TIM PENULIS Tim Rating GBCI Ir. Rana Yusuf Nasir, I. P. M. Lestari Suryandari, S. P., M. Si. Anky C. J. Padmadinata, M. Sc. Yodi Danusastro, S. T. Dian Fitria, S. T., M. Sc. Yanu Aryani, S. Si. Rahmi Novalia, S. T., M. Sc. Teuku Muhammad Zulfadly, S. T. Ibnu Malik, S. Si. TAG untuk Appropriate Site Development Iwan Prijanto (Ketua), Core Founder GBCI Anggia Murni, Core Founder GBCI Dr. Ir. Srihartiningsih Purnomohadi, M. Sc., Core Founder GBCI Prasetyoadi, Core Founder GBCI Quintarina Uniaty, Ph. D., Core Founder GBCI Ir. Timmy Setiawan, IAI, Core Founder GBCI TAG untuk Energy Efficiency and Conservation Ir. Agus Sudjadi Tjokrorahardjo (Ketua), Core Founder GBCI Ir. Achmad Yani Chaidir, M. T., I. P. M., Core Founder GBCI Dick Arnan, Core Founder GBCI Dion Anandityo, Surbana Technologies Eka Sediadi Rasyad, Core Founder Eko Wisaksono, PT Bita Enarcon Engineering Herman Endro, Core Founder GBCI HP Manullang, Core Founder GBCI Kafi'uddin, PT Summarecon Agung, Tbk. M. Sacha J. van Diest, Core Founder GBCI Romanus, Sinta Marino, PT Philips Indonesia Ir. Sri Oetari Saleh, PT Pertamina (Persero) Yosef Lim Tjay Ong, G-Energy Global Pte. Ltd. Dra. Yulia Sulasmi, M. K3, PT Pertamina (Persero) TAG untuk Water Conservation Jimmy S. Juwana (Ketua), Core Founder GBCI Dwi Joko Anggoro, PT Surya Toto Indonesia, Tbk. Hendry Tanuwidjaja, PT Surya Toto Indonesia, Tbk. Hendry Wijaya, PT Surya Toto Indonesia, Tbk. Mahfudin, PT Surya Toto Indonesia, Tbk. Sunardi H., PT Surya Toto Indonesia, Tbk.
TAG untuk Material Resources and Recycle Ir. Dina Hartadi (Ketua), Core Founder GBCI Anto P. Suparmanto, PT Cipta Mortar Utama Ir. Asmady Parman, Core Founder GBCI Bambang Sukoaji, PT Knauf Gypsum Indonesia Esther Tiurma, PT Knauf Gypsum Indonesia Eva H., PT Knauf Gypsum Indonesia Gunawan Salim, PT Sumalindo Lestari, Tbk. Dra. Ika Yuni Purnama, M. Hum., Core Founder GBCI Irene Pirokida Hasugian, Jotun Mulyo Soetomo, Toucanecofloors Naning Adiwoso, Core Founder GBCI Raymond Irawan, PT Duta Sarana Perkasa Rudi Gunawan, PT Sumalindo Lestari, Tbk. Moh. Sigit Kusbandono, S. T., PT Cipta Mortar Utama Slamet Widjaja, PT Duta Sarana Perkasa TAG untuk Indoor Air Health and Comfort Priyanto H. S. (Ketua), Core Founder GBCI Ahmad Djuhara, Core Founder GBCI Bintang Nugroho, Core Founder Gregorius Wahyu Kurniawan, S. T., PT Holcim Indonesia John Budi L., Core Founder TAG untuk Building and Environment Management Tondy O. Lubis, Core Founder GBCI Slamet Ristono, PT Grand Indonesia Totok Sulistiyanto, Core Founder GBCI
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas terselesaikannya buku Panduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREEENSHIP Versi 1.0, yang merupakan hasil studi Direktorat Rating dan Teknologi dari Konsil Bangunan Hijau Indonesia (Green Building Council of Indonesia – GBCI). Proses penyelesaian buku ini melibatkan sejumlah tenaga ahli dan profesional dari berbagai disiplin ilmu dan instansi terkait. Diharapkan, terbitnya buku ini akan menjadi tonggak penting dalam penerapan konsep bangunan hijau (green building) di Indonesia. Panduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP Versi 1.0 ini disusun dengan maksud membantu dimulainya praktik green building di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan dapat terjadi transformasi pasar dan perilaku. Panduan ini juga diharapkan dapat membantu untuk memperkenalkan green building kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi proses edukasi yang berujung kepada perilaku hidup yang green. Oleh sebab itu, GBCI sebagai badan independen yang diakui oleh World Green Building Council (WGBC) merasa terpanggil untuk berperan serta dalam melakukan tugas ini, dengan menyusun perangkat penilaian yang disusun disesuaikan dengan kondisi dan budaya di Indonesia. Dalam hal ini, kami terbuka terhadap umpan balik dan kritik yang membangun dari pihak mana pun, sehingga dengan demikian diharapkan terjadi perbaikan yang bersifat terus-menerus pada perangkat ini, yang tentunya akan berakibat pada semakin majunya industri bangunan di Indonesia dalam menerapkan konsep green building. Pada kesempatan yang berharga ini, kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan founder (core dan corporate), para tenaga ahli, dan tim penyusun yang berperan serta secara aktif dalam penyusunan ini.
Jakarta, 17 Juni 2010 Hormat kami, Konsil Bangunan Hijau Indonesia
Naning Adiwoso (Ketua Umum)
KATA PENGANTAR
Buku Panduan Penerapan Bangunan Hijau GREENSHIP Versi 1.0 ini memuat sistem perangkat penilaian bangunan hijau yang merupakan penyempurnaan akhir dari panduan kerangka konsep versi pertama dan kedua. Sistem ini akan digunakan dalam melakukan sertifikasi green building di Indonesia. Oleh karena itu, panduan penerapan tidak hanya berisi tolok ukur dan poin nilai seperti versi sebelumnya, melainkan juga sudah dilengkapi dengan pengantar kepada proses sertifikasi dan prosedur yang harus dilakukan sehingga dapat melaksanakan fungsinya. Panduan ini merupakan kumpulan dari praktik-praktik terbaik serta pengetahuan yang tersebar, dan terdiri atas berbagai disiplin ilmu yang kemudian dirangkum dan dikelompok-kelompokkan. Dalam proses penyusunannya, panduan ini telah melalui serangkaian proses dan diskusi dengan para ahli dari berbagai disiplin ilmu, kemudian dilegitimasi melalui proses Konsensus Nasional. Tentunya isinya akan terus-menerus mengalami penyempurnaan seiring dengan waktu, kemajuan teknologi, serta perkembangan keahlian dan ilmu pengetahuan dari para profesional dan industri bangunan yang menerapkannya. Selanjutnya, diharapkan pula akan terjadi suatu proses berkesinambungan yang mendorong peningkatan kinerja dari industri konstruksi dan bangunan di Indonesia, sehingga dapat bersaing dengan standar internasional. Dalam penyusunan ini, tentu masih dijumpai sejumlah kekurangan, kekurang-tepatan, serta struktur penulisan yang masih harus disempurnakan. Oleh sebab itu, kami selalu terbuka terhadap masukan, komentar, koreksi, serta usulan untuk butir-butir rating dan hal-hal lain berdasarkan pengalaman dan pengetahuan, sehingga dapat terjadi proses perbaikan yang berkelanjutan terhadap perangkat penilaian GREENSHIP versi-versi berikutnya. Untuk itu, semua saran, komentar, dan usul dapat dikirimkan melalui email ke
[email protected]. sehingga dapat dipertimbangkan dan diolah oleh Direktorat Rating dan Teknologi GBCI untuk versi-versi selanjutnya. Terakhir, perlu ditekankan bahwa panduan ini hanya akan terus berkembang bila melalui proses penerapan dan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Oleh karena itu, kami mengharapkan partisipasi aktif dari kalangan industri dalam membangun industri bangunan di Indonesia. Jakarta, 17 Juni 2010
Hormat Kami, Direktorat Rating & Teknologi Konsil Bangunan Hijau Indonesia
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH RINGKASAN RATING RINGKASAN TOLOK UKUR
0-1 0-2 0-3 0-4 0-5 0-6 0-7
PENDAHULUAN
1-1 1-2 1-3 1-4 1-5
LATAR BELAKANG TUJUAN FILOSOFI GREENSHIP PROSES PENYUSUNAN Guidelines v1 Framework v2 Framework v3 Konsensus Nasional
SISTEMATIKA GREEN SEBAGAI TUJUAN NEW BUILDING/ BANGUNAN BARU ELIGIBILITY TOLOK UKUR ACCREDITED PROFESSIONAL PERANGKAT PENILAIAN Kategori Rating Prerequisite Nilai Point Bonus
ELIGIBILITY
2-1 2-2 2-3 2-4 2-5 2-6 2-7
3-1
Tujuan Latar belakang
RATING & PENILAIAN Appropriate Site Development (Tepat Guna Lahan) Energy Efficiency and Conservation (Efisiensi dan Konservasi Energi)
4-6 4-8
Water Conservation (Konservasi Air) Material Resources and Cycle (Sumber dan Siklus Material)
4-18 4-27 4-35
Indoor Air Health and Comfort (Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan)
4-44 Building and Environment Management (Manajemen dan Lingkungan Bangunan)
SERTIFIKASI PROYEK
5-1
DAFTAR PUSTAKA
6-1
TABEL
6-10
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Fasilitas Umum untuk Rating ASD 2 Tabel 2. Koefisien Limpasan (Runoff) Air Hujan untuk Rating ASD 7 Tabel 3. Kebutuhan Air untuk Rating WAC 1 Tabel 4. Kemampuan Fixtures untuk Rating WAC 2 Tabel 5. Standar Batas VOC pada Aplikasi Material Bangunan untuk Rating IHC 3
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN Adjusment
AHU Air conditioning Albedo
: Suatu usaha untuk mengatur besaran (parameter) operasional dari suatu peralatan sehingga unjuk kerja dari peralatan tersebut sesuai dengan perencanaan : Air handling unit atau unit pendistribusian udara dingin : Pengondisian udara : Daya refleksi panas matahari suatu permukaan yang dapat memengaruhi heat island effect
AP
:
ASD Balast
: Appropriate site development : Alat yang dipasang pada lampu fluoresen dan lampu pelepasan gas lainnya untuk membantu dalam penyalaan dan pengoperasiannya
BEM Best practise BMKG BPO Brownfield
: : : : :
CFC
:
Cfm
:
CO2 Comissioning
: :
Cooling load Cooling tower
: :
COP
:
Data centre
:
Database
: Data dasar yang terdiri atas kumpulan data yang terorganisasi untuk satu atau lebih penggunaan
Accredited professional, yaitu seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi, bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi
Building environmental management Praktik terbaik yang dapat dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bahan perusak ozon Lahan bekas industri atau fasilitas komersial yang dapat digunakan kembali dengan terlebih dahulu dilakukan pembangunan atau rehabilitasi lahan Chloro fluorocarbon, merupakan bahan refrigerant yang memiliki potensi merusak lapisan Ozon Cubic feet per minute, merupakan satuan kecepatan arus larutan dalam satuan kaki kubik per menit Carbon dioxide Serangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengujian suatu obyek untuk meyakinkan bahwa obyek yang diperiksa dan diuji, baik alat demi alat maupun sebagai suatu sistem, telah berfungsi sebagaimana mestinya dan memenuhi persyaratan kontrak sehingga dapat dinyatakan siap untuk dioperasikan, dan secara resmi dapat diserahterimakan oleh perencana kepada pengelola gedung Beban pendingin pada sistem pengondisian udara Alat pembuang panas yang tidak berguna ke atmosfer melalui pendingan aliran air Coefficient of performance, yaitu perbandingan antara kalor bersih yang dilepaskan (net heat removal) dan total masukan energi, yang dinyatakan dalam unit yang konsisten dan di bawah kondisi yang ditetapkan dalam perencanaan Merupakan sebuah fasilitas yang digunakan untuk sistem komputer utama dan komponen-komponen yang tergabung di dalamnya, seperti halnya telekomunikasi dan sistem penyimpanan
Drainase
: Tindakan teknis penanganan kelebihan air yang disebabkan oleh hujan, rembesan, irigasi, atau buangan air rumah tangga dengan cara mengalirkan, menguras, membuang, meresapkan dengan tujuan akhir mengembalikan ataupun meningkatkan fungsi kawasan
EEC Energy modelling software
: Energy efficiency conservation : Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan simulasi penggunaan energi pada gedung designed yang dibandingkan dengan gedung baseline
F&B
: Food and beverages, adalah sektor/industri yang mengkhususkan konsepsi atas pembuatan dan distribusi pangan
FAKO Fit-out
: Faktur angkutan kayu olahan : Aktivitas mengimplementasikan desain interior pada ruang yang telah ditentukan : Ukuran tingkat kekuatan cahaya yang diterima oleh mata manusia : Zat kimia organik yang penting bagi industri material bangunan berupa gas dan berbau tajam yang biasa digunakan sebagai perekat pada kayu komposit : Forest Stewardship Council, yaitu lembaga internasional yang menyertifikasi produk kayu beserta sistem produksinya
Fluks luminus (lumen) Formaldehyde
FSC Gravity GBCI Gedung baseline
Gedung designed
Global warming
: Teknologi yang digunakan untuk membersihkan kotoran pada WC dengan menggunakan potensi gravitasi : Green Building Council Indonesia : Gedung yang digunakan sebagai acuan penggunaan energi dimana komponen-komponennya berdasarkan SNI, keputusan pemerintah, dan peraturan yang ada : Gedung yang akan dibangun. Gedung ini akan dibandingkan dengan gedung baseline untuk mengetahui perbedaan penggunaan energinya sesuai dengan desain yang telah direncanakan. : Proses peningkatan suhu rata-rata global pada permukaan bumi yang meliputi atmosfer, laut, dan daratan
Grade emission factor Green building
: Konversi antara CO2 dan energi listrik : Bangunan ramah lingkungan yang dicapai baik dari tahap perencanaan, pembangunan maupun pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari
Green practice Green product
: Praktik-praktik yang mengimplementasikan konsep ramah lingkungan : Produk ramah lingkungan yang mempertimbangkan beberapa ketentuan dampak lingkungan, antara lain bahan baku produk, proses produksi, emisi produk, dan sumber bahan baku produk
Halon
: CFC yang mengandung bromin, yang merupakan gas perusak ozon dengan ODP < 1 : Bagian dari lansekap yang dikenal sebagai elemen keras atau bagian dari taman yang bersifat padat : Hydro chloro fluoro carbon, yang merupakan gas perusak ozon dengan ODP < 1 : Penanda yang diberikan untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan ciri khas tertentu
Hardscape HCFC Icon/landmark IHC Iluminasi
: Indoor air health and comfort : Fluks luminus yang datang pada permukaan atau hasil bagi antara fluks cahaya dengan luas permukaan yang disinari dinyatakan dalam lux
Infrared Introduksi udara luar ISO 14001
Kawasan lindung
Kawasan perkotaan
Klaustrofobia Kondensasi kWh Laminating adhesive LEI Loker Lux sensor Make up water cooling tower Material modular measuring-adjusting instruments
: Sinar tidak tampak pada spektrum warna merah dengan panjang gelombang sekitar 750 nm : Kebutuhan udara luar atau kebutuhan laju udara ventilasi bangunan gedung : Suatu standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan (SML) yang meliputi pencegahan polusi, kesesuaian dengan undang-undang yang berlaku, dan perbaikan yang berkesinambungan SML : Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan : Wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi : Rasa takut akan terkurung pada suatu tempat (ruangan) yang sempit dan tertutup : Perubahan suatu zat dari fasa uap menjadi fasa cair : Kilo watt hour, satuan daya listrik yang mengalir selama 1 jam : Bahan perekat pada material finishing : Lembaga Ekolabel Indonesia, yaitu lembaga nasional yang dapat mensertifikasi produk kayu beserta sistem produksinya : Tempat penyimpanan barang yang dilengkapi dengan sistem kunci : Automatisasi sistem yang mengatur tingkat pencahayaan sesuai dengan kebutuhan : Sebagai tambahan untuk kebutuhan air di menara pendingin : Material yang diproduksi dalam modul tertentu di pabrik sesuai dengan kebutuhan pasar : Alat ukur dan alat adjusting. Hasil pengukuruan digunakan untuk melakukan adjusting bila parameter belum sesuai dengan perencanaan
Mekanikal elektrikal
: Hal-hal yang berhubungan dengan desain aktif bangunan yang diatur baik secara mekanis maupun elektrik
MRC Nikotin
: Material resources and cycle : Senyawa kimia organik kelompok alkaloid, kandungan dalam tembakau yang bersifat karsigonik
NLA
: Nett letable area, luasan area gedung komersial yang termasuk komponen hitungan sewa atau jual : Ozone depleting potential, kemampuan suatu zat untuk merusak lapisan ozon : Overall thermal transfer value, yaitu nilai perpindahan panas menyeluruh untuk bidang luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu atau pengukuran rata-rata perpindahan panas dari luar lingkungan ke dalam kondisi bangunan melalui selubung bangunan per satuan luas watt/m2, nilai tersebut bergantung dari sifat konduktivitas suatu bahan : Pemilik gedung : Molekul triatomik yang terdiri dari tiga molekul oksigen yang bersifat reaktif
ODP OTTV
Owner Ozon
Papan partikel
PDAM Phase balance Planter box Pollutant Ppm Prafabrikasi Protokol Montreal
: Rekayasa produk kayu yang diproduksi dari limbah kayu , seperti serpihan kayu, serutan penggergajian, atau bahkan debu gergaji. . Limbah ini diolah menjadi partikel kayu yang dilem, dipadatkan dan di bawah tekanan yang ekstrim menjadi panel yang solid : Perusahaan Daerah Air Minum : Tegangan di antara ketiga fase dalam jala-jala listrik harus seimbang : Wadah tanaman : Zat pencemar : Part per million : Merupakan metode konstruksi yang komponen-komponennya dirakit di pabrik : Piagam perjanjian pada 16 September 1987 di Montreal, berisi perlindungan lapisan ozon dengan menghapus produksi bahan-bahan yang dapat menimbulkan kerusakan lapisan ozon
QS
: Quantity surveyor, yaitu pihak profesional yang bekerja dalam industri konstruksi bangunan dalam bidang estimasi biaya
Ramp Rapid transit
: Jalur untuk pengguna kursi roda dengan kemiringan tertentu : Sistem angkutan transportasi massal yang memiliki kecepatan tinggi pada jalur khusus
Rating tools Recycle
: Perangkat penilaian : Memanfaatkan kembali sisa material atau air dengan cara melalui proses daur ulang menjadi bentuk baru.
Reduce
: Mengurangi sampah (limbah) dengan cara minimalisasi barang atau material yang digunakan : Bahan yang digunakan untuk mengatur suhu sampai mencapai di bawah suhu lingkungan : Lift yang menggunakan energi untuk menghasilkan energi lisrik yang bisa digunakan untuk alat lain berdaya lsitrik rendah
Refrigerant Regenerative drive system Return air grill Reuse Revitalisasi Ruang terbuka hijau (RTH)
Sampah anorganik Sampah organik Sanitasi
SDM
: Tempat masuknya kembali udara dalam ruang yang telah bersikulasi di dalam ruangan ke dalam mesin pendingin untuk dikondisikan : Menggunakan kembali material atau air yang masih dapat digunakan tanpa melalui proses perubahan bentuk : Upaya untuk meningkatkan daya dukung kawasan yang produktivitasnya telah menurun agar vitalitasnya kembali : Area memanjang dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam : Sampah seperti kertas, kardus, kaca/gelas, plastik, serta besi dan logam lainnya : Sampah yang mudah membusuk, antara lain bekas makanan, bekas sayuran, kulit buah lunak, daun-daunan, dan rumput : Usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut : Sumber daya manusia
Selubung bangunan
: Pemisah antara interior dan eksterior sebuah bangunan lingkungan yang berfungsi sebagai kulit terluar untuk melindungi lingkungan dalam ruang (indoor) serta untuk memfasilitasi kontrol iklim
Shuttle bus Sistem flushing
: Moda transportasi yang secara khusus menghubungkan dua titik tujuan : Sistem penggelontoran air untuk membersihkan dan menghanyutkan kotoran yang dimasukkan ke dalam lubang peturasan atau kloset yang dibantu dengan tekanan tertentu. : Sistem yang digunakan sebagai media penghubung antara sumber listrik dan peralatan yang membutuhkan listrik
Sistem kotak kontak Sistem tata cahaya Sistem tata udara
: Sistem yang digunakan untuk mengatur penerangan sesuai dengan fungsi ruang : Sistem yang digunakan untuk mengatur pengondisian udara dalam ruang sesuai dengan kebutuhan
Sleep mode SNI Softscape SPB Stormwater management Stratosfer
: : : : : :
Styrofoam Supplier Tenant Tengkulak
: : : :
TPA
:
TPS
:
Traffic management system UKL dan UPL
: Sistem pengelolaan lalu lintas lift sehingga mencapai waktu tempuh dan konsumsi energy sehingga mencapai efisiensi optimal : Upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan, merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan menjadi dasar untuk menerbitkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. : Katup yang digunakan untuk suatu aliran.
