TINDAKAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PENERTIBAN PENDAKIAN GUNUNG PENANGGUNGAN Nisya’ Tri Yolanda NIM. 071211431004 Mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
Abstrak Banyaknya wisatawan yang melakukan pendakian di Gunung Penanggungan membawa perubahan sikap sosial masyarakat di sekitar Gunung Penanggungan yang diwujudkan dengan dilakukannya kegiatan penertiban pendakian. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tindakan sosial masyarakat di sekitar Gunung Penanggungan dalam penertiban pendakian Gunung Penanggungan Jalur Pendakian Tamiajeng, yakni apa tindakan sosial yang dilakukan dan bagaimana tindakan sosial tersebut dilakukan oleh masyarakat di sekitar Gunung Penanggungan serta mengapa masyarakat pelaku penertiban pendakian ini merasa perlu untuk melakukan tindakan sosial tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap masyarakat pelaku penertiban pendakian yang dipilih secara purposif. Teori yang digunakan dalam menganalisis data yang didapatkan yakni teori tindakan sosial oleh Max Weber. Hasil dari temuan data mengungkapkan bahwa tindakan sosial yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan penertiban pendakian antara lain melakukan pendataan pendaki, memberikan himbauan terkait kelestarian alam dan keamanan situs-situs bersejarah dan memberikan pertolongan kepada pendaki. Dalam melakukan tindakan tersebut, masyarakat bekerjasama dengan Perum Perhutani dengan sistem pembagian hasil. Terkait pembiayaan klaim medis pendaki, masyarakat bekerjasama dengan pihak asuransi. Masyarakat juga memenuhi pungutan-pungutan liar oleh oknum dari institusi pemerintah. Masyarakat pelaku penertiban pendakian juga mendapatkan upah untuk setiap kali bertugas. Untuk itu masyarakat menetapkan tarif masuk pendakian. Tindakan sosial tersebut dilakukan untuk mempertahankan eksistensi Gunung Penanggungan sebagai obyek wisata pendakian favorit. Masyarakat di sekitar Gunung Penanggungan menggantungkan diri pada upah yang didapat dari kegiatan penertiban pendakian yang dilakukannya. Kata Kunci: tindakan sosial, penertiban pendakian
Kabupaten ini memiliki potensi yang
Pendahuluan Kabupaten Mojokerto merupakan
sangat besar dalam hal wisata cagar
salah satu daerah wisata yang menarik
budaya dan wisata alam. Situs cagar
untuk
budaya sebagaimana yang dijelaskan oleh
dikunjungi
di
Indonesia.
1
Fitrianto (2011) banyak diketemukan di
dengan ketinggian 570 meter di atas
Kabupaten Mojokerto ini. Di Kecamatan
permukaan laut dan Kecamatan Trawas
Trowulan misalnya, di sana banyak
dengan ketinggian 800 meter di atas
diketemukan
permukaan laut (Pemkab Mojokerto,
peninggalan-peninggalan
kerajaan Majapahit. Menurutnya ada
dalam Fitrianto 2011: 25).
beberapa prasasti yang saat ini menjadi destinasi
wisatawan
domestik
satu di antara dua kecamatan yang
maupun mancanegara. Prasasti Kudadu,
memiliki panorama alam yang indah,
Prasasti Wingun Pitu, Prasasti Canggu,
mempunyai destinasi wisata yang tidak
Prasasti Alasantan dan prasasti-prasasti
kalah menarik dengan wisata-wisata alam
lainnya menjadi bukti akan kemolekan
lain di Kabupaten Mojokerto. Wisata
wisata
alam tersebut adalah wisata pendakian
cagar
baik
Kecamatan Trawas sebagai salah
budaya
Kabupaten
Mojokerto. Selain Prasasti, ada juga
Gunung
candi-candi
peninggalan
Penanggungan itu sendiri merupakan
Kerajaan Majapahit, yakni Candi Bajang
salah satu gunung berapi aktif yang
Ratu, Candi Tikus, Candi Brahu, Candi
menjadi tujuan wisata alam di Kabupaten
Kedaton, dan candi-candi lainnya.
Mojokerto.
Selain
sebagai
wisata
cagar
Penanggungan.
Gunung
ini
Gunung
memiliki
budaya,
ketinggian 1.652 meter di atas permukaan
Kabupaten Mojokerto juga memiliki
laut. Dari laporan Jawa Pos (2015)
objek wisata alam yang menarik. Wisata
disebutkan bahwa
alam ini terletak pada dua di antara 18
wisatawan
kecamatan yang
berada di wilayah
Gunung Penanggungan setiap bulannya.
adminstratif Kabupaten Mojokerto yang
Bahkan pada hari Jumat dan Sabtu,
merupakan wilayah dataran tinggi. Dua
jumlah pendaki bisa mencapai angka
kecamatan ini yaitu Kecamatan Pacet
rata-rata 300 orang.
2
lebih dari 1.000
melakukan
pendakian
di
Gunung Penanggungan sebagai
beton ini merupakan salah satu upaya
objek wisata pendakian memiliki empat
Pemerintah Kabupaten Mojokerto dalam
jalur yakni Jalur Betro Desa Wonosuyo
mengembangkan potensi wisata alam di
Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan,
Gunung Penanggungan. Namun, wacana
Jalur
Seloliman
tersebut mendapatkan penolakan baik
Kabupaten
dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Mojokerto, Jalur Ngoro di Desa Ngoro
maupun dari kalangan pendaki. Mustofa
Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto,
Kamal Pasa mengatakan, “Apa dasar
dan yang terakhir Jalur Tamiajeng di
mereka menolak, belum tahu tujuannya
Desa
kok
Jalatunda
Kecamatan
Desa
Trawas
Tamiajeng
Kecamatan Trawas
sudah
menolak.
