perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINJAUAN KRIMINOLOGIS AKSI KEKERASAN ANTAR SUPORTER DALAM PERTANDINGAN SEPAKBOLA YANG DILAKUKAN OLEH SUPORTER ANAK
PENULISAN HUKUM (SKRIPSI)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh DHIMAS SURYO PRASETYO NIM. E0008317
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Dhimas Suryo Prasetyo, E0008317. 2013. TINJAUAN KRIMINOLOGIS AKSI KEKERASAN ANTAR SUPORTER DALAM PERTANDINGAN SEPAKBOLA YANG DILAKUKAN OLEH SUPORTER ANAK. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mengkaji secara kriminologis aksi kekerasan suporter, terutama suporter anak di wilayah Sleman, Yogyakarta dan untuk mengetahui seberapa peran aparat kepolisian dan PSSI dalam mengatasi aksi kekerasan antar suporter sepakbola khususnya suporter anak di Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau sosiologis yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang lebih berorientasi pada hasil wawancara di lapangan. Hasil dalam penelitian ini sebagai berikut : Dalam kajian kriminologis aksi kekerasan suporter yang melibatkan anak di Sleman, Yogyakarta. Faktornya adalah kurangnya rasa kedewasaan, banyaknya suporter yang masih anak-anak serta masih minimnya keamanan bagi suporter anak-anak saat menonton pertandingan sepak bola, fasilitas olahraga di dalam stadion yang kurang memadai. Hal tersebut merupakan faktor kriminogen dalam aksi kekerasan suporter yang melibatkan anak. Dalam rangka menanggulangi aksi kekerasan suporter, khususnya melibatkan anak, maka aparat kepolisian melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas dan fungsi sebagai pengayom dalam masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan belum bisa maksimal dalam penanggulangan aksi tersebut karena banyak kendala dalam mencari bukti. Dari pihak PSSI sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Organisasi Nomor : 06/PO-PSSI/III/2008 tentang Kode Disiplin PSSI. Sedangkan kebijakan yang sudah di buat dengan memberikan sosialisasi kepada kelompok suporter, pendewasaan, psikologi, yang bertujuan menjalin komunikasi antar suporter Dengan demikian diperlukan kerjasama antara kepolisian, PSSI, panitia penyelenggara serta suporter agar tidak terjadi faktor kriminogen kejahatan kekerasan suporter sepakbola di Yogyakarta. Kata kunci : kriminologi, kekerasan, suporter anak.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Dhimas Suryo Prasetyo, E0008317. 2013. CRIMINOLOGICAL ACTION REVIEW OF VIOLENCE AMONG SUPPORTERS FOOTBALL GAME MADE BY CHILDREN SUPPORTERS. Faculty of Law Sebelas Maret University. This study aims to determine how to assess the violence criminological supporters, especially young fans in Sleman, Yogyakarta, and to find out how the role of the police and PSSI in overcoming violence among football fans especially young fans in Sleman, Yogyakarta. This research is empirical or sociological law that is descriptive. The approach used is qualitative approach that is more oriented to the interview in the field. The results in this study as follows: In the study of criminological supporters of violence involving children in Sleman, Yogyakarta. Factor is the lack of a sense of maturity, many fans are still children and still lack of security for fans of children while watching a football game, sports facilities inside the stadium are less than adequate. This is a factor in the violence kriminogen supporters involving children. In order to overcome violence supporters, particularly involving children, the police carry out their duties in accordance with the duties and functions as a protector in a society regulated in Law No. 2 of 2002 on the Police. But the implementation on the ground has not been maximized in the response to this action as many obstacles in the search for evidence. From the PSSI has carried out its duties in accordance with Rule No. Organisation: 06/POPSSI/III/2008 about PSSI Disciplinary Code. While the policy has been created to provide outreach to groups of supporters, maturation, psychology, which aims to establish communication between the supporters Thus the necessary co-operation between the police, PSSI, organizers and supporters to prevent violent crimes factors kriminogen football fans in Yogyakarta. This study aims to determine how to assess the violence criminological supporters, especially young fans in Sleman, Yogyakarta, and to find out how the role of the police and PSSI in overcoming violence among football fans especially young fans in Sleman, Yogyakarta. Keywords: criminology, violence, supporters of child.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur ( Filipi 4 : 6 )
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu ( Lukas 7 : 7 )
Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya ( Matius 21 : 22 )
Bersukacitalah setiap hari dalam Tuhan ( Penulis )
Jadilah yang terbaik dari segala yang terbaik di dalam dirimu sendiri ( Penulis )
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini, penulis persembahkan kepada :
Kedua orangtua penulis, Endro Roesmono, S.H., M.H. dan Sri Pamungkasih, yang selalu membimbing dan memberikan semangat setiap harinya tanpa henti untuk kesuksesan penulis
Kakak penulis, Yohana Karlinda Tunjung Sari, yang selalu memberikan semangat setiap hari yang berharga bagi penulis dalam penulisan ini
Keluarga besar penulis, yang memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini
Sahabat-sahabat dan teman-teman
Almamater penulis, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Kasih dan Anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk menempuh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul : “TINJAUAN KRIMINOLOGIS AKSI KEKERASAN ANTAR SUPORTER DALAM PERTANDINGAN
SEPAKBOLA
YANG
DILAKUKAN
OLEH
SUPORTER ANAK“. Penulis menyadari tidak mungkin menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini tanpa bimbingan dan bantuan dari segala pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Winarno Budyatmojo, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini. 3. Bapak Budi Setiyanto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini. 4. Bapak Sabar Slamet, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik dan Ketua Bagian Hukum Pidana, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti perkuliahan. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS, yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis untuk lebih maju dalam meraih cita-cita. 6. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum, yang telah membantu dalam mengurus prosedur-prosedur skripsi. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Segenap Staf dan Karyawan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu penulisan selama masa perkuliahan samapi akhir penulisan skripsi ini. 8. Ayah dan Ibuku tercinta, Endro Roesmono, S.H., M.H. dan Sri Pamungkasih, yang selalu memberikan semangat dalam penulisan hukum ini. Semoga ke depannya kita bisa bersama-sama mewujudkan impian keluarga kita. 9. Bapak Kapolda DIY, yang telah memberikan ijin dan waktu bagi peneliti untuk melakukan penelititan di lingkup Polda DIY. 10. Bapak AKBP Beja WTP, S.H., M.H., selaku Kabag Bin Opsnal Ditreskum Polda DIY, yang telah memberikan waktu dan data-data untuk kelengkapan penulisan hukum bagi penulis. 11. Bapak Ketua Umum PSSI DIY, yang telah memberikan ijin dan waktu bagi peneliti untuk melakukan penelititan di lingkup PSSI Pengprov DIY. 12. Bapak Rahmad Hidayat, selaku Staf Pengprov PSSI DIY yang telah memberikan waktu dan data-data untuk kelengkapan penulisan hukum bagi penulis. 13. Segenap Pejabat, Staff, dan Karyawan Polda DIY, PSSI Pengprov DIY, Pemkot Surakarta, PemProv Jateng, dan PemProv DIY, yang telah memberikan bantuan dan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian. 14. Kakakku tercinta, Yohana Karlinda Tunjung Sari, yang telah memberikan waktunya untuk membantu serta memberikan semangat yang berarti bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini. 15. Sahabat-sahabatku, Ardi, Alvin, Piter, Adit, Nico, Artha, Nanda, Faried, yang setia mendengar segala keluhan dan meluangkan waktu untuk memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 16. Keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan penulis untuk penyelesaian skripsi ini. 17. Mas Badres, Mas Anjas, dan Mas Harry Batak yang telah memberikan semangat, dukungan membantu dalam penelitian bagi penulis untuk userSeluruh staf dan karyawan New menyelesaiakan penulisancommit hukumto ini.
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Vad Tour, serta RAVA Tour yang telah memberikan dukungan totalitas kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dalam rangka penyempurnaan penulisan hukum ini. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan bagi semua pihak di kemudian hari.
Surakarta, 7 Februari 2013 Penulis
Dhimas Suryo Prasetyo NIM. E0008317
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………...
iv
ABSTRAK ………………………………………………………….
v
ABSTRACT ………..………………………………………………...
vi
MOTTO ……………………………………………………………..
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………….
viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………...
ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………..
xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………….............
1
B. Rumusan Masalah …………………………………..
3
C. Tujuan Penelitian …………………………………...
4
D. Manfaat Penelitian ………………………………….
4
E. Metode Penelitian …………………………………...
5
Sistematika Penulisan Hukum ………………………
10
F.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori …………..………………………….
13
1. Tinjauan Umum Tentang Kriminologi …………..
13
a. Pengertian Kriminologi ………………….
13
b. Tujuan, Kegunaan, Manfaat Kriminologi...
17
c. Sejarah Perkembangan Akal Pemikiran Manusia yang Menjadi commit to user
xii
Dasar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dibangunnya Teori-teori Kriminologi .......
18
d. Teori Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan ………………………………...
21
2. Tinjauan Umum Tentang Aksi Kekerasan ………
23
a. Pengertian Kekerasan ……………………
23
b. Pola-pola Kekerasan ……………………..
23
c. Bangunan Analisa Untuk
Memahami
Kejahatan Kekerasan dalam Masyarakat ...
24
d. Akar Kejahatan Kekerasan ………………
25
e. Faktor-faktor Pencetus Langsung dan Dinamika Sosial Kejahatan Kekerasan …..
26
3. Tinjauan Umum Tentang Suporter ………………
26
4. Tinjauan Umum Tentang Anak ……………….....
30
B. Kerangka Pemikiran ………………………………...
32
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi ………………………………………...
34
B. Pembahasan …………………………………………
36
1. Tinjauan
Kriminologis
Tentang
Penyebab
Terjadinya Kekerasan Antar Suporter ..………….
36
2. Penyelesaian Kasus Kekerasan Suporter yang Melibatkan Anak………………………………….
BAB IV
43
PENUTUP A. Simpulan ……………………………………………
61
Saran ………………………………………………..