Valve
Mode stand by daya rendah untuk perangkat elektronik Standar Nasional Indonesia Bagian dari lansekap yang merupakan vegetasi Surat pengantar barang Manajemen air limpasan hujan Lapisan kedua dari atmosfer bumi, terletak di atas troposfer dan di bawah mesosfer Nama generik untuk semua busa polystyrene Pihak yang memasok produk kepada konsumen Pengguna gedung Pihak yang membeli hasil pertanian sebelum waktu panen kemudian berhak memanen dan mendistribusikannya ke pasar Tempat pembuangan akhir, yaitu lahan akumulasi akhir penimbunan sampah Tempat pembuangan sementara, yaitu tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dapat dipindahkan secara langsung atau melalui tempat penampungan sampah sementara
Ventilasi Verifier
: Pergerakan udara masuk ke dan keluar dari ruangan tertutup : Petugas yang melakukan verifikasi kesesuaian data proyek terhadap persyaratan yang telah ditentukan
VOC
: Volatile organic compound, yaitu senyawa kimia organik yang memiliki tekanan uap yang cukup tinggi dalam kondisi normal secara signifikan sehingga mudah menguap
Voltage drop
: Penurunan tegangan dalam rangkaian listrik yang terjadi antara sumber dan beban : Alat untuk mengukur besaran volume air yang telah dialirkan : Water conservation
Volume meter WAC
Water fixtures Water runoff WC Worksheet
: Alat yang digunakan untuk keluaran sumber air : Kondisi di mana air tidak dapat diserap oleh tanah karena porositas tanah rendah : Water closet : Kertas kerja elektronik yang mengitung penghematan energi dengan membandingkan penggunaan energi pada gedung baseline dengan gedung designed
RINGKASAN RATING
Perangkat Penilaian Rating
Poin Max
Poin Max
Appropriate Site Development
17%
20%
Code
Prasyarat 1
Basic Green Area
ASD 1
Site Selection
ASD 2
A A
Community Accessibility
2 2
A
2 2
ASD 3
Public Transportation
2
A
2
ASD 4
Bicycle
2
A
2
ASD 5
Site Landscaping
3
A
3
ASD 6
Micro Climate
3
A
3
ASD 7
Storm Water Management
3
A
3
8
Energy Efficiency and Conservation
17
17
26%
36%
Prasyarat 1
Electrical Sub Metering
A
Prasyarat 2
OTTV Calculation
A
EEC 1
Energy Efficiency Measure
20
A
20
EEC 2
Natural Lighting
4
A
4
EEC 3
Ventilation
1
A
1
EEC 4
Climate Change Impact
1
A
1
EEC 5
On Site Renewable Energy
5
A
5
7
Water Conservation
7
Provisi
26
31
21%
24%
Prasyarat 1
Water Metering
A
WAC 1
Water Use Reduction
8
A
8
WAC 2
Rainwater Harvesting
3
A
3
WAC 3
Water Recycling
3
A
3
WAC 4
Alternative Water Resource
2
A
2
WAC 5
Water Fixtures
3
A
3
WAC 6
Water Efficiency Landscaping
2
A
2
21
21
Material Resource and Cycle
14%
6%
Prasyarat 1
Fundamental Refrigerant
MRC 1
Building and Material Reuse
2
A
MRC 2
Environmentally Processed Product
3
NA
MRC 3
Non ODS Usage
2
NA
MRC 4
Certified Wood
2
NA
MRC 5
Modular Design
3
A
MRC 6
Regional Material
2
NA
7
Indoor Health and Comfort
A 2
3
14
5
10%
7%
Prasyarat 1
Outdoor Air Introduction
IHC 1
CO2 Monitoring
1
A
1
IHC 2
Environmental Tobacco Smoke Control
2
A
2
IHC 3
Chemical Pollutants
3
NA
IHC 4
Outside View
1
A
1
IHC 5
Visual Comfort
1
A
1
IHC 6
Thermal Comfort
1
A
1
IHC 7
Acoustic Level
1
NA
8
Building Environmental Management
A
10
6
13%
8%
Prasyarat 1
Basic Waste Management
BEM 1
AP as a Member of The Project Team
1
A
1
BEM 2
Pollution of Construction Activity
2
NA
1
BEM 3
Advance Waste Management
2
A
2
BEM 4
Proper Commissioning
3
A
3
BEM 5
Submission Implementation Green Building Data for Database
2
NA
BEM 6
Fit Out Guide
1
NA
BEM 7
Occupant Survey
2
NA
8
45 Total Nilai Keseluruhan Maksimum
A
13
7
101
87
RINGKASAN TOLOK UKUR No
Category
Benchmark
Point
ASD
P1
1
2
3
4
Basic Green Area
Site Selection
Community Accessibility
Public Transportation
Bicycle
Adanya vegetasi (softscape) bangunan taman (hardscape) dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak. Memiliki komposisi vegetasi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman. Membangun di dalam kawasan perkotaan yang masih berdensitas rendah, yaitu tingkat okupansi/hunian <300 orang/Ha. Pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi diatas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan / dampak negatif pembangunan. Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1500m dari tapak. Membuka akses pejalan kaki ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m. Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor ke minimal 3 fasilitas umum atau dan dengan stasiun transportasi masal. Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi bangunan atau Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap gedung. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksessibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Bab 2 B. Adanya parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20 pengguna gedung. Apabila memenuhi butir 1 di atas dan menyediakan shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat parkir sepeda.
P
Max. Point 17
P
1 2 1
1 1
2
2
2
1
1 2
1
1 2 1
5
6
7
Site Landscaping
Micro Climate
Storm Water Management
Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) minimal 40% luas total lahan termasuk taman di atas basement, roof garden, terrace garden, dan wall garden. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas. Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budidaya lokal dalam provinsi sebesar 60% luas tajuk/jumlah tanaman. Menggunakan material pada area atap gedung sehingga nilai Albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3. Menggunakan material pada area non-atap sehingga nilai Albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3. Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung menurut Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.2.3.c mengenai Sabuk Hijau. dan/atau Desain Lanskap menunjukan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung. Pengurangan beban volume limpasan air hujan hingga 50% total volume hujan harian. atau Pengurangan beban volume limpasan air hujan hingga 85% total volume hujan harian. Menunjukan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi bangunan. Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan
1
2
1
1
1
3 1
1 1
2 3 1 1
EEC
26
P1
Electrical Sub Metering
P2
OTTV Calculation
1
3
Energy Efficiency Measures
Memasang kWh meter pada sistem tata udara , sistem tata cahaya dan kotak kontak serta sistem beban lainnya. Menghitung selubung gedung OTTV yang akan disertifikasi. Menggunakan Energy Modelling Software untuk menghitung konsumsi energi di gedung baseline dan gedung designed. Setiap penghematan sebesar 2,5% dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline, mendapat nilai 1 poin dengan maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum). atau Menggunakan perhitungan dengan worksheet. Setiap penghematan 2% dari selisih antara gedung designed dengan baseline mendapat nilai 1 poin.
P
P
P
P
20
20
15
15
Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline. atau Memperhitungkan secara terpisah Overall Thermal Transfer Value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan Pencahayaan Buatan, Transportasi Vertikal dan Coefficient of Performance (COP). Building Envelope Tiap penurunan 3 W/m2 dari nilai OTTV 45 W/m2 (SNI 03-6389-2000) mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 poin). Non Natural Lighting Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30% lebih hemat dari daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03 6197-2000. Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja yang dikaitkan dengan sensor gerak (motion sensor) Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka pintu Vertical Transportation Lift menggunakan Traffic Management System yang sudah lulus traffic analysis atau menggunakan regenerative drive system Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak atau sleep mode pada eskalator COP Menggunakan peralatan Air Conditioning dengan COP minimum 10% lebih besar dari standar SNI 03-6390-2000 Penggunaaan cahaya alami secara optimal minimal 30% dari luas lantai dengan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux.
2
Natural Lighting
3
Ventilation
4
Climate Change
Khusus untuk pusat perbelanjaan minimal 20 % dari luas lantai non service mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux. Jika butir satu dipenuhi dan ditambah dengan adanya lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan buatan apabila intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux, mendapatkan tambahan nilai 2 poin. Tidak mengkondisikan (tidak ber AC) ruang WC, tangga, koridor dan lobi lift serta melengkapi ruangan tersebut dengan sistem ventilasi. Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2
1
5
1
1
2
1 1
1 1 1
2
2
2 4
2
1
1
1
1
Impact
5
On-site Renewable
yang didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara design building dan base building dengan menggunakan grade emission factor (konversi antara CO2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan dalam “...” B/277/Dep.III/LH/01/2009. Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan. Setiap 0,5% daya listrik gedung dari sumber energi terbarukan, mendapatkan 1 poin (sampai maksimal 5 poin bonus).
1B
WAC
P1
1
2
21
Water Metering
Water Use Reduction
Water Fixtures
3
Water Recycling
4
Alternative Water Resource
5
5B
Rainwater Harvesting
Pemasangan alat meteran air (Volume meter) di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah. Pemasangan alat meteran air (Volume meter) untuk memonitor untuk keluaran sistem air daur ulang Pemasangan alat meteran air (Volume meter) untuk mengukur tambahan dari keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai acuan pada poin no. 1 akan mendapatkan nilai 1 dengan dengan nilai maksimum sebesar 7 poin. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan Tabel lampiran 3, pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 25% dari total pengadaan produk water fixture. Atau Penggunaan water fixture yang sesuai dengan Tabel lampiran 3, pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture. Atau Penggunaan water fixture yang sesuai dengan Tabel lampiran 3, pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture. Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi dan make up water cooling tower (jika ada). Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air bekas wudhu, atau air hujan. Atau Menggunakan lebih dari satu sumber air dari tiga alternatif di atas. Instalasi tanki penyimpanan air hujan dengan berkapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas
P
P
1 8 1
1
2
3
3
1
3
1 2 2 1
3
6
Water Efficiency Landscaping
curah hujan tahunan setempat menurut BMKG dalam waktu 10 menit. Atau Instalasi tanki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di atas. Atau Instalasi tanki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan di atas. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah dan atau PDAM. Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi lansekap yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
2
3 1 2 1
MRC P1
14 Fundamental Refrigerant
1 Building and Material Reuse
2
3
4
Environmentally Process Product
Non ODS Usage
Certified Wood
5
Modular Design
6
Regional Material
Tidak menggunakan Chloro Fluoro Carbon (CFC) sebagai refrigeran dan Halon sebagai bahan pemadam kebakaran. Menggunakan kembali semua material bekas setara minimal 10% dari total biaya material baru fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dinding Atau Menggunakan kembali semua material bekas setara minimal 20% dari total biaya material baru fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dinding. Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001 terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara bernilai 30% dari total biaya material. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya terbarukan minimal 2% dari total biaya material. Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai Peraturan Pemerintah asal kayu (Faktur Angkutan Kayu Olahan/FAKO, Sertifikat Perusahaan dll) dan sah terbebas dari perdagangan kayu illegal sebesar 100% biaya total material kayu. Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC). Desain yang menggunakan material modular atau pra fabrikasi (tidak termasuk equipment) sebesar 30% dari total biaya material. Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau fabrikasinya berada di dalam radius 1000 km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material. Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah
P
P
1 2 2
1
1
3
1 1
2
1 2 1
1
1 1
3
2
Republik Indonesia (RI) mencapai 80% dari total biaya material. IHC
10
P1
Outdoor Air Introduction
1
CO2 Monitoring
2
Environmental Tobacco Smoke Control
3
Chemical Pollutants
4
Outside View
5
Visual Comfort
6
Thermal Comfort
7
Acoustic Level
Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan Standar SNI 03-6572-2001 Tabel. 4.4.2. Untuk banquet, ruang rapat umum, general office (ruangan dengan kepadatan tinggi) dilengkapi dengan Instalasi sensor gas Karbon dioksida (CO2) di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm. Sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill. Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila tersedia bangunan/area rokok, maka minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake dan bukaan jendela. Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar Volatile Organic Compounds (VOCs) rendah. Ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI.. Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber, antara lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serat; insulasi busa; dan laminating adhesive. Dengan syarat: tanpa tambahan urea formaldehyde atau memiliki kadar emisi formaldehida rendah. Ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI. Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri dan styrofoam. Apabila 75% dari Net Lettable Area (NLA) menghadap langsung ke pemandangan luar yang dibatasi bukaan transparan apabila ditarik suatu garis lurus. Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat pencahayaan) ruangan sesuai dengan SNI 03-61972000 Tabel 1. Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25°C dan kelembaban relatif 60%. Tingkat kebisingan pada 90% dari Nett Lettable Area (NLA) tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI 036386-2000 Tabel 1.
P
P
1
1
2
2
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
BEM
13
P1
Basic Waste Facility
1
AP as A Member of Design Team
Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga berdasarkan jenis organik dan anorganik. Melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Accredited Professional (AP), bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi.
P
P
1
1
2 Pollution and Construction Activity
3
4
5
6
Advance Waste Management
Proper Commissioning
Submission Green Building Implementation Data for Data Base
Fit Out Agreement
Memiliki Rencana Manajemen Sampah konstruksi Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan dan sistem pencatatan. Memiliki Rencana Manajemen Sampah konstruksi limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi. Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan. Memberikan pernyataan atau rencana kerjasama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota. Melakukan prosedur Testing- Commissioning sesuai petunjuk GBCI termasuk training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai perencanaan dan acuan. Desain serta spesifikasi teknik harus lengkap dan saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh measuring-adjusting instruments. Menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form dari GBCI. Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian. Memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung atau tenant yang terdiri atas penggunaan Menggunakan kayu yang bersertifikat. Dan Mengikuti training yang akan dilakukan oleh Managemen Bangunan.
1 2 1 1 2 1
2 3 1 1 2 1
1
1
2
2
Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survey suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. 7
Occupant Survey
45
TOTAL
Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survey.
101
PENDAHULUAN
GREEN BUILDING Konsep green yang mengacu kepada prinsip sustainability/keberlanjutan dan menerapkan praktikpraktik ramah lingkungan merupakan hal yang baru di Indonesia. Tetapi, kenyataannya, telah banyak pelaku pasar yang sudah menggunakan label green. Ini menunjukkan adanya kecenderungan pasar terhadap kesadaran betapa pentingnya penerapan prinsip ini, sehingga muncul keinginan untuk menerapkan praktik ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun sudah ada keinginan, masyarakat umum belum memiliki pengetahuan yang cukup serta aksesibiltas terhadap informasi, praktik-praktik, dan produk-produk ramah lingkungan. Oleh karena itu, perlu ada suatu jembatan yang menghubungkan konsep sesungguhnya dengan persepsi yang tersebar di masyarakat. Di dunia internasional, baik di Eropa, di Amerika, maupun di Asia Tenggara, konsep green sudah mulai diadaptasi dan telah menjadi praktik umum. Karena itu, di era globalisasi ini, praktik green building pada industri bangunan menjadi tinggi urgensinya, terutama bagi perusahaan multinasional yang berhubungan dengan masyarakat internasional dan harus memenuhi standar mereka. Predikat ini sudah menjadi suatu label yang dikenali sebagai penjaminan bagi suatu gedung yang berkualitas tinggi dan memiliki pengaruh negatif yang lebih sedikit kepada lingkungan hidup di sekitarnya. Dalam waktu yang bersamaan, penerapan teknologi dan best practice juga merangsang industri pendukung dalam mengadakan riset dan inovasi untuk menghasilkan green products. Dengan demikian, hal itu akan meningkatkan perekonomian dan menyediakan kesempatan kerja baru bagi masyarakat. Dapat dikatakan, praktik ramah lingkungan juga memiliki potensi dan berperan dalam pengentasan kemiskinan serta pertumbuhan ekonomi nasional. Tapi gerakan ini hanya dapat berhasil bila didukung oleh semua stakeholder, sehingga dapat mentransformasi cara berpikir, gaya hidup, dan perilaku.
SISTEM RATING Sistem rating GREENSHIP merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu: Appropriate site development /ASD (tepat guna lahan) Energy efficiency and conservation/EEC (efisiensi dan konservasi energi) Water conservation /WAC (konservasi air)
Material resources and cycle /MRC (sumber dan siklus material) Indoor air health and comfort /IHC (kualitas udara dan kenyamanan ruangan) Building and environment management /BEM (manajemen lingkungan bangunan) Perangkat rating GREENSHIP adalah sistem penilaian yang merupakan bentuk dari salah satu upaya untuk menjembatani konsep ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dengan praktik yang nyata. Diharapkan, dengan adanya perangkat rating ini, secara pasti akan terjadi transformasi di industri bangunan sehingga praktik-praktik ramah lingkungan dapat diterapkan di Indonesia. Dengan sistem penilaian ini, setiap bangunan yang mendeklarasikan diri sebagai green building akan dinilai dan disertifikasi berdasarkan kriteria-kriteria baku yang ada dalam sistem penilaian. Sistem penilaian ini juga dapat mengedukasi industri bangunan dan khalayak umum tentang aspek apa saja yang harus dipenuhi sebuah green building. Sejalan dengan baru dimulainya proses transformasi ini, sistem rating yang disusun pun seperti itu. Kriteria penilaian GREENSHIP bukan merupakan penemuan baru melainkan kumpulan dan pengelompokan dari praktik-praktik terbaik di industri bangunan yang kemudian diidentifikasi oleh GBCI. Penyusunan ini dilakukan oleh putra-putri indonesia. Oleh karena itu, ia sarat dengan pertimbangan yang didasarkan pada kondisi khas Indonesia yang unik dan spesifik. Dan penyusunan ini dilakukan sambil menjalani proses pembelajaran, sehingga tipologi rating yang dipilih dimulai dari yang mudah. Karena itu, dipilihlah jenis rating untuk gedung baru komersial (new building) sebagai langkah awal proses pembelajaran. Bangunan baru komersial adalah bangunan yang didirikan di atas lahan kosong, atau bangunan lama yang dibongkar dengan peruntukan sebagai perkantoran, pertokoan, dan/atau hotel. Jenis bangunan ini dipandang mudah karena pola penggunaan, penggunanya, serta aktivitas yang terjadi di dalamnya lebih mudah diprediksi dibandingkan dengan jenis bangunan lain. Jenis bangunan ini biasanya menjadi icon/ landmark dari suatu kawasan, serta menjadi properti yang terbuka bagi umum sehingga membantu promosi konsep bangunan hijau itu sendiri.
TUJUAN PENYUSUNAN Tujuan penyusunan GREENSHIP adalah:
Mendorong penerapan best practice dalam industri bangunan di Indonesia, Mendorong terciptanya lingkungan yang berkualitas melalui bangunan baru yang bermutu baik sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan,
Mendorong pemecahan masalah lingkungan terkini melalui rating dan pembobotan nilainya,
Mendorong pertumbuhan industri bangunan yang berbasis ramah lingkungan, baik operasional maupun produk yang dihasilkannya, di dalam negeri Republik Indonesia,
Mendorong kemajuan teknologi dan riset dalam industri bangunan di dalam negeri Republik Indonesia sehingga tercipta berbagai teknologi yang tepat guna dalam penerapannya,
Mendorong peningkatan dan pemerataan kualitas sumber daya manusia dalam industri bangunan dari waktu ke waktu, dan Memerangi fenomena perubahan iklim dengan diterapkan praktik-praktik ramah lingkungan sesuai dengan prinsip berkelanjutan.
FILOSOFI Dari awal, GBCI sudah berketatapan akan menyusun suatu rating system yang sesuai dengan kondisi dan situasi lokal Indonesia serta menetapkan teknik-teknik yang dapat diimplementasikan di negeri ini. Dan beberapa prinsip yang dipergunakan, yang menjadi dasar penyusunannya adalah: 1. Sederhana (simple), 2. Dapat dan mudah diimplementasi (applicable), 3. Teknologi tersedia (available technology), serta 4. Menggunakan kriteria penilaian sedapat mungkin berdasarkan standard lokal baku seperti Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan adanya keempat dasar tersebut, diharapkan para pelaku industri bangunan berkeinginan untuk mengimplementasikan konsep bangunan hijau karena tidak sulitnya kriteria yang dituntut sistem rating tersebut. Dengan dimulainya gerakan ini, diharapkan semakin banyak pihak yang menerapkan konsep ini sehingga pelaksanaan konsep bangunan hijau merupakan suatu hal yang akan menjadi sasaran yang umum dari setiap pengembang bangunan. Rating yang disusun dan tolok ukur standar pencapaiannya dimulai dari yang mudah. Tentu ini lebih sederhana dibanding sistem rating lain di luar negeri, yang sudah lebih dahulu berkembang dan diakui reputasinya. Di sini terdapat lima tingkat kesulitan dari rating yang ditetapkan, yaitu: 1. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah dan tanpa biaya besar, 2. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah tapi terdapat hambatan dalam penerapannya, 3. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, tetapi bila dilakukan memiliki dampak lingkungan yang signifikan, 4. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, dan teknologi yang tersedia belum cukup maju untuk mencapai dampak lingkungan yang signifikan, serta 5. Rating yang untuk proses penilaiannya relatif sulit dilakukan. Tingkat kesulitan yang dipetakan ini dapat tercermin dari bobot nilai rating tersebut. Rating yang relatif mudah pencapaiannya tanpa biaya besar tentunya berbobot rendah, sedangkan semakin tinggi tingkat kesulitannya semakin tinggi pula bobotnya. Untuk rating yang pencapaiannya masih sulit karena teknologinya belum tersedia, diberi nilai bonus sebagai penghargaan atas usahanya dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan. Perangkat rating ini juga berfungsi sebagai media pembelajaran bagi industri bangunan di Indonesia. Oleh karena itu, bila dirasakan, dari masa ke masa para pelaku industri bangunan sudah dapat
mencapai rating ini dengan mudah. Akibatnya, standarnya akan dinaikkan sehingga terjadi peningkatan kualitas, baik dari segi produk maupun keterampilan sumber daya manusianya. Penyusunan perangkat rating ini juga dalam proses pembelajaran dan akan berubah dari waktu ke waktu seiring dengan peningkatan praktik-praktik pelaku industri bangunan dan urgensi isu lingkungan yang terjadi. Untuk itu, sistem penilaian akan selalu direvisi untuk mendapatkan versi yang lebih baru, dengan tolok ukur yang lebih tinggi. Dan tidak terutup kemungkinan adanya penambahan atau pengurangan jumlah rating ataupun bobot nilai yang dikandungnya di masa yang akan datang, karena pada dasarnya tidak akan pernah ada sistem yang sempurna. Rating akan terus berubah mengikuti kemajuan teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan isu lingkungan yang ada.
PROSES PENYUSUNAN Guidelines v1 Beberapa core founder dari sejumlah 50 orang dibagi dalam beberapa gugus tugas sesuai dengan kategori pengelompokan rating, dengan tugas menyusun konsep awal sistem rating. Berdasarkan hasil penyusunan konsep awal itu, GBCI menerbitkan terlebih dahulu Panduan Bangunan Hijau (Green Building guidelines ) versi GBCI, yang hanya berisi butir-butir sistem rating yang sedang disusun. Panduan ini belum dilengkapi tolok ukur (kriteria) dan nilai (point), sehingga buku belum dapat digunakan untuk menilai atau mengevaluasi bangunan hijau, melainkan digunakan untuk menguji tingkat pemahaman tentang konsep bangunan hijau.
Framework v2 Setelah guidelines versi 1 diterbitkan, yang berisi kategori dan jenis rating yang diusulkan untuk menjadi isi sistem rating GREENSHIP, dimulailah proses yang lebih jauh dari penyusunan GREENSHIP, yaitu menentukan tolok ukur dan penilaian. GBCI melalui Direktorat Rating dan Teknologi membentuk tim yang terdiri atas para analis dan penulis ilmiah. Mereka membedah enam sistem rating di dunia yang dipandang cukup mewakili, yaitu LEED dari USA, BREEAM dari Inggris Raya, Greenstar dari Australia, Greenmark dari Singapura, dan GBI dari Malaysia. Dari keenam sistem itu, pertama-tama dicari rating-rating yang minimal tertera di empat sistem rating (four common), karena dianggap dapat berlaku secara universal, kemudian disarikan menjadi three common dan two common. Pertimbangannya adalah, dapat dilakukan adopsi dengan menilik kondisi yang ada di Indonesia. Rating-rating tersebut dianalisis berdasarkan kesesuaian kondisi dan tolok ukur baku yang berlaku di Indonesia seperti tertera pada UU, Keppres, Inpres, Permen, Kepmen, dan SNI. Selain diskusi internal, juga dilakukan diskusi dengan berbagai pihak, terutama para ahli yang berasal dari:
lembaga penelitian instansi pemerintah universitas asosiasi profesi asosiasi industri, dan sebagainya. Dari proses tersebut, dapat diidentifikasi enam kategori yang berisi 42 (empat puluh dua) rating dengan jumlah nilai total 96 (sembilan puluh enam). Rating yang telah diidentifikasi inilah yang dibukukan dalam buku Kerangka Konsep untuk Bangunan Hijau Tipe Bangunan Baru Versi 2 (GREENSHIP Green Building Framework for New Construction Version 2). Framework v3 Setelah peluncuran Framework Versi 2, banyak masukan diterima, baik berupa email maupun diskusi langsung dengan berbagai pihak. Dari diskusi itu berkembanglah rating-rating baru yang dipertajam dengan identifikasi keperluan data yang harus dimasukkan ke dalam penilaian sertifikasi. Penyusunan naskah ini juga telah mempertimbangkan cara teknis penilaian dan proses sertifikasi. Naskah yang telah lebih komprehensif ini kemudian disusun dan diberi judul ‘Kerangka Konsep untuk Bangunan Hijau Tipe Bangunan Baru Versi 3’ (GREENSHIP Green Building Framework for New Building Version 3). Konsensus Nasional Setelah selesai disusun, naskah ‘Kerangka Konsep untuk Bangunan Hijau Tipe Bangunan Baru Versi 3’ kemudian dijadikan bahan diskusi dengan technical advisory group (TAG) dan dibandingkan dengan proyek percontohan. Yang bergabung dalam TAG ini adalah industri bangunan yang mengirimkan wakil ahlinya untuk turut mempertajam rating GREENSHIP NB Version 1. Setelah mengalami serangkaian diskusi yang membahas kategori per kategori, dikristalkanlah sebuah naskah yang di sebut ‘Perangkat Rating Bangunan Hijau GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1, 2010’. Naskah ini dibukukan menjadi buku ‘Perangkat Rating Bangunan Hijau GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1, 2010 (GREENSHIP Rating Tools for New Building Version 1, 2010). Dan untuk melengkapi buku ini dalam praktik, juga dibukukan ‘Bangunan Hijau GREENSHIP untuk Bangunan Baru Versi 1, 2010’.