Kami
ingin
Kabupaten Mojokerto. Jalur Tamiajeng
membenahi, bukan merusak, kami hanya
disebut sebagai jalur pendakian Gunung
membuatkan jalan supaya para pendaki
Penanggungan yang paling favorit bagi
tidak
para pendaki (Info Pendaki, 2015). Jalur
Mojokerto,
inilah yang menjadi jalur pendakian
Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah
Gunung Penanggungan paling ramai
menetapkan
daripada jalur-jalur yang lain.
sebagai
Jalur Tamiajeng sebagai jalur
lewat
jalannya 2015).
air.”
(Maja
Sementara
Gunung
Kawasan
itu
Penanggungan Cagar
Budaya
Peringkat
Provinsi.
bahan
tercantum
dalam
perbincangan hangat di kalangan pendaki
Gubernur
Jawa
gunung. Perbincangan ini terkait wacana
188/18/KPTS/013/2015
pembangunan
oleh
Januari 2015 (Tempo, 2015). Kemudian
Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Bupati
para pendaki yang tergabung dalam
Mojokerto,
Pasa
komunitas “Save Pawitra” melakukan
mengatakan bahwa pembangunan tangga
aksi penolakan berupa pembuatan petisi
teramai,
sempat
menjadi
tangga
Mustofa
beton
Kamal
3
Penetapan Surat
ini
Keputusan
Timur
Nomor
tanggal
14
dan
penggalangan
tanda
tangan.
Penertiban Pendakian LMDH Sumber
Pembuatan petisi dan penggalangan tanda
Lestari.
tangan dilakukan pada sebuah spanduk
Adanya
Unit
Penertiban
sebesar 2x6 meter yang bertuliskan “Save
Pendakian
Pawitra Jangan Biarkan Tanah Leluhur
merupakan salah satu bukti
Kita Direbut”. Aksi tersebut dilakukan di
banyaknya wisatawan yang melakukan
depan
Lembaga
pendakian di Gunung Penanggungan
(LMDH)
membawa perubahan pada sikap sosial
Pos
Masyarakat Sumber
Pendakian Desa
Lestari,
Hutan Desa
Tamiajeng
LMDH
masyarakat,
Sumber
sehingga
Lestari bahwa
masyarakat
di
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto
sekitar Jalur Tamiajeng pada prosesnya
(Detik, 2015).
memiliki
inisiatif
untuk
membentuk
Komunitas “Save Pawitra” pada
sebuah lembaga yang bergerak di bidang
dasarnya merupakan kepanjangan tangan
perlindungan ekosistem hutan. Inisiatif
dari Unit Penertiban Pendakian milik
ini diawali dengan dibentuknya LMDH
LMDH Sumber Lestari yang mengelola
Sumber Lestari oleh Perum Perhutani.
Jalur Tamiajeng Gunung Penanggungan.
LMDH
Penggerak Komunitas “Save Pawitra”
perwujudan dari kerjasama Perhutani
merupakan pengurus dan anggota Unit
dengan masyarakat di sekitar Gunung
Penertiban
LMDH
Penanggungan untuk menanami hutan
Aksi
Gunung Penanggungan kembali setelah
karena
pembalakan liar yang terjadi pada kisaran
Sumber
Pendakian Lestari
penolakan
itu
milik sendiri.
dilakukan
pembangunan tangga beton diperkirakan akan
berpengaruh terhadap
pengelolaan
jalur
Lestari
merupakan
tahun 2000.
kegiatan
pendakian
Sumber
Namun, aktivitas LMDH Sumber
dan
Lestari pada saat itu hanya sebatas untuk
perlindungan ekosistem hutan oleh Unit
reboisasi
4
hutan,
sementara
jumlah
wisatawan yang melakukan pendakian
Kepedulian masyarakat di sekitar
semakin banyak. Sehingga, pemuda di
Gunung Penanggungan yang diwujudkan
sekitar
dalam
Gunung
membentuk
Penanggungan
sebuah
tersebut
mencakup
yang
keprihatinannya terhadap jumlah pendaki
bergerak di bidang penjagaan kelestarian
Gunung Penanggungan yang semakin
hutan sekaligus penertiban pendakian,
meningkat
yakni
Pemuda
Peningkatan jumlah pendaki ini menjadi
Trawas) pada 9 September 2003. Selang
kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat
beberapa tahun, Reksa Wana berdiri
di
untuk menggantikan Kompas yakni sejak
pertama-tama
tahun
Kompas
2011.
