TINGKAT KETERGANGGUAN MASYARAKAT AKIBAT KEBISINGAN LALU-LINTAS PADA JALAN PLUMPANG RAYA COMMUNITY ANNOYANCE DUE TO ROAD TRAFFIC NOISE ON PLUMPANG RAYA STREET Mita Pristiani1 , Idris Maxdoni Kamil2 dan I.B Ardhana Putra3 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract: Regard to increasing number of vehicle circulating in urban networks, road traffic noise is recognized as a serious health problem and raises several aspects of general public awareness. The objective of the study was to investigate the negative effects resulting from the exposure to road traffic noise on people’s well-being focused on annoyance in Plumpang Raya Street. Noise measurement was conducted at 14 sampling points. A total of 200 individual were surveyed. The survey questionnaires was distributed through multistage random sampling and distinguished between noise annoyance experienced on a noisy environment and quiet environment. Furthermore, in order to asses the influence on annoyance level (dependent variable) of exposure level and explanatory variable (age, sex, residence time, and social status), correlation and multiple linier regression analysis with stepwise procedure were conducted. The study reveals that the average of Leq was 73.26 ± 0.9 dBA for regular day and 74.05±1.0 dBA for holiday. It was found that Burgess model can be considered as the fittest model to predict traffic noise. The finding of this study revealed that very/extremely annoyance was reported by more than 40% of subjects exposed to Leq>65 dBA compared to less than 30% among those exposed to Leq< 65 dBA. People having higher social economic status report higher annoyance. There is weak correlation between gender, age, and duration living and annoyance level. Separate analysis indicate that people react stronger to road usually had motivation to move to better environment. Output results of multiple regression formula was y=0.088x-3.18(R2=0.629) and limited for exposure level ranged from 48 to 93 dBA. Key words: road traffic noise, annoyance, regression model, statistical analysis Abstrak : Seiring meningkatknya jumlah kendaraan yang berlalu-lalang pada sejumlah ruas jalan, kebisingan lalu-lintas dianggap sebagai masalah kesehatan serius yang menjadi perhatian publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengivestigasi pengaruh negatif yang ditimbulkan akibat paparan bising lalu-lintas pada kehidupan masyarakat dengan fokus ketergangguan. Pengukuran tingkat bising dilakukan pada 14 titik di sepanjang Jalan Plumpang Raya. Dua ratus orang berpartisipasi dalam survey ini. Kuesioner disebarkan dengan metode sampling acak bertingkat dengan membedakan ketergangguan pada daerah yang bising dan tenang. Selanjutnya, untuk mengevaluasi pengaruh variabel eksplanatori (jenis kelamin, umur, lama tinggal, dan status sosial) terhadap tingkat ketergangguan sebagai variabel terikat, dilakukan serangkaian metode korelasi dan analisis regresi berganda dengan menggunakan prosedur stepwise. Dari pengukuran didapatkan nilai Leq untuk hari kerja adalah 73.26 ± 0.9 dBA, sementara untuk hari libur 74.05±1.0 dBA . Untuk memprediksi tingkat bising ini, model Burgess adalah model yang paling memenuhi. Hasil studi kuesioner menunjukkan bahwa sebanyak lebih dari 40% responden yang terpapar Leq>65 dBA mengaku cukup sangat/sangat terganggu. Sementara ketergangguan tersebut pada daerah Leq< 65 diberikan oleh kurang dari 30 % responden . Jenis kelamin, umur, dan lama tinggal memiliki keterhubungan lemah dengan tingkat ketergangguan. Adapun analisis lainnya mengindikasikan bahwa individu yang terganggu memiliki keinginan untuk pindah ke tempat yang lebih tenang atau melakukan upaya untuk mengurangi bising. Persamaan yang didapatkan dari analisis regresi berganda adalah y=0.088x-3.18(R2=0.629) yang berlaku untuk tingkat bising pada kisaran 48-93 dBA. Kata Kunci : bising lalu lintas jalan, ketergangguan, model regresi, analisis statistik
