Tiga Belas Ribu Empat Ratus Lima Puluh Rupiah
Malam ini hujan turun begitu lebat. Dodo masih berdiri menghadap jendela menanti sang ayah yang belum juga pulang. Sesekali dia berlari kepangkuan ibunya yang sedang membaca Al-Qur’an ketika kilat dan guntur beradu kehebatan di depan matanya. Setelah pertunjukkan yang mengerikan itu berhenti, dia kembali lagi berdiri menghadap jendela dan melihat dengan tatapan kosong ke arah luar yang saat itu gelap gulita karena sedang ada pemadaman listrik. Sampai dengan ibunya selesai mengaji, Dodo masih berdiri tegak memandang ke arah luar. “Dodo, kamu tidur aja dulu sama Riswan, biar Ibu yang menunggu ayah. Mungkin ayah menunggu hujan reda dulu, jadi pulangnya agak telat. Paling sebentar lagi ayah pulang,” kata ibu Hasanah sambil membelai rambut anaknya. Dodo hanya menggeleng tanpa sedikitpun bergerak dari tempatnya berdiri. Ibu Hasanah tak bisa memaksa. Beliau tahu betul bahwa anaknya tak akan bisa dibujuk jika sudah mempunyai keinginan yang kuat. Keterbelakangan mental yang dialaminya, membuat Dodo berkelakuan tak ubahnya seperti anak kecil di usianya yang sudah menginjak 23 tahun ini. Sambil menunggu sang suami pulang ibu Hasanah pun lalu duduk di sofa yang sudah robek di sana sini sehingga terlihat bagian dalam sofa. Karena malam sudah sangat larut, mata ibu Hasanah tak bisa lagi diajak kompromi. Baru saja ibu
Hasanah akan masuk ke alam mimpi, tiba-tiba terdengar ada seseorang yang menggedor-gedor pintu rumahnya. “Bu Hasanah…. Bu Hasanah,” teriak seseorang dari luar sambil menggedorgedor pintu. Ibu Hasanah yang hampir tertidur terkejut dan langsung berlari untuk membuka pintu. “Mang Halim… ada apa malam-malam begini Mang?” tanya ibu hasanah. “Bapak kecelakaan Bu… Tabrakan sama mobil orang,” jawab mang Halim. Mendengar berita itu, ibu Hasanah merasa seluruh tubuhnya lunglai, ototototnya melunak dan semua tulangnya patah sehingga dia merasa tak mampu lagi berdiri. Jika saja tidak segera disambut mang Halim, tubuh ibu Hasanah ambruk ke lantai. Dodo yang mendengar berita itu tetap tak bergerak dari tempatnya berdiri. Namun, kali ini pandangannya tak lagi memandang ke arah luar tapi mengarah ke lantai. Tak ada yang tahu apa yang ada dalam pikirannya. Apakah dia paham bahwa sedang terjadi sesuatu yang buruk pada ayahnya? Entahlah, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Riswan yang telah tertidur pun bangun mendengar keributan di rumahnya. Mang Halim lalu menceritakan semuanya pada Riswan. “Innalillaah…. Sekarang bapak dimana Mang?” tanya Riswan lagi. “Di rumah sakit Asy Syifa Wan. Sebaiknya kamu sekarang cepat pergi ke sana. Biar Mamang yang menjaga ibu dan kakakmu.”
Setelah berpamitan dengan ibunya yang masih setengah tak sadar, Riswan pun segera pergi ke rumah sakit. Karena tak ada angkot di tengah malam ini, Riswan berlari menuju rumah sakit. Setengah jam kemudian akhirnya Riswan sampai di rumah sakit tempat sang ayah dirawat. Dengan terengah-engah Riswan bertanya kepada perawat yang ada di ruang UGD. “Maaph Sushh.. Pasienhh yanghh baru..hhhh kecelakaan tadihhh di mana Sushhh…?” tanya Riswan sambil terengah-engah. “Anda siapanya ya? tanya si perawat. “Saya anaknya Sus.” “Oh… ikuti saya”. Perawat itu pun langsung membawa Riswan ke tempat di mana ayahnya di rawat. Dilihatnya sang ayah tampak menahan sakit ketika jarum dan benang jahit menembus kulit kepalanya. Dia pun langsung menghampiri sang ayah dan membelaibelai tangannya berharap agar sang ayah bisa sabar menahan sakit yang dirasakannya. “Bagaimana keadaan Ayah sekarang?” tanya Riswan ketika jahitan di kepala ayahnya sudah selesai. “Sudah agak mendingan Wan, tapi masih pusing,” jawab sang ayah sambil memejamkan mata karena rasa sakit yang dirasakannya. “Sebenarnya, bagaimana kejadiannya bisa sampai terjadi tabrakan itu Yah?” tanya Riswan penasaran. “Ayah juga nggak tahu Wan. Ayah nyupir santai aja seperti biasa. Tiba-tiba dari arah belakang ada mobil melaju kencang sekali dan langsung menabrak Ayah.”
“Ayah tahu siapa orangnya?” “Ayah nggak tahu Wan. Ayah tadi pingsan, pas sudah sadar tahu-tahu ayah sudah di rumah sakit.” Riswan tak tega untuk berbicara lebih banyak lagi pada ayahnya karena melihat sang ayah nampak menahan sakit ketika diajak bicara. Saat Riswan terdiam memandangi wajah ayahnya yang nampak kesakitan, tiba-tiba dokter yang merawat ayahnya menghampirinya dan memintanya untuk ke ruangannya. Betapa terkejutnya Riswan ketika sang dokter memberi tahu bahwa kaki kiri ayahnya lumpuh akibat kecelakaan yang dialaminya. “Lalu bagaimana dengan orang yang menabrak ayah saya Dok?” “Dia juga terluka,” jawab si dokter pendek. “Maaf ya, saya harus keluar dulu karena ada pasien baru lagi,” kata sang dokter tiba-tiba bergegas. Riswan mencium gelagat yang tidak baik. Dia lalu bertanya pada perawat yang tadi merawat ayahnya siapa yang telah menabrak ayahnya. “Maaf Mas, saya juga tidak tahu siapa dia. Tapi sepertinya dia anaknya orang penting. Soalnya dia saat ini dirawat di ruang VVIP.” Mendengar hal itu Riswan langsung menuju ruang VVIP untuk mencari tahu siapa orang yang telah menabrak ayahnya. Ditelusurinya sepanjang ruang VVIP. Ketika melihat ada perawat yang baru keluar dari salah satu ruangan VVIP, Riswan langsung menghampirinya. “Suster, maaf, boleh nanya? Yang dirawat di dalam ruangan ini siapa ya Sus?”
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks