PENGARUH PEMBERIAN PASTA TOMAT TERHADAP JUMLAH SEL BUSA PADA ARKUS AORTAAORTA ARCUS TUNICA INTIMA RATTUS NOVERGICUS STRAIN WISTAR TIKUS DENGAN YANG DIBERI DIET ATEROGENIK
Formatted: Indent: Left: 0", Hanging: 0.5" Formatted Formatted: Font: 11 pt
THE INFLUENCE OF TOMATO PASTE TO TOTAL FOAM CELLS IN AORTAL ARC TUNICA INTIMA OF RATTUS NOVERGICUS WISTAR STRAIN WITH ATHEROGENIC DIET
Formatted: Line spacing: single
THE INFLUENCE OF TOMATO PASTA TO TOTAL FOAMCELLS OF AORTA ARCUS RATTUS NOVERGICUS STRAIN WISTAR WITH ATEROGENIC DIET Dian Handayani * , Bambang Prijadi ** * Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang ** Laboratorium Biokimia Biomolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang ABSTRACT In Indonesia, the prevalence of coronary heart disease (CHD) was increased. It currently became the main cause of mortality. Unhealthy dietary pattern as the most determinant of atherosclerosis through the increasing of plasma LDL, will be worsen by the presence of free radical such as reactive oxygen species (ROS) that led to accumulation of atherosclerosis plaques. The negative effects of free radicals can be inhibited by antioxidant. Lycopene is a strong antioxidant that able to neutralize free radicals, especially oxygen derived free radicals. This study aimed to assess the effect of tomato paste containing lycopne to total foam cells. Lycopene has the role to prevent artericoronaria related to atherosclerosis. The most lycopene source is tomato products. This study was a laboratory-experimental study with randomized control group – post-test design. Twenty randomly selected rats, divided into 5 treatment groups, group P1 (normal diet treatment), P2 (atherogenic diet treatmen)t, P3 (atherogenic diet and addition 0.01 g/days of tomato pasta treatment, P4 (atherogenic diet and addition 0.02 g/days of tomato pasta treatment,), group 5 (atherogenic diet and addition 0.04 g/days of tomato pasta treatment). Body weight and total foam cells in rat’s intima aorta layer. One way ANOVA statistical analysis showed there was no different in the increasing of body weight and energy intake among groups of treatment (P <0,05). However, there was a significant difference in protein and fat intakes, average foam cells of rat’s aorta intima (p<0.05). The higher the amount of tomato pasta, the lower the total foam cells. Tukey’s test showed that the difference among groups in of total foam cells was happened in group (atherogenic diet and addition 0.04 gr/days tomato pasta treatment), but not different in group (normal diet treatment). The main challenge today is to study the difference in effectiveness between pure lycopene substrate and lycopene on tomato products
Formatted: Font: 11 pt, Bold
Key words: Lycopene, Antioxidant, Free radical, atherogenic diet, Tomato Paste, Foam Cell
Formatted: Font: 11 pt
ABSTRACT The prevalence of coronary heart disease (CHD) in Indonesia had been increased, nowdays CHD was a main cause of mortality in Indonesia. Unhealthy dietary pattern and high free radical concentrations were the most determinant of aterosclerosis. If this condition was happened in the body in long period, it will cause the increasing of plasma LDL. High LDL concentration and the presence of free radicals such as reactive oxygen species (ROS) would determine accumulation of aterosclerosis plaque, by oxidized LDL forming mechanism. The negative effects of free radicals could be inhibited by antioxidant. Lycopene was strong antioxidant that has the ability to neutralize free radicals, especially oxygen derived free radicals. Lycopene had the role to prevent artericoronaria related to aterosclerosis. The most lycopene source was tomato products. This study was laboratoric-experimental study with randomized control group – post-test design. The samples are 20 randomly selected rats, and devide into 5 (five) treatment groups, i.e. group P1 (normal diet treatment, n=4), group P2 (aterogenic diet treatment, n=4), group P3 (aterogenic diet and addition 0.01 mg/days of tomato pasta treatment, n=4), group P4 (aterogenic diet and addition 0.02 mg/days of tomato pasta treatment, n=4), group 5 (aterogenic diet and addition 0.04 mg/days of tomato pasta treatment, n=4). Dependent variables are body weight and total foam cells in rat’s intima aorta layer. The result show there is an increasing body weight in all of samples. One way anova statistical test showed there is no significantly difference in the increasing of body weight among the groups (p>0.05). Also, there is no significantly difference in energy intake among the groups (p>0.05). However, there is a significantly difference in nutrients intakes (protein and fat) among the groups (p<0.05). There is a significantly difference in total sel busas average of rat’s arcus aorta (p<0.05). Total foam cells were decrease in groups with tomato pasta addition. The more tomato pasta, the more decreasing of total foam cells. Tukey’s statistical test showed the difference of
Formatted: Font: Bold
92
Formatted: Abstrak, Space Before: 0 pt, After: 0 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Abstrak, Left, Line spacing: single Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: (Default) Arial Narrow, Pattern: Clear (White), Not Highlight Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Abstrak, Left, Indent: Left: 0", First line: 0", Line spacing: single
Handayani, dkk., Pengaruh Pemberian Pasta Tomat terhadap Jumlah Sel Busa..... 93
Field Code Changed
total foam cells among the group was happened in group 5 (aterogenic diet and addition 0.04 mg/days tomato pasta treatment), but not different to group 1 (normal diet treatment). The main challenge today is to study the difference in effectiveness between pure lycopene substrat and lycopene on tomato products. Key words: aterogenik diet, tomato paste, lycopene, foam cells
