TINJAUAN KEEFEKTIFAN SISTEM GEOSINTETIK DIANGKUR SEBAGAI METODA PERKUATAN LERENG MELALUI UJI LAPANGAN DAN UJI MODEL LABORATORIUM
TESIS MAGISTER
Oleh Abdurrachman H, 250 97 010
BIDANG KHUSUS GEOTEKNIK PROGRAM STUDI REKAYASA SIPIL PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000
ABSTRAK Kelongsoran lereng di Indonesia merupakan bencana yang cukup sering terjadi dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Berdasarkan pencatatan-pencatatan yang telah dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, frekuensi kelongsoran dan kerugian yang diakibatkannya meningkat dari tahun ke tahun. Secara alamiah, kecendenmgan lereng untuk bergerak ditahan oleh kekuatan geser tanah pembentuk lereng. Sedangkan untuk lereng yang tidak stabil dimana kekuatan geser tanah tidak dapat menahan pergerakan lereng, telah dikembangkan berbagai metoda stabilisasi lereng. Salah satu metoda stabilisasi lereng adalah Sistem Geosintetik Diangkur ( AGS) yang pertama kali diperkepalkan oleh Robert Koerner (1986). AGS dapat digunakan pada lereng alam maupun pada lereng buatan dengan cara menyelimuti lereng dengan geosintetik kemudian dilakukan pemancangan angkur sampai melewati bidang runtuh. Sebagai metoda baru untuk menstabilkan lereng, AGS perlu diteliti keefektifannya. Sehubungan dengan hal itu, penelitian yang dilakukan meliputi: uji lapangan untuk mengetahui keefektifan penggunaan AGS pada lereng alam, uji model laboratorium untuk mengetahui keefektifan penggunaan AGS pada lereng buatan, dan simulasi keruntuhan menggunakan Program Plaxis untuk mendapatkan pola keruntuhan pada lereng buatan yang diperkuat dengan AGS. Pada uji lapangan, hasil pencatatan alat-alat pemantau menunjukkan bahwa penggunaan AGS pada lereng alam yang tidak stabil dapat mengurangi pergerakan lereng yang terjadi di musim hujan sebanyak 60 % dari pergerakan lereng sebelumnya. Pada uji model laboratorium, pengujian menunjukkan bahwa pola keruntuhan yang terjadi mendekati bentuk logarithmic spiral yang melalui kaki lereng. Simulasi menggunakan Program Plaxis menghasilkan pola keruntuhan berbentuk logarithmic spiral yang mendekati hasil uji model laboratorium. Perbedaan letak bidang runtuh mengakibatkan perbedaan luas zona aktif, dimana luas zona aktif hasil simulasi Program Plaxis lebih besar antara 12% sampai dengan 22% dari luas zona aktif hasil uji model laboratorium.
ABSTRACT Landslide problems on soil slopes occur frequently in Indonesia and cause large amount of losses. Based upon available record from The Directorate of Environmental Geology, the occurrence and the losses caused by landslide increase from year to year. Naturally, down slope movement of a soil mass is retained by the shear strength of its forming material. For unstable slopes with low shear strength, several slope stabilization methods have been developed. One of the slope stabilization methods is The Anchored Geosynthetic System (AGS) proposed by Robert Koerner (1986). AGS can be used to stabilize either natural slopes or engineered slopes by covering the slope with geosynthetic followed by driving some ground anchors up to specified depth beyond the failure surface. As a new slope stabilization method, the effectiveness of AGS has to be examined. Accordingly, this study consists of: field test to observe the effectiveness of AGS application in natural slope, laboratory model test to observe the effectiveness of AGS application in embankment slope, and failure simulation using Plaxis Program to obtain the failure surface on embankment slope reinforced by AGS. In field test, monitoring results from the installed instruments indicate that the application of AGS is able to reduce the movement during rainy season up to 60 % of the movement before AGS installation. The laboratory model test result indicates that the shape of failure surface is logarithmic spiral passing the toe of the slope. The shape of the failure surfaces as indicated by the results of failure simulation using Plaxis Program are also logarithmic spiral that close to the shape of the failure surface indicated by the laboratory model test. Different location of the failure surface produces different area of the active zone, where the areas of active zone produced by Plaxis Program are larger range from 12 % to 22 % than the area of active zone produced by the laboratory model test.