PENGARUH PENGGUNAAN DEKSAMETASON TERHADAP AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 80% HERBA CIPLUKAN (Physalis angulata L.) DALAM MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA MENCIT PUTIH JANTAN THE DEXAMETHASONE EFFECT ON ANTIHYPERGLICEMIC ACTIVITY OF Physalis angulata L. AETHANOL 80% EXTRACT IN DECREASING BLOOD GLUCOSE ON MICE Muhajirin, Hadi Sunaryo, Siska Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka ABSTRACT The therapeutic efficacy of metformin is markedly decreased when it is simultaneously administered with dexamethasone, due to metformin decreased hepatic gluconeogenesis whereas dexamethasone increased it. Physalis angulata, an antihyperglycemic agent is similar to that of metformin. If Physalis angulata and dexamethasone are simultaneously administered, dexamethasone may also possibly decreases therapeutic efficacy of Physalis angulata. This study was performed to investigate the pharmacodynamics’ interaction between Physalis angulata and dexamethasone. It used 24 mices of DDY strain and the diabetic mice were divided into 6 groups that were normal control and 5 treated groups that were alloxan, metformin, Physalis angulata extract, dexamethasone and Physalis angulata extract + dexamethasone. After the simultaneous oral administration of both drugs, the blood glucose concentrations were measured on 0, 7 and 14 days. The significantly, dexamethasone decreased Physalis angulata activity in decreasing blood glucose (slope 0,946 dan r2 0,194). Keyword : Interaction of Physalis angulata L. and dexamethasone, Physalis extract ABSTRAK Efikasi terapetik metformin secara nyata menurun ketika diberikan bersamaan dengan deksametason, karena metformin menurunkan glukoneogenesis hepatik sedangkan deksametason meningkatkan glukoneogenesis hepatik. Ekstrak herba ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan antihiperglikemik yang bekerja mirip dengan metformin. Jika ekstrak herba ciplukan dan deksametason diberikan bersamaan, deksametason mungkin juga dapat menurunkan efikasi terapetik ekstrak herba ciplukan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi farmakodinamik antara ekstrak herba ciplukan dan deksametason. Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit putih jantan galur DDY dan dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kontrol normal dan 5 kelompok lainnya diberi perlakuan aloksan, metformin, ekstak herba ciplukan, deksametason dan ekstrak herba ciplukan + deksametason. Setelah penggunaan oral bersamaan kedua obat tersebut, masing-masing mencit diukur glukosa darahnya pada hari 0, 7 dan 14. Secara signifikan, deksametason dapat menurunkan aktivitas ekstrak ciplukan dalam menurunkan glukosa darah (slope 0,946 dan r2 0,194). Kata kunci : Interaksi ekstrak herba ciplukan dan deksametason, ekstrak ciplukan PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu sindrom kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas reseptor terhadap insulin atau keduanya (Guyton and Hall, 2006). Prevalensi diabetes tahun 2000 mencapai 2,8% dari seluruh 1
penduduk dunia dan tahun 2030 diperkirakan mencapai 4,4%, ini berarti jumlah penderita diabetes meningkat dari 171 juta jiwa menjadi 366 juta jiwa (Wild, S., 2004). Selama ini pengobatan diabetes dilakukan dengan pemberian obat-obat oral diabetik atau dengan suntikan insulin, disamping itu banyak pula diantara penderita yang berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan cara tradisional menggunakan bahan alam yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salah satu bahan alam yang digunakan adalah ciplukan, tanaman ini mengandung asam sitrat, fisalin sterol/terpen, saponin, flavonoid dan alkaloid (Depkes RI, 1995). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 80% pada daun dan buah Physalis alkekengi (Javdan and Estakhr, 2011) dan ekstrak Physalis minima dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sathis Kumar, 2009). Selain itu, ekstrak dan fraksi herba Physalis angulata juga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sutjiatmo, AB., 2011.). Beberapa penelitian lainnya menunjukkan pemberian fraksi kloroform herba ciplukan (Physalis angulata L.) juga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sediarso, Hadi S. dan Amalia, N., 2008). Identifikasi senyawa herba ciplukan (Physalis angulata L.) menunjukkan adanya terpenoid dan steroid yang berkhasiat sebagai antidiabetes (Wardani, 2006; Harun, 2006). Berbagai obat hormon seperti kortikosteroid harus dihindari oleh penderita diabetes, karena obat ini dapat menurunkan afinitas reseptor insulin terhadap insulin (Katzung, 1997). Deksametason merupakan obat kortikosteroid golongan glukokortikoid yang dapat mempengaruhi kerja insulin dan oral hipoglikemik (Griffin and D’arcy, 1997; Harkness, 1989). Obat ini dapat merangsang glukoneogenesis dan mengganggu kerja insulin pada sel-sel perifer sehingga menyebabkan hiperglikemik (Price, 1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
deksametason dapat meningkatkan kadar glukosa darah baik pada pasien tanpa diabetes maupun diabetes tipe 2 (Hans, P., 2006). Obat-obat herbal dan obat-obat konvensional jika diberikan bersamaan dapat menimbulkan interaksi baik secara farmakokinetik maupun farmakodinamik (Ebadi, 2007; Williamson, 2009). Interaksi ini dapat memberikan efek sinergis dengan meningkatkan aktivitas farmakologi atau dapat juga mengurangi efikasi terapetik obat tersebut yang memiliki mekanisme utama yaitu dengan menginduksi atau menginhibisi hepatik atau metabolisme obat oleh cytochrome P 450 (CYP) (Dasgupta, 2008). Jika penggunaan ekstrak herba ciplukan diberikan secara bersamaan dengan deksametason, mungkin obat ini dapat mengurangi efikasi terapetik ekstrak tersebut. Berdasarkan mekanisme kerjanya, ekstrak herba ciplukan memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah sedangkan deksametason memiliki efek glukoneogenesis. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengamatan terhadap penggunaan ekstrak dan obat tersebut agar diketahui apakah terjadi interaksi yang dapat mempengaruhi kerja dari ekstrak ciplukan tersebut. METODE PENILITIAN Alat Wadah maserasi, seperangkat alat Rotary Evaporator, Haemo-Glucotest Accu-Check Active (Roche), spektrofotometer, alat-alat gelas dan lainlain. Bahan Herba ciplukan (Physalis angulata L.), metformin HCl, etanol 80%, etanol 96%, Na CMC, deksametason, aloksan tetrahidrat, metformin HCl, aloksan tetrahidrat dan mencit putih jantan (Mus musculus L.) galur DDY yang berumur 2-3 bulan, berat badan ± 30 gram.
2
Pengelompokkan Hewan Uji 1. Kelompok I (normal), mencit tidak diinduksi aloksan. 2. Kelompok II (negatif), mencit hanya diinduksi aloksan. 3. Kelompok III (positif), mencit diinduksi aloksan dan diberi metformin. 4. Kelompok IV, mencit diinduksi aloksan dan diberi ekstrak herba ciplukan. 5. Kelompok V, mencit diinduksi aloksan dan diberi deksametason. 6. Kelompok VI, mencit diinduksi aloksan, serta diberi ekstrak herba ciplukan dan deksametason. Tahap Penelitian Pembuatan ekstrak etanol 80% herba ciplukan Herba ciplukan yang telah terkumpul dicuci bersih, kemudian dirajang dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kering. Setelah kering, diserbuk dengan alat penggilingan serbuk dan diayak dengan ayakan 20 mesh sehingga diperoleh serbuk yang homogen, timbang dan catat hasilnya. Setelah itu dilakukan maserasi dengan cara menuangkan etanol 80% ke dalam toples kaca terlindung cahaya sampai seluruh simplisia basah/terendam, lalu diaduk. Kemudian tambahkan etanol 80%, tutup toples dan biarkan selama 3 hari, selama proses perendaman sesekali diaduk. Setelah itu, disaring dan ampasnya direndam kembali sehingga semua zat aktif yang terdapat di simplisia terekstraksi sempurna (3 kali perlakuan). Setelah disaring, semua pelarut dalam filtrat diuapkan dan dipekatkan dalam rotary vacum evaporator hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian keringkan di dalam oven sampai kering. Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan berdasarkan Panduan Teknologi Ekstrak. Penginduksian hewan uji Mencit dibuat hiperglikemia dengan aloksan tetrahidrat dosis 150 mg/kgBB melalui i.p., dosis diperoleh dari hasil orientasi.
