TIDAK ADA ANAK NAKAL, YANG ADA ANAK BELUM MENEMUKAN GURU TERBAIKNYA Oleh: Drs. SUYITNO, M.Pd1 Abstrak: Suyitno. 2014. Tidak Ada Anak Nakal, Yang Ada Anak Belum Menemukan Guru Terbaiknya. Kata-kata kunci: anak nakal, guru terbaik, multiple intellegences, forum anak. Teachers, as the spearhead of the future of education actors in the class, has a very important role in developing learners' competence. As an educator, a teacher always wants to improve the quality of service. This meant that the competency of the students continue to develop optimally. However, sometimes teachers are often faced with many problems. Some of these problems are having trouble finding them ideas of activities that can accommodate the wishes and interests of learners. Even worse accuse learners unruly, disobedient, naughty, aggressive, a lot of behavior, and many other labels given by the teacher to the learner. Learners will probably behave negatively if they are overlooked or given services as appropriate. At home less attention, so while he was in school they seek attention of others (teachers, peers). The rejection of the negative behavior will not solve the problem. It could even be able to create new problems.
Guru, sebagai ujung tombak pelaku pendidikan paling depan di kelas, mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kompetensi peserta didiknya. Sebagai tenaga pendidik, seorang guru senantiasa ingin meningkatkan kualitas pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar kompetensi yang dimiliki peserta didik terus berkembang secara optimal. Namun demikian kadang-kadang guru-guru sering dihadapkan pada banyak permasalahan. Beberapa permasalahan tersebut di antaranya adalah kesulitan mencari ide-ide kegiatan yang dapat menampung keinginan dan minat peserta didik. Bahkan yang lebih parah lagi menuding peserta didik sulit diatur, tidak patuh, nakal, agresif, banyak tingkah, dan banyak lagi label lain yang diberikan oleh gurunya kepada peserta didik. Peserta didik mungkin akan berperilaku negatif jika mereka tidak diperhatikan atau diberi pelayanan sebagaimana mestinya. Di rumah kurang mendapat perhatian, maka sewaktu berada di sekolah mereka mencari perhatian orang lain (guru, teman sebayanya). Penolakan terhadap perilaku negatif tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan bisa jadi dapat menimbulkan masalah baru.
1
Pengawas TK/SD Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo.
1
Tidak Ada Anak Nakal “Dasar, anak nakal! Sudah diberitahu tidak boleh lari-lari, gurau, tetap saja bikin gaduh, kayak pasar saja. Awas, kalau ramai lagi! Diam semua!” Sontak saja anak-anak diam seribu bahasa, mereka ketakutan. Sekelumit cerita di atas mungkin pernah terjadi sepintas dalam keseharian di suatu sekolah, mungkin saat kegiatan pembelajaran berlangsung, atau mungkin dalam kegiatan lainnya. Tidak ada yang istimewa sebenarnya. Tetapi jika kita kaji lebih mendalam lagi, maka proses yang membuntuti dalam diri peserta didik memiliki dampak negatif yang luar biasa. Dorothy Law Nolte2 telah memberi rambu-rambu kepada kita semua dampak sebuah ‘stimulus’ akan berakibat sangat negatif. Mari kita camkan ungkapan yang sangat berharga ini. “Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah. Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian. Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah”. Ada ungkapan bahwa TIDAK ADA ANAK NAKAL, YANG ADA ADALAH ANAKANAK BELUM MENEMUKAN GURU TERBAIKNYA. Ada anak sukanya pukul-pukul meja-kursi. Tidak! Anak ini tidak nakal, tapi dia anak berbakat jadi pemusik. Karena itu dia perlu disalurkan bakatnya. Ada lagi, anak sukanya berlari-lari terus. Tidak! Anak ini tidak nakal, tetapi anak ini punya potensi jadi pelari. Karena itu dia butuh fasilitas tempat untuk berlari. Dia butuh dilatih khusus, agar potensinya bisa berkembang. Cerita di atas merupakan sekelumit cerita fakta yang sering kita saksikan di sekolah-sekolah, di rumah, atau di mana saja. Bahkan ada yang lebih unik dan massal. Semuanya membutuhkan kecermatan seorang guru sebagai pendidik anak-anak yang belum dewasa. Pada dasarnya tidak ada anak nakal, yang ada adalah anak (peserta didik) yang cerdas dan berpotensi yang membutuhkan fasilitas dan penyaluran. Pemberian labellabel negatif pada peserta didik merupakan tindakan yang tidak adil. Jika pemberian label negatif tersebut berlangsung lama dan tidak segera mendapat fasilitas atau penyaluran, maka bisa jadi dampak yang membuntutinya adalah anak benar-benar akan melakukan hal-hal negatif dan destruktif. Hal ini jelas akan merugikan diri sendiri maupun lingkungannya. Berikut ini akan dipaparkan beberapa contoh tindakan negatif (menurut kaca mata orang dewasa), yang perlu mendapat fasilitas dan penyaluran.