Masyarakat
komunitas
pendirian
(Komunitas
Setelah Desa
dari
sekitar
itu,
Lembaga
pendaki
Hutan
(LMDH)
menjaga
waktu
Gunung
ke
Penanggungan,
mengenai
gunung
pemahaman
akan
kelestarian
waktu.
pentingnya alam
dan
Sumber Lestari melanjutkan kegiatan
perlindungan cagar budaya di Gunung
pelestarian
dan
Penanggungan mengingat bahwa Gunung
penertiban pendakian dengan membentuk
Penanggungan telah ditetapkan sebagai
satu unit baru yakni Unit Penertiban
Kawasan
Pendakian pada 1 November
Provinsi.
ekosistem
hutan
2014
Cagar
Budaya
Peringkat
sebagai pengganti Reksa Wana. Aktivitas
Peningkatan jumlah pendaki juga
penertiban pendakian ini juga dilakukan
menjadi kekhawatiran tersendiri bagi
oleh warung-warung di sekitar Gunung
masyarakat
Penanggngan terkait penitipan kendaraan
Penanggungan
pendaki. Sejak Reksa Wana ada, Karang
perbekalan dan kemampuan wisatawan
Taruna Desa Tamiajeng, Kecamatan
dalam pendakian gunung. Departemen
Trawas
Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera
Kabupaten
Mojokerto
juga
membuka jasa parkir kendaraan.
di
sekitar
Gunung
khususnya
mengenai
Barat (1991/1992: 79) dalam buku yang
5
berjudul
Dampak
Pengembangan
Palang
Merah
Indonesia
(PMI)
Pariwisata terhadap Kehidupan Budaya
Kabupaten Mojokerto, Didik Soedarsono,
Daerah Sumatera Barat mengatakan,
mengenai
“Pada
masyarakat
pendakian di Gunung Penanggungan
memperlakukan wisatawan sebagai tamu,
yang terjadi pada 12 April 2015. Didik
yang
Soedarsono
umumnya
berarti
mempunyai ketertiban
mereka
juga
merasa
tanggungjawab
pada
dan
keamanan,
peristiwa
(2015)
Facebook-nya
dimana
Lembaga
kecelakaan
dalam
menjelaskan
Masyarakat
akun bahwa
Desa
Hutan
tamunya tersebut datang dan menginap.”
(LMDH) Sumber Lestari bersama Badan
Dalam konteks ini peningkatan jumlah
SAR (National Search and Rescure
pendaki Gunung Penanggungan membuat
Agency) Nasional Kantor SAR Surabaya
masyarakat
Gunung
segera melakukan evakuasi korban segera
menjalani peran
setelah mendapatkan kabar dari adanya
sebagai ranger gunung yakni sebagai
pendaki yang membutuhkan pertolongan.
Penanggungan
orang
yang
di
sekitar
juga
melakukan
pertolongan
Penarikan iuran kepada pedagang
pertama bagi pendaki yang mengalami
kaki
kekurangan bekal dan cedera. Untuk itu
Surabaya
masyarakat
pendakian di Gunung Penanggungan
Penanggungan
di
sekitar
Gunung
memberlakukan
lima
di dan
Pasar
Setonongulon
pemberlakuan
tarif
tarif
merupakan bentuk-bentuk tindakan sosial
untuk mendaki gunung sebesar Rp
yang dilakukan seiring dengan fenomena
8.000,00 bagi setiap pendaki dengan
sosial yang terjadi di lingkungannya.
jaminan asuransi (Koran Sindo, 2015).
Tingginya jumlah pedagang kaki lima di
Implementasi jaminan asuransi ini salah
Pasar
satunya dapat dilihat dari pemaparan
berpengaruh
Kepala Sie Penanggulangan Bencana
paguyuban pedagang kaki lima di Pasar
6
Setonongulon terhadap
Surabaya sikap
sosial
Setonongulon Surabaya. Begitu pula tingginya melakukan
jumlah
wisatawan
pendakian
Penanggungan
di
membawa
Dari beberapa pemaparan di atas,
yang
maka
Gunung
permasalahan
yang
menjadi
menarik untuk dikaji dalam penelitian ini
perubahan
adalah
mengenai
sosial
pada sikap sosial masyarakat di sekitar
masyarakat
Jalur Tamiajeng yang merupakan jalur
Penanggungan yang bekerjasama dengan
pendakian paling
Perhutani dalam melakukan kegiatan
favorit
bagi
para
di
tindakan
pendaki. Tindakan sosial tidak serta
penertiban
merta dilakukan oleh masyarakat tanpa
Penanggungan.
adanya suatu fenomena sosial yang
sekitar
Gunung
pendakian
Sebelum
Gunung
adanya
Kompas,
mengirinya, sebagaimana yang dikatakan
wisatawan dapat melakukan pendakian di
oleh
dan
Gunung Penanggungan secara cuma-
Kebudayaan Sumatera Barat (1991/1992:
cuma. Gunung Penanggungan merupakan
81) pada Buku Dampak Pengembangan
tempat favorit bagi para pendaki gunung
Pariwisata terhadap Kehidupan Budaya
hal ini dibuktikan dengan laporan Jawa
Daerah Sumatera Barat, “Tampaknya
Pos bahwa lebih dari 1.000 wisatawan
pengaruh turis pada anak muda seperti
melakukan
guide atau pemandu wisata, baik yang
Penanggungan setiap bulannya. Bahkan
profesional
sedikit
pada hari Jumat dan Sabtu, jumlah
banyaknya membawa perubahan dalam
pendaki bisa mencapai angka rata-rata
sikap
cenderung
300 orang. Hal ini dihitung dari jumlah
bersifat bisnis, yang setiap tindakan
pendaki yang melewati Jalur Tamiajeng.
sosialnya
Sebagaimana diketahui bahwa Gunung
Departemen
Pendidikan
ataupun
sosialnya.
tidak,
Mereka
berharap
mendapatkan
imbalan jasa.”
pendakian
di
Gunung
Penanggungan sebagai tempat wisata pendakian
7
memiliki
empat
jalur
pendakian
yakni
Jalur
Betro,
Jalur
masyarakat mengalami perubahan dari
Jalatunda,
Jalur
Ngoro
dan
Jalur
waktu ke waktu, sehingga tindakan sosial
Tamiajeng. Banyaknya pendaki Gunung
dalam dalam penertiban pendakian akan
Penanggungan menjadi pusat perhatian
menyesuaikan
bagi masyarakat di sekitar Gunung
masyarakat di sekitarnya.
