setempat, membutuhkan tingkat toleransi yang rendah serta memerlukan ketepatan dalam manufaktur dan pemasangan. 3. Pra tegang Sifat monolitik dicapai dengan penggunaan sistem sambungan ini, seperti halnya wet joint. Cocok digunakan pada struktur bentang besar, memerlukan tingkat toleransi yang rendah dan ketelitian dalam pembuatan dan pemasangan. (Darwin, 2000)
2.5.
Material
Menurut Frick (1999) untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh penggunaan bahan dan buangannya, bahan yang dipilih harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Berpengaruh positif terhadap kesehatan dan kenyamanan penghuni 2. Penggunaan energi yang hemat 3. Pencemaran lingkungan yang sedikit, dengan perhatian kepada : a. Bahan yang dapat digunakan kembali atau bertambah kembali b. Keseimbangan antara bahan bangunan dan daya upaya
24
c. Sumber bahan bangunan dan pengolahan dari daerah setempat d. Tidak mengalami perubahan alam (transformasi) yang tidak dapat dikembalikan ke alam.
2.5.1. Beton Beton adalah campuran yang terdiri dari tiga material yaitu semen, air dan agregat (pasir dan kerikil). Semen berfungsi sebagai perekat yaitu menghubungkan biji pasir atau kerikil dan mengisi lubang-lubang diantaranya. Tambahan air baru memungkinkan pengikatan dan pengerasan dari perekatan.
Gambar 14. Komposisi Beton Sumber : www.pca.org, 2008
Semen Portland berfungsi sebagai bahan pengikat hidrolis. Pada pembangunan biasanya digunakan kelas dan mutu beton sebagai berikut :
Tabel 1. Pembagian Kelas dan Mutu Beton Sumber : Ilmu Bahan Bangunan ( Frick, 1999)
25
1. Beton Kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non-struktural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan. 2. Beton kelas II adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara umum. Pelaksanaan memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli. 3. Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural dimana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan karakteristik yang lebih tinggi dari 225 kg/m2. Pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli.
Sifat beton dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1. Kualitas semen 2. Dengan kenaikan mutu beton maka tegangan yang diperbolehkan atas ketahanan terhadap air meningkat 3. Perbandingan campuran semen portland, bahan tambahan dan air 4. Agregat campuran halus dan kasar 5. Cara mencampur komponen 6. Agregat kasar (kerikil atau batu pecahan) 7. Cara pengecoran 8. Ketelitian pekerjaan perawatan 9. Umur beton 10. Suhu udara waktu mencampur dan waktu pengerasan beton.
2.5.2. Beton Bertulang Serat Kaca
Dalam Specification for Manufacture, Curing and Testing of GRC Products, (2006), Fiber Reinforced Concrete (FRC) adalah beton yang mengandung material serat yang dapat meningkatkan integritas strukturalnya. Beton ini mengandung serat-serat pendek yang disebarkan secara merata dan berorientasi acak. Serat yang dapat digunakan adalah serat baja, serat kaca, serat sintetis dan
26
serat alami. Ketiga serat ini memberikan karakter berbeda pada fibre reinforced concrete melalui jenis beton yang beragam, material serat, geometri, penyebaran, orientasi dan berat jenisnya. Sejak tahun 1960an, baja, kaca (GFRC) dan serat sintetis seperti polypropylene mulai digunakan pada beton, dan penelitian untuk menemukan beton berserat terus berlanjut.
Serat digunakan pada beton untuk mengontrol retakan akibat susut plastis dan retak akibat susut kering. Serat juga mengurangi permeabilitas beton dan mengurangi bleeding yang dapat terjadi. Beberapa jenis serat menghasilkan pengaruh yang lebih besar, abrasi dan ketahanan beton terhadap daya hancur. Penambahan kekuatan dengan serat kaca telah terbukti lebih ekonomis dan solusi yang secara teknologi paling memungkinkan.
Glassfiber reinforced concrete (GRC) adalah salah satu jenis beton bertulang serat dan terbuat dari fine grained concrete (matriks beton) dan diberi perkuatan serat yang terdistribusi secara merata ke seluruh volume beton atau bagian-bagian tertentu. Kolaborasi dari beton dan serat dipastikan melalui ikatan sepanjang permukaannya, memberikan sebuah daerah kontak serat-beton yang besar, yang dapat berkisar antara 10,000 – 50,000 m2 tergantung pada aplikasinya. Hal ini menghasilkan sifat baru dari material GRC.
GRC memiliki sifat proses yang baik, dapat dicetak dalam beragam bentuk, memiliki kekuatan tekuk yang tinggi, tahan terhadap tumbukan, elastis, tahan terhadap retak, tahan air dan apabila diperlukan dapat diberikan berbagai finishing dekoratif. Beton bertulang serat kaca bersifat ringan, mudah untuk dipelihara, murah dalam hal pemasangan dan transportasi, memiliki tingkat permiabilitas rendah, dan dapat mengurangi beban pada bearing structure.
