TINJAUAN BERBAGAI ASPEK PAJAK PADA TRANSAKSI BERJANGKA JAKARTA
DI BURSA
Sem Paulus Silalahi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru – Pekanbaru 28293 ABSTRAK Melihat pentingnya Bursa Berjangka Jakarta secara ekonomis dan sangat bermanfaat bagi negara, pelaku usaha, petani, maupun masyarakat luas serta banyaknya keberatan yang ditujukan pada peraturan perpajakan yang mengatur transaksi kontrak berjangka secara tegas dan jelas. Maka dirasa perlu untuk melakukan tinjauan aspek pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka Jakarta. Tinjauan yang dilakukan dilihat dari berbagai aspek perpajakan yang sesuai dengan ketetapan dan undang-undang perpajakan di Indonesia. Perlakuan pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka Jakarta merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Perlakuan perpajakan atas transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta serta perlakuan perpajakan bagi pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta, antara lain hedger, investor, Bursa Berjangka Jakarta, lembaga kliring berjangka, pialang berjangka dan penasihat berjangka merupakan rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Diharapkan Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan peraturan perpajakan yang akan memberikan kontribusi positif bagi pelaku Bursa Berjangka Jakarta. Semua ini tidak terlepas dari tujuan untuk mengembangkan Bursa Berjangka Jakarta ke arah yang lebih baik yaitu mewujudkan sebuah pasar perdagangan berjangka yang memiliki landasan serta dukungan sistem dan mekanisme yang efisien, wajar serta transparan serta terwujudnya efisiensi pemungutan dan tertib pajak serta terhadap komponen perekonomian. PENDAHULUAN Sejak tanggal 15 Desember 2000, Indonesia telah memiliki bursa berjangka komoditas pertama, dengan nama Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Bursa ini didirikan sebagai jawaban atas permintaan kalangan pelaku pasar komoditas primer yang mengeluhkan atas nasib komoditas primer Indonesia di pasar internasional yang selalu kalah bersaing karena belum memiliki mekanisme penentuan harga (price discovery mechanism). Secara ekonomis, Bursa Berjangka Jakarta sangat bermanfaat, baik bagi negara, pelaku usaha, petani, maupun masyarakat luas. Melihat pentingnya Bursa Berjangka Jakarta serta banyaknya sikap keberatan yang di kemukakan oleh pihak yang bertransaksi di Bursa Berjangka jakarta atas peraturan pajak atas transaksi di bursa berjangka, seperti aturan pelaksanaan pasal 4 ayat 2 UU PPh yaitu PP No. 17/2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa , yang mendapat penolakan keras dari Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Hasan Zein Mahmud, penolakan keras dari Direktur Utama PT Kliring Berjangka Jakarta Indonesia (KBI), seperti yang di lansir di bisnis.com pada tanggal 28 februari 2009, maka dirasa perlu untuk melakukan tinjauan aspek pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka Jakarta. Tinjauan yang dilakukan dilihat dari berbagai aspek perpajakan yang sesuai dengan peraturan undangundang perpajakan di Indonesia. Perlakuan pajak atas transaksi yang terjadi pada Bursa Berjangka
Jakarta merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Kewajiban perpajakan apa yang harus dipenuhi dalam transaksi kontrak berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta? 2. Kewajiban perpajakan apa yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi dalam transaksi kontrak berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta. 2. Untuk mengetahui bagaimana kewajiban perpajakan dipenuhi oleh pihakpihak yang terkait dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta.
METODE PENELITIAN
Jenis data dan Variabel Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif, yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Adapun data primer termasuk di dalamnya yaitu data yang berhubungan dengan Bursa Berjangka Jakarta. Sedangkan data sekundernya diantaranya meliputi: peraturan perpajakan yang dikeluarkan pemerintah, yakni peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan, surat edaran dan surat keputusan direktur jendral pajak, yang tentunya mempunyai relevansi dengan perdagangan berjangka. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Derivatif dan Kontrak Berjangka Sekuritas derivatif adalah sebuah sekuritas yang nilainya tergantung pada aset lain yang lebih elementer atau aset yang mendasarinya (underlying asset) (Sembel, Roy & Fardiansyah, Tedy. Sekuritas derivatif. Jakarta: Salemba Empat, 2002). Futures contract adalah kontrak standar antara dua pihak untuk membeli (long position) atau menjual
(short position) suatu aset dengan harga tertentu (delivery price) untuk penyerahan di masa depan melalui mekanisme bursa terorganisasi. Aset yang diperdagangkan bisa berupa komoditas ataupun aset keuangan. Kedua belah pihak yang terlibat tidak saling mengetahui satu sama lain. Beberapa jenis kontrak futures antara lain, komoditas, valas, suku bungadan indeks Konsep Dasar dan Aspek Pajak
Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Analisa mengenai ketentuan perpajakan atas penghasilan yang didapat dari transaksi instrumen derivatif akan diuraikan sebagai berikut : 1. Penghasilan Usaha Defenisi penghasilan usaha tidak dijelaskan dalam undang-undang pajak penghasilan. Pembedaan antara penghasilan usaha dan penghasilan lainnya sangat penting dan dibutuhkan untuk menentukan jenis penghasilan sesuai dengan penerapan undang-undang domestik maupun tax-treaty yang bersangkutan. Apabila di dalam penghasilan usaha termasuk penghasilan yang didapat dari transaksi instrumen keuangan derivatif, maka semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan transaksi instrumen keuangan derivatif diperkenankan untuk mengurangi penghasilan usaha (Perkasa 2004,108). 2. Bunga Defenisi mengenai “premium” yang dapat dikatagorikan sebagai bunga harus diberi defenisi dan penjelasan yang lebih rinci sehingga terdapat kejelasan dalam perlakuan pajak atas premium yang tidak dapat digolongkan sebagai bunga (Perkasa 2004,109). 3. Keuntungan Penjualan/Pengalihan Harta (Capital Gain)
Penjelasan pasal (4) ayat 1 huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat digunakan untuk penerapan tarif pajak yang berbeda atau untuk pengecekan apabila ada dugaan tax avoidance yang dilakukan oleh wajib pajak.
