perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN KESANTUNAN NEGATIF DALAM REALITY SHOW MINTA TOLONG DI RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh: RIRIN LINDA TUNGGAL SARI C0206046
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama NIM
: Ririn Linda Tunggal Sari : C0206046
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ”Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia” adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, April 2011 Yang membuat pernyataan,
Ririn Linda Tunggal Sari
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
”Hai orang yang beriman ! Mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan salat, sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar”. (Al Quran, Surat Al-Baqarah: 153)
”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”. (Al Quran, Surat Ar Ra’d: 11)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada: 1. Kedua orang tuaku, Bapak Engkin dan ibu Sri Sudarni, terima kasih atas limpahan kasih sayang dan dukungannya yang tercurahkan kepadaku. 2. Adik-adikku yang selalu aku sayangi, Aik, Putri, dan Aniva, hidup ini tidak akan terasa bahagia tanpa kalian. 3. Teman-teman Sastra Indonesia UNS’06. 4. Almamaterku. 5. Para Pecinta Linguistik.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan tanpa bantuan, dorongan, maupun bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada: 1.
Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi.
2.
Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kemudahan dan kepercayaan selama penyusunan skripsi.
3.
Drs. FX. Sawardi, M.Hum., selaku pembimbing skripsi, atas pengarahan, ketulusan, dan kesabarannya selama proses penyusunan skripsi.
4.
Dwi Susanto, S.S, M. Hum., selaku pembimbing akademik, yang memberikan semangat dan nasihat selama studi di Fakultas Sastra dan Seni Rupa.
5.
Dosen-dosen di Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah membimbing dan membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.
6.
Petugas perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret dan perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni commit Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan pelayanan dan kemudahan kepada penulis untuk membaca dan meminjam buku-buku referensi yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini. 7.
Orang tua, kakak, adik serta keluarga besarku yang telah memberikan kasih sayangnya dan selalu mendoakanku dalam penulisan skripsi ini.
8.
Teman-temanku Sasindo’06, atas segala bentuk bantuan, kebersamaan, dan kesediannya mendengarkan keluh kesah penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9.
Semua pihak atas segala bentuk bantuan, dukungan, dan saran dalam proses penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Meskipun
demikian penulis dengan hati terbuka menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta,
Penulis
commit to user
viii
April 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....... .......................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi KATA PENGANTAR ............................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................... .................................................. ix DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv ABSTRAK ................................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Pembatasan Masalah ................................................................... 6 C. Perumusan Masalah .................................................................... 6 D. Tujuan Penulisan ......................................................................... 7 E. Manfaat Penulisan ....................................................................... 7 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penulisan Terdahulu..................................................... 10 B. Landasan Teori ............................................................................ 13 1. Pragmatik .............................................................................. 13 commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Komponen dan Situasi Tutur ................................................ 14 3. Teori Tindak Tutur ................................................................ 17 4. Tindak Tutur Direktif ........................................................... 24 5. Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson ....................... 25 6. Kesantunan Negatif .............................................................. 27 7. Kesantunan Positif ............................................................... 31 C. Kerangka Pikir ......................................................................... 39 BAB III METODE PENULISAN A. Jenis Penulisan dan Pendekatan ..................................................
41
B. Data dan Sumber Data ................................................................ 42 C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ......................................
43
D. Klasifikasi Data ........................................................................... 45 E. Teknik Analisis Data ................................................................... 46 F. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ........................................ 48 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tindak Tutur Direktif digunakan oleh Peminta Tolong (A) dalam RSMT .......................................................................... 50 1. Meminta ............................................................................... 50 2. Menasihati ............................................................................. 53 3. Menyarankan ........................................................................ 56 4. Melarang .............................................................................. 60 5. Memperingatkan .................................................................. 63 6. Mengingatkan ...................................................................... 66 7. Membujuk ............................................................................ 68 commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Analisis Strategi Kesantunan Negatif yang dilakukan oleh Peminta Tolong (A) dalam RSMT .............................................
73
1. Strategi 1: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung 74 2. Strategi 2: Menggunakan Pertanyaan Berpagar..................... 76 3. Strategi 4: Meminimalkan Paksaan ....................................... 77 4. Strategi 5: Memberi Penghormatan ...................................... 80 5. Strategi 7: Menghindari Penyebutkan Penutur dan Lawan tutur ....................................................................................... 82 6. Strategi 1 dan Strategi 5: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Memberi Penghomatan ....................... 85 7. Strategi 1 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Menghindari Penyebutkan Penutur Dan LawanTutur ................................................................... 86 8. Strategi 2 dan Strategi 5: Menggunakan Pertanyaan Berpagar dan Memberi Penghomatan................................................... 89 9. Strategi 4 dan Strategi 5: Meminimalkan Paksaan dan Memberi Penghomatan ......................................................... 90 10. Strategi 1, Strategi 4, dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung, Meminimalkan Paksaan dan Menghindari Penyebutkan Penutur dan Lawan Tutur .......... 92 BAB V PENUTUP A. Simpulan ..................................................................................... 101 B. Saran ............................................................................................ 103 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 104 LAMPIRAN DATA ................................................................................... 1
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN A
: Peminta Tolong
B1
: Orang yang dimintai tolong
B2, B3, B4
: Orang yang hadir dalam percakapan antara A dan B1
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indonesia
PAM
: Perusahaan Air Minum
RSMT
: Reality Show Minta Tolong
RCTI
: Rajawali Citra Televisi Indonesia
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Tindak Tutur Direktif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam RSMT ……………………………………………………………
95
Tabel 2: Strategi Kesantunan Negatif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam RSMT ……………………………………………………………
commit to user
xiv
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ririn Linda Tunggal Sari. C0206046. 2011. Kesantunan Negatif dalam Reality Show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, yaitu (1) Bagaimanakah realisasi tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT? (2) Bagaimanakah realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT? Tujuan penulisan ini adalah (1) Mendeskripsikan realisasi tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT, (2) Mendeskripsikan realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong (A) dalam RSMT. Penulisan ini termasuk jenis penulisan kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data penulisan ini adalah percakapan atau dialog dalam RSMT di RCTI. Data dalam penulisan ini adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif dan menerapkan strategi kesantunan negatif beserta konteksnya dalam RSMT di RCTI, yang ditayangkan pada bulan Maret, dan April tahun 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penulisan ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data dalam penulisan ini menggunakan teknik analisis means-end. Metode penyajian hasil analisis data dalam penulisan ini adalah penyajian secara informal dan formal. Dari analisis data dalam RSMT ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur direktif tersebut meliputi tindak tutur meminta, menasihati, menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Dalam RSMT ditemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima strategi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, (b) strategi 2, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar, (c) strategi 4, yaitu meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e) strategi 7, yaitu jangan menyebutkan penutur dan lawan tutur. Dalam RSMT juga ditemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima kombinasi strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan memberi penghormatan, (b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan menghindari penyebut penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar dan memberi penghormatan, (d) strategi 4 dan strategi 5, yaitu meminimalkan paksaan dan memberi penghormatan, serta (e) strategi 1 strategi 4, dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam mengungkapkan perasaan ataupun pikirannya. Proses pengungkapan perasaan atau pikiran oleh seseorang melalui bahasa dapat dijadikan ukuran untuk menilai suatu kepribadian seseorang. Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapan kepribadian yang baik, benar, dan santun sehingga mencerminkan budi pekerti luhur (Pranowo, 2009:3). Setiap orang yang berbudi perkerti baik, biasanya dia telah menerapkan kesantunan berbahasa. Pemakaian bahasa oleh seorang penutur dikatakan santun apabila bahasa yang digunakannya tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya. Dalam kegiatan berkomunikasi, seorang anggota masyarakat hendaknya selain menyampaikan maksud dengan baik dan benar, sebaiknya juga menerapkan kesantunan berbahasa dalam penyampaiannya. Berbahasa santun adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan norma dan nilai yang dipegang oleh masyarakat pengguna bahasa. Studi pragmatik berkaitan dengan masalah penggunaan bahasa, yaitu masalah penggunaan bahasa dalam suatu situasi tutur atau cara pengungkapan bahasa dalam suatu peristiwa tutur. Dalam kajian pragmatik yang menjadi unit analisis adalah ujaran. Suatu ujaran tidak bisa dilepaskan dari konteks percakapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan kajian bahasa secara utuh. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Pembahasan mengenai kesantunan berbahasa sudah banyak dipaparkan oleh para pakar bahasa. Beberapa pakar yang membahas kesantunan berbahasa misalnya Leech (1983) dan Brown dan Levinson (1987). Pendapat antara pakar yang satu dengan yang lain berbeda, tergantung pada bagaimana para pakar tersebut melihat wujud kaidah sosial (Asim Gunarwan, 1994: 87). Leech (1993:166-218) berpendapat bahwa prinsip berbahasa santun merupakan susunan bahasa yang didasarkan atas: 1) maksim kearifan (tact maxim), yaitu memperkecil kerugian pendengar; memperbesar keuntungan pendengar, 2) maksim kedermawanan (generosity maxim), yaitu memperkecil keuntungan sendiri; memperbesar keuntungan pendengar, 3) maksim pujian (approbation maxim), yaitu memperkecil keluhan pendengar; memperbesar pujian pendengar, 4) maksim kerendahan hati (modesty maxim), yaitu memperkecil pujian diri; memperbesar perendahan diri, 5) maksim kesepakatan (agreement maxim), yaitu memperkecil ketidak-sepakatan antara diri sendiri dengan orang lain; memperbesar kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain, dan 6) maksim simpati (sympathy maxim), yaitu memperkecil antipati antara diri sendiri dan orang lain; memperbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain. Brown dan Levinson (1987) melihat realisasi tindak tutur sebagai hasil pemilihan strategi. Strategi kesantunan itu berkisar pada nosi muka (face), yang dibagi menjadi dua, yaitu muka negatif dan muka positif. Kesantunan yang ditunjukkan terhadap muka positif lawan tutur disebut kesantunan positif, sedangkan kesantunan yang ditunjukan terhadap muka negatif lawan tutur disebut kesantunan negatif. Pada pelaksanaan konsep kesantunan berbahasa, baik kesantunan negatif maupun positif menggunakan strategi tertentu untuk commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengurangi ancaman yang ditimbulkan dari kurang menyenangkannya tuturan yang diucapkan oleh penutur. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud membahas tuturan yang terdapat pada peristiwa tutur dalam RSMT menggunakan teori kesantunan menurut Brown dan Levinson, khususnya mengenai kesantunan negatif. RSMT merupakan sebuah acara yang menggambarkan suatu kondisi masyarakat ketika mengalami kesulitan, dan menempuh jalan untuk meminta pertolongan kepada orang yang dijumpainya. Acara realitas (reality show) adalah genre acara televisi yang menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran. Acara realitas umumnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti menaruh partisipan di lokasi-lokasi eksotis atau situasi-situasi yang tidak lazim, memancing reaksi tertentu dari partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknikteknik pascaproduksi lainnya (Wikipedia, 2010). Reality show merupakan suatu
acara yang menampilkan realitas
kehidupan seseorang yang bukan selebritis (orang awam), kemudian disiarkan melalui jaringan TV, sehingga bisa dilihat masyarakat (Widyaningrum
dan
Christiastuti, April, 2010). Banyak program-program acara di televisi yang merupakan reality show, seperti Termehek-Mehek, Bedah Rumah, Tukar Nasib, Minta Tolong dan lain sebagainya. Di antara banyak reality show yang ditawarkan oleh beberapa jaringan televisi, penulis tertarik untuk meneliti RSMT. Alasannya RSMT merupakan reality show yang memperlihatkan bagaimana reaksi warga masyarakat pada waktu dimintai tolong oleh orang yang tidak dia kenal sebelumnya. Acara ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
memberikan gambaran kepada penonton mengenai bagaimana cara seseorang dalam merealisasikan maksud tuturan yang bertujuan untuk meminta tolong kepada orang yang tidak penutur kenal supaya mau membantunya, dan juga memperlihatkan bagaimana realisasi dari lawan tutur yang menolak ataupun menyanggupi untuk menolong penutur. Pada acara tersebut, penutur dan mitra tutur berdialog dengan menggunakan bahasa Indonesia yang nonformal dan bahasa Jawa. Tuturan yang diucapkan oleh peminta tolong dalam RSMT bermacam-macam bentuknya. Peminta tolong dalam mengungkapkan maksudnya ada yang menggunakan ungkapan perintah, permintaan, saran, tawaran dan lain sebagainya. Sedangkan orang yang dimintai tolong dalam dalam menanggapi maksud peminta tolong ada melakukan penolakan atas maksud dari peminta tolong. Sebagian besar ungkapan yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT merupakan jenis tindak tutur direktif. Dalam RSMT, peminta tolong juga menggunakan suatu konsep kesantunan tertentu untuk menjaga muka orang yang dimintai tolong. Konsep kesantunan yang sebagian besar digunakan oleh peminta tolong yaitu strategi kesantunan negatif. Misalnya, apabila peminta tolong yang sedang menggunakan tindak tutur direktif dalam mengungkapkan maksudnya, apabila memilih menggunakan konsep strategi kesantunan negatif berarti peminta tolong menjaga muka negatif dari orang yang dimintai tolong. Maksud dari muka negatif
yaitu keinginan
sesorang untuk bebas bertindak atau kebebasan dalam melakukan sesuatu tanpa dihalangi oleh pihak lain. Gambaran mengenai penggunaan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif oleh peminta tolong yang terdapat dalam RSMT tersebut menarik untuk diteliti, supaya dapat ditemukan realisasi tindak tutur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Contohnya penerapan kasus mengenai realisasi tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT, seperti terlihat pada tuturan yang diucapkan oleh seorang peminta tolong ketika sedang membujuk orang yang dimintai tolong supaya bersedia membeli gorengan yang dijual oleh peminta tolong. Tuturan yang dimaksud yaitu tuturan ”dibeli ya pak! Mau pak? diborong pak kalau mau”. Tuturan tersebut menunjukkan bahwa peminta tolong menggunakan jenis tindak tutur direktif dalam mengungkapkan keinginannya. Tuturan yang diucapkan oleh peminta tolong tersebut menunjukkan bahwa peminta tolong menginginkan orang yang dimintai tolong untuk melakukan sesuatu untuknya, yaitu dengan membeli gorengan yang dijualnya. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif tersebut berpotensi mengancam muka orang yang dimintai tolong, karena peminta tolong membatasi kebebasan orang yang dimintai tolong dalam bertindak. Untuk mengurangi potensi ancaman terhadap muka orang yang dimintai tolong, peminta tolong memilih menggunakan strategi kesantunan negatif. Bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan seperti memberikan opsi atau pilihan kepada orang yang dimintai tolong atas maksud dari peminta tolong, yang ditunjukkan dengan penambahan tuturan ”kalau mau”, pada tuturan ”diborong pak kalau mau”. Fenomena pemakaian bahasa yang terdapat dalam reality show Minta Tolong dapat dikaji dengan tinjauan pragmatik. Adapun alasan pengambilan tinjauan pragmatik dalam dialog atau percakapan dalam RSMT, karena banyak muncul keterkaitan bahasa dengan unsur-unsur eksternal yang menjadi ciri khas commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ilmu pragmatik. Pragmatik mempelajari struktur bahasa eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi (I Dewa Putu Wijana, !996: 1). Penelitian ini terfokus pada masalah bahasa dalam dialog pada acara RSMT yang terbatas pada masalah realisasi tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Dalam penulisan ini tidak semua tuturan diteliti, melainkan hanya tuturan yang mencerminkan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif saja. Oleh sebab itu, penulis memberi judul penulisan ini Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam RSMT di Rajawali Citra Televisi Indonesia.
B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah pada penulisan ini dimaksudkan agar penulisan lebih terarah dan mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Ruang lingkup penulisan ini penulis fokuskan pada masalah pemakaian bahasa yang digunakan dalam percakapan antara penutur dan lawan tutur dalam RSMT yang ditayangkan pada bulan Maret dan April 2010, khususnya tentang tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini yaitu: commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Bagaimanakah realisasai tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT? 2. Bagaimanakah realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT?
D. Tujuan Penulisan Setiap penulisan pasti memiliki suatu tujuan yang biasanya berkaitan dengan rumusan masalah. Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan dalam penulisan ini yaitu: 1. Mendeskripsikan realisasai tindak tutur direktif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT. 2. Mendeskripsikan realisasi strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh peminta tolong dalam RSMT.
E. Manfaat Penulisan Suatu penulisan yang baik, harus dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu maupun masyarakat luas. Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan teori tindak tutur Searle dan teori strategi kesantunan Brown dan Levinson, khususnya tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Selain itu, juga diharapkan dapat commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan sumbangan bagi perkembangan model analisis kesantunan atas salah satu bentuk wacana dialog yang terdapat dalam media jurnalistik audio visual khususnya pada program reality show. 2. Manfaat Praktis Penulisan ini secara praktis diharapkan dapat memberikan konstribusi yang berarti bagi produser dalam hal pengkoreksian tuturan yang digunakan seseorang yang berperan sebagai peminta tolong, supaya dalam episode selanjutnya tuturan yang digunakan oleh peminta tolong lebih baik ataupun lebih santun. Bagi para pembaca diharapkan penulisan ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang pemahaman percakapan, terutama dalam hal memahami teori tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengajaran mengenai kesantunan berbahasa dan juga landasan kajian penulisan sejenis.
