1
The Decrease Of Nitrate and Phosphate On Tofu Liquid Waste By Combined Biofilter and Eichhornia crassipes (Mart) Solms For Fish Life Media
By : Esti Mardiana , Eko Purwanto 2), Budijono 2) 1)
[email protected] Abstract This study was conducted from September-December 2013 in the tofu factory which is located on Kubang Raya street, Tarai Bangun village, Kampar distric, Riau province. The purpose of this research is the aims is to know the decrease of nitrate and phosphate in tofu liquid waste. The research used anaerob and aerob reactor as treatmen and without media as control. Results of combination treatment anaerobic - aerobic reactor biofilter with Eichhornia crassipes (Mart) Solms) of media can reduce nitrate levels during the observation of the effectiveness reaches 40,0-74.2 % and phosphate can be dropped with 46,2-72.3% effectiveness. For other parameters also are in accordance with the quality standards that have been established, such as pH 7, temperature 28 0C, and DO of 3.76 mg / l. While the media processing unit without (control) can also reduce levels of nitrate and phosphate, but the effectiveness of processing lower when compared to the unit of media. Where the effectiveness of 15,1-21.8 % for nitrate and phosphate effectiveness decline to reach 16,1-26.6%. processed of tofu wastewater is feasible to use for live media Sepat rawa (Trichogaster trichopterus) and Nila (Oreochromis niloticus) except Pantau janggut (Esomus sp). This is evidenced by the survival of Sepat rawa reaches 86.67 %, Nila 70%, and Pantau janggut only reached 46.67 % during 2 weeks of testing. Keywords : Nitrates, Phosphates, waste water, biofilter, plastic bottle, Water hyacinth 1) Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University 2) Lecturer of of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University PENDAHULUAN Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah cair. Menurut Moertinah dan Djarwanti (2003), industri tahu merupakan salah satu jenis industri kecil yang limbah cairnya perlu segera ditangani karena didalam proses produksi mengeluarkan limbah cair yang cenderung mencemari lingkunagn perairan disekitarnya. Pencemaran air akibat limbah cair tahu oleh pengrajin tahu yang umumnya berada dipinggir sungai karena alasan kepraktisan dalam membuang limbah cairnya dan keterbatasan biaya untuk
JOM OKTOBER 2014
pembuatan IPLC. Akibat ketiadaan IPLC yang dimiliki, tentu saja ini dapat menyebabkan kualitas air sungai menurun. Hal ini dapat dilihat untuk mengolah satu kilogram kedelai menjadi tahu dibutuhkan air sekitar 45 liter, dimana untuk memproduksi satu ton dihasilkan limbah 45-50 m3. Dengan volume limbah tersebut 45-50 m3 akan menghasilkan nitrat sebesar 25,355 mg/l dan total fosfat 20,232 mg/l (Myrasandri dan Syafila, 2003). Buangan limbah cair tahu mengandung nutrien seperti unsur nitrat dan fosfat yang tinggi sehingga dikuatirkan sangat berpengaruh terhadap makropyta dan mikroalga dalam perairan
2
yang dapat menyebabkan makrophyta dan mikroalga dapat berkembang pesat. Dalam baku mutu limbah cair industri tahu. Peraturan Mentri Lingkungan Hidup no.15 tahun 2008 tentang pengolahan kedelai, baku mutu nitrat dan fosfat tidak di persyaratkan sehingga batasan yang digunakan mengacu PP No. 82 tahun 2001, kadar fosfat yang ditetapan adalah 5 mg/l dan nitrat 20 mg/l. Salah satu upaya untuk menurunkan nitrat dan fosfat adalah dengan melakukan pengolahan secara biologis melalui pemanfaatan biofilter dengan memanfaatkan mikroorganisme (bakteri) yang melekat pada suatu media untuk mendegradasi polutan yang terkandung dalam limbah cair tahu. Untuk lebih meningkatkan kualitas limbah cair yang telah diolah oleh biofilter tersebut, maka pengolahannya dilanjutkan menggunakan konsep fitoremediasi. Diantara tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai fitoremediasi dalam penelitian ini adalah eceng gondok atau Eichhornia crassipes (mart.) solms. Menurut Sato dan Kondo (1978), eceng gondok atau Eichhornia crassipes (Mart.) Solms mampu menurunkan kandungan nitrat dalam efluen pengolahan limbah cair kelapa sawit sebesar 78%. Selanjutnya hasil olah limbah cair tahu dengan gabungan biofilter bermedia botol plastik dengan tumbuhan air tidak bersifat toksik bagi biota akuatik, maka dilakukan uji biologi pada ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) dan ikan pantau janggut (Esomus sp). Karena ketiga jenis ikan tersebut merupakan ikan yang dapat dikategorikan sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti Oreochromis niloticus dan Esomus sp mewakili famili cyprinidae. Sementara, Trichogaster trichopterus masih dianggap sebagai ikan liar yang belum dibudidayakan, namun bernilai ekonomis,
JOM OKTOBER 2014
mudah diperoleh dan toleran terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah (1)untuk mengetahui efektivitas penurunan nitrat dan fosfat limbah cair tahu dengan penggunaan gabungan proses biofilter bermedia botol plastik dan tanaman air; dan (2) untuk mengetahui kelulus hidupan ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) dan ikan pantau janggut Esomus sp) pada hasil olahan limbah cair tahu. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Desember 2013 di pabrik tahu yang terletak di Jl. Kubang Raya Desa Tarai Bangun Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Analisis parameter limbah cair tahu dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Universitas Riau. Sedangkan analisis total bakteri dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menguji cobakan gabungan proses biofilter bermedia botol plastik dengan tanaman air dengan menggunakan enam unit reaktor, dimana tiga unit reaktor biofilter diisi dengan media botol plastik dan tiga unit reaktor sebagai kontrol (tanpa media). Hasil pengolahan limbah cair tahu dengan proses biofilter dilanjutkan ke unit fitoremediasi, dimana hanya 1 unit fitoremediasi yang berisikan tanaman air eceng gondok, sedangkan 1 unit lainnya tanpa diisikan tanaman air. Parameter limbah cair tahu yang dianalisis adalah nitrat, fosfat, suhu, pH, oksigen terlarut (DO). Media Biofilter Media biofilter yang digunakan adalah botol plastik yang dirangkai saling berkaitan dengan menggunakan Cable Tie dan diisi dengan potongan plastik dengan
3
ukuran 2 cm (L) x 12 cm (P) sebanyak 11 potong. Jumlah rangkaian plastik bekas yang digunakan yaitu 9 rangkaian, dimana 6 rangkaian dimasukkan ke dalam 2 reaktor biofilter anaerob dan 3 rangkaian ke dalam reaktor biofilter aerob. Satu rangkaian plastik bekas terdiri dari 60 botol plastik yang berisikan potongan botol plastik. Botol plastik bekas yang digunakan disusun sesuai dengan reaktor yang digunakan dengan ketinggian mencapai 50 cm. Rangkaian botol plastik yang digunakan disajikan pada Gambar 5
Gambar 1.Rangkaian Botol Plastik dan Media Isi Potongan Plastik yang Digunakan. Model Reaktor Biologis Reaktor biologis yang digunakan terbuat dari drum plastik dengan ukuran tinggi 80 cm dan diameter 55 cm. Reaktor pengolahan yang digunakan dilengkapi dengan lubang inlet dan lubang outlet yang terletak pada ketiga reaktor. Model reaktor yang digunakan disajikan pada Gambar 6. Blower