SISTEMATIKA
‘GREEN’ SEBAGAI TUJUAN
Penerapan konsep green building merupakan bagian dari green practice atau tindakan ramah lingkungan. Keuntungan membangun sebuah green building, antara lain adalah:
Desain yang lebih kompak dan efisien sehingga mengoptimalkan fungsi-fungsi gedung,
Efisiensi yang tinggi dalam konsumsi energi listrik dan air,
Biaya yang hemat dalam operasional sehari-hari untuk energi dan konsumsi air,
Kesehatan jasmani-rohani yang lebih baik bagi pengguna gedung,
Produktivitas dan kinerja yang meningkat paada pengguna gedung,
Biaya pemeliharaan dan operasional yang rendah dalam jangka panjang,
Preferensi pasar yang lebih tinggi, terutama perusahaan internasional/multinasional,
Didapatnya pengakuan internasional sebagai produk unggulan dalam industri rancang bangun,
Munculnya ketertarikan yang tinggi, baik pada konsumen/klien maupun karyawan karena merupakan sebuah produk/perusahaan yang memerhatikan lingkungan, dan
Tumbuhnya sikap ramah lingkungan pada para penggunanya, yang diharapkan dapat meneruskan sikap tersebut di rumah tangga masing-masing dan menimbulkan efek multiplier.
Untuk menciptakan sebuah green building, harus dilaui serangkaian proses. Bagi sebuah bangunan baru, tentunya terlebih dahulu ditetapkan bahwa bangunan yang akan dirancang dan dibangun akan menjadi suatu green building. Pemilik atau pihak manajemen sudah harus menetapkan peringkat mana yang ingin dicapai.
Penetapan tujuan ini diperlukan karena untuk mencapai tingkatan tertentu tentu diperlukan pencapaian nilai minimum. Semakin tinggi peringkat yang diinginkan, semakin banyak nilai yang harus dicapai. Pencapaian nilai minimum ini mencerminkan usaha dan produk akhir tertentu yang diharapkan berlanjut hingga ke pengoperasian. Dari awal tentu pemilik sudah dapat memproyeksikan apakah usaha yang dilakukan setara dengan pengembalian investasi yang akan diperoleh atau tidak. Ada empat tingkat peringkat GREENSHIP, yaitu:
NILAI TERKECIL PREDIKAT NILAI
PERSENTASE (%)
PLATINUM
70
73
EMAS
54
57
PERAK
44
46
PERUNGGU
33
35
Peringkat dari GREENSHIP mencerminkan usaha pemilik gedung. Butir rating yang dimuat di dalamnya mengombinasikan berbagai tingkat kesulitan. Angka yang ditetapkan sebagai nilai minimal peringkat perunggu adalah jumlah nilai yang dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi nilai maksimum dari rating yang pencapaiannya relatif mudah, tidak membutuhkan biaya tambahan, dan yang membutuhkan biaya tidak terlalu besar. Nilai minimal perak dapat dicapai bila sebuah proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta sepertiga dari rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Nilai minimal emas diperoleh bila sebuah proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah dan dua per tiga dari rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Peringkat platinum dapat dicapai bila sebuah proyek memenuhi rating yang pencapaiannya membutuhkan biaya relatif lebih besar dan teknologinya belum tersedia sehingga dapat dikatakan sangat sulit pencapaiannya.
Langkah kedua adalah membentuk suatu tim desain yang terintegrasi. Dari awal tahap perencanaan desain, unsur-unsur perencana desain gedung, yaitu arsitektur, interior, lansekap, struktur, mekanikal elektrikal, dan sipil sudah mulai berinteraksi dan membentuk integrated design team. Prosedur ini diperlukan agar dapat tercapai suatu desain yang optimal dan tidak tambal sulam. Hasil koordinasi sejak tahap awal ini menjadikan desain sebuah gedung lebih well designed, kompak, efisien, dan bahkan mendorong terjadinya kreasi baru desain yang inovatif. Di tahap inilah sebaiknya tim desain sudah mulai dituntun oleh seorang accredited professional (AP) yang memahami penggunaan perangkat penilaian GREENSHIP dan implementasinya pada desain.
GEDUNG BARU (NEW BUILDING/NB)
Yang dimaksud dengan gedung baru komersial adalah suatu bangunan yang didirikan di atas suatu lahan kosong atau bangunan lama yang dibongkar dengan peruntukan sebagai fungsi perkantoran, pertokoan, rumah sakit, hotel, dan apartemen. Pertimbangan yang dilakukan dalam memilih tipe NB ini sebagai perangkat penilaian yang pertama kali disusun adalah karena dinilai lebih mudah dibandingkan dengan tipe lain seperti gedung terbangun (existing building) dan lain-lain.
TOLOK UKUR
Tolok ukur (benchmark) adalah patokan yang dianggap sebagai implementasi dari praktik terbaik sehingga menjadi syarat pencapaian suatu rating. Dari tolok ukur inilah batasan pencapaian suatu rating dapat diukur. Sebagian besar tolok ukur menggunakan standar yang berlaku di Indonesia. Sebagian rating yang belum memiliki standar lokal mengacu kepada standar yang berlaku secara universal. Untuk sebagian kecil rating yang belum memiliki tolok ukur tetapi praktiknya dirasa memiliki dampak yang signifikan kepada lingkungan, tim proyek diberi kesempatan untuk memilih dan membuktikan validitas tolok ukur yang digunakan.
ACCREDITED PROFESSIONAL (AP) Proses mendirikan suatu green building sudah dimulai sejak sebelum tahap perencanaan, yaitu ketika pemilik gedung mencanangkan target peringkat sertifikasi green building. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dipertimbangkan berbagai aspek, mulai dari tingkat kesulitan desain, biaya yang diperlukan, dan kombinasi rating mana saja yang harus diperoleh untuk mencapai peringkat tersebut. Seorang AP GREENSHIP (selanjutnya disebut AP) sudah memahami rating-rating secara mendalam, baik tujuan maupun filosofinya, sehingga dapat membantu cara-cara mencapai rating tersebut. Tingkat pemahaman ini diperoleh dari pendidikan yang diselenggarakan GBCI dan dikukuhkan dengan sertifikat. Untuk memperoleh sertifikat AP, seseorang profesional harus terlebih dahulu menjalani serangkaian pendidikan. Profesional tersebut harus telah memiliki tingkat pendidikan minimum S1 dan terlebih dahulu melalui workshop Green Associate (GA). Peserta harus melalui ujian untuk mendapatkan sertifikat kelulusan pendidikan GA.
DEFINISI DALAM RATING TOOLS
Kategori Yang dimaksudkan dengan kategori adalah pembidangan aspek-aspek yang dinilai secara signifikan, dan harus menjadi perhatian utama dalam konsep bangunan hijau. Kategori ini mengandung ratingrating yang menjadi inti penilaian perangkat rating GREENSHIP ini.
Rating Rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan apa saja yang dinilai, tolok ukur apa saja yang harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung di dalamnya. Ada 3 (tiga) jenis penilaian, yaitu rating prasyarat, rating biasa, dan rating bonus.
Rating Prasyarat (Prerequisite) Rating prasayarat adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasi dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir rating lainnya dalam kategori ini tidak dapat dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir rating ini sendiri tidak memiliki butir nilai.
Rating Biasa Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat dinilai dan diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi atau telah dilaksanakan. Butir rating ini memiliki butir nilai tertentu, sesuai dengan ketentuan pencapaian tolok ukur yang sudah ditetapkan.
Rating Bonus Rating bonus adalah butir rating yang dapat dinilai seperti butir rating biasa tetapi keberadaannya tidak diperhitungkan dalam jumlah total butir rating yang digunakan sebagai nilai pembagi dalam perhitungan persentase penilaian. Suatu rating dipertimbangkan sebagai rating bonus apabila dinilai untuk mencapai rating tersebut diperlukan usaha atau biaya yang besar, dan apabila dilakukan menimbukan impact yang besar terhadap lingkungan, tetapi teknologi yang ada belum cukup memadai untuk mendukung usaha tersebut sehingga terdapat kendala seperti biaya yang relatif tinggi.
PERSYARATAN AWAL (ELIGIBILITY)
I
Luas bangunan sekurang-kurangnya 2500 m2
TUJUAN Membatasi lingkup target dari sistem rating GREENSHIP untuk bangunan baru komersial pada bangunan besar dengan luas minimum 2500 m2 LATAR BELAKANG Bangunan gedung berpotensi memerlukan energi dan sumber daya dalam jumlah yang besar pada saat membangun, mengoperasikan, dan memeliharanya. Keadaan ini menjadikan keberadaannya dapat memberi pengaruh yang signifikan pada lingkungan. Dengan perbaikan yang dimulai dari gedung baru berskala besar, dapat dirasakan bagaimana pengaruhnya yang nyata terhadap lingkungan secara signifikan. Mengingat sistem rating untuk bangunan hijau adalah hal yang baru di Indonesia, maka target penilaian pertamanya adalah bangunan besar yang dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat umum dan dirasakan keberadaannya sebagai suatu icon.
Lokasi tapak bangunan sesuai dengan peruntukan berdasarkan Rencana Tata
II
Ruang Wilayah (RTRW) setempat
TUJUAN Mendorong pengendalian pembangunan dan pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsinya sehingga tercipta lingkungan hidup yang selaras, serasi, dan seimbang LATAR BELAKANG Membangun di kawasan yang sesuai dengan RTRW memberikan dampak positif bagi pengembang dikarenakan bangunan memiliki lokasi yang stabil di dalam kawasannya. Dengan kata lain, bangunan tersebut tidak akan rentan terhadap penggusuran yang dapat merugikan banyak pihak, baik dari aspek ekonomi maupun sosial. Di lain pihak, bila pembangunan dilakukan pada peruntukan Ruang Tata Hijau atau RTH, hal ini akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup perkotaan. Peran RTH tidak hanya memiliki fungsi ekologis dan estetika bagi lingkungan perkotaan. Lebih jauh lagi, RTH dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas suatu kota. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 18, setiap gedung harus didirikan sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota setempat, yang klasifikasi tersebut mengacu pada UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
III
Bersedia menandatangani surat yang berisi persetujuan untuk memperbolehkan data gedung yang berhubungan dengan penerapan green building dipergunakan untuk dipelajari dalam studi kasus yang diselenggarakan oleh GBCI
TUJUAN Menghimpun data base yang akurat sehingga dapat menjadi salah satu dasar perbaikan sistem rating GREENSHIP, baik untuk bangunan baru maupun bangunan existing LATAR BELAKANG Sebelum sebuah bangunan gedung dievaluasi, pihak pemilik atau manajemen gedung akan mendaftarkan diri kepada GBCI secara sukarela. Proses mengevaluasi setiap bangunan gedung membutuhkan data dari pihak manajemen gedung. Untuk itu, diperlukan perjanjian antara pihak manajemen gedung dan pihak GBCI mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak untuk bekerja sama selama proses evaluasi tersebut.
IV
Akan menyertakan salinan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) yang disahkan Bapedal
TUJUAN Mendukung pengendalian pembangunan terhadap lingkungannya sehingga terwujud konsep keberlanjutan LATAR BELAKANG Esensi pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Dengan teknologi, manusia akan mendapat manfaat pembangunan sebagai dampak positif. Namun, di saat yang bersamaan, kerusakan akibat teknologi itu sendiri akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Supaya pembangunan tetap berkelanjutan dengan ide dasar memenuhi kebutuhan di masa kini tanpa mengurangi kesempatan generasi di masa datang untuk melakukan hal yang sama, diperlukan suatu tindakan yang dapat menjamin daya dukung lingkungan hidup. Upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan pada sebuah bangunan gedung adalah wujud usaha dalam meringankan beban suatu kawasan yang mendapat dampak negatif dari pembangunan. Hal ini merupakan investasi jangka panjang yang hasilnya tidak hanya dari aspek ekonomi melainkan juga aspek lingkungan dan sosial. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 34, setiap jenis usaha yang tidak termasuk mengubah bentang alam dan mengeksploitasi sumber daya alam harus memiliki Usaha Pengelolaan Lingkungan dan Usaha Pengelolaan Lingkungan.
V
Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan akan dibuat tahan gempa
TUJUAN Menjamin keamanan penghuni dari ancaman bencana gempa bumi serta mempertahankan secara optimal fungsi bangunan atas ketahanan struktur dan konstruksi terhadap beban bencana gempa LATAR BELAKANG Indonesia berada dalam daerah yang sarat dengan bencana gempa bumi. Oleh karena itu, pembangunan gedung harus menjamin keselamatan dan keamanan penghuninya dari gempa bumi. Ketahanan suatu bangunan gedung terhadap beban (termasuk gempa) bergantung pada sistem struktur dan konstruksi yang diterapkan. Semakin tinggi tingkat ketahanan struktur dan konstruksi yang diterapkan, semakin tinggi pula tingkat keamanan dan efisiensi pemeliharaan apabila terjadi gempa bumi. Berdasarkan UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 33, setiap bangunan gedung harus memiliki ketahanan terhadap semua beban, baik untuk muatan tetap maupun muatan tidak tetap seperti dari angin dan gempa.
VI
Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan akan memenuhi standar pemakai gedung untuk penyandang catat
TUJUAN Mendorong pembangunan fisik yang responsif terhadap perbedaan kemampuan fisik setiap individu sebagai bentuk usaha dalam mewujudkan persamaan kesempatan sehingga berdampak positif baik secara ekonomi maupun lingkungan LATAR BELAKANG Lingkungan yang inklusif merupakan suatu bentuk usaha dalam mewujudkan keberlanjutan dari aspek sosial yang tentunya akan berdampak positif baik pada aspek ekonomi maupun lingkungan. Mengingat bangunan gedung merupakan pembangunan fisik, lingkungan fisik yang inklusif harus mulai diwujudkan. Sebagai langkah awal, kesadaran masyarakat akan perbedaan kemampuan fisik setiap individu harus dimulai. Sehingga hal ini dapat berdampak pada tingkat responsisivitas suatu bangunan gedung terhadap perbedaan tersebut dengan menjunjung keamanan, kenyamanan, dan kemandirian penggunanya. Penyediaaan aksesibilitas untuk penyandang cacat harus mulai dipandang secara luas. Fasilitas yang memiliki standar aksesibilitas tidak hanya berguna bagi penyandang cacat melainkan juga untuk manula. Semakin maju perkembangan zaman, jumlah populasi manula juga meningkat. Maka, semakin banyak pula kebutuhan terhadap fasilitas yang responsif bagi mereka. Bila suatu bangunan telah memiliki fasilitas yang responsif, kemungkinan untuk melakukan perbaikan atau renovasi akan semakin kecil .
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 60,setiap bangunan gedung harus menyediakan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan manula yang dapat menjamin keamanan, kenyamanan, dan kemandirian mereka untuk bermobilitas dan beraktivitas di dalamnya.
VII
Bersedia menandatangani surat yang menyatakan bahwa gedung yang bersangkutan akan memenuhi standar kebakaran dan keselamatan
TUJUAN Mendorong penurunan risiko kebakaran pada bangunan sehingga keamanan dan keselamatan pengguna gedung terjamin LATAR BELAKANG Kebakaran adalah nyala api, baik berskala besar maupun kecil, yang tidak direncanakan dan umumnya sulit untuk dikendalikan. Setiap sistem bangunan memiliki probabilitas untuk mengalami kebakaran. Kerugian yang ditimbulkan dari bencana kebakaran tidak hanya materi, namun meliputi sosial dan lingkungan. Karena itu, sistem proteksi kebakaran tidak hanya diterapkan untuk mengurangi risiko kebakaran yang telah terjadi melainkan juga untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebakaran. Semakin tinggi kualitas sistem proteksi kebakaran suatu bangunan gedung, semakin besar keberpihakannya terhadap lingkungan, terutama dalam hal keselamatan pengguna gedung untuk menghindarin jatuhnya korban karena bencana kebakaran. Lebih jauh lagi, mengingat kebakaran juga menghasilkan gas-gas beracun yang berdampak negatif bagi lingkungan sekitar, sistem proteksi yang baik juga meminimalisasi derajat pencemaran lingkungan dari bencana tersebut. Berdasarkan UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 34, setiap bangunan gedung harus memiliki sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran, baik yang bersifat pasif maupun aktif.
RATING DAN PENILAIAN Appropiate Site Development/ASD (Tepat Guna Lahan) Prasyarat-1. Basic Green Area (Area Dasar Hijau) ASD-1. Site Selection (Pemilihan Tapak) ASD-2. Community accessibility (Aksessibilitas Komunitas) ASD-3. Public Transportation (Transportasi Massal) ASD-4. Bicycle (Fasilitas untuk Pengguna Sepeda) ASD-5. Site Lanscaping (Lansekap pada Lahan) ASD-6. Micro Climate (Iklim Mikro) ASD-7. Stormwater Management (Managemen Air Limpasan Hujan)
ASD EEC WAC MRC
Latar Belakang Isu
IHC Laju perkembangan kawasan urban semakin menggurita karena umumnya pemilihan lokasi pembangunan di Indonesia lebih mengutamakan faktor harga tanah daripada faktor lingkungan hidup dan pertimbangan keberlanjutan. Persepsi bahwa pembangunan yang menggunakan lahan baru dinilai lebih murah daripada menggunakan lokasi yang dilengkapi oleh berbagai jaringan fasilitas umum meningkatkan laju urban sprawl sehingga konversi lahan rural menjadi urban semakin tidak terelakkan. Seiring dengan pertumbuhan luasnya kawasan urban, ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang mendukung populasi penduduk justru semakin terbatas. Selain itu, gaya hidup urban menyerap banyak energi dan air serta menghasilkan CO2 dan jejak karbon yang besar.
Saat ini, perencanaan pembangunan kawasan urban atau perkotaan di Indonesia semakin dilengkapi berbagai fasilitas, seperti jaringan dan moda transportasi, komunikasi, utilitas, serta berbagai fasilitas umum lainnya. Keterhubungan dengan semua fasilitas dan infrastruktur ini memberikan kemudahan dan fleksibilitas agar efisiensi energi dan biaya tercapai. Terciptanya efisiensi energi, terutama energi fosil, dapat mengakibatkan turunnya jejak karbon dan jejak ekologis, dan meningkatnya kulitas lingkungan hidup.
Pembangunan kawasan urban yang dilakukan harus dapat menunjang keberlanjutan kawasan dan kualitas ruang secara makro, tanpa mengurangi kualitas lingkungan dan kualitas hidup manusia seperti produktivitas, kesempatan kerja, dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya, semua itu mestinya dapat meningkat. Dengan memerhatikan aspek lokasi dan lahan, diharapkan adanya upaya mengurangi pengaruh negatif keberadaan bangunan terhadap lingkungan hidup dan lingkungan sekitarnya.
BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
P1
BASIC GREEN AREA
NILAI MAKS P
TUJUAN Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi beban limpasan permukaan sistem drainase, dan meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah selama penggunaan bangunan TOLOK UKUR Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas permukaan tanah atau di bawah tanah, dengan luas area minimum 10% dari luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak
NILAI P
Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri Pasal 13 (12a) dengan komposisi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. DOKUMEN YANG DINILAI Gambar rencana tapak dan detail yang memuat informasi mengenai vegetasi LATAR BELAKANG RATING Pembangunan perkotaan yang tidak terencana menyebabkan konversi lahan hijau menjadi bangunan melaju yang tak terkendali. Salah satu akibatnya adalah kualitas udara yang buruk serta tingginya konsentrasi polutan dan banjir. Kualitas udara disebabkan CO2 sebagai hasil aktivitas manusia tidak dapat terserap oleh tanaman yang jumlahnya sedikit. Banjir terjadi karena tidak adanya daerah resapan air, yang disebabkan tertutupnya tanah oleh bangunan dan pengerasan permukaan lahan. Untuk itu, perlu didorong adanya tindakan yang segera untuk mengatasi hal ini.
ASD-1 SITE SELECTION
NILAI MAKS 2
TUJUAN Menghindari pembangunan di area greenfileds dan menghindari pembukaan lahan baru
ASD EEC
TOLOK UKUR 1. Membangun di dalam kawasan perkotaan dilengkapi sarana dan prasarana serta telah memenuhi standar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 Paragraf Ketiga Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 butir a-e yang masih berdensitas rendah, yaitu tingkat okupansi/hunian <300 orang/Ha, sehingga terjadi pembangunan yang lebih kompak (>300 orang/Ha)
NILAI 1
2. Untuk pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi di atas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau dampak negatif pembangunan, seperti tempat pembuangan akhir (TPA), badan air yang tercemar, dan daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 1999 Paragraf Ketiga tentang Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 butir a-e, revitalisasi dilakukan dengan melengkapi tapak dengan sarana prasarana tersebut.
1
WAC MRC
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Peta lokasi yang menunjukkan adanya sarana dan prasarana pada tolok ukur Perhitungan densitas Tolok ukur 2: Foto lokasi prapembangunan Gambar rencana revitalisasi LATAR BELAKANG RATING
Di beberapa tempat di negara lain, adanya pembangunan kembali di daerah bekas lahan yang sudah mengalami kerusakan yang dikenal dengan brownfield merupakan hal yang lazim digunakan. Lahan yang dimaksud dapat berupa TPA, badan air yang tercemar, dan daerah padat yang sarana dan prasarananya di bawah standar.
Selain itu, salah satu akibat pembangunan perkotaan yang tidak terencana adalah meluasnya wilayah daerah belakang perkotaan (hinterland and suburban) yang umumnya menyerang kawasan pertanian yang berfungsi sebagai sumber pasokan makanan dan daerah penyangga. Tetapi keadaan ini berlangsung terus-menerus sehingga daerah ini makin lama makin meluas. Pada kenyataanya daerah perkotaan dapat ditingkatkan kepadatannya dengan pembangunan yang lebih vertikal dan melakukan revitalisasi lingkungan. Karena itu, perlu didorong adanya gerakan untuk mengoptimalkan lahan yang ada di perkotaan.
IHC BEM
ASD EEC WAC MRC
ASD-2 COMMUNITY ACCESSIBILITY
NILAI MAKS 2
TUJUAN Untuk mendorong pembangunan di tempat yang sudah memiliki jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian pengguna gedung sehingga mempermudah masyarakat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dan menghindari penggunaan kendaraan bermotor TOLOK UKUR NILAI 1. Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama sejauh 1 1500 m dari tapak 2.
Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang menghubungkannya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang lain sehingga tersedia akses ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m jarak pencapaian pejalan kaki
1
3.
Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari perpotongan dengan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan secara langsung bangunan dengan bangunan lain, di mana terdapat minimal 3 fasilitas umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal
2
4.
Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari
2
IHC BEM
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Peta lokasi bangunan dengan identifikasi fasilitas umum yang dimaksud Tolok ukur 2-4: Peta lokasi bangunan dengan identifikasi fasilitas umum yang dimaksud Gambar rencana tapak yang menunjukkan jalur pedestrian LATAR BELAKANG RATING Kondisi perkotaan Indonesia yang semakin lengkap dengan lokasi publik merupakan suatu nilai tambah yang dimiliki. Jaringan jalan yang cukup banyak, ditambah jaringan transportasi umum yang memiliki banyak trayek, amat menunjang pertumbuhan ekonomi. Namun, aksesibilitas pejalan kaki dan sepeda bisa dibilang kurang mendapatkan perhatian. Belum lagi maraknya penerapan pembangunan aksessibilitas dan konektivitas sarana-sarana umum yang mengakibatkan kurangnya keberlanjutan kawasan sehingga berpengaruh pada produktivitas, kesempatan kerja, serta ekonomi masyarakat sekitarnya. Hal tersebut juga mengakibatkan borosnya penggunaan energi dan jejak karbon yang diakibatkan oleh pemakaian kendaraan yang tidak ramah lingkungan.
ASD-3 PUBLIC TRANSPORTATION
NILAI MAKS 2
TUJUAN Mendorong penghuni dan tamu gedung untuk menggunakan kendaraan umum dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi TOLOK UKUR 1 A. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak memperhitungkan panjang jembatan penyeberangan dan ramp
EEC NILAI 1
WAC MRC
atau B. Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap gedung 2. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian di dalam area gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan Peraturan Menteri PU 30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan Bab 2B
ASD
IHC 1
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1A: Peta lokasi bangunan Informasi jaringan transportasi area lokasi sekitar Tolok ukur 1B: Perhitungan jumlah rencana penghuni gedung dan shuttle bus yang akan dibeli Tolok ukur 2: Gambar rencana tapak dan detail yang menunjukkan penyediaan fasilitas menunggu transportasi umum bagi pengguna gedung LATAR BELAKANG RATING Kondisi transportasi umum di Indonesia cukup kompleks. Keberadaan transportasi umum perkotaan di negeri ini memiliki lebih dari satu jenis moda transportasi, di antaranya bus umum, angkutan perkotaan, metromini, dan bemo. Selain itu, juga terdapat transportasi umum yang nontrayek, seperti taksi, ojek, bajaj, becak, dan delman. Sistem transportasi perkotaan yang bersifat rapid transit juga dikembangkan di Indonesia, antara lain Bus Rapid Transit (bus way) dan kereta komuter rel listrik (KRL). Sebagian besar transportasi umum tersebut kurang ter-manage dengan baik, yang menyebabkan kondisi yang kurang teratur di segala aspek. Kondisi lalu lintas yang semakin bertambah padat, dengan banyaknya kendaraan pribadi dan transportasi umum, menyebabkan kemacetan jaringan transportasi di perkotaan besar di Indonesia. Pengurangan kendaraan pribadi akan mengurangi jumlah kendaraan di jalanan, yang secara langsung juga berdampak pada pengurangan emisi CO2 dari kendaraan bermotor.
BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD-4 BICYCLE
NILAI MAKS 2
TUJUAN Mendorong penggunaan sepeda bagi penghuni dan tamu gedung dengan memberikan fasilitas yang memadai bagi penggunanya sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor TOLOK UKUR NILAI 1. Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20 pengguna 1 gedung 2.
Apabila butir 1 di atas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat parkir sepeda
1
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Perhitungan jumlah parkir sepeda terhadap penghuni gedung Gambar perletakan tempat parkir sepeda Tolok ukur 2: Gambar denah yang menunjukkan perletakan shower pengguna sepeda LATAR BELAKANG RATING Saat ini pertambahan populasi mobil sebagai kendaraan kelas menengah tidak dapat dihindari. Mobil dan kendaraan bermotor lainnya masih mendapatkan fasilitas yang cukup besar, khususnya pada kota-kota besar di Indonesia. Salah satu substitusi potensialnya adalah penggunaan sepeda, terutama sebagai sarana transportasi alternatif untuk bepergian ke tempat bekerja. Berbeda dengan mobil dan kendaraan bermotor, selama ini keberadaan sepeda justru kurang mendapat perhatian dan fasilitas. Dan berbeda dengan di kota-kota yang relatif lebih kecil seperti Yogyakarta, sepeda telah difasilitasi oleh pemerintah dengan dibangunnya lajur khusus untuk sepeda. Beberapa kota di Jawa memang memiliki sejarah dalam transportasi sepeda, sehingga sepeda bisa dianggap sebagai gaya hidup tradisional di Indonesia. Bahkan sejumlah universitas telah menyediakan tempat bersepeda.
ASD-5 SITE LANDSCAPING
NILAI MAKS 3
TUJUAN Memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup mengurangi limpasan permukaan terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak terhadap neraca air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO2 dan zat polutan lain pencegah erosi, konservasi lahan dan penanganan polusi. TOLOK UKUR 1A. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 40% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang tersebut di Prasyarat 1, taman di atas basement, roof garden, terrace garden, dan wall garden, sesuai dengan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. B. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas 2.
Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budidaya lokal dalam skala provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebesar 60% luas tajuk/ jumlah tanaman
NILAI 1
ASD EEC WAC MRC IHC
2
1
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar rencana lansekap dan detail yang menunjukkan luasan vegetasi LATAR BELAKANG RATING Indonesia, dengan kondisi keanekaragaman hayati yang tinggi dan dengan keunggulannya masingmasing, sudah sepatutnya perlu mengembangkan ekologi lansekap yang baik, yang meliputi penataan ruang berdasarkan struktur lahan, fungsi lingkungan, dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi lingkungannya. Keunggulan dari kemampuan tanaman tersebut sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi green building dalam bentuk optimalisasi ruang terbuka hijau (RTH) dalam bentuk koefisien daerah hijau (KDH) pada lahan pembangunan green building. Degradasi RTH di perkotaan dapat membuat berkurangnya kualitas lingkungan. Kondisi RTH di Jakarta, sebagai contoh, saat ini hanya 9% dari perencanaan tata ruang RTH yang sebesar 30% (PU, 2009). Apabila kondisi pemenuhan RTH ini tidak dapat dicapai, akan terjadi penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran udara dan banjir yang semakin meningkat, penurunan keanekaragaman hayati, peningkatan panas, dan berbagai masalah sosial seperti ketidaknyamanan dan stres.
BEM
ASD
ASD-6 MICROCLIMATE
NILAI MAKS 3
EEC WAC MRC IHC BEM
TUJUAN Tujuan memperbaiki kondisi iklim mikro mencakup kenyamanan suhu, angina, dan kualitas lingkungan manusia di luar ruangan pada sekeliling bangunan sehingga memengaruhi kondisi udara di dalam ruangan. TOLOK UKUR NILAI 1. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area atap 1 gedung sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan 2. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada area non-atap sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan
1
3. A. Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung menurut Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.2.3.c mengenai Sabuk Hijau
1
dan/atau B. Desain lansekap menunjukkan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung
1
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1-2: Gambar rencana tapak yang menunjukkan jenis penutup atap dan perkerasan Spesifikasi material dapat berupa brosur yang berhubungan dengan nilai albedo Tolok Ukur 3: Gambar rencana dan detail tapak Gambar rencana tapak dan detail yang menunjukkan fasilitas pedestrian LATAR BELAKANG RATING Tingginya laju urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya lahan terbangun (pemukiman dan industri) menjadi salah satu penyebab meluasnya iklim mikro pada urban heat island, yaitu bertambah luasnya area yang bersuhu tinggi atau di atas 30oC (Tursilowati, 2007). Meluasnya heat island akan menyebabkan penurunan kenyamanan kehidupan manusia. Kondisi di Indonesia yang suhu udaranya relatif panas menjadi bertambah panas sehingga manusia membutuhkan pendingin seperti AC dan kipas angin yang lebih besar. Situasi ini akhirnya akan berdampak pada pemborosan energi listrik dan polusi yang menyebabkan green house effect. Perlu dipikirkan penataan ruang yang memperhitungkan luasan dan formasi area hijau dan tingginya kepadatan penduduk. Mengingat semakin meluasnya penyebaran kawasan urban di setiap kota di Indonesia, perubahan iklim mikro di setiap kota akan berdampak pada pemanasan global.
ASD-7 STORM WATER MANAGEMENT
NILAI MAKS 3
TUJUAN Mengurangi beban jaringan drainase kota dari kuantitas limpasan air hujan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu TOLOK UKUR NILAI 1. A. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi 1 bangunan hingga 50% total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG
ASD EEC WAC MRC
atau 1. B. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari lokasi bangunan hingga 85% total volume hujan harian yang dihitung menurut data BMKG
2
2. Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi bangunan
1
3. Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan
1
IHC
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1 dan3: Laporan penanganan stormwater yang berisi: - skema penanganan, - rencana penanganan stormwater. Tolok ukur 2: Gambar potongan tapak keseluruhan Laporan penanganan stormwater yang berisi: - skema penanganan, - Perhitungan, dan - rencana penanganan stormwater. LATAR BELAKANG RATING Indonesia sebagai negara tropis memiliki kondisi rata-rata curah hujan yang berbeda-beda di setiap daerah, dengan rata-rata per bulan 360 mililiter. Keuntungan dari keadaan ini adalah ketersediaan air yang cukup, namun berdampak buruk apabila limpasan air hujan itu tidak dikelola dengan baik sehingga bisa menimbulkan genangan air dan polusi air permukaan. Pada beberapa tempat, jenis tutupan lahan seperti gedung, perumahan, jalan, trotoar, dan lahan parkir dapat menyebabkan water run off sehingga air yang terserap ke tanah menjadi berkurang. Saluran limpasan air hujan yang tidak terawat juga menimbulkan genangan, yang akan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, kecoa, dan tikus. Jenis binatang ini tentunya dapat menggangu kesehatan manusia.
BEM
Energy Efficiency and Conservation /EEC (Efisiensi dan Konservasi Energi ) Prasyarat-1. Electrical Sub-Metering (Pemasangan Sub-Meter) Prasyarat-2. OTTV Calculation (Perhitungan OTTV) EEC-1. Energy Efficiency Measure (Tindakan Efisiensi Energi) EEC-1.1. Energy Modeling Software (Perhitungan dengan Energi Modeling Software) EEC-1.2. GBCI Worksheet Standard (Worksheet Standar GBCI) EEC-1.3. Fixed Components of Energy Effeciency (Penghematan Per Komponen yang sudah ditentukan) EEC-1.3.1. Building Envelope (Selubung Bangunan) EEC-1.3.2. Pencahayaan Buatan (Non Natural Lighting) EEC-1.3.3. Transportasi Vertikal (Vertical Transportation) EEC-1.3.4. Coffecience of Performance /COP (Efisiensi Kinerja) EEC-2. Natural Lighting (Pencahayaan Alami) EER-3. Ventilation (Ventilasi) EER-4. Climate Change Impact (Pengaruh Perubahan Iklim) EER-5. On-Site Renewable Energy (Energi Baru dan Terbarukan yang Bersumber di Dalam Tapak)
Latar Belakang Isu
Konsumsi energi paling besar dialokasikan pada operasional pengondisian suhu ruang dalam gedung berupa pendingin ruangan (air conditioning/AC), transportasi vertikal, dan penerangan. Pengoperasian sistem tersebut dengan menggunakan teknologi dan cara yang tidak efisien dan memiliki dampak yang besar pada perubahan iklim serta pemanasan global karena adanya efek rumah kaca.
Untuk memerangi perubahan iklim, perlu adanya praktik-praktik baru, sejak tahap desain hingga pengoperasian gedung, sehingga efisiensi konsumsi energi dapat meningkat dan jejak karbon, potensi pemanasan global, serta potensi penipisan lapisan ozon berkurang.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
P1
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ELECTRICAL SUBMETERING
NILAI MAKS P
TUJUAN Sebagai fasilitas pendukung prosedur pemantauan dan pencatatan konsumsi listrik sehingga data yang dicatat dapat digunakan untuk usaha penghematan selanjutnya PERKECUALIAN 1. 2. 3. 4.
Untuk rumah sakit, tidak termasuk instalasi ruang khusus yang memiliki peralatan besar Untuk hotel, tidak termasuk laundry dan F&B Untuk apartemen, tidak termasuk tiap unit Untuk perkantoran, tidak termasuk data centre
TOLOK UKUR Memasang kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan sistem peralatan, yang meliputi: Sistem tata udara Sistem tata cahaya dan kotak kontak Sistem beban lainnya
NILAI P
DOKUMEN YANG DINILAI Sistem yang mengonsumsi energi serta keluarannya Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan lokasi submeter Gambar diagram yang menunjukkan distribusi listrik dan pengukurannya Bukti fotografis tentang lokasi LATAR BELAKANG RATING Untuk pemantauan konsumsi listrik agar lebih terkendali, submeter listrik sangat umum digunakan. Jenis unit yang paling sering digunakan pada submeter listrik adalah kilowatt hour. Unit ini sama dengan jumlah energi yang dikonsumsi oleh beban satu kilowatt selama satu jam, atau 3.600.000 Joule. Submeter listrik semakin memegang peranan penting untuk gedung-gedung baru di Indonesia mengingat fungsinya yang penting dalam pemantauan dan pengontrolan konsumsi energi agar menjadi lebih efisien dan hemat.
P2
OTTV CALCULATION
TUJUAN Mendorong penyebaran arti selubung gedung yang baik untuk penghematan energi TOLOK UKUR Menghitung selubung gedung OTTV untuk gedung yang akan disertifikasi
NILAI MAKS P
NILAI P
DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan OTTV berdasarkan SNI 03-6389-2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung LATAR BELAKANG RATING Komponen beban yang memberikan kontribusi terbesar atau cukup besar terhadap beban pendinginan perlu dicermati agar dapat dicari peluang penghematan energinya. Salah satu komponen beban adalah bahan bangunan dan beban selubung bangunan. Bahan bangunan: Identifikasi bahan bangunan akan menentukan nilai transmitansi termal yang menjadi salah satu variabel dalam perhitungan beban pendinginan. Beban selubung bangunan: OTTV (overall total transfer value) atau nilai perpindahan termal menyeluruh adalah suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan kaca bagian luar bangunan gedung yang dikondisikan. Beban pendinginan yang berasal dari luar melalui selubung bangunan, misalnya untuk gedung kantor satu Iantai, di Indonesia dapat mencapai 40% hingga 50% dari beban pendingin seluruhnya pada waktu terjadi beban puncak.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
NILAI MAKS 20
ASD
EEC-1 ENERGY EFFICIENCY MEASURES
EEC
TUJUAN Mendorong penghematan konsumsi energi melalui aplikasi langkah-langkah efisiensi energi PERKECUALIAN
WAC MRC IHC BEM
Untuk rumah sakit, tidak termasuk ruang-ruang tertentu, seperti laboratorium, ruang periksa, ruang operasi, unit gawat darurat, ruang mayat, ruang sterilisasi, ruang peralatan khusus, ICU, dan ruang isolasi TOLOK UKUR Poin untuk rating energi efisiensi ini didapat melalui 3 opsi: Opsi 1. Perhitungan dengan energy modelling software Opsi 2. Perhitungan dengan worksheet Opsi 3. Perhitungan per komponen
NILAI
Metode perhitungan dapat dilakukan dengan: 1. EEC 1-1. Energy modelling software Energy modelling software digunakan untuk menghitung konsumsi energi di gedung baseline dan gedung designed. Selisih konsumsi energi dari gedung baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk setiap penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline, mendapat nilai 1 poin dengan maksimum 20 poin (wajib untuk level platinum).
20
atau 2. EEC 1-2. Worksheet standar GBCI Dengan menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari selisih antara gedung designed dan baseline mendapat nilai 1 poin. Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari gedung baseline. Worksheet dimaksud disediakan oleh GBCI. atau 3. EEC 1-3. Penghematan per komponen yang sudah ditentukan Caranya adalah dengan memperhitungkan secara terpisah overall thermal transfer value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan pencahayaan buatan, transportasi vertikal, dan coefficient of performance (COP). EEC 1-3-1 BUILDING ENVELOPE 2
Tiap penurunan 3 W/m dari nilai OTTV 45 W/m mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 poin).
•
2
(SNI 03-6389-2000)
15
10 5 1
2
EEC 1-3-2 NON-NATURAL LIGHTING * 1. Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30%, yang lebih hemat daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03 6197-2000
1
2. Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja
1
3. Zonasi pencahayaan untuk seluruh ruang kerja yang dikaitkan dengan sensor gerak (motion sensor)
1
4. Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka pintu
1
EEC 1-3-3 VERTICAL TRANSPORTATION*
1
1. Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus traffic analysis atau menggunakan regenerative drive system
1
2. Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau sleep mode pada eskalator
1
EEC
EEC 1-3-4 COP Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10% lebih besar dari standar SNI 03-6390-2000
ASD
2 2
WAC
DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan melalui energy modelling software yang direkomendasikan GBCI atau hasil perhitungan dengan worksheet atau hasil perhitungan per komponen saat desain Perhitungan baru yang memasukkan semua unsur perubahan sesudah konstruksi LATAR BELAKANG RATING Rencana/desain hemat energi tidak semata-mata ranah ahli mechanical electrical, tetapi suatu hasil dari kreativitas para perancang bangunan lintas bidang (arsitektur, struktur, ME, lighting specialist, dan arsitek lansekap). Sistem penilaian yang berbeda-beda ini dapat mendorong kreativitas, desain, dan pelaksanaan yang terpadu.
Keterangan (*): Non-natural lighting maksimum mendapat nilai 2. Vertical transportation maksimum mendapat nilai 1.
MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC
EEC-2 NATURAL LIGHTING
NILAI MAKS 4
TUJUAN Mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal untuk mengurangi konsumsi energi dan mendukung desain bangunan yang memungkinkan penggunaan pencahayaan alami seluas mungkin PERKECUALIAN Untuk rumah sakit, tidak termasuk ruang periksa, laboratorium, ruang operasi, unit gawat darurat, ruang mayat, ruang sterilisasi, ruang peralatan khusus, intensive care unit, dan ruang isolasi TOLOK UKUR 1. Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux
NILAI 2
Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai nonservice mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux
BEM 2. Jika butir satu dipenuhi lalu ditambah dengan adanya lux sensor untuk otomatisasi pencahayaan buatan apabila intensitas cahaya alami kurang dari 300 lux, didapatkan tambahan nilai 2 poin
2
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Gambar denah setiap lantai, gambar denah tipikal, dan tampak yang memuat informasi tentang semua bukaan dan perkiraan intensitas cahaya alaminya Gambar denah jendela dan detail Laporan pengukuran dengan lux meter secara acak terhadap ruangan Tolok ukur 2: Salinan nota pembelian lux sensor Spesifikasi dapat berupa katalog lux sensor yang digunakan Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan perletakan lux sensor pada bangunan LATAR BELAKANG RATING Dengan pemaksimalan penggunaan tata cahaya alami, konsumsi tata cahaya buatan dapat berkurang secara signifikan. Terlebih lagi, rata-rata konsumsi tata cahaya buatan di dalam gedung perkantoran misalnya berkisar antara 20-35% dari total konsumsi energi gedung. Desain gedung yang tepat dan penuh pertimbangan dapat dengan baik mengombinasikan tata cahaya alami dan tata cahaya buatan sehingga penghematan energi yang signifikan dapat dicapai tanpa meningkatkan beban AC. Hal ini dapat dicapai dengan meminimalkan radiasi matahari langsung masuk ke dalam gedung dan mengeksploitasi cahaya langit.
EEC-3 VENTILATION
NILAI MAKS 1
TUJUAN Mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area publik (non-nett lettable area/NLA) untuk mengurangi penambahan beban energi PERKECUALIAN
EEC WAC
1. Untuk apartemen, tidak termasuk unit-unit 2. Untuk rumah sakit, tidak termasuk koridor dan lobi lift TOLOK UKUR Tidak mengondisikan (tidak memberi AC) ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta tidak melengkapi ruangan tersebut dengan sistem ventilasi
ASD
NILAI 1
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan ventilasi mekanik dan/atau gambar rencana denah dan detail yang menggambarkan ventilasi alami Hasil laporan verifier tentang: Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan ventilasi mekanik dan/atau gambar rencana denah dan detail yang menggambarkan ventilasi alami Lokasi ventilasi terutama di ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift yang tidak dikondisikan LATAR BELAKANG RATING Ventillasi adalah proses pergantian udara di sebuah ruangan untuk mengontrol suhu atau menukar kelembapan, bau, asap, panas, debu, bakteri, CO2, dan untuk mengisi kembali oksigen. Ventilasi meliputi penukaran udara ke luar dan juga sirkulasi udara di dalam gedung. Hal ini adalah satu dari faktor penting yang perlu ada untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan agar dapat diterima pengguna gedung dan sekaligus menekan biaya energi karena tidak mengondisikan ruangan. Daerah-daerah di Indonesia memiliki iklim yang beragam. Untuk gedung-gedung yang ada di dataran tinggi yang sejuk, ventilasi alami bisa dijadikan alternatif menarik untuk pendinginan dan kenyamanan penggunanya. Namun, untuk daerah panas dan lembap seperti Jakarta, penggunaan ventilasi alami hampir tidak cukup sehingga diperlukan ventilasi mekanis.
MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
EEC-4 CLIMATE CHANGE IMPACT
NILAI MAKS 1
TUJUAN Memberikan informasi atau pengertian bahwa pola konsumsi energi yang berlebihan akan berpengaruh terhadap perubahan iklim TOLOK UKUR NILAI Menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 yang didapatkan dari selisih kebutuhan 1 energi antara design building dan base building dengan menggunakan grade emission factor (konversi antara CO2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan dalam Keputusan DNA dalam B/277/Dep.III/LH/01/2009 DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan melalui worksheet penghematan energi gedung dari EEC-1 Perhitungan penghematan yang kemudian dikonversi menggunakan grade emission factor (konversi antara CO2 dan energi listrik) yang telah ditetapkan dalam keputusan DNA dalam B277/Dep.III/LH/01/2009 Apabila ada perubahan setelah konstruksi, dilampirkan dokumen hasil perhitungan ulang dari item di atas. LATAR BELAKANG RATING Global warming mengakibatkan dampak yang luas dan sangat serius, baik bagi lingkungan biogeofisik maupun bagi sosial-ekonomi manusia. Di antara dampak itu adalah kenaikan permukaan air laut, peningkatan curah hujan dan banjir, perubahan iklim, migrasi fauna dan hama penyakit, gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, penurunan produktivitas lahan pertanian, peningkatan risiko kanker dan wabah penyakit, dan sebagainya. Negara-negara Asia Tenggara sangat rentan terhadap perubahan iklim, padahal perubahan iklim saat ini sedang terjadi dan yang lebih parah lagi akan terus dihadapi jika tidak dilakukan tindakan mitigasi secepatnya. Bila hal ini terjadi, bukan saja perubahan iklim yang harus menjadi masalah melainkan juga pembangunan berkelanjutan. Lalu, usaha pengentasan kemiskinan pun menjadi terhambat.
