ANALISIS KETIDAKPASTIAN DAN SENSITIFITAS VOLUMETRIK TERHADAP MULTI REALISASI FACIES DAN NON-FACIES, MULTI POROSITAS, DAN MULTI SATURASI AIR: STUDI KASUS RESERVOAR RN, LAPANGAN D
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
BUDI RAHIM PERMANA 0606001185
KEKHUSUSAN GEOFISIKA RESERVOAR PROGRAM PASCASARJANA FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2009
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
ANALISIS KETIDAKPASTIAN DAN SENSITIFITAS VOLUMETRIK TERHADAP MULTI REALISASI FACIES DAN NON-FACIES, MULTI POROSITAS, DAN MULTI SATURASI AIR: STUDI KASUS RESERVOAR RN, LAPANGAN D
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
BUDI RAHIM PERMANA 0606001185
KEKHUSUSAN GEOFISIKA RESERVOAR PROGRAM PASCASARJANA FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA 2009
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: Budi Rahim Permana : 0606001185 : Geofisika Reservoar : Analisis Ketidakpastian dan Sensitifitas Volumetrik Terhadap multi realisasi Facies dan non-facies, Multi Porositas, dan Multi Saturasi Air: Studi Kasus Reservoar RN, Lapangan D
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Kekhususan Geofisika Reservoar, Program Pascasarjana Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. MENYETUJUI : PEMBIMBING
Dr. Abdul Haris NIP : 132 090 909 PENGUJI PENGUJI
PENGUJI
PENGUJI
Prof.Dr. Suprajitno Munadi
Dr. Ricky Wibowo
Dr. Carlos Tarazona
PROGRAM PASCASARJANA KETUA SIDANG
Dr. DEDI SUYANTO NIP : 130 935 271
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan pada Program Magister Fisika di Universitas Indonesia. Penelitian dan penulisan tesis ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan baik moril maupun spirituil dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu dan bapak saya tercinta yang telah mendidik dan membesarkan saya 2. Andriani dan Rara tercinta yang telah membantu secara moral dan material 3. Bapak Dr. Abdul Haris, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran di dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini. 4. Pihak PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah membantu dalam usaha memperoleh data yang diperlukan penulis. 5. Teman – teman Geofisika Reservoar UI angkatan 2006 khususnya Nina, Roy, Iman, dkk. atas dukungan dan duka sukacitanya ketika kuliah malam 6. Rekan-rekan kerja di CPI atas diskusi dan ilmunya Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan sebagai bahan untuk perbaikan dan pengembangan di kemudian hari. Semoga tulisan ini bisa berguna bagi pengembangan ilmu geofisika khususnya dalam bidang industri perminyakan, rekan-rekan mahasiswa dan pihak-pihak lain yang tertarik dalam bidang ilmu geofisika sebagai salah satu sumbangan ilmiah. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan ilmu yang berguna bagi kita semua. Amien. Duri, Januari 2009
Penulis
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Program Studi Jurusan Fakultas
: Budi Rahim Permana : 0606001185 : Geofisika Reservoar : Fisika : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti-Non Ekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Ketidakpastian dan Sensitifitas Volumetrik Terhadap multi realisasi Facies dan non-facies, Multi Porositas, dan Multi Saturasi Air: Studi Kasus Reservoar RN, Lapangan D beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEkslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya, dan menampilkannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama telah mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, Januari 2009
(Budi Rahim Permana)
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
ABSTRAK Nama Pembimbing Program Studi Judul
: Budi Rahim Permana : Dr. Abdul Haris : Geofisika Reservoar : Analisis Ketidakpastian dan Sensitifitas Volumetrik Terhadap Multi Realisasi Facies dan Non-Facies, Multi Porositas, dan Multi Saturasi Air: Studi Kasus Reservoar RN, Lapangan D, Cekungan Sentral Sumatra