PENDAHULUAN Salah satu factor penyebab timbulnya penyakit jantung koroner (PJK) menurut Feher & Richmond (1997) adalah dislipidemia, (1). yaituDitandai dengan adanya peningkatan serum lipid seperti kolesterol dan trigliserida serta penurunan HDL (1, 2). Selain dislipidemia, faktor resiko PJK adalah usia, jenis kelamin, stress, faktor keturunan, serta Diabetes mellitus (DM), kegemukan, pola konsumsi makanan yang kaya akan lemak jenuh dan karbohidrat serta hipertensi (1, 2). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001 oleh Depkes R.I, penyakit jantung merupakan penyebab kematian telah meningkat dari urutan 11 (1972) menjadi ke 3 (1986) dan urutan ke 1 pada tahun 1992 (16%), 1995 (18,9%), dan 2001 (26,4%) (3). Penyakit jantung koroner PJK merupakan salah satu manifestasi dari atherosclerosisaterosklerosis. Aterosklerosis adalah lesi setempat yang disebabkan oleh penebalan atau pengerasan didnding pembuluh arteri. Pada ateroskleroris, lapisan intima dinding arteri banyak mengandung kolesterol atau lemak lain dan mengalami pengapuran, pengerasan dan penebalan (415). Bahan makanan yang kaya akan sumber lemak jenuh merupakan pencetus timbulnya penyakit pembuluh darah. K, konsumsi bahan makanan yang mengandung kolesterol tinggi akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah secara signifikan. Kondisi hiperlipidemia yang berlangsung terus menerus dalam tubuh akan menyebabkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) dimana ROS ini merupakan suatu radikal bebas yang menimbulkan reaksi berantai pembentukan Oxidized LDL teroksidasi yang Oksidasi LDL diketahui merupakan tahap awal terjadinya aterosklerosis. Oksidasi LDLl ini akan ditangkap oleh makrofag melalui reseptor scavenger yang pada akhirnya akan terakulmulasi menjadi sel busa (sel busa). Apabila banyak sel macrofagmakrofag yang menjadi sel busa dan menumpuk dalam intima maka terbentuklah garis lemak (fatty streak) (512). Radikal Bebas adalah suatu molekul atau senyawa dalam tubuh yang berguna dalam sistem biologis. Fungsi fisiologis radikal Jurnal Kedokteran Brawijaya,Vol. XXIII, No. 213, bebas AgustusprilDesember 20076 Korespondensi: Diah Handayani; Program Studi Ilmu Gizi FK Unibraw Malang; Jl. Veteran dalam Malang; 0341 – 580993 ext. 123 tubuh antara lain menyerang dan memfagositosis mikroorganisme dan benda toksik yang masuk dalam tubuh. Dalam proses
fagositosis yang terkontrol, tubuh akan menghasilkan sejumlah radikal bebas untuk membunuh mikroorganisme tersebut. Namun radikal bebas juga memiliki efek yang berbahaya. M, molekul radikal bebas bersifat tidak stabil dan mempunyai lebih dari satu elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Elektron yang tidak berpasangan ini cenderung menarik elektron dari molekul lain dan merubah molekul ini menjadi radikal bebas atau merusak struktur kimianya. Proses ini terjadi secara berantai dan akan berakibat pada kerusakan sel seperti terjadinya peroksidasi lipid akibat kerusakan membran sel dan kerusakan struktur protein, dua hal tersebut merupakan faktor predisposisi timbulnya plak aterosclerosisaterosklerosis sehingga akan mengkibatkan munculnya penyakit pembuluh darah (16). Sumber radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh manusia (free radical endogen) diperoleh melalui peristiwa metabolisme sel normal dan proses peradangan, dan sumber radikal bebas dari luar tubuh manuasia (free radical eksogen) adalah akibat kekurangan dan kelebihan nutrisi serta sebagai respon adanya radiasi sinar UV, paparan polusi lingkungan dan asap rokok (78). Kerusakan jaringan akibat radikal bebas dapat dicegah melalui proses proteksi antioksidan enzimatik dan non enzimatik yang ada dalam tubuh.Kerusakan jaringan akibat radikal bebas dapat ditunda atau dicegah apabila sistem proteksi enzimatik dalam sel dan proteksi non enzimatik dalam tubuh cukup untuk meghambat terjadinya reaksi dan propagasi radikal bebas dan dapat mendetoksifikasi radikal bebas yang terbentuk. Peranan inilah yang dapat dilakukan oleh antioksidan melalui mekanisme blok pada oksidasi substrat. Likopen adalah salah satu anggota karotenoid yang merupakan pigmen alami larut lemak, didapatkan pada tanaman dan mikroorganisme tertentu. Likopen memberikan efek warna merah pada tanaman dan merupakan pelindung mikroorganisme yang bersangkutan dari efek toksik oksigen dan UV. Likopen diduga mempunyai peran sebagai antioksidan kuat. Bahan aktif likopen adalah enzim lyicopene beta-cylase, kadar Kadar tertinggi ada pada tomat yang berwarna merah karena matang dan bukan tomat yang merah karena diperam. Mekanisme kerja likopen adalah dengan cara menangkap (scavenger) radikal superokside (O2*- ). Kandungan Likopen pada 33 gr pasta tomat adalah sebesar 9,67 mg (8). Likopen akan mengikat O2*- tersebut sehingga membentuk ikatan yang tidak reaktif. Akibatnya,
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
Handayani, dkk., Pengaruh Pemberian Pasta Tomat terhadap Jumlah Sel Busa..... 93
reaksi berantai radikal bebas menjadi terputus. Likopen paling banyak ditemukan dalam tomat. Selain likopen, pada tomat juga terdapat vitamin C dan dan vitamin A. Dibandingkan dengan vitamin A dan vitamin C, peranan likopen sebagai antioksidan lebih besar 10 kali lipat. Kandungan Likopen pada 33 gr pasta tomat adalah sebesar 9,67 mg (5), Sedangkan kandungan vitamin A dan vitamin C pada 33 gr pasta tomat adalah 50 RE dan 6 mg Vit C. Keunggulan likopen yang tahan terhadap panas menjadi nilai lebih likopen sebagai antioksidan. Kadar likopen pada bahan makanan olahan lebih tinggi daripada bahan makanan segar, sehingga dapat meningkatkan kadar likopen di dalam darah (94). Dibandingkan dengan vitamin A dan vitamin C, peranan likopen sebagai antioksidan lebih besar 10 kali lipat (85). Selain itu pProduk hasil olahan tomat yang paling banyak kadar likopennya adalah pasta tomat dengan kandungan likopen 29,3 mg/100 gr (5). Sedangkan kadar vitamin A adalah 10% per 33 gr saji tomat pasta (untuk diet 2000 Kkal) atau setara dengan 50 RE dan Vitamin C rerata adalah 10% . per 33 gr saji tomat pasta (untuk diet 2000 Kkal) atau setara dengan 6 mg Vit C. Peranan likopen sebagai antioksidan pada pasta tomat diduga lebih dominan dibandingkan vitamn A dan vitamin C, kadar vitamin A pada pasta tomat dengan dosis 0,04 gr /hari hanya memenuhi 6% kebutuhan tikus dan untuk vitamin C belum diketahui total kebutuhan pada tikus (106). Hasil pertanian tomat yang melimpah seringkali terbuang karena tidak terserap oleh pasar, dan harganya pun sangat rendah sehingga tidak menguntungkan. Mengingat tomat merupakan sumber likopen yang sangat banyak maka memanfaatkan tomat sebagai bahan baku antioksidan dapat dipertimbangkan. Pada penelitian Levy, Sharoni, 2003 dikatakanLi lykcopene merupakan