THE PRICE OF BEING A HERO
SINOPSIS
“ Dunia merupakan tempat yang berbahaya, bukan karena banyaknya orang jahat, melainkan karena diamnya orang baik ”
Sebuah kisah dimana seorang pria sekaligus seorang figur ayah dari sebuah keluarga, bekerja pada sebuah instansi pemerintahan, dengan berani memperjuangkan idealismenya dalam melawan segala tindakan korupsi. Namun perjuangannya ini tidak berjalan mulus begitu saja, sebuah pengorbanan, sebuah harga yang harus dibayar oleh seorang “Pahlawan” seperti dirinya.
Author Genre
Adam Maulana Nugraha Fiksi
DILARANG KERAS MELAKUKAN TINDAKAN PLAGIARISME SEMUA PERISTIWA DALAM NASKAH INI MURNI FIKSI DALAM REALITA TERJADI HAL YANG SERUPA ITU HANYA KEBETULAN BELAKA
“The Price of Being a Hero”
# Act 1 # ## Scene 1 - Ruang Kelas ##
……Eh? Benarkah?..... …..Itu benar, ayahnya itu ditangkap karena menggelapkan dana miliaran….. …..Ah aku ingat, kasus korupsi tahun lalu itu kan?..... ……Kenapa dia pindah ke sekolah ini?..... …..Ckckck tipe orang dengan gaya hidup mewah…..
Tiba – tiba seorang siswa beranjak dari kursinya, berdiri menggebrak meja. Andy : Berisik!! Seketika kelas menjadi hening. Andy : Ayahku….bukan ayahku yang melakukannya!! Pintu kelas terbuka, dan terlihat seorang pria berkacamata memegang sebuah buku masuk dari pintu tersebut, semua siswa pun beranjak ke tempat duduk masing – masing. Danu : Selamat pagi anak – anak Kelas : Pagi pak! Danu : Hari ini kita akan melanjutkan pelajaran kita minggu lalu, Andre, kamu masih ingat kita belajar apa minggu lalu? Andre : Kewajiban bela negara pak! Danu : Benar sekali, dan kali ini bab yang akan kita bahas adalah tentang tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang masih memiliki kaitan dengan bahasan minggu lalu, oh iya Pak Danu berjalan ke arah Andy yang sedang duduk dengan wajah muramnya. Danu : Bapak sepertinya baru pertama kali melihatmu, kamu murid pindahan itu ya? Andy : Iya pak Danu : Namamu? Andy : Andy, Andy Bardock
Danu : Baiklah Andy, bapak mohon kerja samanya dikelas ya Andy : Baik pak Pak Danu berjalan kembali ke arah papan tulis dikelas. Danu : Kita mulai pelajarannya, dan nanti selesai bapak membahas, tolong kalian buat kelompok dengan anggota masing – masing 3 orang untuk diskusi Pelajaran di hari pertama Andy masuk sekolah menengah atas barunya pun dimulai.
<<Setelah Diskusi Berakhir>> Danu : Bapak rasa cukup sekian pelajaran hari ini, jangan lupa tugasnya dikerjakan Kelas : Baik pak Danu : Untuk Andy, bisa ikut ke ruangan BK dengan bapak sebentar? Andy : ……. Pak Danu dan Andy beranjak keluar dari kelas yang mulai riuh dengan pembicaraan.
## Scene 2 – Ruang BK ##
Andy dan pak Danu duduk berhadapan di kursi masing – masing, hanya ada mereka berdua di ruang BK saat itu. Danu : Apa benar kamu putra pak Hendrikson? Andy : Benar pak Pak Danu diam sejenak dan berfikir apa yang harus dikatakannya kepada salah satu muridnya ini. Danu : Bapak bisa mengerti kenapa kamu pindah sekolah, bapak hanya minta jangan sampai apa yang dikatakan orang lain mempengaruhimu, kamu harus kuat, kamu masih muda dan memiliki masa depan yang cerah menantimu
Andy : ……. Danu : Jika kamu perlu seseorang untuk curhat, bapak siap menjadi pendengarmu Andy : ……… Danu : Bapak tahu betapa beratnya kasus yang menimpa ayahmu, tapi Andy, kamu bisa belajar dari kesalahannya dan bapak yakin ayahmu pasti akan bangga padamu Mendengar perkataan pak Danu, seketika Andy beranjak berdiri dari kursinya dengan menggeratkan giginya. Andy : Apa yang bapak tahu tentang ayahku? Bapak sama sekali tidak tahu kebenarannya! Danu : Bukan begitu Andy, dengarkan penjelasan bapak dulu Andy : Cukup! Bapak sama saja dengan mereka! Andy berlari pergi keluar dari ruang BK dengan air mata membasahi kedua pipinya, pak Danu hanya bisa berdiri terdiam melihatnya pergi. Hari itu Andy melewati detik demi detik di sekolahnya dengan perasaan bercampur aduk, dia tidak berbicara pada siapa pun dan tidak ada seorang pun yang berani berbicara dengannya.
