TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SMA NEGERI 15 PADANG Febrina Riska Putri, S.S., M.Pd. 1) Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang, e-mail:
[email protected] Abstrak Tindak tutur berdampak terhadap keterlibatan dan motivasi siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru semestinya melakukan tindak tutur yang variatif. Namun dalam kenyataannya, tindak tutur yang dilakukan guru didominasi oleh tindak tutur direktif. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif guru terhadap tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Objek penelitian ini adalah tindak tutur guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah tiga orang guru yang mengajar bahasa Indonesia di kelas X, XI, dan XII di SMA Negeri 15 Padang. Data penelitian dikumpulkan dengan pengamatan, perekaman, dan pencatatan dengan langkah analisis data: (1) mentranskripsikan hasil rekaman, (2) reduksi data sesuai dengan kebutuhan pertanyaan penelitian, (3) interpretasi data, dan (4) penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang berupa menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Yang dominan dilakukan guru adalah tindak tutur menyuruh. Kata Kunci: tindak tutur, direktif, pembelajaran, bahasa indonesia Abstract Speech acts exerts an influence upon the students’ involvement and motivation in the learning process. The teachers commonly applied a wide range of speech acts. They, however, were dominated by direct speech acts. This research was designed for (1) describing the speech acts forms used by the direct speech acts in the learning process of Indonesian Language at Senior High School 15 Padang. The object of the research was the teachers and the students’ direct speech acts used in the learning process. The subject of the research was three teachers teaching Indonesian Language in class X, XI and XII of SMA Negeri 15 Padang. The data of the research was collected through observation, recording and note-taking. The data obtained then was analyzed by (1) transcribing the data, (2) reducing the data, (3) interpreting the data and (4) drawing conclusion. The result of the research indicated that (1) the direct speech acts used by the teachers in the learning process of Indonesian Language at SMA Negeri 15 Padang were in the form of ordering, requesting, and demanding, suggesting and challenging. The most frequently used was ordering speech acts. Keywords: speech act, direct speech, learning, Indonesian Language
PENDAHULUAN Berbicara merupakan suatu keterampilan dalam menyampaikan pesan kepada orang lain secara lisan. Kegiatan berbicara yang melibatkan penutur dan petutur ini disebut juga sebagai percakapan. Kedudukan kegiatan berbicara ini sangat penting dalam segala aktivitas manusia karena hal ini tidak terlepas dari fungsi manusia sebagai makhluk sosial
yang melakukan percakapan dalam membentuk interaksi antarindividu dalam pemeliharaan hubungan sosial di masyarakat. Penggunaan bahasa secara lisan menuntut adanya jalinan komunikasi antara penutur dengan petutur. Pembelajaran di kelas merupakan salah satu peristiwa tutur yang dapat diamati. Peristiwa tutur ini melibatkan peran aktif guru dan siswa dalam berinteraksi. Seorang guru diharapkan
dapat menyampaikan idenya secara singkat, jelas, lengkap dan benar, serta tertata, sedangkan siswa diharapkan dapat berkomunikasi dengan baik sebagai respons terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Kualitas, kuantitas, relevansi, dan kejelasan pesan akan terganggu jika guru dan siswa kurang memperhatikan hal tersebut. Hal ini akan berakibat tidak maksimalnya komunikasi yang dilakukan sehingga interaksi menjadi kurang efektif. Tindak tutur yang dilakukan oleh guru dan siswa dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur keefektifan komunikasi dalam pembelajaran. Salah satu indikator keefektifan komunikasi dalam pembelajaran adalah terjadinya komunikasi multiarah, yakni komunikasi yang melibatkan partisipasi siswa dan guru serta siswa dengan siswa lain. Apabila dalam pembelajaran tidak atau sedikit ditemukan penggunaan tindak tutur oleh siswa, hal itu menunjukkan bahwa para siswa bertindak pasif. Pembelajaran yang demikian biasanya didominasi oleh guru. Sebaliknya, apabila dalam pembelajaran ditemukan berbagai variasi tindak tutur yang dilakukan oleh siswa dan guru, hal itu menunjukkan bahwa para siswa dan guru bertindak aktif. Interaksi kelas dinilai sebagai peristiwa komunikasi yang khusus. Kekhususan interaksi kelas terwujud dalam tindak tutur yang dilakukan oleh peserta tutur (guru dan siswa) yang khas. Kegiatan bertutur di kelas berbeda dengan kegiatan bertutur di masyarakat secara alamiah. Di kelas terdapat tata krama tersendiri dalam hal komunikasi. Misalnya, di kelas tidak akan terjadi tindak tutur mengumpat atau membentak. Tindak tutur ini tidak akan dapat diterima oleh guru dan siswa di sekolah. SMA Negeri 15 Padang merupakan salah satu SMA Negeri yang ada di Kota Padang. SMA Negeri 15 Padang beralamat di Kubang Limau Manih, kecamatan Pauh. Lokasi ini berada di pinggir kota Padang. Siswa dan guru di sekolah ini kebanyakan berasal dari sekitar daerah tersebut.
