TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA KELAS (KAJIAN MIKROETNOGRAFI TERHADAP BAHASA GURU) Oleh Dian Etikasari* Pembimbing: (I) Prof. Dr. Anang Santoso, M.Pd, (II) Dr. Yuni Pratiwi, M.Pd Email:
[email protected]
Abstrac: This study aims to describe the form, function, and the directive speech act in the context of classroom discourse. This study used a qualitative descriptive approach to the type of research mikroetnografi. From the research found the shape and functions of directive speech acts in classroom discourse include: order, requirements, requestives, invitation, prohibitives, suggested, and persuasion while the directive speech act is found in the context of learning in the introductory activity, essence, and closing Key Word: directive speech acts, discourse of class, language teachers Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan konteks tindak tutur direktif dalam wacana kelas. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian mikroetnografi. Dari hasil penelitian ditemukan bentuk dan fungsi tindak tutur direktif dalam wacana kelas meliputi:suruhan, memerintah, meminta, ajakan, desakan, larangan, menyarankan, dan bujukan sedangkan tindak tutur direktif ditemukan pada konteks pembelajaran pada kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.
Kata kunci: tindak tutur direktif, wacana kelas, bahasa guru Penggunaan bahasa merupakan realitas interaksi komunikasi guru dan siswa yang berlangsung dalam kegiatan belajar mengajar. Guru dalam kegiatan berkomunikasi tersebut harus mampu berkomunikasi dengan baik untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa sehingga menjadi siswa yang aktif. Komunikasi tersebut diwujdukan melalaui tindak bahasa salah satunya, yaitu tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif merupakan tuturan yang dimaksudkan untuk untuk memancing respon siswa agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran di kelas yang nantinya akan bermanfaat bagi siswa. Dalam penelitian ini terkait dengan tindak tutur direktif dalam wacana kelas permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu bentuk, fungsi, dan konteks tindak tutur direktif dalam wacana kelas. Tindak tutur direktif yang dikaji dalam penelitian ini termasuk dalam tindak ilokusi yang berpijak pada fungsi tuturan. Tindak tutur direktif sebagai jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan pentur. Sedangkan menurut Searle (dalam Leech, 1993:164) tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang bertujuan mengahasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan penutur. Definisi *Dian Etikasari Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Program Studi pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 2012
mengenai tindak direktif di atas dijadikan sebagai acuan untuk melakukan kajian terhadap tindak tutur direktif guru. Dengan demikian, tindak ujaran guru dapat dikategorikan ke dalam tindak tutur direktif apabila (a) tuturan digunakan untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu, (b) tuturan menghasilkan suatu efek berupa tindakan mitratutur (siswa). Klasifikasi tindak direktif secara lebih rinci dipaparkan oleh Ibrahim (1993:27—33), yaitu Requertives, Question Requierments Prohibitives, dan Permissives. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian mikroetnigrafi merupakan wujud dari pemanfaatan penelitian etnografi bagi peneliti kelas yang bertujuan mendeskripsikan tuturan dan peristiwa di sekitar kehidupan sebuah kelompok serta menafsirkan maknanya. Peneliti bertindak sebagai instruments utama. Sumber data penelitian diperoleh dari tuturan guru di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu peneliti tidak terlibat komunikasi antara guru dan siswa, peneliti hanya menjadi pengamat penuh dalam penggunaan bahasa guru dalam pembelajaran di kelas. Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu observasi, perekaman, transkrip data, identifikasi data. Selanjutnya untuk menganalisis data , secara teoretis penelitian ini menggunakan model interaktif, yakni sesuai dengan konteks sosial dalam interaksi di kelas (Milles dan Huberman, 1992:20), yaitu melalui perekaman dan mencatat konteks pembelajaran, transkrip data, identifikasi data, serta penyimpulan. Untuk memeroleh hasil yang diharapkan peneliti melakukan pengecekan keabsahan temuan dengan melakukan ketekunan pengamatan, triangulasi pemeriksaan sejawat melalui diskusi dengan cara mengekspos hasil sementara atau akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan teman-teman sejawat (Moleong, 2010:332). HASIL PENELITIAN Tuturan guru Coba Dimas Aldo duduk sama Viki! Nanti kalau Viki ngomong ae di taruh di belakang ya? Tuturan tersebut termasuk dalam bentuk tindak tutur direktif suruhan yang digunakan oleh guru untuk mengatur ketertiban siswa di dalam kelas sehingga tercipta pembelajaran yang kondusif. Tuturan tersebut berfungsi menyuruh siswa agar siswa berpindah tempat duduk sesuai dengan yang dikehendaki oleh guru. Tuturan tersebut tampak pada konteks menyiapkan kondisi kelas pada kegiatan pendahuluan. Tindak tutur direktif dengan bentuk memerintah dituturkan oleh guru pada saat membahas contoh soal. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan di LKS kamu yang berat halaman 40 lihat dipahami! Tuturan tersebut berfungsi agar siswa memfokuskan pandangan dan perhatian siswa pada teks LKS dengan hadirnya kata lihat. Tuturan tersebut dituturkan oleh guru pada konteks membahas soal latihan pada kegiatan inti. Bentuk tindak tutur direktif berupa permintaan dituturkan oleh guru pada waktu membahas soal persiapan UAS. Tuturan yang digunakan diawali dengan tolong. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan Tolong setiap mendapatkan soal dibaca bener-bener soalnya, jangan asal menjawab! Tuturan tersebut berfungsi meminta
kepada siswa untuk mengerjakan soal dengan cermat sesuai dengan yang dikehandaki oleh guru. Tuturan tersebut digunakan oleh guru pada kontke mengerjakan soal latihan pada kegiatan inti. Penggunaan bentuk tindak tutur direktif ajakan dituturkan guru pada waktu guru menyampaikan materi dengan tuturan mari kita pelajari PKN! tuturan tersebut memiliki fungsi mengajak siswa untuk belajar PKN yang dituturkan oleh guru pada konteks apersepsi di awal pembelajaran pembelajaran. Bentuk tindak tutur desakan dituturkan oleh guru dalam memberikan contoh soal yang dituturkan guru dalam kalimat Iya coba Dita ke depan ayo Nak! Kata apa yang ingin kamu tulis di sini? Apa ayo satu saja satu kata! Tuturan tersebut berfungsi mendesak siswa agar mau menuliskan kata di papn tulis dan agar siswa merasa termotiviasi dalam pembelajaran. Tuturan tersebut dituturkan pada kegiatan inti pada konteks menjelaskan contoh kepada siswa. Tuturan imperatif yang berbentuk larangan dapat dilihat pada tuturan Hayo punya Dimas mana? Kerjakan sendiri ya! Jangan ganggu temannya! Fungsi tuturan tersebut agar siswa tidak melakukan sesuatu sesuai dengan larangan guru, yaitu mengganggu temannya. Guru menuturkan tuturan tersebut pada konteks mengerjakan soal latihan pada kegiatan inti. Dalam wacana kelas, tindak tutur direktif yang berbentuk saran digunakan oleh guru pada saat menjelaskan materi pengukuran. Tuturan Bisa pakai meteran bisa ya!, kalau satuannya cm itu bisa pakai meteran bisa pakai penggaris! Kalau ada soal yang menyuruh kalian mengukur pakai depa pakai tangan kalian pakai langkah kaki kalian termasuk dalam tindak tutur direktif menyarankan yang berfungsi agar
siswa melakukan sesuatu sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh guru berdasarkan materi pembelajaran yang dijelaskan. Tuturan tersebut dituturkan pada kegiatan inti pada konteks menjelaskan konsep materi kepada siswa. Tuturan direktif dengan bentuk bujukan dituturkan oleh guru pada waktu memulai pembelajaran dalam konteks menyampaikan salam dan memberikan perhatian kepada siswa. Hal tersebut dapat dilihat dalam tuturan guru pada waktu menuturkan salam hai..hai..serta memberikan perhatian kepada siswa dengan tuturan apa kabar? Lo, sehat semua kok koyo anu ya loyo kabeh jawabannya? Haduuhh ya opo wi, ayo diulangi! Apa kabar? Pada tuturan tersebut terlihat bahwa fungsi direktif bujukan untuk membujuk siswa agar mau melakukan sesuatu sesuai dengan yang dituturkan oleh guru, yaitu untuk mengulangi jawaban atas sapaannya.
