THE EFFECT OF FIVE SUPPORTING VARIABLES IN MEASURING THE EQUITY BRAND AT DISTRIBUTION BABY PRODUCTS CUSSONS Aziz Fathoni )
Abstract The objective of this research was to analyze brand equity of cussons baby products from perspective of the customer was measured from following dimensions : attitudinal loyalty, behavioral loyalty, brand awareness, brand associations and perceived quality. Data was collected from161 respondent that meet the qualifications. From data collected, then by using descriptive statistic method, linear regression model Analysis shows that attitudinal loyalty, behavioral loyalty, brand awareness, brand associations and perceived quality were significantly affecting brand equity of Cussons’s baby products. These variables (attitudinal loyalty, behavioral loyalty, brand awareness, brand associations and perceived quality) were positively affecting the brand equity, which means that increasing these variables will also increase brand equity. Abstraksi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekuitas merek produk Cussons bayi dari perspektif pelanggan diukur dari dimensi berikut: kesetiaan sikap, loyalitas perilaku, kesadaran merek, asosiasi merek dan persepsi kualitas. Data dikumpulkan from161 responden yang memenuhi kualifikasi. Analisis menunjukkan bahwa loyalitas sikap, loyalitas perilaku, kesadaran merek, asosiasi merek dan persepsi kualitas secara signifikan mempengaruhi ekuitas merek produk bayi Cussons ini. Variabelvariabel ini (loyalitas sikap, loyalitas perilaku, kesadaran merek, asosiasi merek dan persepsi kualitas) yang positif mempengaruhi ekuitas merek, yang berarti bahwa peningkatan variabel ini juga akan meningkatkan ekuitas merek. Keyword : Brand Equity, Affective, Increasing, Baby Product
Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Pandanaran
17
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan dan persaingan yang amat dinamis ini maka salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan adalah memahami pasar itu sendiri dengan cara memandang pasar dengan benar dan kemudian menyesuaikan kapasitas internal perusahaan dengan pasar tujuan. Dalam perspektif jangka panjang ini diimplementasikan dalam bentuk pangsa pasar yang dikuasai atau tingkat pendapatan yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu (Brewer, 2000). Meskipun fenomena untuk mempertahankan pelanggan merupakan hal yang penting, ternyata belum banyak penelitian yang mengkaji lebih mendalam mengenai konsep brand equity yang dikaitkan dengan brand awareness, brand association, perceived quality serta brand loyalty dalam consumer goods. Namun seiring bertambahnya pola persaingan antar merk yang hampir dikatakan mirip, perusahaan mulai mencoba meletakkan dan meneliti unsur-unsur yang mendukung nilai merk tersebut untuk kepentingan dimana sebenarnya posisi produk atau posisi merk di tengah kompetisi ketat persaingan antar merk. Aaker (2004) telah membahas peran loyalitas pada proses brand equity dan menyatakan bahwa loyalitas terhadap merk dapat mengarah pada sejumlah keuntungan biaya pemasaran, karena menarik pelanggan baru membutuhkan transaksi dan biaya yang lebih besar pula. Pada pasar yang semakin kompetitif, kemampuan dalam membangun loyalitas pada konsumen dianggap sebagai faktor utama dalam memenangkan pasar. Kunci penting dalam mempertahankan pelanggan adalah dengan mempertahankan nilai brand equity para pelanggan terhadap pesaing. Sebuah merk yang kuat atau yang memiliki ekuitas tinggi dapat diukur dari empat dimensi yaitu brand
awareness, perceived quality, brand associations dan brand loyalty (Aaker dan Joachimstaler, 2000). Maka dalam penelitian ini sangat perlu dalam meneliti brand equity adalah faktor utama yang akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Di samping itu dalam penelitian ini akan memasukkan fator pembentuk brand effect melalui berbagai variabel penjelas seperti brand association, brand loyalty, perceived quality, brand ascociation serta brand awareness yang berguna dalam memahami faktorfaktor penentu bagaimana para konsumen menujukkan perilaku dan kebiasaan nilai produk terhadap produk kebutuhan bayi. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam era globalisasi ini, persaingan bisnis yang sangat tajam bukan saja terjadi di pasar internasional atau global saja akan tetapi juga di pasar domestik atau nasional. Agar suatu perusahaan bisa berkembang dan paling tidak bisa bertahan hidup (survive) harus mampu menghasilkan produk (barang dan jasa) yang mutunya lebih baik (better quality) , harganya lebih murah (cheaper price) promosinya lebih efektif (more effective) penyerahan produknya lebih cepat (faster delivery) dan dengan pelayanan yang lebih baik (better services) dibandingkan dengan para pesaingnya. Penelitian oleh Fortune menunjukkan 98 % pelanggan yang tidak puas tidak pernah mengeluh tapi langsung jadi pelanggan pihak pesaing (Bhota, 1996). Pelanggan loyal akan meningkatkan penjualan yang pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan. Diperlukan sekali pengukuran terhadap kekayaan merek dalam pengukuran kedalam benak pelanggan maka hal ini diperlukan pengukuran Brand equity yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Apakah attitudinal loyalty, brand association, brand awareness, brand 18
loyalty serta perceived quality berpengaruh secara parsial dalam membentuk danyang sebagai identifikasi brand eqiuty pada sebuah produk? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penjualan meningkat, produksi akan meningkat serta rata-rata biaya per unit akan menurun dalam jangka panjang, menengah bahkan dalam waktu yang sangat pendek harga akan sangat cepat berubah menjadi lebih murah dibanding pesaingnya. Untuk dapat memuaskan pelanggan, harus dipuaskan pula para stakeholder yaitu semua pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis untuk menghasilkan kepuasan kepada pelanggan antara lain: pemasok, karyawan, pemegang saham dan lingkungan eksternal yang saling mempengaruhi satu nilai bahkan lebih dari vitalitas kepuasan pelanggan. Hal ini berarti bahwa perusahaan yang akan memenangkan persaingan dalam segmen pasar yang akan dimasukinya memaksimalkan semua aspek yang mendukung kualitas sempurna diluar dari pencapaian mutu produk. Dari hasil penelitian ini, diharapkan adanya manfaat yang dapat diambil antara lain: hasil penilitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan kepada customer loyalty manager untuk memasukkan ukuran ukuran seperti unsur dalam loyalty brand, perceived quality, brand association serta brand awareness. Penelitian ini akan berusaha menunjukkan reliabilitas dan validitas yang baik secara periodik diberikan oleh kumpulan konsumen yang representatif. TINJAUAN PUSTAKA Brand Equity Brand equity (kekuatan atau aset yang dimiliki merk) muncul menjadi faktor penting yang menetukan nilai suatu perusahaan. Brand equity mewakili nilai potensial sekarang dan masa depan yang dapat dihasilkan oleh sebuah
merk. Nilai ekonomis ini bisa diwujudkan karena konsumen bersedia membayar harga yang lebih tinggi dan relatif loyal kepada merk yang dipercayainya. Merk yang kuat juga menjadi aset dalam menghadapi persaingan . Dengan potensi ekonomis yang dimiliki merk, maka strategi branding menjadi topik penelitian dan diskusi yang menarik. Penelitian pada awalnya hanya mendiskusikan brand potrait dan brand model untuk menunjukkan peran dan perbedaan diantara keduanya dalam strategi branding suatu perusahaan. Sebuah brand model yang komprehensif dikemukakan oleh Keller (2002), dimana Customer-based Brand Equity Model (CBBE) adalah sebuah kasus bagaimana mengukur suatu merk menjadi merk yang memilki ekuitas. Secara konseptual penelitian tentang brand equity sekarang ini sampai pada tahapan untuk menghubungkan nilai pemasaran merk yang dinyatakan dalam parameter seperti halnya dalam model CBBE dengan nilai keuntungannya. Seiring dengan akuntabilitas secara finansial atas pemasaran merk (marketing expenditure), merk dan aktivitas branding juga harus dapat menunjukkan kontribusinya kepada nilai keuangan perusahaan (Lehmann, 2004; McDonald, 2006; Srivastava, et al., 2006). Secara praktis, beberapa model telah dikembangkan untuk mengaitkan nilai pemasaran suatu merk dengan nilai keuangannya. ( la Pointe, 2005; Hansssens, et al., 2008). Menurut Aaker (1996) brand equity is a set of assets (and liability) linked to a brand's name and symbol that adds to (or substracts ). The value provide by a product or service to a firm and or that firm customer. The major assets categoreis are: brand awarness, personal quality, brand associates and brand loyalty.