antioksidan kuat yang dapat menetralizir radikal bebas, khususnya turunan dari oksigen dan berperanan dalam mencegah Ca prostate, Ca mamae, aterosclerosisaterosklerosis dan dikaitkan dengan penyakit ateri coronaria (117). Furhman et.al yang di sitir oleh Frei Balz, 2003 menyatakan bahwa lLycopeneLikopen yang dikonsumsi sendiri maupun bersama-sama dengan anti oksidan lain dapat menghambat proses oxidize LDL, selain itu dilaporkan juga bahwa suplementasi lycopenelikopen 60 mg/hari yang diberikan pada pria selama 3 bulan berturut-turut akan menurunkan plasma LDL cholesterol secara signifikcant (78). Pada penelitian ini digunakan dosis 0,01 ; 0,02 dan 0,04 gr pasta tomat/hari. Kandungan likopen masing masing pada kadar tersebut sudah mencukupi ½, 1 dan 2 kali kebutuhan betakaroten. Memperhatikan hal tersebut, penulis tertarik mempelajari pemanfaatan lycopenelikopen pada tomat sebagai antioksidan pada tikus yang diberi diet aterogenik . METODE
Desain pPenelitian ini adalah menggunakan desain eksxperimental Laboratorik dengan menggunakan jenis Postest Only Control Group Design (129). Hewan coba yang digunakan adalah tikus jantan jenis Rattus novergicus StrainGalur Wistar sebanyak 20 ekor. Hewan coba dibagi atas 5 kelompok yaitu kelompok P1 untuk perlakuan control normal (diet normal), P2 untuk control negative (diet aterogenik), P3 diet aterogenik + pasta tomat 0,01 mg/hari, P4 diet aterogenik + pasta tomat 0,02 mg/hari, P5 diet aterogenik + pasta tomat 0,04 mg/hari. Kriteria inklusi penelitian ini adalah jenis kelamin jantan, umur ± 3 bulan, berat 100 – 150 gram, warna bulu putih, dan tikus aktif. Sedangkan kriteria eksklusi adalah tikus yang tidak mau makan, dan tikus yang mengalami penurunan keadaan fisik atau mati. Jumlah sampel (130) p = perlakuan (5 perlakuan) P(n-1) ≥ 15 n = jumlah sampel 5n – 5 ≥ 15 15 = nilai deviasi 5n ≥ 20 n ≥ 4 sampel Jumlah sampel sebanyak 20 ekor tikus. Variabel terikat adalah dalam penelitian eksperimental merupakan respons subjek penelitian terhadap perlakuan yang diberikan. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel terikat adalah jumlah sSel Busael busa pada hewan coba. Variabel bebas dalam penelitian eksperimental adalah perlakuan, sehingga variabel bebas dalam penelitian ini adalah diet aterogenik dan penambahan tomat pasta/hari. Variabel terikat adalah jumlah sel busa pada hewan coba. Seangkan variabel kendali adalah variabel yang dikendalikan oleh peneliti agar subjek penelitian berupa hewan coba tikus dalam keadaan homogen. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan cara inklusi dan eksklusi, yaitu hewan coba yang memenuhi syarat dimasukan (inklusi) dalam sampel penelitian, sedangkan yang tidak memenuhi syarat dikeluarkan (eksklusi) dari penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi 1) Data berat badan tikus yang diperoleh dari hasil penimbangan berat badan tikus tiap 1 minggu sekali, 2) sedangkan data intakeasupan makanan perhari dihitung dari sisa makanan yang diberikan pada hewan coba setiap harinya. 3) Data jumlah sSel bBusa diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100 x setelah dilakukan pengecatan pada sSel bBusa. Komposisi pakan tikus pada penelitian ini meliputi 1). Diet Normal yang terdiri dari Comfeed – Pars (dengan kandungan air 12%, protein 11%, lemak 4%, serat 7%, abu 8%, Ca 1,1%, phosphor 0,9%, antibiotika, coccidiostat) 66,6 %, dan tepung terigu 33,4 % + air secukupnya; 2). Diet atherogenikaterosklerosis yang terdiri dari diet normal (Comfeed – Pars 57,3 % dan tepung terigu 31,8 %) ditambah kolesterol 1,9 %, asam kolat 0,1 %, dan minyak
Field Code Changed Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian Formatted: Font: Italic, Indonesian Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden)
94 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 23, AgustusDesember 20067
babi 8,9 %) + air secukupnya (11); 3). Diet atherogenikaterosklerosis + pasta tomat 0.01 gr/hari + air secukupnya; 4). Diet atherogenikaterosklerosis + pasta tomat 0.02 gr/hari + air secukupnya; dan 5). Diet atherogenikaterosklerosis + pasta tomat 0.04 gr/hari + air secukupnya (141). Penambahan Pasta tomat Pada penelitian ini akan dilihat peranan pasta tomat yang mengandung likopen terhadap jumlah Sel Busa. dDipilihnya pasta tomat dengan alasan sebagai produk olahan tomat, pasta tomat memiliki kandungan likopen tertinggi dibandingkan produk olahan tomat yang lain. Hasil pengujian kadar lycopenelikopen pada tomat pasta yang menggunakan metoda Kromatography Lapis Tipis (KLT) diketahui 211 µgr /1 gr tomat pasta. Kebutuhan normal lycopenelikopen untuk tiap sample hewan coba tikus dihitung dengan menggunakan pendekatan kebutuhan Beta karoten tikus. Diketahui bahwa dari hasil perhitungan tersebut kebutuhan Lycopene tiap tikus adalah (30 µgr /kg BB tikus),, sehingga rerata kebutuhan pasta tomat untuk tikus adalah 0,02 gr/hari. Selanjutnya untuk mengetahui efektifitas jumlah dosis lycopenelikopen untuk menurunkan jumlah Ssel bBusa maka untuk kelompok P3 diberi penambahan ½ dari jumlah lycopenelikopen yang dibutuhkan (0,01 gr pasta tomat/hari), untuk kelompok P5 diberikan jumlah lycopenelikopen 2x dari jumlah lycopenelikopen yang dibutuhkan (0,04 gr pasta timat/hari). Pemberian perlakuan 20 ekor tikus wistar jantan umur 12 minggu, selanjutnya dibagi atas 5 kelompok secara acak. Kkelompok P1 (diet normal, n=4), kelompok P2 (diet aterogenik, n =4), kelompok P3 (diet aterogenik + 0,01 mg pasta tomat/hari, n=4), kelompok P4 (diet aterogenik + 0,02 mg pasta tomat/hari, n=4) dan kelompok P5 (diet aterogenik + 0,04 mg pasta tomat/hari, n=4). Pada akhir minggu ke 12 dilakukan proses pembedahan untuk pemeriksaan lebih lanjut yaitu terhadap sel busa. Pemeriksaan sSel busa dilakukan dengan cara :P pembuatan preparat slide patologi anatomi dilanjutkan dengan pemeriksaan sel busa dengan pengamatan cahaya dengan pembesaran 1000 x
dalam 20 x lapangan pandang pada daerah intima oleh 2 orang tenaga laboratorium yang telah ahli dibidangnyaberbeda. Pengukuran luas lapangan pandang dengan menggunakan micrometer sehingga hasil akhir dinyatakan dalam jumlah sel / mm2 . Sel busa adalah sel macrofagmakrofag dengan sitoplasma berwarna merah dan inti berwarna biru keunguan berbentuk bulat lonjong dengan takik di tengah, inti terdesak ke dinding sel.