62
B.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepakbola telah menjadi sebuah magnet yang sangat luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat sekarang, dan mempunyai sebuah kekuatan yang sangat luar biasa serta dapat menarik beribu-ribu bahkan berjuta-juta pasang mata di dunia. Pertandingan sepakbola, baik itu pertandingan kelas dunia, ataupun liga yang diadakan setiap negara di dunia ini. Para penonton pun tidak luput dari usia dini sampai dewasa semua berbaur menjadi satu untuk memeriahkan dan mendukung sebuah tim kesebelasan sepakbola yang mereka dukung. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa olahraga ini sangat digemari oleh setiap orang di seluruh dunia. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai rasa fanatisme yang luar biasa terhadap olahraga sepakbola. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya tim-tim sepakbola di Indonesia, baik itu dari kompetisi papan atas sampai kompetisi internal, salah satu tim yang dimaksud ialah PERSIS SOLO. Menurut Bakdi Soemanto, sepakbola hadir sebagai a solidarity - making cultural event yang mampu mengumpulkan banyak orang untuk menjagoi atau mendukung tim yang didukungnya/difavoritkan. Sepakbola menjadi sebuah dimensi pelepas sekat perbedaan sosial, agama, etnis, ideologi, serta negara, sehingga sampai saat ini olahraga sepakbola menjadi olahraga multikultur di antara cabang-cabang olahraga lainnya (Anung Handoko, 2008: 11). Setelah memahami apa artinya sepakbola, tidak lengkap apabila kita tidak memahami dan mempelajari sebuah pengertian pendukungnya atau suporter. Suporter adalah bagian yang sangat terpenting dalam persepakbolaan, karena sebuah tim pendukung adalah pemain ke-12 dalam pertandingan. Suporter kadang menunjukan aksi-aksi yang sangat menakjubkan para pemain di tengah lapangan dengan suatu gerakan-gerakan yang aktraktif dan kreatif, tetapi dalam sisi positif itu juga ada sisi negatif. Sisi negatifnya apabila suporter memberikan dukungan secara arogan atau berbentuk ekstrem yang menjurus tindakan anarkisme. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tidak jarang suporter memberikan dukungan dengan menggerakkan pendukungnya sampai beratus-ratus bahkan beribu-ribu untuk mendukung timnya. Dukungan yang diberikan kepada timnya biasanya akan menimbulkan sebuah fanatisme yang luar biasa. Hal ini bisa menimbulkan sebuah aksi yang besar dan sikap berlebihan pada pribadi suporter. Mereka pun (suporter) berharap dengan dukungan yang mereka berikan secara totalitas, timnya bisa memenangi pertandingan. Di Indonesia, termasuk salah satu pendukung fanatik sepakbola yang luar biasa. Ada beberapa suporter yang mempunyai nama unik dan memberikan identitas bahwa suporternya dalah suporter yang fanatik atau mempunyai basis yang banyak. Sebagai contoh, suporter Surabaya yang disebut BONEK yang mempunyai arti Bondo Nekad, dari suporter Solo dengan sebutan PASOEPATI mempunyai arti Pasukan Soeporter Paling Sejati. Dari nama-nama itulah mereka (suporter) mempunyai harapan untuk suatu kesuksesan sebuah tim sepakbola yang mereka dukung. Fanatisme dari sebuah tim suporter dapat menimbulkan suatu gesekan-gesekan antar suporter yang tidak satu visi atau tidak sepaham dengan alirannya. Gesekan tersebut bisa membawa ke arah anarkisme, yaitu dengan aksi tawuran antar supporter. Tawuran yang ditimbulkan antar suporter tidak sedikit, namun banyak korban yang ditimbulkan. Contoh-contoh suporter di Indonesia yang mempunyai masa yang banyak, antara lain: BONEK, PASOEPATI, JACK MANIA, VIKING, dan AREMANIA. Suporter tersebut merupakan contoh lima basis suporter yang mempunyai masa yang banyak. Pihak-pihak yang berwenang dan terkait, seperti PSSI, Panitia Pelaksana Pertandingan (Panpel), Pemerintah dan aparat kepolisian seakan-akan tidak merumusakan kebijakan yang dapat mencegah terjadinya perilaku kekerasan antar suporter. Apalagi sekarang suporter tidak hanya orang dewasa, banyak anak-anak di bawah umur ikut dalam keanggotaan suporter. Setiap suporter tidak sedikit mempunyai anggota anak di bawah umur minimal ada 10 anggota anak di bawah umur. Mereka ada yang masih duduk di sekolah dasar (SD), sekolah menengah commit to user (SMP). Merekapun mempunyai rasa fanatisme yang tingi, mereka menonton salah
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu pertandingan sepakbola dan lawannya adalah musuh atau rival abadi dari tim tuan rumah, maka anak-anak di bawah umur tersebut antusias dan langsung menancapkan gas motornya untuk langsung menuju ke stadion. Suporter anak saat berada di stadion juga hampir sama dengan para suporter yang sudah dewasa, kadang mereka (suporter anak) melakukan apa yang suporter dewasa lakukan, seperti halnya tawuran antar suporter. Jiwa anak-anak dapat terpengaruh secara cepat, apabila hal ini dibiarkan saja, maka hukum akan kehilangan kewibawaannya dan anak-anak akan menjalani proses pembentukan karakter yang salah. Padahal hukum mempunyai tujuan, yaitu mengatur ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib, tidak sampai jatuh korban kejahatan dan tidak terjadi kejahatan kembali. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji secara kriminologis terhadap aksi kekerasan yang dilakukan suporter anak di Maguwoharjo, Sleman dengan judul: “TINJAUAN KRIMINOLOGIS AKSI KEKERASAN ANTAR SUPORTER DALAM PERTANDINGAN SEPAKBOLA YANG DILAKUKAN OLEH SUPORTER ANAK”
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga memudahkan dalam pengerjaannya serta mencapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, perumusan masalah dalam penulisan hukum ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tinjauan kriminologis aksi kekerasan antar suporter anak dalam pertandingan sepakbola ? 2. Bagaimana penyelesaian kasus kekerasan antar suporter anak dalam pertandingan sepakbola ? commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini tujuan penelitian seperti yang penulis maksud, antara lain sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui cara mengkaji secara kriminologis mengenai aksi kekerasan suporter sepakbola di bawah umur pada kasus kerusuhan oleh suporter Pasoepati dan BCS di Stadion Maguwoharjo, Sleman. b. Untuk mengetahui peran kepolisian dan PSSI dalam menangani aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak di bawah umur. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data–data sebagai bahan utama penyusunan skripsi guna mencapai gelar sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan tentang penelitian aksi kekerasan yang ditinjau dari segi kriminologis, peran aparat kepolisian, dan PSSI dalam menindak lanjuti aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak di bawah umur dalam kasus kerusuhan di Stadion Maguwoharjo, Sleman. c. Memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan untuk dapat dicapai oleh penulisnya. Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Penulis berharap dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya dalam hal ini memberikan sumbangan pemikiran tentang penanganan aksi kekerasan suporter anak di bawah umur. commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan, pengalaman, dan dokumentasi ilmiah. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. c. Untuk memberikan konstribusi terhadap pemecahan berbagai masalah dalam penanganan kejahatan anak melalui beberapa proses pemidanaan.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Metode adalah suatu alat untuk mencari jawaban dari suatu pemecahan masalah. Oleh karena itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu apa yang akan dicari. Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah, sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan penelitian hukum
(skripsi) dengan judul “TINJAUAN KRIMINOLOGIS AKSI KEKERASAN ANTAR SUPORTER DALAM PERTANDINGAN SEPAKBOLA YANG DILAKUKAN OLEH SUPORTER ANAK” adalah penelitian hukum empiris atau sosiologis. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang dilakukan secara langsung kelapangan. Dengan meneliti langsung kita akan mengetahui data yang nyata dan faktual. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum empiris terdapat dua macam, yaitu penelitian terhadap identifikasi hukum commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum (Soerjono Soekanto, 2008: 51). Penelitian yang akan dilakukan penulis adalah penelitian terhadap identifikasi hukum mengenai kajian kriminologis aksi kekerasan antar suporter di bawah umur yang dilakukan suporter sepakbola di Sleman.
2.
Sifat Penelitian Dalam melakukan penelitian hukum, penulis menggunakan penelitian
deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala lain-lainnya (Soerjono Soekanto, 2008: 10).
3.
Pendekatan Penelitian Penulis dalam penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif,
yaitu “pendekatan yang dilakukan dengan mendasarkan pada data-data yang dinyatakan responden secara lisan ataupun tulisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh” (Soerjono Soekanto, 2008: 250). Dalam hal ini penulis lebih berorientasi pada hasil wawancara di lapangan.
4.
Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Secara umum jenis data dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder (Soerjono Soekanto, 2008: 51). 1) Data Primer adalah data atau fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama, atau melalui penelitian di lapangan, yaitu berupa wawancara dengan pihak yang berkompeten commit (Soerjono Soekanto, 2008: 12). to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Data Sekunder adalah data atau fakta atau keterangan yang disyahkan oleh seseorang yang secara tidak langsung dari lapangan, antara lain melalui studi kepustakaan, dokumen resmi, hasil penelitian yang berjudul laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti (Soerjono Soekanto, 2008: 12). Data sekunder merupakan data yang mendukung data primer yang diperoleh dari data studi kepustakaan atau studi dokumen yang berhubungan langsung dengan masalah yang akan diteliti. b. Sumber Data Sumber data dalam penelitian merupakan subyek di mana data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut: 1) Sumber Data Primer “Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau yang diperoleh secara langsung dari responden berupa keterangan atau fakta-fakta” (Soerjono Soekanto, 2008: 12). 2) Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah berupa bahan dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil penelitian lainnya yang mendukung data primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah: a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini adalah norma atau kaidah dasar hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini kaitannya
dengan
permasalahan
yang
akan
diteliti,
penulis
menggunakan sumber hukum primer berupa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 commit to user tentang Peradilan Anak, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang akan digunakan penulis dalam penelitian hukum ini, terdiri dari buku-buku hasil dari kalangan-kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, artikel koran, dan bahan lainnya yang berkaitan dengan pokok pembahasan. c) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yakni Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lainnya (Soerjono Soekanto, 2008: 52).
5.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk pengumpulan data. Metode (cara atau teknik) menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat penggunaannya
melalui:
angket,
wawancara,
pengamatan,
ujian
(tes),
dokumentasi dan lainnya. Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang diartikan sebagai alat bantu (http://noorikhfan. web. id/2012/09/contoh-metodepengumpulan-data / 16 Januari 2013, 05:19:40): a. Angket (questionnaire) Kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti, terdiri atas angket, daftar cocok, skala.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Wawancara (interview guide atau interview schedule) Wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung kepada responden dengan menggunakan wawancara yang disiapkan oleh penulis. c. Lembar pengamatan atau panduan pengamatan (obseration sheet atau observation schedule) Teknik pengumpulan data melalui observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki.
6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah analisa data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data yang diperoleh, mengidentifikasikan, menghubungkan dengan teori yang literaturnya mendukung masalah, kemudian menarik kesimpulan dengan analisa kualitatif. Dari penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan model analisis interaksi, yaitu “data yang dikumpulkan akan dianalisis melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul dengan satu sama lain dan benar-benar data mendukung penyusunan laporan penelitian” (HB. Sutopo, 1999: 35). Tiga tahap tersebut adalah: a. Reduksi data Merupakan proses seleksi, pemfokuskan, dan penyederhanaan data pada penelitian. Data yang telah teridentifikasikan tersebut lebih mudah dalam penyusunan. b. Penyajian data Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan. c. Menarik Kesimpulan. Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi pencatatancommit to user pencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mungkin, alur sebab akibat, akhirnya penulis atau peneliti menarik kesimpulan (HB. Sutopo, 1999: 37). Untuk lebih memudahkan mempelajari konsep analisis interaksi penelitian ini dibuat bagan sebagai berikut: Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan Dengan model analisis ini, maka penulis harus bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bolak-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Aktivitas yang dilakukan dengan proses ini komponen-komponen tersebut akan didapat dan benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara diskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan masalah yang diteliti dan data diperoleh. “Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan dan langkah tersebut harus urut tetapi berhubungan terus-menerus, sehingga membentuk siklus” (HB. Sutopo, 1999: 13).
F. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan
Hukum
(Skripsi)
dengan
judul
“TINJAUAN
KRIMINOLOGIS AKSI KEKERASAN ANTAR SUPORTER DALAM PERTANDINGAN
SEPAKBOLA
YANG
DILAKUKAN
OLEH
SUPORTER ANAK“ ini terdiri dari 4 (empat) bab masing-masing terdiri atas beberapa sub bab sesuai dengan pembahasan dan materi yang diteliti, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
digilib.uns.ac.id
: PENDAHULUAN Pada bab ini penulis mengemukakan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis mengetengahkan landasan teori dari para pakar maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan juga berdasarkan hasil-hasil penelitian, kamus, artikel koran, dan bahan lainnya yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Landasan teoritik tersebut tersebut meliputi dan menguraikan mengenai tinjauan tentang kriminologi, tinjauan tentang kekerasan, tinjauan tentang suporter, dan tinjauan tentang anak di bawah umur. Guna memberikan gambaran secara utuh mengenai penelitian ini penulis juga memberikan kerangka pemikiran, yang berisi tentang alur pemikiran penulis dalam menjelaskan permasalahan hukum yang menjadi obyek dalam penelitian ini, yang disajikan dalam bentuk bagan.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai hasil yang diperoleh dari proses penelitian, kemudian membahasnya secara rinci. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini: 1) Bagaimana tinjauan kriminologis penyebab aksi kekerasan antar suporter? 2) Bagaimana penyelesaian kasus kekerasan antar suporter di bawah umur dalam pertandingan sepakbola?
