TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA PROFESI DOKTER GIGI MENGENAI KONTROL INFEKSI DI RSGM KANDEA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran Gigi
RAHMAT WAHYUDI J111 13 039
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN 2016
TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA PROFESI DOKTER GIGI MENGENAI KONTROL INFEKSI DI RSGM KANDEA UNIVERSITAS HASANUDDIN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
RAHMAT WAHYUDI J111 13 039
BAGIAN ILMU BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
ii
iii
iv
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Profesi Dokter Gigi mengenai Kontrol Infeksi di RSGM kandea Universitas Hasanuddin Rahmat Wahyudi Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia ABSTRAK Latar Belakang, Dokter gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dalam pencegahan, penatalaksanaan dan perawatan gigi yang hidup dengan berbagai penyakit menular. Risiko tertular berbagai penyakit yang tinggi karena kurangnya kesadaran tenaga kesahatan dan rendahnya mutu pelaksanaan sterilisasi juga menyebabkan tingginya prevalensi penyebaran penyakit infeksi. Penelitian menunjukkan sekitar 1764% dokter gigi merasa bahwa semua pasien tidak dianggap berpotensi menular. Sehingga kontrol infeksi yang termasuk dalam keselamatan pasien merupakan hal yang penting bagi profesi dokter gigi. Keselamatan pasien merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cederacedera dari proses pelayanan kesehatan. Rumah sakit dituntut mampu memberikan pelayanan yang komprehensif bagi setiap pasiennya. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan yang meyakinkan mereka bahwa pelayanan yang diberikan adalah pelayanan yang aman. Beberapa aspek yang mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit adalah aspek klinis medis, infeksi nosokomial, efektifitas, efisiensi pelayanan yang diberikan, kepuasan pasien, dan keselamatan pasien yang berhubungan dengan kontrol infeksi. Tingginya resiko penularan penyakit pada profesi dokter gigi menjadi alasan pentingnya pengetahuan mengenai kontrol infeksi pada mahasiswa profesi dokter gigi. Tujuan, mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi di RSGM Kandea Universitas Hasanuddin. Metode, Jenis penelitian ini adalah Pusposive Sampling. Sampel merupakan mahasiswa profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang sementara menjalani kepanitraan di bagian Bedah Mulut RSGM Kandea yang bersedia menjadi sampel penelitian. Sampel kemudian diberikan kuesioner yang kemudian akan dianalisa untuk melihat tingkat pengetahuan mengenai control infeksi pada mahasiswa profesi dokter gigi. Hasil, 73.3% mahasiswa profesi dokter gigi mendesinfeksikan dental unit setiap harinya. 56,7% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin menggunakan sarung tangan steril. 70% mahasiswa profesi dokter gigi mengganti masker untuk tiap pasien. 73.3% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin yang menyatakan bahwa virus yang paling sering ditularkan di klinik adalah HIV. Simpulan, Tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi masih kurang memadai danmasi perlu ditingkatkan. Proteksi diri mahasiswa profesi dokter gigi masih dianggap kurang dalam mencegah infeksi silang penyakit – penyakit menular seperti HIV, HBC, HCV, Virus Herpers dan penyakit menular lainnya. Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, Infeksi Silang, HIV
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya lah kita masih dapat menikmati ilmu pengetahuan sehingga skripsi yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Profesi Dokter Gigi mengenai Kontrol Infeksi di RSGM kandea Universitsas Hasanuddin” ini dapat terselesaikan dengan penuh semangat dan doa, sekaligus menjadi syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Nabi yang mengajarkan kita berbagai ilmu pengetahuan dan telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam terang benderang, beserta orangorang yang senantiasa istiqamah di jalannya. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes, Sp.Pros sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf atas bantuan dan bimbingannya selama penulis mengikuti pendidikan. 2. drg. Abul Fauzi, Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah telah dengan sabar dan telaten memberi arahan, membimbing dan senantiasa memberikan nasehat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
vi
3. Dr. drg. Irene Edith Rieuwpassa, M.Kes selaku Penasehat Akademik atas bimbingan, perhatian, nasehat dan dukungan bagi penulis selama mengikuti pendidikan di jenjang pre-klinik. 4. Teruntuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Syaharuddin dan Ibunda Hj. Hasnawati, Saudara tercinta Novandi Arisoni, dan Rahmat Fauzi serta Keluarga Besar penulis yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan nasehat selama penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen, Staf Akademik, Staf Tata Usaha, Staf Perpustakaan FKG Unhas, dan Staf Bagian Ilmu Bedah Mulut yang telah banyak membantu penulis. 6. Teman-teman RESTORASI 2013 tercinta atas dukungan penuh dan semangat yang terus diberikan kepada penulis. 7. Kakak-kakak MASTIKASI 2012, OKLUSAL 2011, ATRISI 2010 yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian dan selalu memberikan nasehat serta arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 8. Teman-teman GEJALA (Gigi Jelajah Alam), atas segala kebersamaan yang telah dilalui bersama penulis selama masa preklinik 9. Keluarga dan teman Posko KKN Profesi Kesehatan Angkatan 53 Unhas Desa PAO-PAO, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis khususnya selama berada di lokasi. 10. Keluarga besar IAPIM 2013. atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
vii
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu untuk semua dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan serta kesalahan yang tidak disadari penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi perbaikan penulisan selanjutnya di masa yang akan datang.
Makassar, 14 Desember 2016
Rahmat Wahyudi
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
HALAMAN DALAM ...........................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................
iv
ABSTRAK ............................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI .........................................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi silang .................................................................................
4
2.1.1 Kontrol infeksi ......................................................................
5
2.1.2 Teknik asepsis selama perawatan gigi ..................................
9
2.2 Patient safety ...............................................................................
13
2.2.1 Tujuan keselamatan pasien ...............................................
14
2.2.2 Standar keselamatan pasien rumah sakit ............................
14
ix
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori .............................................................................
19
3.2 Kerangka Konsep .........................................................................
20
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian .............................................................................
20
4.2 Desain Penelitian ..........................................................................
20
4.3 Lokasi Penelitian ..........................................................................
20
4.4 Waktu Penelitian ..........................................................................
20
4.5 Populasi Penelitian .......................................................................
20
4.6 Metode pengambilan sampel ........................................................
20
4.7 Jumlah Sampling ..........................................................................
21
4.8 Kriteria Sampel ............................................................................
21
4.9 Alat ...............................................................................................
21
4.10 Variabel penelitian .....................................................................
21
4.11 Definisi operasional penelitian ...................................................
21
4.12 Prosedur Penelitian .....................................................................
22
4.13 Analisis Data ..............................................................................
22
4.14 Alur penelitian ............................................................................
23
BAB V HASIL PENELITIAN .............................................................................
24
BAB VI PEMBAHASAN .....................................................................................
40
BAB VII PENUTUP
x
7.1 Kesimpulan...................................................................................
47
7.2 Saran .............................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
49
LAMPIRAN ..........................................................................................................