Analisis Pengenaan Komoditi Berjangka
Pajak
Penghasilan
Terhadap
Transaksi
Bursa
Beberapa konsep sebagai bahan perbandingan dalam rangka menganalisa model pengenaan pajak penghasilan terhadap transaksi bursa komoditi berjangka: 1. Konsep Perdagangan Transaksi derivatif diperlakukan sebagai transaksi dagang biasa, laba dikenakan pajak penghasilan dan kerugian dapat dikompensasikan baik secara vertikal maupun horizontal. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan berkaitan dengan transaksi derivatif dapat di perhitungkan sebagai pengurang
pendapatan. 2. Konsep Zero Sum-Game
Dengan konsep ini laba dari transaksi derivatif tidak dikenakan pajak penghasilan, begitu pula dengan kerugian dari transaksi derivatif tidak dapat dikompensasikan. Menurut konsep ini, negara secara makro tidak mendapat apa-apa karena wajib pajak yang mendapatkan laba tidak dikenakan pajak, sedangkan wajib pajak yangmendapatkan kerugian tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya. Dengan penerapan konsep ini jelas para pelaku bursa dibebaskan dari kewajiban perpajakan khususnya pajak penghasilan, namun pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) tetap bisa dilaksanakan. 3. Konsep Investasi Dengan konsep ini suatu transaksi di bursa komoditi berjangka dianggap sebagai suatu investasi. Sebagai suatu investasi jumlah kerugian yang diakui tentunya tidak boleh melebihi nilai investasinya. Pengenaan pajak penghasilan baik dikategorikan sebagai aktiva lancar maupun sebagai investasi jangka panjang akan diperhitungkan ketika investasi tersebut mengalamai gain atau loss saat realisasi penjualannya. Jadi tidak ada pengakuan keuntungan atau kerugian dari penilaian investasi tidak lancar (investasi jangka panjang) di akhir tahun jika terjadi penurunan atau kenaikan harga pasar sebagaimana yang diperkenankan dalam akuntansi komersial. 4. Konsep Pengenaan Pajak Penghasilan Final ( gross final basis/presumptive taxation). Konsep ini paling mudah diterapkan untuk mengatasi kesulitan mengidentifikasikan suatu transaksi bertujuan lindung nilai atau spekulatif. Setiap transaksi di bursa komoditi langsung dikenakan pajak penghasilan final. Pengenaan pajak penghasilan dengan pola ini terkesan yang mudah diterapkan. Tidak disulitkan dengan identifikasi hedging atau bukan dari transaksi yang ada di bursa komoditi berjangka, dan yang jelas semua pelaku baik individual maupun berbentuk badan tidak akan bisa menyembunyikan transaksi yang dilakukan di bursa. Namun demikian, perlu dipertimbangkan bahwa pengenaan pajak penghasilan final ini bisa membuat pasar tidak bergairah, karena semua transaksi baik yang laba maupun rugi dikenakan pajak. Di samping itu pula, bagi para pelaku lindung nilai (hedger) ketentuan ini tentunya dirasa lebih memberatkan karena mereka bertransaksi bener-benar untuk mendapatkan komoditinya, namun dikenakan pajak penghasilan final yang akan menambah beban perusahaan ketika terjadi kerugian. Dengan tidak adanya kalkulasi deductible expense bagi para pelaku transaksi maka rasa keadilan bagi calon wajib pajak menjadi terpenuhi, juga secara akuntansi prinsip pengakuan pendapatan seperti ini tidak sesuai dengan matching principle, dan metode akrual. Bagi perusahaan yang menderita kerugian, pengenaan pajak penghasilan final ini akan menambah beban mereka, namun dalam kondisi normal kerugian ini hanya bersifat jangka pendek (Wijono 2001,63). BURSA BERJANGKA JAKARTA Sejarah Pendirian Bursa Berjangka Jakarta Sederetan menteri sejak zaman orde baru mencoba memfasilitasi berdirinya bursa berjangka dan mencegah menjadikannya suatu kasino. Pada tanggal 11 Juli 2000 jam 16.00 dimasukkan permohonan untuk ijin usaha suatu bursa berjangka
sudah diajukan kepada BAPPEBTI. Ini merupakan permohonan ijin usaha pertama untuk satu bursa berjangka dalam sejarah Republik Indonesia. Pada tanggal 21 November 2000 Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) resmi mendapat ijin dari BAPPEBTI. Setelah melalui perjuangan yang panjang dan melelahkan, akhirnya Bursa Berjangka Jakarta resmi berdiri dan mulai resmi melakukan perdagangan pertamanya sejak tanggal 15 Desember 2000. Struktur Organisasi Bursa Berjangka Jakarta Bursa Berjangka Jakarta dikelola dewan dan direksi. Fungsi dewan komisaris adalah mengawasi direksi dan mewakili kepentingan para pemegang saham Bursa Berjangka Jakarta dan masyarakat luas. Kepentingan para anggota Bursa Berjangka Jakarta diwakili dalam sistem komite, yaitu komite pelaksanaan perdagangan, komite