Pada pengamatan awal ditemukan adanya kecenderungan komunikasi satu arah dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Siswa banyak mendengarkan guru menerangkan, sesekali menjawab dan melaksanakan apa yang diperintahkan guru dalam pembelajaran. Dilihat dari jenis tindak tutur yang digunakan, guru menggunakan tindak tutur yang cukup variatif. Namun, peristiwa tutur dalam pembelajaran bahasa Indonesia tersebut didominasi oleh tindak tutur yang menuntut siswa melakukan apa yang disampaikan guru atau disebut juga tindak tutur direktif. Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan “Apa sajakah jenis tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang?”. Sesuai dengan masalah penelitian tersebut dirumuskan tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindak tutur sebagai salah satu objek kajian pragmatik, jenis tindak tutur, tindak tutur direktif, fungsi tindak tutur direktif, kesantunan berbahasa, strategi bertutur, konteks situasi tutur, pesan dalam tindak tutur (implikatur), stimulus dan respons dalam pembelajaran, serta pembelajaran bahasa Indonesia. Tindak tutur adalah salah satu konsep pragmatik yang menghasilkan tindak sosial. Tindak tutur disertai dengan melakukan sesuatu seperti berjanji, memberi nasihat. Austin (dalam Ibrahim, 1993:106) berpendapat bahwa sesungguhnya sebagian ujaran bukanlah pernyataan atau pertanyaan tentang informasi tertentu, tetapi ujaran itu merupakan tindakan (action). Sejalan dengan pendapat tersebut, Yule (2006:82) mengungkapkan bahwa tindak tutur merupakan suatu tindakan yang ditampilkan melalui ujaran dalam proses komunikasi.
Chaer (1995:65) dan Suwito (1983:33) memaknai tindak tutur sebagai gejala individual yang bersifat psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur atau tindak bahasa (speech act) adalah bagian dari peristiwa tutur (speech event) yang merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur (Rohmadi, 2004:7). Tindak tutur memusatkan perhatian pada cara penggunaan bahasa dalam mengomunikasikan maksud dan tujuan penutur. Makna yang dikomunikasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan bahasa dalam bertutur, tetapi juga ditentukan oleh aspek komunikasi secara komprehensif, termasuk aspek situasional komunikasi. Merujuk pada pendapat di atas, tindak tutur disimpulkan sebagai suatu tindakan yang ditampilkan melalui ujaran dalam suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh situasi atau konteks dalam berbicara. Austin (dalam Syahrul, 2008:29) menjelaskan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan tindak ujar. Tindakantindakan tersebut antara lain: a) Tindak lokusi, yaitu tindak yang menyatakan sesuatu yang mengacu pada tindak berbicara yaitu mengucapkan sesuatu makna kata atau makna kalimatnya sesuai dengan makna leksikal dan makna sintaksis kalimat. b) Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan bentuk kalimat performatif yang eksplisit, yang digunakan untuk melakukan sesuatu yang berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Pada hakikatnya, makna ilokusi sebuah tuturan bisa sama atau berbeda dengan lokusinya. Ilokusi suatu tuturan sangat bergantung pada maksud dan tujuan penutur mengucapkan suatu tuturan. c) Tindak perlokusi adalah pengaruh atau efek yang ditimbulkan pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat tersebut. Daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau
tidak sengaja diberikan oleh penutur. Misalnya, membujuk, menipu, dan lainlain. Berdasarkan maksud penutur (ilokusi), tindak tutur dikelompokkan menjadi lima (Searle dalam Gunarwan, 1994:48). Tindak tutur tersebut adalah a) tindak tutur representatif yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya, menyatakan, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan. b) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, menantang. c) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu. Misalnya, memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh. d) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya. Misalnya, berjanji bersumpah, mengancam. e) Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru. Misalnya, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, memberi maaf. Dari beberapa fungsi-fungsi tindak tutur yang dikemukakan di atas, jenis tindak tutur yang dikaji dalam interaksi antara guru dan siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang adalah tindak tutur direktif. Adapun jenis tindak tutur yang dijelaskan oleh Wijana dan Rohmadi (2009:28), yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Menurut Wijana dan Rohmadi (2009:28), kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif. Dilihat dari sudut pandang konvensional, kalimat deklaratif berfungsi memberikan infromasi, kalimat interogatif untuk menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat
imperatif digunakan dalam menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Ketika semua jenis kalimat atau ujaran tersebut menjalankan fungsi sebagaimana fungsinya secara konvensional, maka ujaran tersebut disebut dengan tindak tutur langsung. Tindak tutur langsung dapat didefinisikan sebagai tindak tutur yang makna pemakaian kalimat atau ujarannya sesuai dengan fungsinya secara konvensional. Sebaliknya, jika kalimat yang digunakan tidak sejalan lagi dengan fungsinnya secara konvensional, maka kalimat atau ujaran tersebut disebut tindak tutur tidak langsung. Selain tindak tutur langsung dan tidak langsung, Wijana dan Rohmadi (2009:30) juga mengemukakan pembagian tindak tutur berdasarkan kesesuaian maksud pembicara dengan makna katakata yang menyusunnya, yaitu tindak tutur literal dan tidak literal. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya (makna secara semantis), sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur agar petutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Menurut Searle (dalam Gunarwan, 1994:48), maksud dilakukannya tindak tutur direktif adalah agar petutur melakukan suatu tindakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Leech (1993:164) bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dirancang untuk mendorong mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Kasper (1994:26) mendefinisikan tindak tutur direktif sebagai tindakan yang dilakukan sebagai alat agar lawan tutur melakukan suatu tindakan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, tindak tutur direktif disimpulkan sebagai tindak tutur yang dimaksudkan agar petutur melakukan
sesuatu tindakan sebagaimana yang diujarkan oleh penutur. Tindak tutur direktif termasuk tindak tutur yang mempunyai jenis beragam. Keberagaman jenis tindak tutur tersebut tidak lepas dari efek yang ditimbulkan antara penutur dengan petutur untuk melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilihat dengan menuturkan pernyataan yang sopan sampai pada pernyataan kurang sopan. Bach dan Harnish (dalam Syahrul, 2008:34) membagi tindak tutur direktif atas enam, yaitu (1) kelompok permintaan meliputi meminta, memohon, mengajak, mendorong, mengundang, dan menekan, (2) kelompok pertanyaan meliputi bertanya, berinkuiri, dan menginterogasi, (3) kelompok persyaratan meliputi memerintah, mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, dan mensyaratkan, (4) kelompok larangan meliputi melarang, membatasi, (5) kelompok pengizinan meliputi memberi izin, membolehkan, mengabulkan, melepaskan, memperkenankan, memberi wewenang, dan menganugerahi, (6) kelompok nasihat meliputi menasihati, memperingatkan, mengusulkan, membimbing, menyarankan, dan mendorong. Tindak tutur direktif adalah salah satu tindak tutur yang berpotensi mengancam citra diri pelaku tutur. Keterancaman ini dapat tertuju baik kepada penutur, maupun petutur. Citra diri penutur dapat jatuh jika suruhannya atau perintahnya tidak diperhatikan oleh petutur. Di sisi lain, citra diri petutur dapat terancam karena suruhan atau permohonan yang ditujukan kepada petutur dapat bersifat membebani petutur, memaksa petutur, atau melecehkan petutur (Amir dan Ngusman, 2006:14). Berdasarkan teori di atas, tindak tutur direktif disimpulkan sebagai tindak tutur yang digunakan penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif mencakup beberapa jenis, yaitu meminta, bertanya, melarang,
memerintah, menyetujui, dan menasihati. Penelitian ini menggunakan kajian teori jenis tindak tutur direktif yang digunakan Searle yang memaparkan jenis tindak tutur direktif menjadi menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Penjelasan pragmatik terhadap teori fungsional adalah teori yang mendefinisikan bahasa sebagai sebuah bentuk komunikasi dan yang ingin memperlihatkan bagaimana bahasa bekerja dalam sistem-sistem masyarakat manusia yang lebih besar. Istilah yang menandai hadirnya fungsionalisme itu di antaranya, maksud, tujuan, sasaran, dan rencana (Leech, 1993:72). Hal itu sesuai dengan yang dianalogikan oleh Leech terhadap jawaban pragmatik atas pertanyaan mengapa tuturan X digunakan dan bukan tuturan Y, karena tuturan X lebih sesuai dengan fungsi bahasa sebagai suatu sistem komunikasi. Menurut Grice dan Searle (dalam Leech, 1993:73), fungsi digunakan jika membahas ilokusi-ilokusi atau maknamakna dari aspek maksud. Selain itu, mereka membicarakan sifat-sifat bahasa dengan menggunakan istilah fungsi. Leech (1993:161) berpendapat bahwa situasi berbeda menuntut adanya jenis-jenis kata kerja berbeda dan derajat sopan santun yang berbeda juga. Leech membagi fungsi ilokusi menjadi empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi tersebut dengan tujuantujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Klasifikasi fungsi ilokusi menurut Leech (1993:162) antara lain kompetitif ‘bersaing’ (Competitive), Menyenangkan (Convivial), bekerja Sama (Collaborative), dan bertentangan (Conflictive). Pada pengelompokkan fungsi ilokusi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tindak tutur, penutur jenis ilokusi yang melibatkan sopan santun ialah jenis fungsi ilokusi kompetitif (bersaing) dan konvivial (menyenangkan). Fungsi ilokusi kompetitif, sopan santunnya mempunyai sifat negatif. Sebaliknya, jenis fungsi ilokusi konvivial pada dasarnya bertata