2
diambil dari buku Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos, Revolusi Cara Belajar, The Learning Revolution, Bagian I, Tahun 2000: 104.
2
Tabel 1: Mengubah Perilaku Negatif menjadi Perilaku Positif Perilaku Negatif Alternatif Bentuk Penyaluran dan Pemberian Fasilitas Anak pukul-pukul Anak perlu difasilitasi untuk bermain musik, mungkin mereka meja. berbakat bermain musik, sehingga mereka perlu penyaluran untuk menciptakan musik. Peralatan musiknya boleh dari alat yang modern sampai dengan tradisional, misalnya kentongan, kaleng bekas, gitar, seruling, dan sebagainya. Anak suka berlariAnak perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk lari. menyalurkan bakatnya sebagai pelari cepat. Caranya secara khusus mereka diberi bimbingan bagaimana menjadi pelari handal dan bisa menjadi atlet yang baik, menjunjung sportivitas tinggi, dan di mana mereka harus berlatih. Anak suka Anak model ini sepertinya mempunyai bakat sebagai berbicara dalam pendongeng atau penceramah yang baik. Oleh karena itu berbagai mereka perlu disalurkan bakatnya. Siapa tahu di kelak kesempatan apa kemudian hari mereka benar-benar menjadi orator yang handal, pun. atau pandai bercerita atau penceramah yang dapat memukau pendengarnya. Anak suka coratAnak tipe ini perlu diberi fasilitas tempat dan waktu khusus coret di meja atau untuk melukis dan menggambar. Dan mereka perlu diajak di dinding. berdiskusi di mana sebaiknya mereka harus melukis dan menggambar. Anak suka teriakBaris-berbaris memerlukan anak yang bersuara keras dan teriak. lantang. Sepertinya anak yang suka berteriak-teriak bisa disalurkan dan diarahkan bakatnya untuk menjadi pemimpin barisan. Atau berbagai kegiatan kepramukaan, camping, dan sebagainya. Anak suka menulis Anak ini perlu disalurkan untuk membuat poster, slogan, dan kata-kata atau sebagainya. Mereka perlu diajak diskusi di mana mereka harus kalimat di menulis, dan sebagainya. sembarang tempat. Dan masih banyak Solusinya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan lagi lainnya anak dan sekolah. Yang penting mereka perlu mendapat perhatian dan fasilitas yang cukup. Berikut adalah contoh anak yang dianggap bermasalah oleh guru dan orang tuanya sejak di bangku sekolah, tetapi sebenarnya memiliki kesuksesan luar biasa di kelak kemudian hari. Pada usia 12 tahun, Chris telah berhasil dalam mengelola bisnis di rumahnya. Selain itu, ia juga telah dianggap berhasil dalam memimpin pertunjukkan seni tunggal di sekolahnya. Justin, ketika usia lima tahun mampu menjelaskan sistem tata surya, menciptakan susunan Lego yang rumit. Selain itu, ia juga mampu membuat ilustrasi 3
cerita karangan yang dibuatnya sendiri. Berbeda dengan Marc, ia merupakan salah seorang ahli penjara bawah tanah dan naga. Usianya yang baru menginjak 11 tahun, ia mempunyai pengetahuan luas tentang penjara bawah tanah dan naga. Bahkan ia mampu menciptakan film animasi. Perlu diketahui bahwa ketiga anak tersebut di usia mudanya dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik (learning disabled). Bahkan mereka dipaksa untuk mengikuti perbaikan khusus dalam setiap pembelajarannya. Beberapa contoh peserta didik yang mungkin dianggap bermasalah di sekolah merupakan sebagian saja yang dipaparkan di sini, padahal semestinya mereka seharusnya mendapat pelayanan dan fasilitas untuk mengembangkan berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya sejak lahir. Masing-masing peserta didik merupakan individu yang unik. Mereka memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda dengan individu lainnya. Justru yang semestinya dianggap bermasalah seharusnya adalah pihak sekolah. Karena sekolah sering mengabaikan bakat, kemampuan, dan talenta anak yang dibawa sejak lahir. Setiap anak memiliki bakat dan kemampuan yang unik. Mereka memiliki banyak cara untuk menjadikan dirinya cerdas. Howard Gardner, seorang psikolog dari Harvard University mengatakan bahwa setiap anak mempunyai banyak cara yang berbeda untuk menjadi pandai, melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik, pengalaman dengan alam, interaksi sosial, dan pemahaman diri sendiri. 