27
Gambar 15. Jenis Serat Kaca Sumber : www.grca.co.uk, 2008
A. Klasifikasi Struktur GRC dapat terbuat dari jenis tulangan sebagai berikut : 1. Tulangan serat, dimana struktur hanya diberi perkuatan berupa lembaranlembaran serat kaca yang disebar secara merata pada komponen atau bagianbagiannya. 2. Tulangan kombinasi, dimana produk tersebut diberi perkuatan dengan tulangan baja dan lembaran serat kaca yang disebar secara merata sepanjang isi atau bagian dari komponen
B. Material Pembentuk GRC
Proses pembuatan GRC dibagi menjadi dua yaitu dengan disemprot (spray) atau dengan adukan biasa (premix). GRC terdiri dari beberapa material pembentuk, komponen utamanya adalah semen. Komponen lainnya adalah serat kaca anti alkali, air, agregat halus, admixture, dan acrylic polymer. Berikut diuraikan mengenai ketentuan bahan-bahan yang digunakan.
1. Serat Kaca Anti Alkali (Alkali-Resistant Glass Fibres) Serat kaca haruslah berupa filamen serat yang anti alkali yang dikembangkan dan diformulasikan agar memiliki simpanan kekuatan yang tinggi terhadap lingkungan semen yang bersifat hidrolis. Serat kaca haruslah memiliki kadar
28
ZrO2 sebanyak 16 % dari keseluruhan berat, serta harus memiliki simpanan kekuatan minimum sebanyak 300Mpa.
2. Semen Semen yang digunakan adalah semen portland biasa dan harus disimpan dengan benar dan kering agar terhindar dari kerusakan.
3. Agregat Halus Agregat halus atau pasir harus dicuci dan dikeringkan untuk menghilangkan material yang larut dan memberikan kontrol akurat pada perbandingan airsemen. Bentuk partikel agregat haruslah bundar atau tidak beraturan dan memiliki permukaan yang halus tanpa ada lubang-lubang. Untuk GRC yang disemprot, maksimum ukuran partikel adalah 1.2 mm dan untuk premix GRC ukuran partikel maksimum adalah 2.4 mm. Pemberian pasir pada campuran tidak boleh lebih dari 50% dari berat keseluruhan campuran dan perbandingan pasir : semen adalah 1:2.
4. Air Air harus bersih dan bebas dari material yang merusak.
5. Admixtures Admixtures dapat diberikan pada campuran ini berdasarkan standar yang berlaku. Penggunaan superplasticiser dianjurkan untuk menjaga air kadar air tetap minimum tanpa kehilangan karakteristik dari komposit tersebut.
6. Pigmen Penggunaan pigmen untuk mewarnai GRC harus beberapa memperhatikan ketentuan, yaitu : a. Tidak membahayakan kekuatan GRC b. Stabil pada suhu tinggi c. Anti Ultra Violet (UV) dan anti-alkali
29
Tabel 2. Spesifikasi GRC Sumber : www.grca.co.uk , 2008
2.6.
Sistem Prefabrikasi di Indonesia
Prefabrikasi di dunia dalam perkembangannya telah mengenal banyak sistem, antara lain Jespersen System di tahun 1960-an yang menggunakan frame yang terbuat dari panel dinding beton precast. Panel – panel ini menahan beban dari atap dan lantai precast. Sistem lain adalah The 5M System yang mengandalkan fleksibilitas rancangan lay-out dan kemampuan pengaplikasian oleh arsitek lokal dan pembangun. Sistem ini berdasarkan grid 20 inch dan seluruh komponen standar didasari oleh kemampuan untuk diangkat oleh 2 orang. (Hilgeman, 2004)
Gambar 16. Jesepersen System Sumber : A Prefabricated Framing and Enclosure System : Economy, Flexibility, and Applications (Hilgeman, 2004)
30
Sementara di Indonesia sendiri penelitian mengenai sistem prefabrikasi belum banyak dilakukan. Penelitian dan pengembangan sistem prefabrikasi ini mulai gencar dilakukan setelah terjadi lonjakan permintaan perumahan akibat terjadinya bencana alam. Beberapa pengembangan sistem prefabrikasi yang telah dilakukan adalah RISHA oleh Pusat Penelitian Pengembangan Perumahan, Smart Modula oleh ATMI, dan Solusi Rumah oleh PT. Holcim Indonesia, Tbk.
Perkembangan sistem prefabrikasi di Indonesia kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok, yang diuraikan sebagai berikut:
2.6.1. Sistem Rangka – Panel 2.6.1.1. Smart Modula
Rumah prefabrikasi Smart Modula diciptakan oleh ATMI (Akademi Teknik Mesin Industri) Surakarta pada tahun 2004. Untuk membantu warga di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pada Mei 2005 ATMI telah membangun lebih dari 1.700 unit bangunan.
Gagasan awalnya, mengutip desain-desain rumah sederhana yang pernah dikembangkan di Amerika Latin yang banyak menggunakan konstruksi kayu, atau Eropa yang menggunakan konsep container house, seperti banyak ditemukan di pertambangan-pertambangan. Ide rumah container menarik karena amat praktis dan kuat. Untuk itu, prototipe rumah model container mulai dikembangkan oleh ATMI.