52
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Dokter gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dalam pencegahan, penatalaksanaan dan perawatan gigi yang hidup dengan berbagai penyakit menular. 1 Risiko tertular berbagai penyakit yang tinggi karena kurangnya kesadaran tenaga kesahatan dan rendahnya mutu pelaksanaan sterilisasi juga menyebabkan tingginya prevalensi penyebaran penyakit infeksi. 2,3,4 Penelitian menunjukkan sekitar 17-64% dokter gigi merasa bahwa semua pasien tidak dianggap berpotensi menular. 5 Sehingga kontrol infeksi yang termasuk dalam keselamatan pasien merupakan hal yang penting bagi profesi dokter gigi. Kontrol infeksi pada kedokteran gigi meningkatkan kewaspadaan terhadap kerentanan terjadinya infeksi. Bertujuan untuk mengurangi resiko transmisi penyakit serta mencegah dan melindungi operator, pasien dan staf dari paparan objek infeksius selama perawatan.6 Sehingga keselamatan pasien merupakan hal yang penting dan menjadi isu global dibidang kesehatan saat ini. Keselamatan pasien merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan.7 Rumah sakit dituntut mampu memberikan pelayanan yang komprehensif bagi setiap
1
pasiennya. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan yang meyakinkan mereka bahwa pelayanan yang diberikan adalah pelayanan yang aman. Beberapa aspek yang mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit adalah aspek klinis medis, infeksi nosokomial, efektifitas, efisiensi pelayanan yang diberikan, kepuasan pasien, dan keselamatan pasien yang berhubungan dengan kontrol infeksi.8 Menurut hasil penilitian Manzela (1984) dikutip oleh Laheij (2011) dari 46 pasien 20 diantaranya mengalami infeksi silang dari dokter ke pasien. Hasil penelitian Perry et al (2006) yang dikutip oleh Laheij (2011) dari 12 tenaga kesehatan telah menginfeksi 91 pasien dengan Hepatitis B Virus (HBV) dari tahun 1991-2005.9 Tingginya resiko penularan penyakit pada profesi dokter gigi menjadi alasan pentingnya pengetahuan mengenai kontrol infeksi pada mahasiswa profesi dokter gigi. Berdasarkan paparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi di RSGM Kandea Universitas Hasanuddin.
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah yaitu bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi di RSGM Kandea Universitas Hasanuddin?
2
1.3 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi di RSGM Kandea Universitas Hasanuddin.
1.4 Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah: 1. Memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi di RSGM
Kandea Universitas
Hasanuddin. 2. Menambah wawasan keilmuan di bidang kedokteran gigi khususnya pada Ilmu Bedah Mulut. 3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian – penelitian selanjutnya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi silang Dalam menjalankan profesinya, dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah penderita. Penyebaran infeksi dapat terjadi secara inhalasi yaitu melalui proses pernafasan atau secara inokulasi atau melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan berbagai substansi lain yang telah terinfeksi. Bukti menunjukkan bahwa tingkat resiko dokter gigi berkaitan langsung dengan kontaknya terhadap darah dan saliva penderita. Hal ini disebabkan tindakan dalam praktek dokter gigi menempatkan dokter gigi beresiko tinggi terutama terhadap penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak langsung antara manusia dengan manusia, kontak tidak langsung, inhalasi langsung maupun tidak langsung, autoinokulasi, dan ingesti.10 Proteksi dokter gigi untuk mencegah terjadinya infeksi silang merupakan salah satu faktor pemutus mata rantai penyebaran infeksi. Kebersihan diri dokter gigi merupakan tanggung jawab setiap individu, sehingga pasien akan selalu merasa aman setiap kali memeriksakan diri ke dokter gigi. Dalam setiap pekerjaan yang dilakukan dokter gigi, tidak lepas hubungannya dengan mikroorganisme yang ada
4
pada penderita. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi silang antara lain dengan pemakaian proteksi diri yaitu masker, kacamata pelindung, sarung tangan, baju praktek, maupun penutup rambut dan kebersihan lingkungan tempat kerja yang meliputi cara pembersihan alat dan lingkungan. Berbagai macam proteksi standard seperti masker dan sarung tangan merupakan alat-alat yang digunakan setiap hari di klinik universitas. Proteksi standard telah digunakan dengan baik walaupun beberapa dokter jarang mengganti alat-alat proteksi tersebut. Ketika masker basah, resistensi masker terhadap udara akan berkurang sehingga udara lebih banyak yang masuk lewat masker.10
2.1.1 Kontrol Infeksi Perawatan dokter gigi dapat menimbulkan trauma jaringan lunak yang memungkinkan darah bercampur dengan saliva.1 Pada tahun 2003, Center for Disease Control and Prevention (CDC) dan Hospital Infection Control Practise Advisory Committee (HICPAC) memperkenalkan standar tindakan pencegahan. 1,11 Pada tahun 2003, CDC menerbitkan garis pedoman tentang pelatihan perlindungan diri tenaga kedokteran gigi, pencegahan transmisi patogen bloodborne (termasuk penatalaksanaan bila terpapar), kebersihan tangan, dermatitis kontak dan hipersensitif lateks, sterilisasi dan disinfeksi alat, kontrol infeksi lingkungan, jalur air dental unit, biofilm, kualitas air, radiologi, teknik asepsis, perangkat sekali pakai, prosedur bedah mulut, penanganan spesimen biopsi, kontrol infeksi lab dental, tuberkulosis dan program evaluasi.12
5
Standard precaution terdiri dari dua yaitu standar tindakan pencegahan dan transmission based precautions.
yaitu standar tindakan pencegahan yang
diaplikasikan terhadap semua pasien dirancang untuk mereduksi resiko transmisi mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui dan tidak diketahui (darah, cairan tubuh, ekskresi dan sekresi). Pencegahan ini diterapkan terhadap semua pasien tanpa mempedulikan diagnosis atau status infeksi yang pasti. 1,12,13 Dasar-dasar tindakan pencegahan termasuk cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri (APD), manajemen health care waste, penanganan dan pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit utama bagi tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair disinfektan, dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum memakai dan setelah melepaskan sarung tangan.1 Alat pelindung diri (APD) terdiri dari pakaian pelindung, sarung tangan, masker bedah, kacamata pelindung. Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan APD untuk melindungi diri terhadap benda asing, percikan dan aerosol yang berasal dari tindakan perawatan terutama saat scalling (manual dan ultrasonik) penggunaan instrumen berputar, syringe, pemotongan atau penyesuaian kawat ortodonsi dan pembersihan alat dan perlengkapannya. 1 Staf harus menggunakan masker filter pernafasan bila merawat pasien dengan infeksi TB. 1,14 Manajemen health care waste termasuk garis pedoman pemisahan, pemaketan dan penyimpanan untuk health care risk waste. Penanganan dan pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Bahan yang 1 kali pakai seperti
6