Formatted: Font: Arial Narrow, Swedish (Sweden) Formatted: Font: Arial Narrow, Swedish (Sweden) Formatted: Font: Arial Narrow, Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden)
Analisa data Untuk mengetahui ada tidak perbedaan hasil dari perlakuan yang diberikan, data dianalisa dengan menggunakan uji statistik dengan menggunakan uji Anova One Way.Untuk mengetahui letak perbedaan lebih lanjut menggunakan uji Post Hoc Tukey.Kemudian data yang didapat diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS 11.00. Bermakna bila P≤ 0,05. HASIL PENELITIAN Karakteristik Sampel Pada penelitian ini didapatkan karakteristik sampel yaitu tikus percobaan Rrattus novergicus straingalur Wwistar seperti pada Tabel 1. IntakeAsupan Energi Selama penelitian, tikus wistar diberikan diet isokalori yaitu sekitar 87,40 kalori/ekor/hari untuk diet normal dan 88,30 kalori/ekor/hari untuk diet aterogenik. Asupan IntakeAsupan tikus per hari dilihat dari selisih jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang ada per ekor per hari. Berdasarkan pengamatan selama penelitian nampak bahwa rerata intakeasupan tiap kelompok perlakuan ada perbedaan. IntakeAsupan energi tertinggi ada pada kelompok P3, sedangkan intakeasupan energi terendah terdapat pada kelompok P4. Setelah dilakukan anlisa statistikc Anova ternyata tidak ada perbedaan yang nyata (P=0.449) dari rerata intakeasupan energi perhari pada tiap kelompok perlakuan. Gambar 1.berikut menunjukkan rerata asupanintakeasupan energi dari makanan tikus perhari (Kkal).
Formatted: Indent: First line: 0"
Formatted: English (U.S.) Formatted: English (U.S.)
Formatted: Font: Italic
Formatted: Line spacing: single, No bullets or numbering
Formatted: Font: Arial Narrow Formatted: Font: Arial Narrow Formatted: Font: Arial Narrow Formatted: Font: Arial Narrow Formatted: Font: Arial Narrow, Swedish (Sweden)
100 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 23, AgustusDesember 20067
Formatted: Left, Space After: 0 pt
Tabel 1. Data Karakteristik Sampel Karakteristik P1 N 4 Usia (Bulan) ± 2-3 Jenis Kelamin Jantan Berat Badan Awal (gr) 134,35 ± 5,08 Berat Badan Akhir (gr) 290,48 ± 47,88 Rerata Kenaikan Berat Badan (gr) 167,15 ± 40,58 Rerata Asupan 65.45±2,77
P2 4 ± 2-3 Jantan 123,18 ± 4,72 231,50 ± 22,04 108,53 ± 22,82 64.85 ±3,35
Kelompok Perlakuan P3 P4 4 4 ± 2-3 ± 2-3 Jantan Jantan 141,63 ± 9,79 132,45 ± 12,47 242,98 ± 28,66 244,73 ± 14,28 101,33 ± 29,09 112,28 ± 14,79 66.34±3,90 62.16±3,70
P5 4 ± 2-3 Jantan 128,10 ± 3,61 251,80 ± 18,68 123,70 ± 20,58 62.78±4,64
Keterangan : P1 = Diet Normal, P2 = Diet Aterogenik, P3 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,01 gr/hari, P4 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,02 gr/hari, P5 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,04 gr/hari.
Gambar 1. Rerata Intake Energi/hari (KKal) Rerata IntakeAsupan Energi / Hari (KKal) Energi (KKal)
68.00 66.00 64.00 62.00 60.00
P1
P2
65.45±2,77 64.85 ±3,35 IntakeAsupan Energi ((Kkal)
P3
P5
66.34±3,90 62.16±3,70
62.78±4,64
Kelompok Perlakuan Keterangan : P1 = Diet Normal, P2 = Diet Aterogenik, P3 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,01 gr/hari, P4 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,02 gr/hari, P5 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,04 gr/hari.
Tabel 2. Data Berat Badan pada Sampel Berat Badan Awal (gr) Berat Badan Akhir (gr) Kenaikan Berat Badan (gr)
P1 134,5 0± 5,08 290,48 ± 47,88 167,15 ± 40,58
P2 123,18 ± 4,72 231,50 ± 22,04 108,53 ± 22,82
P3 141,63 ± 9,79 242,98 ± 28,66 101,33 ± 29,09
P4 132,45 ± 12,47 244,73 ± 14,28 112,28 ± 14,79
P5 128,10 ± 3,61 251,80 ± 18,68 123,70 ± 20,58
Keterangan : P1 = Diet Normal, P2 = Diet Aterogenik, P3 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,01 gr/hari, P4 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,02 gr/hari, P5 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,04 gr/hari.
Formatted: Indent: Left: 0", Hanging: 0.75", Space Before: 6 pt
Handayani, dkk., Pengaruh Pemberian Pasta Tomat terhadap Jumlah Sel Busa..... 95
Berat Badan Tikus Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap 7 hari sekali, sehingga dapat diketahui kenaikan berat badan secara bertahap. Kenaikan berat badan dapat diketahui dengan menghitung selisih berat badan akhir dan awal penelitian. Rerataata- rata berat badan awal dan akhir pada lima kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1Gambar 2. Hasil rerata kenaikan berat badan dari sampel hewan coba menunjukkan nilai tertinggi ada pada kelompok diet normal yaitu (167,15 ± 40,58), sedangkan rerata kenaikan berat badan dijumpaidari sampel hewan coba menunjukkan nilai terendah pada kelompok diet aterogenik + pasta tomat (0,01 gr/hari yaitu 101,33 ± 29,09). Uji statistik Anova One Way menunjukkan bahwa ada perbedaan kenaikan berat badan antara lima kelompok perlakuan (p = 0,026). Sedangkan uji statistik lanjut menggunakan Post Hoc Tukey menunjukkan adanya perbedaan kenaikan berat badan antara kelompok P1 dengan kelompok P2, P3, P4, dan P5.