Reservoar RN merupakan reservoar batupasir di Area G yang merupakan bagian dari Lapangan Minyak D. Reservoir ini merupakan reservoar paling dangkal di area ini dan merupakan bagian dari Formasi Bekasap. Secara Seismo-Stratigrafi reservoar RN merupakan bagian dari endapan post-rift Studi analisis ketidakpastian dan sensitifitas volumetrik khususnya original oil in place (OOIP) terhadap multi realisasi facies dan non-facies, multi porositas, dan multi saturasi air ini dilakukan untuk memberikan kisaran dan gambaran ketidakpastian dari kandungan minyak yang ada pada reservoar RN berdasarkan beberapa data yang ada dan beberapa metode pemodelan. Dari hasil penelitian ini akan didapatkan beberapa parameter dan metode yang memberikan ketidakpastian terhadap perhitungan OOIP. Dengan demikian akan membantu penelitian selanjutnya untuk mengurangi ketidakpastian OOIP ini berdasarkan hasil sensitifitas yang dilakukan pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan cara pemodelan 3D geoseluller dengan metode geostatistik. Beberapa hal yang diakomodasi dalam analisis ketidakpastian dan sensitifitas ini adalah: pemodelan properti reservoar dengan atau tanpa melalui pemodelan facies; dua metode penentuan porositas efektif yaitu metode dari Subiyantoro dan metode CSP (Chevron Standard Porosity); penggunaan saturasi air langsung dari perhitungan petrofisika sumur (SWE) dan penggunaan saturasi air irreducible hypothetic; serta penggunaan beberapa metode realisasi. Berdasarkan hasil studi memberikan kisaran ketidakpastian OOIP untuk reservoar RN di Area G adalah P10 93 MMSTB, P50 105 MMSTB, dan P90 186 MMSTB. Realisasi properti reservoar melalui pemodelan facies memberikan nilai OOIP lebih kecil sekitar 14 % dibandingkan pemodelan properti tanpa melalui pemodelan facies. Penggunaan porositas efektif berdasarkan metode CSP menghasilkan OOIP yang lebih kecil sekitar 4 % dibandingkan penggunaan porositas efektif dari Subiyantoro. Penggunaan SWIRR (saturasi air irreducible hypothetic) menghasilkan OOIP 40% lebih besar jika dibandingkan pemodelan menggunakan SWE. Kata kunci: Analisis ketidakpastian, analisis sensitifitas, OOIP (original oil in place), facies, porositas efektif, SWE (saturasi air efektif), SWIRR (saturasi air irreducible), geostatistik
i Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
ABSTRACT Name : Lecture : Study Program: Judul :
Budi Rahim Permana Dr. Abdul Haris Reservoir Geophysics Volumetric Uncertainty and Sensitivity Analysis due to Multi Realization of Facies and Non Facies, Multi Porosity, and Multi Water Saturation: Case Study Reservoir RN, D Field, Central Sumatra Basin
RN sandstone reservoirs are part of Area G reservoir in D Oil Field. These reservoirs are the shallowest reservoir in this area and part of Bekasap Formation. Based on seismostratigraphy these reservoirs were deposited as post-rift sediment. Volumetric especially original oil in place (OOIP) uncertainty and sensitivity analysis due to multi realization facies and non-facies, multi porosity, and multi water saturation was done to capture OOIP range of uncertainty. This uncertainty occurs based on the data availability and modeling methodology. This research could give some information of sensitivity from several data, parameter, and methodology that could give OOIP uncertainty and would be a feedback or input for another research to reduce the uncertainty. This research was done by 3D geoceluller modeling using geostatistical method. Several things that were accommodated in this analysis are: property modeling using facies modeling and property modeling without using facies modeling; two effective porosity using Subiyantoro and CSP (Chevron Standard Porosity) methods; two kinds of water saturation, effective water saturation (SWE) and hypothetical irreducible water saturation (SWIRR); and several kinds of realization. The result of this research gave OOIP uncertainty for RN reservoir in Area G: P10 93 MMSTB; P50 105 MMSTB; P90 186 MMSTB. Property realization through facies modeling gave OOIP smaller (14 %) than property realization without using facies modeling. Effective porosity using CSP method gave OOIP smaller (4%) than using Subiyantoro method. SWIRR gave OOIP greater (40%) than using SWE. Key words: Uncertainty Analysis, Sensitivity Analysis, OOIP (original oil in place), facies, effective porosity, SWE (effective water saturation), SWIRR (irreducible water saturation), geostatistic
ii Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK………………………………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...
iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………..
v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………..
vii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………..
1
1.1 Obyek Penelitian……………………………………………………………..
1
1.2 Latar Belakang……………………………………………………………….
2
1.3 Tujuan dan Batasan Studi……………………………………………………
4
1.4 Sistematika Penulisan…………………………………………………………
5
BAB 2 KERANGKAGEOLOGI UMUM LAPANGAN DURI DAN TEORI DASAR…
6
2.1 Perkembangan Tektonik Cekungan Sumatra Tengah………………………..
6
2.2 Perkembangan Tektono-Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah……………..
8
2.3 Geologi Lapangan D....………………………………………………………
8
2.3.1 Struktur Lapangan D....…………………………………………..
9
2.3.2 Stratigrafi Lapangan D...………………………………………….
10
2.3.3 Seismo-Stratigrafi Lapangan D...…………………………………
10
2.4 Analisis Electro-Facies dengan Metode Analisis Cluster……………………
11
2.5 Penentuan Porositas…………………………………………………………..
15
2.6 Penentuan VSH (volume dari shale)…………………………………………
19
2.7 Penentuan saturasi air (Sw)…………………………………………………..
19
2.8 Model 3D Geoseluller…………………………………………………………
20
2.8.1 Variogram…………………………………………………………..
21
2.8.2 Sequential Gaussian Simulation (SGS)…………………………….
23
2.8.3 Sequential indicator Simulation (SIS)………………………………
24
BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL…………………………………………….
25
3.1 Data……………………………………………………………………………
25
3.2 Analisis Electro-Facies………………………………………………………..
27
3.3 Penentuan Porositas dengan metode CSP……………………………………..
30
3.4 Penentuan Saturasi Air (Sw)…………………………………………………... 33
iii Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
3.5 Model 3D Geoseluller…………………………………………………………. 35 3.5.1 Pemodelan Struktur…………………………………………………. 38 3.5.2 Pemodelan Facies…………………………………………………… 40 3.5.3 Pemodelan Porositas……………………………………………....... 43 3.5.4 Pemodelan VSH (volume dari shale)……………………………….. 46 3.5.5 Pemodelan Saturasi Air (SW)………………………………………. 47 BAB 4 PERHITUNGAN OOIP, ANALISIS KETIDAKPASTIAN, DAN ANALISIS SENSITIFITAS DARI SELURUH REALISASI………………………………………….. 53 4.1 Perhitungan OOIP……………………………………………………………… 53 4.2 Analisis Ketidakpastian OOIP…………………………………………………. 54 4.3 Analisis Sensitifitas OOIP……………………………………………………… 55 4.4 Diskusi…………………………………………………………………………. 57 4.5 Rekomendasi…………………………………………………………………… 58 BAB 5 KESIMPULAN……………………………………………………………………… 59 DAFTAR REFERENSI…………………………………………………………………….. 61 LAMPIRAN
iv Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian. Lapangan D Area G…………………………………….. 1 Gambar 1.2 Peningkatan produksi lapangan dengan penerapan metode recovery menggunakan injeksi uap……………………………………………………… 2 Gambar 1.3 Peta struktur Lapangan D……………………………………………………... 3 Gambar 2.1 Peta cekungan-cekungan berumur Tersier di Sumatra………………………… 6 Gambar 2.2 Perkembangan tektonik Cekungan Sumatra Tengah………………………….. 7 Gambar 2.3 Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah………………………………… 8 Gambar 2.4 Penampang struktur geologi Lapangan Duri………………………………….. 9 Gambar 2.5 Penampang seismik dan interpretasi sekuen dari batuan sedimen di Lapangan D… ……………………………………………………………… 10 Gambar 2.6 Proses pengukuran jarak antar data dan clustering……..……………………… 14 Gambar 2.7 Dendogram dan proses clustering……………………………………………... 14 Gambar 2.8 Porositas batupasir…………………………………………………………….. 15 Gambar 2.9 Terminologi porositas di batuan shaly-sand…………………………………... 16 Gambar 2.10 Metode CSP………………………………………………………………….. 18 Gambar 2.11 Analisis eksperimental dan interpretasi variogram………………………….. 21 Gambar 2.12 Tiga pemodelan variogram………………………………………………….