Dosis Metformin HCl yang digunakan adalah 500 mg, dosis untuk mencit 1,3 mg/20 gBB Dosis Deksametason yang digunakan adalah 0,5 mg, dosis untuk mencit 0,0013 mg/20 gBB Dosis Herba Ciplukan yang digunakan adalah 100 mg/kgBB. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke 0, 7 dan 14. Analisa Data Data yang diperoleh adalah kadar glukosa darah masing-masing mencit perlakuan pada hari ke 0, 7 dan hari ke 14. Dari data yang diperoleh dilakukan uji regresi linier untuk mengetahui slope penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah masing-masing mencit. HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Herba Ciplukan Berdasarkan hasil determinasi menunjukkan bahwa herba ciplukan yang digunakan adalah spesies Physalis angulata L., familia Solanaceae. Hasil ekstraksi herba ciplukan No. Hasil Jumlah 1. Herba ciplukan segar 12 kg 2. Serbuk Herba ciplukan 1,2 kg 3. Maserat 6L 4. Ekstrak kering 109,9723 gram Hasil susut pengeringan dan rendemen No. Uji Hasil 1. Susut Pengeringan 7,2803% 2. Rendemen 9,16% Uji Penapisan fitokimia No. Senyawa Hasil 1. Alkaloid + 2. Flavonoid + 3. Saponin + 4. Terpenoid + 5. Steroid + 6. Tanin + Keterangan : + Ekstrak mengandung senyawa tersebut.
3
Hasil Pengukuran Kadar glukosa Darah Kelompok Slope Intrec r2 (b) ept (a) Normal 0,767 93,2 0,199 Metformin -2,41 181,6 0,667 Aloksan Ciplukan
2,267 -1,321
131,2 148,1
0,859 0,396
Deksametason
-2,875
261,5
0,206
Ciplukan + Deksametason
0,946
162,2
0,194
Berdasarkan hasil uji regresi linier yang digunakan, diperoleh nilai Slope (b), Intrecept (a) dan r2. Nilai Slope (b) menunjukkan kemiringan, jika Slope (b) bernilai positif (+) maka hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok tersebut mengalami peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan negative (-) menunjukkan adanya penurunan. Intrecept (a) menunjukkan kadar glukosa darah pada hari ke-0. Sedangkan nilai r2 menunjukkan seberapa kuat hubungan atau pengaruh variable bebas yaitu waktu (hari) terhadap variabel terikat (kadar glukosa darah. r2 dinyatakan dengan nilai 0-1, jika nilai r2 semakin mendekati 1 maka hubungan atau pengaruh tersebut sangat kuat, namun jika r2 mendekati 0 maka hubungan atau pengaruh semakin lemah. r2 dikelompokkan berdasarkan kekuatan hubungan atau pengaruh, yaitu : No. Nilai r2 Hubungan 1. 1 Sempurna 2. 0,75-0,99 Sangat kuat 3. 0,5-0,74 Kuat 4. 0,25-0,45 Lemah 5. 0,01-0,24 Sangat lemah 6. 0 Tidak ada hubungan Pada Kelompok Normal nilai slope (b) = 0,767, nilai ini menunjukkan bahwa kelompok normal mengalami peningkatan kadar glukosa darah. Peningkatan ini dapat terjadi karena faktor usia dan berat badan mencit yang terus bertambah selama perlakuan (Sihombing and Raflizar, 2010; Sihombing and Tuminah, 2011)
Pada kelompok metformin nilai slope (b) = -2,410, nilai ini menunjukkan bahwa pada kelompok metformin mengalami penurunan kadar glukosa darah. Penurunan ini terjadi karena metformin dapat menurunkan glukosa darah dengan mekanisme mengurangi glukoneogenesis dalam hepatosit, mengurangi penyerapan glukosa dalam usus dan meningkatkan asupan glukosa dalam miosit dan adiposit (Pournaghi, 2012; Hundal, 2000). Pada kelompok aloksan nilai slope (b) = 2,267, nilai ini menunjukkan bahwa pada kelompok aloksan mengalami peningkatan kadar glukosa darah. Aloksan dapat merusak sel beta pankreas yang menyebabkan insulin tidak terbentuk sehingga kadar glukosa darah meningkat, aloksan dapat menjadi irreversible dan menyebabkan nekrosis sel pada pulau pankreas, kemudian terjadi fase hiperglikemia permanen dalam waktu 2448 jam setelah penginduksian aloksan (Yuriska, 2009; Rohilla and Ali, 2012). Pada kelompok ekstrak herba ciplukan nilai slope (b) = -1,321, nilai ini menunjukkan bahwa pada kelompok ekstrak herba ciplukan mengalami penurunan kadar glukosa