Tinjauan Kritis Terhadap Theologia Reformed Abad 16 Dalam Era Kontemporer
TINJAUAN KRITIS TERHADAP THEOLOGIA REFORMED ABAD 16 DALAM ERA KONTEMPORER
Pedas, Oktober Ketika mempertanyakan relevansi pergumulan reformator abad 16 & 17 mengenai Alkitab untuk zaman sekarang, Pdt. Gatot Setijobudi mempertanyakan dengan suatu pengamsalan: Apakah Alkitab itu pernah tidak relevan? Sebab, dikatakannya bahwa pergumulan 'para reformator mengenai Alkitab yang disemboyankan sebagai sola scriptura sebenarnya mengandung makna: Pertama, Alkitab sebagai PL & PB adalah satu-satunya Firman Allah yang tertulis (sacra scriptura verbum dei) - satu-satunya sumber / standard yang berotoritas Ilahi bagi iman & perbuatan, kriteria yang tertuntas & hakim yang tertinggi dalam segala sesuatu mengenai kehidupan rohani kita. Sedangkan yang kedua, Segala sesuatu yang diperlukan dalam hidup di dunia ini untuk mengenal Allah, keselamatan & hidup yang berkenan kepada Allah ada tertulis dalam Alkitab. Berdasarkan semboyan di atas dan konteks situasi zaman itu, tak pelak lagi, dikatakan Pdt. Gatot Setijobudi, menyebabkan para Reformator berhadapan dengan agama Roma Katolik dalam tiga hal: Satu, Status Alkitab, kalau Gereja Roma Katolik saat itu menempatkan tradisi Gerejawi berdampingan dengan Alkitab - Gereja RK berdiri atas dua dasar Alkitab dan Tradisi Gereja (tradisi Gereja dianggap sah, karena Gereja punya Roh Kudus yang memimpin gereja kepada kebenaran & gereja memiliki tradisi yang tidak tertulis dalam Alkitab sehingga melengkapi Alkitab, sedangkan para Reformator menolak jikalau
Page 1
Tinjauan Kritis Terhadap Theologia Reformed Abad 16 Dalam Era Kontemporer
ada sesuatu yang setara Alkitab diletakkan berdampingan dengan Alkitab maka sesuatu itu akan mengurangi wibawa Alkitab. Dua, Dalam Kanon Alkitab, Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa mereka adalah ibu yang melahirkan kanon. Sedangkan para Reformator menganggap Gereja Protestan merupakan anak yang lahir dari kanon atau dalam bahasa lain jika Gereja Roma Katolik mengatakan merekalah Hakim atas kanon maka Gereja Protestan mengatakan saksi atas Kanon. Tiga, masalah penafsiran Alkitab. Jika Gereja Roma Katolik mengatakan bahwa mereka berwenang menafsirkan Alkitab secara benar atau tafsiran yang sah hanya dari Gereja maka Gereja Protestan menempatkan diri ditengah-tengah di antara Reformator radikal dari kaum anabaptis - kaum yang bergeser pada individualisme, di mana setiap orang berhak menafsirkan Alkitab secara individu tanpa ada kesinambungan pergumulan gereja, untuk hal ini Marthin Luther pun mengatakan bahwa penekanan terhadap hal ini adalah pintu untuk menuju kekacauan- dengan kelompok Gereja Roma Katolik yang mengklaim otoritasnya hanya ada pada Gereja. Pada perspektif lainnya, Pembicara kedua Ev. Samuel Rahmat mengambil starting pointnya berasal dari Francis Schaeffer yang menyatakan Reformed abad 16 merupakan reaksi terhadap spirit zaman (Zeigist). Rekasi ini bermula terhadap konsep Katolik dan penerapan atau praxis dari Gereja Roma Katolik tentang Otoritas Gereja yang sudah melenceng dari yang semestinya. Reaksi ini dimalai dari John Wycliff & John Huss dilanjutkan dengan keberanian Marthin Luther tanggal 31 Oktober 1517 menempelkan 95 Dalil di Gereja Wittenberg dan gerakan ini terus meggelinding melalui Calvin, Zwingli dan lain-lainnya. Pertanyaannya adalah apa yang menjadi spirit zaman saat itu? Secara budaya saat itu adalah spiritnya adalah Renaissance (gerakan budaya yang secara besar-besaran mencoba membawa kembali ke arah spirit zaman Yunani & Romawi di dalam berfilsafat dan aspek kehidupan lainnya) adapun filsafat yang mempengaruhinya adalah filsafat humanisme (bukan humanismenya Calvin - humanisme yang dikaitkan dengan kelahiran baru oleh Roh Kudus), suatu humanisme renaissance dan kalangan scholastic Page 2
Tinjauan Kritis Terhadap Theologia Reformed Abad 16 Dalam Era Kontemporer
yang di dalamnya ada Thomas Aquinas yang berusaha mengawinkan filasfat Aristoteles & Alkitab yang menghasilkan humanisme sekuler. Selanjutnya media yang dipakai atau symbol / wahana yang dipakai spirit zaman itu (budaya Renaisance & Filsafat Humanisme) pada saat itu yang paling kondusif adalah Gereja (tentunya Gereja Roma Katolik - yang satu-satunya Gereja) dan yang dipermasalahkan adalah hirarki kepausan (Pope) dan yang difokuskan adalah masalah Otoritas. Mengapa demikian, sebab dengan otoritas yang dimiliki Gereja maka Gereja pun memiliki otoritas di dalam bidang sosial, politik & agama bahkan rajapun harus taat pada Paus yang sesungguhnya sangat melenceng dari Alkitab dan semangat para rasul. Itulah sebabnya, orang-orang seperti Wycliff & Huss serta Marthin Luther memberikan rekasi melawan spirit zaman saat itu. Reaksi ini ditindaklanjuti dengan bagaimana merobohkan atau mengapologetik spirit zaman yang sudah menggerogoti dan mengeropos Gereja Katolik atau kekristenan pada waktu itu.