Pompa Udara
Inlet I n l
Ana I Anaerob ero bI
eGambar t
Ana II Anaerob ero b II
A Aerob er
ob 2. Reaktor Biofilter yang Digunakan
JOM OKTOBER 2014
Peralatan pendukung yang diperlukan adalah blower 1 unit, max 3 m, 2 batang paralon PVC 1”, 3 unit elbow PVC ½”, 6 unit elbow PVC 1”, 6 socket drat dalam, 3 unit kran PVC ¾”, 3 gulung selotif, 1 pasta lem PVC, gergaji besi, meteran, ampelas, dan 2 unit drum penampung Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel limbah cair tahu yang berasal dari segala aktifitas proses pembuatan tahu. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian untuk mendukung lancarnya penelitian adalah akuarium, drum plastik, botol plastic bekas, botol sampel, DO meter, spuit, pipet tetes, gelas ukur, termometer, ember, spektrofotometer untuk mengukur nitrat dan fosfat. Lokasi pengambilan sampel kualitas air dibagi menjadi lima stasiun yaitu : T1= Limbah cair tahu sebelum diolah (Inlet) T2= Limbah cair tahu yang telah melalui reaktor biofilter media botol plastik proses anaerob-aerob T3= Limbah cair tahu yang telah melalui reaktor biofilter tanpa media botol plastik proses anaerob-aerob T4= Limbah cair yang telah melalui unit bak Eceng gondok T5= Limbah cair yang telah melalui unit bak tanpa Eceng gondok Analisis parameter kualitas air kadar nitrat dan fosfat untuk mengetahui peningkatan efektfitasnya selama lima minggu pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus: EP nitrat dan fosfat Cin - Cout EP = x 100 % Cin Keterangan: EP=Nilai efektifitas peningkatan (Nitrat, Fosfat)
4
Cin = Konsentrasi polutan organik (Nitrat, Fosfat) di inlet Cout= Konsentrasi polutan organik (Nitrat, Fosfat) di outlet Untuk mengetahui seberapa besar efektivitas penurunan kadar nitrat dan fosfat dilakukan uji biologi terhadap ikan Nila (Oreochromis niloticus) Sepat rawa (Trichogaster trichopterus) dan Pantau janggut (Esomus sp) dengan melihat tingkat kelulus hidupan ikan tersebut dengan menggunakan rumus: Kelulushidupan ikan Kelulushidupan ikan=ikan hidup X 100% ikan awal Data primer berupa kualitas air ditabulasikan ke dalam bentuk tabel dan dianalisa secara deskriptif. Hasil pengukuran kualitas limbah cair tahu dibandingkan dengan literatur yang mendukung dan PP. 82 tahun 2001 mengenai Pengolahan Kulitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. HASIL DAN PEMBAHASAN Nitrat Dalam penelitian ini efektivitas penurunan nitrat pada limbah cair tahu pada reaktor anaerob-aerob bermedia dan tanpa media dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1. Hasil analisis nitrat dan efektivitas penurunan nitrat pada reaktor anaerob-aerob bermedia dan tanpa media. Pengamat -an I II III IV V
Pengamat -an
I II III
Reaktor Biofilter Bermedia Botol Plastik + Eceng gondok Nitrat (mg/l) EP Nitrat (%) T1 T2 T4 T1-T2 T2T1T4 T4 20,0 13,6 12,0 32,0 11,8 40,0 21,8 8,6 8,1 60,5 5,8 62,8 22,6 8,2 7,2 63.7 12,2 68,1 23,3 10,2 9,6 56,2 5,9 58,8 22,1 6,4 5,7 71,0 10,9 74,2 Reaktor Biofilter Tanpa Media Botol Plastik + Eceng gondok Nitrat (mg/l) EP Nitrat (%) T1 T3 T5 T1-T3 T3 T1-T5 T5 20,0 18,4 16,9 8,0 8,2 15,5 21,8 19,4 18,5 11,0 4,6 15,1 22,6 19,5 18,2 13,7 6,6 19,5
JOM OKTOBER 2014
IV V
23,3 22,1
20,1 18,7
18,2 17,6
13,7 15,4
9,4 5,8
21,8 20,4
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 2, konsentrasi nitrat pada T1 (inlet) adalah sama. Hal ini karena titik pengambilan sampel T1 yang sama yaitu pada bak penampungan limbah sementara sebelum diolah. Selain itu konsentrasi nitrat pada T1 juga mengalami fluktuasi, yang disebabkan adanya variasi jumlah kedelai yang diolah menjadi tahu, semakin banyak produksi tahu yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula nitrogen yang akan menghasilkan nitrat dengan proses oksidasi dalam limbah cair tahu. Konsentrasi nitrat mengalami penurunan baik di reaktor biofilter bermedia maupun tanpa media botol plastik. Nilai penurunan nitrat tertinggi terjadi di reaktor biofilter bermedia karena adanya penggunaan botol plastik yang berisikan potongan-potongan plastik sebagai media melekatnya bakteri (mikroorganisme), dimana bakteri yang tumbuh melekat membentuk lapisan biofilm semakin berkembang selama pengamatan sehingga polutan nitrat yang terkandung dalam limbah cair yang dapat diuraikan semakin besar. Secara keseluruhan peningkatan efektifitas penurunan nitrat pada reaktor biofilter bermedia botol plastik yang berisikan potongan-potongan plastik proses anaerob-aerob ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi nitrat pada setiap minggu pengamatan. Hal ini ditunjukkan dengan nlai total bakteri terjadi peningkatan selama lima minggu 6 pengamatan sebesar 3,5 x 10 – 7,4 x 108 CFU Sedangkan pada reaktor tanpa media efektivitas penurunan nitrat tidak stabil. Hal ini disebabkan tidak adanya media yang digunakan sebagai tempat melekatnya bakteri. Bakteri tumbuh secara tersuspensi di dalam limbah cair dan mudah terbawa aliran air sehingga waktu penguraian polutan nitrat dalam reaktor
5
menjadi singkat dan kesempatan bakteri untuk menguraikan polutan nitrat yang terkandung dalam limbah cair semakin sedikit. Tabel 2. efektifitas penurunan nitrat pada unit bak tumbuhan eceng godok dan tanpa unit bak eceng gondok terjadi fluktuasi, dimana terjadi naik turun efektivitas dari pengamatan pertama sampai pada pengamatan terakhir. Pada unit bak tanpa eceng gondok efektivitas paling tinggi terdapat pada minggu keempat 9,4% dan paling rendah terdapat pada minggu kelima 5,8%. Sedangkan pada unit bak eceng gondok, efektivitas paling tinggi terdapat pada minggu ketiga 12,2% dan paling rendah terdapat pada minggu kedua 8,5%. Penurunan nitrat pada bak tumbuhan eceng gondok lebih tinggi dari pada bak tanpa tumbuhan eceng gondok. Tingginya penurunan nitrat pada unit bak eceng gondok (T4) didukung dengan semakin bertambahnya jumlah eceng gondok selama pengamatan berlangsung, dimana eceng gondok akan menyerap nitrat untuk pertumbuhannya. Hal ini ditandai dengan bertambahnya individu eceng gondok dari awalnya 10 individu hingga diakhir penelitian menjadi 16 individu, walaupun dalam rentang waktu tersebut ada eceng gondok yang mati dan digantikan dengan individu yang baru. Sriyana (2006) menyatakan eceng gondok dapat menyerap nitrat melalui ujung akar kemudian terserap masuk kedalam batang melalui pembuluh pengangkut kemudian menyerap keseluruh bagian tanaman eceng gondok. Kadar nitrat dalam limbah cair tahu tertinggi pada unit pengolahan kombinasi reaktor biofilter bermedia botol plastik dengan eceng gondok. Kontribusi penurunan kadar nitrat tertinggi tersebut terjadi pada unit reaktor biofilter bermedia botol plastik dibandingkan penurunan kadar nitrat yang disebabkan oleh Eceng gondok. Penurunan kadar nitrat setelah
JOM OKTOBER 2014