Penanggungan. Perhatian ini menyangkut
dengan
Sebagaimana
uraian
dalam
penelitian
dalam
kelestarian cagar budaya, lingkungan
tersebut,
alam
wisatawan
penelitian ini yaitu apa tindakan sosial
khususnya wisatawan yang melakukan
yang dilakukan dan bagaimana tindakan
pendakian. Untuk itu, masyarakat di
sosial tersebut dilakukan oleh masyarakat
sekitar
Penanggungan
di sekitar Gunung Penanggungan serta
menetapkan tarif sebesar Rp 8.000,001
mengapa masyarakat pelaku penertiban
untuk
pendakian
serta
keselamatan
Gunung
setiap
wisatawan
yang
akan
fokus
kondisi
ini
merasa
perlu
melakukan pendakian. Biaya tersebut di
melakukan tindakan sosial itu.
antaranya termasuk asuransi pendakian.
Pembahasan
Dalam hal ini alam dapat sekaligus
Bab
ini
menjelaskan
untuk
tentang
menjadi aset penting bagi masyarakat di
analisis tindakan sosial masyarakat di
sekitar Gunung Penanggungan.
sekitar Gunung Penanggungan dalam
Tindakan sosial masyarakat di
melakukan penertiban pendakian Gunung
sekitar Gunung Penanggungan dalam
Penanggungan
melakukan
penertiban
Tamiajeng dengan menggunakan teori
pendakian Gunung Penanggungan ini
tindakan sosial oleh Max Weber sebagai
menjadi penting untuk dikaji, karena
pisau analisis. Tindakan sosial oleh Max
kegiatan
Jalur
Pendakian
Weber menjelaskan bahwa dalam setiap 1
Tarif yang diberlakukan oleh Unit Penertiban Pendakian LMDH Sumber Lestari pada 2014 hingga awal 2016
tindakan sosial yang dilakukan oleh
8
manusia mengandung makna subyektif.
Kedua, Gunung Penanggungan
Makna subyektif yang dikandung di
sangat menarik bagi wisatawan untuk
dalam diri seseorang dapat hanya bersifat
didaki khususnya pendakian melewati
membatin sepenuhnya dalam artian tidak
Jalur Pendakian Tamiajeng. Masyarakat
memicu
di sekitar Gunung Penanggungan merasa
atau
dilakukannya
belum
suatu
memicu
tindakan,
atau
bahwa pendakian oleh para wisatawan ini
sebaliknya dapat memicu dilakukakannya
dikhawatirkan
tindakan nyata.
dampak
Pertama,
keberadaan
Penanggungan masyarakat
sangat
di
berarti
sekitarnya.
diadakannya
penertiban
masyarakat
di
Penanggungan
Gunung
buruk
memberikan
bagi
Gunung
Penanggungan dalam artian pembersihan
bagi
sampah yang
Sebelum
masyarakat
selama di
ini dilakukan
sekitar
Gunung
pendakian,
Penanggungan tidak akan memberikan
Gunung
dampak baik yang diinginkan apabila
sekitar
sudah
dapat
merasa
resah
Gunung
Penanggungan
seringkali
mengenai Gunung Penanggungan yang
didatangi wisatawan pendaki. Masyarakat
menjadi gunung sampah. Ketika itu,
di
terdapat banyak sampah di Gunung
menganggap bahwa adanya aktivitas
Penanggungan di mana melimpahnya
wisata
sampah ini sampai membuat masyarakat
Gunung Penanggungan dengan sampah-
merasa risih dengan banyaknya lalat di
sampah lagi. Selain itu, juga terdapat
pemukiman
situs-situs
sekitar
Gunung
sekitar
Gunung
pendakian
Penanggungan
dapat
bersejarah
di
memenuhi
Gunung
Penanggungan. Kondisi ini membuat
Penanggungan yang perlu dilindungi
masyarakat yang bersangkutan merasa
keberadaannya
harus membersihkan sampah di Gunung
keberadaannya.
Penanggungan.
bersejarah di sebelah kanan dan kiri Jalur
9
juga
dapat
Terdapat
terancam situs-situs
Pendakian Tamiajeng yang belum tertata
Trawas). Dibentuknya komunitas ini
rapi. Masyarakat di sekitar Gunung
merupakan perwujudan dari pemaknaan
Penanggungan mengungkapkan bahwa
masyarakat
pendaki kerapkali mengambil situs-situs
Penanggungan
bersejarah
tidak
aktivitas pendakian dengan kondisi alam
yang
Gunung Penanggungan. Makna subyektif
itu
dan
mengembalikannya
di
tempat
semestinya.
di
sekitar mengenai
Gunung hubungan
ini diwujudkan dalam tindakan nyata
Kekhawatiran
mengenai
yang diawali dengan pendirian sebuah
kebersihan Gunung Penanggungan dan
komunitas yang bergerak di bidang
keamaan
tersebut.