EH3-1
PENDAHULUAN Menurut World Health Organization, kebisingan dalam kota merupakan jenis polusi paling berbahaya setelah polusi udara dan air. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan berat di sekitar daerah perumahan masyarakat, tingkat polusi bising menjadi salah satu masalah yang tak terelakkan bagi masyarakat. Kebisingan lingkungan menyebabkan meningkatnya keluhan dari masyarakat. Pengaruh yang paling sering terjadi akibat kebisingan adalah ketergangguan (annoyance). Ketergangguan dapat dianggap sebagai konsekuensi dari kesehatan atau konsekuensi sosial, tergantung pada pengertian kesehatan (Rumberg, 2009). Dua jenis ketergangguan utama yang sering dikeluhkan akibat intervensi bising jalan raya terhadap kegiatan tertentu adalah gangguan istirahat seperti kesulitan tidur dan berubahnya pola tidur serta gangguan komunikasi/percakapan yang umumnya menjadi masalah serius pada sekolah, rumah, dan tempat kerja (Banerjee, 2008). Ketergangguan yang dirasakan manusia ketika berhadapan dengan bising juga dapat menstimulasi gejala stress di dalam dirinya (Ouis, 2002). Berbagai indikator bising seperti Ldn, TNI, and Leq (faktor akustik) telah sering digunakan di berbagai belahan dunia untuk mengevaluasi ketergangguan secara kuantitatif (Singhal, 2005). Namun evaluasi tersebut seringkali menjadi sulit ketika faktor-faktor nonakustik seperti sensitivitas, situasi sosial-ekonomi dan umur juga memberikan pengaruh yang mengganggu keterhubungan antara ketergangguan dan faktor akustik. Hal ini disebabkan pada kenyataannya ketergangguan disebabkan sebagian oleh faktor akustik, sebagian lainnya disebabkan oleh variabel-variabel moderator seperti aspek personal dan sosial suatu lingkungan perumahan. (Bluhm, et al., 2004). Meskipun tingkat dan sumber bising umumnya sama di tiap negara yang melakukan survey, namun tanggapan partisipan akan berbeda sebagai akibat dari kebudayaan, bahasa, dan pertanyaan yang diajukan (Juan-Li, 2008). Reaksi orang terhadap bising bermacammacam dengan alasan yang beragam. Seperti pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, umumnya ketergangguan lebih banyak dialami wanita atau individu dengan tingkat penghasilan tinggi. Kemudian, orang-orang yang tinggal pada daerah dengan tingkat bising di bawah 65 dBA umumnya memberikan ketergangguan yang lebih rendah (Gjestland, 2007). Lalu ada lagi kecenderungan bahwa ketergangguan membuat orang melakukan upaya seperti menutup jendela untuk mengisolasi sumber bising. Bahkan, orang yang toleransi terhadap bisingnya lebih rendah memilih pindah ke tempat yang lebih tenang (Ouis, 2002). Tujuan dari makalah ini adalah untuk menganalisis keterhubungan antara ketergangguan dan bising lalu-lintas dengan latar perumahan pada perkotaan sekaligus menginvestigasi pada tingkat paparan berapa ketergangguan mulai muncul. Fakta-fakta di atas membawa penelitian ini pada hipotesis nol bahwa orang yang tinggal pada tempat yang lebih bising akan lebih terganggu daripada orang yang tinggal pada daerah yang lebih tenang. Hipotesis lainnya adalah variabel-variabel eksplanatori mempunyai hubungan dengan tingkat ketergangguan. Hasil penelitian ini sangat penting baik untuk masyarakat dan pemerintah dalam membuat regulasi yang efisien untuk perencanaan jalan sehingga populasi yang terpajan akan seminimal mungkin merasa tidak nyaman.