22
Gambar 2.12 Algoritma SGS……………………………………………………………… 23 Gambar 2.13 Algoritma SIS……………………………………………………………….. 24 Gambar 3.1 343 data sumur……………………………………………………………….. 26 Gambar 3.2 Data wireline log dan marker…………………………………………………. 26 Gambar 3.3 Dua input faulted surfaces……………………………………………………. 27 Gambar 3.4 Diagram alur analisis cluster…………………………………………………. 28 Gambar 3.5 Pengelompokan dan karakterisasi electro-facies……………………………..
29
Gambar 3.6 Cross plot electro-facies……………………………………………………… 29 Gambar 3.7 Electro-facies……………………………………………………………………… 30 Gambar 3.8 Diagram alur perhitungan porositas menggunakan metode CSP…………….. 31 Gambar 3.9 Loglan dari CSP………………………………………………………………. 31 Gambar 3.10 Cross plot CSP………………………………………………………………. 32 Gambar 3.11 Histogram PHIE_GS dengan PHIE_CSP…………………………………… 32 Gambar 3.12 Perbedaan porositas antara metode yang dihasilkan oleh Subiyantoro (GS) dan metode CSP……………………………………….
33
v Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.13 Grafik perubahan SWE terhadap PHIE……………………………………… 34 Gambar 3.13 J-curve untuk SWIRR………………………………………………………
35
Gambar 3.14 Alur kerja pemodelan geoseluller di Petrel…………………………………
36
Gambar 3.15 Diagram alur pembuatan model 3D geoseluller…………………………….
37
Gambar 3.16A Pembuatan model struktur .………………………………….....................
39
Gambar 3.16B Grid yang terbentuk dan OWC……………………………………………
39
Gambar 3.17 Layering pada setiap zona ………………………………………………….
39
Gambar 3.18 Sumur yang mempunyai OWC……………………………………………..
40
Gambar 3.19 Electro-facies dan electro-facies yang di-upscaled………………………....
40
Gambar 3.20 Modul pemodelan facies dengan SIS di Petrel……………………………...