PEMBAHASAN Kridalaksana (1993:31) yang menyatakan bahwa suruhan merupakan tuturan yang berusaha agar pendengar melakukan sesuatu sesuai dengan pembicara. Penggunaan awalan coba dimaksudkan untuk memperhalus tuturan karena dengan menggunakan awalan coba siswa tidak akan merasa diposisikan lebih rendah keberadaannya di dalam kelas sehingga kelas akan terasa nyaman bagi siswa. Hamalik (2009:113) menyatakan bahwa faktor lingkungan sekolah besar pengaruhnya kepada siswa terhadapa perkembangan perilaku anak. Guru dalam kegiatan membahas soal yang melibatkan siswa dalam kegiatannya menggunakan tuturan direktif memerintah. Ibrahim (1993:28)
menyatakan bahwa memerintah termasuk dalam bentuk direktif requirment yang berarti ekspresi penutur menghendaki mitratuturnya untuk melakukan sesuatu karena memiliki alasan cukup bagi mitratuturnya dan posisis penutur di atas mitratutur. Ibrahim, (1993:28) menyatakan bahwa meminta termasuk dalam bentuk direktif requestives yang berarti meminta dalam mengucapkan penutur memohon kepada mitratutur apabila penutur mengekspresikan keingninan bahwa mitratutur melakukan sesuatu sesuai yang dikehendaki oleh penutur dengan maksud bahwa mitratutur melakukan sesuatu karena keinginan. Jadi, dalam pembelajaran di kelas guru menggunakan tuturan direktif permintaan tidak hanya sekadar memberitahukan sesuatu kepada mitar tuturnya, tetapi penutur juga bermaksud agar mitra tutur melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh penutur. Permintaan disampaikan oleh guru yang memiliki kuasa atau hal yang diminta. Selain itu, agar permintaan dapat dikabulkan oleh orang yang dimintai, maka pemakaian tuturan direktif yang dituturkan oleh guru diawali dengan tolong. Penggunaan tuturan tindak tutur direktif ajakan muncul pada konteks mengerjakan soal latihan. Pada dasarnya tuturan direktif ajakan bermaksud untuk mengundang seseorang. Ibrahim (1993:28) menyatakan tuturan direktif ajakan termasuk dalam bentuk tindak direktif requestives, yaitu meminta, mengemis, memohon, mengajak, mendorong. Bagi siswa yang merupakan asli orang jawa dengan munculnya tuturan direktif ajakan akan merasa memiliki kehormatan tersendiri karena dianggap “ada” keberadaannya di dalam kelas. Selain itu, penggunaan awalan mari yang dituturkan oleh guru yang merupakan orang jawa bermaksud untuk memperhalus ajakan karena dalam penutur jawa kata mari sepadan dengan monggo dalam bahasa jawa merupakan perintah halus dengan cara mempersilahkan. Tuturan tersebut bisa dikatakan santun karena memberikan penghargaan kepada mitra tuturnya. Tuturan ajakan yang dituturkan oleh guru yang diawali mari, hal ini sesuai dengan pendapat Rahardi (2010:106), yang menyatakan ajakan biasanya ditandai ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan mari. Ibrahim (1993:29) mendesakan termasuk dalam bentuk direktif requestives, yaitu mengekspresikan keinginan penutur sehingga mitratutur melakukan sesuatu, selain itu mengekspresikan maksud penutur bahwa penutur mengaharapkan kepatuhan sehingga mitratutur menyikapi keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan untuk bertindak. Dalam tuturannya guru menggunakan awalan hayo yang divariasiakan menjadi ayo, serta penekanan frasa kunci berdasarkan materi pembelajaran siswa. Rahardi berpendapat (2010:100) lazimnya