situs-situs
bersejarah
ini
mendorong masyarakat di sekitar Gunung Penanggungan
untuk
Max Weber menjelaskan bahwa
mendirikan
tindakan yang dilakukan manusia dapat
komunitas yang bergerak di bidang
berupa tindakan yang sengaja diulang.
penanganan
Tindakan
konservasi
hutan
dan
ini
dilakukan
dengan
keamanan situs-situs bersejarah. Oleh
memperhatikan orang lain dan diarahkan
karena itu, para pemuda Kecamatan
kepada orang lain. Sebagaimana yang
Trawas, salah satu kecamatan yang
diungkapkan
memangku Gunung Penanggungan, yang
penertiban
merasa
dalam
Penanggungan oleh masyarakat di sekitar
Gunung
Gunung Penanggnugan dilakukan secara
turut
pelestarian
berkewajiban ekosistem
Penanggungan, pada 2003 mendirikan
Max
Weber,
pendakian
tindakan Gunung
berulang.
sebuah komunitas yang bergerak di
Setiap hari libur, para pemuda
bidang konservasi hutan dan pengamanan
yang tergabung dalam Kompas berada di
situs-situs
pos
bersejarah.
Komunitas
ini
diberi nama Kompas (Komunitas Pemuda
penertiban
didirikannya
10
di
pendakian kaki
yang Gunung
Penanggungan.
pemuda
penggerak
setelah Kompas tidak lagi melakukannya.
Kompas hanya melakukan penertiban
Dapat dikatakan bahwa Reksa Wana
pendakian
merupakan nama baru bagi Kompas yang
setiap
hari
libur
karena
kegiatan pendakian ketika itu ramai
berhenti
dikunjungi pendaki pada hari libur saja.
pendakian. Reksa Wana berisikan pendiri
Mereka melakukan pendataan pendaki
Kompas. Para pemuda ini mendirikan
dan memberikan pengarahan mengenai
Reksa Wana untuk mengisi kekosongan
pendakian serta memberinya kantung
tempat terkait penertiban pendakian. Para
kresek untuk membungkus sampah agar
pemuda
pendaki tidak membuang sampahnya di
merasakan
sembarang tempat, melainkan membawa
penertiban pendakian sehubungan dengan
sampahnya turun serta ketika menuruni
kelestarian
alam
gunung.
bersejarah
di
Pendaki
yang
menyerahkan
melakukan
dalam
penertiban
Reksa
Wana
pentingnya
dilakukan
dan
situs-situs
tubuh
Gunung
sampahnya ketika turun mendapatkan
Penanggungan.
stiker
pentingnya
Reksa Wana selalu berada di pos
Tindakan
penertiban pendakian yang didirikannya
penertiban pendakian juga dilakukan
selama 24 jam setiap hari. Hal ini
secara berulang oleh Reksa Wana dan
dilakukan secara bergantian. Mereka
Unit
melakukan pendataan dan memberikan
yang
menjaga
mengenai
kelestarian
Penertiban
alam.
Pendakian
LMDH
Sumber Lestari.
arahan
Reksa Wana merupakan wujud
pada
melakukan
Para
juga
pemuda
wisatawan
pendakian.
yang
akan
Arahan
yang
kembalinya pemuda di sekitar Gunung
diberikan
Penanggungan
pentingnya menjaga kelestarian alam dan
untuk
melakukan
pada
dalam
pendaki
terkait
pelestarian alam, pengamanan situs-situs
keberadaan
bersejarah dan penertiban pendakian
membawa turun serta sampah-sampah
11
situs-situs
ini
bersejarah,
serta terkait keamanan pribadi sang
Pendakian
pendaki. Selain itu para pemuda dalam
melakukan
Reksa Wana juga melakukan patroli
sebagaimana Kompas dan Reksa Wana
gunung secara rutin dan memberikan
terdahulu.
Kesamaan
kegiatan
yang
pertolongan pertama pada pendaki yang
dilakukan
ketiga
kelompok
ini
sakit, mengalami cedera atau kehabisan
menggambarkan bahwa tindakan sosial
bekal ketika melakukan pendakian.
manusia dapat dilakukan secara berulang.
Sedangkan Pendakian
Unit
LMDH
Penertiban
Sumber
LMDH
Sumber
kegiatan
Lestari
yang
sama
Tindakan sosial tersebut dihayati oleh
Lestari
orang lain dan dilakukan secara berulang
merupakan unit baru yang dibentuk oleh
pula oleh manusia orang lain itu.
LMDH Sumber Lestari yang pada awal
Pendirian Kompas, Reksa Wana
pendiriannya hanya berkegiatan sebagai
dan Unit Penertiban Pendakian LMDH
pesanggem Gunung Penanggungan. Unit
Sumber
ini dibentuk untuk mengisi kekosongan
dilakukannya
peran
dilakukan
dalam
kegiatan
penertiban
Lestari
dan
kegiatan
merupakan berdasarkan
yang
tindakan hasil
dari
pendakian yang tidak lagi dilakukan oleh
memperhatikan perilaku pendaki. Hal ini
Kompas dan Reksa Wana. Baik Kompas,
digunakan
Reksa Wana maupun Unit Penertiban
melakukan
tindakan
penertiban
Pendakian
pendakian.
Kebijakan
penertiban
LMDH
Sumber
Lestari
sebagai
dasar
dalam
bekerjasama dengan Perum Perhutani
pendakian merupakan reaksi dari perilaku
selaku
pendaki
yang
Penanggungan
menaungi juga
Gunung
dengan
pihak
itu
diwujudkan
sendiri.