harus dibuang setelah 1 kali dipakai dan jangan dipakai ulang. Ampul anestesi lokal 1 kali pakai dapat mengandung darah atau cairan yang dapat teraspirasi dari pasien dan tidak boleh digunakan kembali untuk pasien berikutnya. 1 Kategori sampah ini yaitu sampah medis yang tidak beresiko (tidak terkontaminasi cairan tubuh) dimasukkan ke kantung hitam dan sampah medis yang beresiko dimasukkan ke kantung kuning (terkontaminasi cairan tubuh dan berbahaya bagi orang lain). Contoh sampah medis yang beresiko yaitu jaringan tubuh, bahan 1 kali pakai (scalpel, aspirator dan saliva ejector), dan materi yang telah digunakan pada pasien dan bahan yang dapat terkontaminasi dengan cairan tubuh (pakaian, swabs,wipes, sarung tangan dan tissue).1 Selain itu tenaga medis harus melakukan pembersihan, dekontaminasi dan strerilisasi yang efektif alat, perlengkapan dan lingkungan (termasuk ceceran darah) dan penggunaan serta waktu penggunaan disinfektan yang tepat terhadap permukaan kontak dan instrumen serta perlengkapan yang tidak dapat disterilkan. 1 Transmission based precaution ditujukan bagi grup pasien yang beresiko baik yang telah diketahui atau suspect terinfeksi atau terkolonisasi dengan transmisi penularan yang tinggi sehingga membutuhkan tambahan tindakan pencegahan atas tindakan pencegahan standar atau ketika pemberantasan agen infeksi dengan sterilisasi tidak memungkinkan. Transmission based precaution terdiri dari 4 tipe yaitu tindakan pencegahan pertama melalui udara: TB aktif, influenza, varicella dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah diimunisasi di dalam ruangan tekanan negatif; tindakan pencegahan kedua melalui percikan saliva: penyakit meningococcal atau batuk rejan. Tindakan pencegahan ini harus membutuhkan masker bedah dan
7
kacamata pelindung yang dipakai oleh tenaga kesehatan. Tindakan pencegahan yang ketiga melalui kontak untuk impetigo, Shingles, MRSA. Tindakan ini membutuhkan sarung tangan dan apron plastik yang dipakai tenaga kesehatan ketika melakukan prosedur klinis dan tindakan pencegahan keempat dengan sterilisasi untuk encephalopathies, spongiform yang dapat bertransmisi. Hal ini melibatkan pembakaran, bahkan instrumen non disposable, diikuti perawatan pasien yang diketahui memliki enchepalopaty spongiform.1,15 Kontrol infeksi : 1. Sarung tangan harus dipakai sewaktu merawat pasien 2. Masker harus dipakai untuk melindungi mukosa mulut dan hidung dari percikan darah dan air ludah 3. Mata harus dilindungi dengan semacam kacamata dari percikan darah dan air ludah. 4. Pakaian pelindung berfungsi untuk mencegah penyebaran infeksi keanggota keluarganya, pakaian kerja harus dibuka diruang praktik dan dicuci terpisah dari pakaian biasa. Pakaian pelindung juga harus dilepas ketika meninggalkan praktik dan jangan digunakan diruang makan atau kantor 5. Penutup kepala, tujuannya untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada dirambut dan dikulit kepala petugas ke alat-alat atau daerah steril dan sebaiknya melindungi kepala dan rambut petugas dari percikanpercikan dari pasien.
8
6. Metode sterilisasi untuk membunuh kuman-kuman harus digunakan pada alat-alat dokter gigi. Seperti autoklaf, oven pemanasan kering, sterilisasi uap kimia dan sterilisasi kimia 7. Harus diperhatikan untuk membersihkan instrument dan tempat-tempat kerja. Dalam hal ini termasuk menggosok dengan cairan deterjen dan mengelap dengan cairan desinfektan seperti iodine atau chlorine (bahanbahan pembersih rumah yang encer) 8. Bahan-bahan disposibel yang telah digunakan harus dipegang dengan hati-hati dan dikumpulkan dalam suatu kantung plastic, untuk mengurangi berkontak dengan manusia. Alat-alat tajam seperti jarum atau scalpel harus dimasukkan ke kaleng atau wadah yang tidak mudah berlubang sebelum dibuang kedalam kantung plastic. 16
2.1.2 Teknik Asepsis selama perawatan gigi Beberapa macam teknik control infeksi dapat diklompokkan sebagai teknik aseptik selama perawatan karena penggunaan teknik tersebut akan mencegah atau menguranggi penyebaran mikroorganisme dari suatu tempat ke tempat lain, teknik ini meliputi : 1. Sedikit Menyetuh Permukaan Sarung tangan yang telah digunakan untuk merawat pasien tentunya berpindah
telah
terkontaminasi,
dan
kepermukaan-permukaan
mikroorganisme tersentuh.
akan
Usahakan
seminimal mungkin menyentuh permukaan selama memakai
9
sarung tangan. Jika permukaan sudah disentuh, permukaan tersebut harus ditutup dengan penutup dengan terlebih dahulu dibersihkan dan di desinfeksi Usahakan menyediakan alat-alat dan bahan yang dipakai didekat dental unit sebelum memulai merawat pasien. Hal ini akan mengurangi gerakan berjalan meningggalkan kursi operator dengan sarung tangan, masker, baju pelindung yang sudah terkontaminasi,
yang
kemungkinan
dapat
menyebarkan
kontaminan sebagian ruangan lainnya. Cara paling baik adalah membuka sarung tangan sebelum meninggalkan kursi operator untuk mengambil sesuatu selama melakukan perawatan gigi. 2. Meminimalisasi Terjadinya Aerosol Dan Percikan Aerosol dan percikan timbul selama penggunaan handpiece berkecepatan tinggi, skaler ultasonik dan semprotan udara /air. Yang dimaksud aerosol disini adalah partikel saliva yang tidak terlihat oleh mata yang mengandung mikroorganisme dan dapat terisap atau menetap diudara sebagai “airbone” pada periode tertentu. Percikan mengandung droplet yang berukuran lebih besar dari pada aerosol, yang terdorong keluar dari mulut pasien yang dengan cepat akan mengendap pada permukaan –permukaan di dekat mulut pasien. Percikan juga dapat mengenai wajah , leher,
10
dada dan lengan tim kesehatan gigi atau perator yang member perawatan pada pasien. 3. High Volume Evaquation (HVE) HVE adalah suction berdiameter besar. Bila dipakai selama pemakaian handpiece dan semprotan air atau udara, HVE akan mengurangi jumlah percikan saliva maupun saliva yang teraerosol dari mulut pasien sehingga akan mengurangi kontaminasi kelingkungan sekitar. HVE seharusnya dibersihkan pada akhir perawatan setelah semua pasien selesai dengan cara mengisapkan infektan yang mengandung detergen melalui HVE. Bagian HVE harus dilepas dan dibersihkan secara periodic atau bisa juga digunakan kepala suction yang disposibel. Pada saat pembersihan gunakan alat-alat pelindung diri. 4. Isolator karet Mikroorganisme yang keluar dari mulut pasien ketika terjadi aerosol maupun percikan akan berkurang 100% kalau isolator karet digunakan dengan tepat. Isolator karet adalah lembaran karet yang dipakai pada waktu merawat gigi, dipasang sedemikian rupa di rongga mulut sehingga semua bagian rongga mulut akan tertutup olehnya, dan hanya gigi yang dirawat yang terlihat. Dengan pemakaian isolator karet, saliva akan tetap berada dibawah permukaan alat. Daerah kerja tidak terbatasi oleh saliva
11
sehinggga akan menurangi terjadinya retraksi saliva kedalam handpiece ketika dimatikan. 5. Kumur-kumur dengan antiseptik sebelum perawatan Aplikasi antiseptic untuk kulit atau membran mukosa sebelum operasi atau penyuntikan. Tujuannya adalah mengurangi jumlah mikroorganisme tersebut pada jaringan dibawahnya yang dapat menyebabkan bakteriemia, septicemia atau infeksi local lainnya. Penggunaan obat antiseptic sebagai obat kumur sebelum perawatan
gigi
pasien
didasarkan
pada
pengulangan
mikroorganisme. 6. Penggunaan Bahan Disposibel Bahan disposibel hanya digunakan untuk satu orang. Biasanya bahan tersebut terbuat dari plastic atau bahan logam yang tidak mahal yang biasanya tidak tahanpanas atau tidak bisa disterilkan. Bahan-bahan
disposibel
harus
dibuang
setelah
dipakai.
Keuntungan penggunaan bahan disposibel adalah : -
Mencetak perpindahan mikroorganisme dari satu pasien kepasien lain karena bahan yang telah terkontaminasi langsung dibuang
-
Tidak perlu membersihkan atau mensterilkan bagian-bagian yang sulit untuk dibersihkan misalnya, lubang jarum dan permukaan dalam semprotan air atau udara.
12
Sedangkan bahan disposibel adalah biaya akan meningkat dan limbahnya tidak bisa didaur ulang. Beberapa contoh bahan disposibel yang dipakai dibidang kedokteran gigi diantaranya jarum suntik, karpul anastetikum, kepala semprotan airatau udara, kepala HVE, beberapa instrument tangan, alat-alat profilaksis, pembersihan karang gigi, handpiece yang berkecepatan tinggi, pengangan lampu dental unit yang kuat, sendok cetak, scalpel dan mata pisaunya serta beberapa bur. Bahan disposibel lainnya adalah sarung tangan,masker,baju pelindung plastic penutup permukaan , wadah limbah tajam, kantong –kantong untuk limbah berbahaya (infeksius), kantongkantong specimen, dan kepala saliva ejector.9
2.2 Patient safety Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah
13
sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan. 9 Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.9
2.2.1 Tujuan keselamatan pasien: 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit. 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan16
2.2.2 Standar keselamatan pasien rumah sakit Standar keselamatan pasien rumah sakit
yang disusun ini
mengacu pada ”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan
14
oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : 1. Hak pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan 2. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
15
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara teintegritas dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Melalui Keselamatan Pasien Rumah Sakit” b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar
unit
dan
individu
berkaitan dengan
pegambilan keputusan tentang keselamatan pasien d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta eningkatkan keselamatan pasien e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien. 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ayng berkelanjutan untuk m eningkatkan dan memelhara
16
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajmene inforasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal b. Transmisi data dan inforasi harus tepat waktu dan akurat.16
17
BAB III KERANGKA TEORI & KONSEP 2.3 Kerangka Teori
18
2.4 Kerangka Konsep
19
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif. 4.2 Desain penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study. 4.3 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Kandea Universitas Hasanuddin didepartemen bedah mulut. 4.4 Waktu penelitian Waktu dilakukannya penelitian pada November 2016 – Selesai. 4.5 Populasi Penelitian Mahasiswa profesi fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin yang sementara menjalani kepanitraan di RSGM Kandea Universitas Hasanuddin. 4.6 Metode Pengambilang Sampling Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling
20
4.7 Jumlah Sampel Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel. 4.8 Kriteria Sampel Mahasiswa profesi fakultas kedokteran gigi Universitas Hasanuddin yang sementara menjalani kepanitraan di bagian Bedah Mulut RSGM kandea yang bersedia menjadi sampel penelitian. 4.9 Alat a. Alat Tulis b. Kuisioner 4.10 Variabel penelitian a. Variabel sebab/independen
: Kontrol infeksi
b. Variabel antara/penghubung
: Infeksi silang
c. Variabel akibat/dependen
: Tingkat pengetahuan mahasiswa profesi
4.11 Definisi Operasional Variabel a. Kontrol infeksi adalah usaha yang dilakukan oleh dokter gigi termasuk mahasiswa profesi untuk mencegah terjadinya infesi silang antara operator dan pasien ataupun sebalikya baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi pemakaian alat pelindung diri, sterilisasi intrumen, cuci tangan, desinfeksi, dll. b. Infeksi silang adalah penularan infeksi antara operator dengan pasien ataupun sebaliknya.
21
c. Tingkat pengetahuan mahasiswa profesi adalah gambaran pengetahuan yang diketahui oleh mahasiswa profesi yang sementara menjalani kepanitraan di bagian Bedah Mulut RSGM Kandea Unhas mengenai kontrol infeksi. 4.12 Prosedur Penelitan a. Mendata mahasiswa profesi kedokteran gigi Universitas Hasanuddin yang sementara menjalani kepanitraan dibagian Bedah Mulut RSGM Kandea untuk mendapatkan jumlah populasi dan mendapatkan sampel yang sesuai dengan krteria. b. Memberikan kuisioner kepada responden yang bersedia melakukan penelitian 4.13 Analisis data a. Jenis data : data primer b. Pengolahan data : SPSS c. Penyajian data : Tabel distribusi d. Analisis data : Secara deskriptif yaitu dengan membuat uraian secara sistematis mengenai keadaan dari hasil penelitian.
\
22
4.14 Alur penelitian Melakukan pendataan terhadap mahasiswa profesi kedokteran gigi Universitas Hasanuddin yang sementara menjalani kepaniteraan dibagian Bedah Mulut RSGM kandea
Pemberian kuisioner
Pengisian kuisioner
Pengumpulan data
Analisis data
Hasil
23
BAB V HASIL PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah sakit gigi dan mulut Universitas Hasanuddin tentang tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi mengenai kontrol infeksi. Pengambilan data yang dilakukan pada Penelitian ini diketahui melalui kuisioner yang dibagikan kepada mahasiswa profesi di Rumah sakit gigi dan mulut. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa profesi dokter gigi universitas hasanuddin yang sementara atau telah menyelesaikan kepaniteraan di bagian bedah mulut rumah sakit gigi dan mulut universitas hasanuddin. Pengambilan sampel ini menggunakan metode purposive sampling, sehingga didapatkan sampel berjumlah 30 mahasiswa. Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh data dari hasil penelitian yang telah diolah melalui aplikasi SPSS yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang. Tabel 5.1. Distribusi jawaban pertanyaan no.1
Jenis pertanyaan Q1 Total
Jawaban N 30 30
Ya Presentase 100% 100%
N 0 0
Tidak Presentase 0 0
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
24
35 30 25 20 15 10 5 0 Q1 Ya
Tidak
Berdasarkan tabel 5.1 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.1 terdapat 100% mahasiswa profesi dokter gigi mengetahui istilah infeksi silang. Tabel 5.2. Distribusi jawaban pertanyaan no.2
Jenis pertanyaan
Setiap hari N
Jawaban Sekali dalam dua hari
Total
Sekali dalam seminggu
Presentase N Presentase N Presentase
N
Presentase
Q2
22
73,3%
7
23,3%
1
3,3%
30
100%
Total
22
73,3%
7
23,3%
1
3,3%
30
100%
25 20 15 10 5 0 Q2 Setiap Hari Sekali dalam dua hari Sekali dalam Seminggu
25
Berdasarkan tabel 5.2 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.2 terdapat 73,3% mahasiswa profesi dokter gigi yang mendesinfeksi dental unit setiap hari, 23,3% yang mendesinfeksi dental unit sekali dalam dua hari, dan terdapat 3,3% mendesinfeksi dental unit sekali dalam seminggu. Tabel 5.3. Distribusi jawaban pertanyaan no.3 Jawaban Sekali dalam Sekali dalam Setiap hari dua hari seminggu N Presentase N Presentase N Presentase
N
Q3
27 90%
2
6,7%
1
3,3%
30 100%
Total
27 90%
2
6,7%
1
3,3%
30 100%
Jenis pertanyaan
Total Presentase
30 25 20 15 10 5 0 Q3 Setiap Hari Sekali dalam dua hari Sekali dalam seminggu
Berdasarkan tabel 5.3 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.3 terdapat 90% mahasiswa profesi dokter gigi yang mendesinfeksi Suction unit setiap hari,
26
6,7% yang mendesinfeksi suction unit sekali dalam dua hari, dan terdapat 3,3% mendesinfeksi suction unit sekali dalam seminggu. Tabel 5.4. Distribusi jawaban pertanyaan no.4
Jenis pertanyaan Q4 Total
Jawaban Total Formaldehid Phenol Klorin Alkohol N Presentase N Presentase N Presentase N Presentase N Presentase 3 10% 15 50% 1 3,3% 11 36,7% 30 100% 3 10% 15 50% 1 3,3% 11 36,7% 30 100%
16 14 12 10 8 6 4
2 0 Formaldehid
Phenol
Klorin
Alkohol
Berdasarkan tabel 5.4 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.4 terdapat 10% mahasiswa profesi dokter gigi yang menggunakan formaldehid sebagai bahan desinfeksi , 50% menggunakan phenol sebagai bahan desinfeksi, dan terdapat 36,7% menggunakan alkohol sebagai bahan desinfeksi.