diolah sudah mencapai batas baku mutu yang ditetapkan oleh PP No. 28 tahun 2001 konsentrasi nitrat air limbah yang dapat dibuang kelingkungan yaitu sebesar 20 mg/l. Bila dibandingkan dengan PP diatas, maka limbah cair yang telah diolah dengan proses biofilter baik bermedia maupun tanpa media botol plastik sudah sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Fosfat fospat pada limbah cair tahu pada reaktor biofilter bermedia dan tanpa media dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Fospat dan Efektivitas Penurunan Fospat Pada Reaktor Anaerob-Aerob Bermedia dan Tanpa Media Botol Plastik Pengam atan I II III IV V Pengam atan I II III IV V
Reaktor Biofilter Bermedia Botol Plastik + Eceng gondok Kadar Fosfat (mg/l) Efektivitas (%) T1 T2 T4 T1-T2 T2T1T4 T4 9,3 6,0 5,0 35,5 16,7 46,2 9,3 5,6 4,7 39,8 16,1 49,5 9,4 5,4 4,7 42,6 12,9 50,0 9,3 6,3 5,0 32,3 26,0 46,8 9,4 3,2 2,6 65,9 18,8 72,3 Reaktor Biofilter Tanpa Media Botol Plastik + Eceng gondok Kadar Fosfat (mg/l) Efektivitas (%) T1 T3 T5 T1-T3 T3T1T5 T5 9,3 8,6 7,8 7,5 9,3 16,1 9,3 7,9 7,2 15,1 8,9 22,6 9,4 7,7 6,9 18,1 10,4 26,6 9,3 8,1 7,8 12,9 13,7 16,1 9,4 8,0 7,5 14,9 6,3 20,2
Sumber : Data Primer Nilai fospat pada inlet (T1) reaktor bermedia dan tanpa media adalah sama. Hal ini disebabkan pengambilan sampel limbah cair tersebut untuk keperluan analisis fospat dilakukan pada titik yang sama. Nilai fospat di reaktor biofilter bermedia dan reaktor tanpa media samasama mengalami penurunan dari konsentrasi fosfat awal (T1). Hal ini disebabkan karena adanya bakteri yang menguraikan limbah cair tahu. Dimana
6
bakteri tersebut memanfaatkan fosfat sebagai sumber energi (Khusnuryani, 2008). Tingginya nilai penurunan fosfat pada reaktor biofilter bermedia proses anaerob-aerob (T2) dibandingkan dengan nilai penurunan reaktor tanpa media proses anaerob-aerob (T3) disebabkan oleh penggunaan media botol plastik yang berisikan potongan-potongan plastik, menyebabkan mikroorganisme (bakteri) akan tumbuh melekat dan membentuk lapisan biofilm semakin berkembang selama pengamatan dan polutan fosfat yang terkandung dalam limbah cair tahu dapat diuraikan semakin besar. Kemudian setelah melalui pengolahan yang menggunakan proses anaerob-aerob, pengolahan limbah cair tahu dilanjutkan dengan tumbuhan Eceng gondok. Efektifitas penurunan fosfat pada bak tumbuhan eceng gondok dan tanpa tumbuhan eceng gondok juga terjadi fluktuasi. Penurunanan kadar fosfat pada bak tumbuhan eceng gondok lebih tinggi dibandingkan bak tumbuhan tanpa eceng gondok. Kondisi penurunan fosfat iini sama halnya yang terjadi pada penurunan nitrat karena semakin bertambahnya tumbuhan air untuk memanfaatkan fospat untuk pertumbuhannya. Ratnani, Hartati dan Sari (2010) menyatakan eceng gondok dapat menyerap fosfat pada air yang tercemar dan berpotensi untuk digunakan sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga. Kadar fosfat dalam limbah cair tahu tertinggi pada unit pengolahan kombinasi reaktor biofilter bermedia botol plastik dengan eceng gondok. Kontribusi penurunan kadar fosfat tertinggi tersebut terjadi pada unit reaktor biofilter bermedia botol plastik dibandingkan penurunan kadar fosfat yang disebabkan oleh eceng gondok. Penurunan kadar fosfat setelah diolah sudah mencapai batas baku mutu
JOM OKTOBER 2014
yang ditetapkan oleh PP No. 28 tahun 2001 konsentrasi fosfat air limbah yang dapat dibuang ke lingkungan yaitu sebesar 5 mg/l. Bila dibandingkan dengan PP diatas, maka limbah cair yang telah diolah dengan proses biofilter baik bermedia maupun tanpa media botol plastik sudah sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan Parameter Kualitas Air Pendukung Suhu Pengukuran suhu sewaktu penelitian selama lima minggu pengamatan dapat pada tabel 3 Tabel 3. Hasil pengukuran suhu limbah cair tahu pada reaktor bermedia dan tanpa media Pengamatan (minggu) 1 2 3 4 5 rata-rata (0C) Sumber: Data primer