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
digilib.uns.ac.id
: PENUTUP Berisikan kesimpulan dari apa yang telah dibahas dan saransaran
yang ditujukan
pada pihak-pihak terkait
permasalahan yang diteliti ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
12
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Kerangka Teori a. Tinjauan Kriminologi 1)
Pengertian Menurut bahasa, kriminologi berasal dari dua kata, yaitu “crime”
yang mempunyai arti penjahat dan “logos” yang mempunyai arti pengetahuan. Dengan demikian, kriminologi diartikan ilmu yang mempelajari tentang kejahatan atau penjahat. Paul Moedigdo Moeliono mendiskripsikan kriminologi sebuah `masalah di dalam diri manusia. Kriminologi memiliki metode-metode sendiri dalam melakukan pendekatan dan menyelesaikan sebuah masalah kejahatan sebagai suatu gejala dalam kehidupan manusia, sehingga dapat berkembang penuh menjadi sebuah ilmu manusia yang berdiri sendiri (Ismail Rumadan, 2007: 16). The author’s argument is that contemporary criminological theory is inadequate in its response to the triumph of neo-liberalism as a way of ordering society and subjectivities. In a world in which crime and the culture of consumerism are two sides of the same coin, theory needs to return to the investigation of the motivations for crime, psychosocially, historically and socio-culturally. Criticizing individualistic approaches—typical of both liberal and conservative criminology—the book argues that these mirror the dominant ideology of formal equality, opportunity and liberty, and therefore cannot help but justify substantive inequality found in the political and economic arrangements of liberal capitalism. Following on from this, liberal or plural arguments that crime can be reduced through formally including and integrating marginalized and diverse cultural groups clash with the real world of everyday socio-economic relations (Theorizing Crime and Deviance: A New Perspective. By Steve Hall, London: Sage, 2012, 294pp. £24.99 pb)).commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teori kriminologi kontemporer adalah tidak memadai dalam tanggapannya terhadap kemenangan neo-liberalisme sebagai cara memesan masyarakat dan subyektifitas. Dalam dunia di mana kejahatan dan budaya konsumerisme adalah dua sisi dari mata uang yang sama, teori perlu kembali ke penyelidikan motivasi untuk kejahatan, psychosocially, historis dan sosio-budaya. Mengkritik individualistis pendekatan-khas baik liberal dan konservatif kriminologi-buku berpendapat bahwa cermin tersebut ideologi dominan kesetaraan formal, kesempatan dan kebebasan, dan karena itu tidak dapat membantu tapi membenarkan ketidakadilan substantif ditemukan dalam pengaturan politik dan ekonomi kapitalisme liberal. Berikut dari ini liberal, atau argumen jamak bahwa kejahatan dapat dikurangi melalui formal termasuk dan mengintegrasikan terpinggirkan dan beragam benturan budaya kelompok dengan dunia nyata sehari-hari sosio-ekonomi hubungan. ( Theorizing Crime and Deviance: A New Perspective. By Steve Hall (London: Sage, 2012, 294pp. £24.99 pb)) Topo dan Eva mengutip pendapat Bonger yang memberikan sebuah definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempunyai tujuan menyelidiki sebuah kejahatan. Melalui definisi ini, Bonger Kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup sebagai berikut: a) Antropologi Kriminil Merupakan ilmu pengetahuan mengenai manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang “orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda seperti apa? Apakah ada hubungannya antara suku, bangsa, dengan kejahatan dan seterusnya”. b) Sosiologi Kriminil Merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai mana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat. c) Psikologi Kriminil Merupakan ilmu pengetahuan yang melihat kejahatan dari segi pelakunya yang dilihat dari segi jiwanya. d) Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Merupakan ilmu pengetahuan tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. e) Penology Merupakan ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 9). Dari pembagian kriminologi murni menurut Bonger di atas, penulis menggunakan sosiologi kriminil untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian, yaitu dengan melihat kejahatan (dalam hal ini kekerasan suporter sepakbola di bawah umur di Maguwoharjo, Sleman) sebagai suatu gejala masyarakat. Di samping itu, Bonger juga membagi kriminologi menjadi kriminologi terapan yang berupa: 1) Higiene kriminil Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya suatu kejahatan. 2) Politik Kriminil Usaha penanggulangan kejahatan dimana kejahatan telah terjadi. Disini selihat sebab-sebab seorang melakukan kejahatan. Bila disebabkan faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan ketrampilan atau membuka lapangan kerja. Jadi tidak semata-mata dengan penjatuhan sanksi. 3) Kriminalistik Merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahtan dan pengusutan kejahatan (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 10). Shuterland merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial. Menurut Shuterland, kriminologi mencakup proses-proses pembuat hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi olehnya dibagi menjadi tiga bagian cabang ilmu commit to user utama, yaitu: 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Sosiologi hukum Kejahatan itu adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi, yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan adalah ilmu hukum. Di sini menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan perkembangan hukum (khususnya hukum pidana). 2) Etiologi kejahatan Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama. 3) Penology Pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 11). Menurut Moelyatno, kriminologi merupakan ilmu pengetahuaan tentang kejahatan dan kelakuan jelek serta orang yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek tersebut. Kejahatan disini dimaksud juga dengan pelanggaran. Artinya, sesuatu yang menurut undang-undang diancam dengan pidana dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek dengan pidana dan juga meliputi kejahatan dan kelakuan jelek belaka (Ismail Rumadan, 2007: 15). Jadi objek kriminologi meliputi: 1) Perbuatan yang disebut dengan kejahatan, 2) Pelaku kejahatan, dan 3) Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun pelakunya. b. Tujuan, Kegunaan, Manfaat Kriminologi Tujuan mempelajari kriminologi menurut Ismail Rumadan adalah “untuk menentukan sebab-sebab kriminalitas, sehingga berdasarkan datadata
tersebut
kita
dapat
berusaha
menemukan
cara-cara
penanggulangannya dengan pusat perhatian pada orang-orangnya yang commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbuat dan juga terhadap pengaruh lingkungan hidupnya” (Ismail Rumadan, 2007: 21). Hal di atas memperlihatkan tujuan tertentu dari kriminologi, yakni memperoleh pengertian yang lebih mendalam perilaku manusia dan lembaga-lembagasosial masyarakat yang mempengaruhi kecederungan dan penyimpangan norma-norma hukum serta mencari cara-cara yang lebih baik untuk mempergunakan pengertian ini dalam melaksanakan dan menanggulangi kejahatan (Ismail Rumadan, 2007: 22). Ismail Rumadan mengutip pendapat Paul Moedigdo Moeliono yang menyatakan tujuan kriminologi yang utama adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik: “penyimpangan norma dan nilai, baik yang diatur dalam hukum pidana maupun yang tidak, khususnya perilaku karena sifatnya sangat merugikan manusia dan masyarakat serta reaksi
sosial
terhadap
penyimpangan-penyimpangan
itu”
(Ismail
Rumadan, 2007: 22). Sedangkan fungsi atau kegunaan kriminologi terhadap hukum pidana, Ismail Rumadan menguti pendapat dari Sudarto, yaitu “yang pertama meninjau secara kritis hukum pidana yang berlaku, kedua memberi rekomendasi guna perbaikan-perbaikan” (Ismail Rumadan, 2007: 22). Selanjutnya, beliau juga mengungkapkan kriminologi untuk politik hukum pidana, yaitu “bahwa kriminologi bukan merupakan ilmu yang melaksanakan kebijaksanaan, akan tetapi hasilnya dapat digunakan untuk melaksanakan kebijaksanaan untuk mencapai perundang-undangan yang paling baik, dalam arti sempit memenuhi syarat keadilan dan kemanfaatan” (Ismail Rumadan, 2007: 23). Manfaat mempelajari kriminologi bagi pribadi adalah untuk dapat menghindari diri dari kejahatan dan untuk tidak melakukan kejahatan, sedangkan kegunaan di masyarakat adalah memeberikan suatu kesadaran bahwa
pada
dasarnya
kejahatan
merugikan
dan
membahayakan
masyarakat sehingga masyarakat bertanggungjawab atas timbulnya kejahatan bukan monopoli aparat penegak hukum saja yang harus commit to user memikirkan dan berusaha menanggulanginya. Manfaat ilmiah adalah 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa perkembangan kriminologi akan berpengaruh bagi perkembangan dan kemajauan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya (Ismail Rumadan, 2007: 24-25).
c. Sejarah Perkembangan Akal Pemikiran Manusia yang Menjadi Dasar Dibangunnya Teori-teori Kriminologi Topo dan Eva mengutip pendapat George B Vold yang menyebutkan “teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti” (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 19). Upaya mencari penjelasan mengenai sebab kejahatan, sejarah peradaban manusia mencatat adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori-teori dalam kriminologi, yaitu (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 19): 1). Spiritualisme “Penjelasan spiritualisme memfokuskan perhatiannya pada perbedaan antara kebaikan yang dating dari Tuhan atau Dewa dan keburukan dari setan. Seseorang yang telah melakukan kejahatan dipandang sebagai orang yang telah terkena bujukan setan” (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 19). Para tokoh aliran ini mendiskripsikan bahwa “tidak beragamanya seseorang
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengakibatkan kejahatan artinya, menjadi jahat karena tidak atau kurangnya beragama” (Ismail Rumadan, 2007: 116). 2). Naturalisme Dibagi menjadi tiga Mahzab atau aliran, yaitu: a) Aliran Klasik Dasar aliran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas. Dengan kata lain manusia dalam perilaku dipandu oleh dua hal, yaitu penderitaan dan kesenangan yang menjadi resiko dari tindakan yang dilakukannya. Dalam hal ini hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya, bukan kesalahannya. (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 21). b) Aliran Neo Klasik Aliran neo klasik pada dasarnya berkebalikan dengan aliran klasik. Pemberlakuan secara kaku Code Penal Prancis terhadap pelaku kejahatan di bawah umur, dimana tidak adanya suatu pembedaan pemberian hukuman terhadapnya, dinilai suatu ketidakadilan. Aspek mental dan kesalahan seseorang tidak diperhitungkan oleh Code Penal Prancis tersebut (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 22). c) Aliran Positivis Secara garis besar aliran positifis dibagi menjadi dua pandangan, yaitu: 1. Determinisme Biologis “Bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada faktor biologis yang ada di dalam dirinya” (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 23). Tokoh Cessare Lombrosso, pengaruhnya yang diberikan kepada peradilan pidana ada dua, yaitu: pengaruh positif karena memberikan sumbangan pendapat mengenai psikiatri kriminal di Perancis dan memberi bantuan untuk mempertahankan pengertian sebab-sebab
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
patologi kejahatan dan karena karyanya maka pribadi si penjahat oleh hakim makin lama makin dijadikan pusat perhatian. Sedangkan pusat negatifnya adalah menghalangi kemajuan kriminologi karena ada sugesti bahwa penyakit dipandang dari sudut biologi adalah makhluk abnormal (Ismail Rumadan, 2007: 111). 2. Determinisme Cultural “Aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh sosial, budaya dari lingkungan dimana seseorang itu hidup” (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002: 23). Berikut tokoh-tokoh yang memberikan pendapatnya: a) G. Tarde (1843-1904) “Kejahatan bukanlah suatu gejala antropologis, namun merupakan sosiologis. Orang berbuat jahat karena ada sifat peniruan. Banyak orang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya sangat mengikuti keadaan lingkungannya, dimana mereka hidup” (Ismail Rumadan, 2007: 114). b) A. Lacassagne (1843 -1924) “Yang terpenting dalam masalah sebagai kejahatan adalah keadaan sosial sekeliling kita” (Ismail Rumadan, 2007: 113). 3) Mahzab Lingkungan Ekonomi a. F. Turati (1857- 1932) “Tidak hanya kekurangan dan kesengsaraan saja yang membuat seseorang berbuat jahat, tetapi juga nafsu ingin memiliki, merupakan satu dorongan untuk melakukan kejahatan ekonomi. Sedangkan keadaan tempat tinggal yang buruk, merosotkan moralitas seksual dan mengakibatkan kejahatan kesusilaan (Ismail Rumadan, 2007: 114). b. N. Colayani (1748-1921)
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“Ada hubungan amtara sistem ekonomi dengan faktorfaktor umum dalam kejahatan” (Ismail Rumadan, 2007: 114). Berikut unsur-unsur yang turut menyebabkan kejahatan: a. Kesengsaraan akibat dari keadaan ekonomi, b. Keterlantaran dan pengangguran anak-anak dan pemuda karena keadaan lingkungan, c. Kurang peradaban dan pengetahuan serta kurangnya daya menahan diri, d. Perang, e. Alkoholisme, f. Demorilisasi seksual akibat dari pengaruh lingkungan pendidikan sewaktu masih muda, misalnya kurang baik lingkungan pemukimannya, g. Nafsu yang tidak bisa dikontrol dari mereka yang tidak berupaya, terhadap kekayaan yang dipertontonkan di sekelilingnya. 4) Mahzab Bio-Sosiologis Enrico Ferry berpendapat bahwa “tiap-tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu dan lingkungan (masyarakat dan fisik)” (Ismail Rumadan, 2007: 115).
d. Teori Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Menurut Barda Nawawi, kebijakan penanggulangan kejahatan (politik criminal) dilakukan dengan menggunakan “sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana (penal policy) khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/aplikatif (penegakaan hukum pidana in concreto) harus mengarah pada tercapainya tujuan dan kebijakan sosial itu, yang berupa social walfare dan social-defence” (Barda Nawawi, 2001: 75). commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sarana Penal merupakan penal policy atau penal- law enforcement policy yang fungsionalisasi/opresionalisasinya melalui beberapa tahap yaitu: 1) formulasi (kebijakan legilatif); 2) aplikasi (kebijakan yudikatif); 3) eksekusi (kebijakan eksekutif/administrative). Dengan adanya tahap formulasi, maka upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak hukum, namun juga tugas aparat pembuat hukum (aparat legislatif). Bahkan kebijakan legilatif merupakan tahap paling strategis dari upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi (penerapan hukum) dan eksekusi (pelaksanaan putusan hakim) dapat terhambat apabila jika terjadi kesalahan/kelemahan kebijakan legislatif. Hal ini dikarenakan kelemahan kebijakan tersebut merupakan kesalahan strategi (Barda Nawawi, 2001: 76). Strategi dasar/pokok penanggulangan kejahatan ialah dengan meniadakan faktor-faktor penyebab/kondisi yang menimbulkan terjadinya suatu tindak kejahatan. Sedangkan pencegahan kejahatan dan peradilan pidana harus ditempuh dengan kebijakan integral/sistemik (Barda Nawawi, 2001: 77). Pengertian kebijakan integral/sistemik mengandung beberapa aspek, antara lain: 1) Ada keterpaduan antara kebijakan penanggulangan kejahatan dengan keseluruhan kebijakan pembangunan sistem
POLEKSOSBUD
(Politik,
Ekonomi,
Sosial,
Budaya). 2) Ada keterpaduan antara penyembuhan/pengobatan simptomatik dan penyembuhan/pengobatan kuasatif . 3) Ada keterpaduan antara saran penal dan non-penal. 4)
Ada
keterpaduan
antara
sarana
formal
dan
informal/tradisonal (keterpaduan antara legal system dan extra-legal system). 5) Ada keterpaduan antara pendekatan kebijakan (policy oriented approach) dan pendekatan nilai (value approach) commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6)
Ada
keterpaduan
responsibility”
antara
dengan
“individual/ “structural/
personal functional
responsibility“ 7)
Ada keterpaduan antara “treatment of offenders“
(dengan tindakan pidana) dan “treatment of society“, seluruh masyarakat harus dibangun sedemikian rupa agar sehat dari faktor-faktor kriminogen. 8)
Ada keterpaduan antara “treatment of offenders“,
“treatment of society“,
dan “treatment of the victim”.