Field Code Changed Formatted
Sel Busa Pada penelitian ini didapatkan hasil jumlah sel busa pada tiap perlakuan sampel tikus percobaan Rattus novergicus galur wistar seperti pada di bawah ini : Hasil rerata jumlah sel busa dari sampel hewan coba menunjukkan nilai tertinggi ada pada kelompok diet diet aterogenik yaitu 5.50 ± 2.80, sedangkan rerata jumlah sel busa dari sampel hewan coba menunjukkan nilai terendah pada kelompok kontrol yaitu 1.03 ± 0.22. Setelah dilakukan analisa statistik dengan Uji Oneway Anova didapatkan kesimpulan adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan (p< 0,05). Dilanjutkan dengan uji lanjut Tuckey diketahui bahwa letak perbedaan tersebut ada pada kelompok P1, P2, P3 dan P4 yang ditunjukkan dengan adanya notasi yang berbeda pada Gambar 2. . Rerata kenaikan berat badan antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Gambar 12. Grafik Data Rerata Kenaikan Berat Badan Antar Perlakuan pada Hewan Coba Setelah 12 Mingggu90 hari perlakuan Formatted: Indonesian
Rerata Kenaikan Berat Badan Antar Perlakuan
180 160 Berat Badan (gr)
140 120 100
a
80 a
60
a
a
a
101.3±25.20
112.3±12.80
123.7±17.83
P3
P4
P5
40 Rerata Kenaikan BB
20
156±39.20
108.3± 19.77
0 P1
P2
Kelompok Perlakuan
Gambar 1. Grafik Data Rerata Kenaikan Berat Badan Antar Perlakuan pada Hewan Coba Setelah 12 Mingggu perlakuan Formatted: Space Before: 6 pt, After: 6 pt
Tabel 32.. Rerata Jumlah Sel Busa Pada Tiap Kelompok Perlakuan
Formatted: Space Before: 6 pt, After: 6 pt
100 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 23, AgustusDesember 20067
Pengamatan Jumlah sSel bBusa (/luas lapangan pandang)
Kelompok Perlakuan P1
P2
P3
P4
P5 Formatted: Centered
1.03 ± 0.22
12.42 ± 1.65
11.70 ± 2.63
8.87 ± 2.31
5.50 ± 2.80
Formatted Table
Keterangan : Keterangan : P1 = Diet Normal, P2 = Diet Aterogenik, P3 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,01 gr/hari, P4 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,02 gr/hari, P5 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,04 gr/hari. Sel bBusa (p = 0,000)
Sel Busa Pada penelitian ini didapatkan hasil jumlah sSel bBusa pada tiap perlakuan sampel tikus percobaan Rattus novergicus straingalur wistar seperti pada di bawah ini : Hasil rerata jumlah sel busa dari sampel hewan coba menunjukkan nilai tertinggi ada pada kelompok diet diet aterogenik yaitu 5.50 ± 2.801.03 ± 0.22, sedangkan rerata jumlah sSel bBusa dari sampel hewan coba menunjukkan nilai terendah pada kelompok kontrol yaitu 1.03 ± 0.22. Setelah dilakuakan analisa statistick dengan Uji Oneway Anova didapatkan kesimpulan adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan (p<= 0,050). Dilanjutkan dengan uji lanjut Tuckey diketahui bahwa letak perbedaan tersebut ada pada kelompok P1, P2, P3 dan P4
yang ditunjukkan dengan adanya notasi yang berbeda pada Gambar 23. Identifikasi sel busa pada lapisan aorta arcus tunica intima aorta tikus wistar dilakukan pada akhir penelitian oleh dua orang laboran (peneliti dan staf tenaga laboran laboratorium Biomedik FK Unibraw). Pengecatan oil red O pada masing-masing sediaan aorta tampak seperti pada foto-foto pada Gambar 34 sampai dengan 8. Pada Gambar 34 sampai dengan 8 nampak bahwa jumlah sel busa yang terbentuk semakin kecil jumlahnya seiring dengan penambahan jumlah pasta tomat yang diberikan. Gambar 8 yang merupakan hasil pengecatan aorta tikus kelompok P5 menunjukkan jumlah yang tidak berbeda dengan Gambar 4 yang merupakan kelompok kontrol dengan perlakuan diet normal (p= 0,00).
Gambar 3. Grafik Rerata jumlah Sel Busa pada tiap kelompok perlakuan
Formatted Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian Formatted: Indonesian Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden)
Rat-rata Jumlah Foam Cell
100 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 23, AgustusDesember 20067
14.00 12.00 10.00 8.00
b,c
6.00
b,c c
4.00 a
2.00 Jumlah Foam Cell
a p1
p2
p3
p4
p5
0.96
12.29
11.33
9.13
4.75
Kelompok Perlakuan
Formatted: Centered, Space Before: 6 pt
Gambar 2. Grafik Rerata jumlah Sel Busa pada tiap kelompok perlakuan Keterangan : Keterangan : P1 = Diet Normal, P2 = Diet Aterogenik, P3 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,01 gr/hari, P4 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,02 gr/hari, P5 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,04 gr/hari. Sel Busa (p <= 0,0500)
B
A
D
Formatted: Swedish (Sweden)
C
E
Gambar 3. Hasil Pengecatan Aorta Tikus Sampel Penelitian. Keterangan : A=P1 = Diet Normal, B=P2 = Diet Aterogenik, C=P3 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,01 gr/hari, D=P4 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,02 gr/hari, E=P5 = Diet Aterogenik + Pasta Tomat 0,04 gr/hari. Sel Busa (p < 0,05) Formatted: Indent: Left: 0", Hanging: 0.63"
Pada gambar di atas nampak perbedaan jumlah sel busa pada tiap-tiap perlakuan (P<0,05; One Way Anova)
Formatted: Font: Italic
Handayani, dkk., Pengaruh Pemberian Pasta Tomat terhadap Jumlah Sel Busa..... 97
Field Code Changed Formatted: Number of columns: 2
Gambar 4. Hasil Pengecatan aorta tikus sampel penelitian pada kelompok P1 (diet normal).