kalimat desakan menggunakan awalan harus untuk memberikan penekanan maksud desakan tersebut. Dalam proses pembelajaran guru menggunakan tuturan direktif larangan pada waktu menegakkan kedisiplinan siswa. Larangan digunakan oleh penuturnya untuk melarang mitra tuturnya melakukan sesuatu seperti yang disebutkan oleh penutur. Ibrahim (1993:32) menyatakan bahwa larangan termasuk dalam bentuk tuturan direktif prohibitives yang artinya larangan, yaitu perintah/suruhan supaya mitratutur tidak mengerjakan sesuatu. Biasanya, intonasi dari tuturan ini bersifat lebih tinggi dan dengan volume yang keras. Kesantunan pemakaian tuturan larangan yang dituturkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas ditandai dengan penanda kesantunan jangan. Pemilihan penanda kesantunan ini dirasa lebih halus
daripada pemakaian kata dilarang atau tidak boleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahardi (2010:109), yang menyatakan bahwa larangan dalam bahasa Indonesia, biasanya ditandai dengan penanda kata jangan. Siswa harus bisa bersikap disiplin karena hal tersebut penting. Sesuai dengan pendapat Raka (2011:113) bahwa orang yang memiliki disiplin tinggi mempunyai kepekaan terhadap atau mampu dengan jelas “melihat dan merasakan” dampak buruk tindakan yang tidak disiplin, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Guru dalam menjelaskan konsep materi pelajaran kepada siswa menggunakan tuturan direktif menyarankan kepada siswa terkait dengan materi yang dijelaskan agar siswa tidak mengalami kesalahan dalam memahami materi yang disampaikan. Guru tidak hanya sekadar menyampaikan sesuatu kepada siswa, tetapi guru juga bermaksud agar siswa melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh guru. Ibrahim (1993:33), yang menyatakan bahwa menyarankan termasuk dalam bentuk advisories, yaitu menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, dan mendorong yang artinya apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitratutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan tindakan itu merupakan kepentingan mitratutur. Dalam kegiatan pembelajaran menjelaskan konsep materi kepada siswa harus dilakukan agar siswa tidak mengalami kesalahan dalam memahami materi pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hamalik (2009:60) bahwa menyampaikan konsep perlu dilaksanakan guru karena dalam hal ini menyampaikan bahan baru kepada siswa berupa materi pembelajaran yang nantinya disertai dengan ilustrasi contoh. Penggunaan direktif bujukan dalam wacana kelas muncul pada waktu guru membuka pelajaran. Bujukan biasanya disisipi dengan rayuan agar mitra tuturnya agar mau melakukan sesuatu seperti yang diminta oleh penuturnya. Hal tersebut sependapat dengan Suyono (1990:44) bahwa membujuk merupakan merayu mempersenang hati mitratutur. Tuturan yang disampaikan oleh guru merupakan salah satu bentuk perhatian guru kepada siswa dengan mengucapkan salam dan menanyakan kabar siswa yang disampaikan dengan tuturan bujukan. Perhatian perlu diberikan kepada siswa agar siswa merasa termotivasi dalam kegiatan pembelajaran dan diakui keberdaannya di dalam kelas. Hamalik (2009:196) menyatakan bahwa guru perannya tak terbatas sebagai pengajar saja, tetapi juga bertugas membantu siswa, mendorong mereka secara optimal dalam proses pembelajaran.
