Tetap Semangat! -kata Pdt. DR. Johanis Undap, M.Div. (Alm.) Ditulis oleh Tema Adiputra Senin, 01 Juni 2009 17:17
Saya benar-benar kehilangan seorang sahabat. Dia meninggal dunia pada hari Senin, 9 Mei 2005. Di sebuah rumah sakit, Jakarta, setelah terkena serangan stroke untuk kedua kalinya. Saya senang memanggilnya dengan sebutan “pak Undap” sekali pun banyak teman-teman dekatnya menyapa akrab dengan “(pak) Yongki”. Ya! Terduduk di rumah duka dengan teman-teman serta pelayat-pelayat lainnya, mau tidak mau saya menata kembali aneka kenangan dengannya.
Pertama kali jumpa dengannya ketika saya masih “ngurusin” program di Radio Pelita Kasih (RPK). Dia bersama tim dari Fokus Pada Keluarga (FPK) datang ke studio untuk rencana bersiaran tetap. Di situlah saya banyak berurusan dengannya. Dari mulai memperkenalkan dunia siaran khususnya “warna siaran” RPK sampai pada merancang naskah siaran dan sekaligus melakukan simulasi. Wah…terasa sekali perfeksionisnya dan semangatnya untuk memberikan yang terbaik bagi pendengar FPK melalui RPK. Dan sekali pun pernah sejenak kerjasama itu terhenti, namun pada waktu manajemen baru, kembali kerjasama yang manis tersebut dapat terjalin. Sehingga FPK semakin dikenal dan RPK mendapat materi siaran yang berbobot. Ya! Waktu itu, relasi kami biasa-biasa saja.
Ada satu kesempatan yang tidak terduga. Suatu malam di teras studio, dia baru saja datang dari kuliah pasca sarjana yang ditempuhnya. Sambil menunggu jam siaran yang masih agak lama, maka saya menemaninya di teras itu. Kami pun berbincang. Dan sebagaimana biasa dialah yang banyak berinisiatif untuk menceritakan berbagai hal. Sangat tercatat dalam hati saya ketika dia bercerita bagaimana di dalam perkuliahan itu dia berjuang untuk “menyangkal diri”. Katanya: “Bayangkan Tema, saya yang boss ini, yang juga adalah dosen, sekarang disuruh-suruh dosen untuk mengerjakan tugas. Dan harus duduk di bangku di dalam ruang kuliah bersama-sama orang lain, sebagai mahasiswa. Tetapi di situlah saya merasakan bagaimana sebenarnya melaksanakan penyangkalan diri itu!” Hm…hm…tentu saja saya dapat membayangkan apa yang dialami dan dirasakannya itu. Jujur saja, bila saya diperhadapkan pada situasi yang seperti itu, maka perlu perjuangan tersendiri untuk dapat “menyangkal diri” dan memposisikan diri sebagaimana mestinya. Dan untuk hal yang seperti ini, beradaptasi, setiap orang berbeda-beda kemampuannya dan kecepatan waktunya. Ya! Pengalaman yang diceritakannya itu acapkali teringat oleh saya manakala saya memasuki sebuah “situasi” yang mengharuskan saya “menyangkal diri”, melupakan sejenak status dan jabatan, serta jam terbang siaran. Dan ini ternyata menjadi wahana untuk
1/5
Tetap Semangat! -kata Pdt. DR. Johanis Undap, M.Div. (Alm.) Ditulis oleh Tema Adiputra Senin, 01 Juni 2009 17:17
beroleh kerendah-hatian!
Suatu saat ada pertemuan dengan beberapa wakil stasiun radio dari daerah yang menyiarkan program-program rohani. Saya ikut dalam pertemuan itu. Dan pak Undap, sebagai salah seorang pembicara. Wah…terkejut juga saya, ketika dia manyampaikan materi yang berkaitan dengan dunia radio siaran. Ternyata bapak yang satu ini cepat belajar dan cepat menguasai masalah dari apa yang digelutinya selama bersiaran atas nama lembaga FPK. Nah, pertemuan yang dilangsungkan di Wisma PGI Jalan Teuku Umar, Jakarta, itu juga memberi sebuah kesan yang lain dari pada yang lain. Sewaktu makan siang bersama peserta di kantin wisma, saya satu meja dengannya, dan setelah usai makan ada kesempatan kami berbincang berdua. Ehhh…tiba-tiba dia berujar: “Tema, kalau kau ada proposal untuk mengembangkan daerahmu, kampung halamanmu, dalam bentuk proyek apa saja, saya akan membantumu. Saya punya akses ke Bappenas yang dapat segera menurunkan dana yang kau perlukan!” Waooow…betapa terkejutnya saya mendengar itu. Rupanya, diam-diam sahabat saya ini---karena memang kami lama tak bertemu akibat saya banyak keluar kota sebagai konsultan radi o siaran---mulai merambah ke “dunia” lain. Ya! Tentu saja saya senang mendengar tawaran itu, dan meresponsnya dengan positif, sekali pun pada akhirnya…saya menyerah…karena tidak pernah ada waktu untuk membuat proposal yang dimintanya. Namun, saya sungguh trenyuh, betapa dia telah menggulirkan bola untuk saya, untuk membantu saya agar mau berpikir untuk kemajuan daerah sendiri maupun daerah lain yang perlu kita tolong.