METODOLOGI Pengukuran dilakukan di Jalan Plumpang Raya dan sekitarnya pada bulan Mei-Agustus. Pengukuran Kondisi Lalu Lintas Pertama-tama dilakukan penghitungan volume kendaraan untuk mengetahui hubungan antara bising dan jumlah kendaraan. Prosedur penghitungan adalah sebagai berikut. Pertama, kendaraan dibagi menjadi tiga kategori yaitu sepeda motor, mobil penumpang berukuran sedang dan kendaraan berat (lebih dari 4 roda). Kedua, dilakukan pengukuran tiga jenis
EH3-2
kendarraan tersebuut selama 155 menit untuuk mewakilii volume keddaraan selam ma 1 jam seeperti yang direkomenda d asikan DLLA AJR. Pengukkuran dilakuukan baik padda hari libur dan hari kerrja. Kecepatan n rata-rata daari laju volum me lalu lintaas didapatkaan dengan mengambil m accak 3 m ng jenis daan mengukuur waktu teempuh kenddaraan-kendaaraan kendarraan dari masing-masin tersebu ut pada jalan n sepanjang 30 m. Pengu ukuran Tinggkat Bising Pengukuraan tingkat suara s dilakuukan pada 14 1 titik penngukuran yaang berlokasi di sepanjjang jalan paada setiap gaang yang terbbentang darii Alur Laut ssampai Walaang Baru. Lookasi dari titik-titik peengukuran yang y diwakiili oleh gam mbar perseggi kecil dap pat dilihat pada bar 1. Penggukuran tinggkat bising yyang ditimbbulkan dilakuukan seharian (7.00 AM M to Gamb 10.00 PM) dengan n variasi jaraak pada sisi bbangunan yaang lebih dekkat dengan jaalan.
9
4
8
111
3 2
12 10
1
7 5
14 13
Gambarr 1. Lokasi tittik pengukuraan
n pada ketinnggian 1.2 m menggunaakan Integratted Sound Level L Pengukuraan dilakukan 01 yang dilen ngkapi denggan tripod. Waktu W pengukuran padaa masing-maasing Meter Rion NL-0 Pada studi in ni, indeks-inndeks titik diiatur 10 minnute dengan menggunakaan ‘All Passs’ response. P kebisin ngan yang diukur d adalaah Leq, Lm max, Lmin, L10, L50, andd L90 dan didapatkan seecara otomaatis. Tidak teerjadi hujan atau a angin yang bertiup secara ekstreem selama pengukuran. p Untuk menngetahui apaakah antara waktu (pagi, siang, sorre) memberikan nilai tinngkat bising yang berb beda, dilaku ukan uji Inndependent T-Test. H Hasil pengukkuran kemuudian dingkan den ngan nilai prediksi beeberapa moodel regresi yang dikeembangkan oleh diband penelitian sebelum mnya yaitu model Johhnson and Saunders, S Burgess, Anddi, dan Pasuupati modell. Model teerpilih adalaah model yyang paling dapat mennggambarkaan data. Deengan mengg gunakan uji paired t-tesst, dapat dibbandingkan antara outpuut model daan hasil obseevasi yang sesungguhny s ya. Surveey dengan Kuesioner K Data meng genai latar belakang massyarakat sepperti jenis keelamin, umurr, pekerjaan, dan tingkaat pendidikann didapatkaan dari Keluurahan Tugu u Utara. Unntuk mendappatkan inforrmasi mengeenai sikap masyarakat m terhadap t bising, dilakukkan survey kkuesioner keepada 200 orang o yang meliputi m 1000 orang kasuss dan 100 orrang kontrol.. Disain kueesioner terdiiri dari emppat bagian. Bagian B pertama untuk mengidentiffikasi umur, jenis kelam min, lama tin nggal, dan sttatus sosial--ekonomi. B Bagian keduaa mendefinissikan beberaapa faktor yang y diduga berpengaruuh : kepuasaan terhadap lingkungan,, kesadaran akan bising, adaptasi terhadap bisinng, keinginann pindah ke tempat yangg lebih baik, dan usaha untuk u urangi bisingg. Bagian keetiga adalah penilaian tin ngkat keterggangguan sesseorang terhhadap mengu bising dan bentuknnya. Untuk mellakukan pennilaian keterrgangguan, digunakan d skala verbal yang digunnakan Fields (1998) dan d merupaakan pertannyaan stand dar internaasional di Inggris. Fields F mengeelompokkan keterganggguan dalam beberapa tiipe, dengann urutan : ‘Sangat’, ‘Cuukup Sangat’, ‘Sedang’, ‘Sedikit’, dan d ‘Tidak Sama S Sekali’(Hoeger, 20002)
Analisis Statistik Hipotesis nol yang digunakan dalam penelitian ini diartikan sebagai ‘tidak terdapat perbedaan’ atau ‘tidak terdapat hubungan’. Tingkat signifikansi minimum untuk menolak Ho pada semua analisis (preset α) adalah 0.05 (uji dua ekor) kecuali pada korelasi, nilai minimum α juga 0.01. Untuk mempelajari keertan hubungan antarvariabel pada kuesioner, digunakan koefisien korelasi Kendall. Selanjutnya, untuk mendapatkan hubungan linieritas antara Leq terhadap ketergangguan, dibangun suatu model regresi berganda menggunakan prosedur stepwise (gabungan antara prosedur forward dan backward). Untuk mengetahui akurasi persamaan, dilakukan serangkaian uji statistik seperti penghitungan koefisien determinan (‘R2’) dan analisis variansi (ANOVA) untuk mengetahui signifikasi regresor terhadap variabilitas variabel dependen.