27
Tabel 5.5. Distribusi jawaban pertanyaan no.5 Jawaban Automatic washer stabilisier
Ultrasonic cleaning
Jenis pertanyaan N
Presentase N Presentase
Total
Manual Cleaning N
Presentase
N
Presentase
Q5
10
33,3%
7
23,3%
12
43,3%
30
100%
Total
10
33,3%
7
23,3%
12
43,3%
30
100%
14 12 10 8 6 4 2 0 Q5 Ultrasonic cleaning Automatic washer stabilisier
Manual Cleaning
Berdasarkan tabel 5.5 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.5 terdapat 33,3% mahasiswa profesi dokter gigi yang menggunakan metode sterilisasi ultrasonic cleaning untuk menstrilkan instrumen bedah setiap kali setelah digunakan, 23,3% yang menggunakan metode sterilisasi automatic washer stabilisier, dan terdapat 43,3% yang menggunakan metode sterilisasi manual cleaning untuk menstrilkan instrumen bedah setiap kali setelah digunakan.
28
Tabel 5.6. Distribusi jawaban pertanyaan no.6
Autoclave
Jenis pertanyaan N
Jawaban Cold Sterilization
Total
Oven
Presentase N Presentase N Presentase
N
Presentase
Q6
24
80%
0
0%
6
20%
30
100%
Total
24
80%
0
0%
6
20%
30
100%
30 25 20 15 10 5 0 Q6 Autoclave
Cold sterilization
Oven
Berdasarkan tabel 5.6 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.6 terdapat 80% mahasiswa profesi dokter gigi yang meggunakan autoclave sebagai metode sterilisasi, 0% atau tidak ada yang menggunakan cold sterilization sebagai metode sterilisasi, dan terdapat 20% yang menggunakan oven sebagai metode sterilisasi.
29
Tabel 5.7. Distribusi jawaban pertanyaan no.7
Jenis pertanyaan Q7 Total
Jawaban N 24 24
Ya Presentase 80% 80%
N 6 6
Tidak Presentase 20% 20%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
30 25 20 15
10 5 0 Q7 Ya
Tidak
Berdasarkan tabel 5.7 dan diagram diatas menegenai pertanyanan no.7, terdapat 80% mahasiswa profesi dokter gigi yang menstrilkan kembali instrumen yang tidak digunakan selama beberapa minggu dan 20% yang tidak menstrilkan kembali instrumen yang tidak digunakan selama beberapa minggu. Tabel 5.8. Distribusi jawaban pertanyaan no.8
Jenis pertanyaan Q8 Total
N 22 22
Jawaban Ya Presentase N 73,3% 8 73,3% 8
Tidak Presentase 26,7% 26,7%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
30
25 20 15 10 5 0 Q8 Ya
Tidak
Berdasarkan tabel 5.8 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.8, terdapat 73,3% mahasiswa profesi dokter gigi yang mempunyai kode warna untuk pembungan limbah infeksius dan 26,7% yang tidak mempunyai kode warna untuk pembuangan limbah infeksius. Tabel 5.9. Distribusi jawaban pertanyaan no.9
Jenis pertanyaan Q9 Total
Jawaban Satu Lapis N Presentase 21 70% 21 70%
Dua Lapis N Presentase 9 30% 9 30%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
25
20
15
10
5
31
0 Q9
Satu Lapis
Dua Lapis
Berdasarkan tabel 5.9 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.9, terdapat 70% mahasiswa profesi dokter gigi menggunakan tipe masker satu lapis dan 30% yang menggunakan tipe masker dua lapis. Tabel 5.10. Distribusi jawaban pertanyaan no.10 Jawaban Jenis pertanyaan
Setelah Setiap Pasien N
Sekali sehari
Total
Setelah Basah
Presentase N Presentase N Presentase
N
Presentase
Q10
21
70%
7
23,3%
2
6,7%
30
100%
Total
21
70%
7
23,3%
2
6,7%
30
100%
25 20 15 10 5 0 Q10 Setelah setiap pasien Sekali sehari Setelah basah
Berdasarkan tabel 5.10 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.10, terdapat 70% mahasiswa profesi dokter gigi yang mengganti masker setelah setiap pasien, 23,3% yang mengganti masker sekali sehari dan terdapat 6,7% mengganti masker setelah basah.
32
Tabel 5.11. Distribusi jawaban pertanyaan no.11
Jenis pertanyaan Q11 Total
Jawaban Sarung Tangan Non Sarung Tangan Steril Bedah Steril N Presentase N Presentase 13 43,3% 17 56,7% 13 43,3% 17 56,7%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
18 16 14 12
10 8 6 4 2 0 Q11 Sarung tangan non steril Sarung tangan bedah steril
Berdasarkan tabel 5.11 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.11, terdapat 43,3% mahasiswa profesi dokter gigi yang menggunakan sarung tangan non steril dalam prosedur pembedahan dan terdapat 56,7% yang menggunakan sarung tangan bedah steril dalam prosedur pembedahan. Tabel 5.12. Distribusi jawaban pertanyaan no.12
Jenis pertanyaan Q12 Total
Jawaban N 0 0
Ya Presentase 0% 0%
Tidak N Presentase 30 100% 30 100%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
33
35
30 25 20 15 10 5 0 Q12 Ya
Tidak
Berdasarkan tabel 5.12 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.12, 100% mahasiswa profesi dokter gigi tidak menggunakan kacamata pelindung dalam prosedur perawatan gigi. Tabel 5.13. Distribusi jawaban pertanyaan no.13
Jenis pertanyaan Q13 Total
Jawaban N 0 0
Ya Presentase 0% 0%
Tidak N Presentase 30 100% 30 100%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
35 30 25 20 15 10 5 0 Q13 YA
Tidak
34
Berdasarkan tabel 5.13 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.13, 100% mahasiswa profesi dokter gigi yang tidak memakaikan pasien kacamata pelindung pada saat perawatan gigi. Tabel 5.14. Distribusi jawaban pertanyaan no.14
Jenis pertanyaan Q14 Total
N 18 18
Jawaban Ya Tidak Presentase N Presentase 60% 12 40% 60% 12 40%
Total N 30 30
Presentase 100% 100%
20 18 16 14 12 10 8
6 4 2 0 Q14 Ya
Tidak
Berdasarkan tabel 5.14 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.14, terdapat 60% mahasiswa profesi dokter gigi yang mendesinfeksi ujung spray anastesi lokal sebelum digunakan dan 40% yang tidak mendesinfeksi ujung spray anastesi lokal sebelum digunakan.