Tiba bel sekolah berbunyi pertanda waktu belajar telah usai, setiap siswa dan siswi berlarian dengan riang menuju arah gerbang sekolah. Mereka semua pulang bersama dengan temannya masing - masing layaknya segerombolan angsa, berbeda dengan Andy, hanya berjalan pulang tertunduk seorang diri, yang menemani kedua langkah kakinya hanya lah bayangannya sendiri.
## Scene 3 – Rumah Keluarga Hendrikson ## Andy : Aku pulang Ibu
: Ah, kamu sudah pulang nak, Ibu sudah siapkan makan siang untukmu
Andy : Nanti saja bu aku belum lapar Andy berlalu menuju kamarnya untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Setelah selesai, Andy berbaring di atas tempat tidurnya, kedua matanya hanya melihat langit – langit kamar sementara pikirannya terus berkecamuk dengan ayahnya dan kehidupan sekolahnya. Tak lama pintu kamarnya terbuka. Ibu
: Andy, ibu bawa makan siangnya
Ibunya berjalan menuju meja belajarnya dan menaruh makan siang untuk Andy di atas meja tersebut, lalu dia menghampiri Andy yang sedang terbaring dan duduk disampingnya. Ibu
: Bagaimana sekolahmu hari ini?
Andy : Biasa saja bu Ibu
: Andy, nak, kalau ada apa – apa dengan sekolahmu kamu bisa cerita pada ibu
Ibunya mengusap rambut Andy dengan lembut, berharap putranya mau bercerita tentang sekolahnya hari ini. Andy : Tidak ada bu….aku hanya rindu ayah… Ibu
: Ibu tahu nak, ibu juga rindu dengan ayahmu
Andy : Kapan aku bisa bertemu ayah lagi bu? Ibu
: Satu minggu lagi nak, bersabar ya
Andy : Kenapa….kenapa harus ayah? Padahal ayah tidak bersalah Andy mulai menangis, Ibunya mencoba untuk menenangkannya. Ibu
: Nak, ibu mengerti perasaanmu, suatu saat, ibu yakin keadilan pasti datang, yang kuat ya nak
Andy hanya bisa menangis sedih mengingat hal yang menimpa ayah yang disayanginya, sedih karena kebenaran dari kasus yang menimpa ayahnya itu hanya Andy, ibunya, dan ayahnya yang tahu. Ibu
: Sekarang kamu makan dulu, mumpung masih hangat
Andy : ….. Begitulah hari itu berakhir bagi Andy dan ibunya, sebuah drama kehidupan, sebuah tragedi, menari dengan indah dalam kehidupan mereka, tragedi yang merenggut kebahagian mereka berdua.
# End of Act 1 #
# Act 2 #
Act kedua ini diambil sebelum ayah Andy yaitu Hendrikson ditangkap karena kasus penggelapan dana bernilai miliaran
## Scene 1 – Kantor ## Hendrikson : Selamat siang pak, boleh minta waktunya sebentar? Orang yang disapa Hendrikson adalah Alan, kepala bagian divisi dimana Hendrikson bekerja. Alan
: Ah, kau rupanya, ada perlu apa?
Hendrikson berjalan menghampiri meja dimana Alan sedang duduk dan bekerja menggunakan laptopnya. Dari tangannya sebuah map diperlihatkannya kepada Alan. Hendrikson : Begini pak, mengenai dana program kita kali ini, saya rasa dananya ini terlalu besar pak Alan
: Terlalu besar?
Alan tertawa dengan nada mengejek mendengar perkataan Hendrikson.
Hendrikson : Saya sebelumnya sudah mencari laporan dari instansi lain dengan program serupa, namun dana yang dibutuhkannya tidak sebesar ini pak Alan
: Kau ini, dana itu sudah menutupi semua biaya yang dibutuhkan, ini soal kualitas yang kita berikan nantinya Hendrik, KUALITAS, kamu mengerti?
