TINGKAT PENGETAHUAN BIDAN DESA DI KABUPATEN JEMBER TERHADAP PROGRAM JAMPERSAL (Level of Village Midwife Knowledges at Jember District of JAMPERSAL/ Delivery Assurance) Eri Witcahyo1 1
Bagian AKK FKM Universitas Jember Korespondensi: Jl. Kalimantan 37 Jember, Telp. 0331-322995, E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Background: As an agent of socialization and services at communities, the village midwife are expected to have a high level of knowledge of Delivery Assurance/ Jampersal. So that in providing services at communities not create ambiguous in order to success of program implementation. Objective: The study aims to provide a general level of knowledge of village midwife in Delivery Assurance/ Jampersal. Method: The study is a discriptive study. The number of respondents are 14 village midwives by random sampling methods. Results: The results indicate level of knowledge respondents of the program benefits is mostly low (57.14%), level of knowledge of respondents to the objectives of the program is mostly high (64.29%), level of knowledge of the respondents of types of program services is moderate (50%), the level of knowledge of respondents of the target program is mostly low (42.86%), and level of knowledge respondents of the claims procedure is low (57.14%). Conclusion: Increasing overall and collective program of socialization are needed. Complaints and feedback from midwives are need to be accommodated and considered for the tariff increase service Keywords: village midwives, level of knowledge Pendahuluan Untuk mengukur derajat kesehatan suatu daerah, terdapat tiga indikator antara lain angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat di daerah tersebut. Indikator angka kematian sendiri terdiri dari Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKBal)(1). Kabupaten Jember, Jawa Timur merupakan salah satu kabupaten yang memiliki AKI & AKB yang masih relatif tinggi. Menurut hasil survey Kelompok Kerja Advokasi Kesehatan Ibu dan Balita (KIBBLA) Jember, dari 100.000 kelahiran, sedikitnya 103 ibu meninggal dunia karena berbagai faktor pada saat melahirkan. AKB setiap tahun rata-rata sebanyak 31.667 jiwa. Sembilan dari 1000 anak meninggal dunia sebelum berusia satu tahun sehingga lebih dari 285 anak di Jember meninggal sebelum ulang tahun pertama mereka. Hal tersebut disebabkan oleh faktor Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 27,7%,
ibu mengalami trauma saat melahirkan sebanyak 21,3%, mengalami infeksi sebanyak 19,1%, mengalami pernafasan tersumbat atau asfixia sebanyak 6,4%, faktor kelainan bawaan sebanyak 10,6%, dan faktor lainnya sebanyak 14,8%. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s) pada tahun 2015 mendatang, AKI ditargetkan menurun menjadi 102 per 100.000 kelahiran dan AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup(2). Untuk mencapai tujuan tersebut Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal). Jaminan persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Sehingga diharapkan Program Jampersal dapat menekan angka kematian ibu dan bayi melalui fasilitas kesehatan yang diberikan. Menurut Permenkes RI No. 631/Menkes/PER/III/2001 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan menjelaskan bahwa peserta Jampersal dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas) dan tingkat lanjutan (rumah sakit kelas III) yang telah memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan tim pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/ Kota(2). Selain itu, fasilitas kesehatan seperti bidan praktek, dokter praktek dan klinik bersalin, juga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang termasuk dalam tujuan Jampersal. Berdasarkan juknis tersebut, dapat diasumsikan bahwa fasilitas kesehatan yang juga dapat menjadi agen sosialisasi program di masyarakat adalah tenaga kesehatan dari bidan, khususnya adalah bidan desa. Sebagai agen sosialisasi dan pelayanan, bidan desa diharapkan telah memahami dan memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap program Jampersal, baik secara filosofi maupun teknis dalam pelaksanaanya, sehingga dalam memberikan pelayanan Jampersal tidak mengakibatkan pemahaman yang bias dan ambiguisitas. Oleh karena itu, diperlukan suatu studi untuk mengetahui tingkat pengetahuan tenaga bidan desa terhadap program Jampersal, sehingga harapan dari studi ini dapat memberikan gambaran secara umum tingkat pengetahuan bidan desa di Jember tentang program Jampersal sekaligus dapat memberikan rekomendasi dalam pelaksanaan program Jampersal di masyarakat. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jember. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi
yang tepat(3). Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus 2011. Jumlah sampel sebanyak 14 bidan desa, menggunakan metode random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara melalui kuesioner dan lembar observasi. Data yang diperoleh selanjutnya ditabulasi kemudian dianalisis untuk dideskripsikan. Hasil dan Pembahasan 1. Tingkat pengetahuan terhadap manfaat program Jampersal
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan responden terhadap manfaat dari program Jampersal dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1.