EEC-5 ON-SITE RENEWABLE ENERGY (BONUS)
NILAI MAKS
5
TUJUAN Mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan yang bersumber dari dalam tapak TOLOK UKUR Menggunakan sumber energi baru dan terbarukan. Setiap 0,5% daya listrik yang dibutuhkan gedung yang dapat dipenuhi oleh sumber energi terbarukan mendapatkan 1 poin (sampai maksimal 5 poin).
ASD EEC
NILAI 1
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar detail tempat perletakan teknologi energi terbarukan Spesifikasi alat terpasang dari teknologi energi terbarukan Perhitungan energi yang dihasilkan oleh energi terbarukan pada desain Perhitungan energi yang dihasilkan baru bila ada perubahan setelah konstruksi LATAR BELAKANG RATING Ketergantungan pada sumber energi fosil saat ini masih sangat mendominasi pemenuhan kebutuhan primer manusia. Untuk memotivasi pengurangan ketergantungan tersebut, apresiasi perlu dilakukan terhadap penggunaan energi dari sumber terbarukan.
WAC MRC IHC BEM
Water Conservation/WAC (Konservasi Air) Prasyarat-1. Water metering (Pengukuran Penggunaan Air Bersih) WAC-1. Water Use Reduction (Pengurangan Pemakaian Air) WAC-2. Water Fixture (Pemilihan Alat Pengatur Keluaran Air) WAC-3. Water Recycling (Daur Ulang Air) WAC-4. Alternative Water Resources (Sumber Air Alternatif) WAC-5. Rainwater Harvesting (Pengumpulan Air Hujan) WAC-6. Water Efficiency Landscaping (Lansekap Hemat Air)
ASD EEC WAC
Latar Belakang Isu
MRC Siklus iklim dan curah hujan di Indonesia menjadi terganggu dengan adanya perubahan iklim, pemanasan global, pembalakan hutan, konversi lahan hijau, dan perusakan wetland yang tidak terkendali. Selain itu, hal tersebut juga mengakibatkan keseimbangan neraca air serta ketersediaan air tanah dan air permukaan ikut terganggu. Di saat musim kemarau terjadi kekurangan air, dan di saat musim hujan terjadi banjir. Berdasarkan perhitungan sumber daya air oleh Ditjen Sumber Daya Air DPU, pulau Jawa, Bali, dan NTT mengalami defisit air terutama pada musim kemarau. Defisit ini akan bertambah parah dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi.
3
Saat ini, kebutuhan total air di Indonesia mencapai 8,903 x 106 m dengan kenaikan sekitar 10% per tahun. Di kawasan urban, pemenuhan kebutuhan ini mengandalkan sumber air olahan dari PDAM dan eksploitasi air tanah. Penggunaan air bersih secara umum adalah untuk memenuhi kegiatan mandi, cuci, kakus, minum, dan irigasi lansekap. Pola konsumsi air dalam kondisi urban seperti Jakarta memerlukan 150 liter/jiwa/hari, sedangkan menurut kajian Pasific Institute (2006), kebutuhan air rata-rata Indonesia adalah sekitar 80 liter/jiwa/hari. Angka-angka ini sangat boros apabila dibandingkan dengan angka konsumsi air ideal, yaitu 50 liter/jiwa/hari.
Selain isu konsumsi air bersih, juga terjadi masalah dalam manajemen limbah (grey water dan black water) di kawasan perkotaan, yang daya dukung lingkungannya rendah. Manajemen limbah yang tidak terpadu mengakibatkan pencemaran badan air dan menurunkan kualitas lingkungan.
IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
P1
WATER METERING
NILAI MAKS P
TUJUAN Memfasilitasi pengontrolan penggunaan air sehingga dapat menjadi dasar penerapan manajemen air yang lebih baik TOLOK UKUR Pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut: 1. Satu volume meter di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah 2. Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang 3. Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi
NILAI P
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar rencana mekanikal elektrikal untuk sistem plambing yang mengindikasikan lokasi meteran air Spesifikasi produk, dapat berupa brosur atau keterangan pabrik untuk meteran volume air LATAR BELAKANG RATING Selama ini kita selalu berpikir bahwa air adalah sumber alam yang tak terhingga, sehingga kita tidak memperlakukannya secara hemat. Tidak adanya manajemen air berdampak pada timbulnya krisis air yang kita rasakan sekarang ini. Pentingnya upaya pengukuran, pencatatan, pengontrolan, dan evaluasi merupakan upaya dasar dari manajemen air untuk mencegah terjadi pemborosan. Untuk itu, diperlukannya suatu kontrol melalui meteran air yang permanent, baik untuk pihak pengelola gedung maupun pihak pemakai fasilitas air.
NILAI MAKS 8
ASD
TUJUAN Meningkatkan penghematan penggunaan air bersih yang akan mengurangi beban konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah
EEC
WAC-1 WATER USE REDUCTION
TOLOK UKUR 1. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer tanpa mengurangi jumlah kebutuhan per orang sesuai dengan SNI 03-7065-2005 seperti pada tabel terlampir
NILAI 1
2. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai dengan acuan pada poin 1 akan mendapatkan nilai 1 dengan dengan nilai maksimum sebesar 7 poin.
7
WAC MRC
DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan melalui worksheet yang direkomendasikan oleh GBCI LATAR BELAKANG RATING Di Indonesia, air tanah semakin langka di daerah perkotaan besar karena infiltrasi air berkurang. Penurunan air tanah untuk mengisi ulang di kota-kota berbanding lurus dengan peningkatan trotoar dan atap daerah. Selain itu, kepadatan penduduk yang tinggi telah menyebabkan konsumsi air tanah juga tinggi (Srinivas, 2007). Kondisi pemakaian di Indonesia yang lebih banyak bergantung pada kebutuhan hidup yang semakin meningkat beriringan dengan meningkatnya perekonomian. Selain itu, orang Indonesia lebih banyak menggunakan air karena kondisi iklimnya tropis, sehingga negeri ini memerlukan aspek sanitasi yang lebih banyak, baik untuk mandi, mencuci, maupun untuk keperluan ibadah. Budaya penggunaan air untuk sanitasi di Indonesia cukup mengakar.
IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC
WAC-2 WATER FIXTURES
NILAI MAKS 3
TUJUAN Memfasilitasi upaya penghematan air dengan pemasangan water fixture efisiensi tinggi TOLOK UKUR 1 A. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 25% dari total pengadaan produk water fixture atau B. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total pengadaan produk water fixture
NILAI 1
2
atau
BEM
C. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran (Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total pengadaan produk water fixture
3
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar diagram yang menunjukkan sistem distribusi air Gambar rencana kamar mandi dan detail Spesifikasi produk water fixures LATAR BELAKANG RATING Penggunaan air untuk kegiatan sanitasi masih sangat diperlukan karena keberadaan air identik dengan kebersihan. Untuk fixture sanitasi, selain tiga tipe dasar toilet yang umum (gravity, valve, dan pressured) juga ada peturasan (urinal) untuk tempat buang air kecil bagi laki-laki. Untuk sistem keran, termasuk bentuk keran tembok (faucets) dan keran wastafel (lavatory). Sedangkan untuk mandi, penggunaan fixtures adalah dalam bentuk shower (Fadem and Conant, 2008). Kondisi pemborosan air juga dipengaruhi kurangnya kesadaran dan perilaku hemat air, seperti lupa menutup keran dan kurangnya perawatan pada water fixtures. Usaha untuk melaksanakan penghematan air kini semakin berkembang dengan banyaknya produk peralatan plambing yang semakin menekankan penghematan air. Upaya penghematan air dari teknologi keran dan toilet cukup berperan dalam menghemat penggunaan air, bisa sekitar 30% dari total kebutuhan air domestik. Penggunaan air bersih untuk menyiram toilet kini juga disadari tidak perlu diilakukan.
NILAI MAKS 1
ASD
TUJUAN Menyediakan air dari sumber daur ulang air limbah gedung untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber air utama
EEC
WAC-3 WATER RECYCLING
PERKECUALIAN Untuk rumah sakit, tidak termasuk ruang-ruang tertentu, antara lain sink pada laboratorium, ruang periksa, ruang operasi, ruang unit gawat darurat, ruang mayat, ruang sterilisasi, ruang peralatan khusus, ruang intensive care unit, dan ruang isolasi TOLOK UKUR Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika ada)
NILAI 1
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar mekanikal elektrikal untuk sistem daur ulang (recycle) air Spesifikasi produk alat daur ulang air yang hasil keluarannya tidak melebihi standar Keputusan Menteri No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Kotor Domestik LATAR BELAKANG RATING Daur ulang air adalah penggunaan kembali air bekas pakai yang melalui pengolahan air kotor untuk menghilangkan kontaminan menjadi air yang dapat digunakan kembali (Maczulak, 2010). Air kotor (graywater) yang dapat diproses kembali menjadi air bersih berasal dari wastafel dan shower, dan dapat dikumpulkan kembali serta ditampung dalam tangki di bawah tanah (basement) atau di lantai dasar. Air ini dapat digunakan untuk menggelontor toilet, make up cooling water, dan irigasi lansekap. Air hujan untuk irigasi tidak perlu diolah sebagai upaya reuse. Namun, kondisi hujan yang tidak menentu terkadang membuat ketersediaannya menjadi berkurang sehingga tetap memerlukan penyiraman manual.
WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
WAC-4 ALTERNATIVE WATER RESOURCES
NILAI MAKS 2
TUJUAN Menggunakan sumber air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air bersih untuk mengurangi penggunaan dari sumber air utama TOLOK UKUR NILAI 1 A. Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air 1 bekas wudu, atau air hujan atau B. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas
2
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar diagram yang menunjukkan sistem pengambilan air alternatif Spesifikasi teknis alat daur ulang dari produsen Laporan pengukuran hasil uji kualitas air dari laboratorium secara mandiri (independent) sesuai dengan kriteria Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, seperti terlihat pada Lampiran 2 LATAR BELAKANG RATING Dalam Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dikatakan bahwa kebutuhan sumber air, yang meliputi sistem air minum, harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan penampungannya. Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.
WAC-5 RAINWATER HARVESTING
NILAI MAKS 3
TUJUAN Mendorong penggunaan air hujan/limpasan air hujan sebagai salah satu sumber air TOLOK UKUR 1 A. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah hujan tahunan setempat menurut BMKG dalam waktu 10 menit atau B. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di atas atau C. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan di atas
ASD EEC
NILAI 1
WAC MRC
2 3
DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan kapasitas tangki terhadap curah hujan setempat Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan tempat penampungan LATAR BELAKANG RATING Indonesia secara umum memiliki curah hujan yang relatif tinggi serta bulan basah yang relatif panjang sehingga potensial untuk dijadikan salah satu sumber air. Tapi, pada kenyataannya, air hujan hanya dibuang ke saluran kota dan tidak dapat diserapkan kembali ke tanah. Saluran kota pun memiliki kemampuan yang terbatas sehingga ketika musim hujan tiba sering terjadi bencana banjir. Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air harus didorong karena rendahnya kualitas sumber air bersih permukaan dan upaya mengonservasi sumber air bawah tanah.
IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
WAC-6 WATER EFFICIENCY LANDSCAPING
NILAI MAKS 3
TUJUAN Efisiensi dalam lansekap lebih ditujukan kepada upaya untuk meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air tanah dan PDAM untuk kebutuhan irigasi lansekap, dan menggantinya dengan sumber air lain selain kedua sumber air di atas. PERKECUALIAN Untuk apartemen, tidak termasuk planter box di unit-unitnya TOLOK UKUR 1. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah dan/atau PDAM
NILAI 1
2. Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman
2
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Gambar diagram yang menunjukkan sistem irigasi lansekap Tolok ukur 2: Perhitungan melalui worksheet mengenai irigasi tanaman yang dikaitkan dengan sistem otomatisasi dari irigasi Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan sistem irigasi lansekap dengan sistem otomatisasinya LATAR BELAKANG RATING Sumber kebutuhan air untuk lansekap di Indonesia pada umumnya berasal dari air tanah, sedangkan isu di perkotaan Indonesia salah satunya adalah ancaman dari akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. Karena itu, perlu didorong suatu praktik irigasi lansekap yang lebih efisien dalam penggunaan air. Desain lanskap di Indonesia juga masih mementingkan selera dan masih sedikit yang berorientasi kepada keberlanjutan lingkungan. Sering sekali, baik tanaman yang digunakan maupun teknik penanamanannya, menyebabkan kebutuhan irigasi yang tinggi. Cara irigasi yang tidak tepat juga mengakibatkan rendahnya efektivitas irigasi yang dilakukan. Dengan menerapkan teknik irigasi dan desain penanaman yang tepat diharapkan dapat diturunkan kebutuhan air irigasi. Penggunaan air untuk lansekap disesuaikan dengan masa tumbuh tanaman sehingga diperlukan teknologi yang tepat untuk menyesuaikan ketersediaan air dengan kebutuhan tanaman.
Material Resources and Cycle/MRC (Sumber dan Siklus Material) Prasyarat-1. Fundamental Refrigerant (Aplikasi Refrigerant Fundamental) MRC-1. Building and Material Reuse (Penggunaan Kembali Gedung dan Material Bekas) MRC-2. Environmentally Process Product (Produk yang Proses Pembuatannya Ramah Lingkungan) MRC-3. Non-ODS Usage (Penggunaan Bahan yang Tidak Mengandung ODS) MRC-4. Certified Wood (Kayu Bersertifikasi) MRC-5. Modular design (Desain yang Menggunakan Material Modular) MRC-6. Regional Material (Material yang Tersedia dari Tempat yang Berdekatan)
ASD EEC WAC
Latar Belakang Isu
MRC Pembalakan hutan dan eksploitasi yang tidak dikelola dengan baik dapat menghancurkan kekayaan sumber daya alam yang ada. Arti penting hutan tidak hanya sebagai sumber material melainkan juga untuk melindungi bumi dari pemanasan global, menjaga tatanan sistem air, dan mempertahankan daya dukung ekosistem. Untuk menjaga keberlangsungan sumber daya terbarui ini, diperlukan suatu tatanan dan pengelolaan yang baik.
Untuk menahan eksploitasi laju sumber daya alam tidak terbarui, diperlukan upaya memperpanjang daur hidup material. Proses ini dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengolahan dan produksi, desain bangunan dan aplikasi yang efisien (reduce), hingga upaya memperpanjang masa akhir pakai produk material. Pada tahap eksploitasi dan transportasi material perlu diperhatikan jejak ekologis dan jejak karbon yang ditinggalkan. Untuk itu, minimalisasi jejak karbon dapat dilakukan dengan menggunakan produk lokal setempat. Dalam pemilihan material, perlu diperhatikan dampaknya pada manusia dan lingkungan hidup, dengan tidak menggunakan bahan beracun dan berbahaya (B3). Untuk memperpanjang daur produk material, diperlukan upaya penggunaan kembali (reuse) atau proses daur ulang (recycle).
Dengan menjaga keberlanjutan alam melalui pengelolaan daur hidup material yang lebih baik, diharapkan pembangunan green building dapat menjadi salah satu media pembangunan berkelanjutan, yang akan membawa Indonesia menuju kondisi seimbang dalam pembangunan dan pelestarian alam.
IHC BEM
ASD EEC
P1
FUNDAMENTAL REFRIGERANT
TUJUAN Mencegah pemakaian bahan perusak ozon (BPO) yang mempunyai ozone depleting potential (ODP) sama atau lebih besar dari 1 yang dapat merusak lapisan ozon di stratosfer
WAC
TOLOK UKUR Tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran
MRC
DOKUMEN YANG DINILAI Spesifikasi produk peralatan air conditioning dan sistem pemadam kebakaran
IHC BEM
NILAI MAKS P
NILAI P
LATAR BELAKANG RATING Di udara, CFC dan halon bereaksi di area stratosfer dan menghancurkan lapisan ozon. Di lain pihak, lapisan ozon memiliki peran dalam mengurangi radiasi sunar UV-B yang sampai ke permukaan bumi. Sinar UV-B ini memberikan efek negatif pada manusia, seperti membakar kulit, menyebabkan kanker kulit, dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Sedangkan efek negatifnya bagi ekosistem adalah punahnya populasi plankton di lautan dan rusaknya tanaman, termasuk pertanian. Berdasarkan Montreal Protocol tahun 1987, penghapusan CFC dan halon dilakukan secara bertahap dengan target phase out 100% di tahun 2006, dan halon di tahun 2010 untuk Indonesia sebagai negara berkembang (Article V).
MRC-1 BUILDING AND MATERIAL REUSE
NILAI MAKS 2
TUJUAN Menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia pemakaian suatu bahan material TOLOK UKUR NILAI 1. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun 1 tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) atau 2. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun 2 tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 20% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan perbandingan biaya total material lama terhadap total biaya material lama* dan baru yang sesuai dengan tolok ukur Foto material bekas yang terpasang pada elemen gedung (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) LATAR BELAKANG RATING Ketersediaan sumber daya alam yang beragam di Indonesia mendorong munculnya produksi material yang tak kalah beragamnya. Hal tersebut berdampak positif dan membuat kalangan industri bangunan, terutama desainer, terstimulasi untuk melakukan eksplorasi desain dengan keragaman material yang tersedia. Dengan kondisi tersebut, penggunaan ulang material bekas kurang populer di kalangan industri bangunan dan cenderung ditujukan ke pengembangan desain, yang bukan dalam tujuan misi penyelamatan lingkungan. Penggunaan bangunan dan material bahan bekas memiliki tiga isu yang cukup penting. Dari aspek lingkungan, ia berperan dalam mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA) kota dari sampah konstruksi akibat pembongkaran. Dari aspek ekonomi, bagi pemilik gedung hal itu tentu menghemat biaya konstruksi dan dapat menciptakan lapangan kerja secara tidak langsung bagi pihak ketiga yang mengumpulkan barang-barang bekas tersebut. Dari aspek sosial, ia menstimulasi pelestarian bangunan bersejarah yang bernilai bagi identitas kota. Keterangan (*) Harga lama dikonversi sesuai dengan harga yang paling baru.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
MRC-2 ENVIRONMENTALLY PROCESS PRODUCT
NILAI MAKS 2
TUJUAN Menggunakan bahan bangunan hasil fabrikasi yang menggunakan bahan baku dan proses produksi ramah lingkungan TOLOK UKUR 1. Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001 terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara dan direkomendasikan oleh GBCI. Material tersebut minimal bernilai 30% dari total biaya material. 2. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material
NILAI 1
1
3. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya 1 terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) senilai minimal 2% dari total biaya material DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Spesifikasi material yang bersertifikat Perhitungan perbandingan biaya total material bersertifikat terhadap total biaya material Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa bahwa produknya bersertifikat ISO 14001 (dapat berupa salinan dokumen sertifikasi ISO 14001 atau setingkatnya) Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material ISO 14001 yang dibeli oleh pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan surat pengantar barang (SPB) Tolok ukur 2: Spesifikasi material daur ulang Perhitungan perbandingan biaya total material hasil daur ulang terhadap total biaya material Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya berasal dari proses daur ulang Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material daur ulang yang dibeli oleh pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB Tolok ukur 3: Spesifikasi material berbahan baku dari sumber daya terbarukan dengan masa penen jangka pendek Perhitungan perbandingan biaya total material berbahan baku dari sumber daya terbarukan dengan masa panen jangka pendek terhadap total biaya material Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya berasal dari sumber terbarukan dengan masa panen jangka pendek Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material dari sumber terbarukan dengan masa panen jangka pendek telah dibeli oleh pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB LATAR BELAKANG RATING Pertimbangan dalam menggunakan material tidak hanya berdasarkan berbahaya atau tidaknya kandungan di dalamnya terhadap manusia dan lingkungan. Sistem produksi atau fabrikasi material juga patut menjadi bahan pertimbangan dalam memilih. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari atau meminimalisasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pembuatan material gedung. Pemilihan material yang dapat didaur ulang untuk menghasilkan material baru juga harus mulai diperhitungkan mengingat hal tersebut dapat mengurangi limbah yang membebani TPA. Selain itu, konsumsi energi menjadi berkurang karena tidak diperlukan untuk mengekstrasi bahan baku dalam pengolahannya. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dengan masa panen jangka pendek juga
dapat dikatakan ramah lingkungan dikarenakan terdapat keseimbangan antara penggunaan dan pelestarian.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD
MRC-3 NON-ODS USAGE
EEC
TUJUAN Menggunakan bahan dengan zero ODP TOLOK UKUR Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan
WAC MRC IHC BEM
NILAI MAKS 1
NILAI 1
DOKUMEN YANG DINILAI Spesifikasi produk tentang peralatan air conditioning dan sistem pemadam kebakaran LATAR BELAKANG RATING Protokol Montreal secara bertahap menghapuskan material yang masih mengandung sifat ODP. Tahap penghapusan dilakukan berdasarkan tingkat ODP yang dimilikinya. Pada tahapan awal, penghapusan ditujukan pada tingkat ODP yang lebih besar dari 1. Tahapan selanjutnya ditujukan pada bahan dengan tingkat ODP 0. Dalam rangka merespons Protokol Montreal tersebut, diperlukan suatu sistem yang menggerakkan pasar agar mulai untuk tidak menggunakan bahan yang memiliki ODP.
MRC-4 CERTIFIED WOOD
NILAI MAKS 2
TUJUAN Menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya untuk melindungi kelestarian hutan TOLOK UKUR NILAI 1. Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan 1 Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu 2. Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga 1 Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC) DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Spesifikasi kayu bersertifikat legal sesuai dengan peraturan pemerintah Perhitungan perbandingan biaya material kayu bersertifikat legal pemerintah terhadap total biaya kayu Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya legal (dapat berupa salinan dokumen sertifikat legal kayu) Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas kayu bersertifikat legal dibeli oleh pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB Tolok ukur 2: Spesifikasi kayu bersertifikasi internasional yang digunakan dari pihak QS Perhitungan perbandingan biaya material kayu bersertifikat LEI atau FSC terhadap total biaya kayu Surat pernyataan dari pihak produsen bahwa produknya legal (dapat berupa salinan dokumen salinan sertifikat LEI atau FSC kayu) Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas kayu bersertifikat LEI atau FSC dibeli oleh pihak kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB LATAR BELAKANG RATING Penebangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kehancuran hutan, punahnya hewan liar, erosi tanah, sedimentasi sungai, polusi udara, dan timbulnya sampah. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengaturan melalui proses sertifikasi kayu yang menjamin bahwa hasil kayu tersebut tidak melalui penebangan liar. Di sisi lain, kayu yang telah bersertifikat juga memberikan perlindungan bagi para petani kayu dari para tengkulak yang bisa menaikkan pendapatan sekitar 5-10% dari sistem konvensional.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
MRC-5 MODULAR DESIGN TUJUAN Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah konstruksi TOLOK UKUR Desain yang menggunakan material modular atau prafabrikasi (tidak termasuk equipment) sebesar 30% dari total biaya material
NILAI MAKS 1
NILAI 1
DOKUMEN YANG DINILAI Spesifikasi material modular atau prafabrikasi Perhitungan perbandingan biaya material modular atau prafabrikasi terhadap total biaya material Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material modular atau pra fabrikasi dibeli oleh kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB LATAR BELAKANG RATING Penggunaan material modular atau prafabrikasi juga berkontribusi dalam mengurangi beban TPA kota akibat aktivitas konstruksi. Hal ini dikarenakan sistem penggunaan dan pemasangan material dapat langsung disesuaikan dengan kebutuhan bangunan berdasarkan pemesanan. Sampah yang dihasilkan dari konstruksi material modular atau prafabrikasi cenderung lebih sedikit dari sampah yang dihasilkan dengan cara konvensional. Ditambah lagi, sampah tersebut langsung dapat dikembalikan kepada pihak produsennya untuk diolah kembali. Dari aspek ekonomi, penggunaan material modular atau prafabrikasi dapat meningkatkan efisiensi biaya konstruksi dikarenakan cenderung cepat dan mudah untuk diimplementasikan.
