Tinjauan Kelelehan Otot Lengan Pada Proses Cetak Saring Di Studio Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar Oleh: Ida Bagus Ketut Trinawindu, S.Sn., M.Erg. Email:
[email protected] ABSTRAK Proses cetak saring pada praktek cetak mahasiswa di Lab Desain Komunikasi Visual, Institut Seni Indonesia Denpasar masih menggunakan cara manual, artinya dominan menggunakan tangan tanpa dibantu alat untuk meringankan pekerjaan seperti menaruh dan mengangkat screen pada saat pencetakan sehingga menyebabkan beban berlebihan pada kedua tangan dan menyebabkan kelelahan pada lengan lebih dini pada mahasiswa yang sedang praktek di studio cetak saring. Untuk membuat meja yang nyaman, sehat dan tidak menimbulkan suatu keluhan maka perlu adanya sebuah inovasi baru dalam merancang atau mendesain meja cetak saring yang mampu mengurangi keluhan muskuloskeletal dan dapat meningkatkan produktivitas mahasiswa. Untuk pekerjaan yang memerlukan penggunaan berat badan untuk menekan dalam melakukan pekerjaan, tinggi meja kerja adalah 15-40 cm dibawah tinggi siku. Praktek cetak saring yang dilakukan mahasiswa DKV cenderung menimbulkan kelelahan lengan karena posisi siku saat praktek tidak sesuai yaitu hanya 5 cm di atas meja, sedangkan yang dianjurkan untuk pekerjaan yang memerlukan penggunaan berat badan untuk menekan dalam melakukan pekerjaan, tinggi meja kerja adalah 15-40 cm dibawah tinggi siku. Kata Kunci: Kelelahan Lengan, Cetak Saring
ABSTRACTION Process screen printing at practice print student in Visual Communication Design Lab, Institute of the Art Indonesia Denpasar still use the way of manual, its dominant meaning use hand without assisted by appliance to lighten work like putting and lifting screen at the time of printing so that cause abundant burden at both hand and cause fatigue at arm more early at student which is practice in screen printing studio. Make balmy desk, healthy and do not generate a[n sigh hence needing the existence of a new innovation in designing or desk screen printing capable to lessen sigh of musculoskeletal and can improve student productivity. For work needing heavy usage of body to depress in work, high of workbench is 15-40 cm under is high of elbow. Practice print to filter which is conducted by student of Visual Communication Design tend to generate arm fatigue because inappropriate practice moment elbow position that is only 5 cm above desk, while suggested for work needing heavy usage of body to depress in conducting work, high of workbench is 15-40 cm under of elbow. Keyword: Tired of Arm, Screen Printing
1. PENDAHULUAN Usaha cetak saring merupakan usaha kecil yang tidak terlalu membutuhkan banyak peralatan dan modal besar. Usaha ini dapat dilakukan oleh siapa saja dengan modal yang relatif kecil. Walaupun kelihatan sederhana namun usaha ini dapat dikembangkan menjadi usaha yang besar, sebab keperluan hidup masyarakat yang dapat dikaitkan dengan usaha ini sangat luas dan beraneka. Di Jurusan Desain, Program Studi Desain Komunikasi Visual, ISI Denpasar diajarkan tehnik-tehnik dalam menghasilkan produk cetakan dari tahap pembuatan casa screen, membuat film negatif dan positif, sampai dengan proses cetak. Sebagai contoh mencetak diatas plastik, dapat digunakan untuk memberikan etiket pada bungkus-bungkus kacang, bumbu masak, kopi, kerupuk, kaos dan lain-lain. Mencetak tidak hanya diatas plastik namun juga dapat dilakukan diatas kain, kertas, plat seng, kulit binatang, dan juga kaca. Proses diatas diberikan pada kuliah Metode Reproduksi yang harus ditempuh oleh mahasiswa pada semester III. Rata-rata jumlah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini 50 orang setiap semesternya. Dalam proses cetak saring, meja cetak menempati urutan pertama yang harus PS DKV sediakan, sebab dari mulai gambar dirancang sampai proses pembuatan film dilakukan di meja ini dan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap film-film atau gambar-gambar, sebelum gambar dan film itu dipindahkan ke screen. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan meja ini adalah meja harus kokoh, yang biasanya dibuat dengan bahan-bahan yang bermutu tinggi seperti menggunakan kayu jati. Kemudian permukaan meja dibuat dengan menggunakan kaca dengan ketebalan 5 mm, dan diberikan penerangan dibawah lembaran kaca sebagai panduan dalam mencetak. Yang menjadi masalah dalam proses cetak saring ini adalah terjadinya kelelahan pada otot lengan bawah, lengan atas, pinggang serta bahu yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya daya tekan dan proses mengangkat bingkai screen yang terus menerus dilakukan pada saat proses pencetakan. Apabila hal ini terus menerus dilakukan maka akan menimbulkan kelelahan pada lengan yang dirasakan oleh mahasiswa PS DKV.
2. Materi dan Metode Materi
: Subyek pembahasan adalah mahasiswa Jurusan Desain, Program Studi Desain Komunikasi Visual, ISI Denpasar
Metode
: Kepustakaan
3. Hasil dan pembahasan 3.1 Tinjauan Ergonomi Dalam rangka memperoleh suatu cara, sikap, alat dan lingkungan kerja yang
sehat/aman
perlu
berpijak
kepada
kemampuan,
kebolehan
dan
keterbatasan manusia. Dengan tujuan yang ideal adalah mengatur pekerjaan tersebut berada dalam batas-batas di mana manusia bisa mentolerirnya, tanpa menimbulkan kelainan-kelainan (Manuaba,1998). Untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu adanya perhatian pada aspek-aspek: task, organisasi dan lingkungan, serta pengaruh-pengaruhnya
yang ditimbulkan terhadap tubuh.
Akibat pengaruh dari ketiga aspek tersebut, baik secara sendiri-sendiri atau bersamaan bukan tidak mungkin menimbulkan beban tambahan di luar beban dari pekerjaan yang sesungguhnya. Oleh karenanya, berkaitan dengan pengoperasian meja cetak saring perlu diperhatikan beban tambahan yang timbul, agar tercapainya suatu kerja yang aman, nyaman yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup mahasiswa . The Joy Institute (1998) mengungkapkan tujuan akhir dari ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Sedangkan Manuaba (1998), lebih terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain adalah: pekerjaan lebih cepat selesai; resiko pekerjaan lebih kecil; resiko penyakit akibat kerja kecil; kelelahan berkurang; rasa sakit berkurang /tidak ada. Untuk membuat meja yang nyaman, sehat dan tidak menimbulkan suatu keluhan maka perlu adanya sebuah inovasi baru dalam merancang atau mendesain meja cetak saring yang mampu mengurangi keluhan muskuloskeletal dan dapat meningkatkan produktivitas mahasiswa dalam praktek pada kuliah Metode Reproduksi dengan cara menambahkan alat pemberat yang dikaitkan pada screen dengan posisi menggantung kebawah sehingga tangan kiri tidak perlu lagi memegang/mengangkat bingkai screen pada saat proses mencetak dimana proses pengangkatan screen itu sendiri sudah dilakukan oleh alat pemberat yang dikaitan ke bingkai screen tadi. Dengan demikian kelelahan lengan dapat dikurangi. 3.2 Peralatan Kerja Meja kerja harus sesuai ukuran antropometri mahasiswa, jika meja terlalu tinggi maka bahu mahasiswa akan terangkat karena tangan harus menjangkau keatas
meja. Jika hal ini dilakukan terus menerus maka akan menyebabkan otot-otot lengan sakit. Sebaliknya jika meja kerja terlalu rendah maka mahasiswa akan membungkuk dan bisa menyebabkan sakit pada punggung dan leher. Tinggi meja kerja juga perlu memperhatikan berat ringannya suatu pekerjaan (Nala, 1990). Grandjean (1993) juga menyatakan bahwa meja kerja harus berdasarkan pada hal-hal sebagai berikut: a. Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka meja kerja dipertinggi 510 cm diatas tinggi siku. b. Untuk pekerjaan yang memerlukan penggunaan alat-alat genggam maka tinggi meja kerja berada diantara 5-10 cm dibawah tinggi siku. c. Untuk pekerjaan yang memerlukan penggunaan berat badan untuk menekan dalam melakukan pekerjaan, tinggi meja kerja adalah 15-40 cm dibawah tinggi siku. 3.3 Kelelahan Kelelahan akibat praktek cetak saring yang terlalu lama tegantung dari beban yang diterima, lingkungan
dan ketahanan dari tubuh dari masing-masing
mahasiswa. Kelelahan adalah hilangnya secara temporer kapasitas psychophysiology (receptor sensoris dan motoris dari organ) yang disebabkan oleh perangsangan secara terus menerus (Adiputra, 1998). Secara fisiologi ada dua kelelahan yaitu : 1. Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana otot mengalami kelelahan akibat ketegangan yang berlebihan, terlihat dari beberapa gejala tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot, penurunan tenaga, gerakan otot yang lebih lamban, penurunan tenaga, dan juga kordinasi otot menurun. Penyebab terjadinya kelelahan otot dimungkinkan karena sikap kerja statis tanpa adanya kesempatan untuk pemulihan yang cukup, sehingga aliran darah menuju otot terlambat, suplai oksigen dan glukose menurun, terjadi penumpukan sisa metabolisme dan akhirnya timbul kekakuan (nyeri/sakit) otot-otot tubuh (Guyton dan Hall, 1996; Suma’mur, 1995). 2. Kelelahan umum adalah suatu keadaan yang terlihat dari gejala perubahan psikologi berupa kelambanan aktivitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata, sehingga akan mempengaruhi kerja fisik maupun kerja mental (Grandjean, 1999; Sedarmayanti, 1996).