Struktur dasar terbuat dari logam. Bentuk dasar menggunakan sistem modular (terdiri dari modul-modul yang dapat ditambahkan). Kekuatan utama diletakkan pada struktur kolom dan pilar baja. Kolom dan pilar baja itu diikat dengan sistem ikatan baut yang masih memungkinkan gerakan terkontrol sehingga gaya tekanan horizontal maupun vertikal bisa diredam secara signifikan.
31
Gambar 17. Rumah Smart Modula Sumber : www.atmi.ac.id, 2004
Perakitan dapat dilakukan dalam waktu satu minggu, serta tidak diperlukan tenaga ahli untuk membangunnya. Harga untuk rumah Smart Modula adalah Rp 1,5 juta per meter persegi terpasang untuk rumah standar. Dengan demikian, harga satu rumah Smart Modula tipe 36 adalah Rp 54 juta.
Gambar 18. Denah Rumah Smart Modula Sumber : www.atmi.ac.id, 2004
32
Spesifikasi dari rumah Smart Modula ini adalah : 1. Pondasi Pondasi setempat berbentuk umpak. Lubang untuk fondasi dibuat di setiap titik fondasi. Di kedalaman 50 cm, tanah dikeraskan dengan tenaga manusia. Pondasi terbuat dari beton dengan campuran PC : Pasir : Kerikil = 1:3:5
Ukuran pondasi setempat adalah: Dasar : 50 x 50 cm, tinggi 50 cm, atas 26 x 26 cm. Di atas permukaan pondasi dipasang base plate yang menghubungkan pondasi dengan kolom dan sloof.
Gambar 19. Pemasangan Pondasi dan lantai Sumber : www.atmi.ac.id, 2004
2. Lantai Dapat dibuat dengan macam-macam bahan sesuai dengan keinginan. Untuk rumah tempat tinggal biasanya dipasang keramik. Untuk bangunan sederhana hanya dihaluskan dengan semen saja. 3. Rangka Bangunan Balok atau beam terbuat dari baja light lips channel C150 dengan kekuatan tarik 300 N/mm2. Ketebalan proses galvanisasi 120 micron. Finishing bisa dengan menggunakan cat. Kolom terbuat dari baja hollow square 75 x 75 x 3 dengan kekuatan tarik 300 N/mm2. Ketebalan proses galvanisasi 90 micron. Finishing bisa dengan menggunakan cat. Di bagian atas rangka bangunan, dipasang penguat di setiap sudutnya.
33
Gambar 20. Rangka Bangunan Sumber : www.atmi.ac.id, 2004
4. Rangka Atap Kuda-kuda terbuat dari Zincalume profil C75 x 40 x 1. Sistem rangka atap tidak menggunakan gording dan kasau. Reng langsung dipasang di atas kudakuda. Reng terbuat dari metal sheet zincalume yang dibuat profile top span dengan tebal 0,6 mm. Setiap kuda-kuda dipasang 10 reng. Reng disambungkan ke kuda-kuda dengan self tapping screws 10. Ikatan angin terbuat dari Zincalume C75 x 40 x 1. Baut penyambung bagian kuda-kuda adalah self tapping screws 8.
Gambar 21. Rangka Atap Sumber : www.atmi.ac.id, 2004
5. Atap Terbuat dari Zincalume tebal 0,35 mm dan berat 3,08 kg/m2. Atap Zincalume terbuat dari 43,5% seng, 55% aluminium, 1,5% silikon. Atap Zincalume dipasang di atas reng dengan self tapping screws 12. Nok terbuat dari
34
galvalume 0,35 yang dipasang di bagian paling atas atap dengan baut penyambung self tapping screws 12. Teritisan bangunan selebar 60 cm. Apabila diinginkan, teritisan bisa diperlebar. 6. Dinding Dinding yang dipakai adalah dinding prefabrikasi. Dinding ini terbuat dari campuran styro-foam, semen, dan cellubond dengan penutup luar superata tebal 3 mm. Di bagian atas dan bawah dinding, dipasang wall list terbuat dari galvalume 0,35 mm dengan male-female profile. Dinding dipasang ke rangka bangunan dengan bantuan U wall clamp 44x40x1 yang dicat anti karat. U wall clamp disambungkan ke rangka bangunan dengan self tapping screws 12. Antar dinding disambungkan dengan bantuan H-plate 44x80x1 yang dicat. Gunungan (bagian paling atas dari dinding yang menutup kuda-kuda paling luar) terbuat dari Calsiboard 3 mm.
Gambar 22. Dinding dan Kusen Sumber : www.atmi.ac.id, 2004
7. Pintu-Jendela Rangka dan daun pintu dapat dipilih dari kayu, pvc, pelat, atau aluminium. Rangka dan daun jendela juga terdapat alternatif yang sama. Di tengah daun jendela terdapat kaca 3 mm. Rangka pintu dan jendela dipasangkan ke dinding dengan bantuan H-plate.
35
8. Instalasi ME Kerangka bangunan dan dinding Smart Modula dapat mendukung instalasi listrik, pipa, dan AC sehingga pemasangan asesori rumah dengan mudah dibuat sesuai dengan kehendak pemilik bangunan.
2.6.1.2.RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat ) RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat) yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum. RISHA adalah suatu teknologi konstruksi sistem pracetak untuk bangunan sederhana atau rumah sederhana sehat (RSH).