(Barda Nawawi, 2001: 78). Selain itu “sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan di perlukan pembenahan dan peningkatan kualitas aparat penegak hukum dan kualitas institusi dan sistem manajemen organisasi /manajemen data” (Barda Nawawi, 2001: 80-81).
2. Tinjuan Aksi Kekerasan a. Pengertian Pengertian kata “aksi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu tindakan balasan, sedangkan arti kata “ Kekerasan “ adalah perbuatan seseorang ataupun kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya seseorang atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain (http://bahasa. kemdiknas. go. id,
19 April 2012
pukul 15. 30). Sehingga aksi kekerasan adalah suatu tindakan pembalasan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
b. Pola-Pola Kekerasan Mengenai pola-pola kekerasan, Martin R. Haskell dan Lewis Yablonsky mengemukakan adanya empat kategori yang mencakup to user hampir semua pola-polacommit kekerasan (Ismail Rumadan, 2007: 28), yaitu:
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Kekerasan yang secara sosial memperoleh sanksi “Faktor penting dalam menganalisa kejahatan kekerasan adalah tingkat dukungan atau sanksi sosial terhadapnya” (Ismail Rumadan, 2007: 29). Misalnya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya yang sedang kecanduan narkoba akan memperoleh dukungan sosial. 2. Kekerasan Legal “Dapat berupa kekerasan yang didukung oleh hukum” (Ismail Rumadan, 2007: 28). Misalnya polisi yang sedang melaksanakan tugas untuk menertibkan mahasiswa yang sedang demo. 3. Kekerasan yang tidak berperasaan (irrational violence) “Kekerasan jenis ini terjadi tanpa adanya provokasi terlebih dahulu , tanpa memperlihatkan motivasi tertentu dan pada umumnya korban tidak dikenal oleh pelakunya” (Ismail Rumadan, 2007: 29). 4. Kekerasan Sosial “Beberapa tindakan kekerasan yang tidak legal akan tetapi tidak ada sanksi adalah kejahatan yang dipandang rasional dalam konteks kejahatan” (Ismail Rumadan, 2007: 29). c. Bangunan Analisa Untuk Memahami Kejahatan Kekerasan dalam Masyarakat Menurut pendapat Tylor, dkk yang berpendapat, pendekatan baru dalam usaha penelitian dan pemahaman ilmiah terhadap kejahatan memerlukan pengungkapan atas: a) Akar yang lebih luas dari kejahatan. Kejahatan dijelaskan dengan melihat kondisi-kondisi structural yang ada dalam masyarakat dan menempatkannya dalam konteks ketidak merataan dan ketidak adilan serta kaitannya dengan perubahanperubahan ekonomi dan politik dalam masyarakat. b) Faktor-faktor pencetus langsung dari kejahatan, sebagai akibat tanggapan, reaksi dan perwujudan tuntutan-tuntutan struktural commit to userdipilih sebagai cara pemecahan dan secara sadar kejahatan
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masalah-masalah eksistensi dalam masyarakat yang penuh kontradiksi. c) Reaksi sosial yang dilakukan oleh orang-orang lain, kelompokkelompok atau alat-alat pengendalian sosial terhadap kejahatan dengan melihat bentuk, sifat dan luasnya reaksi sosial d) Akar yang lebih luas dari pada reaksi sosial, oleh karena pada dasarnya reaksi sosial bersumber pada prakarsa politisi yang terikat pada struktural ekonomi dan politik. e) Dinamika sosial yang melatarbelakangi tindakan-tindakan, yakni hubungan antara keyakinan dengan tindakan. f) Reaksi pelaku atas penolakan atau stigmatisasi terhadapnya, apakah reaksi itu dihayati atau ditolak, menyerahkan atau tidak dalam hubungannya dengan akibat reaksi sosial atas tindakantindakan pelaku kejahatan selanjutnya (Ismail Rumadan, 2007: 30-31).
d. Akar Kejahatan Kekerasan Dalam bukunya yang berjudul “Kriminologi Studi tentang Sebabsebab Kejahatan”, Ismail Rumadan menuliskan bebrapa penelitian menunjukan bahwa anggota-anggota lapisan sosial bawah, dengan “depriviasi relative“ serta meningkatkan harapan-harapan telah menumbuhkan ketidaksabaran atas mobilitas sosial mereka dan pada gilirannya melenyapkan keragua-raguan untuk menggunakan saransarana kekerasan seperti perampokan. Namun, pada teori-teori demikian
mengabaikan
konteks
struktural
kejahatan-kejahatan
kekerasan, juga terlampau menyederhanakan persoalan, apalagi yang dilakukan lapisan bawah yang dalam hal-hal tertentu mungkin lebih berdasarkan keberangan moral dan berdasarkan rasa keadilan (Ismail Rumadan, 2007: 31). commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id
Faktor-faktor Pencetus Langsung dan Dinamika Sosial
Kejahatan Kekerasan “Ketakutan di masyarakat atas kejahatan kekerasan seringkali dicerminkan
dalam
suatu
sikap
mengampuni
korban
dalam
kejahatannya” (Ismail Rumadan, 2007: 35). “Hubungan-hubungan sosial korban dalam kejahatan-kejahatan kekerasan, terutama dalam pembunuhan
yang
memperlihatkan
tingginya
angka
victim
precipitated criminal homicide, yang menunjukan bahwa korban dipandang sebagian dari integral dalam situasi-situasi terjadinya kejahatan kekerasan tertentu” (Ismail Rumadan, 2007: 37). “Tentang faktor-faktor pencetus serta dinamika sosial yang melatarbelakangi kejahatan kekerasan, maka selain faktor-faktor yang mencakup victim precipitated criminal homicide yang mencakup pula sikap-sikap serta motif dan pola-pola kepribadian penjahat serta faktor-faktor situasional yang berpengaruh pada kriminalitas” (Ismail Rumadan, 2007: 38). 3. Tinjauan Suporter Pengertian mengenai suporter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang memberikan dukungan, sokongan (http: // bahasa. kemdiknas. go. id /kbbi / index. php, 20 Juni 2012 pukul 06. 05 WIB). Pendukung sepakbola atau yang sering dikenal sebagai suporter sangatlah mempunyai peran penting dalam kemenangan sebuah tim yang didukung saat pertandingan berlangsung, dan para suporter bisa menjatuhkan mental sebuah tim yang saat bertanding. Menurut Aji Wibowo, pada hakekatnya penonton atau peminat sepakbola dibagi menjadi dua, yaitu: “penonton (audience) yang hanya menonton sepakbola saja dan suporter yakni sekelompok orang yang mengambil peran yang tidak hanya penonton (audience), tetapi juga sebagai penampil (performer). Maksudnya suporter membedakan identitas dengan to user penonton lain saat beradacommit di dalam pertunjukan, mereka lebih kreatif,
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atraktif dan lebih kompak dalam mendukung tim kesayangannya” (Anung Handoko, 2008: 35). Sehingga suporter mempunyai sifat yang lebih fanatik dan agresif saat mendukung timnya saat bertanding. “Sejarah suporter modern sendiri diawali dengan perkembangan sepakbola modern abad ke-19, tepatnya yang didirikan Football Association (FA) pada tahun 1983 (Anung Handoko, 2008: 35). Setelah itu berkembanglah kelompok sepakbola seperti di Italia dengan sebutan Ultras, di Norwegia disebut dengan Viking, dan lain sebagainya. Komunitas suporter ini didirikan secara terorganisir dan mempunyai tujuan yang jelas serta independen. Besarnya peranan suporter bagi suatu tim berbanding terbalik dengan akses negatif yang ditimbulkannya. Para pendukung tim sepakbola (suporter) mempunyai dua sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Suatu sisi negatif akan muncul apabila suporter melakukan suatu tindakan anarkisme atau perlakuan yang ekstrem. Suporter sepakbola dibentuk atas kesamaan dan tujuan yang sama, yaitu mendukung sebuah tim kesayangannya untuk melaju dan menunjukan keperkasaannya di tengah lapangan hijau untuk menang. Dulu suporter adalah orang-orang biasa yang tidak mempunyai sebuah landasan atau tidak terorganisir tetapi berkembangnya zaman, suporter bertambah banyak dan mempunyai landasan yang kuat serta terorganisir yang sekarang menjadi luas dalam masyarakat. Penonton sepakbola dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yakni sebagai berikut (http://arsyans. blogspot. com/2011/11/kategori-penontonsepak-bola. 22 Januari 2013): 1. Hooligan Hooligan adalah fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanding. Hooligan merupakan stereotif suporter sepakbola dari Inggris, namun akhir-akhir ini menjadi fenomena dunia termasuk negara Indonesia sendiri. Sebagian besar dari hooligan adalah para backpacker yang commit tosebuah user perjalanan. Tidak sedikit dari berpengalaman dalam melakukan
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mereka yang sering keluar-masuk penjara karena sering terlibat dalam sebuah bentrokan. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim pujaannya agar tidak terdeksi kehadiran mereka oleh pihak aparat. Meski demikian, keunggulan dari hooligan ini mereka paling anti menggunakan senjata dalam melakukan sebuah duel, karena menurut mereka itu hanyalah sebuah cara yang dilakukan oleh sekelompok banci. 2. Ultras Ultras diambil dari bahasa latin yang mengandung artian 'di luar kebiasaan'.
Kalangan
ultras
tidak
pernah
berhenti
menyanyi
mendengungkan yel-yel lagu kebangsaan tim mereka selama pertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang pertandingan berlangsung (karena negara-negara yang terkenal dengan ultras-nya, seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Selain itu pun para ultras paling senang menyalakan kembang api atau petasan di dalam stadion karena hal itu didorong untuk mencari perhatian, bahwa mereka hadir di dalam kerumunan manusia di dalam stadion. Karakter mereka cenderung tempramental, tidak jauh seperti hooliga. Jika timnya kalah bertanding atau diremehkan pihak musuh. Namun perbedaan mereka dengan hooligan terletak pada tujuan kehadiran mereka di stadion. Tujuan utama kehadiran mereka adalah untuk mendukung tim, bukan untuk menunjukan kekuatan lewat adu fisik. Anggota ultras biasanya merupakan anggota yang setia dan loyal terhadap tim yang mereka bela. 3. The VIP Bagi mereka, yang penting bukan menonton sepakbola, melainkan supaya ditontong penonton lain. Sebagian besar penonton ini adalah kaum selebritas yang hadir di antara kerumunan orang selain itu pun mereka para pebisnis tingkat tinggi yang menyaksikan pertandingan di kotak VIP (skyboxes) demi sebuah gengsi untuk sebuah pencitraan diri. Mereka tidak perduli dengan hasil pertandingan, kecuali itu akan mempengaruhi bisnis commit to user yang digelutinya.
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Daddy/Mommy Mereka adalah orang-orang yang suka membawa anggota keluarga ke dalam stadion. Bagi mereka menonton pertandingan sepakbola dalam sebuah stadion merupakan sebuah hiburan rekreasi keluarga. Oleh karena itu, biasanya tipe ini hadir ke stadion ketika tiket pertandingan tidak terlalu mahal seperti pada babak-babak penyisihan. Sebagian besar para Daddy/Mommy ini adalah karyawan yang bekerja secara profesional yang gemar terhadap sepakbola namun tidak terlalu fanatik. Letak duduk mereka di stadion pun biasanya jauh dari para hooligan dan ultras. 5. Christmas Tree Christmas tree/pohon natal karena sekujur tubuh mereka dibenuhi berbagai atribut klub, mulai dari pin, badge, scraft, jersey, kupluk, topi, corat-coret wajah, beraneka ragam wig, sampai tato yang menghiasi tubuh mereka. Berbeda dengan ultras dan hooligan yang selalu laki-laki, christmas tree bisa laki-laki maupun perempuan, tampil sendiri-sendiri maupun berkelompok. Mereka tak hanya menonton sepakbola, tetapi juga berusaha menunjukan identitas negara atau kelompok mereka. Mereka biasanya duduk berkelompok di areal yang jauh dari hooligan dan ultras. 6. The Expert Sebagian besar adalah para pensiunan yang telah berumur. Meraka tak sayang menggunakan uang pensiunannya untuk bertaruh. Tak heran wajah mereka selalu bertaruh. Tak jarang pula mereka meneguk berbotol-botol minuman karena saking tegangnya. Namun 'para ahli' pertaruhan ini biasanya hanya tertarik pada pertandingan sekelas World Cup dan UEFA Cup, bukan pada pertandingan liga. Letak duduk mereka biasanya selalu dekat gawang untuk memudahkan mereka berteriak bak seorang pelatih. 7. Couch Potato Mungkin inilah kelompok terbesar dari fans sepakbola. Mereka ini tipe penonton yang tidak hadir langsung ke stadion namun melalui pesawat TV di rumah. Tipe ini berasumsi bahwa menonton melalui TV lebih nyaman user pertandingan yang belum tentu daripada membuang uangcommit untuk to sebuah
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagus. Akan tetapi jangan salah, meskipun hanya menonton di depan TV, mereka juga berdandan seolah-olah berada di dalam lapangan. Kaos tim, bendera dan segera macam atribut lainnya. Perkembangan
suporter
di
Indonesia
hampir
sama
dengan
perkembangan sepakbola di negara lain. Berawal dari penonton yang tidak mempunyai ikatan satu dengan yang lain, hingga menjadi kelompok yang terorganisir. Walaupun suporter Indonesia sudah ada sejak era Galatama dan perserikatan, tetapi munculnya suporter terorganisir dan kreatif dimulai pada kompetisi Liga Indonesia III tahun 1997/1998. Kemunculan suporter di Indonesia dipelopori oleh Aremania dan berkembang sampai sekarang 5 suporter terbesar. Semua berawal dari sekelompok kecil yang datang saat pertandingan
saja
tetapi
sekarang
berkembang
menjadi
suporter
terorganisasi dan berkembang pesat. Namun seiring berkembangnya waktu kreativitas itu hilang dan diganti sebuah pertunjukukan kekerasan di ajang persepakbolaan di Indonesia. Tercatat pada tahuin 2005 ada delapan kasus kerusuhan antar suporter sepakbola saat mendukung timnya (Anung Handoko, 2008: 64). Pergeseran ke arah negatif inilah yang harus ditindak lanjuti agar para suporter tidak menjadi anarki dan tidak brutal saat mendukung tim kesayangannya bertanding. Perilaku inilah yang membuat persepakbolaan di Indonesia semakin terpuruk dan tidak berkembang karena ulah suporter itu sendiri.