darah. Beberapa spesies ciplukan telah terbukti dapat menurunkan glukosa darah karena mengandung terpenoid dan steroid (Wardani, 2006; Harun, 2006). Pada kelompok deksametason nilai slope (b) = -2,875, nilai ini menunjukkan bahwa pada kelompok deksametason mengalami penurunan kadar glukosa darah. Seharusnya pada kelompok ini mengalami peningkatan glukosa darah karena deksametason merupakan glukokortikoid yang mempunyai efek dapat merangsang glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemik (Clore and Thurby-Hay L., 2009). Penurunan ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan/dugaan : a. Kemungkinan/dugaan pertama, dosis deksametason yang digunakan dalam perlakuan adalah dosis lazim dan tidak divariasikan (0,5 mg yang setelah 4
dikonversikan menjadi 0,0013 mg/20 gBB), dengan dosis tersebut diduga belum mampu memberikan efek glukoneogenesis secara signifikan sehingga tidak ada peningkatan glukosa darah. Hal ini sesuai pernyataan Abdelmanan bahwa deksametason dapat meningkatkan glukosa darah setelah pemberian deksametason 8 mg (Abdelmannan, 2010). b. Kemungkinan/dugaan kedua, pemberian deksametason selama 14 hari diduga belum mampu memberikan efek glukoneogenesis secara signifikan. Hal ini sesuai pernyataan Panthakalam, bahwa kortikosteroid dapat meningkatkan glukosa darah setelah pengobatan jangka lama (Panthakalam, 2004). c. Kemungkinan/dugaan ketiga, dalam waktu singkat deksametason dapat meningkatkan glukosa darah namun ketika pemberian obat dihentikan glukosa darah menurun kembali, hal ini sesuai pernyataan Kymionis, yang menyatakan bahwa 7 hari setelah pemberian tetes mata deksametason pada orang diabetes terjadi peningkatan glukosa darah namun glukosa darah tersebut menurun setelah pemberian obat tetes mata tersebut dihentikan (Kymionis, 2007). Pada kelompok ciplukan + deksametason nilai slope (b) = 0,946, nilai ini menunjukkan bahwa kelompok tersebut mengalami peningkatan glukosa darah, hal ini terjadi karena ekstrak ciplukan menurunkan kadar glukosa darah (ElMehiry, 2012; Roman, 1992), sedangkan deksametason memiliki efek glukoneogenesis yang menyebabkan glukosa darah meningkat sehingga apabila ekstrak ciplukan dan deksametason dikonsumsi bersamaan, glukosa darah tetap tinggi atau bahkan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah (Jones, C. G., 1993; Allan, E. H. and Titheradge, M. A., 1984; Depkes RI, 2005).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian deksametason pada dosis 0,0013 mg/20 gBB dapat menurunkan aktivitas ekstrak herba ciplukan (Physalis angulata L.) dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan nilai slope 0,946 dan r2 0,194. Saran Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dengan berbagai variasi dosis dan waktu pengambilan glukosa darah agar diketahui lebih jelas pada hari dan dosis berapakah pengaruh obat ini dapat menurunkan aktivitas ekstrak herba ciplukan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Abdelmannan D, Tahboub R, Genuth S and Ismail-Beigi F. 2010. Effect of dexamethasone on oral glucose tolerance in healthy adults. Endocr Pract. 16(5):770-7 Allan, E. H. and Titheradge, M. A. 1984. Effect of Treatment on Rats with Dexamethasone in vivo on Gluconeogenesis and Metabolite in Subsequently Isolated Hepatocytes. Biochem. J. 219. 117-123. Clore JN, and Thurby-Hay L. 2009. Glucocorticoid induced hyperglycemia. Endocr Pract. 15(5):469-74. Dasgupta, A. 2008. Handbook of Drug Monitoring Methods: Therapeutics and Drugs of Abuse. Humana Press. Totowa. Hal. 235-248. Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid 4. Depkes RI. Jakarta. Hal. 195. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta. depkes RI. Dirjen POM-DepKes RI. Buku Panduan Teknologi Ekstrak. Dirjen POMDepkes RI. Jakarta. Hal : 3, 6, 17, 39.