arbitrase,komite keanggotaan, komite produk Kelembagaan Dalam industri perdagangan berjakangka, ada empat unsur atau lembaga yang penting, yaitu unsur pengawas, penyelenggara,pelaku dan penunjang serta pengguna/pemakai. Sebagai lembaga pengawas adalah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, lazimnya adalah pemerintah. Bursa Berjangkan dan lembaga kliring adalah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan perdagangan berjangka dan dimiliki serta dijalankan oleh swasta. Para pelaku perdagangan berjangka adalah mereka yang memiliki ijin sebagai anggota bursa dan memiliki hak untuk secara langsung melakukan transaksi perdagangan di bursa. Kelompok itu terdiri dari pialang berjangka yang bertransaksi untk kepentingan nasabahnya dan pedagang berjangka yang bertransaksi untuk kepentingan dirinya atau kelompok usahanya. Adapun pnegguna/pemakai bursa adalah pihak yang memanfaatkan perdagangan berjangka di bursa sebagai sarana untuk mencari keuntungan. Selaku unsur penunjang adalah penasihat berjangka (memiki keahlian di bidang analisis perdagangan berjangka), sentra dana berjangka beserta pengelolanya, bank, dan para ahli di bidang akuntansi dan hukum, serta lembaga penguji mutu komoditi. Perdagangan Berjangka Berbeda dengan pengertian kontrak dalam perdagangan biasa, kontrak berjangka adalah kontrak standar (standardized contract) dengan jumlah, mutu, jenis, tempat dan waktu penyerahan yang telah diterapkan terlebih dahulu. Istilah kontrak dalam perdagangan biasa yang berarti perjanjian yang mengikat secara hukum di antara dua pihak untuk membeli atau menjual aset tertentu, termasuk komoditi. Oleh karena bentuknya yang standar itu hanya harganya yang dinegosiasikan di bursa berjangka. Performance atau pemenuhan kontrak dilakukan sesuai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak dan dijamin suatu lembaga khusus, yaitu lembaga kliring berjangka. PEMBAHASAN DAN ANALISIS Transaksi di Bursa Berjangka Jakarta Secara sederhana, mekanisme transaksi di Bursa dapat digambarkan sebagai berikut, pembeli dan penjual bertemu di lantai bursa dengan sistem transaksi lewat monitor (trading screen atau price quotation board) yang digunakan untuk mengetahui harga-harga kontrak berjangka.
Proses perdagangan berawal ketika calon nasabah mendiskusikan tujuan yang diinginkan dengan wakil pialang yang memiliki ijin (terdaftar). Pada saat itu, selain penjelasan tentang resiko yang berhubungan dengan perdagangan berjangka, wakil pialang pun harus benar-benar mengetahui pihak dan keadaaan calon nasabahnya. Langkah berikutnya adalah membuka rekening setelah calon nasabah menyadari resiko yang dihadapi dan memenuhi persyaratan tertentu. Kemudian, nasabah menandatangani beberapa dokumen legal, mengenai tanggung jawabnya terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Penyelesaian Transaksi
Secara garis besar, ada tiga macam penyelesaian transaksi dalam kontrak berjangka: a. Penyelesaian transaksi kontrak berjangka – sebelum kontrak bersangkutan jatuh tempo - dapat dilakukan dengan cara likuidasi (offset) atau liquidation by off-set. b. Penyelesaian transaksi dengan penyerahan fisik (physical delivery settlement) Kontrak berjangka yang masih terbuka sampai hari perdagangan terakhir bulan berjalan (jatuh tempo) harus diselesaikan dengan cara penyerahan komoditi atau produk secara fisik. c. Penyelesaian transaksi secara tunai (cash settlement) Untuk kontrak-kontrak tertentu yang tidak mungkin diselesaikan secara fisik, penyelesaian dapat dilakukan secara tunai sesuai peraturan dan tata tertib yang berlaku.
Tinjauan Aspek Pajak atas Transaksi Perdagangan Kontrak Berjangka di Bursa Berjangka Jakarta
•
Pada saat transaksi derivatif terjadi di Bursa Berjangka Jakarta, terjadi tanpa tahu lawan transaksinya atau anonim (tidak perlu diberitahu siapa yang bertransaksi). Kontrak berjangka tidak dibuat secara tertulis, tetapi isinya mengenai standar kualitas, kuantitas, tempat penyerahan, cara pembayaran, waktu penyerahan dan penyelesaian peselisihan, ada di peraturan bursa. Berdasarkan Undang-Undang Bea Materai maka kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta tidak terutang bea materai.
•
Pada saat transaksi kontrak berjangka terjadi di Bursa Berjangka Jakarta, belum ada perpindahan hak milik dan belum ada perpindahan uang. Dari kondisi ini kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta belum terutang PPN dan PPh, karena tidak ada penyerahan BKP dan belum ada pihak yang menerima penghasilan.