41
Gambar 3.21 Salah satu contoh interpretasi variogram…………………………………… 41 Gambar 3.22 Proporsi vertikal facies di zona RN 1 dan RN 2........………………………. 41 Gambar 3.23 Penampang pada I=37 Realisasi Facies A dan B…………………………… 42 Gambar 3.24 Peta penyebaran Facies A untuk setiap zona……………………………….. 42 Gambar 3.25 Peta penyebaran Facies B untuk setiap zona……………………………….. 43 Gambar 3.26 Modul permodelan petrofisika di Petrel…………………………………….. 43 Gambar 3.27 Porositas pada facies-facies non reservoir…………………………………... 44 Gambar 3.28 Penampang model PHIE_GS pada I=37…………………………………….. 45 Gambar 3.29 Penampang model PHIE_CSP pada I=37…………………………………… 45 Gambar 3.30 Histogram dan nilai statistic dari setiap realisasi porositas………………….. 46 Gambar 3.31 Data statistik pemodelan VSH pada zona reservoir dengan 3 skenario……… 47 Gambar 3.32 Penampang pemodelan VSH pada I=37……………………………………… 47 Gambar 3.33 Penampang dari realisasi SW secara langsung………………………………. 49 Gambar 3.34 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies A………… 50 Gambar 3.35 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies B…………. 51 Gambar 4.1 Modul perhitungan volume di dalam Petrel…………………………………… 53 Gambar 4.2 Histogran nilai OOIP dari scenario SWE dan SWIRR untuk seluruh zona reservoir………………………………………………………………… 54 Gambar 4.3 Sensitifitas OOIP terhadap metode dan skenario…………………………….. 56
vi Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sensitifitas perubahan porositas terhadap SWE………………………………….. 34 Tabel 3.2 Data statistik untuk setiap realisasi SW pada zona reservoir……………………. 48 Tabel 3.3 Koefisien korelasi data log tanpa penyaringan facies……………………………. 52 Tabel 3.4 Koefisien korelasi data log dengan penyaringan facies reservoir………………… 52 Tabel 4.1 Kisaran OOIP dari 28 perhitungan……………………………………………….. 54 Tabel 4.2 Probabilitas OOIP yang hanya melibatkan SWE…………………………………. 55 Tabel 4.3 Probabilitas OOIP yang hanya melibatkan SWIRR………………………………. 55
vii Universitas Indonesia Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Obyek Penelitian Lapangan Minyak D terletak 120 kilometer sebelah barat laut Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Lapangan ini dioperasikan oleh PT Chevron Pacific Indonesia di bawah kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract) dengan BP Migas di dalam Blok Rokan. Daerah penelitian berada di Lapangan D Area G (warna jingga) di bagian Tenggara dari lapangan ini (Gambar 1.1)
Lapangan D
Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian. Lapangan D Area G.
Obyek penelitian adalah reservoar
RN yang merupakan bagian dari Formasi
Bekasap. Penelitian dilakukan berdasarkan data petrofisika dari sumur untuk karakterisasi reservoar dan untuk menganalisis ketidakpastian dari volumetrik
Universitas Indonesia 1 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
khususnya original oil in place (OOIP) dikarenakan pemodelan facies, metode penentuan porositas, saturasi air dan metode pemodelan yang berbeda . 1.2 Latar Belakang Lapangan Minyak D merupakan lapangan minyak terbesar kedua di Indonesia setelah Lapangan Minyak Minas. Lapangan ini ditemukan tahun 1941 dengan kedalaman 250 sampai 700 kaki (sumur D #1) dan mulai diproduksikan tahun 1958. Luas lapangan ini sekitar 144 kilometer persegi yang terbagi menjadi 11 area. Perkiraan OOIP (original oil in place) dari lapangan ini sekitar 6,2 milyar barrel (Johannesen, dkk, 1990). Minyak yang dihasilkan merupakan minyak berat dengan standar API kurang lebih 24. Pada tahun 1958 sampai dengan 1960-an dilakukan produksi secara primer dengan puncak produksi sekitar tahun 1965. Produksi saat itu mencapai 65.000 barrel setiap hari. Selanjutnya mulai tahun 1990 dilakukan proyek DSF (D Steam Flood) untuk meningkatkan recovery factor. Pada tahun 1996 Lapangan D mencapai puncak produksi dengan produksi sekitar 300.000 barrel setiap hari (Subiyantoro, G., 2003). Pada tahun 2006 produksi kumulatif mencapai 2 milyar barrel tetapi produksi harian mulai menurun menjadi sekitar 200.000 barrel per hari (Winderasta W., 2006). Sejarah produksi Lapangan D dapat dilihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2 Peningkatan produksi lapangan dengan penerapan metode recovery menggunakan injeksi uap (BPMIGAS, 2006, Website)
Universitas Indonesia 2 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Produksi minyak Lapangan D dihasilkan dari Formasi Bekasap. Formasi Bekasap terdiri dari reservoar KD, PR, dan RN. Produksi Lapangan D dari reservoar-reservoar sangat tergantung dari injeksi uap kedalam reservoar. Area G adalah area paling Barat (Gambar 1.1), dengan produksi pada akhir tahun 2008 sekitar 12.000 barrel per hari. Produksi Area G hanya berasal dari reservoar KD, PR dan RN. Kedalam reservoar-reservoar ini sekitar 650 kaki di bawah permukaan air laut (TVDSS ft). Area ini terpotong-potong oleh sesar yang merupakan struktur sesar negative flower structure (Wawancara dengan Johansen S., September 2007). Struktur di Area G ini dapat dilihat pada gambar 1.3.