4. Tinjaun Anak a. Pengertian Anak menurut 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Dalam undang-undang yang terbaru, sudah ditentukan mengenai definisi anak-anak termasuk dalam objek hukum perlindungan anak. Hal ini diatur dengan jelas dalam undang-undang perlindungan anak, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 commit to user tentang Perlindungan Anak, yang dijelaskan secara jelas dalam pasal 1
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ayat 1 yang berbunyi “ Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. ” 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam undang-undang yang terbaru, sudah ditentukan mengenai definisi anak. Hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, di jelaskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berusia 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Kerangka Pemikiran
Rmsn I, Rmsn II
Suporter Anak dalam pertandingan Sepakbola
Tawuran/Bentrokan Antar Suporter
Terjadinya aksi kekerasan
Tinjuan kriminologis aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak
Penyelesaian Aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak
Keterangan: Kerangka berpikir ini digunakan penulis untuk menyusun skripsi ini adalah dengan menggambarkan terlebih dahulu mengenai aksi kekerasan yang dilakukan antar supporter, khususnya anak di bawah umur di Stadion Maguwoharjo, Sleman saat ada pertandingan sepakbola. Setelah itu penulis mengkaji aksi kekerasan suporter tersebut
secara kriminologis. Untuk
memperoleh data dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara yang dilakukan dengan Sekjen Pasoepati Solo, Sekjen BCS, Kasubag Produk Bagian Analisis Direktorat Reskrim Polda DIY, PSSI, serta dari para suporter Pasoepati. Kemudian penulis mengkaitkan keterangan dari narasumber tersebut dengan teoriteori kriminologi. Setelah itu dapat dilihat faktor-faktor kriminogen terjadinya kekerasan antar suporter di bawah umur. Kemudian penulis meneliti peran aparat commit to user Pasoepati, BCS dalam rangka Penegak Hukum dan PSSI, serta Suporter
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengatasiaksi kekerasan suporter sepakbola di wilayah Sleman, Yogyakarta sebagai upaya yang dilakukan oleh keduanya. Dari keterangan-keterangan tersebut maka akan diketahui kebijakan apa yang sudah dibuat atau dikeluarkan guna mengantisipasi atau mencegah aksi kekerasan antar suporter sepakbola bawah umur yang berada di wilyah Sleman, Yogyakarta.
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Kasus Posisi Tawuran antar suporter pecah saat Persis Solo bertandang ke markas PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, dalam lanjutan kompetisi Divisi Utama LPIS, Sabtu (21/4/2012). Pendukung Persis, Pasoepati terlibat tawuran dengan ribuan pendukung PSS Sleman. Di dalam stadion mereka terlibat saling lempar dengan benda keras dan di luar stadion sempat terjadi baku hantam antar suporter. Akibat insiden ini satu anggota Pasoepati dilaporkan mengalami luka berat dan harus dirawat di salah satu rumah sakit di kawasan Kalasan. “Kami mendapat laporan, satu Pasoepati kritis terkena benda tajam dan dirawat di rumah sakit di Kalasan,” kata juru bicara (Jubir) Pasoepati, Amir Tohari, Sabtu malam. Pasoepati sangat kecewa dan menyayangkan insiden tersebut. “Kami ke Sleman untuk menonton sepakbola bukan untuk berkelahi. Jadi kami memang tak siap untuk itu. Terus terang kami sangat kecewa dengan Panpel pertandingan dan pihak keamanan yang sangat-sangat tak siap mengatisipasi insiden tersebut”. Tanda-tanda sambutan tak ramah menurut Amir sudah muncul saat iringiringan Pasoepati memasuki Yogyakarta. Mereka mulai mendapat teror dari sejumlah orang. Keributan akhirnya pecah saat laga dimulai. Saat memasuki turun minum, tepatnya menit ke-41, Pasoepati terlibat saling lempar dengan pendukung PSS. Tak diketahui secara pasti siapa yang memulai keributan tersebut. Semula, Pasoepati yang berada di tribun timur saling lempar dengan Slemania yang menduduki tribun selatan. Polisi kurang sigap mencegah aksi tersebut. Akibatnya, aksi saling lempar semakin meluas. Tak berselang lama, giliran Brigata Curva Sud (BCS) yang menduduki tribun utara terlibat aksi saling lempar dengan Pasoepati. Kali ini, Pasoepati terkepung di antara dua suporter Sleman. Sepanjang turun minum, aksi saling lempar masih berlangsung. Bahkan, di antara suporter itu ada commit to userdiri. Polisi sempat kewalahan yang membawa ketapel sebagai senjata
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menenangkan kedua suporter. Baik Pasoepati, Slemania ataupun BCS semula tak bersedia ditenangkan. Pada posisi itu, dirijen masing-masing suporter saling menyanyikan semangat kebersamaan dan persaudaraan antara Solo dan Sleman. Namun, upaya itu tak membawa hasil. Saat babak kedua akan dimulai, aksi lempar kedua suporter masih tak terelakkan.
Bahkan,
pemain
Persis
mendekati
tribun
Pasoepati
untuk
menenangkan suporter. Sepanjang babak kedua, suasana Stadion Maguwoharjo sangat mencekam. Perang suporter menyebabkan konsentrasi di tengah lapangan menjadi buyar. Hal ini diakui pelatih Persis, Junaidi. Meski tak dipungkiri, sejak menit-menit awal, anak asuhnya juga sangat emosional dan nyaris terlibat adu fisik dengan pemain lawan. Permainan memang menjurus kasar sejak laga dimulai. Saat laga usai, aparat keamanan langsung mengawal perjalanan pulang ribuan Pasoepati. Ini dilakukan agar tawuran antarsuporter tak berlanjut di luar stadion. Namun, anggota Pasoepati yang ingin pulang diteror BCS. Puluhan sepeda motor milik anggota Pasoepati yang dirusak anggota BCS. Sejumlah kendaraan Pasoepati yang sudah rusak ditinggalkan di Sleman dan dijaga aparat kepolisian. Dalam kondisi tersebut, Slemania berusaha melerai kebringasan BCS. Namun dalam kenyataannya, Slemania dan BCS juga terlibat aksi saling lempar di luar stadion. Polisi terpaksa memecah jalur keluar BCS dengan Slemania. Aksi saling lempar Pasoepati dengan pendukung Yogyakarta belum berakhir. Di perbatasan Klaten-Yogyakarta (Prambanan), ribuan Pasoepati yang hendak pulang ke Solo dengan mengendarai motor memperoleh lemparan batu dari orang yang usil. Kontan saja, hal ini membuat marah ribuan Pasoepati. Pendukung Persis ini membalas lemparan batu. Peristiwa ini membuat panik warga. Dari lemparan itu, terdapat kaca gerobak batagor di pinggir jalan (di kawasan Kalasan) pecah. Selain itu, ada anggota Pasoepati yang mengalami rawat jalan di RSI Klaten (Gigih M. Hanafi, Harian Yogyakarta). commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. PEMBAHASAN
1. Tinjauan Kriminologis Terjadinya Kekerasan Antar Suporter Anak Seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab II tentang teori-teori kriminologi beserta pengertiannya dan sejarah perkembangan kriminologi. Mempelajari ilmu kriminologi berarti mempelajari mengenai kejahatan, sebab-sebab kejahatan, dan cara menanggulangi aksi kejahatan di dalam masyarakat. Dari penggolongan kriminologi murni dari pendapat Bonger, Sosiologi Kriminil merupakan penggolongan yang tepat untuk penelitian ini. Hal ini dikarenakan aksi kekerasan suporter sepakbola yang terjadi dalam kasus ini tergolong kejahatan sebagai gejala masyarakat.
Di
samping itu Bonger juga membagi kriminologi menjadi beberapa kriminologi terapan yang terdiri dari Higiene Kriminil, Politik Kriminil, Kriminalistik. Strategi dasar/pokok penanggulangan kejahatan dengan cara meniadakan atau menghilangkan faktor-faktor timbulnya aksi kejahatan. Usaha penanggulangan kejahatan tersebut adalah usaha yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian dan PSSI serta Panitia Penyelenggara Pertandingan baik secara represif, preventif, premetif. Sama halnya Higiene Kriminil pandangan Bonger, tindakan preventif ini ditujukan kepada upaya-upaya yang harus dilakukan oleh PSSI, Aparat Kepolisian dan Panitia Penyelenggara Pertandingan untuk mencegah aksi kekerasan antar suporter di Sleman, Yogyakarta yang melibatkan anak-anak di bawah umur. “Awal kerusuhan yang terjadi di Stadion Maguwoharjo antara Pasoepati dengan BCS pada tanggal 21 April 2012 adalah karena adanya aksi saling ejek antar kedua suporter yang telah terjadi sebelum pertandingan dimulai, baik dari pihak Pasoepati (Suporter PERSIS SOLO) dan BCS (Suporter PSS SLEMAN). Di lain sisi saat pertandingan dimulai kepemimpinan wasit yang tidak fair terhadap pertandingan tersebut dan commit user ribuan suporter Pasoepati marah menguntungkan pihak tuan rumah,tomaka
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan membikin suasana di dalam stadion semakin memanas” (wawancara dengan Dirigen BCS Harry Batak, 21 September 2012). Kemudian dari situlah memancing aksi tindakan kekerasan antar suporter yang kebanyakan menggunakan bongkahan batu berukuran besar dan senjatasenjata tajam yang dilakukan suporter BCS terhadap Pasoepati. Petugas Keamanan pun berupaya mereda aksi kekerasan anatar kedua suporter tersebut, akan tetapi suporter BCS semakin brutal menyerang suporter PASOEPATI yang tidak dipersenjatai atau tangan kosong, yang mengakibatkan dua suporter PASOEPATI mengalami luka serius di kepala dan dilarikan ke RSI Klaten serta terjadi pengerusakan fasilitas Stadion Maguwoharjo dan yang dilakukan oleh suporter BCS (wawancara dengan AKBP Beja WTP, S.H., M.H., selaku Kabag Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY tanggal 21 Januari 2013). Adanya sifat buruk yang ditampilkan suporter saat mendukung timnya saat bertanding dengan tindakan yang anarkis yang didasari dendam lama anatar suporter tersebut. Menurut keterangan dari Dirigen BCS, Harry Batak berpendapat, “Kerusuhan antar Pasoepati vs BCS adalah akibat dari belum dewasanya suporter, dan kami (BCS) juga tidak memiliki organisasi yang kuat atau berlandasan hukum, dari situlah kita (BCS) sulit mengkoordinasi seluruh anggota BCS saat di stadion” (wawancara dengan Dirigen
BCS Harry Batak, 21 September 2012).