3 Sembilan kecerdasan menurut Howard Gardner, yakni: word smart, number smart, picture smart, body smart, music smart, people smart, self smart, nature smart, dan existential smart. Berikut penjelasannya. Gardner’s Multiple Intelligences: 1. Verbal-linguistic intelligence (well-developed verbal skills and sensitivity to the sounds, meanings and rhythms of words). 2. Logical-mathematical intelligence (ability to think conceptually and abstractly, and capacity to discern logical and numerical patterns). 3. Spatial-visual intelligence (capacity to think in images and pictures, to visualize accurately and abstractly). 4. Bodily-kinesthetic intelligence (ability to control one’s body movements and to handle objects skillfully). 5. Musical intelligences (ability to produce and appreciate rhythm, pitch and timber). 6. Interpersonal intelligence (capacity to detect and respond appropriately to the moods, motivations and desires of others). 7. Intrapersonal intelligence (capacity to be self-aware and in tune with inner feelings, values, beliefs and thinking processes). 8. Naturalist intelligence (ability to recognize and categorize plants, animals and other objects in nature). 9. Existential intelligence (sensitivity and capacity to tackle deep questions about human existence such as, What is the meaning of life? Why do we die? How did we get here? (Source: Thirteen ed online, 2004) 3
Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas!, 2003: 4.
4
Jika seorang guru hanya memusatkan perhatiannya pada salah satu atau dua kecerdasan saja dari sembilan kecerdasan, misalnya kecerdasan logismatematis dan kecerdasan linguistik, sebenarnya guru tersebut telah menciptakan masalah dalam belajar. Dampak yang membuntutinya bisa bermacam-macam, peserta didik menolak, defensive, bercerita sendiri ketika orang lain (guru) sedang meminta perhatiannya, tidak memperhatikan, atau mencari objek perhatian lainnya. Padahal semestinya seorang guru harus mampu memfasilitasi para peserta didiknya yang disesuaikan dengan ‘multiple intelligence’-nya Howard Gardner. Word smart, atau verbal-linguistic intelligence, atau kecerdasan linguistik merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara tertulis maupun lisan (penuturan). Biasanya, anak yang menonjol dalam kemampuan linguistik, orang dewasa mengaitkannya sebagai kecerdasan dalam bersekolah. Mereka mempunyai keterampilan pendengaran yang sangat berkembang dan suka bermain dengan bunyi bahasa. Biasanya mereka menyukai kegiatan membaca, menulis cerita atau puisi, atau mungkin sebagai penutur cerita yang handal. Beberapa keterampilan yang dimiliki peserta didik yang berbakat linguistik adalah: Suka menulis kreatif di rumah. Mengarang kisah khayal atau menuturkan lelucon dan cerita. Sangat hapal nama, tempat, tanggal, atau hal-hal kecil. Menikmati membaca buku di waktu senggang. Mengeja kata-kata dengan tepat dan mudah. Menyukai pantun lucu dan permainan kata. Suka mengisi teka-teki silang atau melakukan permainan seperti scrabble atau anagram. Menikmati mendengarkan kata-kata lisan (cerita, program radio, pembacaan buku, dan sebagainya). Mempunyai kosakata yang luas untuk anak seusianya. Unggul dalam pelajaran sekolah yang melibatkan membaca dan/atau menulis. (Thomas Amstrong, 2003: 25) Number smart, atau logical-mathematical intelligence, atau kecerdasan logismatematis merupakan kemampuan dan keterampilan sesorang dalam mengolah angka-angka dan menggunakan logika (akal sehat). Sama seperti word smart, anak yang menonjol dalam number smart ini selalu dikaitkan dengan kecerdasan dalam bersekolah. Bahkan kadang-kadang oleh orang di sekelilingnya mengatakan mereka dianggap sebagai ‘kutu buku’. Beberapa keterampilan yang dimiliki oleh anak yang berbakat logis-matematis adalah: Menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala. 5