F. Sistematika Penulisan Sistematika mempermudah
penulisan
penulis
dalam
dalam
penulisan
menjabarkan
hasil
ini
diperlukan
penulisan
agar
untuk tidak
menyimpang dari permasalahan yang diteliti. Adapun sistematika penulisan dalam penulisan ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab memuat pokok pikiran yang berbeda-beda tetapi tetap memiliki satu kesatuan yang saling berhubungan. Sistematika penulisan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab kedua adalah landasan Teori dan kerangka pikir. Bab ini berisi tinjauan singkat terhadap studi sejenis terdahulu dan pemaparan teori-teori yang secara langsung berhubungan dengan penulisan sehingga dapat dijadikan landasan dalam penulisan ini. Kerangka pikir berisi cara kerja yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Bab ketiga merupakan metode penelitian. Bab ini berisi jenis penelitian dan pendekatan, sumber data dan data, metode dan teknik pengumpulan data, klasifikasi data, teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Bab keempat, berisi analisis data. Dari analisis data ini akan didapatkan hasil penulisan yang menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam pendahuluan Bab kelima, merupakan simpulan yang berisi simpulan dari hasil penulisan dan dilanjutkan dengan saran dari penulis yang berhubungan dengan proses penulisan yang telah diselesaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Penulisan Terdahulu Penulisan mengenai kesantunan berbahasa sudah banyak dilakukan oleh para penulis bahasa. Sejauh penelusuran penulis tentang penulisan yang sejenis atau yang mempunyai korelasi dengan penulisan mengenai Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson ini, penulis menjumpai beberapa penulisan yang telah dilakukan. Beberapa penulisan tersebut antara lain penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) dan Renita Tri Hesti (2010). Damis Amaroh (2010) dalam skripsinya yang berjudul Tindakan Pengancaman Muka dan Strategi Kesopanan dalam Rubrik ”Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos (Sebuah Kajian Pragmatik), yang mendeskripsikan (1) Tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh pengadu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuanya, (2) Tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan yang dilakukan oleh teradu dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos beserta tujuaanya. Hasil analisis data dari penulisan tersebut menunjukkan beberapa hal, yaitu: (1) dalam surat aduan rubrik ”Pembaca Menulis” diperoleh 8 jenis tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur (memerintah, meminta, memberi saran, memberi nasihat, bertanya, menuntut, menagih janji, dan marah) dan 4 jenis tindakan
yang
mengancam
muka
positif
lawan
tutur
(menuduh,
mengeluh,mengkritik, dan menghina). Pengadu menggunakan strategi on record,off record, kesopanan negatif dan positif, untuk segera mendapatkan commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
tanggapan dan penyelesaian dari pihak teradu. (2) dalam surat tanggapan rubrik ”Pembaca Menulis” diperoleh 3 jenis tindakan yang mengancam muka negatif penutur (ucapan terima kasih, melakukan pembelaan,dan melakukan janji) dan 2 jenis tindakan yang mengancam muka positif penutur (tindakan meminta maaf dan mengakui kesalahan). Teradu menggunakan strategi on record,off record, kesopanan negatif dan positif, untuk memperoleh kesan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap suatu persoalan yang dihadapi antara pengadu dan teradu sehingga dapat mempertahankan citra lembaga sekaligus mempertahankan pelangan. Renita Tri Hesti (2010) dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Positif dalam Film Ayat-ayat Cinta: Studi Pragmatik. Penulisan tersebut membahas mengenai (1) Bentuk-bentuk ujaran yang mengekspresikan strategistrategi kesantunan positif dalam tuturan film ”Ayat-ayat Cinta”; (2) Strategi kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam film ”Ayat-ayat Cinta”. Dalam penulisan tersebut dapat diketahui bahwa (1) terdapat tiga bentuk ujaran yang mengekspresikan strategi-strategi kesantunan positif dalam film ”Ayat-ayat Cinta”, yaitu bentuk ujaran asertif, bentuk ujaran komisif, dan bentuk ujaran ekspresif; (2) terdapat 12 strategi kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam tuturan film ”Ayat-ayat Cinta”, yaitu strategi 2 (membesarbesarkan ketertarikan kepada pendengar), strategi 3 (mengintensifkan perhatian pendengar), strategi 4 (menggunakan identitas kelompok), strategi 5 (mencari persetujuan pendengar), strategi 7 (menunjukkan hal-hal yang mempunyai kesamaan dengan pendengar), strategi 8 (menggunakan lelucon), strategi 9 (mengungkapkan bahwa penutur memahami pendengar), strategi 10 (memberikan commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penawaran/janji), strategi 11 (menunjukkan keoptimisan),
strategi 13
(memberikan pertanyaan/meminta alasan), strategi 14 (menunjukkan hubungan timbal balik), dan strategi 15 (memberikan hadiah berupa barang, perhatian, simpati, dan kerjasama kepada pendengar), Penulisan yang penulis lakukan ini berbeda dengan penulisan-penulisan di atas. Perbedaannya terletak pada sumber data penulisan dan fokus analisisnya. Perbedaan penulisan ini dengan penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) dan Renita Tri Hesti (2010), pertama terletak pada sumber data penulisannya, penulisan Damis Amaroh (2010) mengambil data dari rubrik ”Pembaca Menulis” di Harian Jawa Pos, dan Renita Tri Hesti (2010) mengambil data dari percakapan pemeran dalam film ”Ayat-ayat Cinta”, sedangkan sumber data penulisan ini merupakan dialog antara peminta tolong dan orang yang dimintai tolong dalam RSMT. Kedua terletak pada fokus analisisnya, penulisan yang dilakukan oleh Damis Amaroh (2010) difokuskan pada pendeskripsian tindakan pengancaman muka dan strategi kesopanan secara umum yang terdapat dalam rubrik ”Pembaca Menulis” di harian Jawa Pos dan penulisan yang dilakukan oleh Renita Tri Hesti (2010) difokuskan pada bentuk ujaran yang mengekspresikan strategi-strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan positif yang digunakan oleh para pemeran dalam film ”Ayat-ayat Cinta”, sedangkan penulisan ini difokuskan pada pendeskrisian tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Landasan Teori 1. Pragmatik Definisi pragmatik sudah banyak diperkenalkan oleh para ahli bahasa. Thomas (1995: 22) mendefinisikan pragmatik sebagai bidang ilmu yang mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interpretation. Pengertian tersebut dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran. Yule
dalam
bukunya
yang
berjudul
Pragmatics
(2006:3-4)
mengemukakan empat ruang lingkup yang terdapat dalam pragmatik, yaitu: (1) Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, (2) Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, (3) Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, (4) Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. I Dewa Putu Wijana (1996: 6), berpendapat bahwa pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa (selain sosiolinguistik) yang muncul akibat adanya ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat formal yang dilakukan oleh kaum strukturalis. Pragmatik mengungkap maksud suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi, baik secara tersurat maupun tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur. Reality show merupakan suatu bentuk komunikasi yang nyata yang dikemas secara baik, yang kemudian ditayangkan di televisi. Suatu komunikasi commit to user dikatakan berhasil apabila setiap penutur memahami maksud tutur yang
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disampaikannya. Berdasarkan atas penjelasan tersebut, maka tuturan-tuturan yang terdapat dalam suatu reality show dapat dijadikan sebagai objek penulisan pragmatik. Alasannya, karena suatu reality show yang ditayangkan di televisi menyajikan peristiwa tutur secara nyata yang disertai komponen-komponen tutur yang melatar belakangi peristiwa tutur tersebut.
2. Komponen dan Situasi Tutur Komponen tutur dan situasi tutur dalam kajian pragmatik memiliki peran yang penting, yakni sebagai bahan pertimbangan untuk mengungkapkan suatu maksud tutur yang terdapat dalam peristiwa tutur. Dell Hymes (dalam Pranowo, 2009: 101) mengemukakan beberapa komponen tutur yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING yang perlu diperhatikan seseorang dalam berkomunikasi. Masing-masing huruf dalam akronim merupakan inisial dari istilah-istilah berikut. a. (S) Setting and Scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi. b. (P) Participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi (O1 dan O2). c. (E) Ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai dalam berkomunikasi. d. (A) Act Sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan. Bentuk pesan dapat disampaikan dalam bahasa tulis atau bahasa lisan misalnya, berupa permintaan, sedangkan isi pesan adalah wujud permintaannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
e. (K) Key (kunci) mengacu pada pelaksanaan percakapan. Maksudnya, bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampaian). f. (N) Norms (norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada norma perilaku partisipan dalam berkomunikasi. g. (G) Genres (ragam, register) mengacu pada ragam bahasa yang digunakan, misalnya ragam formal, ragam santai dan sebagainya. Penjelasan mengenai situasi dikemukakan oleh Leech (1993:19-20), yang membagi aspek-aspek situasi tutur menjadi lima macam yaitu: (a) penutur dan mitra tutur, (b) konteks tuturan, (c) tujuan sebuah tuturan, (d) tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan (tindak ujar), (e) tuturan sebagai produk tindak verbal. a) Penutur dan Mitra tutur Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyampaikan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban. b) Konteks Tuturan Konteks merupakan suatu pengetahuan latar belakang bersama yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan. Konteks tuturan penulisan linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut dengan konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu pada hakikatnya adalah commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur. Konteks ini membantu mitra tutur untuk menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. c) Tujuan Sebuah Tuturan Tuturan-tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. d) Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan (Tindak Ujar) Tindak tutur merupakan suatu aktivitas. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan (act). Tindak tutur sebagai suatu tindakan itu sama dengan tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan berbeda. Pada tindakan bertutur bagian tubuh yang berperan adalah alat ucap. e) Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Tuturan tercipta melalui tindakan verbal, maka tuturan itu merupakan hasil tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa. Dalam penulisan mengenai kesantunan ini, komponen tutur dan situasi tutur digunakan untuk memahami maksud tuturan yang diucapkan oleh para peserta tutur dalam peristiwa tutur yag terdapat dalam RSMT, sehingga mempermudahkan penulis dalam menganalisis data berdasarkan teori tindak tutur dan strategi kesantunan. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Teori Tindak Tutur Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam
konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang penutur mempunyai makna tertentu. Austin (1962) mengemukakan dua terminologi yang berkaitan dengan teori tindak tutur, yaitu tuturan konstatif (constative) dan tuturan performatif (performative). Tuturan konstatif adalah tuturan yang pengutaraannya hanya dipergunakan untuk menyatakan sesuatu (1962:4-6). Tuturan performatif adalah tuturan yang pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu (1962:4-11). Tindak tutur yang menggunakan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102) digolongkan dalam tiga peristiwa tindakan, yaitu: 1) Tindak lokusi (locutionary act) Tindak lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something. Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. 2) Tindak ilokusi (illocutionary act) Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tindak perlokusi (perlocutionary act) Sebuah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memilki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (162:101) dinamakan tindak perlokusi. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja, dapat pula secara tidak
sengaja.
Tindak
tutur
yang
pengujarannya
dimaksudkan
untuk
mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan tindak perlokusi. Austin (1962:150-163) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima, yaitu: 1) Verdiktif (verdictives utterances) Tindak tutur verdiktif dilambangkan dengan memberi keputusan misalnya keputusan hakim, juri, dan penengah atau wasit, perkiraan, dan penilaian. Verba tindak tutur verdiktif antara lain, menilai, menandai, memperhitungkan, menempatkan, menguraikan, menganalisis. 2) Eksersitif (exercitives utterances) Tindak tutur eksersitif merupakan tindak tutur yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan, dan sebagainya. Verba yang menandai antara lain, mewariskan, menyatakan, membatalkan perintah (lampau), memperingatkan, menurunkan pangkat. 3) Komisif (commissives utterances) Tindak tutur komisif dilambangkan dengan harapan atau dengan kata lain perjanjian; menjanjikan untuk melakukan sesuatu, tetapi juga termasuk pengumuman atau pemberitahuan, yang bukan janji. Verba yang menandai antara lain, berjanji, mengambil-alih atau tanggung jawab, mengajukan, menjamin, bersumpah, menyetujui.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Behabitif (behabitives utterances) Tindak tutur behabitif meliputi reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap kebiasaan orang lain, misalnya meminta maaf, berterima kasih, bersimpati, menantang, mengucapkan salam, mengucapkan selamat. 5) Ekspositif (expositives utterances) Tindak tutur ekspositif merupakan tindak tutur yang memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya menyangkal, menguraikan, menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, bersaksi. Menurut Searle (1979:16), inti dari tindak tutur adalah tindak ilokusi. Menurutnya, dalam tindak ilokusi, penutur dalam mengatakan sesuatu juga melakukan
sesuatu.
Sehubungan
dengan
itu,
Searle
(1996:147-149)
mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu: 1) Tindak Tutur Asertif (Assertives) Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya tuturan-tuturan menyatakan, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan menyebutkan. 2) Tindak Tutur Direktif (Directives) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-tuturan, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah, meminta, dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
3) Tindak Tutur Komisif (Commisives) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Misalnya tuturan berjanji, bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam. 4) Tindak Tutur Ekspresif (Expressives) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan yang termasuk tindak tutur ekspresif yaitu: tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh. 5) Tindak Tutur Deklarasi (Declarations) Seseorang yang menggunakan tindak tutur deklarasi haruslah seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang khusus dalam sebuah institusi tertentu, misalnya hakim dalam institusi pengadilan yang menjatuhkan hukuman. Tindak tutur deklarasi ialah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Misalnya tuturan memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan mengangkat. Berbeda dengan pendapat Austin dan Searle, Leech (1993:327-329) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi enam macam, yaitu: 1) Tindak Tutur Asertif Tindak tutur asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang dituturkan, misalnya, menceritakan, melaporkan, mengemukakan, menyatakan, mengumumkan, mendesak. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Tindak Tutur Direktif Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan, misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang. 3) Tindak Tutur Komisif Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyatakan janji atau penawaran, misalnya menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, berkaul, bersumpah. 4) Tindak Tutur Ekspresif Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami oleh mitra tutur, misalnya mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, merasa ikut bersimpati, meminta maaf. 5) Tindak Tutur Deklaratif Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya memecat, membaptis, menikahkan, mengangkat, menghukum, memutuskan. 6) Tindak Tutur Rogatif Tindak tutur rogatif adalah tindak tutur yang dinyatakan oleh penutur untuk menanyakan jika bermotif langsung atau mempertanyakan jika bermotif ragu-ragu, misalnya menanyakan, mempertanyakan, dan menyangsikan. Pandangan terbaru mengenai tindak tutur dari Kreidler (1998:183-194) dalam bukunya Introducing English Semantics membagi tindak tutur menjadi tujuh, yaitu:
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Asertif (Assertif Utterances) Tindak tutur asertif terjadi karena penutur menggunakan bahasa untuk menceritakan apa yang mereka ketahui dan percayai, misalnya mengatakan, mengumumkan, menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan, melaporkan. 2) Performatif (Performative Utterances) Tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang membuat atau menyebabkan
resminya
apa
yang
diucapkan,
misalnya
mengumumkan,
membaptis, menyebut, mencalonkan, menamakan, menjatuhkan hukuman. 3) Verdiktif (Verdictive Utterances) Tindak tutur verdiktif terjadi karena penutur membuat penilaian terhadap tindakan mitra tutur, misalnya menuduh, bertanggung jawab, berterima kasih. 4) Ekspresif (Expressive Utterances) Tindak tutur ekspresif terjadi karena tindakan penutur, kegagalan penutur serta akibat yang ditimbulkan kegagalan itu, misalnya mengakui, bersimpati, memaafkan, dan sebagainya. 5) Direktif (Directive Utterances) Tindak tutur direktif mengandung maksud bahwa penutur meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Tindak tutur direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu perintah (commands), permintaan (request), dan anjuran (suggestions). 6) Komisif (Commissive Utterances) Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat seorang penutur untuk melakukan suatu tindakan, misalnya menyetujui, bertanya, menawarkan, menolak, berjanji, bersumpah. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Fatis (Phatic Utterances) Tindak tutur fatis merupakan tindak tutur yang bertujuan untuk menciptakan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Tindak tutur fatis meliputi ucapan salam, ucapan salam berpisah, cara-cara yang sopan seperti thank you, you are welcome, excuse me, yang tidak berfungsi verdiktif atau ekspresif. Selain tindak tutur yang telah dikemukakan oleh para tokoh diatas, tindak tutur dapat diklasifikasikan berdasarkan teknik penyampaian dan interaksi makna. Berdasarkan teknik penyampaian tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Berdasarkan interaksi makna, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur literal dan tindak tutur nonliteral. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (I Dewa Putu Wijana, 1996:30). Berdasarkan pemilahan tindak tutur sebagaimana yang dikemukakan oleh Austin, Searle, Leech, dan Kreidler di atas menunjukkan bahwa meskipun jumlah dan bentuk pengklasifiannya berbeda, namun, ditandai oleh terdapatnya salah satu bentuk tindak tutur yang sama, yaitu tindak tutur direktif. Hal itu menunjukkan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang penting dan dominan pemakaiannya dalam aktivitas bahasa.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Tindak Tutur Direktif Searle menjelaskan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur
yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan
sesuatu.
Tuturan-tuturan,
menyuruh,
memohon,
menuntut,
menyarankan, memerintah, meminta, dan menantang termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif ini (Searle, 1996a:147-148). Geoffrey Leech mendefinisikan tindak tutur direktif sebagai bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan suatu tindakan. Verba yang menandai tindak tutur ini misalnya memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang (Leech, 1993:327). Geoge Yule (2006:93) menjelaskan bahwa tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Kreidler menyebut tindak tutur direktif dengan sebutan directive utterances. Menurutnya tindak tutur direktif mengandung maksud bahwa penutur meminta mitra tutur untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Tindak tutur direktif terbagi menjadi tiga macam, yaitu perintah (commands), permohonan (request), dan anjuran (suggestions) (Kreidler, 1998:189-190). Dalam penulisan ini pembahasan tindak tutur ilokusi direktif mengacu pada kategori tindak tutur direktif yang dikemukakan oleh Searle (1996:148). Dari kelima jenis tindak tutur ilokusi, tindak ilokusi direktif Searle adalah fokus yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
dipilih pada penulisan ini. Pemanfaatan teori Searle ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dalam RSMT terdapat banyak tuturan yang berfungsi sebagai tindak tutur direktif berdasarkan pada teori menurut Searle.