Hendrikson : Tetapi pak dari laporan lain… Alan
: Sudah percaya padaku, aku sudah memperhitungkan semuanya, kau lanjutkan saja laporannya, nanti kalau sudah selesai saya tanda tangani
Hendrikson : Kalau begitu saya mohon pamit Hendrikson beranjak keluar menuju ruangan dimana dia bekerja, sementara Alan melanjutkan pekerjaannya kembali. Dalam pikirannya, dia merasa bimbang dengan apa yang akan dikerjakannya, namun dia percaya, atasannya tidak mungkin berbohong, dan Hendrikson pun dengan penuh keyakinan melanjutkan laporannya tersebut.
## Scene 2 – Kantin ##
Pada saat itu jam istirahat sedang berlangsung, Hendrikson bersama seorang rekan kerjanya bernama Josep sedang duduk sambil menyantap makan siang masing – masing. Josep
: Itu bekal buatan istrimu ya?
Hendrikson : Begitulah, kau mau? Josep
: You know me so well brother
Tangan kanan Josep meraih sebuah daging ayam goreng berbalut keju yang ada dalam bekal Hendrikson, dan dengan perlahan dia menyantap daging tersebut. Josep
: Emmhh, masakan buatan istri tercinta memang lezat
Hendrikson : Hey, cari istri tercintamu sendiri Josep
: Hahahaha istri tercintaku pasti sekarang masih berlatih memasak untukku nanti
Hendrikson : …….
Josep
: Hm? Kenapa tiba – tiba diam begitu? Kau sedang memikirkan sesuatu ya?
Hendrikson : Iya, ini tentang laporan yang aku kerjakan Josep
: Oooh, laporan itu, memangnya kenapa? Kau tidak bisa membuatnya?
Hendrikson : Bukan begitu, hanya saja apa dana yang dibutuhkan benar – benar sebanyak itu? Josep
: Kenapa tidak kau tanyakan pada pak Alan saja?
Hendrikson : Aku sudah bertanya padanya, dan beliau berkata kalau dana yang dibutuhkan memang sebanyak itu Josep
: ya sudah, apa yang kau khawatirkan lagi? Pak Alan berkata seperti itu berarti beliau mampu mempertanggungjawabkannya
Hendrikson : Aku harap begitu Jam istirahat pun selesai dan semua pegawai yang ada di kantin kembali ke tempat mereka bekerja, begitu pula Hendrikson, dengan perut yang sudah terisi dia pun pergi ke ruangannya kembali untuk menyelesaikan laporan.
# End of Act 2 #
# Act 3 #
Act ketiga ini diambil ketika program yang direncanakan telah selesai
## Scene 1 – Kantor ##
Beberapa bulan berlalu hingga program yang direncanakan pun akhirnya selesai tepat pada waktunya, namun saat itu Hendrikson mendapati bahwa sebagian besar dana tidak terserap secara optimal, sehingga hasil akhir dari program memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh Alan kepadanya.
Hendrikson yang saat itu sedang berada di
ruangannya kemudian bergegas pergi menuju ruangan Alan. Hendrikson : Permisi pak Alan
: Masuk saja
Dengan langkah tergesa – gesa Hendrikson berjalan menghampiri Alan. Alan
: Bagaimana? Programnya sukses besar kan?
Hendrikson : Iya pak, tapi tadi saya melakukan uji kualitas, dan kenapa kualitas yang dihasilkan tidak sesuai dengan laporan pak? Alan
: Oh itu, anggap saja komisi untuk divisi kita
Hendrikson : Tapi pak, saya tidak mengharapkan komisi apapun selain gaji saya sendiri pak Alan
: Ah sudahlah! kalau kau memang tidak mau, tak apa, bukan masalah buatku
Hendrikson : Kalau begitu saya mohon pamit pak Dengan wajah kesal Hendrikson berjalan pergi menuju kantin untuk menenangkan pikirannya, disana dia bertemu dengan Josep yang sedang asik memainkan telepon genggamnya. Josep
: Cieee cieee yang programnya sukses besar
Hendrikson : Diamlah, aku sedang kesal Josep
: Kenapa lagi?
Hendrikson : Ini soal pak Alan Josep
: Memangnya ada apa dengan pak Alan?
Hendrikson : Sebagian dana dari program ternyata diambil untuk dijadikan sebuah komisi bagi divisi kami Josep
: Benarkah?