19
Brand Awareness AMA mengatakan merk adalah suatu nama, istilah, desain, simbol atau fitur lain yang digunakan untuk membedakan produk-produk dan jasa dari para kompetitor. Aaker dalam Andres dan Salinas (2007) mengatakan kesadaran akan merk (brand awareness) akan mengacu pada kemampuan seorang pembeli yang potensial untuk mengenali atau mengingat suatu merk terhadap produk tertentu sebab kesadaran akan merk merupakan hasil dari cerminan konsumen terhadap suatu merk dan hasil itu biasanya diukur dengan pengenalan daya ingat (Alba dan Hutctinson dalam Andres dan Salvinas, 2007). Tsai Liang Liu (2007) mengartikan brand awareness sebagai kesadaran dari konsumen tentang adanya iklan pada suatu merk yang dapat meningkatkan pembelian pada merk itu sendiri. Kemudian hubungan antara konsumen dan merk dari suatu produk bergantung pada kecenderungan konsumen itu untuk menerima iklan, kemungkinan iklan akan disukai dan juga persepsi pesan iklan yang disampaikan pada pihak konsumen. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Aaker dalam Chandon (2003) bahwa brand awareness adalah kesanggupan calon pembeli dalam mengenali, mengingat kembali suatu merk sebagai bagian dari hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merk yang terlibat. Menurut Rossiter dan Percy dalam Chandon (2003) brand awareness adalah sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan pengaruh merk dan mempunyai jejak diingatkan yang mewakili kemampuan konsumen dalam mengenali merk dalam kondisi yang berbeda. Brand awareness memiliki peranan yang penting dalam pembuatan keputusan konsumen. Brand awareness dapat mempengaruhi konsumen tentang merk ketika mereka
berpikir tentang kategori produk. Dengan meningkatnya brand awareness akan mempertinggi kemungkinan bahwa merk akan menjadi bagian dalam suatu set yang dipertimbangkan dan segera menginformasikan akan merk yang diterima akan banyak dipertimbangkan secara serius dalam pembelian. Brand Association Asosiasi merk dapat menciptakan suatu merk bagi perusahaan dan para pelanggan karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merk yang sama dari merk yang lain untuk kategori produk yang sama. Terdapat lima keuntungan asosiasi merk menurut Aaker (2000) yaitu: (1) Dapat membantu proses penyusunan informasi. Asosiasiasosiasi yang terdapat pada suatu merk dapat membantu meringkas sekumpulan data dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenali oleh pelanggan. (2) Perbedaan suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi merk memberikan peranan yang sangat penting dalam membedakan antara suatu merk dengan merk yang lain. (3) Alasan untuk membeli. Pada umumnya asosiasi merek sangat membantu para konsumen untu mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. (4) Pencitraan dari suatu asosiasi merk menuntun konsumen mencari tahu atribut asosiasi merek lain yang melintas didalam benak mereka. (5) Asosiasi merk memberikan feed back dalam lintas komunikasi bagi para pencipta produk agar memberikan citra positif dalam merk dari produk yang mereka ciptakan. Lebih lanjut Keller mengelompokkan asosiasi merk ke dalam tiga kategori yaitu: atribut, manfaat dan sikap. Atribut adalah gambaran diskripsi yang mencirikan suatu merk seperti apa yang konsumen pikirkan mengenai produk tersebut atau ada dalam 20
keterlibatan dengan transaksi pembelian atas konsumsinya. Keuntungan yang dicapai adalah nilai personal para konsumen yang melekat pada atribut merk tersebut yaitu bahwa apa yang konsumen pikirkan mengenai merk tersebut dapat dilakukan oleh mereka. Tingkah laku merk adalah evaluasi keseluruhan konsumen mengenai suatu merk (Del rio, et al. 2001). Perceived Quality Perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan yang terlibatkan dalam proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian, dimana perceived quality yang tinggi akan terjadi ketika konsumen mengenali perbedaan dan keunggulan merk sehubungan dengan merk-merk pesaing. Hal tersebut akan mempengaruhi keputusan pembelian dan akan mengarahkan merk lebih kuat dibandingkan merk-merk pesaing, sebagai konsekuensinya adalah terjadinya peningkatan ekuitas merk. Persepsi akan kualitas yang tinggi dapat mendukung harga (Yoo et al Dalam Yasin, Noor dan Mohammad, 2007). Perceived quality merupakan penilaian konsumen tentang suatu produk yang menyeluruh atas suatu keunggulan (Zeithalm dalam Andres dan Salinas, 2007). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Parasuraman et al., Cronin dan Taylor dalam Andres dan Salinas (2007) yang menyatakan bahwa perceived quality merupakan keandalan, ketahanan, penampilan, kinerja service ability. Cara yang paling tepat untuk meningkatkan perceived quality adalah dengan menanamkan modal serta meningkatkan mutunya secara obyektif dan riil. Kualitas yang tak terukur tersebut berkaitan dengan inovasi, keistimewaan, dinamisme dan gengsi yang juga diperlakukan sebagai asosiasi dari merk. Suatu kombinasi
yang tak terukur dan terukur yang dapat menciptakan identitas merk dan identitas merk yang spesifik akan berdampak pada asosiasi merk yang pada akhirnya akan mengarah ke ekuitas merk (brand equtiy). Aaker dalam Yasin, Noor dan Mohammad (2007) menyatakan bahwa asosiasi merk harus bersifat unik, kuat dan menyenangkan agar dapat memilki suatu pengaruh positif terhadap ekuitas merk. Pada awalnya perceived quality didefinisikan sebagai evaluasi konsumen dari sebuah merk secara keseluruhan berdasarkan unsur intrinsik (misal: penampilan, ketahanan) dan ekstrinsik (misal: nama merk, garansi). Nama merk merupakan indikator kunci dari kualitas (Rao dan Monroe, 1989) dan merk global secara umum mampu meningkatkan perceived quality dari merk. Kualitas dapat didefinikan secara luas sebagai superiority atau excellence. Selain itu juga dapat didefinisikan bahwa perceived quality adalah penilaian konsumen mengenai superioritas atau excellence dari suatu merk (Valerie dan Zeithamal, 2000). Dapat didefinisikan pula bahwa perceived quality adalah: (1) Different from objective or actual quality. (2) A higher level abstration rather than a spesific attribute af a product.(3) A global assesment that in some cases. Pada dasarnya konsumen mempunyai kesadaran untuk mengevaluasi persepsi mereka mengenai kualitas dari merk luar. Persepsi konsumen terhadap suatu perubahan kualitas sepanjang waktu sebagai hasil dari bertambahnya informasi meningkatnya kompetisi dan berubahnya ekspektasi konsumen. Dinamisasi yang terjadi pada kualitas mengusulkan pada praktik di bidang pemasaran untuk terus menerus melacak persepsi konsumen sepanjang waktu dan melakukan aliansi produk dan strategi promosi sepanjang waktu dengan
21
perubahan-perubahan yang terjadi (Ziethamal Valeri, 1988). Menurut Garvin (2007), kualitas produk dapat ditangkap dalam delapan dimensi, yaitu: performance, reliability, conformance, features, durability, serviceability, aestetics and perceived quality. Menurut Zeithamal (2005) dimensi yang ada secara konsisten dalam perceived quality antara lain: reliability, empathy, assurance, responsiveness dan tangibles. Pelanggan terkadang menggunakan harga sebagai indikator kualitas dari sebuah produk (Edgar and Malhota). Brand Loyalty Membangun loyalitas dapat dibangun melalui strategi membentuk merk yang prestisius sehingga dapat memiliki ekuitas merk yang kuat. Salah satu elemen dalam pembentukan ekuitas merek ini adalah loyalitas merk (brand loyalty). Loyalitas merk adalah sebuah alat ukur dari kesetiaan seorang konsumen terhadap sebuah merk. Ini menggambarkan begaimana kemungkinan seorang konsumen akan pindah ke merk lain terutama jika pada merk tersebut didapati adanya
perubahan baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Loyalitas merk merupakan inti dari ekuitas merk. Suatu produk dapat mempunyai name awareness yang tinggi, kualitas yang baik, brand association yang cukup banyak, tetapi belum tentu mempunyai brand loyalty yang baik. Menurut Griffin (1995), dengan meningkatnya customer loyalty akan memberikan keuntungan bagi perusahaan setidaknya dalam berbagai hal seperti: (1) mengurangi biaya pemasaran bila mengingat biaya untuk menrik pelanggan baru jelas jauh lebih besar. (2) Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, pembuatan rekening baru dan biaya-biaya lain. (3) Mengurangi biaya turn over konsumen karena tingkat kehilangan konsumen yang rendah. (4) Meningkatkan cross selling yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. (5) Word of mouth yang positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan (6) Mengurangi biaya kegagalan, seperti biaya penggantian.