Sewaktu pesta demokrasi melanda Indonesia tahun 2004, saya kembali berjumpa dengannya di studio. Saya waktu itu masih hilir mudik pulang pergi Jakarta – luar kota. Namun saya berkesempatan untuk membantu sebuah lembaga ministry yang bersiaran di RPK sebagai pemandu independen. Saat berjumpa itulah kembali saya terkejut mendengar ceritanya! Ternyata dia adalah Caleg yang mewakili sebuah partai politik daerah pemilihan Papua. Bercerita panjang lebarlah dia. Terutama tentang “kekalahan”-nya. Dari ceritanya itu saya yang awam ini mendengar banyak tentang berbagai trik-trik kotor dalam meraih jumlah suara yang sangat diperlukan untuk gol ke Senayan. Wah…wah…wah…hanya itu yang terucap dari mulut saya, mendengar ceritanya yang menyedihkan itu. Namun dia bercerita santai saja. Tetap bersemangat. Dan sesantai dia menceritakan bahwa belum lama dalam suasana pesta demokrasi itu, dia telah diopname--—tak sadarkan diri beberapa hari---akibat serangan stroke yang pertama!
Pembicaraan tentang dunia politik itu, ternyata berlanjut lagi setelah dia siaran---karena dia meminta saya menunggu. Dia mengantar saya dengan taksinya
2/5
Tetap Semangat! -kata Pdt. DR. Johanis Undap, M.Div. (Alm.) Ditulis oleh Tema Adiputra Senin, 01 Juni 2009 17:17
yang akan membawanya pulang ke Bintaro Jaya. Saya katakan padanya, tak usahlah mengantar saya, sebab tempat tinggal saya hanya 5 menit dari studio dengan naik mikrolet. Tapi dia tetap ingin mengantar saya, dan masih ingin mengomongkan beberapa hal lagi. Ternyata yang diperbincangkannya di dalam taksi itu adalah: kerinduannya untuk segera mendirikan semacam sekolah politik, untuk menyongsong dan mempersiapkan kader-kader muda bertarung dalam pemilu yang akan datang. Dan saya, sebagai insan radio, komunikator yang berpengalaman, dimintanya untuk membantunya mewujudkan cita-cita itu. Entah mengapa malam itu, di dalam taksi, saya pun “kecipratan” semangatnya dan saya katakan, ya… saya siap membantu! Yahhh…ternyata kerinduan ini, tidak sempat terwujud.
Seingat saya, yang berikut ini adalah pertemuan fisik kami yang terakhir. Malam itu saya berada di studio usai memandu acara. Suasana Indonesia masih berduka karena belum lagi seminggu umur bencana Tsunami yang melanda Aceh dan Nias di akhir tahun 2004 itu. Ketika hendak pulang, saya berpapasan dengannya di pintu masuk studio. Saya yang hendak pamit dia tahan, sembari berkata: “Jangan pulang dulu, saya hendak mewawancarai langsung bupati daerahmu, pulau Nias, di tengah acara konseling keluarga ini. Ayo dengarkanlah di sini”. Sebagai orang yang memiliki jiwa jurnalis, tentu saja momentum itu tidak saya abaikan. Saya pun masuk ke ruang operator, menyaksikan dia di seberang ruangan bersiaran dengan pemandu dari RPK, Lexy Soerya. Mereka membawakan dulu materi konseling, dan nanti di tengah-tengah acara akan ada wawancara dengan Bupati Nias. Saya yang berada di ruang operator melihat kesibukan operator, bung Herman, menghubungi pulau Nias untuk konfirmasi dan kesiapan wawancara langsung jarak jauh tersebut. Akhirnya…berhasil juga terhubung, dan pada waktu yang ditetapkan, wawancara langsung pun terwujud. Senang sekali saya mendengar wawancara itu, karena mendapat informasi aktual langsung dari Bupati. Bahkan saya sempatkan menulis dengan huruf besar-besar di kertas beberapa poin yang perlu mereka tanyakan ke Bupati. Kertas itu saya tunjukkan dari kaca pembatas ruang operator dan ruang siaran. Pak Undap dan bung Lexy pun menanyakannya ke Bupati. He…he…he…kerjasama yang spontan demi kepentingan publik Jakarta yang haus informasi aktual tentang bencana tsunami! Ya! Ternyata belakangan saya ketahui pak Undap itu memang memiliki sahabat-sahabat di Pulau Nias. Dan perhatiannya itu dalam bentuk inisiatif menyelipkan wawancara di acaranya, sangat berdampak positif untuk pendengar di Jakarta.