MRC-6 REGIONAL MATERIAL
NILAI MAKS 2
TUJUAN Mengurangi jejak karbon dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri
ASD EEC
TOLOK UKUR 1. Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau fabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material
NILAI 1
2. Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah Republik Indonesia mencapai 80% dari total biaya material
1
WAC
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Spesifikasi material yang berada dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek Perhitungan perbandingan biaya material yang berada dalam radius 1.000 km terhadap total biaya material Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material yang berada dalam radius 1.000 km dibeli oleh kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB Tolok ukur 2: Spesifikasi material yang berada dalam wilayah Republik Indonesia Perhitungan perbandingan biaya material yang berada dalam wilayah Republik Indonesia terhadap total biaya material Surat pernyataan dari pihak supplier bahwa kuantitas material yang berada dalam wilayah Republik Indonesia dibeli oleh kontraktor atau owner, dengan melampirkan SPB LATAR BELAKANG RATING Pembelian material pada kawasan yang berdekatan berangkat dari dua isu penting. Pertama, dengan membeli material yang radiusnya cenderung dekat berarti memperkecil jejak karbon yang dihasilkan oleh moda transportasi untuk pengangkutannya ke lokasi proyek. Kedua, penggunaan material pada kawasan berdekatan memiliki kemungkinan yang lebih besar bahwa produk tersebut merupakan hasil produksi dalam negeri, sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan dalam negeri atau daerah setempat.
MRC IHC BEM
Indoor Air Health and Comfort/IHC (Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan)
ASD Prasyarat-1. Outdoor Air Introduction (Introduksi Udara Luar Ruang) IHC-1. CO2 Monitoring (Pemantauan Kadar CO2) IHC-2. Environmental Tobacco Smoke (Pengendalian Lingkungan atas Asap Rokok) IHC-3. Chemical Pollutants (Polutan Kimia) IHC-4. Outside View (Pemandangan ke Luar Ruang) IHC-5. Visual Comfort (Kenyaman Visual) IHC-6. Thermal Comfort (Kenyamanan Termal Ruangan) IHC-7. Acoustic Level (Tingkat Kebisingan di Dalam Ruang)
EEC WAC MRC
Latar Belakang Isu Kualitas udara dalam ruang sangat memengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruang yang buruk dapat menimbulkan gejalgejala gangguan kesehatan pada manusia, yang biasa disebut dengan sick building syndrom (SBS), seperti sakit kepala, pusing, batuk, sesak napas, bersin-bersin, pilek, iritasi mata, pegal-pegal, mata kering, gejala flu, dan depresi. Keadaan seperti ini berpotensi menurunkan produktivitas kerja.
Sumber pencemaran di dalam ruangan antara lain adalah pencemaran dari alat-alat di dalam gedung, pencemaran di luar gedung, pencemaran akibat bahan bangunan, dan gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, buruknya distribusi udara, dan kurangnya perawatan sistem ventilasi. Selain oleh sumber pencemaran, kualitas udara dalam ruang juga dipengaruhi oleh pengondisian udara. Pada umumnya suhu udara di Indonesia tinggi, 250-350C, dengan kelembapan yang juga relatif tinggi, yaitu 44-98%. Pengendalian kualitas udara dalam ruang memerlukan strategi yang baik sehingga produktivitas manusia serta tingkat okupansi gedung dapat berlangsung secara optimal.
IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
P-1
OUTDOOR AIR INTRODUCTION
NILAI MAKS P
TUJUAN Menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan melakukan introduksi udara luar ruang TOLOK UKUR NILAI Desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai P dengan Standar SNI 03-6572-2001 Tabel. 4.4.2 DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan yang menunjukkan jumlah introduksi udara luar sesuai dengan standar SNI yang ditentukan LATAR BELAKANG RATING Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi udara yang panas dan kelembapan yang tinggi. Oleh karena itu, bangunan di Indonesia yang tidak memiliki sistem pengondisian udara sangat bergantung pada jendela-jendela ukuran besar sebagai media untuk pemasukan atau pergantian udara dari luar ke dalam. Hal ini bertujuan untuk mengatasi pengap di dalam bangunan melalui penggantian udara yang lebih segar dari luar bangunan (Nediaskha, 2002; Sobasi, 1997). Sumber pencemaran udara dalam ruang dapat berasal dari udara luar ruang dan dari dalam ruangan. Kualitas udara dalam ruang yang buruk dapat menurunkan produktivitas dan mengganggu kenyamanan penghuni gedung. Ventilasi mengurangi pencemaran udara di dalam ruangan karena aliran udara yang masuk ke dalam ruangan mampu melakukan pengenceran dan pembersihan zat pencemar. Oleh karena itu, diperlukan tingkat ventilasi minimum yang memadai pada suatu bangunan.
IHC-1 CO2 MONITORING
NILAI MAKS 1
TUJUAN Memonitor konsentrasi CO2 dalam mengatur masukan udara segar sehingga menjaga kesehatan pengguna gedung TOLOK UKUR NILAI Untuk ruangan tertentu, antara lain banquet, ruang rapat umum, general office (ruangan 1 dengan kepadatan tinggi) dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO2) yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi C02 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm, sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill. DOKUMEN YANG DINILAI Gambar denah bangunan yang menunjukkan perletakan sensor CO2 Spesifikasi alat sensor CO2 terpasang Gambar diagram yang menunjukkan mekanisme pengaturan ventilasi udara luar pada saat konsentrasi CO2 lebih dari 1000 ppm LATAR BELAKANG RATING Sumber utama CO2 di gedung perkantoran berasal dari respirasi penghuni bangunan. Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat membuat konsentrasi O2 berkurang, sehingga menyebabkan kesulitan bernapas bahkan keracunan pada pengunanya. Peningkatan kadar CO2 dalam ruangan juga memiliki korelasi positif terhadap peningkatan prevalensi dari satu atau lebih gejala sick building syndrome (SBS), berupa sakit kepala, kelelahan, iritasi mata, iritasi hidung, dan gangguan saluran pernapasan (Seppanen et, al, 1999). Untuk itu, diperlukan sistem monitor kandungan CO2 yang dapat menjaga konsentrasi CO2 dalam ruangan dengan bukaan ventilasi.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
IHC-2 ENVIRONMENTAL TOBACCO SMOKE
NILAI MAKS 2
TUJUAN Mengurangi lingkungan yang tercemar asap rokok dan paparannya kepada para pengguna gedung, permukaan ruangan di dalam gedung, serta instalasi ventilasi yang benar di dalam ruangan gedung PERKECUALIAN 1. Untuk rumah sakit, ini tidak berlaku. 2. Untuk hotel, disediakan lantai khusus untuk kamar tamu perokok, atau dibuat insulasi antarkamar untuk mencegah asap rokok berinfiltrasi ke kamar lain. 3. Untuk apartement, tolok ukur ditambah dengan disediakannya insulasi antarunit untuk mencegah asap rokok berinfiltrasi ke unit lain. TOLOK UKUR NILAI Memasang tanda “Dilarang Merokok di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan 2 bangunan/area khusus untuk merokok. Apabila tersedia, bangunan/area merokok itu minimal berada pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air intake, dan bukaan jendela. DOKUMEN YANG DINILAI Gambar denah bangunan yang menunjukkan letak ruang/area khusus merokok Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemilik Gedung bahwa akan ada larangan merokok di seluruh areal dalam gedung dan rencana lokasi pemasangan tanda tersebut LATAR BELAKANG RATING Nikotin yang ada dalam kandungan rokok merupakan zat karsinogen atau penyebab kanker, terutama bagi organ jantung dan sistem pernapasan. Bahan berbahaya yang terkandung di dalam rokok tidak hanya mengancam kesehatan pihak yang menggunakan atau perokok aktif, melainkan juga pihak yang tidak merokok atau perokok pasif, yang terpaksa harus ikut menghirup asap hasil perokok aktif. Oleh karena itu, lingkungan bebas asap rokok akan membebaskan semua pihak pengguna gedung dari bahaya asap rokok.
IHC-3 CHEMICAL POLLUTANTS
NILAI MAKS 3
TUJUAN Mengurangi polusi zat kimia berbahaya di dalam ruangan untuk menjaga kesehatan penghuni gedung TOLOK UKUR NILAI 1. Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile organic compounds 1 (VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI 2. Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber, antara lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serat, insulasi busa, dan laminating adhesive, dengan syarat tanpa tambahan urea formaldehyde, atau memiliki kadar emisi formaldehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI 3. Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri, dan styrofoam
ASD EEC WAC
1
MRC 1
DOKUMEN YANG DINILAI Dokumen spesifikasi teknis proyek yang mensyaratkan tolok ukur di atas Spesifikasi produk dapat berupa sertifikat, brosur, dan keterangan produsen/pihak ketiga mengenai komposisi zat kimia LATAR BELAKANG RATING Kandungan zat yang terdapat dalam material untuk industri bangunan seringkali membahayakan kesehatan penghuni gedung dikarenakan mengandung zat yang beracun bagi pernapasan, jantung, dan kulit. Akibatnya, selain dapat menimbulkan alergi kulit, gangguan pada pernafasan dan jantung, zat beracun tersebut juga dapat menimbulkan kanker. Oleh karena itu, zat-zat tersebut dihindari demi kesehatan penghuni gedung, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini adalah contoh zat-zat beracun tersebut: VOC yang terdapat dalam kandungan cat; urea formaldehyde yang terdapat pada kayu komposit dan agrifiber; asbestos yang terdapat pada atap asbes; mercuri yang terdapat dalam lampu fluoroscent; dan styrofoam yang sering digunakan untuk bahan insulasi panas.
IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
IHC-4 OUT SIDE VIEW
NILAI MAKS 1
TUJUAN Mengurangi kelelahan mata dengan memberikan pemandangan jarak jauh dan menyediakan koneksi visual ke luar gedung PERKECUALIAN Untuk pusat perbelanjaan, ini tidak berlaku TOLOK UKUR NILAI Apabila 75% dari net lettable area (NLA) menghadap langsung ke pemandangan luar 1 yang dibatasi bukaan transparan bila ditarik suatu garis lurus DOKUMEN YANG DINILAI Gambar denah bangunan LATAR BELAKANG RATING Kontinuitas visual antara ruang dalam dan ruang luar sangat dibutuhkan oleh penghuni gedung. Secara psikologis, penghuni gedung memerlukan rasa aman dengan sesekali melihat cuaca, kondisi lalu lintas, dan aktivitas lain yang ada di luar gedung tersebut. Secara fisiologis, pemandangan luar gedung dapat memberikan relaksasi mata yang kelelahan akibat dari aktivitas di dalam ruangan. Selain itu, terdapat hubungan antara kurangnya jendela di tempat kerja dengan penghuni yang mengalami ketidakpuasan kerja, perasaan isolasi, depresi, klaustrofobia, pembatasan, dan ketegangan.
IHC-5 VISUAL COMFORT
NILAI MAKS 1
TUJUAN Mengurangi gangguan visual akibat pencahayaan yang tidak sesuai dengan daya akomodasi mata TOLOK UKUR NILAI Menggunakan lampu dengan iluminansi (tingkat pencahayaan) ruangan sesuai dengan 1 SNI 03-6197-2000 Tabel 1 DOKUMEN YANG DINILAI Gambar rencana mekanikal elektrikal yang menunjukkan rencana titik lampu Spesifikasi lampu yang menunjukkan jumlah fluks luminus (lumen) Perhitungan memakai software pencahayaan LATAR BELAKANG RATING Penerangan merupakan faktor lingkungan yang sangat perlu diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kelelahan mata dalam bekerja. Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian, penerangan yang tidak memadai berdampak sangat terasa terhadap kelelahan mata. Kelelahan otot dan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus-menerus pada mata memang tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja dan mempercepat kelelahan. Kondisi tersebut mengakibatkan produktivitas penghuni gedung terganggu, yang ditunjukkan oleh meningkatkan frekuensi kesalahan dan gangguan konsentrasi. Oleh karena itu, penerangan yang baik sangat penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi yang nyaman (Suma’mur, 1987; Manuaba, 1987).
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
IHC-6 THERMAL COMFORT
NILAI MAKS 1
TUJUAN Menjaga kenyamanan termal ruangan yang dikondisikan stabil TOLOK UKUR NILAI Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25 derajat C 1 dan kelembaban relatif 60% DOKUMEN YANG DINILAI Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Pemilik Gedung bahwa akan melakukan pengaturan suhu dan kelembaban ruangan sesuai dengan tolok ukur yang ditentukan Dokumen yang menunjukkan bahwa input data dalam perhitungan cooling load menggunakan suhu dan kelembaban relatif sesuai tolok ukur LATAR BELAKANG RATING Indonesia merupakan negara beriklim tropis, dengan temperatur dan kelembaban udara yang relatif tinggi. Untuk itu sangat diperlukannya kenyamanan secara termal dengan kondisi yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas sehingga kenyamanan penghuni gedung terjaga. Ketidak nyamanan thermal khususnya di iklim tropis lembab seperti Indonesia mengakibatkan munculnya keringat, bau badan serta penyakit-penyakit di dalam ruangan. Persepsi kenyamanan setiap orang berbeda bergantung dari karakteristik, usia, dan jenis kelamin orang tersebut. Meskipun berbeda, terdapat kisaran standar fisik yang dapat dijadikan parameter untuk menentukan kenyamanan termal yaitu suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Untuk lingkup dalam ruangan suatu gedung, suhu dan kelembaban menjadi parameter yang cukup signifikan harus diperhatikan demi kenyamanan pengguna gedung supaya produktivitas mereka berjalan optimal.
IHC-7 ACOUSTIC LEVEL
NILAI MAKS 1
TUJUAN Menjaga tingkat kebisingan di dalam ruangan pada tingkat yang optimal TOLOK UKUR Tingkat kebisingan pada 90% dari nett lettable area (NLA) tidak lebih dari atau sesuai dengan SNI 03-6386-2000, seperti terlihat pada Tabel 1
NILAI 1
DOKUMEN YANG DINILAI Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung bahwa akan direncanakan desain tingkat kebisingan sesuai dengan tolok ukur Laporan pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan alat ukur yang sudah dikalibrasi LATAR BELAKANG RATING Kota-kota besar di Indonesia umumnya memiliki masalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan antara lain dapat bersumber dari suara akibat moda transportasi dan suara mesin-mesin industri. Sementara sumber kebisingan dalam bangunan dapat berasal dari peralatan bangunan dan penghuni. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Beberapa efek negatif dari kebisingan antar lain adalah gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, gangguan komunikasi, kesulitan tidur, gangguan mental, dan gangguan kinerja. Untuk itu, diperlukan suatu standar tingkat kebisingan yang masih dapat diterima oleh penghuni gedung supaya kenyamanan dan produktivitas mereka mencapai optimal.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
Building Environment Management/BEM (Manajemen Lingkungan Bangunan) Prasyarat-1. Basic Fasility for Waste Management (Fasilitas Dasar Pengelolaan Sampah) BEM-1. AP as a Member of Design Team (Melibatkan Accredited Professional (AP) sejak Tahap Perancangan) BEM-2. Pollutant of Construction Activity (Polusi dari Aktifitas Konstruksi) BEM-3.Advance Waste management (Pengelolaan Sampah Tingkat lanjut) BEM-4. Proper Commissioning (Komisioning Sistem yang Baik dan Benar) BEM-5. Submission Green Building Implementation Data for Data Base (Penyerahan Data Implementasi Green building sebagai Data Dasar) BEM-6. Fit-Out Agreement (Kesepakan dalam Melakukan Aktifitas Fit-Out) BEM-7. Occupant Survey (Survey kepada Pengguna Gedung) Latar Belakang Isu
Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain.
Adanya kategori ini juga memberikan penekanan pada pentingnya faktor manusia sebagai salah satu sumber daya yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan suatu bangunan hijau. Suku bangsa di Indonesia lebih dari 300 kelompok etnik dengan bahasa dua kali lipat dari jumlah kelompok itu. Adanya luasan geografis yang besar, bentang alam yang beragam, serta pembangunan dan standar pendidikan yang belum merata menyebabkan perbedaan cara dan standar kerja dari tiap manusia.
Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengeloalaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance).
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
P1
BASIC WASTE FACILITY
NILAI MAKS P
TUJUAN Mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana yang mempermudah proses daur ulang TOLOK UKUR Adanya instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik
NILAI P
DOKUMEN YANG DINILAI Gambar rencana tapak yang menunjukkan lokasi fasilitas pemilahan sampah Gambar detil fasilitas pemilahan sampah Foto fasilitas pemilahan sampah yang memperlihatkan adanya labelisasi jenis sampah organik dan anorganik LATAR BELAKANG RATING Banyaknya sampah yang dihasilkan dalam berbagai bentuk dan semakin sempitnya tempat pembuangan akhir atau TPA ditambah dengan masih rendahnya kesadaran pengguna gedung dalam melakukan pemilahan sampah menyebabkan volume sampah hasil buangan dalam berbagai bentuk yang tercampur baur menjadi beban berat bagi tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan melakukan pemilahan dari tahap awal, proses daur ulang akan dimulai lebih cepat sehingga beban TPA dapat berkurang. Peran-serta berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam mengurangi volume sampah perkotaan. Pemangku kepentingan, baik dari sektor swasta maupun sektor pemerintahan, memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengendalikan dampak lingkungan melalui pengelolaan sampah yang dihasilkan. Langkah awal pengelolaan sampah pada suatu bangunan adalah dengan menyediakan fasilitas pembuangan sampah yang terpisah antara tempat sampah organik dan anorganik untuk memudahkan proses pengolahan sampah selanjutnya, seperti reuse, reduce, dan recycle.
NILAI MAKS 1
ASD
TUJUAN Mengarahkan langkah-langkah desain suatu green building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating
EEC
BEM-1 AP AS A MEMBER OF DESIGN TEAM
TOLOK UKUR NILAI Melibatkan seorang tenaga ahli yang sudah tersertifikasi Accredited Professional (AP), 1 yang bertugas untuk mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum pendaftaran sertifikasi DOKUMEN YANG DINILAI Daftar nama AP yang terlibat dalam proyek dan spesialisasi keahliannya Daftar hadir AP selama proyek berlangsung, yang diketahui oleh penanggung jawab proyek bersangkutan Daftar hadir rapat koordinasi selama proyek berlangsung LATAR BELAKANG RATING Desain bangunan hijau sebaiknya mengintegrasikan keenam aspek konsep green building, yaitu tapak, energi, konservasi air, kondisi udara dalam ruang, material ramah lingkungan, dan manajemen lingkungan gedung. Seorang AP dapat membantu tim desain dan proses konstruksi dalam mencapai rating-rating yang ditargetkan tersebut dalam mengintegrasikan keahlian hingga lebih mudah mendapatkan sertifikasi. Peran AP dalam tahap desain adalah: Menganalisis kebutuhan untuk keberlanjutan, peluang, dan hambatan, Menyarankan implikasi atas kinerja bangunan untuk mencapai target green building, Menyelenggarakan konsultasi umum mengenai desain dan konstruksi, Mengoordinasikan masukan dari teknisi spesialis seperti ahli akustik dan ekologi, Menyiapkan rencana kerja desain keberlanjutan, dan Mengoordinasikan persiapan atas dokumen yang dibutuhkan untuk penilaian green building.
WAC MRC IHC BEM
NILAI MAKS 2
ASD
BEM-2 POLLUTION OF CONSTRUCTION ACTIVITY
EEC
TUJUAN Mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi
WAC MRC IHC BEM
TOLOK UKUR Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas: 1. Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga.
NILAI 1
2. Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota
1
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Foto area pemilahan sampah konstruksi Dokumen dari pihak kontraktor utama mengenai catatan pemilahan sampah Surat pernyataan kerjasama antara pihak kontraktor utama dan pihak ketiga untuk sampah konstruksi yang bisa didaur ulang Tolok ukur 2: Gambar diagram pihak kontraktor utama yang menunjukkan upaya pengendalian kualitas air yang berasal dari aktivitas konstruksi ke saluran drainase kota Foto mengenai pengendalian kualitas air yang berasal dari aktivitas konstruksi LATAR BELAKANG RATING Untuk bangunan baru, penerapan konsep ramah lingkungan tidak hanya bertitik berat pada desain atau perencanaan. Proses konstruksi untuk mendirikan bangunan tersebut pun harus menjiwai semangat ramah lingkungan, sehingga bila suatu bangunan dikatakan memenuhi konsep ramah lingkungan, berarti proses penilaiannya telah dilakukan secara komprehensif. Aktivitas konstruksi memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Berdasarkan penelitian mengenai manajemen industri konstruksi, terdapat lima faktor yang umumnya menjadi dampak dari pelaksanaan aktivitas konstruksi, di antaranya adalah level kebisingan, kualitas udara, kuantitas dan kualitas air, getaran, dan fasilitas jalan (Sutrisno et, al, 2009). Terdapat satu faktor yang juga tak kalah pentingnya, yaitu sampah, yang dapat berkontribusi membebani TPA. Dampak-dampak negatif tersebut sudah seharusnya diantisipasi oleh para pelaku jasa konstruksi, agar pelaksanaan aktivitas tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar, di mana terdapat manusia di dalamnya.