Gambar 8. Hasil Pengecatan aorta tikus sampel penelitian pada kelompok P5 (diet aterogenik + Tomat Pasta 0,04 gr/hari) Formatted: Justified
Gambar 5. Hasil Pengecatan aorta tikus sampel penelitian pada kelompok P2 (diet aterogenik)
Gambar 6. Hasil Pengecatan aorta tikus sampel penelitian pada kelompok P3 (diet aterogenik + Tomat Pasta 0,01 gr/hari)
Gambar 7. Hasil Pengecatan aorta tikus sampel penelitian pada kelompok P4 (diet aterogenik + Tomat Pasta 0,02 gr/hari)
Pada gambar 4 sampai dengan 8 nampak bahwa jumlah sel busa yang terbentuk semakin kecil jumlahnya seiring dengan penambahan jumlah pasta tomat yang diberikan. Gambar 8 yang merupakan hasil pengecatan aorta tikus kelompok P5 menunjukkan jumlah yang tidak berbeda dengan gambar 4 yang merupakan kelompok kontrol dengan perlakuan diet normal (p= 0,00). DISKUSI Pengaruh AsupanIntakeAsupan Makan Terhadap Berat Badan Tikus Pada penelitian ini, selama 12 minggu90 hari pengamatan, tikus diberi diet iso kalori, yaitu diet dengan total energi yang sama. Komposisi yang berbeda untuk tiap kelompok perlakuan seperti pada Tabel 1 untuk mencapai karakteristik tikus sampel yang diinginkan yaitu mengalami proses atherosklerosisaterosklerosis. Setelah dilakukan pengkondisian tikus selama tujuh hari pada awal penelitian, diketahui bahwa kemampuan tikus wistar pada sampel penelitian ini hanya membutuhkan 26 gr pakan per hari atau setara dengan 62,16 ± Kkal sampai dengan 65,45 ± 2.77 Kkal (P>0,05, One Way Anova). IntakeAsupan makan yang berbeda ini setelah dilakukan analisa One Way Anova dengan α 0,05 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Komposisi masing-masing pakan yang berbeda menunjukkan prosentase intakeasupan zat gizi selain energi, dalam hal ini lemak dan protein juga berbeda. IntakeAsupan protein tertinggi ada pada kelompok P1, sedangkan kelompok P2, P3, P4 dan P5 perbedaannya sangat kecil. Setelah dilakukan analisa one way anovaOne Way Anova dengan α 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, dan uji lanjut Tuckey juga menunjukkan bahwa letak pebedaan tersebut adalah pada kelompok P1. Perbedaan komposisi protein ini disebabkan karena komposisi pakan normal pada tikus kelompok P1 adalah Pars-Comfeed yang tidak banyak mengandung lemak (7,78% dari total kalori). IntakeAsupan lemak pada kelompok P1 lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P2, P3, P4 dan P5.
Formatted: Font: Italic
98 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 23, AgustusDesember 20067
Setelah dilakukan analisa one way anovaOne Way Anova dengan α 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, dan uji lanjut Tuckey juga menunjukkan bahwa letak pebedaan tersebut adalah pada kelompok P1. Perbedaan komposisi lemak ini disebabkan karena komposisi diet aterogenik pada tikus kelompok P2, P3, P4 dan P5 memperoleh penambahan asam cholat, kolesterol dan minyak babi yang mencapai 30 % dari total kalori. Dengan komposisi lemak yang tinggi diharapkan menjadi sumber Saturated Fatty Acid (SAFA) yang cukup bagi tikus wistar sampel, sehingga pada akhir pengamatan dapat terbentuk sel busa Berat badan tikus wistar sampel diukur setiap 1 minggu sekali, dari Gambar 3 menunjukkan pola peningkatan berat badan tikus adalah tertinggi pada kelompok P1 dan terendah pada kelompok P3. Hasil analisa statistik one way anova yang menunjukkan tidak ada beda berat badan yang sigifikcan (p < 0,00) pada tiap-tiap kelompok tikus wistar sampel. Sehingga dapat dikatakan bahwa komposisi pakan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kenaikan berat badan secara bermakna. Dengan kalori yang sama / iso kalori akan diperoleh rerata kenaikan yang sama pula. Pengaruh Pemberian Tomat Pasta Pada Pembentukan Sel busa Tikus Wistar IntakeAsupan SAFA yang berlebihan dan kolesterol yang murni dapat dikaitkan dengan timbulnya aterosklerosis. SAFA yang tinggi akan meningkatkan kolesterol yang beredar dalam pembuluh darah dan menurunkan ambilanup take kolesterol dari pembuluh darah menuju hepar menurun. SAFA yang tinggi juga akan meningkatkan jumlah kolesterol bebas (tidak terikat asam lemak) di liverhepar, sehingga menurunkan pengambilanup take kolesterol dari pembuluh darah dan kolesterol LDL plasma meningkat. Seperti yang disampaikan dalam Libby, 2005, bahwa pPembentukan lesi awal aterosklerosis ini nampaknya paling sering muncul akibat peningkatan keberadaan lipoprotein dalam intima pada suatu fokus (512). Akumulasi partikel lipoprotein tidak mungkin secara sederhana akibat dari peningkatan permeabilitas, atau “kebocoran”, dari endotel di atasnya. Hal ini karena pada keadaan normal dimana LDL rendah, kecepatan masuknya LDL ke intima lebih rendah dibandingkan dengan keluarnya LDL dari intima (1513). Pada permulaan diet aterogenik kaya kolesterol dan lemak jenuh, salah satu dari perubahan struktur partikel adalah akumulasi partikel protein kecil pada intima (164). Molekul lipoprotein tersebut berkumpul di intima arteri karena mereka berikatan dengan penyusun utama dari matriks ekstraseluler, terutama proteoglikan, dan cenderung bergabung menjadi satu. Pengikatan lipoprotein dengan proteoglikan meningkatkan waktu singgah partikel kaya lipid dalam dinding arteri (512,164).