Sedangkan dari pihak Pasoepati berpendapat, “Bahwa kerusuhan yang terjadi antara Pasoepati vs BCS bermula dari tingkah laku yang dilakukan suporter BCS terhadap Pasoepati dengan melemparkan bongkahan keramik yang terdapat di dalam Stadion Maguwoharjo” (wawancara dengan MenSos Pasoepati Badres, 25 September 2012). Dalam Kasus Kerusuhan Antar Suporter antara Pasoepati dengan BCS yang terjadi di Stadion Maguwoharjo tersebut kalau dilihat ada dua unsur yang mengakibatkan timbulnya suatu kejahatan atau kekerasan antar suporter di Stadion Maguwoharjo, adalah: commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Keterlantaran dan pengangguran anak-anak dan pemuda karena keadaan lingkungan, 2. Kurang peradaban dan pengetahuan serta kurangnya daya menahan diri Dari hasil wawancara yang dikemukakan MenSos Pasoepati Badres kerusuhan yang terjadi di Stadion Maguwoharjo terjadi karena keterlantaran dan banyaknya anak-anak muda yang belum punya kerjaan, sering terpengaruh dengan keadaan sekitar, serta pengetahuan tentang perilaku-perilaku kejahatan, dan daya untuk menahan diri/emosi saat terjadi kekerasan. Saat di dalam stadion menonton pertandingan sepakbola, atmosfer emosi jiwa para penonton akan ikut dalam situasi yang terjadi di tengah lapangan. Itupun sulit dihindari atau dihentikan baik dari pihak yang berwenang (kepolisian) ataupun dari Panpel pertandingan. “Kita sebagai suporter akan selalu mendukung tim kita walau kita harus mengeluarkan darah, kalau kita nonton sepakbola kita sering ikutikutan suporter yang lebih dewasa dari pada kita, apabila suporter dewasa berantem, kita pun juga sama, kita akan ikut berantem untuk melindungi anggota suporter kami“ (hasil wawancara dengan Yoga (14 tahun) Anggota Pasoepati Korwil Banjarsari, 30 September 2012). Adanya ciri anak-anak adalah ingin melakukan segala sesuatu yang baru dan ingin merasa lebih dewasa didalam keanggotaannya tersebut. Adapun ciri-ciri karakter anak yang nakal, sebagai berikut (Timothy Wibowo, www. pendidikankarakter. com, 1 Oktober 2012, pukul 13: 30): 1. Susah diatur dan susah diajak kerja sama, 2. Kurang terbuka pada orangtua, 3. Menanggapi negatif, 4. Menarik diri, 5. Menolak kenyataan, 6. Menjadi pelawak, Dari ciri-ciri anak nakal yang telah dikemukakan oleh Timothy, maka anak-anak yang ikut terlibat aksi kekerasan antar suporter di commit to user Maguwoharjo tersebut akibat dari kurangnya kesigapan dan ketegasan
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pihak kepolisian terhadap perilaku anak, aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak dikarenakan anak tidak bisa menahan diri, susah diatur dan diajak kerja sama untuk kebaikan. Seperti halnya Yoga, suporter
anak
dari
wilayah
Pasoepati
Korwil
Banjarsari
yang
mengemukakan bahwa dia senang dengan keadaan sekarang apabila berada dalam satu komunitas dengan orang dewasa, karena tidak ada perbedaan umur di antara mereka. Sejatinya banyak instrumen hukum dan dokumen internasional yang menjamin hak-hak anak ketika berhadapan dengan hukum. Itu karena anak memiliki karakteristik khusus di mana dari segi fisik dan mental masih dalam taraf perkembangan. Konvensi Hak Anak Tahun 1989 yang diratifikasi dengan Keppres No 36 Tahun 1990 menegaskan jaminan kemerdekaan anak dari unsur perampasan hak, perlakuan tidak manusiawi dan tindak sewenang-wenang. UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak juga mengakomodasi hak anak atas kesejahteraan, pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan. Namun tafsir hukum yang kaku dan latar belakang sosial-ekonomi anak yang menjadi korban belenggu ketidak
adilan
banyak
yang
luput
dari
sorotan
( http://www.jurnas.com/halaman/10/2012-02-21/199534 ) “Kita suporter selalu mengikuti dirijen saat berada dalam stadion, dan kita selalu nyaman dengan ikut suporter yang lebih besar (dewasa) karena kita dilindungi, kalau ada kerusuhan, kita akan ikut seperti orang besar (dewasa) lakukan” (wawancara dengan suporter BCS Teo Pakusadewo (9 Tahun), 21 September 2012). Jadi, di lapangan yang berperan penting adalah seorang dirijen suporter, walau suasana pertandingan tidak berjalan keras tetapi dirijen menyanyikan lagu-lagu yang membikin perpecahan maka suporter-suporter yang dibawahi juga akan ikut seperti halnya yang dilakukan seorang dirijen pemimpin suporter di lapangan. Dalam mendukung tim kesayangannya, para suporter tersebut commit to user yang tinggi mendukung timnya dengan berbagai atraksi dan fanatisme
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan tujuan menghancurkan lawannya. Kadang tidak segan-segan suporter melakukan tindakan yang anarkis bisa-bisa merusak fasilitas stadion. Jadi suporter anak melakukan dan ikut aksi kekerasan antar suporter diakibatkan kurangnya pengawasan dari orangtua, dan kurangnya pengetahuan serta akibat dari tindakan kekerasan antar suporter tersebut. Dalam hal ini penyebab yang melatar belakangi aksi kekerasan antar suporter khusunya yang melibatkan anak di bawah umur berasal dari suporter itu sendiri. Menurut AKBP Beja WTP, S.H., M.H., rasa solidaritas antar suporter yang tinggi merupakan salah satu faktor yang utama terjadinya aksi kekerasan antar suporter serta kurangnya rasa kedewasaan di dalam diri suporter saat menyaksikan tim kesayangannya bertanding. Dari rasa solidaritas yang tinggi dapat menimbulkan sikap yang fanatik kepada timnya saat bertanding di lapangan, tidak memandang timnya kalah atau menang (AKBP Beja WTP, S.H., M.H., selaku Kabag Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY tanggal 21 Januari 2013).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 23 TAHUN 2002 (23/2002) Tentang Perlindungan Anak , maka pada ketentuan umum Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa : anak adalah seseorang yang belum berusia 18 ( delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan sesuai Pasal 4 disebutkan, bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu bila mengacu pada UUD 1945 Pasal 34, maka Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. "Masa depan anak-anak itu perlu dipikirkan juga oleh Negara dan lingkungannya ( Andria, Kasus Pidana Anak di Kepri Meningkat, jurnas.com, batam, 22 Januari 2013 ) Yang dimaksud dengan rasa solidaritas tinggi adalah rasa solidaritas suporter kepada tim to kesayangannya dan antar suporter itu commit user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sendiri. Dalam kasus ini kerusuhan Pasoepati dengan BCS terlihat bahwa para supporter akan melindungi teman-temannya yang terkena atau ikut dalam konflik kerusuhan tersebut. Rasa solidaritas tersebut sudah masuk dalam jiwa individu suporter dan sulit dihilangkan dalam kepribadiannya. Wujud rasa solidaritas yang tinggi dalam suporter saat mendukung tim dapat mengakibatkan dua dampak, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Yang pertama, dampak positifnya apabila suporter mempunyai rasa solidaritas yang tinggi adalah saat mendukung tim kesayangannya bisa totalitas tanpa batas, serta bisa menciptakan suatu kreasi-kreasi antar suporter, sedangkan dampak negatifnya adalah apabila tim kesayangannya kalah atau suporter tidak mendapat kepuasan saat timnya bertanding maka suporter akan melakukan kekerasan yang menimbulkan berbagai kerusakan, baik kerusakan fasilitas olahraga, fasilitas umum dan yang terutama merusak diri sendiri. Apabila dampak negatif ini terjadi maka kemungkinan akan terjadi hal buruk kepada timnya, karena saat suporternya membikin ulah maka timnya juga akan merasa was-was dalam pertandingan tersebut (wawancara dengan Badres, MenSos Pasoepati, 15 Januari 2013). Selain itu, faktor usia yang ada di keanggotaan suporter yang sangat muda bahkan anak di bawah umur, itu pun bisa terhasut oleh suporter yang lebih dewasa untuk melakukan tindakan kekerasan. Sifat yang masih labil tersebut dapat memicu timbulnya aksi kekerasan dan sifat yang berkobar-kobar, dan sifat emosional yang tidak bisa dijaga juga akan mengakibatkan gesekan-gesekan antar suporter yang nantinya akan terjadi aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak di bawah umur (wawancara dengan Rahmad Hidayat, Staff PengProv DIY PSSI, 3 Desember 2012). Tidak hanya itu, “fasilitas yang tidak memadai di dalam stadion kadang juga bisa memicu aksi kekerasan di dalam stadion, contoh apabila suporter yang datang melebihi kuota di dalam stadion, otomatis para user suporter akan nekat untuk commit merusaktopintu-pintu yang di dalam stadion agar
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bisa masuk dan menyaksikan aksi pertandingan sepakbola. Dari situlah bisa terjadi gesekan-gesekan antar suporter yang mengakibatkan aksi kekerasan suporter”, tambah Rahmat Hidayat (wawancara dengan Rahmat Hidayat, staf Pengprov DIY PSSI, 3 Desember 2012). Dalam kode Etik FIFA yang tertuang dalam 10 golden rules (sumber: situs PSSI - http://yuamar. wordpress. com/2008/07/04/the-10golden-rules-of-fifa/ 22 September 2012, 09:05:45), menjelaskan beberapa aspek yang harus ditaati setiap tim dan supporter, yaitu: a. Main untuk menang, b. Bermain jujur dan adil, c. Menaati Peraturan Pertandingan, d.
Menghormati tim lawan, rekan satu tim, wasit, official, pengawas
pertandingan, dan penonton, e. Menerima kekalahan dengan jiwa besar, f. Aktif ikut mempromosikan sepakbola, g. Tolak suap dan korupsi, narkoba dan doping, rasisme, tindak kekerasan, dan hal-hal berbahaya lainnya yang dapat merusak sepakbola, h. Bantu orang lain untuk kuat terhadap godaan untuk melakukan korupsi, i. Umumkan siapapun yang merusak sepakbola, j. Memberikan penghargaan kepada insan sepakbola yang berhasil mempertahankan reputasi sepakbola. Dari data PSSI mengenai 10 peraturan tersebut, maka dan seharusnya suporter di Indonesia harus menaati peraturan tersebut. Peraturan yang ke-5 yang berbunyi “Menerima kekalahan dengan jiwa besar”, walau timnya kalah seharusnya dari pihak suporter pun harus menerima dengan lapang dada, bukan dilampiaskan dengan kekerasan yang bisa menimbulkan korban jiwa. Saling menghormati antar suporter adalah hal yang baik dan dibuktikan dengan aturan FIFA pada aturan yang ke-4 (empat). Dari rasa saling menghormati antar suporter dan tim, maka suatu gejala tindakan aksi kekerasan antar suporter, apalagi yang to user melibatkan anak di bawahcommit umur bisa dikurangi bahkan dihilangkan dalam
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
saat mendukung tim kesayangannya. Dengan adanya aksi-aksi yang positif dari berbagai tim dan suporter, maka akan terwujudnya suatu dinamikadinamika pandangan yang berbaur dengan kehidupan masyarakat dan membanggakan kemajuan tim Persepakbolaan Negara Indonesia.
2. Penyelesaian Kasus Kekerasan Suporter yang Melibatkan Anak a. Peran
Kepolisian
Dalam
Penyelesaian
Aksi
Kekerasan
Suporter Yang Melibatkan Anak Seperti dengan isi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintah Negara di bidang pemeliharaan keamanan
dan
ketertiban
masyarakat,
penegakan
hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayan kepada masyarakat “ (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002). Selain itu pihak kepolisian juga bertujuan untuk “mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan, ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat menjunjung tinggi hak asasi manusia” (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002). Dalam rangka untuk mewujudkan tujuantujuan tersebut, ada 3 (tiga) tugas pokok dari kepolisian, yaitu (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002): a)
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b)
Menegakkan hukum, dan
c)
Memberikan
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan di masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan
patrol terhadap kegiatan commit to user pemerintah sesuai kebutuhan;
43
masyarakat
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran
hukum
masyarakat
serta
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memlihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan masyarakat; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindakan pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelanggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium
forensik,
dan
psikologi
kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani sementara
kepentingan sebelum
warga
masyarakat
ditandatangani
oleh
untuk instansi
dan/atau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian, serta melaksanakan tugas lain sesuia dengan peraturan perundang-undangan. commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Pihak Kepolisian harus memiliki suatu kemampuan profesi yang di bina melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut. Kode etik profesi kepolisian dapat menjamin pedoman
bagi
pengemban
fungsi
kepolisian
dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Keberhasilan kepolisian dalam melaksanakan tugasnya mengenai
pemeliharaan
keamanan,
ketertiban
umum,
menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, serta melayani masyarakat. Oleh sebab itu, guna untuk mewujudkan sifat kepribadian tersebut, maka setiap anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya senantiasa terpanggil untuk melayani masyarakat yang tercermin dari setiap tingkah laku,
sehingga
terhindar
dari
perbuatan
tercela
dan
penyelewengan wewenang.