HASIL
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
weekend 08:00-09:00 09:00-10:00 10:00-11:00 11:00-12:00 12:00-13:00 13:00-14:00 14:00-15:00 15:00-16:00 16:00-17:00 17:00-18:00 18:00-19:00 19:00-20:00 20:00-21:00
Jumlah Kendaraan
Volume kendaraan diwakili dengan jumlah kendaraan per jam. Hasil pengukuran menunjukkan volume kendaraan tertinggi terjadi pada sore hari (16.00-17.00) baik pada hari kerja dan hari libur. Pada Gambar 2, terlihat bahwa jumlah kendaraan pada hari libur waktu siang (4000-4800 unit) nilainya lebih besar dari hari biasa (2400-3800 unit). Kecepatan ratarata baik pada hari libur dan hari kerja adalah 25 km/jam. Dari semua jenis kendaraan yang diukur, 73.2% terdiri dari sepeda motor pada hari kerja dan sekitar 63.2% pada hari libur, diikuti oleh jumlah mobil sebanyak 13% pada hari libur dan 29,8% pada hari kerja, sisanya adalah 3% pada hari biasa and 7,8% on pada hari libur adalah persentase kendaraan berat.
regular day
Selang Waktu
Gambar 2. Jumlah kendaraan terhadap waktu
Gambar 3 menunjukkan nilai Leq pada tiap titik untuk masing-masing waktu di hari kerja dan hari libur. Tingkat bising Leq tidak bervariasi terhadap waktu atau cenderung konstan. Hal ini dibuktikan dengan uji Independent T-test yang mendapati bahwa tidak ada perbedaan rata-rata untuk nilai Leq pagi hari, siang hari, dan malam hari baik pada hari kerja dan hari libur (p>0.05). Nilai rata-rata Leq adalah 73.26 ± 0.9 dBA untuk hari biasa dan 74.05±1.0 dBA untuk hari libur. Semua nilai Leq melebihi baku mutu untuk perumahan (55 dBA).
EH3-4
Leq (dBA)
100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50
Inter AM PM Standard Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Titik Sampling
Leq (dBA)
(a) 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50
Inter AM PM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Standard Level
Titik Sampling
(b) Gambar 3. (a) Nilai Leq hari libur (b) Nilai Leq hari kerja Nilai Leq dengan variasi jarak dapat dilihat pada Gambar 4. Penambahan jarak dua kali menurunkan tingkat bising hingga ± 6 dBA, sehingga termasuk kategori daerah free field. Penurunan ini menunjukkan bahwa tidak ada faktor reflektif yang mengganggu perambatan energi suara.