krama. Pada posisi ini, sopan santun lebih positif bentuknya dan bertujuan untuk mencari kesempatan beramah- tamah. Fungsi ilokusi kolaboratif, tidak melibatkan sopan santun karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Pada fungsi ilokusi konfliktif, unsur sopan santun tidak ada sama sekali karena fungsi ini bertujuan untuk menimbulkan kemarahan. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Data penelitian disajikan apa adanya tanpa ada rekayasa untuk menimbulkan gejala atau aspek tertentu. Penelitian kualitatif dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan status objek penelitian pada saat penelitian ini dilakukan. Dengan kata lain, penelitian kualitatif menginformasikan keadaan apa adanya tanpa rekayasa. Menurut Sudaryanto (1992:62), penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa tafsiran bahasa yang bisa dikatakan sifatnya seperti potret yaitu paparan seperti apa adanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Nazir (1988:63) bahwa tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Dengan demikian, kegiatan penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi juga mencakup analisis interpretasi data. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 15 Padang yang beralamat di Jl. Limau Manih Kec. Pauh, Padang. Berdasarkan letak geografisnya, SMA Negeri 15 Padang terletak di Kubang kelurahan Limau Manih, kecamatan Pauh. Sebagian besar guru dan siswa berasal dari
daerah Limau Manih Ateh, Limau Manih Bawah, dan beberapa daerah di sekitarnya. Data penelitian ini adalah semua tindak tutur direktif yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan siswa dalam kelas di SMA Negeri 15 Padang. Data penelitian berupa (1) hasil pengamatan tindak tutur direktif guru bahasa Indonesia SMA Negeri 15 Padang dalam pembelajaran, (2) hasil pengamatan berupa respon siswa terhadap tindak tutur direktif guru bahasa Indonesia SMA Negeri 15 Padang dalam pembelajaran. Sumber data dalam penelitian ini ada dua. Pertama, tiga orang guru yang mengajar bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Ketiga guru tersebut yaitu Drs. Arsalius, Musdalifah, S.Pd., dan Syahler, S.Pd.. Kedua, responden, yaitu siswa SMA Negeri 15 Padang. Instrumen merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis, sehingga mudah diolah (Arikunto, 2006:160). Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama karena penelitilah yang menentukan sumber data dan merekamnya. Sejalan dengan pendapat Sugiyono (2012:60), peneliti adalah instrumen kunci karena sebagai human instrument, peneliti berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih sumber data, melakukan pengumpulan data, mengidentifikasi data, mengklasifikasi kata, menganalisis data dan membuat kesimpulan penelitian. Instrumen penelitian pendukung penelitian ini adalah blangko isian berupa format. Jumlah tabel yang digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pada saat mencatat data tindak tutur direktif guru, mengidentifikasi dan mengklasifikasi semua tindak tutur direktif guru. Disamping itu, digunakan alat perekam yang berupa Sony Digital Voice Recorder,
dan alat tulis untuk mendukung kelancaran proses penelitian yang dilakukan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1) observasi, (2) perekaman, dan (3) pencatatan. Pertama, teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek dalam suatu periode tertentu. Observasi dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, menentukan SMA sebagai latar penelitian. Latar penelitian dirumuskan berdasarkan tindak tutur guru ketika proses pembelajaran berlangsung. Tahap kedua, peneliti mengamati dengan teknik nonpartisipatif terhadap peserta tutur dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, peneliti tidak terlibat langsung di dalam proses interaksi. Peneliti hanya duduk pada bagian paling belakang kelas mengamati interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Pengamatan dilakukan menggunakan lembar observasi yang disediakan. Hal yang diobservasi meliputi segala peristiwa, gejala, topik, waktu, respon siswa dan guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Peneliti duduk di bangku bagian belakang sambil melakukan perekaman dan pengamatan terhadap tindak tutur siswa dan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Perekaman dimaksudkan sebagai teknik pengumpulan data primer dengan cara merekam, untuk itu peneliti hadir di dalam kelas ketika guru mengajar. Perekaman dilakukan dengan menggunakan bantuan Sony Digital Voice Recorder. Alat ini dapat merekam dengan baik data verbal yang berupa tuturan guru dan siswa SMA Negeri 15 Padang yang terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Setelah dilakukan perekaman, hasil perekaman diklasifikasikan dan diberi kode berdasarkan waktu perekaman, pokok bahasan, kelas, waktu, nama subjek, selanjutnya rekaman tersebut ditranskripsikan.