Masalah Otoritas Jikalau Luther melihat masalahnya adalah Otoritas, maka berbicara masalah otoritas secara akademis adalah berbicara tentang dogma dan wilayah filsafatnya adalah epistemology problem. Untuk itulah Marthin Luther dan para Reformator lainnya menekankan "sola scriptura" untuk menghantam penggunaan otoritas yang sudah "miss-used", sehingga boleh dikatakan sola scriptura sangat penting saat itu karena konteks spirit zamannya memang bercorak seperti demikian itu. Sola scriptura akhirnya diwujudkan atau dimanifestasikan dalam menekankan otoritas Allah (soverignity of God) dan otoritas Alkitab (bible itself). Jadi, kekristenan berani membentuk doktrin baru untuk melawan spirit zaman saat itu dan mulai dari sinilah masalah otoritas atau problem zaman itu bagi Marthin Luther dan para Reformator lainnya merupakan Locus Thelogicus (wahana untuk berteologi) sehingga dapat disimpulkan Page 3
Tinjauan Kritis Terhadap Theologia Reformed Abad 16 Dalam Era Kontemporer
spirit Reformed theology abad 16 itu sangat kontekstual dan berani berinteraksi dengan problem otoritas dengan cara membuat doktrin bagi gereja yang waktu itu dominan dan establish serta otonom Gereja Roma Katolik walau sangat disayangkan reaksi balik dari Gereja Roma Katolik sangat negatif.
Spirit Zaman dalam konteks kekinian Jikalau Zaman tidak beres, maka harus dibereskan dengan bahasa problem waktu itu. Pada saat zaman Reformator, bahasa problem pada waktu itu adalah dogmatic language dan epistemological language maka tidak heran kaum Reformed abad 16 bisa melahirkan Reformed doktrin dan epistemology atau Reformed philosophy yang menjadi dasar perkembangan selanjutnya untuk kaum Reformed zaman sekarang. Bagaimana dengan spirit zaman masa sekarang? Budaya sekarang bukan lagi Renaissance tapi postmodern culture, sedangkan tantangan secara filsafat juga filsafat postmodern juga, tetapi jikalau dulu humanisme yang banyak menyerang gereja tapi yang sekarang yang banyak menyerang adalah new age mysticism ditambah lagi religiuos pluralism (bukan hanya antar agama tapi juga antar aliran agama), sehingga masalah budaya, filsafat, agama di dalam konteks postmodern tidak lagi berbicara secara logika dogmatic dan epistemological melainkan logika yang dipakai ialah logika metaphor, narasi, literature dan semiotika. Pertanyaan yang timbul ialah jikalau kita ingin meneladani spirit Reformasi abad 16 maka seharusnya kita berani bereaksi dan dalam reaksi ini kita harus menyatakan sola scriptura dan pada gilirannya ialah bagaimana wujud sola scriptura kita itu? Jikalau wujud sola scriptura kita itu persis seperti menghadapi Gereja Roma Katolik dulu dengan dicemari Renaissance culture dan Humanistic Philosophy maka kita tidak berkembang, kita tidak meneladani Reformed yang sejati karena Reformed yang sejati berani menggunakan problem zaman itu sebagai theologia in loco atau theologia kontekstual. Artinya, konteks yang darinya kita Page 4
Tinjauan Kritis Terhadap Theologia Reformed Abad 16 Dalam Era Kontemporer
berangkat (sebagai starting point) untuk diterangi Alkitab. Sehingga kita harus menyesuaikan baik bahasanya yaitu bahasa budaya postmodern bahasa metaphora atau bahasa penceritaan. Konsekuensinya di dalam disiplin ilmu, kaum Reformed harus memperluas wawasannya dalam wilayah hermeneutik - tapi bukan menafsirkan Alkitab "thok", melainkan hermeneutik dalam arti luas, komprehensif, sehingga pada gilirannya penekanan pada mandat budaya akan menjadi lebih kuat lagi. Pada saat inilah Christian World View menjadi penting walau bukan berarti harus meninggalkan aspek doktrinal, sebab hal ini tidaklah mungkin karena doktrin sudah merupakan suatu keharusan. Sumber: Lentera newsletter, Edisi 1 / Tahun I, 2002 Komisi Pemuda Senior dan Pemuda GRII Ngagel Jaya, Surabaya Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformed/artikel/lentera01.html
Page 5