5. Kesantunan Berbahasa Brown dan Levinson Konsep atau prinsip kesantunan dikemukakan oleh banyak ahli. Dasar pendapat ahli tentang konsep kesantunan itu berbeda-beda. Ada konsep kesantunan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah, ada pula yang diformulasi dalam bentuk strategi. Konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk kaidah membentuk prinsip kesantunan, sedangkan konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk strategi membentuk teori kesantunan (Rustono, 1999:67-68). Teori kesantunan berbahasa Brown dan Levinson berkisar atas nosi muka (face) (Asim Gunarwan, 1992: 184). Brown dan Levinson (1987: 61) mengartikan face ”muka” sebagai gambaran diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki setiap anggota masyarakat, terdiri dari dua aspek yaitu muka negatif dan positif. Muka negatif merupakan keinginan setiap orang untuk bebas dari gangguan, seperti kebebasan bertindak dan kebebasan dari perintah atau mengerjakan sesuatu. Muka positif adalah keinginan setiap orang agar citra positif yang ia miliki dapat diterima dan dihargai oleh orang lain. Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut commit topengancaman user Face Threatening Acts (FTA). Tindakan terhadap muka tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
dapat mengacam muka negatif maupun muka positif penutur maupun alawan tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA). Atas dasar ini, tindakan penyelamatan muka, dapat diartikan sebagai kesantunan. Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksud untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan deferensial) (lihat. Asim Gunarwan, 2007). Sopan santun dalam tindak tutur direktif termasuk ke dalam kesantunan negatif, dapat ditafsirkan sebagai usaha untukmenghindari konflik antara penutur dan lawan tutur.
Brown dan Levinson (1987: 74-77) juga menjelaskan bahwa dalam
melakukan tindakan pengancaman muka seorang penutur memperhitungkan suatu derajat keterancaman sebuah tindak tutur dengan mempertimbangkan faktorfaktor yang mempengaruhi sebuah tuturan. Faktor-faktor tersebut menurut Brown and Levinson yaitu: (a). jarak sosial diantara penutur dan lawan tutur, (b). besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi diantara keduanya dan, (c). status relatif jenis tindak ujaran di dalam kebudayaan yang bersangkutan. Atas dasar perkiraan itulah penutur memilih strategi kesantunan. Bentuk strategi kesantunan yang digunakan tergantung pada pemilihan jenis kesantunannya, yaitu kesantunan negatif atau positif. Menurut Brown dan Levinson, karena adanya ancaman tindak tutur terhadap muka, maka penutur perlu memilih strategi untuk mengurangi ancaman itu, secara umum terdapat lima strategi yang dikenalkan oleh kedua pakar itu, yaitu: (1). bertutur secara terus-terang tanpa basa-basi (bald on record); (2). bertutur dengan menggunakan kesantunan positif; (3). bertutur dengan commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan kesantunan negatif; (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak transparan (off record); dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur tidak mengujarkan maksud hatinya.
6. Kesantunan Negatif Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut Face Threatening Acts (FTA). Tindakan pengancaman terhadap muka tersebut dapat mengacam muka negatif maupun muka positif penutur maupun alawan tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA). Atas dasar ini, tindakan penyelamatan muka, dapat diartikan sebagai kesantunan. Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksud untuk menjaga muka negatif disebut kesantunan negatif (kesantunan deferensial) (lihat. Asim Gunarwan, 2007). Tindakan yang mengancam muka negatif dan strategi kesantunan negatif yang berfungsi untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif, dapat dijelaskan dibawah ini.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Tindakan yang Mengancam Muka Negatif Brown dan Levinson (1987: 65-66) mengelompokan tindakan yang mengancam muka negatif penutur dalam tiga kelompok, yaitu: 1). Tindakan yang berupa paksaan kepada lawan tutur untuk melakukan suatu tindakan, seperti yang terkandung dalam Ungkapan mengenai: a. Order and Requests (Perintah dan Permintaan) b. Suggestions and Advice, (Saran dan Nasihat) c. Remindings (Peringatan) d. threats, warnings, dares (ancaman., peringatan, tantangan). 2). Tindakan positif dari pembicara kepada pendengar, dan bersifat paksaan terhadap pendengar untuk menerima atau menolaknya, dan mungkin dianggap sebagai hutang, seperti ungkapan mengenai: a. Offers, (Tawaran) b. promises (janji) 3). Tindakan yang diinginkan oleh pembicara terhadap pendengar atau pendengar yang baik, diberikan kepada pendengar untuk berpikir bahwa dia mungkin memiliki tindakan pelindung terhadap keinginan dari pembicara seperti ungkapan mengenai: a.
compliments, (pujian)
b. expressions of strong (negative) emotions toward H-e.g. hatred, anger, (ungkapan perasaan negatif yang kuat seperti kebencian dan kemarahan terhadap lawan tutur). Pembicara menunjukan kemungkinan motivasi untuk melukai pendengar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
b. Strategi kesantunan Negatif Brown dan Levinson (1987: 130-210) mengajukan sejumlah strategi untuk mengurangi ancaman terhadapan muka negatif lawan tutur yang dikelompokan menjadi lima yaitu sebagai berikut: 1. Nyatakan secara Langsung a) Strategy 1: Be conventionally indirect (“Menggunakan Ungkapkan secara tidak langsung sesuai konvensional masyarakat yang bersangkutan”) Contoh: (1) Can you please pass the salt? (“Tolong ambilkan garamnya”) (Brown dan Levinson 1987: 133) 2. Jangan berasumsi mengenai apa yang dikehendaki petutur b) Strategy 2: Question, hedge (“Gunakan bentuk pertanyaan dengan partikel tertentu”) Contoh: (2) Do me a favour (atau take this out), will you? (“Saya minta tolong, bisa kan?”) (Brown dan Levinson 1987: 147). 3. Jangan memaksa penutur untuk melakukan suatu tindakan c)
Strategy 3: Be pessimistic (“Lakukan secara hati-hati dan jangan terlalu optimistik”),
Contoh: (3) Perhaps you’d care to help me ( for a lift) (“Mungkin Anda dapat membantu saya”) (Brown dan Levinson 1987: 175). d) Strategy 4: Minimise the imposition (“Kurangilah kekuatan atau daya ancaman terhadap muka lawan tutur”) commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Contoh: (4) Could I have a taste of that cake? (“Bolehkah saya mencicipi kue itu sedikit saja?”) (Brown dan Levinson 1987: 177). e)
Strategy 5: Give deference (“Beri penghormatan”)
Contoh: (5) Excuse me sir, but would you mind if I close the windaow? (“Maaf pak, apakah Bapak keberatan kalau saya menutup jendela?”) (Brown dan Levinson 1987: 183). Atau pada dialog di bawah ini: (6)
A: Would you (care for or like) a sandwich? (“Mau sepotong sandwich?”) B: Yes (thank you), Sir. (“Ya, pak”) (Brown dan Levinson, 1987: 182183).
4. Mengkomunikasikan bahwa penutur tidak menghendaki memaksa petutur f)
Strategy 6: Apologize (“Gunakan permohonan maaf”)
Contoh: (7) I am sorry to bother you but……(“Maaf mengganggu Anda, tetapi……”) (Brown dan Levinson, 1987: 189). g) Strategy 7: Impersonalize S and H (“Jangan menyebutkan penutur dan lawan tutur”) Contoh: (8) Take that out! (“Keluarkan barang itu”) (Brown dan Levinson, 1987: 191).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
h) Strategy 8: State the FTA as a general rule (“Nyatakan tindakan mengancam muka sebagai suatu ketentuan sosial yang umum berlaku”) Contoh: (9) We don’t sit on tables, we sit on chairs, johny. (“Johnny, kita tidak duduk di meja, kita duduk di kursi”) (Brown dan Levinson, 1987: 207). i)
Strategy 9: Nominalize (“Nominalkan pernyataan”)
Contoh: (10) Your good performance on the examinations impressed us favourably (“Prestasi Anda dalam ujian sangat mengesankan kami”) (Brown dan Levinson, 1987: 207). 5. Memberikan kompensasi bagi keinginan lain petutur, yang berasal dari muka negatif j)
Strategy 10: Go on record as incurring a debt, or as not indebting H (“Nyatakan secara jelas bahwa penutur telah memberikan kebaikan (hutang) atau tidak kepada lawan tutur”)
Contoh: (11) I could easily do it for you. (“Saya dapat mengerjakan hal ini dengan mudah untuk Anda.”) (Brown dan Levinson, 1987: 210).
7. Kesantunan Positif Menurut Brown dan Levinson (1987: 65-68), konsep tentang muka bersifat universal. Muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu. Tindakan yang mengancam muka penutur atau lawan tutur disebut commit to user yang mengancam muka negatif Face Threatening Acts (FTA). Selain Tindakan
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang telah dijelaskan sebelumnya, Brown dan Levinson (1987: 66-67) juga mengemukakan tindakan-tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur. Tindakan yang berpotensi mengancam muka dikurangi dengan tindakan penyelamatan muka (Face Saving Act, FSA) atau disebut sebagai kesantunan positif. Kesantunan Positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, diterima dan seterusnya. Brown dan Levinson (1987) menjabarkan 15 strategi kesantunan positif yang digunakan oleh penutur. Tindakan yang mengancam muka positif dan strategi kesantunan positif yang berfungsi untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka positif, dapat dijelaskan dibawah ini. a. Tindakan yang Mengancam Muka Positif Selain Tindakan yang mengancam muka negatif, Brown dan Levinson (1987: 66-67) juga mengemukakan tindakan-tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur, meliputi: 1) Tindakan yang menunjukkan bahwa pembicara memiliki penilaian kurang baik atas beberapa aspek terhadap muka positif pendengar, yaitu: a. Ungkapan mengenai disapproval, criticism, contempt or ridicule, complaints and reprimands, accusations, insults (“ketidaksetujuan, kritik, tindakan merendahkan atau mempermalukan, keluhan, kemarahan, dakwaan, penghinaan”). b. Ungkapan
mengenai
contradictions
or
disagreements,
(“pertentangan, ketidaksetujuan atau tantangan”). commit to user
challenges
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
2) Tindakan yang menunjukkan bahwa pembicara tidak mempedulikan muka positif pendengar, seperti: a. Ungkapan mengenai violet (out-of-control) emotions (S gives H possible reason to fear him or be embarrassed by him) (“emosi yang tindak terkontrol yang membuat lawan tutur merasa dibuat takut atau dipermalukan”). b. Ungkapan irreverence, mention of taboo topics, including those that are inappropriate in the context (S indicates that he doesn’t value H’s value and doesn’t fear H’s fears) (“ungkapan yang tidak sopan, penyebutan halhal yang bersifat tabu dalam suatu situasi, yaitu penutur menunjukkan bahwa penutur tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan juga tidak mau mengindahkan hal-hal yang ditakuti oleh lawan tutur”). c. Ungkapan mengenai bad news about H, or good news (boasting) about S (S indicates that he is willing to cause distress to H, and/or doesn’t care about H’s feeling) (“ungkapan kabar buruk mengenai lawan tutur, atau menyombongkan berita baik, yaitu yang menunjukkan bahwa penutur tidak segan-segan menunjukkan hal-hal yang kurang menyenangkan pada lawan tutur, tidak begitu mempedulikan perasaan lawan tutur”). d. Ungkapan mengenai dangerously emotional or divisive topics, e.g. politics, race, religion, women’s liberation (S raises the possibility or likelihood of face threatening acts (such as above) occurring;i.e.,S creates a dangerous-to-face atmosphere) (“ungkapan tentang hal-hal yang membahayakan serta topik yang bersifat memecah belah pendapat, seperti masalah politik, ras, agama, pembebasan wanita. Dalam hal ini penutur commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menciptakan suatu suasana yang berpotensi mengancam muka lawan tutur yaitu penutur membuat suatu atmosfir yang berbahaya terhadap muka lawan tutur”). e. Ungkapan mengenai
non-cooperation in an activity-e.g. disruptively
interruping H’s talk, making non-sequiturs or showing non-attention (S indicates that he doesn’t care about H’s negative or positive wants) (“ungkapan yang tidak kooperatif terhadap lawan tutur, yaitu penutur menyela pembicaraan lawan tutur, menyatakan hal-hal yang tidak menunjukkan kepedulian (penutur menunjukkan ketidakpedulian terhadap keinginan muka negatif maupun muka positif lawan tuturnya)”). f. Ungkapan mengenai address terms and other status marked identification in initial encounters (S may misidentify H in an offensive or embarrassing way, intentionally or accidentally) (“ungkapan mengenai sebutan ataupun hal-hal yang menunjukkan status lawan tutur pada perjumpaan pertama. Dalam situasi ini mungkin penutur membuat identifikasi yang keliru mengenai
lawan
tuturnya
yang
melukai
perasaannya
atau
mempermalukannya baik secara sengaja ataupun tidak”). b. Strategi Kesantunan Positif Setiap orang pastilah ingin menghindari tindakan yang mengancam muka lawan tutur dalam suatu komunikasi, dan akan menggunakan strategi tertentu untuk mengurangi perasaan yang kurang senang dari lawan tuturnya. Brown dan Levinson (1987: 103-129) menawarkan beberapa strategi untuk menyelamatkan lawan tutur atau untuk mengurangi ancaman terhadap muka positif lawan tutur dan juga memberikan beberapa contoh tuturanya, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
a) Strategy 1: Notice; attend to H (his interests, wants, deeds, goods) (“Memperhatikan minat, keinginan, kelakuan, barang-barang lawan tutur”). Penggunaan strategi ini misalnya penutur memperhatikan kondisi lawan tutur yang meliputi segala perubahan secara fisik, kepemilikan barang-barang tertentu dan lain-lain. Contoh: (12) Goodness you cut your hair! (…) By the way, I came to borrow some flour. (“Wah, baru saja potong rambut ya… Omong-omong saya datang untuk meminjam sedikit tepung terigu”) (Brown dan Levinson, 1987: 103). b) Strategy 2: exaggerate (interest, approval, sympathy with H) (“Melebihlebihkan rasa ketertarikan, persetujuan, simpati terhadap lawan tutur”). contoh: (13) What a fantastic garden you have! (“Kebun anda betul-betul luar biasa bagusnya”) (Brown dan Levinson, 1987: 104). c)
Strategy 3: Intensify interest to H (”Meningkatkan rasa tertatik terhadap lawan tutur”) Misalnya pada suatu interaksi, penutur suka menyelipkan sisipan
ungkapan dan juga pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya hanya untuk membuat lawan tutur lebih terlihat pada interaksi tersebut, misalnya (14) You know (”Anda tahu kan”), d) Strategy 4: use in group identity markers (“Menggunakan penanda yang menunjukkan kesamaan jati diri atau kelompok,”) Contoh: (15) “Help me with this bag, will you (son, love, mate, friend)? (“Bantu saya membawa tas ini ya nak?”) (Brown dan Levinson, 1987: 108). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e)
Strategy 5: Seek agreement (”Mencari dan mengusahakan persetujuan dengan lawan tutur”)
Contoh: (16)
A: “I had a flat tyre on the way home” (“Dalam perjalanan pulang ban saya kempes”) B: Oh God, a flat tyre! (”Masya Allah, bannya kempes!”) (Brown dan Levinson, 1987: 113).
f)
Strategy 6: Avoid disagreement (”Menghindari pertentangan dengan lawan tutur”)
Contoh: (17)
A: What is she, small? (“Bagaimanakah dia, badannya kecil?”) B: Yes, yes she’s small, smallish, um, not really small but certainly not very big. (“Ya, memang kecil, tapi sebenarnya tidak terlalu kecil dan tidak juga terlalu besar”) (Brown dan Levinson, 1987: 114).
g) Strategy 7: Presuppose/raise/assert common ground (“Mempresuposisikan atau menimbulkan persepsi sejumlah persamaan penutur dan lawan tutur”) Contoh: (18) A: Oh, this cut hurts awfully, Mum (“Oh luka ini sakit sekali, ma”) B: Yes dear, it hurts terribly, I know. (“Ya sayang, memang sakit sekali, saya tahu”) (Brown dan Levinson, 1987: 119).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
h) Strategy 8: Joke (“membuat lelucon”), Contoh: (19) Ok if tackle those cookies now? (“Tidak masalah kan, kalau kue itu saya habisi saja?”) (Brown dan Levinson, 1987: 124). i)
Strategy 9: Assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s wants (“Mempresuposisikan atau membuat persepsi bahwa penutur memahami keinginan lawan tuturnya”)
Contoh: (20) I know you can’t bear parties, but this one will really be good - do come! (“Ya, saya tahu kamu tidak suka pesta, tetapi pesta ini betul-betul baik. Datanglah!”) (Brown dan Levinson, 1987: 125). j)
Strategy 10: Offer, promise (“Membuat penawaran dan janji”)
Contoh: (21) I’ll drop sometime next week. (“Saya akan singgah kapan-kapan minggu depan”) (Brown dan Levinson, 1987: 125). k) Strategy 11: Be optimistic (“Menunjukkan rasa optimisme”) Contoh: (22) You will lend me your lawnmower for the weekend. ( I hope) (“Anda pasti dapat meminjamkan mesin pemotong rumput akhir pekan ini, saya yakin”) (Brown dan Levinson, 1987: 126). l)
Strategy 12: Include both S and H in the activity (“Berusaha melibatkan lawan tutur dan penutur dalam suatu kegiatan tertentu. Bisa kan?”)