Pencatatan lapangan dimaksudkan untuk mencatat gejala atau peristiwa yang tidak dapat dijaring melalui observasi dan perekaman. Pencatatan lapangan ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan observasi dan perekaman. Hasil dari pencatatan lapangan adalah catatan lapangan. Catatan lapangan dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu catatan lapangan deskriptif dan catatan lapangan reflektif (Bodgan dan Biklen, 1982:84-87). Catatan lapangan deskriptif diperoleh peneliti dengan melakukan pencatatan tentang subjek penelitian dan situasi tutur. Catatan lapangan reflektif diperoleh peneliti dengan cara melakukan pemikiran kembali atas maksud tuturan, memprediksi tuturan, dan hal-hal penting yang muncul. Dengan kata lain, catatan lapangan ini berfungsi untuk merekam data yang sebelumnya tidak terpikirkan, tetapi muncul ketika pengumpulan data berlangsung. Observasi, perekaman, dan pencatatan lapangan ini menghasilkan data kesantunan tindak tutur direktif guru dalam interaksi belajar-mengajar di SMA Negeri 15 Padang dan berbagai hal yang terkait dengan tindak tutur (data nonverbal). Data mengenai tindak tutur beserta catatan nonverbal tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan transkripsi data. Instrumen utama bertugas untuk menyaring dan menilai data, serta menyimpulkan dan merumuskan hasil temuan (Bodgan dan Biklen, 1982). Untuk menjamin keabsahan data yang dikumpulkan, dilakukan tiga teknik yang terdiri atas (1) ketekunan pengamatan, (2) triangulasi, dan (3) kecukupan referensial (Moleong, 2007:329). Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk mengadakan pengamatan secara teliti, rinci, dan berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran. Ketekunan pengamatan ini didukung dengan teknik observasi dan catatan lapangan. Ketekunan pengamatan dilakukan sejak pengumpulan data, reduksi
data, sajian data, hingga verifikasi data tentang tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Triangulasi digunakan untuk mengecek data, deskripsi data dan hasil penelitian sementara. Moleong (2007:330) mengatakan bahwa triangulasi memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data sebagai pengecekan atau pembanding data. Menurut Denzin (dalam Moleong, 2007:330), triangulasi itu memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori sebagai sesuatu yang lain di luar data. Hasil triangulasi tersebut berguna sebagai verifikasi, terutama untuk mendukung kelengkapan hasil akhir penelitian. Dalam penelitian ini, triangulasi dilakukan terhadap data hasil pengamatan tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia, dan hasil pengamatan terhadap respons siswa. Kecukupan referensial digunakan sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data. Proses analisis dan penafsiran data selalu dilakukan dengan melibatkan dosen pembimbing sehingga didapat data yang betul-betul sesuai dengan fokus masalah. Penelitian tentang kesantunan tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia dipandang memiliki kecukupan referensial apabila telah ditemukan hasil akhir peneliti yang menjawab fokus masalah penelitian, yakni kesantunan berbahasa dalam tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Teknik analisis data penelitian ini didasarkan pada teknik interaktif (Miles dan Huberman, 1992:15-20). Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, perekaman, dan catatan lapangan. Tahapan ini menghasilkan rekaman, dan catatan lapangan tentang tindak tutur direktif guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Pertama, kegiatan analisis data dalam penelitian ini diawali dengan tahap reduksi data. Pada tahap ini dilakukan
proses identifikasi, klasifikasi, dan pengurutan, serta pengodean data. Proses identifikasi dilakukan terhadap tuturan guru yang menunjukkan gejala bahwa tuturan tersebut sebagai tindak tutur tertentu. Dalam hal ini tindak tutur direktif. Kedua, tahap penyajian data meliputi kegiatan penataan yang telah direduksi. Data yang tertata tersebut disajikan dalam tabel sesuai dengan masalah yang diteliti. Ketiga, penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan terhadap penafsiran data setelah disajikan. Penafsiran data didasarkan kepada analisis prinsip pragmatik. Prinsip pragmatik menekankan kepada aspek kajian konteks tuturan, tindak tutur, didukung oleh prinsip kesantunan yang digunakan sebagaimana yang sudah dibahas pada dikajian pustaka. Keempat, pengecekan ulang terhadap hasil penarikan kesimpulan atau verifikasi data, kemudian didiskusikan dengan rekan sejawat, dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Setelah dilakukan diskusi, data disusun dan dideskripsikan sebagai hasil akhir sesuai dengan masalah penelitian, yaitu kesantunan berbahasa dalam tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Hasil penelitian dapat dipaparkan dengan dua cara, yakni dengan menggunakan metode formal dan informal (Sudaryanto, 1993:145). Metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang, sedangkan metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa. Hasil penelitian ini dipaparkan dengan menggunakan metode informal karena hasil penelitian disajikan hanya menggunakan kata-kata atau kalimat biasa. Metode ini digunakan untuk memaparkan jenis tindak tutur direktif, prinsip kesantunan yang digunakan, dan konteks situasi penggunaan tuturan guru dalam tindak tutur direktif, serta tanggapan siswa terhadap kesantunan berbahasa dalam tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah tindak tutur direktif yang teridentifikasi dari 19 peristiwa tutur ketiga orang guru bahasa Indonesia yang mengajar di SMA Negeri 15 Padang adalah sebanyak 383 tindak tutur. Klasifikasi bentuk tindak tutur sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan Searle yang terbagi menjadi lima jenis tindak tutur. Salah satunya adalah tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang digunakan penutur untuk meminta petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur itu. Tindak tutur direktif tersebut antara lain menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Berdasarkan analisis data tindak tutur direktif guru diperoleh data tentang bentuk tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang, yaitu tindak tutur direktif menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur menyuruh adalah bentuk tindak tutur direktif yang paling banyak dilakukan guru dalam pembelajaran, yaitu sebanyak 228 tindak tutur. Tindak tutur memohon ditemukan sebanyak 1 tindak tutur, tindak tutur menuntut sebanyak 75 tidak tutur, tindak tutur menyarankan ditemukan sebanyak 28 tindak tutur, dan tindak tutur menantang ditemukan sebanyak 51 tindak tutur. Masing-masing jenis tindak tutur direktif tersebut digunakan oleh guru dengan maksim kesantunan yang terdiri atas maksim kearifan, maksim penghargaan, maksim kesepakatan, dan maksim kesimpatian. Berikut ini tabel rekapitulasi yang menunjukkan tindak tutur direktif guru yang digunakan dengan prinsip kesantunan Leech.
Tabel 1. Tindak Tutur Direktif Guru dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang No.