Teknologi RISHA dilatarbelakangi perubahan – perubahan yang terjadi pada rumah yang disediakan oleh pengembang. Akibat dari perubahan tersebut sejumlah bahan bangunan harus dibuang tanpa dapat dimanfaatkan lagi dan tidak memiliki nilai jual. Efeknya adalah inefisiensi pada pembangunan perumahan. (Sabaruddin, 2006)
Gambar 23. Desain RISHA yang Adaptif terhadap Bentuk Arsitektur Setempat Sumber : Membangun RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat (Sabaruddin, 2006)
36
Kelebihan dari teknologi RISHA adalah : 1. Komponen RISHA mengikuti prinsip lego sehingga memakai sistem rakit dalam pemasangannya 2. Jumlah komponen RISHA sedikit sehingga mudah dirakit dan dibongkar pasang 3. Kemudahan dalam membongkar pasang memungkinkan untuk berpindah lokasi atau perubahan pada tampaknya 4. Tidak diperlukan pengecoran sama sekali 5. Pembangunan dapat dilakukan dalam waktu singkat dan menurunkan biaya konstruksi 6. Padat karya karena produksi komponen dapat dilakukan oleh UKM 7. Struktur RISHA telah diuji terhadap resiko gempa sampai dengan zona 6 8. Risha dapat dibangun di atas berbagai jenis lahan, akan tetapi untuk tanah lunak jenis pondasi harus disesuaikan
Gambar 24. Denah RIT dan Denah Tipe 36 Sumber : Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Kimpraswil, 2002)
37
1) Komponen Bangunan RISHA A. Sistem Sambungan
Seluruh komponen RISHA dihubungkan dengan baut dan pelat. Jenis baut yang digunakan adalah baut galvanis dengan berbagai ukuran. Untuk sistem sambungan struktural digunakan baut berdiameter 14 mm. Sambungan antara panel struktur dan panel pengisi (arsitektural) menggunakan baut berdiameter 10 mm.
Komponen-komponen yang tidak dapat dihubungkan langsung oleh baut bisa menggunakan sistem kancing. Sistem kancing tersebut menggunakan pelat baja dengan tebal 3 mm. Pelat diberi lapisan galvanis dengan proses hot deep sehingga bisa lebih tahan lama.
B. Panel
Terdiri dari panel struktur dan panel partisi. Panel struktur terdiri dari panel Struktur 1 (P1), panel struktur 2 (P2) dan panel simpul.
Gambar 25. Panel Struktur RISHA Sumber : Membangun RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat (Sabaruddin, 2006)
Panel Struktur 1 (P1) digunakan sebagai kolom, balok, pondasi, sloof dan rangka kuda-kuda. Dapat juga digunakan sebagai meja dan kursi taman serta infrastruktur lingkungan lainnya.
Sementara Panel Struktur 2 (P2) berfungsi sebagai pendukung panel struktur P1, yaitu sebagai kolom, balok, pondasi dan rangka kuda-kuda. Panel Simpul berfungsi sebagai penghubung antar panel pada sambungan sloof dengan kolom, kolom dengan balok serta balok dengan kuda-kuda.
38
Panel partisi terdiri dari rangka yang terbuat dari bahan berbasis kayu, baja atau alumunium, yang ditutup dengan lembaran masif kedap air. Panel partisi terdiri dari panel partisi dinding dan partisi pintu dan jendela.
Gambar 26. Panel Partisi Sumber : Membangun RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat (Sabaruddin, 2006)
C. Kamar Mandi
Kamar mandi bersifat knock down dan terbuat dari bahan fiber. Terdapat dua bagian utama yaitu kapsul bagian atas dan kapsul bagian bawah. Sebagai pendukung terdapat pintu dan bak mandi.
Kapsul bagian bawah terdiri dari kloset jongkok, bak mandi, tempat sabun, floor drain, lantai bahan fiber dengan pola lantai keramik. Seluruh komponen dibuat menyatu kecuali bak mandi yang dibuat terpisah. Tebal dinding kapsul bagian bawah minimal 3 mm, dengan lantai minimal 7,5 mm dan bak mandi 3 mm. Kapsul bagian atas terdiri dari lubang ventilasi yang dapat digunakan untuk vent dan tangki air. Terdapat juga gantungan lampu. Kapsul bagian atas seluruhnya diberi bahan fiber dengan ketebalan 3 mm, termasuk ketebalan tangki air.
Komponen pintu terdiri dari engsel kupu-kupu, pegangan kunci pintu, dan gantungan baju. Pintu memiliki ketebalan 3 mm dan terbuat dari bahan fiber. Setiap komponen harus dilengkapi komponen pengait jika menggunakan alat pengangkut saat perakitan.
39
Gambar 27. Kapsul Kamar Mandi Sumber : Membangun RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat (Sabaruddin, 2006)
D. Atap
Atap RISHA menggunakan sistem kuda-kuda yang terbentuk dari komponen P1, P2, dan simpul, ditambah dengan komponen kaki kuda-kuda. P1 berfungsi sebagai balok makelar, P2 berfungsi sebagai ikatan angin. Pada prinsipnya kudakuda terbuat dari balok berukuran minimal 5/10 dengan panjang 4 m dan pada bagian tumpuan kuda-kuda diberi klos atau perata beban dari bahan yang sama.