35
Tabel 5.15. Distribusi jawaban pertanyaan no.15
Jenis pertanyaan Q15 Total
Jawaban Total HBV HIV Virus Herpes HCV N Presentase N Presentase N Presentase N Presentase N Presentase 1 3,3% 22 73,3% 6 20% 1 3,3% 30 100% 1 3,3% 22 73,3% 6 20% 1 3,3% 30 100%
25
20
15
10
5
0 Q15 HBV
HIV
Virus Herpes
HCV
Berdasarkan tabel 5.15 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.15, terdapat 3,3% mahasiswa profesi dokter gigi yang menjawab infeksi yang ditransmisikan dalam klinik gigi adalah HBV, 73,3% yang menjawab HIV , 20% yang menjawab Virus herpes dan 3,3% yang menjawab HCV sebagai infeksi yang ditransmisikan dalam klinik gigi.
36
Tabel 5.16. Distribusi jawaban pertanyaan no.16
Jenis pertanyaan
Jawaban 6
11
Total
2
N Presentase
N
Presentase N Presentase
Q16
3
10%
18
60%
9
Total
3
10%
18
60%
9
N
Presentase
30%
30
100%
30%
30
100%
20 18 16 14 12 10 8 6
4 2 0 Q16 11
6
2
Berdasarkan tabel 5.16 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.16, terdapat 10% mahasiswa profesi dokter gigi yang menjawab bahwa jumlah handpiece yang disediakan di bagain bedah mulut RSGM kandea Unhas sebanyak 11 buah, 60% yang menjawab 6 buah dan 30% yang menjawab bahwa jumlah handpiece yang disediakan di bagian bedah mulut RSGM kandea Unhas sebanyak 2 buah.
37
Tabel 5.17. Distribusi jawaban pertanyaan no.17
Jenis pertanyaan
Jawaban Oven
Dry heat N
Total
Autoclave
Presentase N Presentase
N
Presentase
N
Presentase
Q17
12
40%
8
26,7%
10
33,3%
30
100%
Total
12
33,3%
8
26,7%
10
40%
30
100%
14 12 10 8 6 4 2 0 Q17 Dry heat
Oven
Autoclave
Berdasarkan tabel 5.17 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.17, terdapat 40% mahasiswa profesi dokter gigi yang menjawab metode sterilisasi yang tepat digunakan untuk menstrilkan handpiece adalah autoclave, 26,7% yang menjawab oven dan 33,3% yang menjawab dry heat sebagai metode strilisasi yang tepat digunakan untuk menstrilkan handpiece.
38
Tabel 5.18. Distribusi jawaban pertanyaan no.18 Jawaban Jenis pertanyaan
Setelah Setiap Pasien
Total
Sekali Seminggu
Sekali sehari
N
Presentase
N
Presentase N Presentase
Q18
17
56,7%
10
33,3%
3
Total
17
56,7%
10
33,3%
3
N
Presentase
10%
30
100%
10%
30
100%
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Q18 Setelah setiap pasien Sekali sehari Sekali seminggu
Berdasarkan tabel 5.18 dan diagram diatas mengenai pertanyaan no.18, terdapat 56,7% mahasiswa profesi dokter gigi menstrilkan handpiece setelah setiap pasien, 33,3% yang menstrilkan handpiece sekali sehari dan 10% yang menstrilkan handpiece sekali seminggu.
39
BAB VI PEMBAHASAN
Proteksi dokter gigi untuk mencegah terjadinya infeksi silang merupakan salah satu faktor pemutus mata rantai penyebaran infeksi. Kebersihan diri dokter gigi merupakan tanggung jawab setiap individu, sehingga pasien akan selalu merasa aman setiap kali memeriksakan diri ke dokter gigi. Dalam setiap pekerjaan yang dilakukan dokter gigi, tidak lepas hubungannya dengan mikroorganisme yang ada pada penderita. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi silang antara lain dengan pemakaian proteksi diri yaitu masker, kacamata pelindung, sarung tangan, baju praktek, maupun penutup rambut dan kebersihan lingkungan tempat kerja yang meliputi cara pembersihan alat dan lingkungan. Berbagai macam proteksi standard seperti masker dan sarung tangan merupakan alat-alat yang digunakan setiap hari di klinik universitas. 10 Dasar-dasar tindakan pencegahan termasuk cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri (APD), manajemen health care waste, penanganan dan pembuangan secara tepat jarum dan benda tajam. Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit utama bagi tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci secara cermat dengan sabun cair disinfektan, dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum memakai dan setelah melepaskan sarung tangan.1
40
Dokter gigi merupakan profesi yang berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah penderita. Pada tempat praktek dokter gigi penyakit infeksi dapat menyebar secara inhalasi yaitu melalui proses pernapasan atau secara inokulasi atau melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan berbagai substansisi lain yang telah terinfeksi. 10 Pada penelitian ini 100% dari jumlah sampel 30 mahasiswa profesi dokter gigi Universitas Hasanuddin mengetahui tentang infeksi silang (Tabel 5.1). Hasil penelitian tentang desinfeksi dental unit menunjukkan pada mahasiswa profesi dokter gigi 73.3% yang mendesinfeksikan dental unit setiap hari, 23.3% yang mendesinfeksikan dental unit sekali dalam dua hari, dan terdapat 3.3% mendesinfeksi dental unit sekali dalam seminggu (Tabel 5.2). Berdasarkan hasil pengamatan jumlah mahasiswa profesi dokter gigi tidak sebanding dengan jumlah dental unit sehingga pergantian penggunaan dental unit dilakukan dengan cepat, akibatnya tindakan desinfeksi yang dilakukan kurang maksimal. Begitupun dengan desinfeksi suction unit, terdapat 90% mahasiswa profesi dokter gigi yang mendesinfeksikan suction unit setiap hari, 6.7% yang mendesinfeksikan suction unit sekali dalam dua hari, dan terdapat 3.3% medesinfeksikan suction unit sekali dalam seminggu (Tabel 5.3). Pada hasil penelitian ini pada table 5.4 sebanyak 10% mahasiswa profesi dokter gigi yang menggunakan formaldehida sebagai bahan desinfeksi, 50% menggunkan fenol sebagai bahan desinfeksi, dan terdapat 36.7% menggunakan alkohol sebagai bahan desinfeksi. Tetapi pada kenyataannya bahan desinfeksi yang sediakan di rumah sakit gigi dan mulut yaitu alkohol.