•
Atas setiap penempatan amanat/perintah bertransaksi, nasabah harus menempatkan margin. Setiap harinya margin itu didebet atau dikredit setelah berakhirnya penutupan transaksi (marking to market). Nasabah harus menjaga jumlah minimum margin (margin maintenance) di dalam rekeningnya. Jika terjadi kerugian dalam transaksi dan dana di rekening nasabah berada di bawah jumlah minimum, pialang akan meminta nasabah menambah dananya untuk memulihkan rekening ke tingkat initial margin. Perubahan margin tersebut menunjukkan laba/rugi nasabah yang merupakan objek pajak penghasilan. Dasar pengenaan pajak dapat menggunakan jumlah transaksi dalam lot dikalikan margin awal.
Tinjauan Aspek Pajak atas Penyelesaian Transaksi Perdagangan Kontrak Berjangka di Bursa Berjangka Jakarta Pada penyerahan fisik ada pemakaian gudang yang ditunjuk oleh Bursa Berjangka Jakarta (bagi nasabah yang mau menggunakan gudang tersebut). Tetapi Bursa Berjangka Jakarta hanya berperan sebagai penunjuk/perantara, yang mewadahi nasabah dan pemilik gudang. Dalam hal ini Bursa Berjangka Jakarta tidak mendapat tambahan nilai ekonomis. Bursa Berjangka Jakarta tidak dikenakan pajak karena hanya berperan sebagai perantara dan tidak memperoleh penghasilan dari transaksi sewa gudang atau penyerahan fisik komoditi. Pada jenis penyelesaian transaksi ini terdapat perpindahan kepemilikan yang menyebabkan terhutang PPN, karen suda ada penyerahan BKP. Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Perdagangan Kontrak Berjangka di Bursa Jakarta dan Tinjauan Aspek Pajaknya.
Berjangka
Tinjauan Aspek Pajak atas Hedger
Yang menjadi penghasilan bagi hedger penjual: Keuntungan yang diperoleh dari Hedging. Keuntungan yang diperoleh tersebut dijelaskan dalam beberapa kemungkinan yang akan dihadapi oleh hedger penjual dalam melakukan lindung nilai, yaitu antara lain : 1.
Harga menurun (Apabila penurunan harga di pasar fisik sama dengan penurunan harga di pasar berjangka, maka hedger penjual tidak akan untung/rugi). Contoh:
•
Pada bulan Maret 2011, Tuan A seorang petani kopi mengharapkan panen kopinya pada bulan Juli
2011 dan menjualnya dengan harga Rp.4.700,-/kg. •
Tuan A khawatir jika pada bulan Juli 2011 (pada saat panen) harga kopi turun. Untuk melindungi diri dari kemungkinan penurunan harga tersebut Tuan A pada bulan Maret 2011 memutuskan untuk melakukan lindung nilai dengan cara membuka kontrak jual berjangka kopi pada harga Rp.4.900,-/kg.
•
Pada bulan Juli 2011 harga kopi di pasar fisik benar-benar mengalami penurunan sebesar Rp.100.dan harga kopi di pasar berjangka juga turun Rp.100,-
•
Maka Tuan A tidak untuk/rugi, karena kerugian di pasar fisik sebesar Rp.100,- ditutup oleh keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka sebesar Rp.100,-
Ilustrasinya sebagai berikut: Pasar Fisik Pasar Berjangka Maret 2011: Maret 2011: Tuan A mengharapkan harga kopi Membuka kontrak jual berjangka pada bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg sebanyak 10 lot pada harga Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada bulan Agustus 2011 Juli 2011: Juli 2011: Harga kopi turun Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kopi turun Rp100,-/kg. Tuan A menjual 50 ton kopi pada harga menyelesaikan kontrak berjangka pada Rp.4.600,-/kg harga Rp.4.800,-/kg Rugi: Rp.100,Untung: Rp100,Keterangan: 1 lot = 5 ton. Dengan melakukan lindung nilai, Tuan A tetap memperoleh harga jual pada bulan Juli 2011 sebesar Rp.4.700,-/kg seperti yang diinginkannya, dengan perhitungan sebagai berikut : Harga jual kopi bulan Juli 2011: Rp.4.600,-/kg Keuntungan di pasar berjangka yg diterima Tuan A, Juli 2011: Rp.100,-/kg Harga jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011: Rp.4.700,-/kg Menurut Akuntansi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011 Tuan A menjual 50 ton kopi dengan harga Rp.4.600,-/kg dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Kas (Rp.4.600,- x 50 ton) 230.000.000 Penjualan 230.000 Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal sebagai berikut: Juli 2011 Kas 5.000.000
Kontrak berjangka(Rp.4.900 – Rp.4.800) x 50 ton
5.000.000
Menurut Pajak: • Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang dilakukannya maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak penghasilan. •
Tindakan hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang dilakukannya. Untuk dapat menjual komoditas pada harga yang diinginkan hedger penjual melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
•
Bagi hedger penjual, atas adanya penyerahan BKP pada saat penyelesaian transaksi dengan cara penyerahan fisik komoditi maka dikenakan PPN serta membuat faktur pajak atas penyerahan BKP tersebut.
2.