Contoh: (23) Give us a break (“Kami perlu istirahat”) (Brown dan Levinson, 1987: 127). commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
m) Strategy 13: Give (or ask for) reasons (“Memberikan dan meminta alasan”), Contoh: (24) Why don’t I help you with that suitcase? (“Bagaimana kalau saya bantu membawa koper Anda?”) (Brown dan Levinson, 1987: 128). n) Strategy 14: Assume or assert reciprocity (“Menawarkan suatu tindakan timbal balik, yaitu kalau lawan tutur melakukan X maka penutur akan melakukan Y”) Contoh: (25) I’ll lend you my novel if you lend me your article (“Saya akan meminjamkan buku novel saya kalau Anda meminjami saya artikel Anda”) (Brown dan Levinson, 1987: 129). o) Strategy 15: Give sympathy to H (“Memberikan rasa simpati kepada lawan tutur”) Contoh: (26) Please let me know if there is anything I can do for you (“Kalau ada yang dapat saya lakukan untuk Anda, mohon saya diberitahu”) (Brown dan Levinson, 1987: 129).
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. KERANGKA PIKIR Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir yang terkait dalam penulisan ini secara garis besar dilukiskan pada bagan di bawah ini.
RSMT
Percakapan antara A dengan B1, B2, atau B3
Teori Tindak Tutur Searle
Tindak Tutur A dengan B1, B2, atau B3
Konteks Situasi
Tindak tutur direktif yang dilakukan oleh A
Kesantunan Brown dan Levinson
Skala kesantunan
Strategi kesantunan negatif yang dilakukan oleh A
Sumber data dalam penulisan ini adalah percakapan atau dialog dalam RSMT. Tuturan-tuturan yang terdapat dalam RSMT terdiri atas beberapa jenis tuturan. Dalam hal ini penelitian lebih difokuskan pada tuturan yang mengandung tindak tutur direktif dan menerapkan strategi kesantunan negatif. Pertama, penulisan ini mendasarkan analisisnya pada teori tindak tutur Searle. Tuturancommit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuturan yang terdapat dalam RSMT dianalisis dengan mendasarkan, dan mengkaitkannya dengan konteks-konteks yang ada, kemudian penelitian difokuskan pada tuturan dari A yang mengandung tindak tutur direktif. Kedua, penulis mendasarkan analisisnya pada teori strategi kesantunan Brown dan Levinson serta mengkaitkannya dengan skala kesantunan dari Brown dan Levinson untuk mengetahui strategi kesantunan negatif yang dipilih oleh A untuk menyelamatkan muka negatif B1, B2, ataupun B3 dalam RSMT.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Suatu jenis penelitian disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam suatu penelitian. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Edi Subroto (2007:8), penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Edi Subroto (2007:5) juga menegaskan bahwa metode kualitatif yaitu metode penelitian yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik. Penelitian ini mencatat secara teliti semua fenomena kebahasaan yang senyatanya ada, meneliti, dan memerikan sistem bahasa berdasarkan data yang sebenarnya (Edi Subroto, 2007:8). Sudaryanto menerangkan bahwa istilah deskriptif berarti bahwa penulisan yang dilakukan semata-mata hanya didasarkan pada fakta atau fenomena yang ada, sehingga hasilnya adalah varian bahasa yang mempunyai sifat pemaparan apa adanya (Sudaryanto, 1992:62). Dengan demikian, hasil analisisnya akan berbentuk deskripsi fenomena tuturan-tuturan yang mengandung tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang mendasarkan diri pada reaksi atau tanggapan menurut mitra bicara (Edi Subroto, 2007:65). Penulis menggunakan pendekatan pragmatik untuk menjawab permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini dan juga untuk menginterpretasikan maksud tuturan yang diujarkan sehingga jelas maksudnya.
commit to user
41
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Data dan Sumber Data Edi Subroto (2007:38) berpendapat bahwa data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam, yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh penulis. Sudaryanto (1993:9) berpendapat lain, menurutnya data merupakan bahan jadi penulisan. Sebagai bahan jadi, data dapat diterjemahkan sebagai objek penulisan beserta dengan konteksnya (Sudaryanto, 1988:10). Objek penulisan dalam penulisan ini adalah tuturan-tuturan yang terdapat dalam RSMT yang ditayangkan di RCTI pada bulan Maret dan April 2010 yang mencerminkan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif. Jadi, data dalam penulisan ini adalah tuturan-tuturan beserta konteksnya yang terdapat dalam RSMT yang ditayangkan di RCTI pada bulan Maret dan April 2010, yang mencerminkan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif Sumber data merupakan asal muasal diperolehnya data penulisan. Dari sumber data tersebut penulis memperoleh data yang dimaksud dan yang diinginkan. Sumber data penulisan ini yaitu percakapan yang terdapat pada tayangan reality show Minta Tolong yang ditayangkan di RCTI pada bulan Maret dan April 2010. Rincian sumber data dalam penulisan ini sebagai berikut: 1. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 10 Maret 2010, Tema : Menjual Gorengan untuk Dibelikan sepatu. 2. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 23 Maret 2010, Tema : Menukar Tikar Sobek dengan yang Baru. 3. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 29 Maret 2010, Tema : Menjual Botol Bekas untuk Membeli Obat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
4. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 5 April 2010, Tema : Menjual Tongkat untuk Dibelikan Obat. 5. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 07 April 2010, Tema : Menjual Kreneng untuk Dibelikan Obat. 6. Percakapan dalam RSMT pada tanggal 14 April 2010, Tema : Menjual Gelas untuk Membeli Buku
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penulisan ini adalah metode simak, yaitu metode berupa penyimakan yang dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988: 2). Dalam metode simak terdapat teknik dasar dan teknik lanjutan. Adapun teknik dasar dari metode simak dalam penulisan ini adalah teknik sadap yang kemudian diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data-data yang berkualitas dalam penulisan. Dalam penulisan ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan catat. Dalam Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) penulis tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati saja, pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada di luar dirinya (Sudaryato 1993: commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
135). Penulis memilih teknik SBLC untuk mengumpulkan data, karena data yang digunakan dalam penulisan ini berupa penggunaan bahasa dalam bentuk lisan yang bersumber dari RSMT. Penulis tidak terlibat langsung dalam menentukan suatu peristiwa yang terjadi dalam RSMT. Keterlibatan penulis dalam penulisan ini hanya sebagai pemerhati dan pendengar percakapan atau dialog antara peminta tolong dan orang yang dimintai tolong dalam RSMT. Teknik lanjutan setelah teknik SBLC adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam adalah teknik penjaringan data dengan merekam penggunaan bahasa (Tri Mastoyo Jati Kesuma, 2007: 45). Setelah dilakukan ditentukan objek yang diamati dan penyimakan, peneliti kemudian melakukan perekaman terhadap tuturan dalam RSMT. Kegiatan perekaman ini menggunakan alat perekam hadycam. Perekaman data menggunakan handycam ini bertujuan mempermudah penulis dalam menstranskripsikan hasil dialog dan memahami situasi tutur yang berhubungan dengan dialog atau percakapan yang terjadi antara penutur dan lawan tutur. Setelah data dikumpulkan melalui teknik rekam, data ditranskipsikan dengan menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu data (Tri Mastoyo Jati Kesuma, 2007:45). Pencatatan dilakukan terhadap data yang relevan dengan sasaran dan tujuan penulisan. Pencatatan ini dilakukan pada kartu data berukuran tertentu, yang dilanjutkan dengnan klasifikasi. Data yang dikumpulkan selanjutnya diberi kode yang terdiri atas nama acara yang disingkat, nomor urut data, dan waktu penayangan (tanggal, bulan dan tahun). commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Klasifikasi Data Tahapan selanjutnya setelah proses pengumpulan data yaitu proses pengklasifikasian data. Pengklasifikasian data berarti masalah pengaturan data menurut asas-asas tertentu. Pemberian arah atau tuntunan yang sekaligus memberikan isyarat-isyarat tahapan apa yang akan dikerjakan dan bagaimana tahapan berikutnya dikerjakan (Edi Subroto, 2007:51). Klasifikasi data berarti penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menuntut kaidah atau standar yang ditetapkan (KBBI, 2005:507). Klasifikasi data dilakukan setelah semua data yang diperoleh telah dikumpulkan. Pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data dengan analisisnya, yaitu memberikan isyarat tambahan apa yang akan dikerjakan berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkan sesuai dengan tujuan penulisan yang ingin dicapai disesuaikan tanggal, bulan, tahun, no urut contoh. Berikut contoh kartu data: (1)
Konteks Tuturan: Latar : di depan sebuah gedung yang diperbaiki Peserta : A, yaitu seorang ibu yang menjual gorengan berusia sekitar 40 tahun, B1 yaitu seorang tukang bangunan berusia sekitar 30 tahun, dan pihak ketiga yang berada ditempat kejadian peristiwa (B2), yaitu teman kerja dari B1 berusia sekitar 25 tahun. Tujuan : A berusaha membujuk dan menyuruh B1 supaya mau membeli semua gorengan yang dijual oleh A. Bentuk Tuturan: A : “Mbok ya dibeli to pak, biar saya cepat pulang, anak saya tu mau minta sepatu pak, dibeli ya pak! Mau pak? diborong pak kalau mau, mau ya pak ya, biar saya cepat pulang pak, ya pak, B1 : “Uang siapa?” A : “Masak nggak punya uang to pak, lho macem-macam lho pak, mau saya belikan sepatu anak saya e mas, tadi tu nangis.” (RSMT,04,10/03/10) commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: RSMT
: Reality Show Minta Tolong
04
: No data
10/03/10
: Tanggal, bulan tayang dan tahun tayang.
E. Teknik Analisis Data Analisis
data
merupakan
tahap
setelah
data
terkumpul.
Dalam
menganalisis data penulis menggunakan analisis pragmatik yaitu analisis bahasa berdasarkan pada sudut pandang pragmatik (Rustono 1999:18). Analisis ini berupaya untuk menemukan maksud penutur baik diekspresikan secara tersurat maupun tersirat yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode padan pragmatik untuk analisis data. Metode padan yaitu metode yang dipakai untuk mengkaji atau menemukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu di luar bahasa, seperti referen bahasa, organ wicara, perekam, pengawet bahasa dan mitra wicara (Sudaryanto, 1993:13). Kunjana Rahardi (2005:16) berpendapat berbeda, menurutnya
metode
padan
pragmatik
diterapkan
dengan
menggunakan
pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual yaitu cara analisis yang diterapkan dengan mendasarkan, memperhitungkan dan mengaitkan identitas konteks-konteks yang ada. Teknik merupakan penjabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai untuk analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah teknik analisis means-end. Pragmatik sebagai pemecahan masalah dapat dilihat dari sudut pandang penutur dan petutur. Permasalahan yang dikaji dalam commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penulisan ini adalah realisasi tindak tutur direktif dan realisasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh peminta tolong dalam RSMT. Pemecahan masalah dalam penulisan ini dapat dilihat dari sudut pandang penutur karena masalah yang ada di sini adalah masalah interpretasi tuturan, berdasarkan keadaan awal dan akhir. Contoh analisis, penutur berasumsi bahwa lawan tuturnya mengerti pesannya dan bahwa pemahaman lawan tutur ini membuat lawan tutur melakukan suatu tindakan yang dibutuhkan. (lihat gambar di bawah ini) (Leech, 1993:56-57).
1
3
2
keterangan gambar: 1 2
= keadaan awal (penutur merasa dingin). = keadaan tengahan (lawan tutur mengerti bahwa penutur ingin alat pemanas dinyalakan) 3 = keadaan akhir (penutur merasa hangat) G = tujuan untuk mencapai keadaan 3 (menjadi hangat) a = tindakan penutur mengatakan kepada lawan tutur agar alat pemanas dinyalakan b = tindakan lawan tutur menyalakan alat pemanas
Kotak yang berbentuk
dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan
tengahan; keadaan tengahan ini mencakup (i) pencapaian suatu tujuan sekunder, dan (ii) kondisi untuk mencapai tujuan akhir. Keadaan tengahan merupakan commit to user keadaan akhir bagi suatu tujuan dekat, dan merupakan keadaan awal bagi suatu
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan yang lebih lanjut. Tindakan pada gambar di atas dapat dikatakan merepresentasi pencapaian tujuan yang tidak langsung. Semua penggunaan bahasa dapat dianggap tidak langsung apabila pemakaian bahasa sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan tersirat bahwa pengguna bahasa akan melakukan serangkaian tindakan seperti pada gambar di atas, hanya seringkali rangkaian bahasa itu lebih panjang dan rumit. Dengan demikian penerapan tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif dalam RSMT akan penulis analisis dengan menggunakan teknik means-end dan interpretasi pragmatik.
F. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan penyajian data secara informal dan formal. Penyajian hasil analisis data secara informal adalah perumusan hasil analisis data dengan kata-kata biasa, sedangkan penyajian hasil analisis data secara formal adalah perumusan hasil analisis data dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Tanda yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya: tanda garis miring tunggal (/), tanda garis miring mengapit (/....../), tanda kurung biasa ((......)), tanda kutip (’......’), (“......”), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda titik dua (:), tanda titik (.), tanda koma (,), tanda hubung (-). Adapun lambang yang dimaksud di antaranya lambang huruf sebagai singkatan. Penggunaan kata-kata biasa serta penggunaan tanda dan lambang dalam penyajian hasil analisis data pada penelitian ini digunakan agar hasil analisis ini lebih mudah dipahami untuk kemudian ditarik simpulan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam sebuah penulisan. Analisis dalam RSMT ini meliputi 2 hal, yaitu (a) realisasi tindak tutur direktif yang digunakan oleh A untuk mengutarakan maksudnya dalam RSMT di RCTI dan (b) realisasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A untuk mengurangi potensi ancaman terhadap muka negatif B1 dalam RSMT di RCTI. Analisis mengenai tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A dalam RSMT ini didasarkan atas berberapa pertimbangan: (1) Komponen tutur saat berlangsungnya peristiwa tutur. Dell Hymes (dalam Pranowo, 2009: 101) mengemukakan beberapa komponen tutur yang perlu diperhatikan seseorang dalam berkomunikasi, yaitu: tempat dan waktu terjadinya komunikasi,
peserta
tuturan,
tujuan
berkomunikasi,
pesan
yang
ingin
disampaikan, cara penyampaian, norma sosial kemasyarakatan, dan ragam bahasa yang digunakan, (2) Derajat keterancaman, yaitu menjelaskan bahwa seorang penutur memperhitungkan suatu derajat keterancaman sebuah tindak tutur dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah tuturan. Faktorfaktor tersebut menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 1994: 90) yaitu: (a) jarak sosial di antara penutur dan lawan tutur, (b) besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi di antara keduanya dan, (c) status relatif jenis tindak ujaran di dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Brown dan Levinson, atas dasar perkiraan itulah penutur memilih strategi kesantunan. commit to user
49
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A. Analisis Tindak Tutur Direktif digunakan oleh Peminta Tolong (A) dalam RSMT Dalam RSMT sebagian besar tindakan yang digunakan oleh A untuk mengutarakan maksud berupa tindak tutur direktif. Menurut Leech (1993:327329) Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksudkan oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan. Berdasarkan analisis data dalam RSMT ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur direktif tersebut meliputi tindak tutur meminta, menasihati, menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Berikut uraian semua tindak tutur direktif tersebut.
1. Meminta Tuturan meminta juga merupakan jenis tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif. Meminta adalah berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu (KBBI, 2005:745). Tindak tutur meminta merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu dari mitra tutur. Untuk memperjelas pernyataan di atas lihat tuturan berikut: Dialog di bawah ini diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menjual Semua Gorengan untuk dibelikan sepatu”. A sebagai seorang ibu penjual gorengan, B1 yaitu seorang ibu berusia sekitar 45 tahun, yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. A yang sedang berjalan sambil menawaran gorengan yang dijualnya, kemudian menghampiri B1 dan kemudian berusaha membujuk B1 supaya mau membeli semua gorengan yang commit to dijualnya. user
perpustakaan.uns.ac.id
(1)
51 digilib.uns.ac.id
Konteks tuturan: Latar : di sebuah taman Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. Tujuan : A meminta bantuan kepada B1 Bentuk tuturan B1 : (bangun dari tidurnya, diam saja sambil melihat kanan dan kiri) A : ”Saya minta bantuannya, empat puluh ribu, untuk membelikan sepatu anak saya bu, kalau ibu tidak mau, ya sudah terima kasih bu, maaf ngganggu tidurnya bu (lalu pergi meninggalkan ibu yang dimintai tolong tadi).” (RSMT,47,10/03/2010) Tuturan A pada data (1) di atas mengandung tindak tutur direktif meminta.
Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta yaitu tuturan ”saya minta bantuannya”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk mendapatkan bantuan dari lawan tuturnya. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta tersebut dapat diartikan A mengutarakan keinginannya dengan berkata-kata kepada B1 supaya B1 memberikan bantuan kepadanya. Penanda lingual “minta” pada tuturan tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan meminta. Konteks situasi pada dialog (1) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A sebagai penjual gorengan menggunakan tindak tutur direktif meminta untuk mendapatkan bantuan dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk membeli semua gorengan yang dijualnya. Tindak tutur direktif meminta yang dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A untuk mendapatkan bantuan dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk membeli semua gorengan yang dijualnya, karena uang hasil jualannya akan digunakannya untuk membeli sepatu anaknya. commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif meminta pada data (1) yang bertujuan untuk mendapatkan bantuan dari B1 yaitu kesediaan B1 untuk membantunya dengan cara membeli semua gorengan yang dijualnya. Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif meminta dapat pula ditunjukkan pada data (2) berikut. (2)
Konteks tuturan Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menolongnya menukar tikarnya yang sobek-sobek dangan tikar baru Bentuk tuturan A : ”Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?” B1 : ”Tidak punya.” A : ”Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal, saya minta yang baru.” (RSMT,55,23/03/2010) Dialog (2) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menukar tikar
yang sobek-sobek dengan tikar yang baik”. A menghampiri B1 dan B2 yang sedang bermain catur, dan membujuknya supaya bersedia menukar tikarnya dengan tikar yang baik. Tuturan A pada data (2) di atas mengandung tindak tutur direktif meminta . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta yaitu tuturan ”ini tolong ditukar pak”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk mendapatkan bantuan dari lawan tuturnya. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta tersebut dapat diartikan A mengutarakan keinginannya dengan berkata-kata kepada B1 supaya B1 memberikan bantuan kepadanya. Penanda lingual “tolong” pada tuturan tersebut commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan meminta. Konteks situasi pada dialog (2) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A seorang nenek tua menggunakan tindak tutur direktif meminta untuk mendapatkan bantuan dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik. Tindak tutur direktif meminta yang dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A untuk mendapatkan bantuan dari B1, yaitu kesediaan B1 untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik, karena tikarnya sudah sobek-sobek. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan mengandung tindak tutur direktif meminta pada data (2) supaya mendapatkan bantuan dari B1 yaitu kesediaan B1 untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan sebelas data yang menunjukkan tindak tutur direktif meminta, sebelas data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
2.
Menasihati Nasihat adalah ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk, peringatan,
teguran) yang baik. Menasihati adalah memberi nasihat kepada seseorang (KBBI, 2005:775). Tindak tutur menasihati adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dalam mengujarkan suatu tuturan dengan memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada lawan tutur. Contoh berikut dapat memperjelas pernyataan di atas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(3)
54 digilib.uns.ac.id
Konteks tuturan Latar : di pinggir jalan, di dekat lubangan, yang berisi air PAM yang bocor Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu yang sedang mengambil air PAM yang bocor di pingggir jalan (sekitar 40 tahun) Tujuan : A menasihati B1 supaya tidak mengambil air di sungai Bentuk tuturan A : ”Saya kira ibu ngambil air di sungai, Kotor to bu, kalau di sungai.” B1 : ”Air PAM bocor, terus saya ambil.” A : ”Ooo..., iya, mau beli makanan ini buk.” (RSMT,04,10/03/2010) Pada dialog (3), terlihat A menghampiri B1 yang sedang mengambil air
PAM yang bocor di pinggir jalan, kemudian A mencoba menasahati B1 supaya tidak mengambil air di sungai karena kotor. Tuturan A pada data (3) di atas mengandung tindak tutur direktif menasihati . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yaitu tuturan ” Kotor to bu, kalau di sungai”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk memberikan suatu anjuran atau pelajaran baik kepada lawan tuturnya. Maksud Tuturan yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yang diucapkan oleh A tersebut adalah A memberikan nasihat kepada B1 untuk tidak mengambil air di sungai karena kotor, ketika melihat B1 mengambil air di sebuah lubang di pinggir jalan. Konteks situasi pada dialog (3) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A menghampiri B1 sebagai calon pembeli yang sedang mengambil air PAM yang bocor di pinggir jalan. Tujuan sebenarnya A menghampiri B1 yaitu untuk membujuk B1 supaya mau membeli gorengan yang dijualnya. Namun ketika A melihat B1 sedang mengambil air di sebuah lubang di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
pinggir jalan, A mengutarakan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif menasihati tuturan yang bermaksud menasihati B1 supaya B1 tidak mengambil air di sungai karena kotor. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif menasihati pada data (3) yang bertujuan untuk memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada B1. Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif menasihati dapat pula ditunjukkan pada data (4) berikut. (4)
Konteks tuturan: Latar : di pinggir jalan Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, bapak tukang becak yang tidur di dalam becaknya (sekitar 40 tahun) Tujuan : A menasihati B1 supaya rajin bekerja agar rejekinya banyak. Bentuk tuturan A : ”Makan siang pak, sudah makan belum pak?” B1 : ”Sudah (bangun dari tidurnya)” A : ”Kok tidur terus pak, mencari rejeki pak kalau tidur terus, rejekinya seret pak.” B1 : ”Kok bisa?” A : ”Bapak tidak kerja, jadi bapak tidak dapat uang, mau beli makanan ini pak?” B1 : ”Belum dapat uang.” (RSMT,39,10/03/2010) Pada dialog (4), terlihat A menghampiri B1 yang sedang tidur di dalam
becaknya, kemudian A mencoba menawarkan gorengan yang dijualnya kepada B1. Ketika A melihat B1 tidur di dalam becaknya A mencoba memberikan nasihat kepada B1. Tuturan A pada data (4) di atas mengandung tindak tutur direktif menasihati . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yaitu tuturan ”Mencari rejeki kalau tidur terus, rejekinya seret pak”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk memberikan suatu nasihat berupa pelajaran baik kepada lawan tuturnya. Maksud Tuturan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
menunjukkan tindak tutur direktif menasihati yang diucapkan oleh A tersebut adalah A memberikan nasihat kepada B1 untuk meninggalkan kebiasaan buruk pada diri B1 dan kemudian melakukan sesuatu yang baik. A memberikan nasihat kepada B1 supaya rajin bekerja, jangan tidur terus karena rejeki tidak akan banyak kalau tidur terus. Konteks situasi pada dialog (4) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A membangunkan B1 yang bekerja sebagai tukang becak terlihat sedang tidur di dalam becaknya. Tujuan A membangunkan B1 yaitu untuk menawarkan gorengan yang dijualnya supaya B1 mau membeli gorengan tersebut. Namun ketika A melihat B1 sedang tidur di dalam becaknya, A kemudian mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif menasihati yang ditujukan kepada B1, yaitu berupa anjuran atau pelajaran baik untuk rajin bekerja supaya mendapatkan rejeki yang berlimpah. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif menasihati pada data (4) yang bertujuan untuk memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada B1. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis hanya menemukan dua data yang mencerminkan tindak tutur direktif menasihati, kedua data yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
3. Menyarankan Saran adalah pendapat (usul, anjuran, cita-cita) yang dikemukakan untuk dipertimbangkan. Menyarankan adalah memberikan saran atau pendapat kepada seseorang untuk dipertimbangkan (KBBI, 2005:999). Tindak tutur menyarankan commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dalam mengujarkan sesuatu dengan tujuan untuk memberikan saran atau pendapat kepada mitra tutur untuk dipertimbangkan. Untuk memperjelas pernyataan diatas, lihatlah pada percakapan di bawah ini. (5)
Konteks tuturan Latar : di pinggir jalan, di dekat lubangan, yang berisi air PAM yang bocor. Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu yang sedang mengambil air PAM yang bocor di pingggir jalan (sekitar 40 tahun) Tujuan : A memberikan saran kepada B1 supaya membeli gorengan, karena gorengannya bisa dimakan sambil nonton televisi. Bentuk tuturan A : “Lho, nanti dimakan sama anak-anaknya. Makan sore, makan malam.” B1 : “Walah, lha terus masakane sendiri buat apa?” A : “Buat iseng-iseng to ini buk, buat nonton TV, buat cemilan, gitu to buk, buat diet juga bagus ini buk.” (RSMT,12,10/03/2010) Pada dialog (5), A sebagai seorang penjual gorengan menghampiri seorang
ibu yang sedang mengambil air di sebuah lubang yang berisi air PAM yang bocor. A berusaha membujuk ibu yang dimintai tolong supaya bersedia membantunya, dengan membeli semua dagangannya. Selain itu A juga berusaha memberikan saran kepada B1 bahwa gorengannya bisa buat camilan sambil nonton Televisi Tuturan yang diucapkan oleh A bertujuan menyakinkan lawan tuturnya supaya mau membantunya. Tuturan A pada data (5) di atas mengandung tindak tutur direktif menyarankan. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menyarankan yaitu tuturan ”Buat iseng-iseng to ini buk, buat nonton TV, buat cemilan, gitu to buk, buat diet juga bagus ini buk” menunjukkan
bahwa penutur
commit to user mengutarakan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
menjadi dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Pendapat atau usulan yang dimaksudkan oleh A yaitu gorengan yang dijualnya dapat digunakan untuk iseng-iseng, untuk nonton TV, untuk cemilan, untuk diet juga bisa. Konteks situasi pada dialog (5) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa B1 sebagai calon pembeli yang sedang mengambil air PAM yang bocor di pinggir jalan. Tujuan A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif menyarankan yang ditujukan kepada B1, yaitu memberikan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya B1 membeli gorengannya dan mempergunakan gorengannya sesuai dengan yang diusulkan oleh A. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif menyarankan pada dialog (5) yang bertujuan untuk memberikan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya menjadi dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif menyarankan dapat pula ditunjukkan pada data (6) berikut. (6)
Konteks tuturan Latar : di trotoar jalan, Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, pemuda yang berjualan mainan anak-anak (sekitar 25 tahun) Tujuan : A memberikan saran kepada B1 supaya membeli gorengan, karena bisa buat camilan. Bentuk tuturan A : “Makanan mas?” B1 : “Ndak buk.” A : “Enak mas, macam-macam mas, sudah makan belum?” B1 : “Sudah.” A : “Ini untuk camilan mas, dibeli ya mas.” B1 : “Pakai uangnya siapa buk?” commit to user (RSMT,24,10/03/2010)
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Pada dialog (6), A sebagai seorang penjual gorengan menghampiri B1 yaitu seorang pemuda yang sedang berjualan mainan anak. A berusaha membujuk B1 supaya bersedia membantunya, dengan membeli semua gorengannya. Tuturan yang diucapkan oleh A bertujuan menyakinkan lawan tuturnya supaya mau membeli semua gorengan yang dijualnya. Tuturan A pada data (6) di atas mengandung tindak tutur direktif menyarankan. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif menyarankan yaitu tuturan ”Ini untuk camilan mas” menunjukkan
bahwa penutur
mengutarakan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya menjadi dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Pendapat atau usulan yang dimaksudkan oleh A yaitu A menyarankan kepada B1 supaya membeli gorengan dan menggunakan gorengan tersebut untuk camilan. Konteks situasi pada dialog (6) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A menghampiri B1 yang sedang berjualan mainan anak di pinggir jalan dan mencoba membujuk B1 supaya mau membeli gorengan yang dijualnya. Pada dialog (6) terlihat A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif menyarankan yang ditujukan kepada B1, tujuannya yaitu memberikan anjuran atau usulan yang ditujukan kepada B1 supaya B1 membeli gorengannya dan mempergunakan gorengannya sebagai camilan sesuai dengan yang diusulkan oleh A. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif menyarankan pada dialog (6) yang bertujuan untuk memberikan pendapat, anjuran, usulan yang ditujukan kepada B1 supaya menjadi dipertimbangkan supaya B1 bersedia mengerjakan anjurannya. Dari keseluruhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
data dalam penulisan ini penulis menemukan dua puluh data yang mencerminkan tindak tutur direktif menyarankan, dua puluh data yang menunjukkan tindak tutur direktif menyarankan tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
4. Melarang Melarang adalah memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu atau tidak memperbolehkan berbuat sesuatu (KBBI, 2005:640). Tindak tutur melarang adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur untuk mencegah mitra tutur melakukan sesuatu. Untuk dapat memahami jenis tindak tutur ini dapat diperhatikan pada data (7) berikut. (7)
konteks tuturan Latar : di sebuah taman Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. Tujuan : A melarang B1 supaya B1 tidak menarik tas milik A. Bentuk tuturan A : “Ibu tidak tulus kok, ibu minta uang jadi tidak tulus.” B1 : “Ayo anaknya saya belikan sepatu, (sambil menarik-narik kotak makanan yang dibawa ibu A).” A : “Lho lho bu, jangan ditarik.” B1 :(berkata berbisik-bisik sambil tetap menarik kotak makanan yang dibawa ibu A) (RSMT,48,10/03/2010) Pada dialog (7), A menghampiri dan membujuk B1 supaya bersedia
membeli semua dagangannya. Awalnya B1 menolak membeli gorengan yang ditawarkan A, namun setelah mengetahui bahwa A merupakan tim Minta tolong, maka B1 menghampiri A dan kemudian meminta dengan paksa gorengan yang dibawa A. Tuturan A yang bercetak tebal pada data (7) di atas mengandung tindak to user tutur direktif melarang. Tuturancommit A yang menunjukkan tindak tutur direktif
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
melarang yaitu tuturan ”Jangan ditarik.” menunjukkan bahwa A melarang B1 yang sedang melakukan perbuatan yang tercela. Maksud dari tuturan yang mengandung tindak tutur direktif melarang tersebut yaitu A melarang B1 berusaha menarik tas milik A yang berisi gorengan. Kata „jangan‟ menjadi penanda lingual tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan melarang. Konteks situasi pada dialog (7) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik A. Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif melarang kepada B1. Maksud A mengucapkan tuturan melarang tersebut yaitu
supaya B1 tidak merebut tas miliknya. Oleh sebab itulah A
menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif melarang pada dialog (7) bertujuan supaya B1 berhenti melakukan tindakan menarik tas milik A. Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif melarang dapat pula ditunjukkan pada data (8) berikut. (8)
konteks tuturan Latar : di sebuah taman Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. Tujuan : A melarang B1 mengambil tas yang berisi gorengan miliknya. Bentuk tuturan A : “Ibu kok memaksa, tidak boleh bu. Jangan bu, ini kan punyaku, jangan bu ini kan punyaku, Yo....yo sik sebentarsebentar.” B1 : (tetap menarik terus) A : “Ini kan punyaku.” (RSMT,50,10/03/2010) Pada dialog (8), konteks tuturan diketahui bahwa A menghampiri B1 yang
sedang tidur di dekat gerobak jualannya dan kemudian membujuk B1 supaya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
bersedia membeli semua dagangannya. Awalnya B1 menolak membeli gorengan yang ditawarkan A, namun setelah mengetahui bahwa A merupakan tim Minta tolong, maka B1 menghampiri A dan kemudian meminta dengan paksa tas yang berisi gorengan yang dibawa A, dengan harapan supaya mendapatkan hadiah dari Tim Minta Tolong . Tuturan A yang bercetak tebal pada data (8) di atas mengandung tindak tutur direktif melarang. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif melarang yaitu tuturan ” Jangan bu, ini kan punyaku.” menunjukkan bahwa A memerintahkan kepada B1 supaya tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu. Maksud dari tuturan yang mengandung tindak tutur direktif melarang tersebut yaitu A melarang B1 melakukan perbuatan yang tidak baik, yaitu yang bersikeras menarik tas miliknya yang berisi gorengan. Kata „jangan‟ menjadi penanda lingual tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan melarang. Konteks situasi pada dialog (8) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik A dengan paksa. Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif melarang dua kali berturut-turut kepada B1, yang menunjukkan bahwa A tindak menyukai tindakan B1. Maksud A mengucapkan tuturan melarang tersebut yaitu A menginginkan supaya B1 tidak melakukan tindakan merebut tas yang berisi gorengan, karena tas tersebut adalah miliknya. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif melarang pada dialog (8) bertujuan supaya B1 berhenti melakukan tindakan menarik tas milik A. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menemukan empat data yang mencerminkan tindak tutur direktif melarang, empat data yang menunjukkan tindak tutur direktif melarang tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
5. Memperingatkan Peringatan
dalam
KBBI
adalah
nasihat
(teguran
dsb)
untuk
memperingatkan (2005:433). Tuturan peringatan biasanya diucapkan oleh seseorang penutur secara tegas dan tidak bisa dikompromikan, sehingga lawan tutur harus mau menerima dan menuruti keinginan penutur. Memperingatkan adalah memberi peringatan berupa nasihat atau teguran supaya ingat akan kewajibannya (KBBI, 2005:433). Tindak tutur memperingatkan adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur untuk memberi peringatan berupa nasihat atau teguran supaya mitra tutur ingat akan kewajibannya. Contoh tuturan yang sesuai dengan pernyataan di atas seperti di bawah ini. Pada dialog di bawah ini, A memberikan peringatan B1 yang berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik si A. (9)
Konteks tuturan Latar : di sebuah taman Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. Tujuan : A memperingatkan B1 supaya B1 tidak mengambil tas miliknya dengan paksa Bentuk tuturan A : “Jangan....jangan bu, mau saya jual di sana bu.” B1 : (tepat bersikeras menarik kotak makanan ibu A) (kedua ibu tadi saling tarik menarik, sampai ibu A terjatuh. Ibu yang dimintai tolong membawa kotak makanan itu ke tempatnya berjualan. Dan memasukkan kotak makanannya ke dalam gerobaknya.) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
A
B1
64 digilib.uns.ac.id
: “Ibu kok memaksa, tidak boleh bu. Jangan bu, ini kan punyaku, jangan bu ini kan punyaku. Yo....yo sik sebentarsebentar.” : (tetap menarik terus) (RSMT,49,10/03/2010)
Tuturan A yang bercetak tebal pada data (9) di atas mengandung tindak tutur direktif memperingatkan Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif memperingatkan yaitu tuturan ”Ibu kok memaksa, tidak boleh bu” menunjukkan bahwa A memberikan teguran kepada B1 supaya tidak melakukan memaksa karena itu merupakan tindakan yang tidak baik. Maksud dari tuturan yang mengandung tindak tutur direktif memperingatkan tersebut yaitu A memberikan teguran kepada B1 supaya B1 tidak memaksanya untuk memberikan tas yang berisi gorengan miliknya. Kata „tidak boleh‟ menjadi penanda lingual tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan memperingatkan. Konteks situasi pada dialog (9) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tas yang berisi gorengan milik A. Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif memperingatkan yang ditujukan kepada B1. Maksud A mengucapkan tuturan memperingatkan tersebut yaitu A memberikan teguran kepada B1 supaya B1 ingat bahwa tindakan memaksa seseorang untuk memberikan hak milik orang tersebut adalah perbuatan tidak boleh dilakukan. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif memperingatkan pada dialog (9) bertujuan supaya B1 berhenti memaksa A untuk memberikan tas yang berisi gorengan milik A kepada B1 karena itu merupakan perbuatan yang tidak baik dan tidak boleh dilakukan. commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif memperingatkan dapat pula ditunjukkan pada data (10) berikut. (10)
Konteks tuturan Latar : di depan toko kasur Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang sedang menukarkan tikar miliknya yang sudah sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan seorang ibu penjual kasur (B1) sekitar 40 tahun dan lakilaki yang dimintai tolong (B2) sekitar 40 tahun, serta ibu-ibu yang ikit serta dalam dialog (B3) dan (B4) Tujuan : A memperingatkan B2 supaya B2 tidak membakar tikar miliknya. Bentuk tuturan A : “Kalau tikar, ibu punya?, saya punya tikar, tikare saya rusak, ibu punya tikar?” B1 : “Ndak (menggelengkan kepala).” B2 : “Itu tikarnya?” A : “Ya.” B2 : “O bakar aja disini (sambil mengambil sesuatu disaku bajunya).” A : “O ndak boleh, Masak mau dibakar? ” B2 : (mendekat ke arah nenek tadi, sambil meminta tiker nenek tadi untuk dibakar) (RSMT,61,23/03/2010) Dialog (10) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menukar tikar