Komposisi pelanggan
Sumber : Hawkins Del I Consumer Behaviour marketing Strategy ; 2001 p 646 Attitudinal Loyalty
Oliver (1999) mendefinisikan brand loyalty sebagai sebuah komitmen yang 22
dipegang secara erat untuk membeli ulang atau berlangganan ulang sebuah produk atau jasa secara konsisten di masa yang akan datang, sehingga menyebabkan pembelian ulang terhadap merk yang sama atau sekumpulan merk yang sama, walaupun ada sejumlah pengaruh situasional dan upaya-upaya pemasaran yang berpotensi untuk mengubah perilaku. Definisi ini menekankan dua aspek yang berbeda dari brand loyalty yang telah diuraikan pada sejumlah studi terdahulu tentang konsep behavioral dan attitudinal menghadirkan suatu tingkat order atau bersifat jangka panjang komitmen suatu pelanggan kepada organisasi yang tak biasa dijadikan inferred selalu oleh pengamatan pelanggan untuk mengulangi perilaku pembelian (Shankar, 2000). Attitudinal loyalty sangat penting sebab mengindikasikan adanya kecenderungan untuk menjaga perilaku tertentu seperti kemungkinan pemakaian di masa depan. Chaudhuri dan Holobrook (2001) menyatakan bahwa perilaku atau loyalitas pembelian terdiri atas pembelian ulang dari merk sementara itu attitudinal loyalty meliputi derajat komitmen disposional dalam hal nilai unik yang berkatian dengan suatu merk. Dengan demikian, sebuah pandangan yang berada di tengah berkenaan dengan hal tersebut menegaskan bahwa konstruk-konstruk adalah berkaitan, namun berdasarkan definisi berbeda, komitmen yang mengarah pada loyalitas (Beatty, 1988). Morgan dan Hunt (1994) seperti dikutip oleh Bennet (2003) dalam perusahaan trust, commitment and attitudinal brand loyalty mendefinisikan loyalitas pengulangan pembelian merupakan hasil suatu pilihan.
Behavioral Loyalty Schults dan Bailey (2000) sebagaimana dikutip oleh Schinjs menyatakan bahwa behavioral loyalty mengacu pada keinginan pelanggan (niat pelanggan) untuk mengulangi pembelian dari suatu organisasi, kesediaan mereka untuk merekomendasikan organisasi tersebut dan lebih sedikit peka terhadap harga. Behavioral loyalty penting sebab mereka memusatkan (fokus) pada nilai pelangggan kepada merk. Fornell (1992) pada pembahasan The Internal Market Fornell (1992) pada pembahasan The Internal Marketing and the Employees when Managing the Customer-Oriented Bussines mengemukakan bahwa loyalty adalah fungsi kepuasan, menukar penghalang dan suara. Pelangggan setia tidak mungkin selalu dicukupi tetapi pelanggan yang dicukupi cenderung untuk menjadi loyal (Bitner, 1990) menggambarkan bahwa loyalitas sebagai sebuah proses. Menciptakan tingkat loyalitas yang tinggi merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Untuk mencapai tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi, tingkat pemaikaian (rate of usage) tidak dapat diabaikan. Peter J. Paul (2001) dalam Consumer Behavior and Market Strategi, menyatakan bahwa terdapat hubungan antar pemakaian dengan loyaliats pelanggan yang dapat menjadi basis dalam penyusunan strategi pemasaran. Matriks yang memperhatikan hubungan antara customer loyalty dan tingkat pemakaian ini terdiri atas dimensi yang membagi empat kelompok konsumen yaitu: brand loyal heavy users, brand loyal light users, brand-indiffernce heavy users dan brand-indifferents ligt users. Hubungan antara brand loyalty dan usage rate dapat dilihat pada Gambar dibawah
23
Hubungan antara Brand Loyalty dan Usage Rate