Harga Naik
Contoh ilustrasinya sebagai berikut: Pasar Fisik Pasar Berjangka Maret 2011: Maret 2011: Tuan A mengharapkan harga kopi Membuka kontrak jual berjangka pada bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg sebanyak 10 lot pada harga Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada bulan Agustus 2011 Juli 2011: Juli 2011: Harga kopi naik Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kontrak berjangka naik menjual 50 ton kopi pada harga Rp.100,-/kg. Tuan A menyelesaikan Rp.4.800,-/kg kontrak berjangka pada harga Rp.5.000,-/kg Untung: Rp.100,Rugi: Rp100,Tuan A tetap dapat memperoleh harga yang diinginkannya. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Harga jual kopi bulan Juli 2011: Rp.4.800,-/kg Rugi di pasar berjangka, Juli 2011: Rp.100,-/kg Harga jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011 Rp.4.700,-/kg
Menurut Akuntansi:
Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011 Tuan A menjual 50 ton kopi dengan Rp.4.800,-/kg dan membuat ayat jurnal berikut: Juli 2011 Kas (Rp.4.800,- x 50 ton) Penjualan
240.000.000 240.000.000
Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal sebagai berikut: Juli 2011 Kontrak berjangka (Rp.4.900 – Rp.5.000) x 50 ton 5.000.000 Kas 5.000.000
Menurut Pajak: Karena hedger penjual mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih di sebabkan karena usaha untuk dapat menjual komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
3. Harga di pasar fisik naik tetapi harga di pasar berjangka turun atau kenaikan harga di pasar fisik lebih besar daripada di pasar berjangka, maka produsen untung. Ilustrasinya sebagai berikut: Pasar Fisik Pasar Berjangka Maret 2011: Maret 2011: Tuan A mengharapkan harga kopi Membuka kontrak jual berjangka kopi pada bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg sebanyak 10 lot pada harga Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada bulan Agustus 2011 Juli 2011: Juli 2011:
Harga kopi naik Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kontrak berjangka turun menjual 50 ton kopi pada harga Rp.100,-/kg. Tuan A menyelesaikan Rp.4.800,-/kg kontrak berjangka pada harga Rp.4.800,-/kg Untung: Rp.100,Untung: Rp100,Perhitungannya adalah sebagai berikut: Harga jual kopi bulan Juli 2011 Rp.4.800,-/kg Untung di pasar berjangka, Juli 2011 Rp.100,-/kg Harga jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011 Rp.4.900,-/kg Untung Rp.200,- dari harga jual kopi yang diharapkan (Rp.4.700,-/kg) Menurut Akuntansi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011 Tuan A menjual 50 ton kopi dengan harga Rp.4.800,-/kg dan membuat jurnal berikut: Juli 2011 Kas (Rp.4.800,- x 50 ton) 240.000.000 Penjualan 240.000.000 Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal sebagai berikut: Juli 2011 Kas 5.000.000 Kontrak berjangka (Rp.4.900 – Rp4.800) x 50 ton 5.000.000
Menurut Pajak • •
•
4.
Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang dilakukannya maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak penghasilan. Tindakan hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang dilakukannya. Untuk dapat menjual komoditas pada harga yang diinginkan hedger penjual melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6. Bagi hedger penjual, atas adanya penyerahan BKP pada saat penyelesaian transaksi dengan cara penyerahan fisik komoditi maka dikenakan PPN serta membuat faktur pajak atas penyerahan BKP tersebut. Harga di pasar fisik turun, tetapi di pasar berjangka naik atau penurunan harga di pasar fisik lebih besar daripada di pasar berjangka, maka produsen akan rugi.
Ilustrasinya sebagai berikut : Pasar Fisik Pasar Berjangka Maret 2011: Maret 2011: Tuan A mengharapkan harga kopi pada Membuka kontrak jual berjangka kopi bulan Juli 2011 Rp.4.700,-/kg sebanyak 10 lot pada harga Rp.4.900,-/kg untuk penyerahan pada bulan Agustus 2011 Juli 2011: Juli 2011: Harga kopi turun Rp.100,-/kg. Tuan A Harga kontrak berjangka turun menjual 50 ton kopi pada harga Rp.100,-/kg. Tuan A menyelesaikan Rp.4.600,-/kg kontrak berjangka pada harga Rp.5.000,-/kg Rugi: Rp.100,Rugi: Rp100,Perhitungannya sebagai berikut: Harga Jual kopi bulan Juli 2011 Rp.4.600,-/kg Rugi di pasar berjangka, Juli 2011 Rp.100,-/kg Harga Jual kopi yang diperoleh Tuan A, Juli 2011 Rp.4.500,-/kg Rugi Rp.200,- dari harga jual kopi yang diharapkan (Rp.4.700,-/kg). Menurut akuntansi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011 Tuan A melakukan penyelesaian kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal sebagai berikut: Juli 2011 Kontrak berjangka (Rp.4.900 – Rp.5.000) 5.000.000 Kas 5.000.000 Menurut Pajak: Karena hedger penjual mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih disebabkan karena usaha untuk dapat menjual komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar berajngka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6. Yang Menjadi Penghasilan bagi Hedger pembeli: Keuntungan yang diperoleh dari Hedging. Keuntungan yang diperoleh tersebut dijelaskan beberapa kemungkinan yang akan dihadapi oleh Hedger pembeli dalam melakukan lindung nilai, yaitu antara lain: 1. Harga Menurun (Apabila penurunan harga di pasar fisik sama besarnya dengan penurunan harga di pasar berjangka maka mereka tidak akan untung/rugi).