Gambar 1.3 Peta struktur Lapangan D
Lapangan D memiliki jumlah sumur yang sangat banyak sebagai konsekuensi di terapkannya steam flood. Jumlah keseluruhan sumur di Lapangan D mencapai sekitar delapan ribu sumur. Area G sendiri memiliki sekitar 550 sumur yang terdiri dari sumur produksi, sumur injeksi, dan sumur observasi. Dengan jumlah sumur yang demikian banyak, memungkinkan untuk melakukan karakterisasi reservoar dengan metode geostatistik yang melibatkan data petrofisika dan markers. Hasil pemodelan
Universitas Indonesia 3 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
geostatistik ini sangat tergantung dari cara penentuan porositas dan metode yang dipakai dalam pendistribusian properti dari reservoar tersebut. Pemodelan geostatistik sebelumnya dilakukan untuk seluruh Lapangan D dengan menggunakan data porositas yang dihasilkan dari data density log. Metode pemodelan dilakukan secara sederhana dengan cara mendistribusikan data porositas secara langsung yang dikontrol oleh interpretasi variogram. 1.3. Tujuan dan Batasan Studi Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gelar Magíster Sains pada Departemen Físika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia tahun ajaran 2008/2009. Disamping itu, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan dua skenario realisasi (atas dasar electro-facies dan atas dasar properti secara langsung), pengaruh dua metode penentuan porositas, dan skenario yang lainnya. Hasil dari pemodelan ini diharapkan dapat menangkap ketidakpastian terhadap vulometrik khususnya OOIP dan sensitifitas setiap metode yang dipakai. Studi dilakukan terbatas hanya pada Reservoar RN di Area G saja. Teknik pemecahan masalah difokuskan pada analisis electro-facies dan analisis petrofisika yang terdiri dari 2 metode dalam penentuan porositas yaitu metode berdasarkan log density dan metode CSP yang melibatkan data density log dan neutron log. Selain itu, dalam pemodelan geostatistik terdiri dari 2 metode dalam pendistribusian properti yaitu berdasarkan electro-facies yang dihasilkan dari cluster analisis dan pendistribusian properti secara langsung tanpa melalui pemodelan facies. Peranti lunak yang digunakan dalam analisis cluster dan petrosika adalah Geolog, sedangkan untuk pemodelan geostatistik dan penghitungan volumetrik menggunakan Petrel.