Sumber: Paul Peter : Behaviour & Marketing Research , Mc Graw Hill (1998, p 517) Hipotesis Pada literatur pemasaran, Morgan dan Hunt (1994) juga menyatakan bahwa kepercayaan atas sebuah merk merupakan hal yang penting terhadap keyakinan atas sebuah merk, karena kepercayaan menciptakan perubahan hubungan dan memiliki nilai tertinggi. Dengan demikian, konsep dalam proses pembentukan brand equity merupakan proses yang bersifat berkelanjutan dan butuh dipelihara nilai-nilainya dengan memiliki hubungan penting yang telah diciptakan (Chaudhuri dan Holbrook, 2001). Dengan demikian hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini meliputi : H1 : Brand awareness mempunyai signifikansi terhadap nilai brand equity. H2 : Brand associates mempunyai signifikansi terhadap nilai brand equity. H3 : Perceived Quality mempunyai signifikansi terhadap nilai brand equity. H4 : Attitudinal loyalty mempunyai signifikansi terhadap nilai brand equity. H5 : Behavior loyalty mempunyai signifikansi terhadap nilai brand equity. Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah responden yang menjadi pengunjung di pasar tradisonal di seluruh wilayah distribusi cussons di tangerang. Metode penarikan sampel sejumlah 161 orang pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu penarikan sample berdasarkan pertimbangan dimana sampel yang dipilih didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Sampel yang dipilih yaitu hanya pada pengunjung toko produk bayi yang berada di wilayah Tangerang. Responden yang digunakan memiliki usia 18 sampai 50 tahun dari berbagai status sosial. Mengingat jumlah populasi pengunjung toko produk bayi di wilayah Tangerang terlalu besar, Pengujian Instrumen Penelitian Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk membuktikan bahwa alat ukur yang dibuat untuk mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas pada penelitian ini didasarkan pada Construct Validity (Validitas Konstruksi) yang mencakup pemahaman argumentasi teoritik yang melandasi pengukuran yang diperoleh (Hermawan, 2003). Pendekatan yang dilakukan adalah dengan 24
menghubungkan suatu construct yang diteliti dengan construct lainnya yang dibentuk dari kerangka teoritik. Dalam penelitian ini uji validitas dengan
No 1 2 3 4 5 6
melihat nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy) lebih besar atau sama dengan 0.5 maka dapat dinyatakan valid.
Hasil Uji Validitas dengan KMO Dimensi / KMO (Kaiser-Meyer-Olkin Variabel Measure of Sampling Adequacy) Brand Equity 0.837 Attitudinal Loyalty 0.885 Behavioral Loyalty 0.885 Brand Awareness 0.800 Brand Associations 0.755 Perceived Quality 0.820
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel dari keseluruhan kelompok pernyataan pengambilan keputusan adalah valid sehingga variabel tersebut dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas dilakukan pada variabel yang digunakan dengan melihat cronbach’s coefficient alpha sebagai koefisien
Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid Valid
reliabilitas. Dimana menurut Sekaran (2004) cronbach’s coefisien alpha yang cukup dapat diterima adalah bernilai antara 0.60 sampai 0.70 atau lebih. Jika Cronbach’s alpha > 0.60 construct reliabel Jika Cronbach’s alpha < 0.60 construct tidak reliable. Berikut hasil uji reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha untuk setiap variabel.
Hasil Uji Reliabilitas No 1 2 3 4 5 6
Dimensi / Variabel Brand Equity Attitudinal Loyalty Behavioral Loyalty Brand Awareness Brand Associations Perceived Quality
Cronbach's Alpha 0.888 0.896 0.896 0.875 0.837 0.871
N of Items 6 5 5 4 4 5
Keputusan Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable
Metode Analisis Data Statistik Deskriptif Variabel Brand Equity Attitudinal Loyalty Behavioral Loyalty Brand Awareness Brand Associations Perceived Quality
N 161 161 161 161 161 161
Min 3.00 2.00 2.50 2.75 2.75 3.00
Dari tabel di atas dapat dilihat besarnya nilai rata-rata dan standar deviasi untuk
Max 5.00 5.00 5.00 5.00 4.88 5.00
Mean 4.1046 3.9503 4.1196 4.0419 4.0606 4.2447
Std Deviasi 0.45408 0.58653 0.52670 0.49072 0.45667 0.46205
setiap variabel dan dimensi yang diukur dalam penelitian ini. Nilai rata-rata 25
menunjukkan gambaran umum besaran nilai seluruh responden terhadap satu variabel sedangkan standar deviasi menggambarkan besarnya penyimpangan nilai terhadap rata-rata terukur dari pernyataan yang diajukan dalam kuesioner penelitian.
Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Sekaran, 2004).
Analisis Hasil dan Pembahasan Analisis Hasil Pengujian Koefisien Determinasi dan Uji Statistik F
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi dan Uji Statistik F Model Summary Model
R .856a
1
R Square
Adjusted R Square
.733
Std. Error of the Estimate
.724
.23856
ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Regression Residual
Mean Square
Df
24.169
5
4.834
8.821
155
.057
F
Sig. 84.935 .000a
Total 32.990 160 a. Predictors: (Constant), perceived quality, attitudinal loyalty, brand associations, brand awareness, behavioral loyalty b. Dependent Variable: brand equity Berdasarkan tabel di atas dari uji anova didapat nilai F hitung sebesar 84,935 dengan tingkat probabilitas signifikan sebesar 0.000 berarti lebih kecil dari probabilitas 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa semua faktor yang diuji yaitu: attitudinal loyalty, brand association, brand awareness, brand loyalty serta perceived quality secara bersama-sama berpengaruh terhadap
brand equity. Sedangkan Uji R Determinan mencapai nilai R square sebesar 73.3 persen hal ini menunjukkan bahwa penelitan mengenai Brand Equity ini dipengaruhi cukup kuat oleh masing masing variable nya sebesar 73.3 persen dan sisanya sebanyak 26,7 persen dipengaruji variable lain diluar yang diteliti.
Analisis Hasil Pengujian Hipotesis Uji Hipotesis Attitudinal Loyalty terhadap Brand Equity Coefficients t (Sig) Model Beta (β) (CR) pvalue Attitudinal Loyalty Brand Equity 0.499 5.907 0.000
26
Pada hipotesis ini akan menguji apakah ada pengaruh yang signifikan antara attitudinal loyalty terhadap brand equity. Berikut ini adalah penyusunan hipotesis alternatifnya : Tabel di atas memperlihatkan nilai signifikan yaitu 0.000 berarti lebih kecil dari 0.05. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa Ho1 ditolak yang berarti attitudinal loyalty mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand equity. Jika dilihat dari nilai standar koefisien () sebesar 0.499, maka hal tersebut menunjukkan bahwa attitudinal loyalty berpengaruh terhadap brand equity sebesar 49,9%.
Uji Hipotesis Behavioral Loyalty terhadap Brand Equity Untuk melihat pengaruh behavioral loyalty terhadap brand equity dapat dilihat pada tabel berikut. Coefficients t (Sig) Model Beta (β) (CR) pvalue Behavioral Loyalty Brand Equity 0.111 1.229 0.221 Tabel di atas memperlihatkan nilai signifikan yaitu 0.221 berarti lebih besar dari 0.05. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Ho1 diterima yang berarti attitudinal loyalty tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
brand equity. Jika dilihat dari nilai standar koefisien () sebesar 0.111, maka hal tersebut menunjukkan bahwa behavioral loyalty berpengaruh terhadap brand equity sebesar 11,1%.
Uji Hipotesis Brand Awareness terhadap Brand Equity Untuk melihat pengaruh brand awareness terhadap brand equity dapat dilihat pada tabel berikut. Coefficients t (Sig) Model Beta (β) (CR) pvalue Brand Awareness Brand Equity 0.121 1.346 0.180 Tabel di atas memperlihatkan nilai signifikan yaitu 0.180 berarti lebih besar dari 0.05. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Ho1 diterima yang berarti brand awareness tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand equity.
Jika dilihat dari nilai standar koefisien () sebesar 0.121, maka hal tersebut menunjukkan bahwa brand awareness berpengaruh terhadap brand equity 12,1%.