Saya jujur saja mengatakan, tidak begitu memperhatikan selama ini bahwa kata “Tetap Semangat” adalah ucapannya yang sering terlontar ketika orang lain menanyakan keadaan dirinya maupun ketika ia memberikan sapaan motivatif kepada rekan-rekannya. Ungkapan “tetap semangat” itu baru saya yakini penuh sebagai ungkapan yang acapkali dia lontarkan ketika saya mendengarkan kata-kata sambutan
3/5
Tetap Semangat! -kata Pdt. DR. Johanis Undap, M.Div. (Alm.) Ditulis oleh Tema Adiputra Senin, 01 Juni 2009 17:17
saat kebaktian pelepasan jenazahnya di rumah duka. Beberapa orang sahabatnya, teman sepelayanannya, mengungkapkan kata “tetap semangat” itu adalah milik pak Undap, dan mereka sangat senang ketika pak Undap melontarkan kata motivatif itu dalam berbagai situasi yang ada. Barulah belakangan saya mencoba kembali mengingat-ingat…ya…ya…ya…ada beberapa kali ungkapan itu terdengar dari mulutnya saat berbincang dengan saya. Dan bila saya renungkan ungkapan “Tetap Semangat” ini sungguh sangat positif. Bila kita sedang “loyo”, dengan tekanan suara tertentu, kata-kata itu menjadi pemberi semangat. Dan bila yang menjawab adalah pak Undap, kita tahu bahwa dia tetap semangat dalam menjalani hidupnya (sekalipun di balik senyumnya yang khas itu mungkin saja tersembunyi aneka persoalan hidup pribadi maupun keluarganya, profesinya, dsb.). Apalagi bila kita ditanya bagaimana kabar? Dan kita jawab “tetap semangat!” maka mau tidak mau situasi yang ada adalah situasi yang penuh semangat…!
Dan memang begitulah seharusnya. Kita harus tetap semangat menjalani hidup ini. Melaksanakan tugas panggilan pelayanan kita, profesi kita, walaupun sebenarnya mungkin kita tengah memiliki “duri dalam daging” yang tak kunjung tercabut. Ya! Kita perlu “tetap semangat!”
Pak Undap telah menumbuhkan kenangan dan kesan tersendiri dalam diri saya. Pada malam hari usai penguburannya, seorang ibu yang pernah menjadi sekretarisnya mengirimkan SMS pada saya. Ibu ini adalah juga sahabat saya. Pesan di SMS itu membuat saya terharu, terpana, dan merenungkan sangat dalam. Inilah pesan itu : “…aneh saja bagi saya melihat gundukan tanah yang di dalamnya ada pak Yongki…” Ya! Saya menterjemahkan kata “aneh” itu sebagai kata “misteri”. Inilah salah satu misteri itu: kematian!
Namun satu hal yang menjadi catatan hati saya adalah: pak Undap telah mengisi hari-hari hidupnya untuk menyenangkan hati Tuhan dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Dia telah menyelesaikan tugasnya. Sehingga Bapa di Surga telah memanggilnya. Selamat jalan pak Undap…selamat berjumpa dengan BAPA Surgawi!! Kami yang ditinggalkan masih harus terus mengingat dan melaksanakan tugas tersebut yakni: (Matius 28:19-20) “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
4/5
Tetap Semangat! -kata Pdt. DR. Johanis Undap, M.Div. (Alm.) Ditulis oleh Tema Adiputra Senin, 01 Juni 2009 17:17
Jakarta, 15 Juni 2005
Tema Adiputra
5/5