Contoh : • PT. X, pabrik sabun mandi membutuhkan 100 ton minyak sawit untuk bulan Agustus 2011. Perusahaan pengolah sawit (PKS), yang menghasilkan minyak sawit menetapkan harga sebesar Rp.700.000,-/ton berdasarkan harga di pasar fisik, walaupun baru akan dibeli untuk penyerahan bulan Juli 2011. • Untuk melindungi dirinya dari kemungkinan naiknya harga minyak sawit di pasar fisik, PT.X melakukan lindung nilai dengan membuka kontrak beli berjangka minyak sawit penyerahan Agustus 2011 dengan harga sebesar Rp.800.000,-/ton sebanyak 25 lot. • Ternyata harga di pasar fisik mengalami penurunan sebesar Rp.50.000,-/ton dan harga di pasar berjangka juga turun sebesar Rp.50.000,-/ton. • Maka para pemakai bahan baku tidak akan untung/rugi, karena keuntungan sebesar Rp.50.000,-/ton yang diperoleh di pasar fisik sebagai akibat turunnya harga menjadi Rp.650.000,-/ton akan dikompensasikan dengan kerugian di pasar berjangka sebesar Rp.50.000,-/ton. Ilustrasinya sebagai berikut : Pasar Fisik Maret 2011: PT. X memerlukan 100 ton minyak sawit untuk bulan Agustus 2011 dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka Maret 2011: PT. X membuka kontrak beli berjangka minyak sawit sebanya 25 lot untuk penyerahan Agustus pada harga Rp.800.000,-/ton Juli 2011: Juli 2011: PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X menyelesaikan kontrak pada harga Rp.650.000,-/ton berjangka pada harga Rp.750.000,-/ton Untung: Rp.50.000,-/ton Rugi: Rp.50.000,-/ton Keterangan: 1 lot = 4 ton Dengan melakukan lindung nilai, PT.X akan tetap dapat membeli minyak sawit dengan harga Rp.700.000,-/ton pada bulan Juli, dengan rincian sebagai berikut: Harga beli minyak sawit, Juli 2011: Rp.650.000,-/ton Untung di pasar fisik, Juli 2011: Rp.50.000,-/ton Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT. X, Juli 2011: Rp.700.000,-/ton Menurut akuntansi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi konprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011, PT. X membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.650.000,-/ton dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Persediaan minyak sawit 65.000.000 Kas (Rp.650.000,- x 100 ton) 650.000.000 Pada bulan Juli 2011, PT. X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Kontrak berjangka (Rp.800.000 – Rp.750.000) 50.000 Kas 50.000
Menurut Pajak: Karena hedger pembeli mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih disebabkan karena usaha untuk dapat membeli komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6. 2.
Harga Naik
Contoh ilustrasi sebagai berikut: Pasar Fisik Maret 2011: PT. X memerlukan 100 ton minyak sawit untuk bulan Agustus 2011 dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka Maret 2011: PT. X membuka kontrak beli berjangka minyak sawit sebanya 25 lot untuk penyerahan Agustus pada harga Rp.800.000,-/ton Juli 2011: Juli 2011: PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X menyelesaikan kontrak pada harga Rp.750.000,-/ton berjangka pada harga Rp.850.000,-/ton Rugi: Rp.50.000,-/ton Untung: Rp.50.000,-/ton
Keterangan : 1 lot = 4 ton Dengan melakukan lindung nilai, PT.X akan tetap dapat membeli minyak sawit dengan harga Rp. 700.000,-/ton pada bulan Juli, dengan rincian sebagai berikut: Harga beli minyak sawit, Juli 2011 Rp.750.000,-/ton Untung di pasar berjangka, Juli 2011 Rp.50.000,-/ton Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT.X, Juli 2011: Rp.700.000,-/ton Menurut Akuntansi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011, PT. X membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.750.000,-/ton dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Persediaan minyak sawit 75.000.000 Kas (Rp.750.000,- x 100 ton) 75.000.000 Pada bulan Juli 2011, PT.X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Kas 50.000 Kontrak berjangka (Rp.850.000 – Rp.800.000) 50.000 Tidak terdapat pengaruh laba pada saat ini. Keuntungan atas kontrak berjangka diakumulasikan dalam ekuitas sebagai bagian dari laba komprehensif lainnya sampai periode di mana persediaan itu dijual dan laba dipengaruhi melalui harga pokok penjualan.