Leq (dBA)
100 80 60 40 20 0 0
5
10
15
20
25
30
Jarak dari jalan (m)
Gambar 3. (a) Nilai Leq hari libur (b) Nilai Leq hari kerja Ringkasan dari keseluruhan nilai Leq pada perumahan di sekitar Jalan Plumpang Raya digambarkan oleh suatu peta kontur kebisingan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 5, kontur 76 dBA didapati pada sepanjang jalan. Sementara kontur 56 dBA didapati pada area Walang Baru (area kontrol)
EH3-5
12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
Gambar 5. Peta tingkat bising
Tabel 1 memperlihatkan perbedaan antara nilai Leq hasil pengukuran dengan Leq hasil prediksi model. Dari 6 model, model Burgess yang memiliki beda paling kecil dengan nilai yang diamati baik dengan perhitungan manual ataupun uji paired-t-test (p>0.05). Tabel 1. Perbandingan Leq pengukuran dengan Leq prediksi model Beda (dBA)
Pengukuran 63.9 71.4 70 65.9 67.4 68.9 Rata-Rata
JS 2.10 4.47 2.88 0.04 1.73 2.52 2.29
Nelson 7.02 11.92 11.35 8.68 10.96 9.94 9.98
Burgess 3.22 6.85 6.79 5.61 8.45 5.77 6.11
Andi 0.10 4.49 3.77 1.77 4.08 3.01 2.87
Modifikasi Burgess 2.65 0.34 0.41 1.72 1.11 1.57 1.30
Pasupati 4.42 0.82 1.32 3.14 0.69 2.19 2.09
Pada daerah berkasus, jenis kelamin pria pada sampel sebanyak 60 orang (60%) dan 40% wanita. Dari seluruh responden, yang berumur di bawah 20 tahun berjumlah 8%, 20-29 tahun sebanyak 37%, 30-39 tahun 23%, 40-49 tahun 15%, serta di atas 50 tahun sebanyak 17%. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa ketergangguan pada daerah kontrol dan daerah kasus berbeda. Ho ditolak karena memiliki signifikansi di bawah 0.05 (signifikansi : 0.00). Distribusi data masing-masing daerah terlihat pada Gambar 7. Distribusi data pada daerah kontrol berpusat pada 1 (nilai rata-rata) dan memiliki puncak kurva yang relatif lancip, terbukti dengan nilai kurtosis yang positif ( nilai kurtosis = +3.773). Sementara, distribusi data pada daerah kasus menyimpang lebih menyimpang dari rata-ratanya jika dibandingkan daerah kontrol sehingga kurva lebih tumpul, terbukti dengan nilai kurtosisnya yang negatif (-0.986) . Hal ini menggambarkan bahwa variasi ketergangguan lebih banyak ditemui pada daerah kasus seperti yang dihipotesakan. Untuk membandingkan prevalensi ketergangguan pada masing-masing karakteristik kelompok dapat dilihat pada tabel 2. Tabel berikutnya adalah ringkasan nilai koefisien korelasi Kendall’s tau b untuk masing-masing hubungan antara dua variabel. Dari tabel ini, kita mendapati bahwa faktor yang memiliki korelasi signifikan (p<0.01) dengan tingkat ketergangguan adalah upaya mengurangi tingkat bising, tingkat penghasilan, Leq,dan tingkat pendidikan, dan umur.
EH3-6
(a)
(b))
Gambar 6. (a) Histogram m tingkat keteergangguan pada p daerah kkontrol (b) Hisstogram tingkkat k ketergangguan n pada daerahh kasus Tab bel 2. Proporssi tingkat keteergangguan pada berbagai karakteristik kelompok Jen nis Kelaamin
Variablees Laki-Laki L
Tidak
Sedikit
Sedang
C Cukup-Sangat
Sangat
T Total
41.1%
67.9%
53.1%
63.6%
55.6%
511.3%
P Perempuan
58.9%
32.1%
46.9%
36.4%
44.4%
488.7%
SD/SMP
46.2%
44.4%
35.5%
22.2%
20.0%
333.0%
SMA
53.8%
55.6%
54.8%
50.0%
50.0%
533.0%