Bentuk Tindak Tutur Direktif
1.
Menyuruh
2.
Memohon
3.
Menuntut
4.
Menyarankan
5.
Menantang
Prinsip Kesantunan Maksim kearifan (119) Maksim penghargaan (3) Maksim kesepakatan (94) Maksim kesimpatian (12) Maksim kearifan (1) Maksim kearifan (25) Maksim penghargaan (1) Maksim kesepakatan (45) Maksim kesimpatian (4) Maksim kearifan (15) Maksim kesepakatan (8) Maksim kesimpatian (5) Maksim kearifan (12) Maksim kesepakatan (39)
Jenis tindak tutur direktif yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang meliputi (1) menyuruh, (2) memohon, (3) menuntut, (4) menyarankan, dan (5) menantang. Berikut ini diuraikan jenis tindak tutur direktif yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. a.
Tindak Tutur Direktif dalam Bentuk Menyuruh Bentuk tindak tutur direktif yang paling sering muncul adalah tindak tutur
direktif menyuruh. Bentuk menyuruh ini digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur itu. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk menyuruh siswa agar aktif dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menyuruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang dapat dilihat pada contoh berikut. (1) Guru : Udah, Hari sudah! Teks laporan kegiatan. Tolong simak! Teks ada di tanganmu. Dengar ya, Nak! (006) Siswa : (membaca) (2) Guru : Di yang lapanglah, Nak! Kalau kata, cukup pakai huruf kecil aja. Nggak usah huruf besar! Dia berdiri sendiri aja. Nggak dalam konteks kalimat. (017) Siswa : (siswa melakukan perintah guru) Tindak tutur (1), (2) adalah tindak tutur menyuruh yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia kepada siswa yang sedang sibuk dengan urusan lain. Pada tindak tutur (1), guru menyuruh siswa menghentikan kegiatannya. Penanda tindak tutur menyuruh pada tindak tutur (1) ini adalah bentuk Tolong simak! Dan Dengar ya, Nak!. Tindak tutur (2) dilakukan guru terhadap siswa untuk menyuruh siswa menulis di papan tulis pada bagian yang lebih luas. Penanda tindak tutur menyuruh pada tindak tutur (2) di atas adalah bentuk di yang lapanglah. b. Tindak Tutur Direktif dalam Bentuk Memohon Tindak tutur direktif bentuk memohon paling sedikit dilakukan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Bentuk ini digunakan penutur untuk menyuruh
petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk meminta siswa agar berpartipasi aktif dalam pembelajaran, termasuk dalam mengerjakan tugas. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk memohon dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang dapat dilihat pada contoh berikut. (3)Guru : Tiga keping CD berarti tiga kelompok ya. Semuanya ratarata seperti itu. Nilai itu tergantung kepada apa yang kalian lakukan. Ini si Agi nampak kamu kan menyerahkan sama bapak? Kemudian dalam bentuk CD. Ini CD nya. Ndak lebih ndak kurang ini yang bapak minta pada kalian. (264) Kalau tidak, nilai tidak ada kan. Nah. Sekarang mana tugasnya? Ayo kumpulkan. Boleh kita putar. Kita tanggapi bersama nanti. Ini gunanya ditampilkan ini. Ayo, Nak! Mana, mana tugasnya? Kelompok satu mana? Tunjuk tangan! Siswa : (siswa mengangkat tangan) Tindak tutur (3) di atas adalah tindak tutur direktif memohon. Tindak tutur tersebut dilakukan oleh guru kepada siswa yang sedang belajar. Tindak tutur (3) dilakukan guru kepada siswa agar siswa segera mengumpulkan tugas yang telah disepakati sebelumnya. Penanda tindak tutur memohon pada tindak tutur (3) di atas adalah bapak minta. c.