Bahan kuda-kuda terbuat dari kayu kelas II. Dapat juga digunakan baja, alumunium, atau bahan lain yang setara dengan kayu kelas II. Penutup atap dapat menggunakan bahan seperti asbes gelombang, panel gelombang berbasis semen, sirap dan penutup atap lain yang berbobot ringan.
40
Gambar 28. Kuda-kuda Sistem RISHA Sumber : Membangun RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat (Sabaruddin, 2006)
E. Lantai
Bahan lantai menggunakan sistem blok, yang merupakan kombinasi antara model jenis lantai PC abu-abu dan lantai blok sehingga mudah dibongkar pasang. Tidak diperlukan adukan, hanya urugan pasir. Ukuran lantai 20 cm x 20 cm dengan tebal 5 cm.
41
Gambar 29. Lantai Sistem RISHA Sumber : Membangun RISHA: Rumah Instan Sederhana Sehat (Sabaruddin, 2006)
2.6.1.3.Rumah Jl. Rebab (Rumah Prefabrikasi dengan Menggunakan Dinding Panel Bambu Plaster Pracetak oleh Pusat Penelitian Pengembangan Pemukiman) Prototipe untuk rumah prefabrikasi dengan dinding panel bambu plaster pracetak dibangun pada tahun 1993, di Jl. Rebab - Bandung. Pengembangan sistem prefabrikasi dengan dinding bambu plaster pracetak diharapkan dapat menghasilkan cara-cara penerapan konstruksi panel pracetak yang sesuai dengan sistem koordinasi modular untuk mencapai kecepatan pelaksanaan, efisiensi dan memenuhi standar keamanan dan kenyamanan.
42
Gambar 30. Denah Rumah Jl. Rebab
1. Bahan Bahan yang digunakan pada rumah prefabrikasi ini adalah : 1. Panel Terbuat dari komposit kayu-beton. Tulangan terdiri dari bambu dan kawat ayam. Bahan beton yang dipakai terdiri dari beton normal yang berupa campuran pasir dengan semen portland dan beton ringan yang berupa campuran agregat ringan ALWA (Artificial Light Weight Agregate) Ø 0,5 – 1,5 cm dengan semen portland. Campuran beton ringan memiliki berat jenis 1,8 x 10-3 kg/cm3. Kayu yang dipakai sebagai rangka panel adalah kayu meranti yang termasuk kelas kuat II dan kelas kuat III dengan ukuran 5/7. Bambu sebagai tulangan dipakai bambu tali yang sudah berumur tua tanpa pengawetan dengan lebar bilah 1 cm.
43
2. Perencanaan Campuran Mortar (mix design) Mortar yang digunakan terdiri dari campuran beton normal dan beton ringan. Perbandingan campuran yang dipakai : a. Beton normal = 1 semen portland : 3 pasir dengan water cement ratio 0.4 b. Beton ringan = 1 portland cement : 4 ALWA dengan water cement ratio 0.4 Agregat ALWA sebelum digunakan harus melalui proses pengayakan dan perendaman selama 24 jam kemudian dikeringkan.
3. Proses Pembuatan Panel a. Pembuatan rangka kayu meranti dengan ukuran rangka 60 x 240 cm. Rangka vertikal berupa 2 batang balok kayu ukuran 5/7 dengan panjang 240 cm, rangka horizontal berupa 5 batang balok kayu 5/7 dengan panjang 60 cm sebagai konektor dipakai paku 7 dan 10 cm. b. Dipasang tripleks yang berfungsi sebagai bekisting saat pemlesteran, dengan bantuan klos, kemudian dilapisi dengan plastik untuk mencegah merekatnya plesteran pada tripleks. c. Pemlesteran menggunakan aduk kering pasir + semen dengan volume air 0.45 dari volume bahan dilakukan dengan ketebalan sekitar 1 cm, untuk mencegah lepasnya adukan dan tulangan dari rangka kayu, maka setiap jarak 15 cm di sekeliling rangka sisi dan di tengah dipasang paku sebagai angker ke plesteran. d. Pemasangan tulangan bilah bambu dan kawat ayam dilaksanakan dengan posisi bersilangan dengan jarak tulangan 10 cm pada arah diagonal di atas plesteran e. Pemlesteran akhir di atas tulangan dilakukan hingga mencapai ketebalan plesteran 3 cm, plesteran kemudian diratakan untuk memperoleh permukaan yang baik. f. Panel yang telah selesai dicetak kemudian dikeringkan dalam ruang tertutup dan tidak boleh terkena matahari langsung.
44
g. Pada umur 7 hari setelah pengecoran, alas tripleks serta lis kayu penahan aduk di sisi rangka kayu dapat dibuka h. Panel yang sudah kering dapat disimpan dalam posisi miring di tempat yang sudah disediakan. Berat panel beton ALWA adalah 50-52 kg dan panel beton 90-92 kg.