yang sobek-sobek dengan tikar yang baik”. Pada dialog tersebut terlihat bahwa A yang sedang berusaha membujuk B1 supaya bersedia menukar tikarnya dengan tikar yang baik, mendapat perlakuan yang kurang baik dari B2. A melakukan pembelaan dan perlawanan terhadap sikap B2 tersebut dengan tuturanya. Tuturan A yang bercetak tebal pada dialog (10) di atas mengandung tindak tutur direktif memperingatkan Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif memperingatkan yaitu tuturan ”o ndak boleh” menunjukkan bahwa A memberikan teguran kepada B1 supaya tidak melakukan tindakan yang kurang baik. Maksud dari tuturan yang mengandung tindak tutur direktif memperingatkan tersebut yaitu A memberikan teguran kepada B1 supaya B1 tidak membakar tikar commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dibawanya. Kata „tidak boleh‟ menjadi penanda lingual tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan memperingatkan. Konteks situasi pada dialog (10) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa B1 berusaha merebut tikar yang dibawa oleh A. Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif memperingatkan yang ditujukan kepada B1. Maksud A mengucapkan tuturan memperingatkan tersebut yaitu A memberikan teguran kepada B1 supaya B1 ingat bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah perbuatan yang tidak terpuji. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif memperingatkan pada dialog (10) bertujuan supaya B1 menghentikan niatnya untuk menarik dan membakar tikar miliknya karena itu merupakan perbuatan yang tidak baik dan tidak boleh dilakukan. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan empat data yang mencerminkan tindak tutur direktif memperingatkan, empat data yang menunjukkan tindak tutur direktif memperingatkan tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
6. Mengingatkan Mengingatkan adalah memberi atau menjadikan ingat atau terkenang kepada sesuatu hal (KBBI, 2005: 433). Tindak tutur mengingatkan adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dalam mengujarkan suatu tuturan dengan tujuan memberitahu kepada mitra tutur untuk mengingat atau terkenang kepada sesuatu hal. Hal ini dapat dilihat pada data berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
(11)
67 digilib.uns.ac.id
Konteks tuturan Latar : di depan toko kasur Peserta : nenek peminta tolong (sekitar 55 tahun) (A), seorang ibu penjual kasur (B1) sekitar 40 tahun dan laki-laki yang dimintai tolong (B2) sekitar 40 tahun, serta ibu-ibu yang ikut serta dalam dialog (B3) dan (B4) Tujuan : Peminta tolong membujuk orang yang dimintai tolong supaya mau menukar tikarnya yang sobek-sobek dangan tikar baru Bentuk tuturan B2 : (menarik tikar nenek tadi, dan ingin membakanya) A : “E jangan, ( sambil menarik tikarnya berlawanan arah dengan bapak yang ingin membakarnya tikarnya).” B3 : “Jangan pak ( membantu nenek tadi) (larangan).” A : “Kamu kok seperti itu (sambil menjewer telinga bapak tadi).” B2 : (tersenyum sambil memegang telinganya) A : “Ada hukumannya ya mbakar orang tidak salah, kalau saya pencuri saya salah, saya mau tukar kok mau dibakar.” (RSMT,64,23/03/2010) Dialog (11) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menukar tikar
yang sobek-sobek dengan tikar yang baik”. A yang sedang berjalan sambil membawa tikar yang sobek-sobek menghampiri B1 dan B2 yang sedang berada di toko kasur miliknya, dan kemudian A membujuknya supaya bersedia menukar tikarnya dengan tikar yang baik. Pada dialog (11), terlihat A menuturkan sesuatu hal supaya B2 ingat mengenai sesuatu, karena A merasa tindakan yang dilakukan B2 kurang baik. Tuturan A pada data (11) di atas mengandung tindak tutur direktif mengingatkan . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif mengingatkan yaitu tuturan ”Ada hukumannya ya mbakar orang tidak salah”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A berkeinginan untuk mengingatkan B1 mengenai suatu hal. Maksud Tuturan yang menunjukkan tindak tutur direktif mengingatkan yang diucapkan oleh A tersebut adalah A mengingatkan kepada B1 commit to user tindakan yang kurang terpuji. A bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengingatkan B1 bahwa tindakan membakar orang yang tidak bersalah merupakan tindakan yang kurang baik, dan pasti ada hukumannya bagi yang melakukan tindakan tersebut. Konteks situasi pada dialog (11) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A tidak menyukai tindakan B1. Dari situasi itulah yang melatarbelakangi A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif mengingatkan yang ditujukan kepada B1. Tujuanya A mengucapkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif mengingatkan supaya B1 menjadi ingat akan sesuatu hal. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif mengingatkan pada data (11) yang bertujuan untuk memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada B1. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis hanya menemukan satu data yang mencerminkan tindak tutur direktif mengingatkan, satu data yang menunjukkan tindak tutur direktif mengingatkan tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
7. Membujuk Membujuk adalah usaha untuk menyakinkan seseorang bahwa yang dikatakannya benar (untuk memikat hati) atau dapat juga disebut sebagi usaha untuk merayu (KBBI, 2005:171). Tindak tutur membujuk merupakan tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menyakinkan lawan tuturnya bahwa yang dikatakannya benar. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada data berikut.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(12)
Konteks tuturan Latar : di depan sebuah gedung yang baru diperbaiki Peserta : A, seorang ibu penjual gorengan (berusia sekitar 40 tahun) dan B1, laki-laki (berusia sekitar 30 tahun) yang bekerja sebagai tukang bangunan Tujuan : A berusaha membujuk B1 supaya mau membeli semua gorengan yang dijualnya. Bentuk tuturan A : “Mbok ya dibeli to pak, biar saya cepat pulang, anak saya tu mau minta sepatu pak, dibeli ya pak! Mau pak? diborong pak kalau mau, mau ya pak ya, biar saya cepat pulang pak, ya pak.” B1 : “Uang siapa?” A : “Masak nggak punya uang to pak. Lho macem-macam lho pak, mau saya belikan sepatu anak saya e mas, tadi tu nangis.” (RSMT,02,10/03/2010) Dialog (12) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menjual Semua
Gorengan untuk dibelikan sepatu”. A yang sedang berjalan sambil membawa gorengan yang dijualnya, menghampiri dua orang laki-laki yang sedang bekerja sebagai tukang bangunan di depan sebuah gedung, dan kemudian membujuk B1 supaya bersedia membeli semua jualannya, karena uang hasil jualannya akan dibelikan sepatu buat anaknya. Tuturan A pada data (12) di atas mengandung tindak tutur direktif membujuk . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk yaitu tuturan ”Mbok ya dibeli to pak”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A bermaksud memerintahkan secara halus B1 untuk untuk melakukan sesuatu. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk tersebut dapat diartikan A membujuk B1 untuk membeli semua gorengan yang dijual oleh A. Penggunaan kata kerja pasif “dibeli” yang didahului dengan kata “mbok” pada tuturan ”mbok ya dibeli to pak” bertujuan memperhalus tuturan yang bermaksud memerintah tersebut. Dari penanda lingual berupa kata kerja pasif “dibeli” yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
didahului dengan kata “mbok”, menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan membujuk. Konteks situasi pada dialog (12) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A sebagai seorang penjual gorengan menggunakan tindak tutur direktif membujuk untuk menyakinkan B1 sebagai calon pembeli supaya bersedia membeli semua gorengan yang dijualnya. Tindak tutur direktif membujuk yang dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A yang menginginkan menjual gorengannya sampai habis karena uang hasil penjualan gorengannya akan digunakan untuk membeli sepatu anaknya. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif membujuk pada data (12) yang bertujuan untuk menyakinkan B1 untuk bersedia membeli semua gorengan yang dijualnya secara halus tanpa menyinggung perasaannya. Bentuk tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif membujuk dapat pula ditunjukkan pada data (13) berikut. (13)
Konteks tuturan Latar : di pinggir jalan Peserta : Peminta tolong (seorang bapak tuna netra berusia sekitar 45 tahun) dan target penolong (seorang perempuan penjual sate berusia sekitar 35 tahun (B1). Tujuan : Peminta tolong membujuk target penolong supaya mau mencarikan kayu untuknya. Bentuk tuturan A : “Saya cariin kayu saja.” B1 : “Di sini tidak ada kayu, ndak pa pa.” A : “Ndak, (sambil melipat tongkatnya dan menyerahkannya kepada penjual sate), ndak, ndak.” B1 : “Udah ndak pa pa, udah ndak pa pa.” (RSMT,82,05/04/2010) Dialog (13) diambil dari tayangan RSMT yang bertema “Menjual Tongkat
to user untuk dibelikan Obat”. A yangcommit sedang berjalan sambil membawa tongkat
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
menghampiri B1, dan membujuknya supaya bersedia membeli tongkat, karena uang hasil menjual tongkat akan dibelikan obat buat cucunya. Tuturan A pada data (13) di atas mengandung tindak tutur direktif membujuk . Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk yaitu tuturan ”Saya cariin kayu saja.”. Tujuan A mengucapkan tuturan tersebut yaitu A bermaksud membujukan B1 supaya bersedia melakukan sesuatunya. Tuturan A yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk tersebut dapat diartikan A membujuk B1 untuk mencarikan kayu. Penggunaan kata “cariin” dimaksudkan untuk memperhalus tuturan yang bermaksud memerintah tersebut. Kata kerja pasif tersebut menunjukkan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif dalam bentuk tuturan membujuk. Konteks situasi pada dialog (13) menggambarkan keadaan pada saat berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara A dan B1. Dari konteks situasi tersebut, terlihat bahwa A menggunakan tindak tutur direktif membujuk supaya B1 bersedia mencarikan kayu buat pengganti tongkat yang telah dijualnya. Tindak tutur direktif membujuk yang dituturkan oleh A dilatarbelakangi oleh keinginan A supaya B1 mencarikan kayu buat pengganti tongkat yang telah dijualnya secara halus tanpa menyinggung perasaan B1. Oleh sebab itulah A menuturkan tuturan yang berupa tindak tutur direktif membujuk pada data (13) yang bertujuan untuk menyakinkan B1 supaya bersedia mencarikan kayu untuk membantunya berjalan secara halus tanpa menyinggung perasaannya. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan lima puluh satu data yang mencerminkan tindak tutur direktif membujuk, lima puluh satu data yang menunjukkan tindak tutur direktif membujuk tersebut ditunjukkan pada lampiran data. commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penulisan ini ditemukan 7 jenis tindak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya terhadap lawan tutur. Seperti yang telah diuraikan diatas kelima tindak tutur direktif tersebut yaitu meminta, menasihati, menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. A dalam RSMT biasanya selalu berperan sebagai seseorang dari kalangan kurang mampu, yang menguji kebaikan dari B1 maupun B2 apakah mereka mau membantunya. Oleh sebab itulah A menggunakan tindak tutur direktif yang berfungsi untuk membujuk B1 maupun B2 untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan maksud dari A. Penggunaan kelima jenis Tindak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam RSMT tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks, jarak sosial antara A dan B1 maupun B2. Konteks memang sangat berpengaruh dalam proses kemunculan sebuah tuturan. pengaruh jarak sosial dalam kemunculan kelima jenis tidak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam RSMT, yaitu jauhnya jarak sosial antara A dan B1 maupun B2 yang disebabkan oleh tidak saling kenal antara keduanya, menyebabkan A menggunakan tindak tutur direktif yang berfungsi meminta, menasihati, menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini, bentuk tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk sering sekali digunakan oleh A dalam mengutarakan maksud atau keinginannya, ditunjukan dengan ditemukannya lima puluh satu data yang mencerminkan tindak tutur direktif membujuk. Keenam bentuk tindak tutur direktif lainnya seperti meminta,
menasihati,
menyarankan,
melarang,
memperingatkan,
dan
mengingatkan jarang digunakan oleh penutur dalam mengutarakan maksud atau keinginannya.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Analisis Strategi Kesantunan Negatif yang dilakukan oleh
Peminta Tolong (A) dalam RSMT Tuturan yang terdapat dalam RSMT ini sebagian besar berisi tuturan permintaan tolong dari A terhadap B1, dan juga tanggapan dari B1 terhadap maksud A. Tuturan dari A dalam RSMT bertujuan membujuk orang yang belum pernah dikenal oleh A, supaya bersedia menolongnya sebagian besar diungkapkan dengan tindak tutur direktif. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif yang dilakukan oleh A tersebut, terkadang dapat mengancam muka negatif B1, karena tindakan A tersebut mengganggu kebebasan B1 untuk melakukan sesuatu. Seorang penutur, sebaiknya menggunakan beberapa bentuk strategi kesantunan untuk mengurangi resiko ancaman muka negatif terhadap lawan tuturan. Dalam RSMT penulis menemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima strategi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, (b) strategi 2, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar, (c) strategi 4, yaitu meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e) strategi 7, yaitu menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. Dalam RSMT penulis juga menemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima kombinasi strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan memberi penghormatan, (b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan menghindari penyebut penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar‟ dan memberi penghormatan, (d) strategi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
4 dan strategi 5, yaitu meminimalkan paksaan dan memberi penghormatan, serta (e) strategi 1 strategi 4, dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. Penjelasan mengenai kelima kombinasi strategi yang digunakan oleh A tersebut sebagai berikut.
1. Strategi 1: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung Strategi ini merupakan jalan keluar bagi dua keadaan yang saling bertentangan satu sama lain, yakni keinginan untuk tidak menekan penutur di satu sisi dan keinginan untuk menyatakan pesan secara langsung tanpa bertele-tele serta jelas maknanya disisi lain. Oleh karena itu, strategi ini menempuh cara penyampaian pesan secara tidak langsung namun makna pesan harus jelas dan tidak ambigu berdasarkan konteksnya. Maksud dari penerapan strategi 1 ini yaitu dalam mengungkapkan suatu keinginannya, penutur menggunakan tuturan secara tidak langsung namun pesan jelas dan tidak ambigu berdasarkan konteksnya agar lawan tutur melakukan suatu tindakan yang diinginkannya, misalnya seperti contoh di bawah ini. (14)
Konteks tuturan Latar : di sebuah taman Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. Tujuan : A meminta bantuan kepada B1 Bentuk tuturan B1 : (bangun dari tidurnya, diam saja sambil melihat kanan dan kiri) A : “Saya minta bantuannya, empat puluh ribu, untuk membelikan sepatu anak saya bu, kalau ibu tidak mau, ya sudah terima kasih bu, maaf ngganggu tidurnya bu (lalu pergi meninggalkan ibu yang dimintai tolong tadi).” (RSMT,47,10/03/2010) commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada dialog (14), tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1 memenuhi permintaannya. Tuturan yang menunjukkan tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta yang berpotensi
mengancam
muka negatif
B1
yaitu tuturan
“Saya
minta
bantuannya”. Sisipan kata „minta‟ pada tuturan permintaan pada dialog (14) menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta secara tidak langsung dan keinginan untuk tidak memaksa B1 atas permintaan dari A. Dalam tuturan tersebut A menggunakan strategi 1 ini karena ingin menyelamatkan muka B1. Contoh lain yang juga menggambarkan penggunaan strategi 1, dapat dilihat seperti pada dialog (15) dibawah ini. (15)
Konteks tuturan Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menolongnya menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?” B1 : “Tidak punya.” A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal, saya minta yang baru.” (RSMT,55,23/03/2010) Pada dialog (15), tuturan yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1 commit to user menolongnya yaitu dengan bersedia menukar tikar yang dibawa A.. Dalam tuturan
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bercetak tebal pada (15), tuturan yang menunjukkan penggunaan strategi 1, yaitu tuturan “Ini tolong ditukar pak”. Maksud dari tuturan itu adalah A meminta BI untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik. Sisipan kata „tolong‟ pada tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta diatas pada dialog (15) tersebut menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta BI untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik secara tidak langsung atas permintaan dari A. Dalam tuturan tersebut A menggunakan strategi 1 ini karena ingin menyelamatkan muka B1. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan tiga data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 1, tiga data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
2. Strategi 2: Menggunakan Pertanyaan Berpagar Kata berpagar berisi leksikal atau frasa yang berfungsi menghindari memberikan isi proposisi yang tertentu dan berfungsi memberi pilihan kepada petutur untuk menetapkan pilihan sendiri. Definisi ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan Kasper dan House di dalam Watts (2003) (dalam Sri Minda Murni, 2009: 186-187) menyatakan kata berpagar sebagai the avoidance of giving a precise propositional content and living an option open to the addressee to impose his/her own intent (183). Dengan demikian fungsi kata berpagar menghindari memberikan isi proposisi yang tertentu sehingga penutur dapat memberi pilihan kepada
lawan tutur untuk menentukan pilihannya sendiri.