Tindak Tutur Direktif dalam Bentuk Menuntut Tindak tutur direktif menuntut cukup sering dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Bentuk ini digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang
dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk menuntut siswa agar aktif dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menuntut dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang dapat dilihat pada contoh berikut. (4) Guru : Jadi ibuk ndak mau yang ini. (112) Siswa : Buk, kalau mode iko baa buk? (5) Guru : Ananda IPA 2, bawalah laporan kerja individu, kelompok. Bawa hari Kamis. Jangan tinggal pula bahan. (190) Hari kamis itu setelah dikumpulkan resensi, kita menjawab soal-soal dari buku ini. Siswa : Iya, Buk. Tindak tutur (4), (5) adalah tindak tutur menuntut yang dilakukan oleh guru kepada siswa yang sedang mengikut pembelajaran di kelas. Tindak tutur (4) dilakukan guru untuk menuntut siswa mengerjakan tugas seperti yang diinginkan guru. Penanda tindak tutur menuntut pada tindak tutur (4) adalah bentuk Ibuk ndak mau yang ini. Bentuk lain tindak tutur menuntut terdapat pada tindak tutur (5). Pada tindak tutur ini bentuk menuntut yang dilakukan guru kepada siswa adalah agar siswa tidak lupa membawa bahan tugas mereka pada hari yang telah ditentukan guru. Penanda tindak tutur menuntut pada tindak tutur (5) di atas adalah bawa dan jangan tinggal. d. Tindak Tutur Direktif dalam Bentuk Menyarankan Dalam melakukan tindak tutur direktif, guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang sering melakukan tindak tutur menyarankan. Bentuk ini digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan penutur
dalam tindak tuturnya. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk tindak tutur direktif ini agar siswa aktif dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menyarankan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang dapat dilihat pada contoh berikut. (6) Guru : Kalau perlu shalat Duha seperti Yogi, biar dapat kenyamanan. Pergilah, Nak! Shalat sunat Duha. (053) Siswa : (tertawa kecil dan kembali ke tempat duduk) (7) Guru : Kalau kanai hujan, cari asoi ciek! Masuak asoi baru masuak tas! (364) Siswa : Hujan e di jalan, Pak. Tindak tutur (6), (7) contoh di atas adalah tindak tutur direktif menyarankan. Tindak tutur tersebut dilakukan oleh guru kepada siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tindak tutur (6) dilakukan guru kepada siswa yang sedang tidak fokus pada pembelajaran. Guru menyarankan siswa untuk melakukan shalat Duha agar siswa mendapat kenyamanan seperti yang sedang dilakukan siswa lain yang bernama Yogi. Bentuk menyarankan pada tindak tutur (6) ini ditandai oleh bentuk biar dapat kenyamanan. Tindak tutur (7) adalah bentuk lain dari contoh tindak tutur menyarankan yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pada tindak tutur tersebut, guru menyarankan siswa untuk memasukkan buku ke dalam kantong plastik sebelum dimasukkan ke dalam tas ketika hujan agar buku tidak rusak terkena air hujan. Penanda bentuk menyarankan pada tindak tutur (7) di atas adalah masuak asoi baru masuak tas. e.
Tindak Tutur Direktif dalam Bentuk Menantang Tindak tutur menantang merupakan bentuk tindak tutur direktif yang cukup
sering dilakukan guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15. Bentuk ini digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menantang dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang dapat dilihat pada contoh berikut. (8) Guru : Mimi, Eh Yosnengsih? Siswa : Udah, Buk. Guru : Gimana kalau belum? (179) (9) Guru : Siapa yang menyatakan nonfiksi, ilmiah? Jujur! (092) Yang mengatakan ini ilmiah atau nonfiksi. Siswa : Awak ilmiah buk a. Tindak tutur (8), (9) pada contoh di atas adalah bentuk tindak menantang yang dilakukan guru terhadap siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tindak tutur (8) adalah tindak tutur menantang yang dilakukan guru kepada siswa ketika sekelompok siswa ribut dalam belajar, sementara kelompok lain sibuk menyelesaikan tugas mereka. Penanda bentuk menantang pada tindak tutur (8) adalah Gimana kalau belum?. Tindak tutur (9) juga merupakan contoh tindak tutur menantang. Pada tindak tutur tersebut, guru menantang siswa untuk menentukan jenis buku yang sedang mereka bicarakan. Bentuk menantang pada tindak tutur (9) tersebut ditandai oleh kata jujur. Pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang, guru sering melakukan tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif yang dilakukan guru yaitu menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Dari kelima jenis tindak tutur direktif tersebut, yang paling banyak dilakukan guru kepada siswa adalah tindak tutur direktif menyuruh. Guru melakukan tindak tutur
menyuruh ini agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Berdasarkan temuan penelitian, bentuk tindak tutur direktif yang ditemukan adalah (1) menyuruh, (2) memohon, (3) menuntut, (4) menyarankan, dan (5) menantang. Berikut ini pembahasan hasil penelitian terhadap kesantunan berbahasa dalam tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang yang dilakukan dengan melihat temuan penelitian. Jenis tindak tutur yang paling banyak dilakukan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang adalah tindak tutur menyuruh. Hal ini disebabkan guru memiliki peranan penting dalam peristiwa tutur, dalam hal ini pembelajaran. Guru menyuruh siswa untuk melakukan hal yang disebutkan dalam tuturan agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran, seperti yang terdapat pada contoh berikut. Guru : Tolong kambangkan buku awak. Mana buku awak? Siswa : (Siswa membalik bukunya) Pada tindak tutur menyuruh di atas, guru meminta siswa untuk membuka buku bahan ajarnya agar dapat menyimak siswa lain yang sedang membaca di depan kelas. Siswa melakukan permintaan guru dengan membuka dan membalik-balik bahan ajarnya lalu disesuaikan dengan yang sedang dibaca siswa lain di depan kelas. Dalam pembelajaran, tindak tutur direktif yang dilakukan guru terhadap siswa tidak hanya dominan pada tindak tutur menyuruh. Tindak tutur memohon merupakan jenis tindak tutur direktif yang dilakukan guru agar siswa melakukan tindakan yang perintahkan guru. Tindak tutur direktif memohon ini dilakukan dengan sedikit berharap yang ditandai dengan kata bapak minta seperti yang terdapat pada contoh di bawah ini. Guru : Tiga keping CD berarti tiga kelompok ya. Semuanya rata-rata