Hendrikson : Beliau yang mengatakannya sendiri Josep
: Sulit dipercaya…..
Hendrikson : Aku sendiri terkejut mendengarnya, padahal kita berangkat dari kampus yang sama Josep
: Apa?! Pak Alan alumni Universitas Telkom juga?
Hendrikson : Begitulah Josep
: Huh….kenapa aku baru tahu? Apa beliau salah satu orang yang tidak populer?
Hendrikson : Beliau pernah menjabat sebagai ketua BEM, kau ingat kasus orasi yang pernah terjadi di kampus? Josep
: Oww....ya ya ya, aku ingat sekarang, perselisihan antara mahasiswa dan pihak kampus itu kan?
Hendrikson : Benar, beliaulah orang yang berhasil mendamaikan kedua belah pihak Josep
: Jadi beliau si ketua jenius itu……tapi yang jelas, sebagai alumni kampus kita tidak bisa membiarkannya
Hendrikson : Itulah yang sedang kupikirkan Sejenak Hendrikson terdiam, dahinya mengkerut seiring dia memikirkan jalan keluar, tak lama dia pun beranjak pergi. Josep
: Kau mau kemana?
Hendrikson : Aku mau cari angin dulu sebentar Hendrikson berlalu pergi menuju parkiran dan pergi meninggalkan kantornya. Di saat yang bersamaan, Josep bergegas menuju ruangan Alan. Josep : Selamat siang, pak Alan? Alan : Arghh…demi tuhan, apa yang kau inginkan Josep? Josep : Well…sejauh ini yang ku inginkan hanyalah menjadi penguasa di negeri ini, tetapi apalah arti seorang penguasa tanpa pengikutnya, benar kan? Alan : To the point saja, apa yang kau inginkan dariku? Josep : Tidak banyak, aku hanya ingin berbincang – bincang denganmu Alan : Aku sedang sibuk Josep, jika hanya itu tujuanmu, kenapa tidak gunakan chat saja? Josep : Sibuk? Maksudmu sibuk dengan bermalas – malasan di ruanganmu sendiri? Mengesankan, tapi yang lebih mengesankan lagi adalah caramu memanaj anak buahmu Alan : Apa maksudmu? Josep : Tadi aku sempat berbincang dengan Hendrik mengenai dana program yang kau simpan
Alan : Hendrik?! Dia cerita padamu?? Josep : Ohoho Alan, dari dulu kau sama sekali tidak pernah berubah, bahkan saat menjadi ketua BEM pun aku harus turun tangan menangani masalahmu, hahh…aku merasa kasihan kepada mereka yang telah kukelabui untuk memilihmu menjadi ketua BEM dulu Alan : Ya ya ya tuan jenius dengan segudang relasi, lantas, dimana Hendrik sekarang? Josep : Aku rasa dia sedang melaporkan tindakanmu ini Alan : Cih!....dasar manusia lemah! Josep, apa yang harus aku lakukan? Josep : Ck….menurutku biarkan saja dia melaporkannya Alan : Kau gila?! Jika begitu aku dan anak buahku yang lain akan masuk penjara! Josep : Itu benar, tapi, kau juga bisa menjebloskan Hendrik, bahkan semua anak buahmu Alan : Semua anak buahku kau bilang?? Josep : Tenang saja, aku memiliki beberapa orang dalam agar kau dan anak buahmu yang lain bisa mendapat keringanan, yang harus kau lakukan hanyalah mentransfer sebagian dana itu ke rekening Hendrik dan perintahkan anak buahmu yang lain untuk membuat kesaksian palsu saat sidang Alan : Kesaksian palsu?? Josep : ‘Kami semua memang mendapat bagian dari dana tersebut termasuk Hendrik’ selanjutnya pada saat Hendrik menyangkal telah menolak dana tersebut, mereka hanya harus berteriak ‘Jangan bersikap munafik, kau sendiri yang membuat laporannya’ Alan
: ..…kedengarannya masuk akal, tapi mengenai hukumannya apa benar kau bisa membantu meringankannya?
Josep : Apakah dulu aku berbohong kalau aku bisa membuatmu terpilih menjadi ketua BEM? Sekarang lekaslah lakukan saranku tadi Alan
: Akan ku lakukan, jujur saja aku tidak tahu bagaimana caraku membalas kebaikanmu ini
Josep : Kau hanya harus tutup mulut, jangan pernah sekalipun libatkan aku tentang ini Alan
: Demi tuhan aku tidak akan pernah melibatkanmu
Josep : Kalau begitu, selamat bekerja kembali pak Alan
Josep beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju pintu keluar. Alan
: Josep!