Lipoprotein yang terikat pada proteoglikan menjadi lebih rentan terhadap oksidasi maupun modifikasi kimiawihemis lainnya, yang diperkirakan oleh berbagai kalangan menjadi bagian penting dalam patogenesis awal aterosklerosis (164). Berbagai bukti mendukung peran modifikasi lipoprotein tersebut pada aterogenesis. Dua tipe dari perubahan lipoprotein tersebut menimbulkan ketertarikan khusus dalam usaha untuk memahami bagaimana faktor resiko secara nyata meningkatkan aterogenesis: Oksidasi dan glisasi nonenzimatis (512). LDL teroksidasi memiliki berbagai kemampuan yang potensial menyebabkan aterogenesis. LDL teroksidasi mampu diendositosis secara cepat yang mengakibatkan terbentuknya sel busa Sumber utama produksi radikal bebas dalam tubuh adalah oksigen yang dikenal dengan singlet oksigen (O*). Sekitar 2.8% oksigen yang kita hirup digunakan untuk membuat radikal bebas. Proses fisiologis tubuh menghasilkan O* ini berada dalam mitokondria. Superokside endogen yang dihasilkan oleh mitokondria ini merupakan spesies oksigen yang sangat reaktif atau dikenal dengan istilah Reaktive Oksigen Species (ROS). ROS merupakan radikal bebas endogen yang dihasilakn oleh tubuh setiap harinya mencapai 1010 superoxide/hari (78). O* apabila bertemu LDL yang menempel pada intima akan mengarah pada pembentukan Oxidize LDL (Ox LDL) (415). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus wistar kelompok P2 yang hanya mendapatkan diet aterogenik tanpa pemberian antioksidan lycopenelikopen yang berasal dari tomat pasta memiliki jumlah sel busa yang paling tinggi (12.29 per lapang pandang-perbesaran 400x). Hasil uji statistik One Wway Anova juga diperoleh hasil bahwa ada perbedaan yang significan (P < 0,00) dari jumlah sel busa. OxLDL akan merangsang arteri pada sel endotel untuk mengeluarkan molekul adhesi. Selain itu sel endothelendotel juga akan mengeluarkan chemokines yang membawa monocyte dan T cell ke dalam intima arteri. T cell akan mengeluarkan cytokines yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan proliferasi sel dalam arteri. Mercola, 2003 juga mengatakan tingginya kandungan Saturated Fatty Acid (SAFA) dalam diet akan mengakibatkan timbulnya down regulation, yaitu terjadinya penurunan Respetor Peripheral Low Density Lipoprotein (LDL), dan terjadinya peningkatan konsentrasi serum LDL. Hal ini disebabkan karena sel akan mengurangi penyampaian kode genetika pada reseptor protein LDL (415). LDL yang telah menyusup ke dalam intima akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL teroksidasi merupakan salah satu unsur zat gizi yang dapat meningkatkan terjadinya proses aterosklerosis LDL-teroksidasi akan memacu terbentuknya zat yang dapat melekat dan menarik monosit (salah satu jenis sel darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Handayani, dkk., Pengaruh Pemberian Pasta Tomat terhadap Jumlah Sel Busa..... 99
kedalam intima. Disamping itu LDL-teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag (15). Sementara itu LDL teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna yang dapat mengubah makrofag menjadi sel busa. Sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang makin lama makin besar sehingga membentuk benjolan yang mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah dan membentuk sumbatan-sumbatan (15). Proses penyumbatan ini kemudian dikenal sebagai aterosklerosis. Sumbatan yang terjadi lama kelamaan akan mengeras. Pengerasan terjadi akibat penimbunan ”plak” pada bagian intima pembuluh darah. Komposisii dari ”plak” ini sudah diketahui, yakni kolesterol, asam lemak, lipoprotein, deposit kalsium, kabohidrat kompleks, jaringan fibrosa dan darah (5). Pengurangan jumlah oxLDL sangat diperlukan, melalui mekanisme penangkapan O* akan mengurangi terjadinya oxLDL pada intima. Antioksidan memegang peranan penting dalam menangkap O* ini. LycopeneLikopen yang merupakan antioksidan di duga mampu menurunkan jumlah radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Mekanisme oksidatif liykopene pada penelitian ini terbukti mampu menurunkan jumlah sel busa. Sel busa adalah produk dari oxLDL yang mengalami oksidasi secara terus menerus. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah sel busa pada kelompok P3, P4, dan P5. Kelompok tikus wistar tersebut mendapatkan asupan pasta tomat 0,01 gr/hari (P3), 0,02 gr/hari (P4) dan 0,04 gr/hari (P5). Pada penelitian ini peranan likopen sebagai antioksidan pada pasta tomat diduga lebih dominan dibandingkan vitamin A dan vitamin C, kadar vitamin A pada pasta tomat dengan dosis 0,04 gr/hari hanya memenuhi 6% kebutuhan tikus dan untuk vitamin C belum diketahui total kebutuhan pada tikus (94). Semakin tinggi jumlah pasta tomat semakin meningkat pula kandungan likopen dan semakin besar penurunan jumlah sel busa yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Sharoni (2003), lLycopeneLikopen merupakan antioksidan kuat yang dapat menetralizir radikal bebas, khususnya turunan dari oksigen dan berperanan dalam mencegah aterosclerosisaterosklerosis dan dikaitkan dengan penyakit ateri coronaria (117). LycopenLikopen dapat melindungi kerusakan aksidatif pada lipid. Furhman et.al yang di sitir oleh Frei Balz (2003) juga menyatakan bahwa lycopenelikopen yang dikonsumsi sendiri maupun bersama-sama dengan anti oksidan lain dapat mengham-
SARAN 1.Perlunya dilakukan perbandingan efektivitas pemberian likopen murni (sediaan farmasi) dengan likopen dari