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Manfaat Program Jampersal No.
Tingkat Pengetahuan
Jumlah Responden
Persentase (%)
1.
Tinggi
2
14,29
2.
Sedang
4
28,57
3.
Rendah
8
57,14
Total
14
100,00
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden atau sebesar 14,29% memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang manfaat program Jampersal. Sebanyak 4 responden atau sebesar 28,57% memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang manfaat program Jampersal. Sedangkan sebanyak 8 responden atau sebesar 57,14% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap manfaat program Jampersal. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi menjawab manfaat Jampersal antara lain dapat meningkatkan cakupan pelayanan KIA oleh tenaga kesehatan, meringankan pembiayaan pelayanan KIA di masyarakat hingga dapat menurunkan AKI & AKB yang terjadi di masyarakat. Jumlah yang cukup besar pada responden yang memiliki pengetahuan yang rendah menunjukkan bahwa meskipun responden telah merasa mendapatkan sosialisasi terhadap program Jampersal, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan bahwa responden telah mengerti dan memahami sepenuhnya akan manfaat dari diadakannya program Jampersal tersebut. Pada responden yang memiliki pengetahuan rendah, terdapat pernyataan salah satu responden bahwa program Jampersal ini bahwa meskipun dapat menurukan AKI dan AKB, namun dirasakan bahwa program ini tidak menguntungkan para BPS (Bidan Praktek Swasta).
Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan adanya sikap negatif terhadap pelaksanaan program Jampersal karena adanya kemungkinan kurangnya kesiapan tenaga pelaksana di lapangan terhadap pelaksanaan program Jampersal. Hal tersebut dapat diminimalisir bahkan dihilangkan dengan adanya sosialisasi program yang komprehensif dan kolektif. 2. Tingkat pengetahuan terhadap tujuan program Jampersal
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan responden terhadap tujuan dari program Jampersal dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 2.
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Tujuan Program Jampersal No.
Tingkat Pengetahuan
Jumlah Responden
Persentase (%)
1.
Tinggi
9
64,29
2.
Rendah
5
35,71
Total
14
100,00
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa terdapat 9 responden atau sebesar 64,29% memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang tujuan program Jampersal. Sedangkan sisanya sebanyak 5 responden atau sebesar 35,71% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap tujuan program Jampersal. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi menjawab tujuan Jampersal antara lain dapat meningkatkan cakupan pelayanan KIA oleh tenaga kesehatan serta menurunkan AKI & AKB yang terjadi di masyarakat. Jumlah yang cukup besar pada responden yang memiliki pengetahuan yang rendah menunjukkan bahwa meskipun responden telah merasa mendapatkan sosialisasi terhadap program Jampersal, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan bahwa responden telah mengerti dan memahami sepenuhnya akan tujuan dari diadakannya program Jampersal tersebut. Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan adanya sikap negatif terhadap pelaksanaan program Jampersal karena adanya kemungkinan kurangnya kesiapan tenaga pelaksana di lapangan terhadap pelaksanaan program Jampersal. Hal tersebut dapat diminimalisir bahkan dihilangkan dengan adanya sosialisasi program yang komprehensif dan kolektif. Serta mengakomodasi keluhan yang dirasakan oleh tenaga pelaksana di lapangan.
3. Tingkat pengetahuan terhadap jenis pelayanan program Jampersal
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan responden terhadap jenis pelayanan dari program Jampersal dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 3.
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Jenis Pelayanan Program Jampersal No.
Tingkat Pengetahuan
Jumlah Responden
Persentase (%)
1.
Tinggi
4
28,57
2.
Sedang
7
50,00
3.
Rendah
3
21,43
Total
14
100,00
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa terdapat 4 responden atau sebesar 28,57% memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang jenis pelayanan program Jampersal. Sebanyak 7 responden atau sebesar 50,00% memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang jenis pelayanan program Jampersal. Sedangkan sisanya sebanyak 3 responden atau sebesar 21,43% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap jenis pelayanan program Jampersal. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi menjawab jenis pelayanan Jampersal dengan lengkap. Beberapa responden tidak menjawab secara lengkap jenis pelayanan Jampersal karena pemahaman responden tentang pelayanan KB pada masa nifas masih rendah. Sebagian besar responden hanya mengetahui Jampersal adalah pelayanan persalinan dan pemeriksaan kehamilan. Untuk pelayanan KB dan komplikasi, masih banyak ditemukan responden yang tidak menjawab. Hal tersebut dapat dikarenakan pengetahuan yang kurang komprehensif terhadap pelaksanaan Jampersal. 4. Tingkat pengetahuan terhadap sasaran program Jampersal
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan responden terhadap sasaran dari program Jampersal dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Sasaran Program Jampersal No.