Kepolisian mengabaikan upaya diversi karena tidak ada ruang diskresi dalam materi hukum yang memberikan landasan kerja penyidikan. Jaksa berpedoman kepada KUHP dan KUHAP dengan dalih mematuhi prosedur. Karena tidak mengenal mediasi penal, hakim pun tidak memiliki pembenaran hukum untuk mengembalikan perkara anak, sehingga harus mengadili dan mempertimbangkan kasus ABH berdasarkan puncak kearifan. Begitu pula balai pemasyarakatan. Karena sistem hukum kita tidak memberikan kewenangan yang besar, hakim tidak bisa mempertimbangkan rekomendasi dari balai pemasyarakatan seperti halnya negara-negara lain, Australia dan Jepang. (Ahmad Nurullah, Achmad Fauzi .www.jurnas.com. Anak dalam Belenggu Hukum 10/2012-02-21/199534, Selasa, 5/01/2013) commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 3 Kode Etik Profesi Kepolisian RI, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugasnya harus memelihara keamanan dan ketertiban umum selalu menunjukan sikap dengan: a. Meletakkan kepentingan Negara, Bangsa, masyarakat dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadinya, b. Tidak menuntut perlakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan terhadap semua warga Negara dan Masyarakat, c. Menjaga fasilitas umum dan hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas. Upaya-upaya
Kepolisian
dalam
menanggulangi
aksi
kekerasan suporter yang melibatkan anak di bawah umur saat kerusuhan suporter berlangsung, antara lain: a) Upaya Represif Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia,
tugas pokok kepolisian dalam hal penegakan
hukum di Indonesia, aparat kepolisian berpedoman pada KUHP dan KUHAP. Bila dilihat dari pandangan hukum pidana maka aksi kekerasan tersebut bisa ditindak dan dapat dikenai sanksi pidana. Dalam hal ini pihak kepolisian lah yang berwenang untuk mengusut, memroses, dan menegakkan hukum pidana. Aturan pidana yang dapat dikenakan kepada tersangka
aksi kekerasan commitlain: to user sepakbola, antara
46
yang
dilakukan
suporter
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(1) Pasal 170 KUHP: Kejahatan pada ketertiban umum. (2) Pasal 187 KUHP: Kejahatan membahayakan ketertiban umum bagi orang atau barang. (3) Pasal 351 KUHP: Penganiayaan (4) Pasal 352 KUHP: Penganiayaan Ringan (5) Pasal 354 KUHP: Penganiayaan Berat (6) Pasal 406 jo 407 KUHP: Menghancurkan dan merusak barang milik orang lain (7) Pasal 408 jo 409 KUHP: Menghancurkan bangunan sarana dan keperluan umum Dalam Peristiwa ini di ancam hukuman dalam Pasal 406 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 1. Dengan
sengaja
dan
dengan
melawan
hokum
membinasakan, merusak, mebuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain; 2. Dengan
sengaja
dan
dengan
melawan
hokum
membunuh, merusak, membuat sehingga tidak dapat dipergunakan lagi atau menghilangkan binatang yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain. ( Winarno Budyatmojo, 2009 : 111 ) Berkaitan tentang kasus kerusuhan yang terjadi di Stadion Maguwoharjo, Sleman dan banyak anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam aksi kerusuhan dan kekerasan tersebut, antara PASOEPATI dengan BCS. Upaya Represif yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian terhadap perbuatan pidana atas dampak dari aksi kekerasan antar suporter sepakbola, seperti: 1. Perusakan fasilitas di stadion, commit to user 2. Perkelahian,
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Penganiayaan, 4. Perusakan barang milik orang lain, Dari aksi-aksi ini kepolisian bisa melakukan langkah-langkah penyelidikan dan penyidikan dalam rangka proses penegakan hukum, yaitu dengan cara melakukan proses penyidikan terhadap tersangka yang terlibat dalam aksi kekerasan tersebut sampai dikirim ke Jaksa Penuntut Umum guna memroses hukum selanjutnya. (AKBP Beja WTP,
S.H.,
M.H., selaku Kabag Bin
Opsnal Ditreskrium Polda DIY, 22 Januari 2013). “Namun dalam kenyataannya di lapangan mereka (Kepolisian) banyak mengalami kesulitan dalam mencari barang bukti dan menetapkan suporter yang terlibat menjadi
tersangka”,
tambah
AKBP
Beja.
Hal
ini
dikarenakan jumlah suporter di antara kedua belah pihak (Pasoepati vs BCS) yang melebihi kemampuan kita (Kepolisian) dan semua itu tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh suporter untuk memperoleh kemenangan dalam beradu keberanian di tengah lapangan. Jadi Kami (Kepolisian) sulit untuk mendapatkan barang-barang bukti yang cukup untuk menjerat para suporter yang terlibat aksi kekerasan di Maguwoharjo (AKBP Beja WTP,
S.H.,
M.H., selaku Kabag Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY, 22 Januari 2013). Menurut keterangan yang diperoleh dari Kabag Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY, AKBP Beja WTP, S.H., M.H., kerusuhan yang terjadi di Stadion Maguwoharjo bukan semuanya kelalaian dari pihak kepolisian, aparat kepolisian sudah melaksanakan tugas sesuai prosedur dan pengamanan yang sesuai commit to user
48
aturan
Kepolisian
saat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengamankan Pertandingan antara Persis Solo dengan PSS Sleman di Maguwoharjo. Sebagaimana telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, dalam melaksanakan tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi saat pihak kepolisian bergerak dan mengamankan kerusuhan yang terjadi di dalam stadion, juga dapat perlawanan dari suporter BCS, kami ingin melerai di antara dua kubu suporter yang bertikai, jadi kami hanya bisa berdiam di tengah-tengah suporter yang bertikai, serta kami hanya meyerukan kedua suporter utuk menghentikan pertikaian, itu yang kami lakukan untuk langkah pertama dalam penanganan kerusuhan yang ada di dalam stadion. “Dalam kerusuhan tersebut di tangkap tangan dari pihak suporter Pasoepati ada yang membawa senjata tajam saat masuk di dalam stadion, maka kami proses sesuai dengan hukum yang berlaku” (AKBP Beja WTP, S.H., M.H., selaku Kabag Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY, 22 Januari 2013). b) Upaya Preventif Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Aparat kepolisian sebagai aparat Negara yang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri yang berfungsi di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum,
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, peran pemerintah
dan
aparat
kepolisian
dalam
menjamin
kestabilitas saat prasarana dan keolahragaan sekaligus commit to user menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penting. Karena suatu kekerasan apalagi kekerasan yang dilakukan para suporter sering membikin keresahan di dalam kegiatan masyarakat yang sedang beraktivitas dan merusak ketenangan suasana masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan dari pihak kepolisian dalam mengantisipasi aksi kekerasan antar suporter sepakbola yang melibatkan anak, adalah: (1)
Menyusun Rencana Pengamanan Dalam penyusunan rencana pengamanan kegiatan
sepakbola
juga
melibatkan
panitia
pelaksanaan
pertandingan dan instansi yang terkait (seperti Polisi Militer, Satpol PP) dan PSSI/KONI sehingga terjadi sinergi atau persatuan penanganan keamanan dalam kegiatan sepakbola (AKBP Beja WTP,
S.H., M.H., selaku Kabag
Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY, 22 Januari 2013). (2)
Pengamanan di dalam stadion saat pertandingan Bentuk tindakan preventif
yang lain berupa
pengamanan di dalam stadion. Langkah kepolisian sebelum pertandingan di mulai adalah dengan cara membuat rencana pengamanan yang melibatkan fungsi dari operasional kepolisian: a. Fungsi Samapta b. Fungsi Intelijen c. Fungsi Reskrim d. Fungsi Lalu Lintas e. Fungsi Bina Mitra Dalam
rencana
pengamanan
tersebut,
pihak
Kepolisian telah menentukan penempatan personil yang di tempatkan di lokasi
kegiatan
dalam
hal
ini
adalah
pertandingan sepakbola. Pengamanan ini dilakukan melalui to user Pertandingan (AKBP Beja WTP, koordinasi commit dengan Panpel
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
S.H., M.H., selaku Kabag Bin Opsnal Ditreskrium Polda DIY, 22 Januari 2013). (3)
Sosialisasi Sosialisasi yang dilakukan kepolisian terhadap
kelompok suporter dengan memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada kelompok suporter. Hal ini
dilakukan
dengan tujuan agar kelompok suporter mempunyai rasa kesadaran untuk mematuhi peraturan-peraturan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tindakan kekerasan yang dilakukan suporter juga akan menimbulkan dampak negatif untuk klubnya, dikarenakan klub akan terkena sanksi dari PSSI apabila kelompok suporter melakukan tindakan kekerasan atau kriminal. Pembinaan tersebut dilakukan oleh Biro Bina Mitra dan Kasat Bimas Polda DIY,
sedangkan
untuk
penanganan
hukum
akan
dilimpahkan ke Reserse Kriminal apabila terjadi tindak pidana. c) Upaya Preemtif Sebagai usaha preemtif, dari pihak kepolisian terkadang memberikan masukan secara psikologi kepada korp kepolisian dalam bertugas, khususnya saat terjadi kerusuhan massal dan dalam kasus ini adalah kerusuhan antar suporter sepakbola yang melibatkan anak di bawah umur yang terjadi di Stadion Maguwoharjo antara suporter PERSIS SOLO dengan PSS SLEMAN. Sarana psikologi tersebut telah dituangkan di Nota Dinas Nomor: B/ND147/II/2010/Ropers, yang isinya: (1).
Bahwa dalam setiap operasi Kepolisian tahap lat pra
ops kepada anggota kepolisian yang terlibat, selama ini telah diberikan ceramah/masukan secara psikologi massa commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai sebagai bekal anggota sehingga dalam pelaksanaan tugas dilapangan dapat bersikap dan bertindak professional; (2).
Bahwa apabila terjadi tindakan atau perilaku
menyimpang dari masyarakat, bukanlah semata-mata akibat dari kesalahan petugas atau aparat di lapangan, melainkan adanya saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya; (3).
Bahwa kepada masyarakat, penonton/supporter
dapat memberikan tindakan preventif untuk meminimalkan arogansinya
masing-masing,
dengan
tidak
menggunakan atribut tertentu, tempat
duduk
antar
suporter
atau
sesudah
diperdengarkan
semacam
dipisahkan,
dan
kegiatan/pertandingan
dapat
musik yang
misalnya
sebelum
dapat membuat suasana tenang di antara
kedua belah pihak. b. Peran yang dilakukan Pihak PSSI terkait kerusuhan antar suporter yang melibatkan anak PSSI sebagai pemegang otoritas persepakbolaan tertinggi di Indonesia
telah
membuat
kebijakan-kebijakan
untuk
menanggulangi tindakan kekerasan suporter, yaitu dengan adanya Peraturan Organisasi Nomor: 06/ PO-PSSI/ III/ 2008 tentang Kode Displin PSSI. Peraturan Organisasi tentang Kode Displin PSSI ini dibuat sebagai upaya peningkatan kualitas persepakbolaan nasional dengan manajemen modern berbisnis dan profesionalisme menjadi acuan di dalam penetapan standar kualitas yang harus dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan persepakbolaan nasional. Kode Disiplin PSSI ini berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sepakbola di Indonesia khususnya, tetapi tidak terbatas pada: a.
Seluruh pengurus PSSI baik tingkat Pusat maupun Daerah; commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengurus Klub; c. Klub; d. Official; e. Pemain; f. Perangkat pertandingan; g. Agen pertandingan dan agen pemain berlisensi; h. Setiap orang yang memiliki otoritas dari PSSI, khususnya yang terkait dengan pertandingan, kompetisi atau kegiatan lainnya yang diselenggarakan oleh PSSI; i. Penonton; j.Suporter (Pasal 3 Peraturan Organisasi Nomor 06/POPSSI/III/2008). Kode Disiplin PSSI mulai diberlakukan hanya pada perlanggaran disiplin yang terjadi berdasarkan fakta-fakta setelah Kode Disiplin PSSI ditetapkan. Kode Disiplin PSSI ini juga ditetapkan berlaku berdasarkan fakta-fakta yang telah terjadi sebelumnya untuk membantu atau lebih membantu proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan, terutama apabila Komisi Disiplin PSSI dan/atau Komisi Banding PSSI memutuskan berdasarkan fakta-fakta yang ada dan telah terjadi setelah kode Disiplin PSSI diberlakukan. Hukuman pelanggaran disiplin dijatuhkan apabila adanya suatu kesengajaan dan kelalaian dalam pelanggaran disiplin, tindakan percobaan pelanggaran disiplin, keterlibatan pelanggaran disiplin. Jenis-jenis pelanggaran disiplin dikelompokan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: 1. “Hukuman pelanggaran disiplin untuk orang, klub, official, dan perangkat
pertandingan
yang
terlibat
langsung
dalam
pertandingan” (Pasal 10 Peraturan Organisasi Nomor:
06/PO-
PSSI/III/2008), berupa: commit to pemberitahuan; user a. Sanksi peringatan dengan
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Sanksi teguran; c. Sanksi denda; dan atau d. Sanksi Pengembalian Penghargaan 2. “Hukuman pelanggaran bagi pemain dan atau offisisal yang terlibat langsung dalam pertandingan” (Pasal 11 Peraturan Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008), berupa: a. sanksi peringatan dengan kartu kuning; b. sanksi dikeluarkan dengan kartu merah dengan kartu merah; c. sanksi larangan bermain; d. sanksi memasuki ruang ganti dan cadangan; e. sanksi larangan memasuki stadion; f. sanksi larangan ikut serta dan terlibat dalam aktivitas sepakbola. 3. “Hukuman pelanggaran disiplin bagi klub” (Pasal 12 Peraturan Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008), berupa: a. Sanksi larangan melakukan transfer pemain; b. Sanksi larangan tanpa penonton; c. Sanksi bermain ditempat netral; d. Sanksi larangan bermain di stadion tertentu; e. Sanksi penghapusan hasil pertandingan ; f. Sanksi dikeluarkan dari kompetisi; g. Sanksi diwajibkan membayar denda; h. Sanksi pengurangan nilai; dan atau; i. Sanksi diturunkan ke divisi yang lebih rendah. Organisasi sepakbola yang menyelenggarakan pertandingan bertanggung jawab dan wajib untuk melakukan suatu tindakan dan upaya sebagai berikut: a. Memperhitungkan dan mengantisipasi tingkat bahaya yang akan terjadi dalam pertandingan tersebut dan commitkepada to user PSSI setiap hal yang beresiko memberitahukan
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tinggi
terhadap
ancaman
gangguan
keamanan
dan
ketertiban pertandingan yang mengakibatkan terganggunya keamanan tim, kenyamanan perangkat tim, kenyamanan perangkat pertandingan, penonton dan kenyamanan di dalam stadion saat pertandingan, atau di luar stadion, serta sesudah dan sebelum pertandingan di mulai; b. Memastikan bahwa pertandingan yang diselanggarakan sesuai dengan pada peraturan keamanan (regulasi PSSI, regulasi AFC, Regulasi FIFA, dan hukum nasional) dan segera mengambil suatu tindakan pencegahan sesuia dengan kondisi lingkungan sekitar lapangan sebelum, saat, dan sesudah pertandingan dimulai serta saat terjadi kerusuhan saat pertandingan berlangsung; c. Memastikan keamanan dan kenyamanan perangkat pertandingan, pemain, official, baik dari tim tuan rumah maupun tim tamu selama mereka berada di tempat pertandingan; d.