Menikmati menggunakan bahasa komputer atau program software logika. Mengajukan pertanyaan seperti “Di mana akhir alam semesta?” atau “Mengapa langit biru?” Ahli bermain catur, dam, atau permainan strategi lain. Menjelaskan masalah secara logis. Merancang eksperimen untuk menguji hal-hal yang tidak dimengerti. Menghabiskan banyak waktu memainkan teka-teki logika seperti kubus rubrik atau permainan logika. Suka menyusun dalam kategori atau hierarki. Mudah memahami sebab dan akibat. Menikmati pelajaran Matematika dan IPA dan berprestasi tinggi. (Thomas Amstrong, 2003: 26-27) Picture smart, atau spatial-visual intelligence, atau kecerdasan spasial merupakan kecerdasan gambar dan visualisasi. Artinya mereka memiliki kemampuan memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Anak yang berbakat spasial ini tampaknya mengetahui letak barang-barang yang ada dalam rumahnya. Beberapa keterampilan yang dimiliki anak yang cerdas spasial ini adalah: Menonjol dalam kelas seni di sekolah. Memberikan gambaran visual yang jelas ketika sedang memikirkan sesuatu. Mudah membaca peta, grafik, dan diagram. Menggambar sosok orang atau benda yang persis aslinya. Senang melihat film, slide, atau foto. Menikmati melakukan teka-teki jigsaw, maze, atau kegiatan visual lain. Sering melamun. Membangun konstruksi tiga dimensi yang menarik (contoh, bangunan Lego). Mencoret-coret di atas secarik kertas atau di buku tugas sekolah. Lebih banyak memahami lewat gambar daripada lewat kata-kata ketika sedang membaca. (Thomas Amstrong, 2003: 28) Body smart, atau bodily-kinesthetic intelligence, atau kecerdasan kinestetikjasmani merupakan kecerdasan seluruh tubuh dan juga termasuk tangan. Biasanya anak yang memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani ini tidak suka diam di tempat. Seseorang yang cerdas tubuh biasanya mereka lebih suka menjadi atlet, penari, aktor, dan penari pantomim. Sedangkan yang cerdas tangan biasanya mereka suka montir, penjahit, tukang kayu, dan ahli bedah. Beberapa keterampilan yang dimiliki anak yang cerdas kinestetik-jasmani adalah: Berprestasi dalam olahraga kompetitif di sekolah atau di lingkungan pemukiman. Bergerak-gerak ketika sedang sibuk. Terlibat dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking, atau bermain skateboard. 6
Perlu menyentuh sesuatu yang ingin dipelajari. Menikmati melompat, lari, gulat, atau kegiatan serupa (jika berusia lebih tua, mungkin menunjukkan kecenderungan ini dengan cara yang lebih tersamar). Memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti kerajinan kayu, menjahit, mengukir, atau memahat. Pandai menirukan gerakan, kebiasaan, atau perilaku orang lain. Sering “merasakan” jawaban masalah yang dihadapi di rumah atau di sekolah. Menikmati bekerja dengan tanah liat, melukis dengan jari, atau kegiatan “kotor” lain. Sangat suka membongkar berbagai benda dan kemudian menyusunnya lagi. (Thomas Amstrong, 2003: 30) Music smart, atau musical intelligences, atau kecerdasan musikal merupakan kemampuan yang dikaitkan dengan musik, seperti menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, peka terhadap irama musik, atau mungkin penikmat musik. Biasanya sekolah mengabaikan pelajaran musik. Padahal musik dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengantar seseorang, khususnya bagi anak yang berbakat di bidang musik, belajar bidang pelajaran lainnya. Misalnya interval musik dapat mengajar rasio untuk mata pelajaran matematika. Selain itu, musik dapat digunakan sebagai sarana yang efektif untuk membentuk suasana hati positif. Beberapa keterampilan yang dimiliki anak yang cerdas musik adalah: Memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, sebagai anggota band atau orkes. Ingat melodi lagu. Berprestasi sangat bagus di kelas musik di sekolah. Lebih bisa belajar dengan iringan musik. Mengoreksi CD atau kaset. Bernyanyi untuk diri sendiri atau untuk orang lain. Bisa mengikuti irama musik. Mempunyai suara yang bagus untuk bernyanyi. Peka terhadap suara-suara di lingkungannya. Memberikan reaksi yang kuat terhadap berbagai jenis musik. (Thomas Amstrong, 2003: 31-32) People smart, atau interpersonal intelligence, atau kecerdasan antarpribadi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami seorang. Oleh karena itu cara belajar terbaik mereka adalah berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Biasanya anak yang memiliki kecerdasan antarpribadi ini sering menjadi pemimpin di antara teman-temannya. Beberapa keterampilan yang dimiliki oleh anak yang cerdas antarpribadi adalah: Mempunyai banyak teman. Banyak bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal. Tampak sangat mengenal lingkungannya. Terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah. 7
Berperan sebagai “penengah keluarga” ketika terjadi pertikaian. Menikmati permainan kelompok. Berempati besar terhadap perasaan orang lain. Dicari sebagai “penasihat” atau “pemecah masalah” oleh teman-temannya. Menikmati mengajari orang lain. Tampak mempunyai bakat memimpin. (Thomas Amstrong, 2003: 33)
Self smart, atau intrapersonal intelligence, atau kecerdasan intrapribadi merupakan kemampuan untuk memahami diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada dalam dirinya sendiri. Seorang anak yang memiliki kecerdasan intrapribadi ini mampu menentukan target untuk dirinya sendiri dan seandainya tidak mampu mencapainya, mereka mampu menciptakan target baru yang lebih realistis untuk dicapainya. Biasanya untuk memenuhi kebutuhannya mereka suka menyendiri dan merenung. Kadang anak yang cerdas intrapribadi memiliki prestasi yang bagus, khususnya dalam pekerjaan atau proyek yang dikerjakan sendiri. Beberapa keterampilan yang dimiliki anak yang cerdas intrapribadi ini adalah: Memperlihatkan sikap independen atau kemauan yang kuat. Bersikap realistis terhadap kekuatan dan kelemahannya. Memberikan reaksi keras ketika membahas topik-topik kontroversial. Bekerja atau belajar dengan baik seorang diri. Mempunyai rasa percaya diri. Mempunyai pandangan hidup yang lain dari pandangan umum. Belajar dari kesalahan masa lalu. Dengan tepat mengekspresikan perasaannya. Terarah pada pencapaian tujuan. Terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri. (Thomas Amstrong, 2003: 35) Nature smart, atau naturalist intelligence, atau kecerdasan naturalis merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali dan menguasai bentuk-bentuk alam yang ada di sekitarnya, seperti flora (bunga, pohon mangga, rumput teki, dan sebagainya) dan fauna (burung, kucing, ayam, kupu-kupu, dan sebagainya). Biasanya anak yang memiliki kecerdasan ini ada kecenderungan sebagai pecinta alam. Mereka lebih suka berada di alam terbuka. Beberapa keterampilan yang dimiliki anak cerdas naturalis adalah: Akrab dengan hewan peliharaan. Menikmati berjalan-jalan di alam terbuka atau ke kebun binatang atau museum sejarah alam. Menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam (misalnya gunung, awan, atau jika berada di lingkungan kota, mereka mungkin memperlihatkan kemampuan ini dalam kepekaan terhadap “bentuk-bentuk” budaya populer seperti misalnya sepatu kanvas, sampul CD, model mobil, dan sebagainya. Suka berkebun atau berada dekat kebun. 8