4. Tahap Pemasangan Panel a. Pemasangan panel dipakukan di atas dudukan kayu 5/10 dengan menggunakan paku 10 cm. Pada setiap bidang dinding ukuran 300 cm dipasang 5 buah panel. Sebelum tiang kolom berukuran 2 x 6/12 dipasang, panel diberi perkuatan dengan
menggunakan sekur kaso-kaso. Sistem
sambungan antar panel menggunakan sekrup untuk sambungan horizontal dan paku untuk sambungan vertikal. b. Panel dan
tiang kolom diberi balok penyatu ukuran 2 x 5/10 untuk
mengikat tiang kolom dan panel sehingga menjadi satu kesatuan dan sebagai penghubung untuk tiang kolom dan panel lantai atas.
2. Spesifikasi 1. Pondasi menerus batu belah dengan adukan 1 PC : 6 psr 2. Balok sloof ukuran 15 x 20 cm dengan campuran 1 PC : 2 psr : 3 kerikil 3. Perkuatan antar pondasi dengan beton sloof menggunakan angker besi Ø 10 mm pada setiap jarak 50 cm, dan dipasang angker baut Ø 10 mm ke atas untuk mengikat balok kayu sebagai alas dudukan rangka panel. 4. Diantara balok sloof dan balok kayu diisi dengan pasangan bata merah yang berfungsi memisahkan lantai bawah dengan balok kayu dudukan rangka panel. 5. Rangka kolom menggunakan dua kayu (double) berukuran 5/10 pada setiap pertemuan sudut. 6. Elemen dinding menggunakan panel komposit rangka kayu beton dengan tulangan bambu dan kawat ayam.
45
7. Penutup lantai menggunakan ubin tegel abu-abu kepala basah dengan ukuran 20 x 20 cm. 8. Rangka penutup atap menggunakan bahan kayu dan penutup atap genteng keramik. 9. Panel yang dipakai pada rumah contoh adalah : a. Panel ukuran 60x240 cm, 72 buah b. Panel ukuran 30 x 240 cm, 8 buah c. Panel untuk bukaan jendela dan ventilasi ukuran 60 x 240 cm, 10 buah d. Panel untuk bukaan jendela dan ventilasi ukuran 30 x 240 cm, 6 buah.
Gambar 31. Dinding Panel
2.6.1.4.Perumahan Gempol – Bandung Merupakan rumah dengan dinding panel bambu plaster pracetak yang terletak di kawasan Gempol, Bandung. Dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda untuk pegawai negeri pribumi.
Bangunannya masih mencoba menerapkan gaya
bangunan tradisional khususnya pada atap.
46
Gambar G 32. Denah D Rumah h Jl. Gempol
1 Sistem Struktur 1. S R Rumah - rum mah di kawaasan Gempoll menggunak kan struktur rangka dari kayu yang t terbagi atas rangka rum mah dan ranngka dinding g. Rangka rrumah berfuungsi untuk m mendukung berdirinya rumah, ranggka dinding untuk mem masang paneel pracetak. R Rangka mem makai ukurann 8/8, terbuaat dari kayu jati j dan rasam mala
2 Substru 2. uktur P Pondasi yan ng dipakai addalah pondaasi menerus rolaag batu bata. Pondaasi tersebut d dipasang meenerus sebaggai tumpuann dinding paanel pracetaak. Di atas pondasi p ini t tidak dipasaang sloof. Laantai ubin 200x20 cm dippasang langsung di atas tanah yang
telah dipadatkan. Pada pertemuan antara dinding dan lantai, posisi ubin menjepit dinding pracetak dan tidak diberi plint.
3. Dinding Pracetak Rumah ini menggunakan dinding bambu plaster pracetak dan memfungsikan bambu sebagai pengganti tulangan beton. Bambu yang dipakai tidak dianyam, hanya berupa bilah-bilah lebar sekitar 1 cm yang diletakkan tiap jarak 3,5 cm.
Ketinggian bidang pracetak adalah 200 cm dan dibagi dua oleh balok horizontal untuk memasang panel, sehingga jarak antar balok menjadi 100 cm. Pemasangan panel pracetak diletakkan pada posisi di tengah as, sehingga rangka terlihat dari dua sisi. Panel pracetak dipasang pada rangka dengan bantuan kayu penjepit yang berfungsi sebagai lis ukuran 15/2.
Modul dinding pracetak yang digunakan hanya terdiri dari satu tipe kecuali kondisi khusus, misalnya daerah sisa di bagian pinggir. Ukuran panel pracetak adalah 4x25x92 cm dengan berat per panel 20 kg. Sistem sambungan antar panel menggunakan sambungan plus-minus tanpa diberi adukan
4. Kusen Pintu dan Jendela Kusen pintu dan jendela menggunakan kayu, begitu juga dengan rangkanya. Rangka kusen pintu dan jendela rumah pracetak berfungsi sekaligus sebagai rangka dinding, oleh karena itu rangka vertikal jendela diteruskan ke lantai. Rangka dan kusen menggunakan kayu ukuran 8/8. Ketinggian kusen baik pintu maupun jendela mencapai 200 cm dengan ketinggian ambang bawah jendela adalah 100 cm
48
Gambar 33. Dinding
5. Atap dan Langit-langit Untuk bagian atap, rangka yang digunakan adalah rangka kayu dengan penutup atap berbahan genteng. Sementara untuk langit-langit terbuat dari fiber cement dengan ketinggian langit-langit datar adalah 400 cm pada bagian tengah bangunan. Pada sayap bangunan dipakai langit-langit miring dengan ketinggian 200 cm-300 cm
6. Kamar Mandi dan WC Pada bagian kamar mandi, walaupun merupakan daerah basah, tidak menggunakan konstruksi dinding bata, melainkan tetap menggunakan dinding panel pracetak. Dinding tersebut dilapis keramik sampai dengan ketinggian 92 cm dari lantai.
2.6.2. 2.6.2.1.
Sistem Rangka - Block Solusi Rumah Holcim oleh PT. Holcim Indonesia Tbk
Solusi Rumah Holcim merupakan salah satu program unggulan PT. Holcim Indonesia, Tbk dalam bidang sustainable construction yang merupakan jawaban untuk mewujudkan kesepakatan Agenda 21 for sustainable construction in developing countries. Analisa dan implementasi prinsip konstruksi berwawasan
49
lingkungan yang umumnya hanya diterapkan untuk proyek-proyek mahal, sebetulnya dapat diterapkan dalam semua proyek.
Solusi rumah Holcim memiliki beberapa keunggulan, yaitu : 1. Efektifitas pemakaian bahan bangunan 2. Pengurangan pemakaian bahan kayu 3. Masa konstruksi lebih cepat 4. Pengembangan modular 5. Limbah konstruksi sedikit. 6. Pemberdayaan UKM dan padat karya
Masa konstruksi satu rumah ini adalah 3 minggu – 1 bulan, tanpa finishing, untuk tipe 21 m2- 54 m2. Solusi Rumah menggunakan sistem franchise. PT. Holcim hanya memberikan pelatihan-pelatihan mengenai bahan, prosedur pembuatan material, standar kualitas, serta tata cara konstruksinya.
1. Spesifikasi Sistem yang digunakan oleh Solusi Rumah adalah penggunaan elemen-elemen kecil precast yang terdiri dari : 1. Sistem Modul Solusi Rumah menggunakan modul dasar 30 cm. 2. Sistem Struktur dan Konstruksi
Solusi Rumah menggunakan dua sistem struktur dan konstruksi, yaitu : a. Sistem rangka dan dinding pengisi i. Untuk kolom menggunakan bataton kolom ukuran 290 x 290 x 140 mm ii. Untuk dinding pengisi dan pengakunya digunakan bataton U ukuran 140 x 140 x 140 mm iii. Kemudian diberi perkuatan besi tulangan dalam rongga, kemudian diisi dengan adukan
50
iv. Daya tahan sistem ini bergantung pada sambungan antara besi tulangan pada sudut-sudut rangka. v. Dinding harus diangkur pada kolom vi. Antar lapisan blok beton diberi lapisan mortar setebal 1 cm. Rasio semen-agregat adalah 1 : 5
Gambar 34. Bataton Kolom dan Bataton H ½ Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
Proses konstruksinya adalah : i. Bataton kolom dapat dipotong untuk membuat sambungan tulangan horizontal dengan sloof dan dinding
Gambar 35. Proses Pemotongan Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
ii. Di atas pondasi yang telah dibuat, dipasang bataton kolom sebagai tiang kolom struktur rangka.
51
iii. Jangkarkan bataton kolom pada pondasi dengan besi tulangan berdiameter 12 mm
Gambar 36. Proses Pembuatan Sloof dan Kolom Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
iv. Pemasangan bataton U di atas pondasi sebagai cetakan sloof dan diberi tulangan 4 Ø 8 mm dan begel Ø 6 – 200 mm. v. Pemberian adukan beton dalam bataton U (sloof) dan dipadatkan dengan cara ditusuk-tusuk dan memukul perlahan sisi-sisi bataton lalu diratakan permukaannya. vi. Lapisi permukaan sloof dengan mortar setebal 1 cm vii. Bataton kolom dan bataton U disusun ke atas secara bersamaan hingga mencapai ketinggian yang diinginkan. viii.
Ring balk menggunakan bataton U yang diberi tulangan 4 Ø 8 mm
dan begel Ø 6 – 200 mm.
b. Sistem Dinding Penahan Beban i. Menggunakan Bataton H ukuran 290x140x140 mm atau 140x140x140 mm untuk kolom praktis ii. Bataton U ukuran 290x140x140 mm atau 140x140x140 mm digunakan sebagai cetakan sloof, balok lintel dan ring balk
52
Gambar 37. Bataton U dan Bataton H Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
iii. Balok Roster digunakan pada eksterior dan interior untuk menjaga sirkulasi udara.
Gambar 38. Bataton Roster Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
iv. Untuk perkuatan, besi-besi tulangan dimasukkan ke dalam rongga, kemudian diisi dengan adukan beton.
Proses konstruksi dinding adalah : i. Pelapisan permukaan sloof dengan mortar setebal 1 cm ii. Rongga pada bataton H diberi tulangan kolom praktis 4 Ø 8 mm -200 mm dan tulangan vertikal 1 Ø 8 mm iii. Isi rongga kolom praktis dengan beton dan kemudian dipadatkan iv. Susun bataton sampai menjadi dinding sampai ke kolom pada ujung yang lain
53
v. Setiap lapisan ke empat diberi tulangan horizontal 2 Ø 6 mm dari ujung dinding ke ujung dinding lainnya.