Kebijakan
ini
dalam
praktek-praktek
asuransi untuk membantunya mengatasi
penertiban pendakian yang diarahkan
pengaturan keuangan terkait kebutuhan
kepada pendaki. Tindakan ini didorong
medis
oleh rasionalitas instrumental pelaku
pendaki.
Unit
Penertiban
12
penertiban pendakian di mana dalam menjalankan
kegiatan
Kompas
penertiban
melakukannya
tanpa
meminta pendaki untuk memberikan
pendakian, pelaku penertiban pendakian
imbalan
melakukan penyesuaian antara tujuan
membayar sejumlah uang pada Kompas
dari
dengan
dengan sukarela. Namun ketika kegiatan
kebijakan serta praktek dalam mencapai
penertiban pendakian dilakukan Reksa
tujuan penertiban pendakian itu.
Wana, setiap pendaki dikenakan biaya Rp
penertiban
pendakian
Penertiban pendakian merupakan kegiatan
usaha
lingkungan
pemanfaatan
lahan
di
mana
dana.
6.000,-
jasa
Sebaliknya,
ketika
pendakian.
Tarif
akan ini
pendaki
melakukan
semakin
naik
Perum
menjadi Rp 8.000,- kemudian menjadi
Perhutani harus mendapatkan sebagian
Rp 10.000,- ketika penertiban pendakian
dari hasil penertiban pendakian. Jumlah
dilakukan
oleh
pendaki yang semakin banyak juga
Pendakian
LMDH
merepotkan
pelaku
Penetapan tarif ini merupakan tindakan
penertiban pendakian, terutama terkait
yang didasari oleh rasionalitas ekonomis,
kebutuhan
yang
di mana nilai mata uang semakin turun
pendakian.
dan harga barang dan jasa semakin
Masyarakat pelaku penertiban pendakian
tinggi. Selain itu, jumlah penghasilan
memang harus memasang tarif karena
yang
mereka
membayarkan
(sebagai institusi pemerintahan yang
sejumlah uang kepada instansi yang
menaungi Gunung Penanggungan) juga
bekerjasama
seperti
semakin naik. Pada saat yang sama
Perum Perhutani dan pihak asuransi serta
pelaku penertiban pendakian juga merasa
membayar pungutan-pungutan liar dari
harus memiliki dana sosial yang akan
oknum-oknum institusi pemerintahan.
diberikan kepada masyarakat di sekitar
masyarakat
medis
mengalami
juga
pendaki
kecelakaan
harus
dengan
dirinya
13
ditargetkan
Unit
Penertiban
Sumber
Perum
Lestari.
Perhutani
Gunung
Penanggungan
yang
Unit
Penertiban
Pendakian
LMDH
membutuhkan bantuan, seperti keluarga
Sumber Lestari perjanjian kerjasamanya
yang
anggota
musibah,
anak
keluarganya
terkena
dengan Perum Perhutani hanya bersifat
yatim piatu.
Pelaku
lisan termasuk menyangkut pembagian
penertiban pendakian juga merasa harus
hasil
memberikan
sumbangan
untuk
Legalitasnya hanya berupa surat terbuka
pembangunan
tempat
ibadah,
yang dikeluarkan sendiri oleh Unit
pembangunan sekolah dan fasilitas umum
Penertiban Pendakian LMDH Sumber
lainnya.
Lestari yang melegalkan keberadaannya
Sementara itu, masyarakat pelaku
dengan
Perum
Perhutani.
di kaki Gunung Penanggungan dengan
penertiban pendakian memiliki bentuk
ditandatangani
legalitas dan manajemen keuangan yang
Pendakian
berbeda antara Kompas, Reksa Wana dan
Perum Perhutani dan Muspika.
Unit
Penertiban
Pendakian
LMDH
Unit
LMDH
Penertiban
Sumber
Lestari,
Sejak pendirian Kompas yakni
Sumber Lestari. Kompas dan Reksa
2003,
Wana membuat perjanjian kerjasama
menyetorkan sejumlah uang pada Perum
dengan
yang
Perhutani secara rutin. Hal ini dirasakan
mengandung legalitas keberadaannya di
sangat memberatkan bagi para pemuda
kaki
dalam Kompas, terutama ketika Perum
Perum
Gunung
Perhutani
Penanggungan
beserta
Kompas
diwajibkan
prosentase pembagian hasil. Oleh karena
Perhutani
itu, laporan keuangan yang disusun
minimum setoran sementara pemasukan
Kompas dan Reksa Wana dibuat dengan
Kompas tidak sebanding dengan itu.
detail dan dilaporkan ke seluruh anggota
Dengan
juga
menghentikan
pihak-pihak
terkait
yang
bekerjasama dengan dirinya. Sedangkan
pendakian
14
semakin
untuk
menaikkan
demikian,
pada
aktivitas 2009.
nilai
Kompas penertiban Sebagaimana
dalam Kompas, para pemuda dalam
pendaki.
Reksa Wana bekerjasama dengan Perum
pendakian tidak mengenakan almamater
Perhutani
menyetorkan
ketika melakukan penertiban pendakian,
sejumlah uang pada Perum Perhutani
pendaki akan cenderung mengabaikan
sejak pendiriannya pada 2011. Penetapan
arahan
nilai minimal setoran oleh Perhutani yang
Padahal, mendapatkan perhatian dari
semakin
pendaki merupakan hal yang sangat
dan
wajib
tinggi
memberatkan
para
Apabila
bahkan
pelaku
penertiban
cenderung
pemuda dalam Reksa Wana. Sehingga
penting
pada 2013 Reksa Wana tidak lagi
kewaspadaan dan keamanan pendaki
melakukan
ketika melakukan pendakian.
kegiatan
penertiban
pendakian. Kenaikan permintaan uang
karena
melawan.
berkaitan
Dalam
kegiatan
dengan
penertiban
hasil penertiban pendakian dilakukan
pendakian, masyarakat pelaku penertiban
secara
pendakian memiliki nilai-nilai tertentu
lisan
perjanjian
tanpa
kerjasama.
memperbarui Unit
yang diperjuangkan, yang berbeda satu
Penertiban Pendakian LMDH Sumber
dengan yang lain. Seperti masyarakat
Lestari
pelaku
yang memilih untuk menjadi pelaku
penertiban pendakian yang merupakan
penertiban pendakian, pelaku penertiban
penggerak Kompas dan Reksa Wana
pendakian
direkrut untuk membantu masa transisi
melakukan penertiban pendakian dan
LMDH Sumber Lestari.
memilih untuk berfokus pada kegiatan
berdiri,
Masyarakat
Ketika
masyarakat
pelaku
penertiban
konservasi
yang
alam
memilih
lain
berhenti
juga
pendakian selalu mengenakan almamater
penertiban pendakian
petugas
dalam kegiatan penertiban pendakian.
penertiban
pendakian.
Almamater ini digunakan sebagai alat
Dinamika
untuk
kepengurusan
mendapatkan
perhatian
dari
15
yang
yang
pelaku
terjadi
kegiatan
bertahan
dalam penertiban
pendakian
menggambarkan
sosial
antara
di
pelaku
pendakian
dengan
berbeda
mengenai
diperjuangkan
interaksi penertiban
keyakinan
oleh
tentang
nilai
transparansi
pengelolaan
keuangan dan orientasi utama kelompok
yang
penertiban pendakian.
yang
Perselisihan mengenai orientasi
masing-masing
kelompok penertiban pendakian menjadi
pelaku.
poin yang paling rentan yang membuat Banyak
konflik
yang
terjadi
pelaku penertiban pendakian berhenti
dalam kegiatan penertiban pendakian.
atau
Konflik
pendakian. Pelaku penertiban pendakian
ini
bisa
terjadi
di
dalam
bertahan
melakukan penertiban
kelompok pelaku penertiban pendakian,
yang
dengan pedagang, dengan karang taruna
berorientasi pada pencarian keuntungan
bahkan dengan perum perhutani, pihak
akan
pemerintah
pendakian karena merasa nilai-nilai yang
desa,
kecamatan,
polsek
merasa
kelompoknya
berhenti
hanya
melakukan penertiban
maupun koramil. Konflik ini kebanyakan
ia
dipicu oleh uang mengingat kegiatan
dukungan dari kelompoknya. Ada pula
penertiban pendakian ini menghasilkan
yang memilih bertahan karena telah
banyak uang. Pedagang berselisih dengan
menggantungkan pemenuhan kebutuhan
karang taruna terkait jasa penitipan
hidupnya melalui upah yang diperoleh
kendaraan. Kelompok pelaku penertiban
dari penertiban pendakian.
pendakian
berselisih
Penutup
perhutani,
pihak
dengan
pemerintah
perum desa,
perjuangkan
tidak
mendapatkan
Tindakan sosial yang dilakukan
kecamatan, polsek dan koramil terkait
masyarakat
pungutan-pungutan liar yang dilakukan
Penanggungan dalam kegiatan penertiban
oleh oknum-oknum di dalamnya. Antar
pendakian
pelaku penertiban pendakian berselisih
pendataan
16
di
antara
sekitar
lain
pendaki,
Gunung
melakukan memberikan
himbauan mengenai pentingnya menjaga
yang
kelestarian alam dan keamanan situs-situs
diharuskan membayarkan sejumlah uang.
bersejarah dan memberikan pertolongan
akan
melakukan
Hal tersebut
pendakian
dilakukan untuk
kepada pendaki yang mengalami cedera,
mempertahankan
hipotermia dan kehabisan bekal.
Penanggungan sebagai destinasi wisata
Dalam pendakian
melakukan
ini,
penertiban
penertiban
masyarakat
pendakian
eksistensi
pendakian favorit dan mempertahankan
pelaku
kegiatan penertiban pendakian sebagai
bekerjasama
lahan penghasil uang. Dalam hal ini
dengan Perum Perhutani selaku institusi
pelaku penertiban pendakian
pemerintah
Penanggungan
yang
Gunung
menaungi
Gunung
Gunung
menggantungkan
diri
Penanggungan dengan sistem pembagian
pada upah yang didapat dari kegiatan
hasil. Terkait pembiayaan pertolongan
penertiban pendakian yang dilakukannya.
medis bagi pendaki, pelaku penertiban
Pendakian merupakan kegiatan
pendakian bekerjasama dengan pihak
yang erat kaitannya dengan terganggunya
asuransi. Selain itu, masyarakat pelaku
kelestarian
penertiban pendakian juga memenuhi
bersejarah
pungutan-pungutan liar dari para oknum
Penanggungan. Untuk itu diperlukan
instansi
datang
kerjasama yang baik antara pendaki,
penertiban
pelaku penertiban pendakian dan institusi
pemerintahan
kepadanya.