Menghabiskan waktu dekat akuarium, terarium, atau sistem kehidupan alam lain. Memperlihatkan kesadaran ekologis (misalnya, melalui daur ulang, pelayanan masyarakat, dan sebagainya). Yakin bahwa binatang mempunyai hak sendiri. Mencatat fenomena alam yang melibatkan hewan, tanaman, dan hal-hal sejenis (misalnya, mempunyai foto, buku harian, gambar, koleksi, dan sebagainya). Yakin bahwa binatang mempunyai hak sendiri. Mencatat pulang serangga, bunga, dan daun atau benda-benda alam lain untuk diperlihatkan kepada anggota keluarga. Memperlihatkan pemahaman yang mendalam di sekolah dalam topik-topik yang melibatkan sistem kehidupan (misalnya, topik biologi dalam mata pelajaran IPA, topik lingkungan hidup dalam mata pelajaran IPS, dan sebagainya). (Thomas Amstrong, 2003: 36-37) Existential smart, atau existential intellegence, atau kecerdasan eksistesial merupakan kecerdasan yang kesembilan. Kemampuan dan kepekaan seseorang menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan dan makna hidup manusia & dunia. Anak pada tipe ini sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang eksistensi manusia dan dunia, seperti “Apa arti hidup?”, “Bagaimana kita sampai di sini?”, “Apa yang terjadi jika manusia ini sudah tiada?”, dan sebagainya. Lalu bagaimana seharusnya seorang dewasa memperlakukan anak-anak yang belum dewasa. Strategi dan model pembelajaran yang bagaimana yang seharusnya dirancang oleh seorang guru? Mengembangkan kemampuan berefleksi tentang arti dan nilai hidup, makna dari setiap keberadaan hidup, tujuan hidup dan mati. Pengembangan Diri “Forum Anak” Setelah memahami sembilan kecerdasan dan beberapa keterampilan yang dimilikinya, tugas seorang guru dan bahkan mungkin orangtua segera memusatkan perhatiannya pada kemampuan yang menonjol dimiliki oleh seorang anak atau peserta didiknya. Walaupun kita tahu bahwa seorang anak bisa bagus dan mampu dalam beberapa kecerdasan lainnya. Tetapi setidaknya sekolah atau rumah segera memberi fasilitas dan kesempatan kepada mereka agar mampu berkembang semaksimal mungkin dan sebagaimana mestinya. Gambar 2: Sekolah yang baik tidak lagi memusatkan “Sabtu Tani Bunga” hanya pada satu kecerdasan saja, misalnya hanya mementingkan IQ saja, tetapi sekolah mulai berupaya menggabungkan pendekatan multiple intellegences ke dalam kurikulum sekolah. Kegiatan sekolah tidak hanya memihak salah satu kecerdasan saja. 9
Sudah selayaknya sekolah sebagai lembaga formal pendidikan, harus segera memikirkan berbagai kegiatan yang dapat menampung aspirasi dan kemampuan peserta didiknya. Pengembangan diri merupakan salah satu jawaban yang ditawarkan oleh kurikulum operasional kita saat ini. Lalu apa hubungan pengembangan diri dengan multiple intellegence? Sebelum membahas lebih lanjut, sebaiknya kita lihat makna pengembangan diri itu sendiri. Menurut buku “Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diterbitkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)” yang dimaksud pengembangan diri adalah: Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier. Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.4
Berikut ini akan dipaparkan contoh ragam kegiatan yang bisa dilakukan dan dikembangkan oleh sekolah dalam rangka pengembangan diri. Kegiatan yang berfokus pada peserta didik ini dinamakan “forum anak.” Karena kegiatan untuk ‘forum anak’, maka persentase kegiatan lebih banyak didominasi oleh peserta didik. Posisi guru sebagai orang dewasa berkewajiban memberi bantuan (fasilitas) untuk mengembangkan diri secara optimal. Gambar 3: Sekolah perlu menyediakan dan menawarkan Debat di Hari Kartini berbagai ragam kegiatan ekstrakurikuler. Bentuknya bisa berupa kegiatan ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan. Ekstrakurikuler wajib meliputi kegiatan keagamaan (baca dan tulis Al-Quran) dan kegiatan pramuka. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler pilihan meliputi komputer, bahasa Inggris, olahraga (renang, senam artistik, dan tennis meja), kesenian (seni tari, lukis), dan aneka kegiatan vocational skill (anyaman bambu, pembuatan pot bunga, pembuatan minuman pokak, dan kripik talas).
4
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, 2006: 10.