41
Berdasarkan tabel 5.5 terdapat 33,3% mahasiswa profesi dokter gigi yang menggunakan metode sterilisasi ultrasonic cleaning untuk menstrilkan instrumen bedah setiap kali setelah digunakan, 23,3% yang menggunakan metode sterilisasi automatic washer stabilisier, dan terdapat 43,3% yang menggunakan metode sterilisasi manual cleaning untuk menstrilkan instrumen bedah setiap kali setelah digunakan. Berdasarkan tabel 5.6 terdapat 80% mahasiswa profesi dokter gigi yang meggunakan autoclave sebagai metode sterilisasi, 0% atau tidak ada yang menggunakan cold sterilization sebagai metode sterilisasi, dan terdapat 20% yang menggunakan oven sebagai metode sterilisasi. PadaBerdasarkan hasil frekuensi tindakan sterilisasi instrumen pra tindakan ekstraksi gigi menunjukkan (100%) melakukan sterilisasi. Responden mengsterilkan instrumen dengan menggunakan autoclave, dikarenakan lebih mudah dan cepat dibandingkan menggunakan alat sterilisasi yang lain.18 Berdasarkan penyimpanan,
ICRC
instrumen
mengenai dapat
desinfeksi
disimpan
strerilisasi
maksimum
4
dan minggu
prosedur setelah
disterilisasikan, dan pada penelitian ini (table 5.7) 80% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin mensterilkan alat yang tidak digunakan selama beberapa minggu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh santhosh Kumar.17 yang mendapatkan sebanyak 85,3% mahasiswa profesi mensterilkan kembali alat yang tidak digunakan selama beberapa minggu.
42
Hasil penelitian menunjukkan 73.3% mahasiswa profesi dokter gigi yang mempunyai kode warna untuk tempat pembuangan limbah infeksius dan 26.7% yang tidak memiliki kode warna untuk tempat pembuangan limbah infeksius (Tabel 5.8). Tetapi pada kenyatannya tempat sampah di rumah sakit gigi dan mulut Universitas Hasanuddin memang di pisahkan dengan jenis limbah tajam, limbah kapas terkontaminasi, dan limbah non infeksius kurang efektif sehingga sarung tangan dan masker dibuang ditempat yang sama dengan sampah lain. Penggunaan masker sebagai salah satu syarat kontrol infeksi silang harus digunakan dengan seharusnya. Masker harus diganti ketika telah terkontaminasi, basah atau lebih sering dipakai, seperti pemakaian yang lama. Tapi pada penelitian yang dilakukan memperlihatkan hanya sebanyak 6,7% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin yang mengganti maskernya setelah basah. Penelitian yang dilakukan ini sejalan dengan rendahnya hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Santhosh Kumar17 yang memperlihatkan hanya 16,1% dari mahasiswa yang mengganti maskernya setelah basah. Berdasarkan tabel 5.9 terdapat 70% mahasiswa profesi dokter gigi menggunakan tipe masker satu lapis dan 30% yang menggunakan tipe masker dua lapis. Pada penelitian ini (table 5.11) didapatkan bahwa sebanyak 56,7% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin yang menggunakan sarung tangan bedah steril untuk melakukan prosedur operasi intra oral yang merupakan indikasi berdasarkan CDC untuk kontrol infeksi di bidang kedokteran gigi untuk mengurangi infeksi silang di praktik dokter gigi. Hasil penelitian ini berbeda jauh dari hasil penelitian yang dilakukan santhosh kumar17 yang mendapatkan 70% mahasiswa
43
profesi dokter gigi menggunakan sarung tangan bedah non steril dalam melakukan prosedur bedah intra oral. Perbedaan hasil penelitian ini bisa saja disebabkan oleh perbedaan jumlah sampel, ilmu pengetahuan dan tempat penelitian. Kacamata pelingdung merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mencegah infeksi silang antara operator dengan pasien ataupun sebalikanya. kacamata pelindung sangatlah penting dipakai untuk mengurangi percikan darah, saliva dari pasien.18 Kaca mata pelindung berfungsi untuk mengurangi kemungkinan terpapar bahan berbahaya dan partikel keras yang yang dapat merusak mata. Pengadaan alat pelindung diri seperti kaca mata pelindung didnilai masih kurang sehingga tindakan pencegahan infeksi silang kurang efektif. 19 kacamata pelindung harus digunakan selama perawatan di klinik, yang harus segera dibersihkan dan didesinfeksi setelah digunakan dan kapanpun setelah pelindung mata tersebut kemungkinan terkontaminasi, berdasarkan pada penuntun untuk pencegahan infeksi dan kontrol infeksi di praktik klinik gigi. Namun berdasarkan pada penelitian yang dilakukan kali ini, seabanyak 100% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin yang tidak menggunakan kacamata pelindung dalam prosedur perawatan gigi. Karena tidak disediakannya kacamata pelindung di RSGM kandea Universitas Hasanuddin. pengadaan alat pelindung diri seperti kaca mata pelindung didnilai masih kurang sehingga tindakan pencegahan infeksi silang kurang efektif. Berdasarkan tabel 5.14 diatas terdapat 60% mahasiswa profesi dokter gigi yang mendesinfeksi ujung spray anastesi lokal sebelum digunakan dan 40% yang tidak mendesinfeksi ujung spray anastesi lokal sebelum digunakan. Seharusnya alat
44
yang digunakan kepada pasien didesinfeksi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya infeksi silang. Tenaga kesehatan gigi merupakan profesi yang memiliki faktor resiko terkena infeksi silang yang bisa menyebabkan penyakit infeksi seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.20 merupakan virus yang sering ditransmisikan atau ditularkan di bandingkan HIV pada praktik dokter gigi. Namun pada penelitian ini sebanyak 73,3% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin yang menyatakan bahwa virus yang paling sering ditularkan di klinik gigi adalah HIV. Penularan HIV lewat tranfusi darah/produk darah yang tercemar risikonya sangat tinggi sampai 90% dan ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia.21 Tingginya angka penyakit infeksi
virus
hepatitis
B
serta
semakin
meningkatnya
infeksi
Humman
Immunodeficiency Virus Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) yang ditularkan melalui darah dan saliva dari pasien menunjukkan bahwa penyakitpenyakit ini perlu diwaspadai.22 Hasil penelitian tentang Metode sterilisasi terdapat 40% mahasiswa profesi doker gigi yang menjawab metode sterilisasi yang tepat digunakan untuk mensterilkan handpiece adalah Autoclave, 26.7% yang menjawab oven dan 33.3% yang menjawab dry heat sebagai metode sterilisasi yang tepat digunakan untuk mensterilkan handpiece (Tabel 5.17). Dry heat merupakan metode sterilisasi dengan menggunakan metode panas kering yang dapat membasmi mikroorganisme sampai ke spora, namun suhu yang digunakan dapat mencapai 160 derajat sehingga dapat merusak alat seperti handpiece. Autoclave dikenal dengan metode sterilisasi panas basah dengan suhu yang bersaturasi, sehingga autoclave sangat cocok digunakan
45
dalam mensterilkan handpiece. Handpiece merupakan salah satu alat yang digunakan dalam prosedur bedah dalam perwatan gigi. Dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 60% mahasiswa profesi dokter gigi di Universitas Hasanuddin yang menjawab jumlah handpiece yang disediakan dibagian bedah mulut RSGM Unhas sebanyak 11 buah. Namun pada kenyataannya handpiece yang disediakan di bagian hanya sebanyak 2 buah. Perbedaan hasil ini tidak sesuai dengan yang diketahui bisa saja dikarenakan kurang efektifnya komunikasi yang terjalin antara staf pegawai RSGM Unhas dengan mahasiswa profesi dokter gigi.
46
BAB VII PENUTUP
7.1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa profesi dokter gigi masih kurang memadai dan masih perlu ditingkatkan. Proteksi diri mahasiswa profesi dokter gigi masih dianggap kurang dalam mencegah infeksi silang penyakit – penyakit menular seperti HIV, HBC, HCV, Virus Herpes dan penyakit menular lainnya. Pencehagan terhadap penyakit menular harus dilakukan dalam semua praktik kedokteran gigi. Tindakan pencegahan, desinfeksi dan metode sterilisasi akan sangat membantu dalam mengendalikan infeksi silang dalam praktik mahasiswa profesi dokter gigi.