Contoh penerapan strategi ini dapat ditunjukkan pada dialog (16) di bawah ini: (16)
Konteks Tuturan Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobeksobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?” B1 : “Tidak punya.” A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal, saya minta yang baru.” (RSMT,56,23/03/2010) Pada dialog (16), tuturan A yang bercetak tebal menunjukkan bahwa menunjukkan A mengutarakan maksudnya dengan tindak tutur direktif membujuk. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk yaitu tuturan “Bapak mengusahakan, bisa kan?”. Maksud A mengucapakan tuturan tuturan tersebut yaitu untuk membujuk BI untuk mengusahakan mencari pengganti tikarnya yang rusak dengan tikar baru. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk yang diucapkan oleh A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1, karena dengan tuturan direktif membujuk tersebut A membatasi kebebasan B1 dalam bertindak. Untuk menyelamatkan muka negatif B1, A menggunakan bentuk pertanyaan berpagar seperti terlihat pada tuturan permintaan tersebut. Penggunaan bentuk pertanyaan berpagar untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 2. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis hanya menemukan satu data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 2, data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
3. Strategi 4: Meminimalkan Paksaan Kesantunan negatif juga dapat diketahui dari aplikasi strategi 4 menurut commit to user kekuatan atau daya ancaman Brown dan Levinson, dengan cara mengurangi
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap muka lawan tutur. Contoh penerapan strategi 4, dapat dilihat pada dialog (17) di bawah ini. (17)
Konteks Tuturan Latar : di pinggir jalan Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang pemuda yang sedang berjualan burung (sekitar 25 tahun) Tujuan : A membujuk B1 supaya B1 bersedia memborong gorengan yang dijual oleh A. Bentuk tuturan A : “Lha tambah ini mas?” B1 : “Tidak.” A : “Mbok diborong mas, kalau bisa.” (RSMT,22,10/03/2010) Pada dialog (17), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud yaitu tuturan “Mbok diborong mas, kalau bisa”. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk membeli semua gorengan yang dijualnya. Kata “mbok” yang digunakan A dalam tuturan mengandung
tindak
tutur
direktif
membujuk
tersebut
berfungsi
untuk
meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1. Penggunaan bentuk meminimalkan paksaan yang digunakan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 4. Contoh lain yang juga menggambarkan penggunaan strategi 4, dapat dilihat seperti pada dialog (18) dibawah ini. (18)
Konteks Tuturan Latar : di trotoar jalan commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang perempuan yang ditemui di trotoar jalan (berusia sekitar 35 tahun) Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobeksobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Mbak, mau kemana mbak?” B1 : “(menunjuk arah yang akan dia tuju) Mau kerja, memangnya kenapa?” A : “Saya punya tikar mbok ditukar mbak? Buat tidur, ditukar dengan yang baru, saya tidur tu gatal.” B1 : “Belum gajian saya.” (RSMT,68,23/03/2010) Pada dialog (18), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud yaitu tuturan “Saya punya tikar mbok ditukar mbak?”. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk menukar tikarnya yang sudah sobek-sobek dengan tikar yang baik. Kata “mbok” yang digunakan A dalam tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1. Penggunaan bentuk meminimalkan paksaan yang digunakan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 4. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan enam data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 4, enam data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
4. Strategi 5: Memberi Penghormatan Menurut Brown dan Levinson (1987: 178) realisasi dari memberikan penghormatan terhadap pendengar ada dua jenis yang hubungan keduanya mirip dengan dua sisi mata uang. Pertama, penutur merendahkan dan mengabaikan dirinya dihadapan pendengar; kedua, penutur meninggikan posisi pendengar yang merupakan pemenuhan keinginan wajah positif manusia yakni untuk diperlakukan lebih tinggi. Dari kedua cara ini, yang dilakukan penutur sebenarnya adalah memberikan penghormatan kepada pendengar. Pemberian hormat kepada lawan tutur pada suatu tuturan, dapat menjadi salah satu cara mengurangi potensi ancaman terhadap muka negatif lawan tutur, yang merupakan suatu bentuk perwujudan dari kesantunan nehatif, aplikasi strategi 5. menurut Brown dan Levinson, penjelasan mengenai bentuk kesantunan negatif aplikasi strategi 5, ditunjukkan pada contoh di bawah ini. (19)
Konteks tuturan Latar : di pinggir jalan Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, B2, laki-laki yang sedang membuat tenda untuk berjualan (sekitar 35 tahun). Tujuan : A membujuk B1 supaya bersedia membeli semua gorengan yang dijual A Bentuk tuturan B1 : “Saya tidak mempunyai uang kok.” A : (pergi ke orang lain) A : “Bapak tadi temennya tidak mau, dibeli bapak saja ya.” B2 : “Ditawarkan ke bapak itu saja.” (RSMT,38,10/03/2010) Pada dialog (19), tuturan A yang dicetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif lawan tutur, karena A membatasi tindakan B1 dengan meminta B1 supaya melakukan commit to user sesuatu hal. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
yang dilakukannya, A menggunakan bentuk penghormatan dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta tersebut. Penggunaan bentuk penghormatan tersebut ditunjukkan dengan penggunaan sebutan pak atau bapak yang menunjukkan bahwa A meninggikan posisi B2. A memberi penghormatan terhadap B2 dengan sebutan bapak, yang menunjukkan bahwa A menganggap B2 seperti bapaknya sendiri sebagai wujud hormat. Penggunaan bentuk penghormatan untuk menyelamatkan muka negatif B1 dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta yang diucapkan oleh A tersebut merupakan penerapan kesantunan negatif strategi 5. Contoh lain dapat juga ditunjukkan pada dialog (20) di bawah ini. (20)
Konteks tuturan Latar : di sebuah taman Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan B1, seorang ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya. Tujuan : membangunkan ibu tadi, dan membujuk ibu tadi untuk memborong jajanan yang dijual ibu A Bentuk tuturan A : “Jangan....jangan bu, mau saya jual di sana bu.” B1 : (tepat bersikeras menarik kotak makanan ibu peminta tolong.) (kedua ibu tadi saling tarik menarik, sampai ibu peminta tolong terjatuh. Ibu yang dimintai tolong membawa kotak makanan itu ke tempat yang berjualannya tadi. Dan memasukkan kotak makanannya ke dalam gerobaknya.) A : “Ibu kok memaksa, tidak boleh bu. Jangan bu, ini kan punyaku, jangan bu ini kan punyaku. Yo....yo sik sebentarsebentar.” B1 : (tetap menarik terus) (RSMT,49,10/03/2010) Pada dialog (20), tuturan A mengandung tindak tutur direktif
memperingatkan. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif lawan tutur, karena A membatasi tindakan B1 dengan memperingatkan B1 supaya tidak melakukan sesuatu hal. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengancaman muka yang dilakukannya, A menggunakan bentuk penghormatan dalam
menuturkan
tuturan
yang
mengandung
tindak
tutur
direktif
memperingatkan tersebut. Bentuk penghormatan ditunjukkan dengan penggunaan kata sebutan bu atau ibu. Penggunaan sebutan bu atau ibu tersebut menunjukkan bahwa A meninggikan posisi B1 dengan menganggap B1 seperti ibunya sendiri dengan tujuan untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka yang dilakukannya. Penggunaan
bentuk penghormatan
dalam menuturkan tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif memperingatkan tersebut merupakan penerapan kesantunan negatif strategi 5. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan empat puluh dua data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 5, empat puluh dua data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
5. Strategi 7: Menghindari Penyebutan Penutur dan Lawan Tutur Kesantunan negatif dapat diwujudkan dengan mengkomunikasikan kepada lawan tutur, bahwa penutur tidak bermaksud memaksanya, yang dapat ditunjukkan dengan menghindari penggunaan pronominal kedua atau memakai bentuk impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan penutur dan pendengar. Strategi yang digunakan untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif lawan tutur tersebut merupakan bentuk aplikasi dari kesantunan negatif strategi 7. penjelasannya seperti contoh berikut. (21)
Konteks tuturan Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?” B1 : “Tidak punya.” A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal, saya minta yang baru.” (RSMT,57,23/03/2010) Pada dialog (21), tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1, karena A meminta B1 supaya melakukan sesuatu hal untuknya, yaitu meminta B1 memberikan tikar yang masih baik kepadanya. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka yang dilakukannya, A tidak menyebutkan lawan tuturnya dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta tersebut. Penyelamatan terhadap muka negatif B1 yang dilakukan oleh A yaitu dengan cara menghindari penggunaan pronominal kedua atau memakai bentuk impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan lawan dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta. Cara untuk menyelamatkan muka negatif B1 yang dilakukan oleh A tersebut merupakan penerapan kesantunan negatif strategi 7. Contoh lain penerapan kesantunan negatif strategi 7 dapat juga ditunjukkan pada dialog (22) di bawah ini. (22)
Konteks tuturan Latar : di parkiran pinggir jalan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang bapak yang ditemui di parkiran pinggir jalan (berusia sekitar 35 tahun) Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobeksobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Mas, mau tukar tikar ini, mau? Tikar, kalau situ punya baru, saya tukar dengan ini, buat tidur. Mo buat tidur, sudah gatal saya. Saya commit to user punyanya kayak gini.”
perpustakaan.uns.ac.id
B1 A B1
84 digilib.uns.ac.id
: “Ndak ada mbah.” : “Nukarkan nggak bisa.” : “Rumah saya jauh. Lagi pula uang saya dibawa istri saya.” (RSMT,65,23/03/2010)
Pada dialog (22), tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1, karena A membujuk B1 supaya melakukan sesuatu hal untuknya, yaitu A membujuk B1 menukarkan tikar miliknya yang sudah sobek-sobek dengan tikar yang masih baik kepadanya. Untuk menyelamatkan muka B1 atas tidakan pengancaman muka yang dilakukannya, A tidak menyebutkan lawan tuturnya dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut. Penyelamatan terhadap muka negatif B1 yang dilakukan oleh A yaitu dengan cara menghindari penggunaan pronominal kedua atau memakai bentuk impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan lawan dalam menuturkan tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk. Cara untuk menyelamatkan muka negatif B1 yang dilakukan oleh A tersebut merupakan penerapan kesantunan negatif strategi 7. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan sebelas data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 7, sebelas data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
6. Kombinasi Strategi 1 dan Strategi 5: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Memberi Penghomatan Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk menyelamatkan muka B1. Salah satu bentuk kombinasi penggunaan strategi commit to muka user B1 yang terdapat dalam RSMT kesantunan negatif untuk menyelamatkan
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
yaitu penggunaan strategi 1 dan strategi 5. Untuk memperjelas kombinasi tersebut lihatlah dialog dibawah ini. (23)
Konteks tuturan Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang laki-laki (sekitar 35 tahun) yang sedang bermain catur Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menolongnya menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?” B1 : “Tidak punya.” A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal, saya minta yang baru.” (RSMT,55,23/03/2010) Pada dialog (23), tuturan yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1 menolongnya yaitu dengan bersedia menukar tikar yang dibawa A.. Dalam tuturan yang bercetak tebal pada (23), tuturan yang menunjukkan penggunaan strategi 1, yaitu tuturan “Ini tolong ditukar pak”. Sisipan kata „tolong‟ pada tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta
diatas pada dialog (23) tersebut
menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta BI untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik secara tidak langsung atas permintaan dari A. Dalam tuturan tersebut A selain mengunakan strategi 1 juga menggunakan strategi 5, yaitu dengan memberi penghormatan kepada B1 dengan menyebut B1 dengan sebutan bapak atau pak. Penggunaan dua jenis strategi secara bersamaan dimaksudkan A supaya tuturan yang diucapkannya tidak menyinggung perasaan commit user B1 dan dapat menyelamatkan muka B1 to dari tindakan pengancaman muka yang
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
dilakukannya dengan tuturan tersebut. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis hanya menemukan satu data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 1 dan strategi 5, satu data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
7. Kombinasi Strategi 1 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Menghindari Penyebutan Penutur dan Lawan Tutur Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk menyelamatkan muka B1. Salah satu bentuk kombinasi penggunaan strategi kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT yaitu penggunaan strategi 1 dan strategi 7. Untuk memperjelas kombinasi tersebut lihatlah dialog dibawah ini. (24)
Konteks tuturan Latar : di sebuah taman Peserta : A, sebagai ibu penjual gorengan (sekitar 40 tahun) dan ibu (sekitar 45 tahun) yang sedang tidur di dekat gerobak jualannya (B1). Tujuan : membangunkan ibu tadi, dan meminta B1 untuk memborong jajanan yang dijual ibu A Bentuk tuturan B1 : (bangun dari tidurnya, diam saja sambil melihat kanan dan kiri) A : “Saya minta bantuannya, empat puluh ribu, untuk membelikan sepatu anak saya bu, kalau ibu tidak mau, ya sudah terima kasih bu, maaf ngganggu tidurnya bu (lalu pergi meninggalkan ibu yang dimintai tolong tadi).” (RSMT,47,10/03/2010) Pada dialog (24), tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta
yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1 memenuhi permintaannya. Tuturan yang menunjukkan tuturan A mengandung tindak tutur direktif meminta yang berpotensi
mengancam
muka negatif
B1
yaitu tuturan
“Saya
minta
bantuannya”. Sisipan kata „minta‟ pada tuturan permintaan pada dialog (22) menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta secara tidak langsung dan keinginan untuk tidak memaksa B1 atas permintaan dari A. Dalam tuturan tersebut A juga menggunakan strategi 7 supaya B1 tidak merasa A membatasi kebebasannya dalam bertindakan. Contoh lain yang juga menggambarkan penggunaan strategi 1 dan strategi 7, dapat dilihat seperti pada dialog (25) dibawah ini. (25)
Konteks tuturan Latar :di pinggir jalan, di tempat parkiran motor Peserta : A sebagai peminta tolong adalah seorang nenek ( berusia sekitar 55 tahun) dan B1 adalah seorang laki-laki yang dimintai tolong yang sedang berada di parkiran motor (berusai sekitar 27) Tujuan : Peminta tolong membujuk orang yang dimintai tolong supaya mau menukar tikarnya yang sobek-sobek dangan tikar baru
Bentuk tuturan A : “Mas, punya tikar, ditukar dengan tikar ini, tikar saya sobek-sobek, mas punya tikar?” B1 : “Tikar (sambil melepas helm yang dia pake).” A : “Saya minta tukar yang baru.” B1 : “Ndak ada mbah.” (RSMT,59,23/03/2010) Pada dialog (25), tuturan yang bercetak tebal mengandung tindak tutur direktif meminta yang berpotensi mengancam muka negatif B1. Pada tuturan tersebut A melakukan tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif B1 dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1 commit to user menolongnya yaitu dengan bersedia menukar tikar yang dibawa A.. Dalam tuturan
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bercetak tebal pada (23), tuturan yang menunjukkan penggunaan strategi 1, yaitu tuturan “ini tolong ditukar pak”. Sisipan kata „tolong‟ pada tuturan yang mengandung tindak tutur direktif meminta
diatas pada dialog (23) tersebut
menunjukkan adanya keinginan A untuk meminta BI untuk menukar tikarnya dengan tikar yang lebih baik secara tidak langsung atas permintaan dari A. Untuk mengurangi potensi ancaman terhadap muka B1, selain mengunakan strategi 1 A juga menggunakan strategi 7, yaitu dengan meminta B1 untuk menolongnya secara tidak langsung tanpa menyebut lawan tuturnya. Penggunaan dua jenis strategi secara bersamaan dimaksudkan A supaya tuturan yang diucapkannya tidak menyinggung perasaan B1 dan dapat menyelamatkan muka B1 dari tindakan pengancaman muka yang dilakukannya dengan tuturan tersebut. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan tiga data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 1 dan strategi 7, tiga data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
8. Kombinasi Strategi 2 dan Strategi 5: Menggunakan Pertanyaan Berpagar dan Memberi Penghomatan Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk menyelamatkan muka B1. Salah satu bentuk kombinasi penggunaan strategi kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT yaitu penggunaan strategi 2 dan strategi 5. Untuk memperjelas kombinasi tersebut lihatlah dialog dibawah ini. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(26)
Konteks tuturan Latar : ketika hujan turun di sebuah warung makan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan dua laki-laki yang dimintai tolong ( B1 sekitar 35 dan B2 sekitar 30 tahun yang sedang bermain catur) Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Kalau punya tikar, ini tolong ditukar pak. Buat tidur gatal, sudah sobek-sobek. Ndak bisa pak?” B1 : “Tidak punya.” A : “Bapak mengusahakan, bisa kan? ini untuk tidur saya sudah gatal, saya minta yang baru.” (RSMT,56,23/03/2010) Pada dialog (26), tuturan A yang bercetak tebal menunjukkan bahwa
menunjukkan A mengutarakan maksudnya dengan tindak tutur direktif membujuk. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk yaitu tuturan “Bapak mengusahakan, bisa kan?”. Maksud A mengucapakan tuturan tuturan tersebut yaitu untuk membujuk BI untuk mengusahakan mencari pengganti tikarnya yang rusak dengan tikar baru. Tuturan yang mengandung tindak tutur direktif membujuk yang diucapkan oleh A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1, karena dengan tuturan direktif membujuk tersebut A membatasi kebebasan B1 dalam bertindak. Untuk menyelamatkan muka negatif B1, A menggunakan bentuk pertanyaan berpagar seperti terlihat pada tuturan permintaan tersebut. Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A menggunakan sebutan “bapak” sebagai penghormatan terhadap B1. Penggunaan bentuk pertanyaan berpagar dan juga memberi penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 2 dan strategi 5. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis hanya menemukan satu data commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 2 dan strategi 5, satu data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
9. Kombinasi Strategi 4 dan Strategi 5: Meminimalkan Paksaan dan Memberi Penghomatan Dalam RSMT, ditemukan dalam beberapa data bahwa A menggunakan lebih dari satu strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk menyelamatkan muka B1. Bentuk kombinasi penggunaan strategi kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT yaitu penggunaan strategi 4 dan strategi 5. Untuk memperjelas kombinasi tersebut lihatlah dialog dibawah ini. (27)
Konteks tuturan Latar : di trotoar jalan, Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang bapak yang ditemui di trotoar jalan (berusia sekitar 30 tahun) Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobeksobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Tikarnya mau dibawa kemana mas?” B1 : “Saya bawa kepenampungan mbah.” A : “Mbok tukar sama ini mas (sambil menyodorkan tikarnya).” (RSMT,67,23/03/2010) Pada dialog (27), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud yaitu tuturan “Mbok tukar sama ini mas”. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk menukar tikar yang sobek dengan tikar yang lebih baik. Kata “mbok” yang digunakan A dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1. Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A menggunakan sebutan “mas” sebagai penghormatan terhadap B1. Penggunaan strategi meminimalkan paksaan dan juga memberi penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 4 dan strategi 5. Contoh lain, dapat dilihat seperti pada dialog (28) dibawah ini. (28)
Konteks tuturan Latar : di trotoar jalan Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan B1, seorang perempuan yang ditemui di trotoar jalan (berusia sekitar 35 tahun) Tujuan : A membujuk B1 supaya mau menukar tikar milik A yang sobeksobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Mbak, mau kemana mbak?” B1 : “(menunjuk arah yang akan ditujunya) Mau kerja, memangnya kenapa?” A : “Saya punya tikar mbok ditukar mbak? Buat tidur, ditukar dengan yang baru, saya tidur tu gatal.” B1 : “Belum gajian saya.” (RSMT,68,23/03/2010) Pada dialog (28), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur
direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud yaitu tuturan “Saya punya tikar mbok ditukar mbak?”. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam menentukan tindakannya, dengan cara membujuk BI untuk menukar tikar yang sobek dengan tikar yang lebih baik. Kata “mbok” yang digunakan A dalam commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan menggunakan kata “mbok” tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1. Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A menggunakan sebutan “mbak” sebagai penghormatan terhadap B1. Penggunaan
strategi
meminimalkan
paksaan
dan
juga
memberi
penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 merupakan bentuk penerapan kesantunan negatif strategi 4 dan strategi 5. Dari keseluruhan data dalam penulisan ini penulis menemukan lima data yang menunjukkan penerapan kesantunan negatif strategi 4 dan strategi 5, lima data tersebut ditunjukkan pada lampiran data.