Josep : Hm? Alan
: Kenapa kau mau membantuku sampai sejauh ini?
Josep : Bagaimana ya, aku seorang pria simple, dan lagi, hatiku ini mudah tersentuh…..ketika aku melihat seseorang dalam masalah, hatiku tergerak untuk membantunya Alan
: Huh…kau tahu, aku suka dengan orang sepertimu Josep, kuharap kita bisa terus saling membantu seperti sekarang
Josep
: Begitu pula denganku kawan
Josep berlalu pergi meninggalkan ruangan Alan dengan senyum kecil diwajahnya.
# End of Act 3 #
# Act 4 #
Act ke-empat ini diambil 1 minggu setelah Hendrikson dijebloskan ke dalam penjara
## Scene 1 – Penjara (Ruang Tahanan Hendrikson) ##
Berita penangkapan Alan dan anak buahnya pun mulai menjadi topik hangat media, saat itu keluarga Hendrikson terlebih istri dan putranya tidak percaya dengan apa yang diberitakan oleh media. Dan tibalah hari dimana istri dan putra Hendrikson datang menjenguknya. Andy
: Ayah…Ayaaah!
Andy berlari menangis menghampiri ayahnya yang berada di dalam jeruji besi. Hendrikson : Tenanglah nak, ayah baik – baik saja, tidak perlu menangis Andy
: Kami khawatir yah, kapan ayah pulang?
Hendrikson : Ayah tidak tahu, tapi ayah berjanji akan kembali ke rumah
Hendrikson berlutut dan memeluk anak semata wayangnya dari balik jeruji besi, keduanya saling mengusap air mata satu sama lain. Hendrikson : Jasmine, istriku, kamu baik – baik saja kan? Kamu terlihat kurus dan pucat Jasmine yang saat itu menahan air matanya akhirnya menangis di depan suami tercintanya. Jasmine
: Aku….bagaimana bisa aku baik – baik saja ketika suamiku berada di dalam jeruji besi
Hendrikson : Jangan begitu, kalau kamu sakit siapa yang menjaga Andy nanti? Jasmine mengangguk dan mencoba untuk berhenti menangis. Jasmine
: Sebenarnya, apa yang terjadi padamu?
Lalu Hendrikson menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada istri dan anaknya. Mendengar cerita dari sang suami, Jasmine mulai menangis kembali. Jasmine
: Aku tahu kamu tidak mungkin melakukannya, tapi…tapi kenapa harus seperti ini?
Hendrikson : Maafkan aku…aku terlalu ceroboh……aku terlalu ceroboh Hendrikson mulai menangis menyesali tindakannya pada waktu itu, Andy dengan lembut mengusap air mata ayahnya. Andy
: Ayah tidak perlu menangis, aku bangga dengan ayah, ayah telah menyelamatkan hak banyak orang
Mendengar ucapan anak semata wayangnya Hendrikson mulai terlihat tersenyum. Hendrikson : Ayah juga bangga dikaruniai putra yang baik sepertimu
## Scene 2 – Penjara (Ruang Tahanan Alan) ##
Josep : Halo Alan, bagaimana kabarmu? Dari dalam jeruji Alan berdiri dengan wajah sumringah dan dengan penuh harap dia mendekati Josep yang baru saja menyapanya. Alan : Josep! aku tahu kau pasti datang, akhirnya..akhirnya doaku terkabul Josep : Waw…untuk ukuran seorang narapidana, aku rasa doamu itu terlalu berlebihan Alan Alan : Aku tidak tahan lagi Josep, seminggu di dalam penjara ini hampir membuatku gila, lekas kau beritahu aku, kapan aku bisa keluar dari sini??? Josep : Tentang itu…aku khawatir kau tidak akan bebas dalam waktu dekat Alan : Ap apa maksudmu??? Josep : Maksudku adalah ‘Penjara adalah istana lain layaknya sebuah rumah’ Alan : Apa..? Kau, kau pasti bercanda kan? Josep : Aku takut aku sedang tidak bercanda Alan : Kau tidak bisa melakukan ini padaku Josep, kau tidak mengerti, aku sudah tidak tahan lagi berada disini!! Josep : Sssshhh…pelankan suaramu….aku tahu ini berat, tapi kehidupan penjara tidaklah seburuk yang kau kira Alan : Josep kau tidak mengerti, aku tidak mungkin bisa bertahan lebih lama lagi disini! Josep : Darimana kau tahu? Kau bahkan belum mencobanya? Dan lihat, sekarang pun kau masih bernafas Alan Alan : Tidak…tidak Josep : Well, senang bisa bertemu denganmu lagi, Alan Alan : Josep tunggu! Perlahan Josep pergi meninggalkan Alan. Alan : Bajingan! Kembali kau kesini!! Kau sudah berjanji!! Josep!!!