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Menurut Manuaba, (1993) manusia membutuhkan cairan untuk mempertahankan hidrasi normal. Air yang diperoleh dari makanan dan minuman secara tetap dikeluarkan oleh ginjal dan kelenjar keringat. Tubuh tidak pernah mengeluarkan air murni tetapi selalu bercampur dengan garam dan sisa produksi (urea dan sisa metabolisme). 3.4 Sikap kerja Secara mendasar sikap tubuh dalam keadaan tidak melakukan gerakan atau pekerjaan adalah sikap berdiri, berbaring, jongkok dan duduk. Sikap-sikap tubuh yang diaplikasikan dalam pekerjaan disebut sikap kerja (Pheasent, 1991) Sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh empat faktor (Bridger, 1995) yaitu a. Karakteristik fisik, seperti umur, jenis kelamin, ukuran antropometri,berat badan,
kesegaran
muskuloskeletal,
jasmani,
tajam
kemampuan
penglihatan,
gerakan
masalah
sendi,
sistem
kegemukan,
riwayat
penyakit dan lain-lain. b. Jenis keperluan tugas, seperti pekerjaan yang memerlukan ketelitian, memerlukan kekuatan tangan, giliran tugas, waktu istirahat dan lain-lain. c. Desain stasiun kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan kerja, kondisi permukaan atau bidang kerja, dan faktor-faktor lingkungan kerja. d. Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu dan vibrasi. Dari keempat faktor diatas muncul bermacam-macam sikap kerja seperti sikap kerja berdiri, sikap kerja duduk dikursi, sikap kerja duduk bersila dilantai, sikap kerja berbaring dan lain sebagainya. 3.5 Praktek Cetak Saring Mahasiswa Desain Komunikasi Visual. Peralatan kerja praktek cetak saring mahasiswa di Jurusan Desain, PS DKV ISI Denpasar menggunakan meja dengan ketinggian 75 cm. Saat mencetak screen diletakkan
di atas permukaan meja. Kursi yang digunakan dengan
ketinggian 45 cm. Dalam praktek cetak saring tenaga yang diperlukan cukup banyak karena harus menekan rakel di screen agar tinta mau keluar melalui poripori screen. Lamanya waktu yang diperlukan dalam praktek cetak saring ini adalah 3 jam. Ketinggian rata-rata siku mahasiswa pada posisi duduk adalah 70 cm. Jadi dengan demikian posisi siku saat mencetak berada 5 cm dibawah ketinggian meja. Jika posisi siku berada di bawah tinggi meja, hal tersebut tidak
sesuai dengan yang dianjurkan yaitu untuk pekerjaan yang memerlukan penggunaan berat badan untuk menekan dalam melakukan pekerjaan, tinggi meja kerja adalah 15-40 cm dibawah tinggi siku. Apabila hal tersebut dilakukan terus menerus dapat menimbulkan kelelahan lengan.
4. Penutup Praktek cetak saring yang dilakukan mahasiswa DKV cenderung menimbulkan kelelahan lengan karena posisi siku saat praktek tidak sesuai yaitu hanya 5 cm di bawah meja, sedangkan yang dianjurkan untuk pekerjaan yang memerlukan penggunaan berat badan untuk menekan dalam melakukan pekerjaan, tinggi meja kerja adalah 15-40 cm dibawah tinggi siku.
Daftar Pustaka: 1. Adiputra, N. 1998. Metodologi Ergonomi. Denpasar: Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja, Universitas Udayana. 2. Artayasa, N. 2000. Perbaikan desain Tempat duduk lampit menurunkan beban kerja dan keluhan muskuloskeletal petani di Dusun Semaja Antosari Tabanan Bali, (Tesis) Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar 3. Bridger, R.S. 1995 Introduction to Ergonomic. Singapore : McGrraw – Hill Inc. 4. Guyton, A.C. dan J.E Hall.1996. Medical Physiolagy. Pennsylvania : W.B. Saunders Copany. 5. Grandjean, E. 1988. Fitting The Task to The Man: A Textbook of Occupational Ergonomics. 4th. Edition. London: Taylor & Francis Ltd. 6. Manuaba, A. 1998b. Peranan ergonomi dalam mencegah kecelakaan pesawat terbang. (Makalah) Disampaikan dalam Simposium Kesehatan Penerbangan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 12 Desember 1998. Denpasar. 7. Nala, 1990. Penerapan Teknologi Tepat Guna di Pedesaan. Denpasar : Pusat Pengabdian Masyarakat. Universitas Udayana. 8. Sedarmayanti. 1996. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja, Suatu Tinjauan dari Aspek Ergonomi atau Kaitan antara Manusia dengan Lingkungan Kerja. Bandung, Mandar Maju. 9. Sritomo, W. 1995. Ergonomi Studi Gerak Dan Waktu. 10. Suyatno, S. 1985. Meningkatkan Produktivitas Dengan Ergonomi 11. Suma’mur, PK. 1995. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. 12. Tarwaka,dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja, Kesehatan Kerja Dan Produktivitas. 13. The Joyce Institute. 1998. Workplace Ergonomics. http//www.ergonomi\joyce_workergs.html 14. Pheasant, S. 1987. Ergonomics