Ting gkat Pendid dikan
Um mur
Lam ma Tingggal
Ting gkat Penghasilan
D3/S1
.0%
.0%
9.7%
27.8%
30.0%
144.0%
< tahun <20
4.4%
25.0%
9.4%
9.1%
14.8%
100.1%
200-29 tahun
13.3%
25.0%
46.9%
36.4%
25.9%
244.6%
30-39tahun
25.6%
14.3%
18.8%
22.7%
33.3%
233.6%
400-49 tahun
21.1%
25.0%
6.3%
9.1%
11.1%
166.6%
> tahun >50
33.3%
10.7%
18.8%
22.7%
14.8%
244.1%
0 tahun 0-3
14.4%
21.4%
43.8%
36.4%
22.2%
233.6%
3 tahun 3-6
10.0%
25.0%
9.4%
4.5%
18.5%
122.6%
> 6 tahun
75.6%
53.6%
46.9%
59.1%
59.3%
633.8%
Rpp <0.5 juta
23.1%
38.9%
16.1%
11.1%
15.0%
2 20%
Rp p 0.5 -1 juta
38.5%
27.8%
58.1%
16.7%
20.0%
355.0%
R 1-5 juta Rp
38.5%
33.3%
25.8%
72.2%
65.0%
455.0%
Tabel 3. Koorelasi Bivariiat Antara Tinngkat Ketergaangguan, Fakttor Akustik, dan d Non Akusstik Variabel
Upaya
Leq
Umur
Tingkat -.254** .641** --.226** Ketergangguan K n *signifikan pada p tingkat 0.005 (uji 2 sisi) **signifikan pada tingkat 0.01 0 (uji 2 sisi)
Tiingkat Penndidikan
Tiingkat Penghasilan
Lama Tinnggal
Jenis Kelam min
.2274**
.2236**
-.1165*
-.1311*
Gambar 7 menggam mbarkan keetergangguaan pada tinngkat cukuup sangat/saangat tergannggu pada beerbagai tingkkat dBA. Keetergangguann skala 4 daan seterusnyaa diberikan lebih dari 40% 4 respond den yang teerpapar Leqq>65 dBA sementara s kketergangguaan tersebut pada daerahh Leq< 65 dB BA hanya diiberikan olehh kurang darri 30 % respoonden .
80 70
%Sampel
60 50 40
Cukup Sangat Terganggu
30
Sangat Terganggu
20 10 0 > 55
55‐65
65‐75
75‐85
Gambar 7. Persentase ketergangguan tingkat ‘cukup sangat’ dan ‘sangat ‘
Ditanyakan mengenai ketidakpuasannya terhadap lingkungan, terdapat 11% responden yang menjawab tidak puas akibat bising. Populasi sebagian besar mengeluhkan cuaca yang panas (31%). Maksud dari ketidakpuasan campuran adalah ketika orang mengeluhkan tentang permasalahan lingkungan mereka lebih dari satu misalnya bising dan getaran, atau tiga tipe ketidakpuasan lingkungan, seperti bising, getaran, dan temperatur. Dari Gambar 8, kita lihat terdapat 31% yang melaporkan ketidakpuasan lebih dari satu masalah. Oleh karena itu, biasanya orang-orang yang mengalami ketegangguan bising mengkombinasikannya dengan ketergangguan lain seperti getaran. Dari semua yang mengalami ketergangguan bising (82% dari populasi kasus), 32% di antaranya mengalami gangguan percakapan/komunikasi. Adapun 27% orang mengeluhkan gangguan tidur. 13% mengalami ketergangguan campuran, misalnya mengalami gangguan percakapan dan tidur sekaligus.
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Bentuk ketidakpuasan lingkungan (b) Bentuk ketergangguan bising
Orang yang mengalami ketergangguan terhadap bising jalan raya memiliki kecenderungan untuk termotivasi pindah ke tempat lain serta biasanya melakukan upaya untuk mengurangi bising di tempat tinggalnya dengan menutup pintu/jendela. Gambar 9 menunjukkan baik persentase orang-orang yang berpikir untuk pindah dan orang-orang yang melakukan upaya untuk mengurangi tingkat bising di tempat tinggalnya dalam di antara kelompok tingkat terganggu sejenis. Semakin tingkat ketergangguannya tinggi, semakin besar persentase dalam kelompok terganggu tersebut yang ingin pindah ataupun melakukan upaya.