5
Ebadi, M. 2007. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine, 2nd edition. CRC Press. Boca Raton. Hal. 37-47. El-Mehiry, H. F., Helmy, H. M. and ElGhany, M. A. A. 2012. Antidiabetic and Antioxidative activity of Phsalis Powder or Extract with Chromium in Rats. World Journal of Medical Sciences 7 (1):27-33. ISSN 18173055. Griffin, J. P. and D’arcy, P. F. 1997. A Manual of Adverse Drug th Interactions, 5 edition. Elsevier. Amsterdam. Hal. 409-433. Guyton, A. C. and Hall, J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th edition. Elsevier. Philadelphia. Hal. 972-977. Hans, P., Vanthuyne, A., Dewandre, P. Y., Brichant, J. F. and Bonhomme, V. 2006. Blood Glucose Concentration Profile after 10 mg Dexamethasone in Non-diabetic and Type 2 Diabetic Patients Undergoing Abnominal Surgery. British Journal of Anaesthesia 97 (2): 164-70. Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 107. Harun, Mulyadi. 2006. Uji Aktivitas Antidiabetes Kromatrogram yang Mengandung Senyawa Steroid dari Fraksi Kloroform Herba Ceplukan (Physalis angulata L.) dan Identifikasi Senyawa Menggunakan GC-MS. Skripsi. Jakarta. Uhamka. Hundal RS, Krssak M, Dufour S, Laurent D, Lebon V, Chandramouli V, Inzucchi SE, Schumann WC, Petersen KF, Landau BR and Shulman GI. 2000. Mechanism by Which Metformin Reduces Glucose Production in Type 2 Diabetes. Diabetes, vol. 49. Javdan, Nasim. and Estakhr, Jasem. 2011. The Effects of Hidroalcoholic Extract of Physalis alkekengi in Alloxan-Induced Diabetic Rats. Pharmacologyonline 2: 874-878. Jones, C. G., Hothi, S. K. and Titheradge, M. A. 1993. Effect of
Dexamerhasone on Gluconeogenesis, Pyruvate Kinase, Pyruvate Carboxylase and Pyruvate Dehydrogenase Flux in Isolated Hepatocytes. Biochem. J. 289, 821828. Katzung, B. G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6. EGC. Jakarta. Hal. 663-681. Kymionis GD, Panagiotoglou T and Tsilimbaris MK. 2007. The effect of intense, short-term topical dexamethasone disodium phosphate eyedrops on blood glucose level in diabetic patients. Ophthalmologica. 221(6):426-9. Panthakalam S. Bhatnagar D and Klimiuk P. 2004. The prevalence and management of hyperglycaemia in patients with rheumatoid arthritis on corticosteroid therapy. Scott Med J. 49(4):139-41. Pournaghi, P., Sadrkhanlou, R. A., Hasanzadeh, S. and Foroughi, A. 2012. An investigation on body weights, blood glucose levels and pituitary-gonadal axis hormones in diabetic and metformin-treated diabetic female rats. Veterinary Research Forum. 3 (2) 79 – 84. Price, S. A. and Wilson, L. M. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, vol. 2, Edisi 4. EGC. Jakarta. Hal. 1108-1122. Rohilla, A. and Ali, S. 2012. Alloxan Induced Diabetes: Mechanisms and Effects. Review article. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. Vol. 3 (2). Roman RR., Alarcon AF, Lara LA and Flores SJL. 1992. Hypoglycemic effect of plants used in Mexico as antidiabetics. Arch Med Res. Spring; 23(1):59-64. Sathis Kumar D, Raju SN, Harani A, Banji David, Rao KNV and Banji O. 2009. Alpha-Glucosidase Inhibitory and Hypoglycemic Activities of Physalis
6
minima Extract. Pharmacognosy Jurnal. Vol 1. No. 4. Sediarso, Hadi S. dan Amalia, N. 2008. Efek Antidiabetes dan Identifikasi Senyawa Dominan dalam Fraksi Kloroform Herba Ciplukan (Physalis angulata L.). Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 4. Sihombing, M. and Raflizar. 2010. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit (Galur CBS-Swiss) dan Tikus Putih (Galur Wistar) di Laboratorium Hewan Percobaan Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Jakarta. Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 1. Sihombing, M. and Tuminah, S. 2011. Perubahan Nilai Hematologi, Biokimia Darah, Bobot Organ dan Bobot Badan Tikus Putih pada Umur Berbeda. Jurnal Veteriner ISSN : 1411 – 8327. Vol. 12 No. 1: 58-64. Jakarta. Laboratorium Hewan Percobaan dan Toksikologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi.
Sutjiatmo, Afifah B., dkk. 2011. Efek Antidiabetes Herba Ciplukan (Physalis angulata LINN.) pada Mencit Diabetes dengan Induksi Aloksan. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 5 No. 4. Wardani, Elly. 2006. Uji Aktivitas Antidiabetes Bercak Kromatogram yang Mengandung Senyawa Terpenoid Herba Ceplukan (Physalis angulata L.) dan Identifikasinya menggunakan GCMS. Skripsi. Jakarta. Uhamka Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, and King H. 2004. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for The Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care 27: 1047-1053. Williamson, E., Driver, S. and Baxter, K. 2009. Stockley’s Herbal Medicines Interactions. Pharmaceutical Press. London. Hal. 6-11. Yuriska, FA. 2009. Efek Aloksan terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
7