10
Contoh kegiatan lain yang bisa dilakukan untuk pengembangan diri. Misalnya kegiatan pembelajaran efektif dimulai hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Khusus pada hari Sabtu diadakan kegiatan unjuk kerja oleh peserta didik dan guru, atau lebih dikenal dengan kegiatan ‘Sabtuan’ atau ”Saturday Morning”. Setiap hari Sabtu kegiatan sekolah bermacam-macam. Dan setiap Sabtu pun selalu berbeda. Misalnya ”Sabtu Bersih”, artinya seluruh peserta didik dan warga sekolah Gambar 4: melakukan kebersihan kelas dan lingkungan sekolah. Sabtu Cerita Kegiatan ini diakhiri dengan penilaian oleh peserta didik yang telah ditunjuk bersama beberapa dewan guru. Nama kegiatan Sabtuan lainnya di antaranya adalah ”Sabtu Ceria”, ”Sabtu Cuci”, ”Sabtu Kebun”, ”Sabtu Wisata”, ”Sabtu Hobi”, ”Sabtu Debat”, ”Sabtu Cerita”, ”Sabtu Koki”, ”Sabtu Hikmah”, dan sebagainya. ”Sabtu Ceria” kegiatannya bisa diisi bermacam-macam, misalnya untuk Sabtu tertentu kegiatannya adalah lomba bermain musik. Peralatan musiknya berasal dari alat-alat sederhana, misalnya berasal dari kaleng bekas, kentongan dari bambu, dan bunyi-bunyian lainnya yang ada dan berkembang di masyarakat tempat tinggal peserta didik. Kegiatan ini biasanya sangat disukai para peserta didik, karena mereka mendapat hiburan gratis. Selain itu mereka diberi kebebasan membuat grup bermain musik. Syair dan lagunya serta properti yang digunakannya pun diserahkan sepenuhnya oleh grup itu sendiri. Khusus bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan musik, kegiatan ini dinilai sangat bermanfaat dan konstruktif. Manfaat lain bagi sekolah (guru) adalah sebagai upaya preventif bagi peserta didik yang memiliki hobi pukul-pukul meja atau benda lain, khususnya pada saat-saat tertentu. Biasanya setelah kegiatan ini tersalurkan, mereka bersepakat untuk tidak melakukan pukul-pukul meja dan benda lain, kadang dapat merusak benda-benda yang disasar. Pada hari Sabtu berikutnya dapat dilaksanakan ’Sabtu Cuci’, yaitu suatu kegiatan mencuci pakaiannya sendiri yang dilakukan oleh peserta didik. Sehari sebelumnya para peserta didik diminta untuk membawa satu stel pakaian yang kotor. Sesampainya di sekolah mereka diajari untuk mencuci pakaian, menjemur, sampai dengan seterika. Kegiatan ini bermanfaat bagi peserta didik di kelak kemudian hari. Misalnya ketika Gambar 5: mereka harus berpisah dengan orangtua karena Sabtu Hobi sekolahnya jauh dari tempat tinggal, dan mereka harus kos di dekat sekolahnya. Maka mereka harus mampu mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam hal mencuci pakaiannya sendiri. Kegiatan ”Sabtu Kebun” merupakan kegiatan peserta didik yang dilakukan di kebun sekolah. Mereka melakukan penanaman, perawatan, atau sampai panen. Bahkan mereka diajak untuk membuat rancangan atau rencana tanaman berikutnya. Kegiatan ini sangat mendukung bagi para peserta didik yang memiliki kecerdasan natural, karena mereka lebih menyukai kegiatan-kegiatan alam seperti ini. 11
Bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan linguistik juga dapat difasilitasi dalam kegiatan Sabtuan ini, salah satunya yaitu ”Sabtu Cerita”. Pada ”Sabtu Cerita” ini, para peserta didik diberi kesempatan untuk menghapal sebuah cerita yang berkembang di masyarakatnya, atau mungkin cerita yang berasal dari bahan bacaan yang ada di buku perpustakaan atau sudut/taman baca. Mereka yang sudah siap diminta menceritakan di panggung terbuka. Sudah barang tentu kegiatan ini dinilai oleh dewan juri yang juga berasal dari peserta didik juga bersama beberapa dewan guru. Dan masih banyak kegiatan sekolah lainnya, yang semuanya bertujuan untuk membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan bakat, kemampuan, dan talentanya. Bagi sekolah-sekolah yang mampu mengembangkan sarana dan prasarana yang memadai juga sangat bagus. Tetapi paling tidak sekolah harus berupaya terus untuk mencari berbagai ragam kegiatan yang dapat menampung dan mengembangkan bakat dan kemampuan peserta didik. Sedangkan sarana dan prasarana yang harus disediakan juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan sekolah untuk mengusahakannya. Yang penting jangan sampai sekolah mengabaikan kepentingan peserta didik yang unik untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin sesuai dengan keunikannya masing-masing.
12