Tak satupun teriakan Alan dihiraukan oleh Josep, dia terus berjalan pergi dengan hanya melambaikan tangan pada Alan. Alan : Terkutuk kau!! Akan kupastikan nyawamu berakhir ditanganku!! Camkan itu keparat!!! ## Scene 3 – Penjara (Ruang Tahanan Hendrikson) ##
Setelah Jasmine dan Andy selesai berkunjung dan pergi pulang ke rumah mereka, tibalah saat dimana Josep mengunjungi Hendrikson. Josep
: Wow…tadi itu istrimu ya? Dia masih terlihat cantik
Hendrikson : Aku sarankan padamu untuk segera mencari pendamping Josep
: Relax, itu soal mudah….bagaimana keadaanmu?
Hendrikson : Tinggal dibalik jeruji besi dengan sarana dan prasarana dibawah kata layak, menurutmu, bagaimana keadaanku? Josep
: Payah?
Hendrikson : Tepat Josep
: Hm….hey Hendrik dengar, sebagai seorang teman, aku tidak bisa diam saja melihat temanku senndiri seperti ini, jika ada yang bisa kubantu, katakanlah
Hendrikson : Terima kasih Josep….saat ini tidak banyak yang bisa kau perbuat tapi, aku mohon jagalah keluargaku selagi aku disini Josep
: Done! Oh ya, kau sadar kan kalau apa yang kau lakukan akan membuatmu berakhir disini?
Hendrikson : Aku tahu itu, seorang cerdas seperti Alan pasti akan merencanakan hal semacam ini Josep
: Ya, dia memang cerdas…tapi, kalau kau tahu, kenapa kau bersikeras melakukannya?
Hendrikson : Dunia adalah tempat yang berbahaya, bukan karena banyaknya orang jahat, melainkan karena diamnya orang baik…..aku tidak ingin hidup di dalam dunia seperti itu Josep
: Kau dan semua idealisme mu…dan lihatlah hasilnya sekarang?
Hendrikson : ………. Josep
: Kau meringkuk disini sementara istri dan anakmu menderita diluar sana, pernahkah fikiran seperti itu terlintas dikepalamu Hendrik?
Hendrikson : Aku tahu Josep, tapi aku tidak punya pilihan lain Josep
: Kau punya pilihan lain
Hendrikson : Katakan padaku Josep, apa pilihan lain itu!!? Emosi Hendrikson mulai menyeruak, air matanya mulai membasahi pipinya. Josep
: Dengar, Hendrik, sebagai teman aku bangga dengan tindakanmu itu…..tetapi, kau harus lihat realitanya, meskipun kaulah pahlawannya, tidak serta merta semua orang akan percaya begitu saja
Hendrikson : ……………. Josep
: Hanya karena nila setitik, rusak susu sebelengga, kau harusnya mengerti betul pepatah itu
Hendrikson : Lalu….lalu apa yang harus aku lakukan Josep? Apa yang harus aku lakukan? Kedua tangan Josep memegangi bahu Hendrikson. Josep
: Sebagai seorang pahlawan, ada harga yang harus dibayar……karena itu, langkahmu harus 10 kali lebih jauh
Hendrikson : ……………. Josep
: Sekarang, berhentilah menangis, aku tidak ingin melihat kawan baikku terus bersedih menyesali apa yang sudah berlalu…jadikan saja ini sebagai pelajaran berharga untukmu
Hendrikson : Terima kasih banyak Josep, kau memang seorang teman yang baik Josep
: Aku tahu…..jaga dirimu baik – baik, akan kujaga keluargamu untukmu…..sampai jumpa lagi kawan
Josep berlalu pergi meninggalkan kawannya tersebut, berlalu dengan senyum kecil terlukis diwajahnya. # End of Act 4 # THE END