Gambar 39. Proses Konstruksi Dinding Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
Proses pemasangan bataton roster adalah : i. Lapisi permukaan dinding yang akan dipasang bataton roster dengan mortar setebal 1 cm ii. Susun bataton roster sesuai besaran lubang ventilasi yang diinginkan iii. Apabila bataton roster yang akan dipasang lebih dari selapis, maka antar lapisan diberi mortar setebal 1 cm iv. Di atas bataton roster diberi balok beton bertulang yang terbuat dari bataton U dengan tulangan 4 Ø 8 mm dan begel Ø 6 mm – 200 mm.
54
Gambar 40. Proses Pembuatan Roster Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
Proses pembuatan ring balk adalah : i. Bataton U digunakan sebagai cetakan ring balk ii. Kemudian diberi tulangan U dengan tulangan 4 Ø 8 mm dan begel Ø 6 mm – 200 mm iii. Beri adukan beton ke dalam bataton U kemudian dipadatkan dan diratakan
Gambar 41. Pembuatan Ring Balk Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
2. Sistem Pelat Sistem ini digunakan untuk membuat plat atap, kanopi, awning, dan plat lantai. Sistem pelat bangunan terdiri dari dua elemen yaitu :
55
i. Balok beton pracetak bertulang sebagai balok penyangga ii. Ubin beton lengkung pracetak yang ditempatkan pada balok beton iii. Lapisan beton dituangkan di atas ubin dan balok untuk menyatukan kedua elemen sehingga menghasilkan pelat lantai yang rapi. iv. Ukuran umum balok beton adalah 10x6x300 cm
Gambar 42. Balok dan Ubin beton lengkung Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
v. Ukuran ubin yang diproduksi adalah 20 x 53 x 2 cm vi. Balok dan ubin beton terbuat dari campuran semen, agregat dan air. vii. Panjang bentangan maksimum 3 m dan terbatas sesuai cetakan yang ada. Proses pemasangan plat adalah : i. Tempatkan balok-balok beton sebagai penyangga lantai di atas ring balk dengan jarak tiap 600 mm ii. Tempatkan ubin-ubin lengkung di atas balok penyangga sehingga menutupi lantai. Jangan menginjak ubin lengkung tersebut.
56
Gambar 43. Proses Pemasangan Plat Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
iii. Pasang cetakan untuk menutupi rongga-rongga antara ubin lengkung. Kemudian tuangkan adukan beton dalam bentuk jalur-jalur beton selebar 20 cm di atas balok penyangga lantai. iv. Setelah beton mengeras lanjutkan proses penuangan beton hingga seluruh plat lantai tertutup v. Bentangkan lerlebih dahulu tulangan susut Ø 8 mm- 200 mm ke arah memanjang dan melintang lantai di atasnya. vi. Tuangkan dan ratakan beton sesuai dengan ketinggian cetakan dan biarkan mengeras vii. Keringkan rembesan air adukan 2 kali sehari viii.
Tutup beton dengan lembaran plastik selama 7 hari
ix. Dua hari setelah penuangan beton, cetakan dapat dibongkar. Kolom sementara penyangga balok dapat dibongkar setelah 28 hari.
57
Gambar 44. Potongan Plat Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
x. Untuk mengecor plat lantai beton ukuran 3x3 m dibutuhkan sekitar beton sebanyak 0.4 m3, untuk rumah ukuran 6x9 dibutuhkan beton sekitar 2.5 m3.
3. Sistem Kusen Pintu dan Jendela Sistem kusen pintu dan jendela terdiri dari dua elemen yaitu : i. Kusen beton pracetak untuk pintu dan jendela dengan engsel dan kunci yang terpadu ii. Daun pintu atau jendela yang terbuat dari bahan kayu atau pvc
Gambar 45. Sistem Kusen Pintu dan Jendela Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
58
Proses pemasangan kusen pintu dan jendela adalah : i. Persiapkan lubang-lubang tempat dudukan kusen di dinding ii. Pasang kusen beton pracetak pada lubang yang telah dipersiapkan iii. Pasang baut/dynabolt untuk memperkuat hubungan antara kusen dan tembok iv. Pasang daun pintu dan jendela dengan menggunakan engsel dan kuncikunci yang telah dipersiapkan.
Gambar 46. Pemasangan Kusen Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
4. Sistem Atap MCR i. Sistem untuk atap terdiri atas genteng MCR dan struktur rangka atap ii. Rangka atap dapat menggunakan kayu ataupun besi iii. MCR (Micro Concrete Roofing) adalah campuran semen dan agregat
Gambar 47. Penutup Atap MCR Sumber : PT. Holcim Indonesia, 2008
59
iv. MCR digunakan dengan kemiringan atap minimal 22o. Untuk daerah dengan curah hujan tinggi disarankan kemiringan yang digunakan adalah 30°. v. Setelah terpasang, atap tidak dapat digunakan untuk tempat memasang antena TV dll.
60