Titik Pengamatan T1 34 34 32 30 30 32
T2 30 31 28 28 28 29
T3 30 29 28 28 28 28,6
T4 28 28 28 28 28 28
T5 28 29 28 28 28 28,2
Tabel 3. Menunjukkan suhu di T1 lebih tinggi dari pada titik pengambilan sampel lainnya hal ini dikarenakan pda T1 merupakan awal masuknya limbah cair tahu dari proses pembuatan tahu. Suhu pada lima minggu pengamatan baik di reaktor biofilter bermedia botol plastik dengan Eceng gondok dan tanpa media biofilter dengan Eceng gondok mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh iklim dan cuaca setempat (hujan, angin sinar matahari), karena penempatan paket alat pengolahan limbah cair tahu berada di lapangan atau di lokasi pengrajin tahu. Syafriadiman et al. (2005) menyatakan suhu pada air akan dipengaruhi oleh panas sinar matahari yang masuk kedalam perairan dan disebarkan dari permukaan sampai kedasar. Secara keseluruhan, kondisi suhu limbah cair tahu selama lima minggu
7
pengamatan pada reaktor anaerob-aerob dengan fitoremediasi baik bermedia maupun tanpa media yaitu 28 -310C merupakan suhu normal sehingga dapat mendukung pertumbuhan optimal mikroorganisme air yang terdapat dalam limbah cair tahu. Suhu optimum untuk perkembangan mikroorganisme adalah 32 – 36 0C (Salmin, 2005). Gerbano (2005) menyebutkan, Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman eceng gondok adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-300C. Menurut Hutabarat dan Evans (1985) yang menyatakan bahwa kisaran suhu optimum bagi kehidupan organisme perairan adalah 25 – 32 0C. Menurut Hutabarat dan Evans (1985) yang menyatakan bahwa kisaran suhu optimum bagi kehidupan organisme perairan adalah 25 – 32 0C. Sedangkan Barus (2002) menyatakan suhu air yang baik dalam perairan untuk kehidupan ikan yaitu berkisar 23 – 32 oC. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH sewaktu penelitian adalah 4-7. Dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil pengukuran pH limbah cair tahu pada reaktor bermedia dan tanpa media Pengamatan (minggu) 1 2 3 4 5 Rata-rata
Titik Pengamatan T1 4 5 5 4 4 4,4
T2 6 7 7 6 6 6,4
T3 6 7 7 7 6 6,6
T4 7 7 7 7 7 7
T5 7 7 7 7 7 7
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan pH pada inlet berkisar 4 - 5 dengan rata - rata 4,4. Nilai pH ini merupakan awal masuknya limbah cair tahu yang akan diolah. Rendahnya nilai pH ini menunjukkan bahwa limbah cair tahu bersifat asam. Hal ini sesuai pernyataan Herlambang (2002), pada umumnya JOM OKTOBER 2014
konsentrasi ion hidrogen cukup tinggi sehingga buangan limbah cair tahu cenderung bersifat asam. Pengujian kinerja biofilter bermedia botol plastik dengan umbuhan Eceng gondok ternyata mampu menigkatkan pH limabah cair tahu menjadi 7. Peningkatan pH pada reaktor aerob selama lima minggu pengujian diduga karena aktifitas mikroorganisme (bakteri) metanogenik. Bakteri metanogenik memerlukan asam asetat, CO2 dan ion hidrogen (H2) dalam pembentukan gas metana. Penurunan kandungan asam asetat, CO2 dan ion hidrogen akan meningkatkan pH limbah cair tahu. Secara umum, nilai pH limbah cair tahu yang berkisar 4 - 7 selama lima minggu pengujian dapat mendukung kehidupan mikroorganisme pada reaktor anaerob – aerob dengan tumbuhan Eceng gondok bermedia botol plastik. Gerbano (2005) menyebutkan, Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman eceng gondok adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan kondisi pH berkisar 4-12. Sedangkan pada bakteri yang Umumnya semua bakteri memiliki kondisi pertumbuhan antara 4 - 9,5 dengan pH optimum 6,5 - 7,5 (Said dan Hidayati, 2002). Selain mikroorganisme, jika hasil olahan limbah cair tahu yang terdapat pada outlet reaktor fitoremediasi dengan pH 7 jika dibuang ke dalam perairan tidak akan menggangu organisme perairan. Dimana pertumbuhan eceng gondok dipengaruhi oleh pH. Pada pH sekitar 7,07,5, eceng gondok mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Pada pH di bawah 4,2 dapat meracuni pertumbuhan eceng gondok, sehingga eceng gondok mati (Ratnani, 2010). Oksigen Terlarut (DO) selama lima minggu pengujian di dapatkan hasil pengukuran DO dalam llimbah cair tahu selama penelitian adalah
8
1,3 mg/l – 4,3 mg/l, dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil pengukuran DO limbah cair tahu pada reaktor aerob selama lima minggu pengamatan. Pengamatan (Minggu)
Titik Pengamatan
1
T1 1,3
T2 4,2
T3 4,2
T4 3,8
T5 4,2
2
1,4
3,8
4,3
3,7
4,2
3
1,7
3,2
4,0
3,8
4,0
4
1,8
4,0
4,0
3,8
4,0
5
1,8
3,8
4,2
3,7
4,2
Rata1,6 rata(mg/l) Sumber: Data primer
3,8
4,14
3,76
4,12
Rendahnya nila DO pada inlet diakibatkan kandungan polutan yang ada dalam limbah cair tahu sangat tinggi. Selanjutnya DO terus meningkat pada outlet pengolahan selama lima minggu pengamatan dengan nilai rata-rata 3,76 mg/l pada unit bermedia, dan 4,12 mg/l pada unit kontrol. Hal ini erjadi pada unit reaktor biofilter bermdia boto plastik dan tumbhan Eceg gondok lebih banyak bakteri dan bakteri tersebut menggunakan DO utuk proses degradasi limbah cair tahu. Ryding dan Rast (dalam Krismono,2003) yang menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang tidak menggangu kehidupan organisme yang ada diperairan tidak boleh kurang dari 3 mg/l. Sedangkan menurut Salmin (2005), kandungan oksigen terlarut minimum yang dapat mendukung kehidupan ikan adalah 2 mg/l dalam keaadaan normal. Kelulushidupan Ikan Uji selama lima minggu pengujian di dapatkan hasil tingkat kelulus hidupan ikan dalam limbah cair tahu setelah pengolahan dapat dilihat pada tabel 8.
JOM OKTOBER 2014
Tabel 6. Persentase kelulushidupan ikan uji. Pengujian (Minggu) 1 2 3 4 5 Sumber: Data Primer
Persentase Kelulushidupan Ikan (%) Reaktor Bermedia Pantau nila Sepat rawa 0 0 0 0 6,67 23,33 20 40 63,33 13,33 30 50 46,67 70 86,67
Dari data Tabel 8 dapat dlihat pada pengamatan pertama tidak ada dari tiga jenis ikan uji yang hidup dalam air olahan limbah cair tahu. Hal ini disebabkan belum maksimal kinerja reaktor biofilter kombinasi anaerob-aerob dengan dengan tumbuhan Eceng gondok sehinggga kadar nitrat dan fosfat dalam limbah cair tahu yang diolah masih tinggi dan diduga parametr kualitas air yang lain seperti COD, BOD, amoniak, TSS masih tinggi dan belum mendukung untuk hidup ikan khususnya ikan Nila, Sepat rawa dan ikan Pantau jangut, namun setelah memasuki pengamatan kedua sampai kelima kinerja reaktor biofilter kombinasi anaerob-aerob dengan tumbuhan eceng gondok mengalami perubahan yang sangat signifikan dan mulai berkembangnya koloni mikroba pada media botol plastik sehingga dapat menurunkan kandungan polutan nitrat dan fofat dalam limbah cair tahu. Dari pengamatan pertama sampai pada pengamatan kelima persentase kelulus hidupan ikan Pantau berkisar 13,3 – 46,67%, ikan Nila berkisar 6,67 - 70% dan ikan sepat rawa 23,33 - 86,67%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan kombinasi biofilter bermedia botol plastik proses anaerob – aerob dengan tumbuhan Eceng gondok mampu menurunkan lebih tinggi konsentrasi nitrat. Konsentrasi nitrat, fosfat dan suhu yang diturunkan telah memenuhi baku