7.2. Saran 1. Dalam mencegah infeksi silang dalam praktik mahasiswa profesi dokter gigi diperlukan pengadaan alat sterilisasi yang memadai pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin (RSGM Unha) 2. Perlu diberikan pelatihan-pelatihan tentang infeksi untuk mahasiswa profesi dokter gigi agar pengetahuan dan keterampilan mahasiswa profesi dokter gigi
47
lebih meningkat sehingga pencegahan terhadap penyakit menular dapat dilakukan dengan sebaik – baiknya. 3. Perlunya penelitian atau survey secara berkala guna melihat perkembangan mahasiswa profesi dokter gigi dalam mencegah infeksi silang pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin (RSGM Unhas).
48
DAFTAR PUSTAKA 1. Lugito MDH. Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi. Jurnal PDGI 2013; 62(1): 24-30. 2. Sardjono B, Sudono, Sari DK, Farida E, Nurindah Rr, Adisetyani Y, Putri A. Standar pencegahan dan pengendalian infeksi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: Departemen kementerian Kesehatan RI; 2012.
3. James WL, Donald A. Dental management of the medically compromised patient. 5th ed. St Louis: Mosby; 1997. p. 617-23. 4. Jarvis M. Art and science infection control focus. Tuberculosis: infection control in hospital and at home. Nurs Stand 2010; 25(2): 41-7. 5. Kohli A, Puttaiah R. Dental infection control and occupational safety for oral health professionals.1st ed. New Delhi: Dental Council of India; 2007. p. 150. 6. Shara AC, Aditya G, Benyamin B. Hubungan antara pengetahuan terhdap dokter gigi muda terhadap kontrol infeksi. Medali Jurnal; 2013. H 43 7. Arrum D. Pemberdayaan Psikologis Perawat di Rumah Sakit [Makalah]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010. 8. Herwina EK. Hubungan Pelaksanaan Metode Tim Keperawatan dengan Kesalahan Pemberian Obat di RS. 9. Laheij AMGA, Kistler JO, Belibasakis GN, Valimaa H, de Soet JJ: EOMW; 2011. P 2-3
49
10. Wibowo T, Parisihni K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang. Jurnal PDGI 2009: 58(2); 6-9 11. The Dental Council. Code of practice relating to infection control in dentistry. 57
Merrion Square,
Dublin
2,
2005.
p.
2-29.
Available
URL:http//www.dentalcouncil.ie/files/Infection_Control.pdf.
from:
Accessed
October 20th 2016.
12. Dickinson SK, Bebermeyer RD. Guidelines for infection control in dental health care settings. Continuing Education Units. Revised July 19, 2013. Available
from:URL://http//www.dentalcare.com/en-US/dentaleducation/
continuing-education/ce90/ ce90.aspx. Accessed October 20th 2016. 13. Kohli A, Puttaiah R. Dental infection control and occupational safety for oral health professionals.1st ed. New Delhi: Dental Council of India; 2007. p. 150. 14. Jarvis M. Art and science infection control focus. Tuberculosis: infection control in hospital and at home.Nurs Stand 2010; 25(2): 41-7. 15. Sardjono B, Sudono, Sari DK, Farida E, Nurindah Rr, Adisetyani Y, Putri A. Standar pencegahan dan pengendalian infeksi pelayanan kesehatan gigi dan mulut di fasilitas pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan RI 2012. 16. Supari SF. Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety). Jakarta: departemen kesehatan RI; 2005. P. 11-2 17. Kumar SMP. Knowledge and practices regarding cross infection contrl among dental students. Journal of pharmaceutical sciences and research 2016: 8(5); 360-6
50
18. Suleh MM, Wowor VNS, Mintjelungan CN. Pencegahan dan pengendalian infeksi silang pada tindakan ekstraksi gigi di rumah sakit dan mulut PSPDG FK UNSRAT. Jurnal e-gigi 2015: 3(2); 592 19. Redding. Health Behaviour Model. The International Electronic Journal of Health Education 2000:3; 180-93 20. Tarwaka. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press)Virus hepatitis B (HBV); 2008. 21. Notoadmodjo. Kesehatan Masyarakat (Ilmu dan Seni). Jakarta: Rineka Cipta; 2007. 22. Wibiwo T, Parisihni K, Haryanto D. Proteksi Dokter Gigi Sebagai Pemutus Rantai Infeksi Silang. Jurnal PDGI. 2009;58(2)
51
LAMPIRAN
52
KUISIONER PENELITIAN TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA PROFESI DOKTER GIGI MENGENAI KONTROL INFEKSI DI RSGM KANDEA UNIVERSITAS HASANUDDIN
No. Responden
:
Tgl wawancara/observasi
:
Nama responden
:
Angkatan responden
:
1) Apakah anda tahu dengan istilah infeksi silang? a) Ya b) Tidak 2) Seberapa sering anda mendesinfeksi dental unit ? a) Setiap hari b) Sekali dalam dua hari c) Sekali dalam seminggu 3) Seberapa sering anda mendesinfeksi suction unit ? a) Setiap hari b) Sekali dalam dua hari c) Sekali dalam seminggu 4) Bahan apa yang anda gunakan untuk mendesinfeksi ? a) Formaldehid b) Phenol c) Klorin d) Jika ada yang lain (...........)
53
5) Apa metode sterilisasi yang anda gunakan untuk instrumen bedah sekali digunakan ? a) Ultrasonic cleaning b) Outomatic washer stabilisier c) Manual cleaning 6) Metode sterilisasi apa yang anda gunakan ? a) Autoclave b) Cold strilization c) Oven 7) Apakah anda kembali mensterilkan instrumen yang tidak digunakan selama beberapa minggu ? a) Ya b) Tidak 8) Apakah anda mempunyai semacam kode warna untuk tempat pembuangan limbah infeksius ? a) Ya b) Tidak 9) Apa Tipe masker yang anda gunakan ? a) Satu lapis b) Dua lapis 10) Seberapa sering kamu mengganti masker ? a) Setelah setiap pasien b) Sekali sehari c) Setelah basah 11) Apa Tipe sarung tangan yang anda gunakan dalam prosedur pembedahan ? a) Sarung tangan non steril b) Sarung tangan bedah steril 12) Apakah anda menggunakan kacamata pelindung dalam prosedur perawatan gigi ? a) Ya b) Tidak 13) Apakah anda memakaikan pasien kacamata pelindung pada saat perawatan gigi ?
54
a) Ya b) Tidak 14) Jika anda menggunakan anastesi lokal dalam bentuk spray,apakah anda mendesinfeksi ujung spray sebelum digunakan ? a) Ya b) Tidak 15) Infeksi apa yang ditransmisikan dalam klinik gigi ? a) HBV b) HIV c) Virus Herpes d) HCV 16) Berapa jumlah handpiece yang disediakan dibagian bedah mulut RSGM kandea Unhas ? a) 11 b) 6 c) 2 17) Metode sterilisasi apa yang tepat digunakan untuk mensterilkan handpiece ? a) Dry heat b) Oven c) Autoclave 18) Seberapa sering handpiece disterilkan menggunakan autoclave ? a) Setelah setiap pasien b) Sekali sehari c) Sekali seminggu
55
56
57
58