EH3-8
Sample Percentage (%)
100 80 60 40
Berupaya Mengurangi Bising
20
Keinginan Pindah
0 1
2
3
4
5
Annoyance Level
Gambar 9. Persentase keinginan pindah dan upaya dalam kelompok terganggu
Tingkat Keterganggauan
Penghitungan prediksi ketergangguan dengan Leq sebagai variabel independen dilakukan menggunakan analisis regresi. Dengan R2=0.629, berarti 62.9% variasi pada Y dapat dijelaskan secara linier oleh X. Berdasarkan uji ANOVA, Ho (tidak ada hubungan linier) ditolak dengan P<0.025. 5 4 3 2 1 40
50
60
70
80
90
y = 0.088x ‐ 3.188 R² = 0.629
Leq (dBA)
Gambar 10. Model regresi untuk memprediksi tingkat ketergangguan
Dengan memasukkan nilai skala ketergangguan , kita dapat mengetahui nilai-nilai Leq yang menyebabkan ketergangguan orang pada skala-skala tersebut ( lihat Tabel 4). Tabel 4. Tingkat ketergangguan sebagai fungsi Leq
Tingkat Ketergangguan 1 Leq (dBA) 47.6
2 59
3 4 70.3 81.7
5 93
PEMBAHASAN Pemilihan lokasi pada penelitian ini cukup reliable mengingat seiring bertambahnya dua kali jarak, penurunan yang terjadi hingga 6 dBA, sehingga faktor reflektif dapat diabaikan. Dengan demikian, pendapat orang-orang tentang ketergangguan tidak bervariasi karena faktor ini. Dengan mengetahui persentase masing-masing jenis kendaraan, dapat diketahui bahwa sepeda motor adalah kontributor utama terhadap kebisingan jalan raya. Namun, ternyata responden terbanyak ada pada kelompok yang terganggu oleh truk (71%). Responden yang terganggu oleh motor hanya 13%, sementara sisanya terganggu oleh mobil penumpang. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian di India yang menyatakan bahwa responden umumnya terganggu oleh kendaraan berat (Banerjee, 2008). Besarnya ketergangguan akibat kendaraan berat juga dapat dijelaskan karena pada kecepatan rendah,
EH3-9
umumnya kendaraan berat lebih mengganggu daripada jenis kendaraan lainnya (To et al., 2002) Evaluasi menunjukkan bahwa model Burgess adalah model paling tepat untuk memprediksi kebisingan di Jalan Plumpang Raya. Hal ini dikarenakan model regresi Burgess mengabaikan variabel kecepatan, sehingga cocok untuk jalan-jalan di Jakarta yang sering mengalami kemacetan. Oleh karena itu, untuk memprediksi Leq dapat digunakan persamaan : LAeq = 55.5 + 10.2 log Q + 0.3 p – 19.3 log d. Tabel 4 menggambarkan korelasi antara tingkat ketergangguan dengan beberapa variabel lain. Terlihat bahwa korelasi paling besar terjadi antara tingkat ketergangguan dan Leq. Peningkatan dBA menyebabkan peningkatan ketergangguan. Hal ini diperjelas dengan perbedaan ketergangguan yang terjadi pada daerah tenang dan bising. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa Leq adalah prediktor terbaik untuk tingkat ketergangguan, seperti yang dihipotesakan. Meskipun begitu, tingkat ketergangguan tidak hanya tergantung pada tingkat bising. Berdasarkan tabel 4, tingkat ketergangguan juga akan muncul lebih tinggi pada orang-orang dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi. Variabel lain yang juga berkorelasi dengan tingkat ketergangguan adalah upaya untuk mengurangi kebisingan seperti menutup jendela atau pintu. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa ketergangguan dan kesulitan untuk tidur banyak terjadi pada mereka yang menutup jendela pada sisi yang terpajan jalan raya (Meijer et al., 1985). Adapun berdasarkan tabel, umur, jenis kelamin, dan lama tinggal berkorelasi lemah dengan tingkat ketergangguan. Korelasi negative antara umur dan tingkat ketergangguan berlawanan dengan penemuan yang menyatakan bahwa orang tua umumnya lebih mudah terganggu oleh bising (Berglund and Lindvall, 1995). Penemuan bahwa orang yang tinggalnya belum lama lebih terganggu sesuai dengan penelitian yang menyatakan orang yang biasanya tinggal dalam waktu yang lama akan terbiasa dengan kebisingan (Griefahn