SIMPULAN Bentuk tindak tutur direktif dalam wacana kelas dapat disimpulkan meliputi (1) bentuk tindak tutur direktif suruhan, (2) bentuk tindak tutur direktif perintah, (3) bentuk tindak tutur direktif permintaan, (4) bentuk tindak tutur direktif ajakan, (5) bentuk tindak tutur direktif desakan, (6) tindak tutur direktif larangan, (7) bentuk tindak tutur direktif menyarankan, dan (8) bentuk tindak tutur direktif bujukan. Penggunaan fungsi tindak tutur direktif dalam wacana kelas meliputi (1) fungsi tindak tutur direktif suruhan dalam proses pembelajaran, (2) fungsi tindak tutur direktif perintah dalam proses pembelajaran, (3) fungsi tindak tutur direktif permintaan dalam proses pembelajaran, (4) fungsi tindak tutur direktif ajakan
dalam proses pembelajaran, (5) fungsi tindak tutur direktif desakan dalam proses pembelajaran, (6) fungsi tindak tutur direktif larangan dalam proses pembelajaran, (7) fungsi tindak tutur direktif menyarankan dalam proses pembelajaran, dan (8) fungsi tindak tutur direktif bujukan dalam proses pembelajaran. Konteks tindak tutur direktif dalam wacana kelas ditemukan pada kegiatan pendahuluan, inti, dan akhir pada pembelajaran meliputi (1) kegiatan pendahaluan terdiri dari (a) tindak tutur direktif dalam wacana kelas pada konteks menyiapkan kondisi kelas, (b) tindak tutur direktif ajakan dalam wacana kelas pada konteks apersepsi, (c) tindak tutur direkti bujukan dalam wacana kelas pada konteks menyampaikan salam dan memberikan perhatian; (2) pada konteks kegiatan inti terdiri dari (a) tindak tutur direktif suruhan dalam wacana kelas pada konteks mengevaluasi hasil tugas, (b) tindak tutur direktif suruhan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan konsep materi, (c) tindak tutur direktif memerintah dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan contoh, (d) tindak tutur direktif permintaan dalam wacana kelas pada konteks memberikan perhatian dan motivasi, (e) tindak tutur direktif ajakan dalam wacana kelas pada konteks mengevaluasi hasil latihan, (f) tindak tutur direktif desakan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan contoh, (g) tindak tutur direktif desakan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan konsep materi, (h) tindak tutur direktif larangan dalam wacana kelas pada konteks kedisiplinan, (i) tindak tutur direktif bujukan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan contoh, selanjutnya (3) pada kegiatan akhir ditemukan tuturan direktif, yaitu tindak tutur direktif desakan dalam wacana kelas pada konteks mengevaluasi tugas siswa. SARAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru SD dalam memilih dan menggunakan tindak tutur direktif dalam bentuk, fungsi, dan konteks dalam pembelajaran serta guru membiasakan untuk menggunakan bahasa yang baku dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, komunikasi antara guru dan siswa sebagai salah satu bentuk membangun komunikasi yang sehat sehingga siswa memeroleh pembelajaran yang bermakna. Untuk peneliti berikutnya jangkuan masalah dalam penelitian ini perlu diperluas lagi karena penelitian ini hanya membahas tindak tutur direktif guru terhadap siswa. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian yang membahas tindak tutur direktif siswa terhadap guru dan siswa terhadap siswa dalam wacana kelas. Selain itu, kajian dalam wacana kelas masih luas selain tindak tutur direktif, misalnya tindak tutur lain yang digunakan dalam wacana kelas, yaitu penanda (marker), pengantar (starter), pemeriksaan (check), informatif, dorongan (prompt), petunjuk (clue), isyarat (cue), tawaran (bid), penunjukan, pengakuan (acknoledge), jawaban (replay), reaksi, komentar, persetujuan (accept), penilaian/evaluasi, tekanan diam (silent stress), kesimpulan, putaran (loop), dan sampingan (aside). Demikian beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan sebagai implikasi hasil penelitian. Peneliti berharap ada peneliti-peneliti lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini.
Daftar Rujukan Hamalik, O. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Ibrahim, A. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional Kridalaksana, H. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Milles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Molleong, L.J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rahardi, K. 2010. Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia). Jakarta: Erlangga. Rakka, G. 2011. Pendidikan Karakter di sekolah dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta: PT Elex Media Gramedia. Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan Pengajarannya. Malang: YA3 Malang. Leech, G. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.