10. Kombinasi Strategi 1, Strategi 4 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung, Meminimalkan Paksaan dan Menghindari Penyebutan penutur dan lawan tutur Dalam RSMT, juga ditemukan satu data yang menunjukkan A menggunakan tiga jenis strategi kesantunan negatif dalam satu tuturan untuk menyelamatkan muka B1. Bentuk kombinasi penggunaan strategi kesantunan negatif untuk menyelamatkan muka B1 yang terdapat dalam RSMT yaitu penggunaan strategi 1, strategi 4 dan strategi 7. Untuk memperjelas kombinasi tersebut lihatlah dialog dibawah ini. (29)
Konteks tuturan Latar : di depan tokonya Peserta : A, seorang nenek (sekitar 55 tahun) yang ingin menukar tikarnya yang sobek-sobek dengan tikar yang lebih baik dan seorang perempuan penjual buah (B1) berusia sekitar 35 tahun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
Tujuan : A meminta B1 supaya B1 mau menukar tikarnya yang sobeksobek dengan tikar baru Bentuk tuturan A : “Rumahnya mana?” B1 : “Deket situ.” A : “Saya tu kalau malam ndak bisa tidur, mbok tolong saya dibantu tukar tikar. Ibu, Tikar saya sobek-sobek kaya gini, ibu tukar dengan yang baru yang lebih bagus, mau ya?” B1 : “Ya beline di mana?” A : “Ya ndak tau, terserah ibu, kalau ibu punya, diambil di rumah ditukar ini. Saya tu tidur gatal pakai ini.” (RSMT,76,23/03/2010) Pada dialog (29), tuturan A yang bercetak tebal mengandung tindak tutur direktif membujuk. Tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1. Tuturan yang yang dimaksud yaitu tuturan “Mbok tolong saya dibantu tukar tikar”. Tuturan A tersebut berpotensi mengancam muka negatif B1 karena A membatasi ruang gerak B1 dalam menentukan tindakannya, dengan cara menuturkan keinginannya secara tidak langsung supaya B1 melakukan sesuatu untuknya. Kata “mbok” yang digunakan A dalam tuturan mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut berfungsi untuk meminimalkan paksaan terhadap B1. Usaha meminimalkan paksaan dengan menggunakan kata “mbok” dalam tuturan “Mbok tolong saya dibantu tukar tikar” dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1. Untuk meningkatkan daya kesantunan tuturan tersebut A menggunakan tidak menyebut lawan tuturnya pada tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk tersebut. Pengungkapan tuturan A mengandung tindak tutur direktif membujuk
secara tidak langsung, dengan meminimalkan paksaan dan juga
memberi penghormatan tersebut dimaksudkan A untuk menyelamatkan muka negatif B1 dan supaya B1 tidak tersinggung dengan tuturan mengandung tindak commitusaha to useruntuk menyelamatkan muka B1 tutur direktif membujuk. Penggunaan
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut merupakan bentuk penerapan dari kombinasi bentuk kesantunan negatif strategi 1, strategi 4 dan strategi 7. Dalam RSMT A biasanya selalu berperan sebagai seseorang dari kalangan kurang mampu, yang menguji kebaikan dari B1 maupun B2 apakah mereka mau membantunya. A sering menggunakan tindak tutur direktif yang berfungsi untuk membujuk B1 maupun B2 untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan maksud dari A. Setiap tuturan dari A yang mengandung tindak tutur direktif tersebut berpotensi megancam muka negatif dari B1 maupun B2. Dalam RSMT penulis menemukan lima bentuk strategi kesantunan negatif dan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka B1 maupun B2. Penggunaan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A dalam RSMT tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks, jarak sosial antara A dan B1 maupun B2. Konteks memang sangat berpengaruh dalam proses kemunculan sebuah tuturan. Jarak sosial juga berpengaruh dalam menentukan strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A dalam RSMT, jauhnya jarak sosial antara A dan B1 maupun B2 yang disebabkan oleh tidak saling kenal antara keduanya, menyebabkan A menggunakan berbagai bentuk strategi kesantunan negatif supaya B1 maupun B2 tidak tersinggung dengan ucapannya dan juga mengurangi besarnya potensi ancaman terhadap muka negatif terhadap B1 maupun B2 atas tuturannya. Bentuk strategi kesantunan negatif yang sering digunakan oleh A untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif B1 maupun B2 yaitu strategi 5, yakni
memberi penghormatan kepada lawan
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuturnya, ditunjukan dengan adanya empat puluh dua data yang menunjukkan penerapan strategi kesatunan negatif dengan memberikan penghormatan. Keseluruhan analisis data wacana tuturan dalam penelitian ini, secara sistematis dapat dilihat dalam penomoran data pada tabel-tabel berikut.
Table 1 No
Tindak Tutur Direktif
Nomor Data
yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam RSMT 1
Meminta
(RSMT,15,10/03/2010), (RSMT,47,10/03/2010), (RSMT,55,23/03/2010), (RSMT,57,23/03/2010), (RSMT,59,23/03/2010), (RSMT,60,23/03/2010), (RSMT,73,23/03/2010), (RSMT,72,23/03/2010), (RSMT,74,23/03/2010), (RSMT,76,23/03/2010), (RSMT,92,14/04/2010).
2
Menasihati
(RSMT,04,10/03/2010), (RSMT,39,10/03/2010).
3
Menyarankan
(RSMT,01,10/03/2010), (RSMT,05,10/03/2010), (RSMT,08,10/03/2010), (RSMT,09,10/03/2010), (RSMT,11,10/03/2010), (RSMT,12,10/03/2010), (RSMT,20,10/03/2010), (RSMT,21,10/03/2010), (RSMT,24,10/03/2010), (RSMT,28,10/03/2010), (RSMT,31,10/03/2010), (RSMT,32,10/03/2010), (RSMT,42,10/03/2010), (RSMT,45,10/03/2010), commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(RSMT,77,23/03/2010), (RSMT,83,05/04/2010), (RSMT,85,07/04/2010), (RSMT,87,07/04/2010), (RSMT,89,07/04/2010), (RSMT,93,14/04/2010). 4
Melarang
(RSMT,48,10/03/2010), (RSMT,50,10/03/2010), (RSMT,52,10/03/2010), (RSMT,62,23/03/2010).
5
Memperingatkan
(RSMT,49,10/03/2010), (RSMT,51,10/03/2010), (RSMT,61,23/03/2010), (RSMT,63,23/03/2010).
6
Mengingatkan
(RSMT,64,23/03/2010)
7
Membujuk
(RSMT,02,10/03/2010), (RSMT,03,10/03/2010), (RSMT,06,10/03/2010), (RSMT,07,10/03/2010), (RSMT,10,10/03/2010), (RSMT,13,10/03/2010), (RSMT,14,10/03/2010), (RSMT,16,10/03/2010), (RSMT,17,10/03/2010), (RSMT,18,10/03/2010), (RSMT,19,10/03/2010), (RSMT,22,10/03/2010), (RSMT,23,10/03/2010), (RSMT,25,10/03/2010), (RSMT,26,10/03/2010), (RSMT,27,10/03/2010), (RSMT,29,10/03/2010), (RSMT,30,10/03/2010), (RSMT,33,10/03/2010), (RSMT,34,10/03/2010), (RSMT,35,10/03/2010), (RSMT,36,10/03/2010), (RSMT,37,10/03/2010), (RSMT,38,10/03/2010), (RSMT,40,10/03/2010), (RSMT,43,10/03/2010), (RSMT,41,10/03/2010), (RSMT,44,10/03/2010), (RSMT,46,10/03/2010), (RSMT,53,10/03/2010), (RSMT,54,23/03/2010), (RSMT,56,23/03/2010), commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(RSMT,58,23/03/2010), (RSMT,65,23/03/2010), (RSMT,66,23/03/2010), (RSMT,67,23/03/2010), (RSMT,68,23/03/2010), (RSMT,69,23/03/2010), (RSMT,70,23/03/2010), (RSMT,71,23/03/2010), (RSMT,75,23/03/2010), (RSMT,78,29/03/2010), (RSMT,79,29/03/2010), (RSMT,80,29/03/2010), (RSMT,81,05/04/2010),(RSMT,82,05/04/2010), (RSMT,84,05/04/2010), (RSMT 86,07/04/2010), (RSMT,88,07/04/2010), (RSMT,90,07/04/2010), (RSMT,91,07/04/2010).
Table 2 No
Strategi Kesantunan
Nomor Data
Negatif yang Digunakan oleh Peminta Tolong dalam RSMT 1
Strategi 1: Menggunakan
(RSMT,47,10/03/2010), (RSMT,55,23/03/2010)
Ungkapan secara Tidak
(RSMT,59,23/03/2010).
Langsung 2
Strategi 2: Menggunakan
(RSMT,56,23/03/2010).
Pertanyaan Berpagar 3
Strategi 4: Meminimalkan Paksaan
(RSMT,02,10/03/2010), (RSMT,22,10/03/2010), (RSMT,67,23/03/2010), (RSMT,68,23/03/2010), commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(RSMT,76,23/03/2010), (RSMT,90,07/04/2010). 4
Strategi 5: Memberi
(RSMT,03,10/03/2010), (RSMT,06,10/03/2010),
Penghormatan
(RSMT,07,10/03/2010), (RSMT,13,10/03/2010), (RSMT,15,10/03/2010), (RSMT,17,10/03/2010), (RSMT,18,10/03/2010), (RSMT,19,10/03/2010), (RSMT,21,10/03/2010), (RSMT,23,10/03/2010), (RSMT,24,10/03/2010), (RSMT,25,10/03/2010), (RSMT,26,10/03/2010), (RSMT,29,10/03/2010), (RSMT,31,10/03/2010), (RSMT,33,10/03/2010), (RSMT,34,10/03/2010), (RSMT,36,10/03/2010), (RSMT,37,10/03/2010), (RSMT,38,10/03/2010), (RSMT,39,10/03/2010), (RSMT,40,10/03/2010), (RSMT,41,10/03/2010), (RSMT,42,10/03/2010), (RSMT,43,10/03/2010), (RSMT,44,10/03/2010), (RSMT,46,10/03/2010), (RSMT,49,10/03/2010), (RSMT,50,10/03/2010), (RSMT,53,10/03/2010), (RSMT,54,23/03/2010), (RSMT,58,23/03/2010), (RSMT,60,23/03/2010), (RSMT,71,23/03/2010), (RSMT,75,23/03/2010), (RSMT,78,29/03/2010), (RSMT,79,29/03/2010), (RSMT,80,29/03/2010), (RSMT,81,05/04/2010), (RSMT,88,07/04/2010), (RSMT,91,07/04/2010), (RSMT,92,14/04/2010),
5
Strategi 7: Menghindari
(RSMT,51,10/03/2010), (RSMT,52,10/03/2010), commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyebutan penutur dan
(RSMT,57,23/03/2010), (RSMT,63,23/03/2010),
lawan tutur
(RSMT,64,23/03/2010), (RSMT,65,23/03/2010), (RSMT,69,23/03/2010), (RSMT,70,23/03/2010), (RSMT,72,23/03/2010), (RSMT,74,23/03/2010), (RSMT,82,05/04/2010).
6
Kombinasi Strategi 1 dan
(RSMT,55,23/03/2010).
Strategi 5: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung dan Memberi Penghomatan 7
Kombinasi Strategi 1 dan
(RSMT,47,10/03/2010), (RSMT,59,23/03/2010),
Strategi 7: Menggunakan
(RSMT,72,23/03/2010).
Ungkapan secara Tidak Langsung dan Menghindari Penyebutan penutur dan lawan tutur
8
Kombinasi Strategi 2 dan
(RSMT,56,23/03/2010).
Strategi 5: Menggunakan Pertanyaan Berpagar dan Memberi Penghomatan 9
Kombinasi Strategi 4 dan
(RSMT,02,10/03/2010), (RSMT,22,10/03/2010),
Strategi 5: Meminimalkan
(RSMT,67,23/03/2010), (RSMT,68,23/03/2010),
Paksaan dan Memberi
(RSMT,91,07/04/2010). commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghomatan 10
Kombinasi Strategi 1,
(RSMT,76,23/03/2010).
Strategi 4 dan Strategi 7: Menggunakan Ungkapan secara Tidak Langsung, Meminimalkan Paksaan dan Menghindari Penyebutan penutur dan lawan tutur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Dalam penulisan ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut merupakan simpulan dari penulisan ini. 1. Wujud tindak tutur direktif yang terdapat dalam RSMT sebanyak 7 jenis tindak tutur direktif yang digunakan oleh A dalam mengutarakan maksudnya. Tindak tutur
direktif
tersebut
meliputi
tindak
tutur
meminta,
menasihati,
menyarankan, melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tindak tutur direktif membujuk sering sekali digunakan oleh A dalam mengutarakan maksud atau keinginannya, ditunjukkan dengan ditemukannya lima puluh satu data yang mencerminkan tindak tutur direktif membujuk. 2. Wujud realisasi strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT sebanyak lima bentuk strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. Kelima strategi itu yaitu (a) strategi 1, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, (b) strategi 2,
yaitu
menggunakan
pertanyaan
berpagar,
(c)
strategi
4,
yaitu
meminimalkan paksaan, (d) strategi 5, yaitu memberi penghormatan, (e) strategi 7, yaitu menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. Dalam RSMT juga ditemukan lima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif yang digunakan oleh A, untuk mengurangi potensi ancaman muka negatif B1. commit to user
101
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelima kombinasi strategi itu yaitu (a) strategi 1 dan strategi 5, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan memberi penghormatan, (b) strategi 1 dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung dan menghindari penyebut penutur dan lawan tutur, (c) strategi 2 dan strategi 5, yaitu menggunakan pertanyaan berpagar dan memberi penghormatan, (d) strategi 4 dan strategi 5, yaitu meminimalkan paksaan dan memberi penghormatan, serta (e) strategi 1 strategi 4, dan strategi 7, yaitu menggunakan ungkapan secara tidak langsung, meminimalkan paksaan dan menghindari penyebutkan penutur dan lawan tutur. Dari kelima bentuk strategi kesantunan dan kelima bentuk kombinasi strategi kesantunan negatif, bentuk strategi kesantunan negatif yang sering digunakan oleh A untuk mengurangi daya ancaman terhadap muka negatif B1 maupun B2 yaitu strategi 5, yakni memberi penghormatan kepada lawan tuturnya, ditunjukan dengan adanya empat puluh dua data yang menunjukkan penerapan strategi kesatunan negatif dengan memberikan penghormatan.
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini penulis memberikan saran sebagai berikut. 1. Para pemerhati bahasa dapat menggunakan hasil penulisan ini sebagai bahan acuan untuk meneliti kajian pragmatik secara lebih mendalam baik bersifat pengulangan maupun perluasan dari sudut pandang yang lain. 2. Penulisan tentang tindak tutur direktif dan strategi kesantunan negatif dalam RSMT ini merupakan salah satu penulisan yang hendaknya akan dianalisis lebih luas lagi dengan menggunakan pendekatan yang berbeda. Penulis berharap agar penulisan mendatang lebih mendalam dan berkualitas demi pengetahuan mengenai penerapan berbagai jenis kajian dalam analisis tindak tutur maupun strategi kesantunan.
commit to user