BEM-3 ADVANCE WASTE MANAGEMENT
NILAI MAKS 2
TUJUAN Mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara terpadu sehingga mengurangi beban TPA. TOLOK UKUR NILAI 1. Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan 1 2. Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota
1
DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Gambar rencana tapak yang menggambarkan lokasi fasilitas pengomposan. Gambar detail fasilitas pengomposan Foto fasilitas pengomposan Tolok ukur 2: Surat pernyataan kerjasama pihak pemilik gedung sebagai wakil dari pengelola gedung dengan pihak ketiga yang akan melakukan pengelolaan sampah tersebut LATAR BELAKANG RATING Pada umumnya penerapan pengelolaan sampah masih terbatas pada tahap pengumpulan sampah di sumbernya, pengangkutan ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Untuk dapat mengurangi beban TPA, maka diperlukan peran serta berbagai pihak dalam mereduksi volume sampah dari sumber dengan melakukan minimisasi limbah. Dimulai dari suatu bangunan yang menyediakan pengolahan terpadu dari mulai pemilahan sampah sampai mendaur ulang sampah organik menjadi kompos yang memiliki manfaat ekonomis. Dengan demikian, dukungan pemerintah dan peranserta individu dan masyarakat dalam hal ini pengelola bangunan swasta berperan aktif dalam melestarikan lingkungan hidup.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
BEM-4 PROPER COMISSIONING
NILAI MAKS 3
TUJUAN Melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi item-item tertentu yang antara lain: 1. Sistem tata udara yaitu berupa: • mesin utama • tower-pompa • AHU (hanya main supply pada saat dinyalakan) • Power (meliputi voltage drop, phase balance, infrared yang hanya di panel grounding) 2. Sistem tata cahaya dalam lux. TOLOK UKUR NILAI 1. Melakukan prosedur testing commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk 2 training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan. 2. Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan 1 pemasangan seluruh measuring adjusting instruments. DOKUMEN YANG DINILAI Tolok ukur 1: Salinan jadwal komisioning, termasuk nama penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas Surat pernyataan yang ditandatangani oleh kontraktor bahwa akan tunduk atas prosedur dan ketentuan komisioning Laporan pelaksanaan komisioning berupa check list formulir ditandatangani penanggung jawab, pelaksana komisioning, dan pengawas yang diketahui project manager dan manajemen konstruksi (MK) bila ada Laporan hasil komisioning antara lain berisi: - Perhitungan unjuk kerja peralatan untuk membuktikan kesesuaian unjuk kerja peralatan yang terpasang dengan yang direncanakan - Gambar mekanikal elektrikal (ME) yang akan dikomisioning - Gambar diagram detail pemasangan peralatan beserta aksesori sehingga terlihat measuring dan adjusting instruments - Buku petunjuk pengoperasian dan pemeliharaan Tolok ukur 2: Gambar mekanikal elektrikal yang menunjukkan instalasi alat-alat ukur dan adjustment Spesifikasi peralatan ukur dan adjustment Foto peralatan ukur dan adjustment LATAR BELAKANG RATING Gedung merupakan suatu produk yang berasal dari perakitan berbagai material yang belum tentu cocok satu sama lain. Hal ini menjadikan setiap gedung unik. Karena itu, untuk memastikan semua sistem berjalan dengan baik, perlu diadakan suatu proses yang berkesinambungan untuk memastikan semua sistem, terutama pada peralatan (equipment,) berjalan sesuai dengan rencana dan berkelanjutan. Commissioning gedung merupakan sebuah proses sistematis yang memadukan dan meningkatkan fungsi-fungsi yang sebelumnya terlihat terpisah, dokumentasi operasional peralatan dan fasilitas pelatihan untuk staf, serta uji fungsi dan verifikasi kinerja. Commissioning adalah sebuah proses
pemastian kualitas mulai dari pradesain sampai dengan proses konstruksi, start up, dan meningkatkan kesesuaian harapan pemilik gedung. Commissioning memungkinkan pemilik gedung untuk memulai siklus hidup pada produktivitas optimal dan menyelia dalam pempertahankan kinerja terbaik.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
BEM-5
SUBMISSION GREEN BUILDING IMPLEMENTATION DATA FOR DATABASE
NILAI MAKS 2
TUJUAN Melengkapi database implementasi green building di Indonesia untuk mempertajam standarstandar dan bahan penelitian PERKECUALIAN Untuk apartemen, tidak termasuk unitnya. Untuk rumah sakit, mal, dan hotel, tidak termasuk laundry dan F&B. Untuk perkantoran, tidak termasuk data centre. TOLOK UKUR NILAI 2 Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian Catatan: GBC-Indonesia akan menjaga kerahasiaan sumber data dan tidak akan menyebarluaskan kepada pihak lain. DOKUMEN YANG DINILAI Perhitungan persentase kenaikan investasi pembangunan gedung green building terhadap pembangunan gedung konvensional Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk menyerahkan data implementasi kepada GBCI, yang berupa: Konsumsi energi setiap tahun (dalam satuan kWh/m2.tahun), yang meliputi: • IKE total, • IKE untuk sistem tata udara, • IKE listrik untuk sistem tata cahaya dan kotak kontak, dan • IKE listrik untuk sistem lainnya Konsumsi air dari sumber air primer (PDAM dan air tanah) selama satu tahun Konsumsi air dari sumber alternatif selama satu tahun Volume sampah organik selama satu tahun Volume sampah anorganik selama satu tahun
LATAR BELAKANG RATING Lemahnya database merupakan bagian dari kurangnya kesadaran atas pentingnya riset dan pengembangan. Keadaan ini menyebabkan rendahnya inovasi di bidang industri dalam negeri. Terbangunnya suatu pusat data yang terpercaya diharapkan dapat mendorong adanya inovasi dan peningkatan kinerja yang signifikan dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya yang dapat mendorong hal tersebut, dengan tujuan untuk mengetahui implementasi aspek-aspek ramah lingkungan dari setiap gedung. Hal tersebut dapat memperkaya database mengenai gedung-gedung di Indonesia, yang dapat digunakan sebagai kepentingan ilmiah, seperti penelitian, bahkan kepentingan pihak pembuat kebijakan agar dalam penyusunan peraturan dapat merespons kondisi riil di Indonesia .
BEM-6 FIT-OUT AGREEMENT
NILAI MAKS 1
TUJUAN Mengimplementasikan prinsip green building saat fit-out gedung PERKECUALIAN Perkantoran yang tidak disewakan, rumah sakit, hotel, dan apartemen tidak berlaku TOLOK UKUR NILAI Memiliki surat perjanjian dengan penyewa gedung atau tenant, yang terdiri atas: 1 a. Menggunakan kayu yang bersertifikat b. Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan c. Terdapat rencana manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi, dan implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan prasyarat dalam rating kategori gedung terbangun. DOKUMEN YANG DINILAI Surat pernyataan yang ditandatangani pemilik gedung untuk memasukkan klausul yang tersebut dalam tolok ukur Salinan surat perjanjian dengan tenant yang menyebutkan klausul yang bersangkutan LATAR BELAKANG RATING Informasi sebagai acuan saat fitting out area yang disewakan oleh para penyewa dalam aplikasi prinsip green building belum tersosialisasi. Hal ini menyebabkan persepsi yang berbeda-beda pada penyewa. Untuk itu pihak manajemen perlu memiliki standar yang digunakan untuk mengedukasi penyewa dan pengguna gedung. Tujuan edukasi tersebut diharapkan menjaga kinerja bangunan agar tetap optimal dalam menerapkan konsep green building.
ASD EEC WAC MRC IHC BEM
ASD EEC WAC MRC
BEM-7 OCCUPANT SURVEY
TUJUAN Mengukur kenyamanan pengguna gedung melalui survey yang baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian gedung. PERKECUALIAN 1. Pusat Perbelanjaan responden survei tidak termasuk building maintenance staff. 2. Rumah sakit responden survei tidak termasuk staf administrasi, tenaga kesehatan, dan dokter tetap. 3. Hotel dan apartemen responden survei tidak termasuk staf. TOLOK UKUR
IHC BEM
NILAI MAKS 2
Memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survei suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi.
NILAI 2
Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. Penyerahan data ini merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori existing building. DOKUMEN YANG DINILAI Surat pernyataan yang ditandatangani oleh pemilik gedung bahwa akan mengadakan survei kenyamanan tersebut setiap tahun LATAR BELAKANG RATING Salah satu perhatian dari prinsip keberlanjutan adalah kenyamanan manusia. Dalam rating ini, didorong suatu tindakan survei untuk mengetahui kenyamanan termal pengguna gedung. Dan bila dapat, diadakan penghematan energi. Salah satu pendekatan survei yang digunakan, yang terkait dengan kenyamanan termal, adalah pendekatan adaptif. Pendekatan adaptif menggunakan responden penghuni bangunan yang telah beradaptasi dengan kondisi iklim sekitar. Premis utama model adaptif adalah bahwa penghuni bangunan tidak dianggap sebagai penerima pasif lingkungan termal, tetapi sebaliknya memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi yang disukai terkait dengan lingkungan termalnya, dengan tiga jenis adaptasi, yakni pengaturan perilaku, fisiologis, dan psikologis (Brager and Dear, 2001).
SERTIFIKASI PROYEK
Tim Perancang dan Pelaksana Dalam mewujudkan suatu green building, penetapan bangunan hijau tersebut sebaiknya sudah dilakukan sejak awal sebagai tujuan proyek atau tujuan desain yang tercermin dalam feasibility study ataupun project term of reference (TOR). Dengan meletakkannya sejak awal, diharapkan suatu gedung dapat mencapai tingkat sertifikasi yang diinginkan karena sejak awal pemilik proyek sudah memperhitungkan pencapaian rating, sehingga proses terjadinya suatu gedung, mulai dari pemilihan lokasi tapak, perancangan, dan proses pembuatan, sudah memperhitungkan pencapaian rating. Telah kita ketahui bahwa rating yang tersedia tersebar atas berbagai bidang dan disiplin ilmu. Bahkan, mencapai tingkat sertifikasi yang terendah tidak dapat dengan mengandalkan satu bidang saja. Untuk dapat membangun suatu green building yang kompak dan efisien diperlukan suatu kolaborasi yang sudah dilakukan pada tahap sedini mungkin dalam proses desain. Tim desain terdiri dari arsitek, ahli mekanikal-elektrikal, ahli struktur, ahli sipil, arsitek lansekap, desainer interior, tenaga marketing, dan tenaga manajemen gedung. Sejak awal tim perancang dan pelaksana, yang dibantu seorang AP, sudah dapat menargetkan mana saja rating dan kriteria yang hendak dicapai sehingga dapat diprediksikan tingkat sertifikasi yang dapat diperolehnya.
Alur Pendaftaran Suatu proyek sudah mulai dapat didaftarkan sejak tahap advice planning. Penanggung jawab dapat mengisi formulir yang sudah disiapkan oleh GBCI. Berdasarkan data yang diisikan dalam formulir dan dokumen pendukungnya, suatu proyek dapat dipelajari kelayakan (eligibility)-nya. Setelah itu, sebuah gedung memasuki tahap registered project yang diberi berbagai perlengkapan berupa akses kepada berbagai formulir penilaian versi cetak dari buku Petunjuk Penggunaan Sistem Rating GREENSHIP dan informasi terbatas di website GBCI. Suatu proyek terdaftar juga berhak mendapatkan konsultasi dari GBCI berupa lokakarya setengah hari yang diselenggarakan oleh pemilik proyek. Selain itu juga berhak mendapatkan konsultasi dan klarifikasi lain melalui email. Sebaiknya proses konsultasi ini dilakukan secara optimal sebelum melalui IMB. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan yang fundamental pada fasad, program ruang, dan sistem lain pada gedung yang dilakukan sebagai hasil dari konsultasi, Proyek Terdaftar tersebut tidak perlu mengulangi proses IMB. Perlu diingat bahwa isi perangkat penilaian ini dapat berubah sewaktu-waktu apabila dirasakan perlu. Versi terbaru ini tersedia di website dan dapat diunduh secara terbatas. Versi yang digunakan untuk menilai suatu proyek terhitung dari tanggal terdaftar sesuai dengan versi yang terpublikasi di website GBCI.
Gambar 1. Skema Alur Pendaftaran
Pengakuan Desain (Design Recognition) Proyek Terdaftar akan mendapatkan sertifikat dan legitimasi sebagai sebuah green building setelah selesai masa konstruksi. Masa ini sangatlah panjang karena proses perancangan suatu gedung dapat berlangsung mulai dari enam bulan hingga satu tahun. Masa konstruksi bahkan memakan waktu yang lebih lama. Proses persiapan hingga serah-terima/okupansi memakan waktu 1-2 tahun, bergantung pada skala proyek. Berdasarkan keadaan ini, maka untuk memotivasi dan mendorong kreativitas dan semangat para praktisi dan industri pendukungnya dalam penerapan konsep ini, pada tahap desain dapat diberikan suatu pengakuan atas pemenuhan rating dalam desain. Karena itu, diberi kesempatan untuk melakukan penilaian yang parameternya berdasarkan penilaian desain dan konsep. Program seritifikasi ini dilakukan segera setelah pendaftaran. Kriteria yang digunakan adalah sebagian dari rating sertifikasi biasa yang sudah ditentukan GBCI untuk menilai desain dan konsep. Metode penilaian dan sertifikasi menggunakan mekanisme yang sama dengan sertifikasi biasa, tetapi menggunakan dasar penilaian yang berbeda. Dasar penilaian dari sertifikasi pendahuluan ini adalah dokumen tahap tender. Dan sertifikat akan dikeluarkan selambat-lambatnya 60 hari kerja setelah data diterima secara lengkap.
Pengambilan Data dan Penilaian Penilaian menggunakan metoda self assessment/swanilai. Tim desain dan pelaksana sudah mulai dapat merencanakan sasaran peringkat sejak awal melalui formulir penilaian yang sudah diterima. Formulir ini dapat diunduh melalui akses terbatas dari website GBCI. Setiap rating memiliki cara penilaian dan lembar formulir yang berbeda-beda. Tim desain dan pelaksana mengusulkan pencapaian rating proyek terdaftar dengan mengisi dan melengkapi formulir tersebut, terutama oleh anggota tim desain yang bertanggung jawab atas rating tersebut (tabel terlampir). Seorang GP dapat membantu tim dalam mengisi dan menginterpretasikan formulir. Hasil pengisian pada setiap formulir dapat langsung terkirim ke database GBCI melalui internet via akses terbatas. Dokumen pendukung dikirim dalam bentuk PDF dan dapat diunggah langsung ke website GBCI, dengan akses terbatas. Apabila semua pemasukan sudah selesai, dokumen penilaian ini akan diperiksa keabsahannya dan kesesuaiannya oleh suatu tim yang bernama Tim Asesor Tersumpah (assessor) berdasarkan perbandingan dengan dokumen yang dilampirkan. Lalu, assessor akan merekomendasikan apakah pencapaian suatu rating sudah sesuai dengan yang diusulkan oleh tim desain proyek terdaftar atau belum.
Tim Asesor Tersumpah terdiri dari personel dengan latar belakang yang berbeda-beda. Tim ini diketuai oleh seorang yang sudah bersertifikasi GREENSHIP professional. Tim bertugas memeriksa semua pemasukan formulir dan dokumen pendukung dari Proyek Terdaftar. Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam sebuah formulir rekomendasi yang berisikan apakah suatu rating dinilai tercapai seperti diusulkan oleh Proyek Terdaftar. Apabila tidak, perlu ditunggu apa rekomendasi dari
asesor bagi proyek untuk dapat mencapai rating tersebut. Hasil rekomendasi ini adalah sebuah laporan yang kemudian diteruskan kepada tim verifier. Rating yang diusulkan dapat disusun dalam sebuah presentasi berformat powerpoint. Dalam format ini dicantumkan secara runtut semua pencapaian rating yang diusulkan dan image pendukung yang relevan dalam menggambarkan kondisi proyek sebenarnya dan dokumen proyek sebagai ilustrasi. Terdapat berbagai macam data yang dapat diketahui dalam berbagai tahap proyek. Tahap pertama adalah sebelum proyek berjalan, seperti ASD 1 dan ASD 2-1. Data seperti ini sudah dapat disiapkan sebelum proyek berjalan. Pengambilan data kedua dilakukan pada tahap konstruksi, untuk menilai rating yang berhubungan pada masa konstruksi, seperti BEM 2. Pada saat itu sudah dilakukan berbagai dokumentasi yang berhubungan dengan penilaian. Pengambilan data ketiga adalah rating yang pembuktiannya berupa as built drawing (gambar terbangun). Penilaian berdasarkan gambar terbangun mencakup sekitar 80% dari semua rating yang ada. Kebutuhan ini menuntut adanya suatu manajemen dan koordinasi yang baik antara perancang dan kontraktor. Gambar yang dilampirkan hanya gambar yang relevan sehingga sejak awal sudah diketahui gambar apa saja yang harus segera dipersiapkan. Pengambilan data keempat adalah pada saat on site assessment atau pengukuran lapangan. Pengukuran perlu dilakukan untuk menilai beberapa rating yang sudah dapat diukur pencapaian sebenarnya sebelum dihuni, seperti EEC 2. Pada saat itu diperlukan beberapa orang yang berkompeten mengikuti proses dan menandatangani laporan pelaksanaan pengukuran. Pengukuran ini dapat dilakukan dalam masa konstruksi apabila memang desain yang relevan sudah dimungkinkan. Pengambilan data kelima adalah 12 bulan setelah sertifikasi. Rating yang berhubungan sudah dapat diperoleh hanya dengan menandatangani surat pernyataan seperti BEM 5. Pemenuhan data yang diminta merupakan prasyarat dari proyek gedung yang sudah tersertifikasi dalam mengikuti sertifikasi untuk existing building/gedung terbangun. Data diisi dalam formulir penilaian dengan format PDF oleh pihak pemilik proyek. Cara seperti ini dianggap yang terbaik sehingga assessor dapat secara optimal dan benar menilai Proyek Terdaftar. Assessor akan me-review resume sebelum memeriksa keabsahan dokumen dan formulir. Dari review yang dilakukan, assessor membuat laporan rekomendasi yang akan dikirimkan kepada verifier dari GBCI dan di-CC-kan kepada tim desain dan pelaksana. Isi rekomendasi adalah pencapaian rating dan nilai yang diperoleh. Apabila terdapat hal yang meragukan atau rating yang dinilai tidak dapat dicapai, diberi penjelasan. Prosedur ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi Proyek Terdaftar untuk dapat mengoptimalkan pencapaiannya. Tentu saja supaya tim desain dan pelaksanaan dapat memperbaiki rating yang diragukan sehingga dapat dipenuhi. Pemasukan berikutnya adalah setelah dilakukan pengukuran sebenarnya. Formulir dan dokumen mengikuti prosedur yang sama seperti pemasukan sebelumnya. Pada saat ini juga masih diberi kesempatan satu kali lagi perbaikan apabila assessor tidak merekomendasikan pencapaian suatu rating.
Rekomendasi dari assessor disahkan oleh tim verifier yang terdiri atas tiga orang pejabat GBCI yang berkompeten. Verifier akan me-review Proyek Terdaftar berdasarkan presentasi dengan hasil rekomendasi assessor untuk kemudian disahkan menjadi proyek tersertifikasi, dengan peringkat tertentu.
Sertifikasi Pada dasarnya proses sertifikasi terbagi atas tiga bagian besar, yaitu pendaftaran, konsultasi, dan penilaian. Kegiatan pendaftaran dimulai sejak pengisian formulir data gedung dan pemasukan dokumen pendukungnya. Pada tahap ini, suatu proyek diperiksa kelayakannya untuk kemudian diterima sebagai Proyek Terdaftar. Proses pendaftaran ini memakan waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah administrasi dan pemasukan semua data yang dibutuhkan dilengkapi. Proyek Terdaftar yang telah menyelesaikan proses administrasi akan dimasukkan ke dalam daftar Proyek Terdaftar yang dipublikasikan pada website GBCI. Untuk gedung komersial, diadakan suatu program tambahan untuk sertifikasi pendahuluan. Program ini dilakukan untuk merespons keinginan industri dalam memperoleh pengakuan konsep dan desain yang ramah lingkungan. Program ini juga bertujuan untuk mendorong lini perencana dalam industri bangunan untuk lebih mengeksplorasi kreativitas dan menggali pengetahuan dalam praktik ramah lingkungan. Lini perencana merupakan tulang punggung dalam industri bangunan dan harus dihargai karyanya sebagai kekayaan intelektual, sehingga penerapan konsep ramah lingkungan dapat meluas dengan lebih cepat. Proses ini memakan waktu selambat-lambatnya 60 hari kerja setelah semua formulir dan dokumen dilengkapi. Proses penilaian gedung dapat dimulai setelah semua pemasukan formulir selesai. GBCI akan menunjuk tim assessor secara rahasia sehari setelah pemasukan selesai. Tim assessor secara elektronik akan mengunduh data dan melakukan assessment. Data yang diunduh dinilai dan dibandingkan dengan dokumen yang disertakan untuk menentukan apakah rating yang diajukan terpenuhi atau tidak. Hasil penilaian dituangkan dalam sebuah laporan yang berisi perolehan nilai dan rekomendasi bila perlu. Laporan tim assessor diteruskan kepada tim verifier dan ditembuskan kepada pemilik proyek. Maksud penembusan ini adalah, apabila ada rating yang belum dapat dipenuhi melalui laporan yang disampaikan, tim proyek dapat melakukan perbaikan berdasarkan rekomendasi yang dapat dilengkapi pemenuhannya oleh tim proyek. Tim proyek mendapatkan waktu dua minggu untuk menanggapi. Apabila setelah dua minggu tidak ada perbaikan yang dilakukan, maka verifier akan langsung melakukan penilaian dan pengambilan keputusan. Keputusan verifier akan dibritahukan via email kepada pemilik proyek dan ditembuskan kepada tim assessor. Pemilik proyek kembali diberi waktu dua minggu untuk memberi komentar sebelum secara resmi diumumkan oleh GBCI melalui website. Pemilik proyek berhak mendapatkan plakat dan mencantumkan predikat sebagai GREENSHIP Green Building Gedung Baru selama 3 tahun, terhitung sejak tanggal sertifikasi dikeluarkan.
Terdapat beberapa rating yang pada tahap sertifikasi hanya berupa surat pernyataan. Pemenuhan dari rating tersebut dilakukan setelah satu tahun sejak tanggal sertifikasi. Pemasukan data ini merupakan faktor eligibility guna mendaftarkan proses sertifikasi green building untuk gedung terbangun.
DAFTAR PUSTAKA A. Lawless State. 2006. Europe’s Borders Must Close to Trade in Illegal Timber. Ancient Forest Destruction Fact File. Agarwal, A. 2009. Rainwater Harvesting. Centre for Science and Environment. http://www.rainwaterharvesting.org Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2007. Styrene. ATSDR. Atlanta. USA. American Association of State Highway and Transportation (AASHTO). 1999. Guide for the development of bicycle facilities. AASHTO. Washington. USA. Andrean. 2009. The Flora of Indonesia. Green Lifestyle. http://beautyfulllife2.blogspot.com/2009/12/flora-of-indonesia.html Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan, Solusi Mencegah Penyakit Menular. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Indonesia. Anonymous. About Halon [The Homepage of H3Aviation] [Online] http://www.h3raviation.com/support_faq.htm Anonymous. Clean Development Mechanism Project Design Document Form (Cdm-Pdd.)Global Forest Watch. Washington D. C. USA. Anonymous. 2010. Daur Ulang Sampah Anorganik dan Pemberdayaan Pemulung. [Homepage of Docstoc][Online] http://www.docstoc.com/docs/3379776/daur-ulang/ Anonymous. 2009. Designing Out Waste: A Design Team Guide for Buildings Royal Institue British Architects. England. Anonymous. Draf Ringkasan - Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia. Jakarta. Indonesia. Anonymous. 2010. Sampah (Ancaman bagi Kawasan Wisata Alam). http://www.dephut.go.id/Halaman/Standardisasi &_Lingkungan Kehutanan. Jakarta. Indonesia. Anonymous. 2009. The Economics of Climate Change in Southeast Asia. A Regional Review. ADB. Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. Audubon. 2009. Why Conservating landscape: Principles and Steps. Landscaping for a Healthy Planet. Pennsylvania. USA. http://www.envirolandscaping.org/conservation.htm Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 2010. Tingkat Keasaman (pH) Rata-rata Air Hujan Bulan Oktober dan November2009. BMKG. Jakarta. Indonesia. http://202.90.199.39/dataDetail-d.bmkg?Jenis=Teks&IDS=0530535451163. 022369&IDD=4339493031962412772
BCA. BCA Green Mark For Non-Residential Building Version 3.0. BCA. Singapore. BCA. BCA Green Mark for Non-Residential Building Version NRB/3.0. BCA. Singapore. BCA. 2008. BCA Green Mark For Non-Residential Building Version 3.0. BCA. Singapore. BCA. 2008. BCA Green Mark For Non-Residential Building Version NRB/3. BCA Green Mark. Singapore. BCA. 2010. Certified Greenmark Manager/Professional. Building and Construction Authority. Singapore. http://www.bca.gov.sg/GreenMark/gm_manager.html BEAM Plus. 2009. BEAM Society Building Environmental Assessment Menthod New Building. Hongkong. BEAM Society. 2009. Building Environmental Assessment Method. Hongkong Black, J. 1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice, John Hopkins University Press. Baltimore. USA. Bollag, Brittgite. 2008. Soil Pollution. Boulware, B. 2009. Rainwater Catchment Design and Installation Standards. The American Rainwater Catchment Systems Association. Austin. USA. BPKSDM. 2009. Benarkah Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia MAsih Kurang Percaya Diri. Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia. Jakarta. Indonesia. bpksdm.pu.go.id BRE Global Ltd. 2009. BREEAM Offices 2008 Assessor Manual. BREEAM. 2009. BRE Environmental and Sustainability Standard. BES 5055: ISSUE 3.0 (BREAM Offices 2008 Assessor Manual). Bre Global Ltd. BREEAM. Comparison BREEAM, LEED, Green Star, CASBEE. BREEAM. Building Commissioning Association (BCA). 2008. Best Practices in Commissioning Existing Buildings. BCA. Portland. USA. Building Commissioning Association. 2005. Commissioning for Great Buildings. BCA. Portland. USA. Building Materials Reuse Association. 2008. Building Materials Reuse Association: http://www.bmra.org Cassidy, R. 2009. What Building Teams Are Doing To Conserve Water Inside Building. Building Design+Construction , 18-25. Chapin, Stuart, Jr. 1965, Urban Land Use Planning: Second Edition, University of Illinois. USA. Chow, Vente. Et al. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill Book Company. New York. USA.