et al., 2000). Hipotesa tentang keinginan pindah juga diterima karena terbukti bahwa orang dengan tingkat ketergangguan lebih tinggi memiliki kecendrungan untuk pindah atau melakukan upaya untuk mengurangi kebisingan. Keterbatasan dari studi ini adalah tidak adanya pengukuran sensitivitas bising, sejarah responden sebelum tinggal di daerah yang terpapar bising, serta arah jendela rumah responden ketika tidur. Pentingnya pengukuran sensitivitas terhadap bising terbukti bahwa penelitian di suatu kota berukuran sedang, angka orang yang sensitif terhadap bising sebesar 25% yang tentunya signifikan (Matsumara and Rylander, 1991). Kemudian, pentingnya arah jendela dideskripskan dalam studi yang menemukan bahwa pengaruh psikologi banyak dialami oleh orang-orang dengan arah jendela menghadap jalan yang membuat waktu untuk tertidur lebih lama (Babisch, 2000). Berdasarkan hasil regresi didapatkan persamaan : y = 0.088x-3.18, dapat dikatakan bahwa nilai ketergangguan prediksi dengan Leq sebagai variabel independen memiliki korelasi antar variabilitas yang sedang (r=0,793). Karena keterbatasan penggunaan, Leq yang digunakan dalam persamaan ini direkomendasikan berkisar antara 47-93 dBA. Keterhubungan dan koefisien linieritas ini valid pada tingkat kepercayaan 95% dan berada pada daerah penolakan Ho (tidak ada hubungan linieritas) berdasarkan signifikansi uji dua ekor (p<0.025).
KESIMPULAN Ada hubungan yang cukup kuat (sedang) antara tingkat bising dan tingkat ketergangguan, sementara tidak ada bukti statistic yang cukup kuat dari penelitian ini yang menunjukkan usia, jenis kelamin, dan lama tinggal mempunyai pengaruh terhadap tingkat ketergangguan. Atribut individu yang berkorelasi dengan tingkat ketergangguan adalah tingkat pendidikan dan pendapatan. Adapaun analisis terpisah menemukan bahwa ditemukan keinginan untuk pindah pada orang-orang dengan ketergangguan tinggi. EH3-10
DAFTAR PUSTAKA Babisch, W. 2000. Traffic Noise and Cardiovascular Disease : Epidemiological Review and Synthesis. Noise&Health 8 : 9-32 Berglund, B. dan Lindvall, T. 1995. Community Noise. Archives of The Center for Sensory Research. Stockholm University and Karolinska Intitutet, Stockholm Banerjee, D., S.K Chakraborty, S. Bhattacharyya, dan A. Gangopadhyay. 2008. Attidunal Response Towards Road Traffic Noise in The Industrial Town of Asansol, India. Environment Monitoring Assesment 151 (2009) : 37-44 Griefahn, B., Scheumer-Kohrs A., Scheumer R., Moehler V., dan Mehnert P. 2002. Physiological, Subjective, and Behavioural Responses During Sleep to Noise From Rail and Road Traffic. Noise & Health 9 59-71 Hoeger, R., D. Schereckenberg, U. Felscher-Suhr, dan B. Griefahn. 2002. Night Time Noise Annoyance : State of the Art. Noise&Health. 4(15) : 19-25 Juan-Li, H., W.B Yu, J.Q. Lu, L. Zeng, N.Li, dan Y.M Zhao. Investigation of Road Traffic Noise and Annoyance in Beijing : A Cross-Sectional Study of 4th Ring Road. International Archives of Occupational Environment Health. 63 (1) : 27-34 Matsumara, Y. dan Rylander. 1991. Noise Sensitivity and Road Traffic Annoyance in a Population Sample. Journal of Sound and Vibration. 151 : 415-419 Meijer, Hans., Knipschild, Paul., dan Herman Salle. Road Traffic Noise Annoyance in Amsterdam. 1985. International Archives of Occupational Environment Health 56 : 285-297 Ouis, D. 2002. Annoyance Caused by Exposure to Road Traffic Noise : An Update. Noise and Health 15 (2002) : 69-79 Singhal, S.P. 2005. Noise Pollution and Control Strategy. Journal of Sound and Vibration 181-169 To, W.M., Roadney,C., dan Ip,W. 2002. A Multiple Regression Model for Urban Traffic Noise in Hongkong. The Journal of The Acoustical Society of America 2 551-556 Rumberg, M. 2009. Environmental Noise. Visualizing Suistainable Planning. 5 : 127-134
EH3-11