Uji Hipotesis Brand Associations terhadap Brand Equity Untuk melihat pengaruh brand associations terhadap brand equity dapat dilihat pada tabel berikut. Coefficients t (Sig) Model Beta (β) (CR) pvalue Brand Associations Brand Equity -0.024 -0.284 0.777 Tabel di atas memperlihatkan nilai signifikan yaitu 0.777 berarti lebih besar dari 0.05. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Ho1 diterima yang berarti brand associations tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
brand equity. Jika dilihat dari nilai standar koefisien () sebesar -0.024, maka hal tersebut menunjukkan bahwa brand associations berpengaruh terhadap brand equity sebesar -2,4%.
27
Uji Hipotesis Perceived Quality terhadap Brand Equity Untuk melihat pengaruh perceived quality terhadap brand equity dapat dilihat pada tabel berikut. Coefficients t (Sig) Model Beta (β) (CR) pvalue Perceived Quality Brand Equity 0.238 3.543 0.001 Tabel di atas memperlihatkan nilai signifikan yaitu 0.001 berarti lebih kecil dari 0.05. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Ho1 ditolak yang berarti perceived qualitu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand equity. Jika dilihat dari nilai standar koefisien () sebesar 0.238, maka hal tersebut menunjukkan bahwa perceived quality berpengaruh terhadap brand equity sebesar 23.8%.
Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan model regresi, maka dapat dijelaskan bahwa untuk brand equity produk bayi Cussons dipengaruhi secara signifikan oleh faktor attitudinal loyalty dan perceived quality. Sedangkan faktor behavioral loyalty, brand awareness dan brand associations tidak berpengaruh secara signifikan terhadap brand equity produk bayi Cussons.
Kesimpulan Berdasarkan analisis data secara empiris dan didukung dengan pengukuran secara statistik setalah dilakukan pembahasan terhadap masalah penelitian, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Attitudinal loyalty, dan perceived quality untuk produk bayi Cussons berpengaruh secara signifikan terhadap brand equity produk bayi Cussons. Sedangkan behavioral loyalty, brand awareness dan brand associations tidak berpengaruh secara signifikan terhadap band equity produk bayi Cussons.
digunakan oleh produsen Cussons sebagai data pelengkap dalam menentukan kebijakan strategi pemasaran yang akan diambil dengan memperhatikan posisi Cussons di mata masyarakat dewasa ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh. Dalam hal meningkatkan brand equity untuk produk bayi dengan merk Cussons produsen hendaknya memperhatikan attitudinal loyalty, behavioral loyalty, brand awareness, brand associations dan perceived quality secara sinergis yang ada di benak konsumen untuk semakin meningkatkan posisi strategis Cussons sebagai merk produk bayi dengan kualitas yang terjamin dengan harga yang relatif terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Implikasi Manajerial Berdasarkan kesimpulan di atas, maka hasil penelitian ini selayaknya dapat DAFTAR PUSTAKA Hawkins, Del I (2001), “Consumer Behaviour Marketing Startegye : A Concept Analysis” pg.646. Paul, Peter J (1996), “ Behaviour and marketing Research " Irwin McGrawHill page 517
Engel et al., (2000), “Consumer Behavior”, 7th ed. Orlando Florida: The Dryden Press. Hermawan Asep, (2003), Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis, Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi (LPFE). 28
Mowen J.C and Minor H, (2000), Consumer Behavior, 5th ed., New Jersey : Prentice-Hall. Schiffman, L.G. Dan Kanuk, L.L. (2000), Consumer Behavior, 7th edition. New Jersey : Prentice-Hall. Liaogang Hao, Chongyan Gao, Zi'an Liu, ( 2007), “Customer Based brand Equity and Improvement Strategy For Brands. International Management Review3 ; ABI FORM GLOBAL Pappu Ravi, Consumer-Based brand equity and country of origin relationships (some empirical
evidence). Emerald Journal Marketing vol 46,306, 2006. Aaker, D.A ( 1996), " Managing the most important asset brand equity", Planning Review, Vol 20 No 5 The Free Press, New York , NY Universitas Trisakti, (2007), Buku Petunjuk Penulisan Tesis, Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi (LPFE). Walpole, Ronald E., Raymond H. Myers and Sharon L Myers, (1998), Probability and Statistics for Engineers and Scientists, 6th edition. New Jersey : Prentice-Hall.
29