Sebagai contoh tambahan: diasumsikan bahwa minyak sawit itu diproses menjadi barang jadi (sabun). Total biaya sabun (termasuk minyak sawit yang dibeli pada bulan Juli 2011) adalah Rp.80.000.000,-. PT. X menjual sabun-sabun itu pada bulan Agustus 2011 seharga Rp.100.000.000,-. Ayat jurnal untuk mencatat penjualan ini adalah sebagai berikut: Agustus 2011 Kas 100.000.000 Pendapatan Penjualan 100.000.000 Harga Pokok Penjualan 80.000.000 Persediaan (sabun) 80.000.000 Menurut Pajak: • •
Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang dilakukannya maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak penghasilan. Tindakan hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang dilakukannya. Untuk dapat membeli komoditas pada harga yang diinginkan hedger pembeli melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
3. Harga di pasar fisik naik tetapi harga di pasar berjangka turun atau kenaikan harga di pasar fisik lebih besar dari pada kenaikan di pasar berjangka, maka hedger pembeli akan rugi. Contoh ilustrasinya sebagai berikut: Pasar Fisik Maret 2011: PT. X memerlukan 100 ton minyak sawit untuk bulan Agustus 2011 dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka Maret 2011: PT. X membuka kontrak beli berjangka minyak sawit sebanya 25 lot untuk penyerahan Agustus pada harga Rp.800.000,-/ton Juli 2011: Juli 2011: PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X menyelesaikan kontrak pada harga Rp.750.000,-/ton berjangka pada harga Rp.750.000,-/ton Rugi: Rp.50.000,-/ton Rugi: Rp.50.000,-/ton
Perhitungannya sebagai berikut: Harga beli minyak sawit, Juli 2011 Rp.750.000,-/ton Rugi di pasar berjangka, Juli 2011 Rp.50.000,-/ton Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT. X, Juli 2011 Rp.800.000,-/ton Yakni besar/rugi Rp.100.0000,-/ton dari harga beli yang diharapkan (Rp.700.000,-/ton) Menurut Akuntansi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya.
Pada bulan Juli 2011, PT.X, membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.750.000,-/ton dan membuat ayat jurnal sebagai berikut: Juli 2011 Persediaan minyak sawit 75.000.000 Kas (Rp.750.000,- x 100 ton) 75.000.000 Pada bulan Juli 2011, PT. X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Kontrak Berjangka (Rp.800.000 – Rp.750.000) 50.000 Kas 50.000 Menurut Pajak: Karena hedger penjual mengalami kerugian di pasar berjangka dan penyebab kerugian tersebut masih di sebabkan karena usaha untuk dapat menjual komoditas maka atas kerugian yang dialami di pasar berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
4. Harga di pasar fisik turun, tetapi harga di pasar berjangka naik, atau penurunan harga di pasar fisik lebih besar daripada penurunan di pasar berajangka (basis-nya melemah) maka heder pembeli akan untung. Contoh ilustrasinya sebagai berikut: Pasar Fisik Maret 2011: PT. X memerlukan 100 ton minyak sawit untuk bulan Agustus 2011 dengan harga Rp.700.000,-/ton
Pasar Berjangka Maret 2011: PT. X membuka kontrak beli berjangka minyak sawit sebanya 25 lot untuk penyerahan Agustus pada harga Rp.800.000,-/ton Juli 2011: Juli 2011: PT.X membeli 100 ton minyak sawit PT.X menyelesaikan kontrak pada harga Rp.650.000,-/ton berjangka pada harga Rp.850.000,-/ton Untung: Rp.50.000,-/ton Untung: Rp.50.000,-/ton
Perhitungannya sebagai berikut: Harga beli minyak sawit, Juli 2011 Rp.650.000,-/ton Untung di pasar berjangka, Juli 2011 Rp.50.000,-/ton Harga beli minyak sawit yang harus di bayar PT. X, Juli 2011 Rp.600.000,-/ton Lebih kecil/untung Rp.100.0000,-/ton dari harga beli yang diharapkan (Rp.700.000,-/ton)
Menurut Akuntasi: Kontrak berjangka dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Keuntungan/kerugian atas kontrak berjangka dilaporkan sebagai bagian dari laba/rugi komprehensif lainnya. Pada bulan Juli 2011, PT.X, membeli 100 ton minyak sawit pada harga Rp.650.000,-/ton dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Persediaan minyak sawit 65.000.000 Kas (Rp.650.000 x 100 ton) 65.000.000 Pada bulan Juli 2011, PT. X juga menyelesaikan kontrak berjangka dan membuat ayat jurnal: Juli 2011 Kas 50.000 Kontrak berjangka (Rp.850.0000 – Rp.800.0000) 50.000 Tidak terdapat pengaruh laba pada saat ini. Keuntungan atas kontrak berjangka diakumulasi dalam ekuitas sebagai bagian dari laba komprehensif lainnya sampai periode di mana persediaan itu dijual dan laba dipengaruhi melalui harga pokok penjualan. Menurut Pajak: •
Karena adanya tambahan nilai ekonomis yang diterima oleh hedger atas tindakan hedging yang dilakukan maka atas keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak penghasilan. • Tindahak hedging yang dilakukan oleh hedger masih berhubungan dengan usaha yang dilakukannya. Untuk dapat membeli komoditas pada harga yang diinginkan hedger pembeli melakukan hedging. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6. Yang Menjadi beban bagi Hedger adalah: Biaya transaksi berupa iuran anggota Bursa Berjangka Jakarta, fee pialang. Tinjauan Aspek Pajak Atas Investor i. Yang menjadi penghasilan/kerugian bagi investor: • Laba/rugi yang diperoleh dari spekulasi perubahan harga atau selisih harga beli dan harga jual suatu kontrak berjangka yang diperdagangkan. ii. Yang merupakan biaya bagi investor adalah: • Fee untuk broker • Biaya transaksi berupa iuran anggota Bursa Berjangka Jakarta. Yang menjadi kewajiban pajak investor yaitu : 1. Apabila investor pemegang kontrak jual tidak menyelesaikan kontrak pada saat jatuh tempo sehigga ada kewajiban harus menyerahkan komoditi secara fisik, khususnya untuk kontrak komoditi, maka dikenakan PPN atas adanya penyerahan barang kena pajak (BKP) tersebut. 2. Atas laba yang diperoleh dari tindakan spekulasi pada transaksi kontrak berjangka, maka dikenakan PPh.