Menjamin
komunikasi
dan
koordinasi
dengan
pemerintah setempat dengan aktif dan efektif; e.
Memastikan bahwa hukum dan peraturan tetap di
tegakkan secara baik dan benar, baik di dalam dan di luar stadion maupun di sekitar stadion dan pertandinganpertandingan tersebut pun berjalan terorganisir dengan baik. (Pasal
73
Peraturan
Organisasi
Nomor:
06/PO-
PSSI/III/2008). Setiap
organisasi
sepakbola
yang
menyelenggarakan
pertandingan gagal memenuhi tanggung jawab dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan Pasal 73 kode disiplin PSSI dihukum berupa: a.
Sanksi denda sekurang-kurangnya Rp. 20.000.000,commit user (dua puluh juta to rupiah);
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Sanksi larangan memasuki stadion bagi suporter dan atau pendukung club tersebut sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan; c.
Sanksi bertanding tanpa dihadiri oleh penonton sekurang-kurangnya 1 (satu) kali pertandingan.
Hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 74 Peraturan Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008 Panitia pelaksanaan pertandingan dan klub tuan rumah harus bertanggung jawab atas suatu insiden yang mengakibatkan suatu pertandingan berhenti ataupun mengalami kerusuhan
yang
mengakibatkan antar suporter klub, dari hal tersebut maka suatu tim tuan rumah akan dikenakan sanksi dari PSSI dikarenakan suatu kelalaian dalam penanganan dan prosesdur pengamanan saat terjadinya suatu pertandingan maupun saat terjadinya kerusuhan antar klub sepakbola. Tim tamu (Tim sepakbola yang bertanding di markas lawan) dan pendukungnya juga akan diberi sanksi yang sama, apabila suatu tim atau pendukung tim tamu membuat suatu kerusuhan
maupun
tindakan
anarkisme
yang
membuat
pertandingan berhenti. Tim tamu harus bertanggung jawab sepenuhnya apabila suporternya melakukan tindakan anarkis ataupun rasis, tanpa kecuali tim tamu dan tim tuan rumah akan tetap mendapatkan saksi dari PSSI. Terhadap tim tuan rumah yang melakukan suatu tindakan anarkis atau kerusuhan maka akan mendaptkan hukum sesuai tanggung jawab dan kewajibannya berupa: a.
Sanksi denda sekarung-kurangnya Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah); dan;
b. Sanksi bertanding tanpa dihadiri penonton dengan jarak sekurang-kurangnya 100 km (seratus kilometer) dari commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kota klub tuan rumah itu sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) bulan. Sedangkan bagi suporter tim tamu yang melakukan suatu kerusuhan tersebut, maka akan mendapat hukuman berupa sanksi larangan memasuki stadion sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan, sama dengan hukuman tim tuan rumah. Sedangkan suporter klub yang melakukan tindakan kerusuhan, maka klub akan didenda sekurang-kurangnya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) (Pasal 75 ayat
(8) Peraturan Organisasi Nomor:
06/PO-
PSSI/III/2008). Usaha-usaha PSSI dalam menyelesaikan aksi kekerasan antar suporter yang melibatkan anak di bawah umur saat terjadinya kerusuhan, antara lain: a) Upaya Represif Dalam pertandingan sepakbola yang diselenggarakan oleh PSSI merupakan suatu wadah yang mempunyai suatu prestasi tertinggi di kancah Indonesia dan memberikan peringatan dan sanksi bagi tim atau suporter yang melanggar yang telah di atur dalam Peraturan Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008 tentang kode disiplin dan peraturan ini akan menjadi landasan PSSI bagi memberikan suatu peringatan maupun saknsi bagi tim atau suporter yang melakukan kerusuhan atau tindakan yang dapt merugikan pihak lain. Tindakan yang dilakukan oleh suporter BCS terhadap Pasoepati saat bertandang ke markas mereka (BCS) adalah bentuk tindakan yang anrkisme dan rasis serta tindakan tersebut juga merugikan pihak lain yang tidak iktu bertikai. Kerusuhan tersebut terjadi dikarenakan dari Pihak Panpel dan pihak Aparat Kepolisian kurang sigap menanggapi aksi kekerasan tersebut yang awalnya hanya terjadi sebagian kecil dan akibatnya merebet sampai di luar to user stadion. PSSI jugacommit akan mengeluarkan surat mengenai tindakan
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelanggaran tim tuan rumah dan suporternya akibat melakukan tindakan anarkisme (penganiayaan, perusakan fasilitas stadion, pembakaran) setelah PSSI mengkaji aksi kerusuhan tersebut. b) Upaya Preventif Dalam aksi kerusuhan yang dilakukan BCS dengan PASOEPATI maka, PSSI melakukan suatu kebijakan untuk menanggulangi aksi kerusuhan yang serupa dengan tindakan preventif (pencegahan). Kebijakan tersebut sebagai berikut: 1) Adanya peraturan organisasi mengenai rule of the game dalam
setiap
pertandingan
sepakbola
di
Indonesia.
Peraturan tersebut tertian dalam Peraturan Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008 tentang kode disiplin PSSI, tujuan dari kode disiplin tersebut adalah: a)
Mengatur
dan
pelanggaran
menjelaskan
disiplin
terhadap
jenis-jenis peraturan-
peraturan yang dibuat oleh PSSI; b) Menetapkan tindakan hukum berupa sanksi agar peraturan sanksi agar ditegakkan
sehingga
peraturan disiplin pertandingan
dan
kompetisi berjalan dengan lancar sesuai dengan The Law of the Game, berlangsung fair,
menghibur
dan
bermartabat
bagi
kehidupan; c)
Pengaturan
tentang
organisasi,
tugas,
kewenangan, fungsi, dan kewajiban badanbadan
yang
bertanggung
jawab
dalam
membuat dan mengambil keputusan atas pelanggaran disiplin; d)
Prosedur tata cara yang harus diikuti oleh badan-badan tersebut serta para pihak yang commit user pelanggaran disiplin (Pasal 1 terkaittodengan
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tujuan
Kode
Disiplin
PSSI
Peraturan
Organisasi Nomor: 06/PO-PSSI/III/2008 Dalam hubungannya antara subyek hukum yang diatur pada kode disiplin, memuat sanksi atas benturan-benturan
yang
dapat
terjadi
di
pertandingan sepakbola, antara lain: (a) Suporter dengan Suporter (b) Suporter dengan Tim/klub (c) Suporter dengan perangkat pertandingan Sanksi yang ditujukan kepada klub bisa berupa sanksi administratif, yang berupa: (a) Sanksi Peringatan dengan pemberitahuan (b) Sanksi Teguran (c) Sanksi teguran, dan/atau (d) Sanksi pengembalian penghargaan 2) Kebijakan-kebijakan dari PSSI yang lain untuk mengantisipasi aksi kekerasan antar suporter dengan menempatkan match steward. (Wawancara dengan Rahmad Hidayat tanggal 4 Desember 2012). Match Steward adalah petugas keamanan yang bertugas sebagai keamanan yang ditempatkan distadion untuk tugas dan kelancaran pertandingan dan personil tersebut adalah petugas sipil yang terlatih. Match Steward bertujuan untuk membantu mengamankan pertandingan di dalam stadion, tetapi semua keamanan berporos pada aparat kepolisian, klub yang sering menggunakan match steward adalah dari Pihak Pasoepati, Aremania dan the Jack (Wawancara dengan Rahmad Hidayat tanggal 3 Desember 2012). Adapun tugas dan wewenang match steward adalah: commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Mengawasi penonton yang menyaksikan pertandingan b) Menyaksikan di tribun penonton tetapi tidak boleh menghadap ke lapangan c) Tidak boleh meninggalkan pos jaga saat bertugas d) Segera berkoordinasi dengan personil, apabila terindikasi akan terjadi kerusuhan 3)
Usaha
Preventif
yang
ke
tiga
adalah
dengan
pendewasaan dan bimbingan kepada suporter mengenai aturan dan larangan-larangan saat pertandingan. Hal ini sangat di perlukan untuk mencegah terjadinya aksi kekerasan antar suporter, apalagi yang melibatkan anak-anak.
Usaha
mengadakan
ini
workshop,
dilakukan serta
dengan
cara
seminar-seminar
mengenai akibat-akibat kalau pendukung tim (suporter) melakukan aksi kekerasan, serta melakukan pembinaan secara psikolog yang mendidik dan mengarahkan menjadi suporter yang lebih baik dan perlindungan bagi korban kerusuhan anatr suporter khusunya anak (Wawancara dengan Rahmad Hidayad, 3 Desember 2012). 4) Usaha preventif yang ke empat adalah dengan mengadakan
pertemuan-pertemuan
antar
suporter
(Jambore Suporter). Tujuan diadakan Jambore Nasional Suporter adalah memberikan wadah bagi suporter untuk saling bertukar pikiran dan kreatifitas untuk memajuka persepakbolaan Tanah Air.
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
1. Dalam kajian kriminologis aksi kekerasan yang dilakukan suporter sepakbola di Maguwoharjo Sleman, faktor dari dalam suporter yang berupa masih mudanya usia/masih di bawah umur suporter dan fanatik kedaerahan yang dimiliki suporter sepakbola, sumber daya manusia yang ada di dalam lingkungan sepakbola, faktor sosial budaya dan yang terakhir adalah minimnya fasilitas yang ada di dalam stadion. Itu semua adalah faktor-faktor kriminogen untuk terjadinya kejahatan dan kekerasan yang dilakukan oleh suporter sepakbola khusunya yang melibatkan anak di bawah umur. 2. Peran aparat Kepolisian dan PSSI yang sudah dilakukan guna menanggulangi aksi kekerasan suporter di Maguwoharjo, Sleman (dalam Kasus Kerusuhan Suporter di Stadion Maguwoharjo, Sleman). Aparat Kepolisian melakukan suatu tindakan sesuai dengan tugas dan wewenang kepolisian yang telah di atur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002. Tetapi saat di lapangan saja yang tidak bisa menerapkan tugas dan wewenang atas aksi kekerasan yang dilakukan suporter BCS kepada PASOEPATI yang bukti-buktinya sulit di dapatkan dalam aksi kerusuhan tersebut. Tetapi dari pihak kepolisian berpendapat bahwa telah melakukan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UU Kepolisian. Sedangkan dari pihak PSSI pencegahan kekerasan tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Oraganisasi Nomor: 06/PO-PSSI/ III/2008 tentang Kode Disiplin PSSI tentang Kode Disiplin PSSI. Sedangkan kebijakan yang dibuat oleh dan dikeluarkan yaitu dengan memberikan sosialisasi kepada kelompok suporter, pendewasaan dan pemahaman aturan pertandingan, pengadaan acara yang bertujuan membangun komunikasi antar suporter nasional.
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Saran
1. Sebaiknya masyarakat/suporter sepakbola dapat menaati aturan-aturan yang telah di tentukan dari pihak yang berwenang dan menjaga rasa sportivitas antar suporter, serata dari pihak Pemerintah Pusat ataupun daerah juga harus memperhatikan fasilitas-fasilitas yang ada di stadion/fasilitas olahraga lainnya. 2. Sebaiknya dari Pihak PSSI selalu memberikan pengarahan dan seminar-seminar agar suporter mengerti apa arti sebuah pertandingan, dan pihak kepolisian harus cepat tanggap aksi. Khususnya aksi kekerasan antar suporter apalagi yang melibatkan anak di bawah umur, melatih anggotanya untuk tanggap aksi kekerasan saat menjalankan tugasnya sebsgai aparat kepolisian biar tidak terjadi kesalahan dalam prosedur.
commit to user
62