bat proses oxidize LDL (78). Dan pada penelitian lain juga dilaporkan bahwa suplementasi lycopenelikopen 60 mg/hari yang diberikan pada pria selama 3 bulan berturut-turut akan menurunkan plasma LDL chol secara significant. Selain itu secara in vitro juga ditunjukkan bahwa lycopenelikopen dapat menurunkan sintesa cholesterol dan meningkatkan aktivitas reseptor LDL di dalam macrophage (6). Semakin tinggi jumlah pasta tomat yang diberikan, semakin rendah juga jumlah sel busa yang terbentuk. Penurunan ini seperti diuraikan diatas setelah dianalisa dengan uji oneway anova menunjukkan perbedaan yang signikan (P<0,00). Perbedaan ini selanjutnya diuji dengan menggunakan uji lanjut Tuckey, hasil uji lanjut Tuckey seperti tampak pada Gambar 3 menunjukkan bahwa perbedaan notasi menandakan letak perbedaan yang nyata. Seperti tampak pada Gambar 4 kelompok P5 memiliki notasi yang sama dengan kelompok P1, hal ini berarti bahwa penambahan pasta tomat 0,04 gr / hari pada tikus dengan diet aterogenik merupakan dosis optimum untuk penambahan pasta tomat. Dosis ini bisa dijadikan dosis optimum untuk pencegahan terjadinya pembentukan sel busa pada tikus dengan diet aterogenik. Jumlah sel busa yang sangat rendah pada p5 (kelompok diet ateroegenik + pasta tomat 0,04 mg/hari) setelah dianalisa dengan Post hoc Tuckey terbukti tidak berbeda secara nyata dengan kelompok P1 (kelompok kontrol positif / diet normal). KESIMPULAN 1. Pemberian pasta tomat yang mempunyai kandungan likopen sebagai anti oksidan dapat menurunkan jumlah foamcellsel busa pada aoarta tikus. 2. Ada hubungan antara peningkatan kadar pasta tomat dengan penurunan jumlah sel busa pada oaorta 3.Semakin tinggi dosis pasta tomat yang diberikan, semakin sedikit jumlah foam selsel busa yang terbentuk. Perbedaan jumlah sel busa itu secara statistik disimpulkan berbeda secara nyata (α < 0,05) 4.3. Sel busa pada aorta tikus yang diberi diet aterogenik dan tomat pasta 0,04 gr /hari menunjukkan kesamaan jumlah dengan tikus yang diberi diet normal. Sehingga bisa disimpulkan bahwa dosis pasta tomat 0,04 gr/hari merupakan dosis optimal untuk mencegah timbulnya sel busa pada tikus dengan diet aterogenik. 4. Likopen pada pasta tomat diduga berperanan dalam mengikat singlet oksigen sehingga menurunkan ox LDL dan menurunkan jumlah sel busa yang terbentuk. produk olahan tomat terhadap penurunan jumlah sel busa aorta tikus. 2.Perlunya diteliti lebih jauh kadar vitamin A dan vitamin C serta E dari kandungan pasta tomat sehingga bisa diketahui kemungkinan adanya peran zat gizi lain yang
Field Code Changed Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic Formatted: Font: Italic
Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Indent: Left: 0", Hanging: 0.25", Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" + Tab after: 0.7" + Indent at: 0.7", Tab stops: Not at 0.7"
Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Font: Italic Formatted: Justified, Indent: Left: 0", Hanging: 0.25", Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" + Tab after: 0.7" + Indent at: 0.7", Tab stops: Not at 0.7" Formatted: Font: 10 pt, Indonesian Formatted: Normal Formatted: Bullets and Numbering
100 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No. 23, AgustusDesember 20067
membantu pengurangan jumlah sel busa pada tikus yang diberi diet aterogenik. Formatted
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Feher DM and Richmond W,. Lipid and Lipid Disorders. Times Mirror Int.Pub Limited 1997; 17 – 18,26. 2. Gotto AM, Illingworth, Thomson GR, Carlson LA. Clinician’s Manual on Hyperlipidemia. International Atherosclerosis Society 1993; 14 – 28. 3. Rustika. Makanan Gorengan Bisa Sebabkan Penyakit Degenatif. 2005 http://www.kompas.com/kesehatan/news/ 0501/22/ 074104.htm. 2005. Tanggal akses 20 Desmber 2005 4. Mercola Joseph. Saturated Fat Causes Heart Disease. 2003. http:/www/mercolasnote/explains.html. Tanggal akses: 2 Desember 2004. 5. Libby P. Vascular Biology of Atherosclerosis. Dalam Heart Disease: a Text Book of Cardiovascular Medicine. 6th ed, Braunwald E, Zipes DP, Libby P (Ed). Philadelphia: WB Saunders. 2001. 6. Miranda Cristobalt and Buhler Donald R. LPI.oregonstate.edu/f.woo/flavonoid. 2003;Tanggal akses 10 September 2004. 7. Balz Frei. Reactive Oxygen Species and Antioxidant Vitamins. The Linus Pauling Institute 2003. 8. HJ Heinz. Lycopene Content. 2005. www.Lycopene.org. Tanggal akses 15 Nopemeber 2005. 5.9. Sudardjat S, Gunawan I. Likopen (Lycopene). Gizi Medik Indonesia 2003; 2(5 April).HJ Heinz. Lycopene Content. www.Lycopene.org. 2005. Tanggal akses 15 Nopemeber 2005 4.10. Farris Edmond J & Griffith John Q. The Rat in Laboratory Investigation. New York: Hafner Publhising CompanY. 1971 11. Levy Sharoni. Lycopene is More Potent Inhibitor of Human Cancer Cell Proliferation Than Either Beta Caroten. Nut Cancer 2003; (24): 66 – 257. 7.Levy Sharoni. Lycopene is More Potent Inhibitor of Human Cancer Cell Proliferation Than Either Beta Caroten. Nut Cancer 2003; (24): 66 – 257. 8.Balz Frei. Reactive Oxygen Species and Antioxidant Vitamins. The Linus Pauling Institute 2003 5.12. Sastroasmoro S dan Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Bagian ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1995 13. Kemas AH. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995 14. Murwani S, Ali M, dan Muliartha K, Diet Aterogenik Pada Tikus Putih (Rattus novergicus Wistar) sebagi Model Hewan Aterosklerosis. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2006; 15. Barter P, Boyden A, Best J et al.. Lipid management guidelines–2001. Medical Journal Australia 2001;175 (Supplement): S57–S86 6.Kemas AH. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995 7.Murwani, Ali, dan Muliartha, Diet Aterogenik Pada Tikus Putih (Rattus novergicus Wistar) sebagi Model Hewan Aterosklerosis. 2006 8.Libby P. Vascular Biology of Atherosclerosis. Dalam Heart Disease: a Text Book of Cardiovascular Medicine. 6th ed, Braunwald E, Zipes DP, Libby P (Ed). Philadelphia: WB Saunders. 2001. 9.Barter P, Boyden A, Best J et al.. Lipid management guidelines–2001. Medical Journal Australia 2001;175 (Supplement): S57–S86 10.16. Libby P. The Pathogenesis of Atherosclerosis dan Prevention and Treatment of Atherosclerosis. Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed, Kasper DL, et al (Ed). Philadelphia : McGraw Hill, Inc. 2005 15.Mercola Joseph. Saturated Fat Causes Heart Disease. 2003. http:/www/mercolasnote/explains.html. Tanggal akses: 2 Desember 2004. Miranda Cristobalt and Buhler Donald R. LPI.oregonstate.edu/f.woo/flavonoid. 2003;Tanggal akses 10 September 2004
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Italian (Italy) Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering Formatted: English (U.K.) Formatted: Italian (Italy) Formatted: Indent: Left: 0", Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" + Tab after: 0.5" + Indent at: 0.5", Tab stops: Not at 0.5" Formatted: Italian (Italy) Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Indent: Left: 0", Numbered + Level: 1 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" + Tab after: 0.5" + Indent at: 0.5", Tab stops: Not at 0.5" Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Font: Italic