seperti itu. Nilai itu tergantung kepada apa yang kalian lakukan. Ini si Agi nampak kamu kan menyerahkan sama bapak? Kemudian dalam bentuk CD. Ini CD nya. Ndak lebih ndak kurang ini yang bapak minta pada kalian. (264) Kalau tidak, nilai tidak ada kan. Nah. Sekarang mana tugasnya? Ayo kumpulkan. Boleh kita putar. Kita tanggapi bersama nanti. Ini gunanya ditampilkan ini. Ayo, Nak! Mana, mana tugasnya? Kelompok satu mana? Tunjuk tangan! Siswa : (siswa mengangkat tangan) Tindak tutur tersebut dilakukan oleh guru kepada siswa yang sedang belajar agar siswa mau mengerjakan tugas yang telah disepakati sebelumnya. Dari jumlah tindak tutur direktif memohon yang ditemukan, yaitu satu tindak tutur, dapat dikatakan guru jarang merendahkan dirinya dihadapan siswa. Tindak tutur direktif menuntut sering dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Bentuk ini digunakan penutur untuk meminta petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk menuntut siswa agar aktif dalam pembelajaran. Berikut ini contoh tindak tutur menuntut yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Guru : Ananda IPA 2, bawalah laporan kerja individu, kelompok! Bawa hari Kamis! Jangan tinggal pula bahan! Hari Kamis itu setelah dikumpulkan resensi, kita menjawab soal-soal dari buku ini. Siswa : Iya, Buk. Tindak tutur di atas adalah tindak tutur direktif yang dilakukan guru agar
siswa tidak lupa membawa bahan tugas mereka. Tindak tutur menyarankan dilakukan guru ketika memberi saran kepada siswa, baik yang berkaitan dengan materi pelajaran, maupun tidak. Biasanya tindak tutur menyarankan ini dilakukan guru ketika siswa mengerjakan tugas dan guru menyarankan hal-hal yang dapat memudahkan siswa mengerjakan tugas. Berikut ini contoh tindak tutur menyarankan yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang. Guru : Kalau perlu shalat Duha seperti Yogi, biar dapat kenyamanan. Pergilah, Nak! Shalat sunat Duha. (053) Siswa : (tertawa kecil dan kembali ke tempat duduk) Tindak tutur dilakukan guru ketika menyarankan siswa untuk melakukan shalat Duha agar siswa mendapat kenyamanan seperti yang sedang dilakukan siswa lain yang bernama Yogi. Tindak tutur direktif menantang dilakukan guru agar siswa melakukan sesuatu sesuai dengan yang diperintahkan guru. Tindak tutur menantang ini dilakukan untuk memacu siswa agar lebih giat dalam mengerjakan tugas dan lebih fokus dalam memperhatikan pelajaran. Selain itu, guru melakukan tindak tutur menantang ketika menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran. Guru : Mimi, Eh Yosnengsih? Siswa : Udah, Buk. Guru : Gimana kalau belum? (179) Tindak tutur menantang ini dilakukan guru kepada siswa ketika sekelompok siswa ribut dalam belajar. Sementara itu, kelompok lain sibuk menyelesaikan tugas mereka. Penanda bentuk menantang adalah Gimana kalau belum? Tindak tutur direktif dilakukan guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang ini agar petuturnya atau siswa melakukan sesuatu
sebagaimana yang dituturkan dalam tindak tuturnya. Hal ini terjadi sebagaimana yang dikemukakan Searle (dalam Gunarwan, 1994:48) bahwa tindak tutur direktif dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Tindak tutur direktif yang cenderung dilakukan guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang adalah tindak tutur direktif menyuruh. Hal ini mengindikasikan bahwa guru menguasai kelas selama pembelajaran berlangsung. SIMPULAN Setelah dilakukan analisis dan pembahasan terhadap tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang, dapat disimpulkan bahwa jenis tindak tutur direktif yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang adalah menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan dan menantang. Dari kelima bentuk tindak tutur direktif tersebut, tindak tutur direktif yang cenderung dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 15 Padang adalah tindak tutur menyuruh. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada pimpinan STKIP PGRI Sumatera Barat dan Koordinator Unit MKDK-MKDU atas kesempatan mengajar yang diberikan kepada penulis. DAFTAR RUJUKAN Amir, Amril dan Ngusman Abdul Manaf. 2006. “Strategi Wanita Melindungi Citra Dirinya dan Citra Diri Orang Lain dalam Komunikasi Verbal: Studi di dalam Tindak tutur Direktif di dalam Bahasa Indonesia di Kalangan Anggota Kelompok Etnis Minangkabau”. Laporan Penelitian. Padang: Fakultas Bahasa dan Seni, UNP.
Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bogdan, R.C. dan S.K. Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Toronto: Allyn and Bacon Inc. Chaer. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta. Gunarwan, Asim. 1994. Pragmatik: Pandangan Mata Burung. Jakarta: Lembaga Bahasa Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional. Kasper, G. 1994. Politeness: The Encyclopedia of Language and Linguistics. Pergamon Press: Oxford. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka. Jakarta: UI. Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI. Moleong, Lexi J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media. Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik Bagian Pertama ke Arah
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Syahrul, R. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa Menyibak Fenomena Bahasa Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press. Yule,
George. 2006. Pragmatik. Terjemahan Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.