Tingkat Pengetahuan
Jumlah Responden
Persentase (%)
1.
Tinggi
3
21,43
2.
Sedang
5
35,71
3.
Rendah
6
42,86
Total
14
100,00
Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa terdapat 3 responden atau sebesar 21,43% memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang sasaran program Jampersal. Sebanyak 5 responden atau sebesar 35,71% memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang sasaran program Jampersal. Sedangkan sisanya sebanyak 6 responden atau sebesar 42,86% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap sasaran program Jampersal. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dapat menjawab sasaran Jampersal dengan lengkap. Beberapa responden tidak menjawab secara lengkap sasaran pelayanan Jampersal dikarenakan responden terjebak dalam pengertian Jampersal itu sendiri, sehingga responden hanya memahami Jampersal adalah program yang ditujukan untuk ibu hamil dan bersalin saja, namun bukan untuk bayi dan pelayanan KB dalam masa nifas. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan pemberian sosialisasi program yang komprehensif dan kolektif. 5. Tingkat pengetahuan terhadap prosedur klaim program Jampersal
Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan responden terhadap prosedur klaim dari program Jampersal dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 5.
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Prosedur Klaim Program Jampersal No.
Tingkat Pengetahuan
Jumlah Responden
Persentase (%)
1.
Tinggi
2
14,29
2.
Sedang
4
28,57
3.
Rendah
8
57,14
Total
14
100,00
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa terdapat 2 responden atau sebesar 14,29% memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang prosedur klaim pada program Jampersal. Sebanyak 4 responden atau sebesar 28,57% memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang prosedur klaim pada program Jampersal. Sedangkan sisanya sebanyak 8 responden atau sebesar 57,14% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap prosedur klaim pada program Jampersal. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dapat menjawab prosedur dalam pengurusan klaim Jampersal dengan lengkap. Masih banyak ditemukan responden yang tidak mengetahui sama sekali prosedur klaim dalam program Jampersal dikarenakan responden merasa belum mendapatkan sosialisasi program. Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan adanya sikap negatif terhadap pelaksanaan program Jampersal karena adanya kemungkinan kurangnya kesiapan tenaga pelaksana di lapangan terhadap pelaksanaan program Jampersal sehingga responden tidak sepenuhnya mau menerima prosedur yang ditetapkan oleh program, bahkan menolak pelayanan yang diminta peserta Jampersal. Hal tersebut dapat diminimalisir bahkan dihilangkan dengan adanya sosialisasi program yang komprehensif dan kolektif. Keluhan dan masukan dari tenaga pelaksana di lapangan perlu diakomodasi dan dipertimbangkan untuk menjadi bahan advokasi dalam peningkatan besaran tarif pelayanan program Jampersal. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden terhadap manfaat program adalah sebagian besar rendah (57,14%), tingkat pengetahuan responden terhadap tujuan program adalah sebagian besar tinggi (64,29%), tingkat pengetahuan responden terhadap jenis pelayanan program adalah moderat (50%), tingkat pengetahuan responden terhadap sasaran program adalah sebagian besar rendah (42,86%), tingkat pengetahuan responden terhadap prosedur klaim adalah rendah (57,14%). Dari hasil penelitian tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan sosialisasi secara komprehensif dan kolektif, mulai dari pemahaman dasar hingga pada pelaksanaan serta proses verifikasi. Tim sosialisasi yang menyampaikan, diharapkan dari tim atau pemateri yang sama sehingga didapatkan pengetahuan dan pemahaman yang sama dari tenaga pelaksana lapangan dan menghindari bias pengetahuan. Keluhan dan aspirasi dari tenaga pelaksana perlu
diakomodasi dan dipertimbangkan, sehingga dapat menjadi advokasi dalam peningkatan besaran tarif pelayanan. Daftar Pustaka 1.
Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
3.
Nazir, M. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia; 2005.
4.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember 2011. Profil Kesehatan 2010 Kabupaten Jember. Lumajang: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
5.
Anonim.
2011.
Angka
Kematian
Ibu
dan
Bayi.
[serial
online]
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/99 (18 September 2011) 6.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 515/MENKES/SK/2011 tentang Penerima dana Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Jaminan Persalinan di Pelayanan Dasar Untuk Tiap Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011.