3. Memotong PPh pasal 23 atas fee pialang yang dibayar. 4. Kerugian yang dialami dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena tidak berhubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Undang-Undang PPh pasal 6.
Tinjauan Aspek Pajak atas Bursa Berjangka Jakarta i. • ii. •
Yang menjadi penghasilan bagi PT. Bursa Berjangka Jakarta adalah: Biaya transaksi dan iuran anggota Yang menjadi beban PT. Bursa Berjangka Jakarta adalah: Beban operasional PT. Bursa Berjangka Jakarta.
Yang menjadi kewajiban pajak PT. Bursa Berjangka Jakarta yaitu: 1. PPh Badan atas hasil usaha PT. Bursa Berjangka Jakarta 2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak 3. Wajib memungut PPN karena adanya Jasa Kena Pajak (JKP) yang diberikan oleh PT. Bursa Berjangka Jakarta. Tinjauan Aspek Pajak atas Lembaga Kliring Berjangka i. Yang menjadi penghasilan bagi Lembaga Kliring Berjangka adalah: • Biaya transaksi dan iuran anggota lembaga kliring berjangka ii. Yang menjadi beban bagi lembaga kliring adalah: • Biaya operasional Yang menjadi kewajiban pajak lembaga kliring berjangka yaitu: 1. PPh Badan atas hasil usaha lembaga kliring berjangka. 2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak 3. Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan oleh lembaga kliring berjangka. Tinjauan Aspek Pajak Atas Pialang Berjangka i. • ii. •
Yang merupakan penghasilan bagi pialang yaitu: Fee (komisi), yang besarnya tidak diatur, tergantung kebijakan dari tiap-tiap pialang berjangka. Yang merupakan beban bagi pialang yaitu: Beban operasional
Yang menjadi kewajiban pajak bagi pialang, yaitu: 1. PPh Badan atas hasil usaha pialang. 2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak 3. Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan oleh pialang. Tinjauan Aspek Pajak Atas Penasihat Berjangka i. Yang menjadi penghasilan bagi penasihat berjangka adalah: • Fee (komisi) atas pemberian nasihat atas transaksi perdagangan kontrak berjangka kepada kliennya. ii. Yang menjadi beban penasihat berjangka adalah: • Beban operasional
Yang menjadi kewajiban pajak penasihat berjangka, yaitu: 1. PPh Badan atas hasil usaha penasihat berjangka. 2. PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak 3. Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan oleh penasihat berjangka. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pada saat pembukaan kontrak berjangka tidak ada kewajiban pajak yang harus dipenuhi atas transaksi kontrak berjangka yang dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta sampai pertengahan tahun 2011, tetapi pada saat penyelesaian kontrak dengan penyerahan fisik ada pengenaan PPN. 2. Kewajiban perpajakan harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta, yaitu: a) Hedger • Keuntungan yang diperoleh dari pasar berjangka merupakan objek pajak penghasilan. • Kerugian yang dialami di pasar berjangka dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena mempunyai hubungan langsung dengan usaha. • Bagi hedger penjual, atas adanya penyerahan BKP pada saat penyelesaian transaksi dengan cara penyerahan fisik komoditi maka dikenakan PPN serta membuat faktur pajak atas penyerahan BKP tersebut. b) Investor • Apabila investor pemegang kontrak jual tidak menyelesaikan kontraknya pada saat jatuh tempo sehingga ada kewajiban harus menyerahkan komoditi secara fisik, khususnya untuk kontrak komoditi, maka dikenakan PPN atas adanya penyerahan BKP tersebut. • Atas laba yang diperoleh dari tindakan spekulasi pada transaksi kontrak berjangka, maka dikenakan PPh. • Memotong PPh pasal 23 atas fee pialang yang dibayar. • Kerugian yang dialami dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada transaksi kontrak berjangka, seperti biaya transaksi dan fee pialang, tidak dapat dibebankana sebagai pengurang penghasilan bruto, karena tidak berhubungan langsung dengan usaha, sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang PPh.
c) PT. Bursa Berjangka Jakarta, Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka dan Penasihat Berjangka • PPh Badan atas hasil usaha • PPh pasal 23 yang sudah dipotong menjadi kredit pajak • Wajib memungut PPN karena adanya JKP yang diberikan Saran Saat ini ada rumor yang berkembang tentang rencana Direktorat Jenderal Pajak akan memungut Pajak Penghasilan (PPh) final sekitar 0,1% dari total nilai transaksi atas aktivitas transaksi di Bursa Berjangka Jakarta. Kebijakan atas pengenaan PPh final tersebut boleh saja dilakukan, tetapi harus
memperhatikan tarif yang akan diberlakukan. Besarnya tarif tersebut nantinya harus mendukung berkembangnya Bursa Berjangka di Indonesia serta memperhatikan sisi pendapatan/penerimaan Negara.