Para
yang
pelaku
alam yang
pendakian juga mendapatkan upah setiap
pemerintah
yang
kali bertugas. Untuk itu, setiap wisatawan
Penanggungan
serta ada
situs-situs di
Gunung
menaungi
Gunung
dalam
menjaga
kelestarian tubuh Gunung Penanggungan
Daftar Pustaka Buku: Giddens, Anthony et al. 2004. Sosiologi Sejarah dan Pemikirannya (Terjemahan Ninik Rochani Sjams). Yogyakarta: Kreasi Wacana
17
Izarwisma. 1991/1992. Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Kehidupan Daerah Sumatera Barat. Padang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Invetarisasi dan Pembinaan Nilai Budaya Sumatera Barat Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi Fenemenologi Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran Moeleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Neuman, W. Lawrence. 2013. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (Terjemahan Edina T. Sofia). Jakarta: Indeks Ritzer, G dan Goodman Douglas J. 2005. Teori Sosiologi Modern. (Terjemahan Alimandan). Jakarta: Prenada Media Satori, D dan Aan Komariah. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Tugas Akhir dan Skripsi: Ardi, Rakhman. 2005. Praktik Premanisme di Lingkungan Pasar Studi Etnografi Kalangan Pedagang Kaki Lima di Pasar Setonongulon Surabaya Fitrianto, Moch Koko. 2011. Peranan Masyarakat dalam Optimalisasi Trowulan sebagai Destinasi Wisata di Mojokerto Studi Deskriptif tentang Peranan Masyarakat dalam Optimalisasi Situs Cagar Budaya sebagai Daya Tarik Wisata di Desa Trowulan Kabupaten Mojokerto Peotri, Anggy. 2013. Makna Mengajar (Studi Fenomenologi pada Pengajar Dalam Komunitas Save Street Child Surabaya) Sumber Online: Budianto, Enggran. 2015. Pecinta Alam Tolak Rencana Pembangungan Jalan ke Gunung Penanggungan. http:/m.detik.com/news/read/2015/01/25/184157/2813336/475/pecinta-alam-tolakrencana-pembangunan-ke-gunung-penanggungan. www.detik.com (diakses 31 Januari 2015, 20.07 WIB) Didik Soedarsono. 2015. https://www.facebook.com/photo.php?fbid=963607833651004&set=a.1670876799 69694.40048.100000053896760&type=1. www.facebook.com/ntdpmimr (diakses 16 April 2015, 17.33 WIB) Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto. Satuan Kawasan Wisata. http://disporabudpar.mojokertokab.go.id/pariwisata_2_satuankawasan-wisata.aspx. www.disporabudpar.mojokertokab.go.id (diakses 16 April 2015, 14.48 WIB) Jawa Pos. 2015. Pecinta Alam Tolak Tangga Beton Penanggungan Pemkab Anggarkan Rp 7 M, April Nanti Mulai Digarap. http:/www.jawapos.com/baca/artikel/12073/pecinta-alam-tolak-tangga-betonpenanggungan. www.jawapos.com. (diakses 16 April 2015, 13.51 WIB) Julan, Tritus. 2015. Tangga Beton Hilangkan Sensasi Mendaki. http:/www.koransindo.com/read/955038/151/tangga-beton-hilangkan-sensasi-mendaki-1422072586. www.koran-sindo.com. (diakses 16 April 2015, 13.38 WIB) Info Pendaki. 2015. Jalur Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng. http://infopendaki.com/jalur-pendakian-gunung-penanggungan-via-tamiajeng/. www.infopendaki.com (diakses 15 April 2015, 16.12 WIB) Ishomuddin. 2015. Pemerintah Jawa Timur Tolak Jalan Paving Gunung Penanggungan. http://www.tempo.co/read/news/2015/02/26/078645446/Pemerintah-Jawa-Timur-
18
Tolak-Jalan-Paving-Gunung-Penanggungan. www.tempo.co. (diakses 16 April 2015) Maja Mojokerto. 2015. Bupati Bantah Akan Rusak Ekosistem Gunung Penanggungan. http:/majamojokerto.com/headline/3668/Bupati-Bantah-Akan-Rusak-EkosistemGunung Penanggungan. www.majamojokerto.com (diakses 31 Januari 2015, 21.00 WIB) P., Misti. 2015. Bupati Mojokerto: Gerakan Save Pawitra Tidak Beralasan. http://m/beritajatim/politik_pemerintahan/229889/bupati_mojokerto:_gerakan_save _pawitra_tak_beralasan.html. www.beritajatim.com (diakses 31 Januari 2015, 22.36 WIB) P., Misti. 2015. Pembangunan Jalan Wisata ke Gunung Penanggungan Ancam Situs Cagar Budaya. http:/m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/230035/pembangunan_jalan_wisata_ ke_gunung_penanggungan_ancam_situs_cagar_budaya.html. www.beritajatim.com (diakses 31 Januari 2015, 21.50 WIB) P., Misti. 2015. Pendaki se-Jatim Tolak Jalan Wisata Gunung Penanggungan. http:/m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/229612/pendaki_sejatim_tolak_jalan_wisata_gunung_penanggungan.html#,VKnUAMXgHa8. www.beritajatim.com (diakses 31 Januari 2015, 20.45 WIB) ───
19