CIRIA. 2000. Sustainable Urban Drainage System. London. England. Delaware Department of Natural Resources and Environment Control, Sediment, and Stormwater Program. 2000. Green Technologies Best Management Practices. http://www.dnrec.state.de.us/NREC2000/Divisions/Soil/Stormwater/PDF/GreenTechnology.pdf Departemen ESDM.. Tata Cara Penghematan Energi. Permen ESDM No. 0031/2005. Jakarta. Indoneisa. Deperindag. 1998. Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No 110/MPP/Kep/1/1998 Digantikan oleh No. 410/MPP/Kep/9/1998. Jakarta. Indonesia. Deperindag. 1998. Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No 410/MPP/Kep/1/1998. Jakarta. Indonesia. Depnaker. Peraturan Mentri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam Tempat Kerja. Jakarta. Indonesia. Dina Olivia, Surjamanto Wonoraharjo, Suwardi Tedja, Benedictus Edward. 2008. Kajian Aspek Kecepatan dalam Teknologi Membangun Gedung di Indonesia. KK Teknologi Bangunan. Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kota. ITB. Bandung. Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Teknik. 1995. Tata Cara Pemeliharaan Tanaman Lansekap Jalan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Indonesia. Dixon, Tim. Et al. 2007. Sustainable Brownfield Regeneration: Liveable Places from Problem Spaces. Blackwell Publishing Ltd. Oxford. England. Doust, K., & Black, J. 2009. Sustainable Transportation: An International Perspective. MIT Journal of Planning, 9, BCA. Singapore. Dramstad, W. E., Olson, J. D., & Forman, R. T. 1996. Landscape Ecology Principles in Landscape Architecture and Land-Use Planning. Island Press. Washington D. C. USA. Ervianto, Wulfram I., 2008. Potensi Penggunaan Sistem Modular pada Proyek Konstruksi. Program Studi Teknik Sipil Universitas Atmajaya. Yogyakarta. Indonesia. Everman, Victoria. 2007. Building Material Reuse Association. Building Green. http://www.buildinggreentv.com/keywords/materials Fadem, P., & Conant, J. 2008. A Community Guide to Environmental Health. Hesperian Foundation. Berkeley. USA. Faikah Makhyani, Hariyati, M. Yamin Jinca. 2009. Pencemaran Udara Karbon Monoksida dan Nitrogen Oksida Akibat Kendaraan Bermotor pada Ruas Jalan Padat Lalu Lintas di Kota Makassar. Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra. Surabaya. Indonesia. Farina, Almo. 1998. Principles And Methods In Landscape Ecology. Chapman & Hall Ltd. London. England.
Fitria L. Wulandari R.A. Hermawati E. Susanna D. 2008. Kualitas Udara dalam Ruang Perpustakaan Universitas “X”Ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik, dan Kimiawi. Jurnal Makara, Kesehatan, Vol.12, No.2, Desember 2008. Jakarta. Frey, P. 2008. Building Reuse:Finding a Place on American Climate Policy Agendas. National Trust for Historic Preservation. USA. http://www.preservationnation.org/issues/sustainability/additional-resources/buillding_reuse.pdf FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia. Bogor. Indonesia. Gandha, V. 2008. Recycle Reuse [Reduce] Architecture. Archicentrum - Architecture & Interior Design. http://www.archicentrum.com/index.php?mod=com_article&pg=detail_article&atid=105 GBI. 2009. GBI Assessment Criteria for Non-Residential New Construction (Nrnc). Version 1.0. First Edition. GBI. 2009. GBI Assessment Criteria for Non-Residential New Constructiion (NRNC). Version 1.0. First Edition. Green Building Index. Malaysia. Giesberg, P. 2009. The BREEAM Accredited Professional. http://ezinearticles.com/?The-BREEAM-Accredited-Professional&id=3037543 Gleick, P. H. 2000. Anticipating Future and Demand Supply. Water Working Group. Berkeley. USA. Green Building Council Australia. 2008. Technical Manual Green Star Retail Centre Version 1. GBCA. Australia. Green Building Council Australia. 2008. Technical Manual Green Star Office Design and Office as Built Version 3. GBCA. Australia. Green Building Index. 2009. GBI Assessment Criteria 2009. Kuala Lumpur. Malaysia. Grondzik, W. T. 2009. Principles of Building Commissioning. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. USA. Gubernur DKI. 2002. SK Gubernur No 72 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pengawasan Pelaksanaan Kegiatan Membangun di Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Indonesia. Halgamuge M.N., Chan T.K., Mendis P. 2009. Ventilation Efficiency and Carbon Dioxide (CO2) Concentration. PIERS Online, Vol. 5, No. 7, 2009. Australia. Hardjasoemantri, K. 2002. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. Harris, W. C., & Dines, N. T. 1995. Time-Saver Standards For Landscape Architecture. McGrawHill. Singapore. Hatma Suryamoto. 2010. Peran Hutan sebagai Penyedia Jasa Lingkungan Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Indonesia. http://ksdh.ugm.ac.id/admin/PERAN%20HUTAN-JASLING.pdf
Hendry County Extension. 2006. Environmental landscape management. Hendry County Cooperative Extension. http://hendry.ifas.ufl.edu/environment/landscape_management.shtml Hindarko, S. 2000. Drainase Perkotaan. ESHA. Jakarta.Indonesia. http://depperin.go.id/p3dn/KuesionerKLGatsu.pdf 28 April 2010. Langkah-langkah yang Dapat Dilakukan Pemerintah Daerah dalam Menangani Dampak Krisis Global. Jakarta. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s 1/ars4/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-22405061-12403-modular_housing-chapter1.pdf http://en.wikipedia.org/wiki/HVAC http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_energy http://ozonsilampari.wordpress.com/2008/01/30/lapisan-ozon-menipis-akibat-pemakaian-cfcclorofluorocarbonbagian-ii/ Lapisan Ozon Menipis Akibat Pemakaian CFC, [The Hompepage of Ozon Silampari] [Online] http://www.almeco.it/applicazioni_pdf/1270624698_daylighting_bassa.pdf http://www.antara.co.id/view/?i=1194850401&c=WBM&s= 2008. Indonesia Larang Penggunaan CFC Untuk Manufaktur. [Homepage of Antara News] [Online] http://www.eere.energy.gov/buildings/commercial/onsite_renew_energy.html http://www.eia.doe.gov/emeu/cbecs/contents.html http://www.nrel.gov/docs/fy02osti/31505.pdf http://www.pollutionissues.com/Re-Sy/Soil-Pollution.html http://www.somfyarchitecture.com/index.cfm?page=/buildings/home/bioclimatic_facades/natural_light http://www.theozonehole.com/cfc.htm. The Ozone Hole. [Homepage of the ozone hole] [Online] Ilham M. Wijaya. 2010. Pasang Surut Bisnis Perkantoran. Jakarta. Indonesia. http://bataviase.co.id/node/85565 INFORM. 2003. Purchasing for Pollution Prevention: Specifying and Sourcing Mercury-Fre HVAC and Building Eqipment. INFORM. New York. USA. J. L. Innes- Forest in Environmental Protection. Faculty of Forestry, University of British Columbia. Canada. http://www.eolss.net/ebooks/Sample%20Chapters/C10/E5-03-01-07.pdf James, J. 2008. Bicycle Rack Utilization Study & Facilities Improvement Report. University of Washington. Washington. USA.
Joga, N. 2009. Opini: Mewujudkan Pemukiman Ramah Lingkungan. Housing Estates. http://www.housingestate.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1146&Itemid=63 Jones, Geoff. 2008. Benefits Of Grey Water Recycling. Ecoshift: http://www.ecoshift.ca/Benefits-OfGrey-Water-Recycling.html Kaplan R. 1993. The Role of Natural in The Context of The Workplace. Journal Landscape and Urban Planning. Elsevier Science Publisher B. V. Amsterdam. Holland. http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/30542/1/0000175.pdf Kastaman, R & A. Moetangad. 2006. Perancangan Reaktor Sampah Terpadu dan Pengembangan Mikroba Penghilang Bau Sampah dalam Rangka Mengatasi Masalah Sampah di Perkotaan. Jurnal Agrikultura Volume 17 Nomor 3, Desember 2006. Kementrian Pekerjaan Umum. 2007. Apresiasi Terhadap Tenaga Ahli Konsultan Nasional Masih Rendah. Jakarta. Indonesia. PU-net Kepresidenan. 1998. Keppres RI No. 23/1992. In Which It is Forbidden to Use and to Distribute CFC: R 12 Since The Beginning of 1998. Jakarta. Indonesia. Kepresidenan. 1991. Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi. Jakarta. Indonesia. Krieger J., Higgins D. L. 2002. Housing and Health. Dalam Nindya T. S. Sulistyorini L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.1, Juli 2005: 43-52. Indonesia. Kuhre, W. Lee. 1996. Sertifikasi ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan. Prehallind. Jakarta. Leather P., Pyrgas M., Beale D., Lawrence C. 1998. Windows in The Workplace: Sunlight, View, and Occupational Stress. Journal: Enironmental Behaviour, Nov. 1, 1998; 30(6), 15/04/2010. http://www.accessmylibrary.com/article-1G1-21250903/windows-workplace-sunlight-view.html Li Yuguo. 2003. Indoor Air Quality, Part 2-Ventilation. The University of Hongkong. Hongkong. http://www.docstoc.com/docs/1009772/Natural-Ventilation---Theory-and-Design Maczulak, A. 2010. Environmental Engineering: Designing a Sustainable Future. Infobase Publishing. New York. USA. Maistry, Preshani. 2007. Rapidly Renewable Materials. http://www.greenalberta.ca/downloads/Rapidly_Renewable_Materials.pdf [26 April 2010] Manuaba, A. 1992. Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas. Seminar Produktivitas Tenaga Kerja. Dalam Padmanaba, C. G. R. 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006. Jakarta. Indonesia. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT Media Indonesia. 2009. Toilet Hemat Air telah Lahir. Digilib AMPL. http://digilibampl.net/detail/detail.php?row=0&tp=kliping&ktg= sanitasi&kode=9250
Mediastika C.E. 2002. Desain Jendela Bangunan Domestik untuk Mencapai Cooling Ventilation. Dimensi Teknik Arsitektur Vol 30, No.1, Juli 2002. http://puslit.petra.ac.id/search_engine/cache/ARS/ARS023001/ARS02300110.txt , 08/04/2010 Mikrobanker. 2010. Ayo Mandi Pakai Shower. http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/04/ayomandi-pakai-shower/ Miller G.T, Spoolman S. 2008. Environmental Science. Thomson Brooks/Cole. Canada. Miller, G. T. 1996. Living in Environment. Wadsworth Publishing Company. Belmont. USA. Moersidik, S. S. 2010. Pengelolaan Limbah. Materi Kuliah Program Magister Ilmu Lingkungan 2009/2010. Universitas Indonesia. Jakarta. Indonesia. Mulia R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesia. N.C. Departement of Environment and Natural Resources. 2009. Water Efficientcy Manual for Commercial, Industrial, and Institutional Facilities. North Carolina. USA. Nisandi. 2007. Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap Cair. Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta. Indonesia. Noerbambang, S. M., & Morimura, T. 2000. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Pradnya Paramita. Jakarta. Indonesia. Norback D, Nordstrom K. 2008. Sick Building Syndrome in Relation to Air Exchange Rate, CO2. Room Temperature and Realtive Humidity in University Computer Classrooms. An Experimental Study. International Archieves of Occupational and Environmental Health Vol.82, No.1/Oktober 2008. Springer Berlin. Heidelberg. Germany. Nugraha, A. 2009. Sebuah Rubrik. Info Taman. http://www.desainlansekap.com Occupant Indoor Environmental Quality (IEQ). Survey and Building Benchmarking. http://www.cbe.berkeley.edu/research/briefs-survey.htm Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. (T. Samingan, Trans.). Gajahmada University Press. Yogyakarta. Indonesia. Padmanaba, C. G. R. 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT PAM and ACEM. 2009. Green Building Index for Non-Residential New Construction. Kuala Lumpur. Malaysia. Papacostas, C. 1987. Fundamental of Transportation Engineering. Prenctice Hall. Michigan. USA. Pasific Institue. 2006. Freshwater Withdrawal, by Country and Sector. The World's Water. http://www.worldwater.org/data.html
Persily A. K. 1996. The Relationship Between Indoor Air Quality and Carbon Dioxide. Indoor Air ’96, The 7th International Conference on Indoor Air Quality and Climate, Vol.2. Nagoya. Japan. http://fire.nist.gov/bfrlpubs/build96/PDF/b96103.pdf , 14/04/2010 Poerbo, H. 2002. Utilitas Bangunan. Djambatan. Jakarta. Indonesia. Prasasti C. I, Mukono J, Sudarmaji. 2005. Pengaruh Kualitas Udara dalam Ruangan ber-AC terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1, No. 2, Januari 2005. Indonesia. Prodita, Sabarini. 2009. Buildings Recycle Water to Save Money, Environment. The Jakarta Post. Jakarta. Indonesia. http://digilib-ampl.net/detail/detail.php?row=&tp=kliping&ktg=airminum &kode=9180 Pudjiastuti L, S. Rendra, S. R. Santosa. 1998. Kualitas Udara dalam Ruang. Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta. Indonesia. Pusat Komunikasi Publik PU. 2009. Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Masa Depan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum RI. Jakarta. Indonesia. http://www.pu.go.id/index.asp?site_id=001&news=ppw081009gt.htm&ndate=10/8/2009%203:14 :42%20PM Queen, R. 2006. Water Efficency Guide: Office and Public Buildings. Departement of the Environment and Heritage. Canberra. Australia. Raharjo, Mursid. 2007. Memahami AMDAL. Graha Ilmu. Yogyakarta. Indonesia. Republika. 2007. Pemakaian Air Tanah Sulit Terdeteksi. Forum Komunitas dan Arsip Berita. Jakarta. Indonesia. http://forum.infoanda.com/viewtopic.php?f=3&t=15326 Riyo, Y.M.A. 2009, Air Hujan dan Kita. Penerj: Basuki, Witono. PT Kompas Gramedia. Jakarta. Indonesia. Saptoadi. 2003. Studi Potensi Pengomposan Sampah Kota sebagai Salah Satu Alternatif Pengelolaan Sampah di TPA dengan Menggunakan Aktivator EM4 (Effective Microorganism). Dalam Budiharjo, M. A. 2006. Jurnal Presipitasi, Volume 1 Nomor 1 September 2006. Schell M., Hout D. I. 2001. Demand Control Ventilation Using CO2. .ASHRAE Journal, Februari 2001. Schmidlapp, E. L. 2009. Building Reuse in Streetscape Environments: Building Code Issues. Mt. Lebanon. Pennsylvania. USA. http://www.mtlebanon.org/DocumentView.aspx?DID=3368 Schwarzt, J. 2008. Water Submetering. Water Management Inc. http://www.watersubmeteringmanagement.com/ Seppänen O. A., Fisk W. J., and Mendell M. J. 1999. Association of Ventilation Rates and CO2. Concentrations with Health and Other Responses in Commercial and Institutional Buildings. Indoor Air. Berkeley. USA. http://www.epa.gov/iaq/base/pdfs/base_3c2o2.pdf 14/03/2010.
Siagian, Indira Shita. 2005. Bangunan yang Ramah Lingkungan –Salah Satu Aspek Penting dalam Konsep Sustainable Development. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan. Indonesia. SNI 03-2396. 1991. Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari untuk Rumah dan Gedung. SNI 03-2396. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung. SNI 03-6196. 2000. Prosedur Audit Energi pada Bagunan Gedung. SNI 03-6196. 2000. Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung. SNI 03-6197. 2000. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. SNI 03-6197. 2000. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. SNI 03-6575. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung. SNI 16-7062. 2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Sobari. 1997. Kajian Prevalensi Sick Building Syndrome. Tesis Program Pascasarjana. Kajian Lingkungan. Universitas Indonesia. Jakarta. Indonesia. Soefaat. 1999. Hubungan Fungsional Teknik Sipil dengan Tata Ruang Kota dan Daerah. PT Medisa. Jakarta. Indonesia. Soerjani, M. 2007. Lingkungan Hidup. IPPL. Jakarta. Indonesia. Soewarno S. 2008. Kualitas Udara di Dalam Gedung. http://www.jurnalinsinyurmesin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=96 Srinivas, H. 2007. Rainwater Harvesting and Utilisation. Rainwater Harvesting and Management. http://www.gdrc.org/uem/water/rainwater/ Sugandhy, Aca. 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Sugito, T. 2008. B2W Indonesia. B2W Indonesia. http://b2w-indonesia.or.id Suma’mur, P. K. 1987. Hiperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi. Dharma Bakti Muara Agung. Dalam Padmanaba, C. G. R. 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006. Jakarta. Indonesia. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT Sutrisni, Agus & Han, Go Chin. 2009. Manajemen Industri Konstruksi. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Indonesia. Suyoto, Bambang. 2008. Rumah Tangga Ramah Lingkungan. Prima Infosarana Media. Jakarta. Indonesia.
Tursilowati, L. 2007. Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global Fakta, Mitigasi, dan Adaptasi. Lapan. Bandung. Indonesia. U. S. Environmental Protection Agency. 1985. Guidance for Controlling Asbestos-Containing Materials in Buildings. USEPA. Washington. USA U. S. Green Building Council. 1996. Sustainable Building Technical Manual: Green Building Design, Construction, and Operations. Public Technology Inc. USA. U.S. Green Building Council. 2009. LEED for New Construction and Major Renovation. USGBC. Washington. USA. Water Supplies Departement HKSARG. 2001. Handbook on Plumbing Installation for Buildings. Hongkong Special Administrative Region Government. Hongkong. Williams, D. E. 2007. Sustainable Design: Ecology, Architecture, and Planning. John Wiley & Sons. New Jersey. USA. World Health Organization. 2006. Eliminiation of Asbestos-Related Diseases. Public Health and the Environment WHO. Genewa. Switzerland. www.earthresource.org/campaigns/capp/capp-styrofoam.html 16/04/2010 www.epa.gov/iaq/formalde.html 14/04/2010 www.epa.gov/mercury/ 16/04/2010 Yusuf, M. 2009. Minum Air Hujan, Bolehkah? Oeazam Weblog. http://oasezam.wordpress.com/2009/04/18/minum-air-hujan-bolehkah/
Tabel 1. Daftar Fasilitas Umum untuk Rating ASD 2
No Nama Fasilitas 1. Bank 2. Taman umum 3. Parkir umum (di luar area site) 4. Warung/toko kelontong 5. Gedung serba guna 6. Pos keamanan/polisi 7. Tempat ibadah 8. Lapangan olahraga 9. Tempat penitipan anak 10. Apotek Sumber: Dari berbagai sumber
No 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Nama Fasilitas Rumah makan/kantin Fotokopi umum Puskesmas/fasilitas kesehatan Kantor pos Kantor pemadam kebakaran Terminal/pangkalan angkutan umum Perpustakaan Kantor pemerintah (kelurahan/kecamatan Pasar
Tabel 2. Koefisien Limpasan (Runoff) Air Hujan untuk Rating ASD 7 No. Permukaan Tanah 1. Tanaman dalam baris 2. Semak 3. Pepohonan rimbun 4. Beton 5. Aspal 6. Kerikil 7. Pasangan bata 8. Atap non-green 9. Green roof 10. Tanah pasir - Datar (kemiringan < 2%) - Sedang (Kemiringan 2-7 %) - Curam (kemiringan >7%) 11. Tanah padat/rerumputan - Datar (kemiringan < 2%) - Sedang (Kemiringan 2-7 %) - Curam (kemiringan >7%) Sumber : Dari berbagai sumber
Nilai Koefisien (C) 0,56 0,21 0,1 0,95 0,95 0,65 0,85 0,95 0,3 0,02- 0,1 0,1-0,15 0,15-0,2 0,13-0,17 0,18-0,22 0,22-0,35
Tabel 3. Kebutuhan Air untuk Rating WAC 1
No. Penggunaan Gedung Pemakaian Air 1. Perkantoran 50 2. Hotel 250 3. Apartemen 120 4. Pusat perbelanjaan 5 5. Rumah sakit 500 Sumber: SNI 03-7065-2005 (telah diolah kembali)
Satuan Liter/pegawai/hari Liter/tempat tidur/hari Liter/penghuni/hari Liter/m2/hari Liter/tempat tidur pasien/hari
Tabel 4. Kemampuan Fixtures untuk Rating WAC 2
Alat
Kemampuan Maksimum (Diuji dalam Kemampuan 3 Bar) WC flush valve 6 liter/flush WC flush tank 6 liter/flush Urinal flush valve/peturasan 4 liter/flush Keran tembok 8 liter/flush Keran wastafel 8 liter/flush Shower 9 liter/flush Sumber: EPAct 1992 (telah diolah kembali)
Tabel 5. Standar Batas VOC pada Aplikasi Material Bangunan untuk Rating IHC 3
Aplikasi Arsitektural Perekat karpet ruangan Perekat alas karpet Perekat lantai kayu Perekat lantai karet Perekat bagian lantai Perekat keramik Perekat WCT dan aspal Perekat subfloor Perekat panel dan drywall Perekat dasar cove Perekat konstruksi Perekat kaca Substrate Specific Application Metal to metal Plastic foams Porous material (except wood) Wood Fiberglass Sealant Primer Architectural, nonporous
VOC Limit (g/L less water) 50 50 100 60 50 65 50 50 50 50 70 100 VOC Limit (g/L less water) 30 50 50 30 60 VOC Limit (g/L less water) 250
Aplikasi Khusus Las PVC Las CPVC Las ABS Las penyambung Plastic cement welding Perekat utama untuk plastik Contact adhesive Special purpose contact Structural wood member Sheet applied rubber lining Operation Top and trim adhesive
Sealant Architectural Nonmembrane roof Roadway Single ply roof membrane Other Interior Application Architectural paints and coatings
Architectural, porous 775 Anticorrosive and antirust paints Other 750 Sumber: USGBC, LEED v.3 (telah diolah kembali)
VOC Limit (g/L less water) 510 490 320 325 250 650 80 250 140 850 250 VOC Limit (g/L less water) 250 300 250 450 420 VOC Limit (g/L less water) Refer to Green Seal Standard GS-11 250