9
mutu (PP.82/2001), begitu juga dengan peningkatan pH, dan DO. Hasil olahan limbah cair tahu telah mampu mendukung kehidupan ikan(Nila, Sepat rawa dan Pantau janggut) seiring dengan penurunan nitrat, fosfat dan suhu begitu juga dengan parameter lainnya seperti peningkatan pH dan DO. Saran Untuk penelitian lanjutan disarankan variasi jenis, bentuk dan ukuran media, dan jumlah unit reaktor. Selain itu, disarankan dengan variasi tanaman air yang digunakan selain eceng gondok seperti tanaman yang dikategorikan submerged plants termasuk memvariasikan ikan uji yang lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan dan bernilai ekonomis tinggi. DAFTAR PUSTAKA Adriani, S. N., Krismono, dan Sarnita. 2003. Penilaian Ulang Lima Lokasi Suaka Perikanan di Danau Toba Berdasarkan Kualitas Air dan Parameter Perikanan Lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumberdaya dan Penangkapan Vol. 9 No. 3. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Balch. 1979. Wastewater Microbiology. Wiley-Liss. New York. American. Effendi, H. 2003.Telaahan Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Kanisius.Yogyakarta.190 halaman. Herlambang, A. 2002. Pengaruh Pemakaian Biofilter Struktur sarang Tawon pada Pengolahan Limbah Organik Sistem Kombinasi Anaerobik-aerobik.
JOM OKTOBER 2014
Desertasi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. 304 hal. Kusnadi, 2001. Pertumbuhan dan Kontrol Bakteri.Direktori/FMIPA/Jurusan Pendidikan Biologi.Universitas Pendidikan Indonesia. Khusnuryani.A. 2008. Mikrobia Sebagai Agen Penurun Fosfat Pada Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit.Fak.Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta Myrasandri dan Syafila.2003. Degradasi Senyawa Organik Limbah Cair Tahu dalam Anaeribic Baffled Reactor. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Moertinah, S. dan Djarwanti. 2003. Penelitian Identifikasi Pencemaran Industri Kecil Tahu - Tempe di Kelurahan Debong Tengah Kota Tegal dan Konsep Pengendaliannya. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang. Ningsih, R dalam Sato dan kondo 2006. Kajian Penggunaan Eceng Gondok (Eichhorniacrassipes) Pada Penurunan Senyawa Nitrogen Efluen Pengolahan Limbah Cair PT. Capsugel Indonesia. Fakultas Tekhnologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Peraturan pemerintah. No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Said,
N.I dan S.M. Hidayati.2002. Pengaruh Biofilter Tercelup Terhadap Penghilangan Polutan
10
Organik Dalam Air Baku Air Minum. Jurnal Teknik Lingkungan 2 (1) : 12 – 25. Salmin. 2005. Oksogen terlarut (DO) DAN Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indicator Untuk Menentuakna Kualitas Perairan, Jurnal Oseana XXX, (3), 21-26. Suriawira, U. 2003. Mikro Biologi Air. Instititut Tekhnologi Bandung Sriyana, H.Y., 2006. Kemampuan Eceng Gondok dalam Menurunkan Kadar Pb(II) dan Cr (VI) pada Limbah dengan Sistem Air Mengalir dan Sistem Air Menggenang, Tesis S2, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia UGM, Yogyakarta Syafriadiman, Niken. A dan Saberina. 2005. Prinsip Dasar Pengelolaan Kualitas Air. MM Press CV. Mina Mandiri, Pekanbaru. Yova, F. 2011. Efektivitas Ban Bekas Sebagai Media Biofilter Proses Anaero-Aerob dalam Menurunkan Amoniak dan Fospat Pada Limbah Cair Tahu. Universitas Riau. (tidak diterbitkan).
JOM OKTOBER 2014