Universitas Indonesia 4 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab. Kelima bab ini menjelaskan latar belakang, landasan teori, proses pengolahan, analisis, dan kesimpulan. Pada bab satu akan menjelaskan obyek penelitian, latar belakang, tujuan dan batasan studi. Di dalam bab ini akan menggambarkan secara umum permasalahan yang ada dan tujuan dari penelitian ini. Pada bab dua akan mendeskripsikan dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian mulai dari geologi regional, geologi lapangan D, analisis cluster, penentuan porositas menggunakan density log dan CSP, penentuan saturasi air menggunakan persamaan Simandoux, pemodelan statik modeling. Pada bab tiga akan memaparkan tentang data yang digunakan, pengolahan data dan hasilnya yang terdiri dari: analisis clusters (electro-facies), analisis properti petrofisika (porositas, VSH, dan SW), dan pemodelan 3D geoseluller (pemodelan facies, porositas, VSH, dan SW). Pada bab empat merupakan pembahasan dari hasil studi yang mencakup Perhitungan OOIP dengan hasilnya berupa kisaran ketidakpastian, sensitifitas OOIP terhadap skenario, porositas, SW, dan metode realisasi, serta diskusi tentang pemodelan ini. Pada bab lima berisi tentang kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan rekomendasinya untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia 5 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
BAB 2 KERANGKA GEOLOGI UMUM LAPANGAN D DAN TEORI DASAR Lapangan D merupakan bagian dari Cekungan Sumatra Tengah sehingga prosesproses geologi yang berlangsung mengikuti pola-pola struktur yang ada di Cekungan Sumatra Tengah. 2.1 Perkembangan Tektonik Cekungan Sumatra Tengah Menurut Cameron tahun 1983, Cekungan Sumatra Tengah mempunyai luas kurang lebih 52.000 km2 yang dibatasi oleh Tinggian Asahan di sebelah utara, Pegunungan Tigapuluh di sebelah tenggara, Bukit Barisan di sebelah barat daya, dan Sunda Craton di sebelah timur (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Peta cekungan-cekungan berumur Tersier di Sumatra.
Universitas Indonesia 6 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Menurut Subiyantoro
(2003), evolusi terbentuknya Cekungan Sumatra Tengah
bersamaan dengan terbentuknya Pegunungan Bukit Barisan, Cekungan Sumatra Utara, dan Cekungan Sumatra Selatan. Sistem terbentuknya cekungan ini hampir sama dengan terbentuknya cekungan-cekungan baru seperti pada Danau Maninjau. Cekungan yang terbentuk akibat sesar strike slip sepanjang Pulau Sumatra yang disertai oleh volkanisme. Sesar strike slip ini terbentuk karena sudut konvergen antara lempeng India-Australia dengan Sumatra sekitar N 6o E dengan laju penunjaman 6,5 cm/tahun. Secara tektonik lempeng, Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang. Heindrick dan Aulia (1993) membagi perkembangan struktur Cekungan Sumatra Tengah menjadi empat fase tektonik. Perkembangan dimulai dari F0 yang terjadi pada Pre-Eosen atau Mesozoikum dan yang lebih tua, F1 yaitu fase rifting yang terjadi pada Eosen-Oligosen, F2 yaitu fase sagging dan transtensional yang terjadi kurang lebih pada Miosen Awal, dan F3 yaitu fasa inversi atau pun kompresi yang terjadi pada Miosen Tengah sampai sekarang (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Perkembangan tektonik Cekungan Sumatra Tengah (Heindrick dan Aulia, 1993)
Universitas Indonesia 7 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
2.2 Perkembangan Tektono-Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah Heindrick dan Aulia (1993) menyimpulkan bahwa akibat bentuk cekungan yang berubah-ubah selama 4 fase yaitu F0, F1, F2, dan F3, menjadikan stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama adalah batuan pre-Tersier yang merupakan batuan dasar. Kelompok kedua adalah Kelompok Pematang yang diendapkan pada saat rifting selanjutnya Kelompok Sihapas diendapkan pada saat sagging. Kelompok terakhir adalah Kelompok Petani yang diendapkan pada saat kompresi (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heindrick dan Aulia, 1993)
2.3 Geologi Lapangan D Lapangan D terletak pada tinggian Rokan (Heindrick dan Aulia, 1993). Pada bagian barat Lapangan D dibatasi oleh sesar geser menganan Sebanga, sebelah utara dibatasi
Universitas Indonesia 8 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
oleh Lapangan Minyak Pager dan Puncak, di sebelah timur dibatasi oleh sinklin Siak Kecil dan sebelah selatan oleh tinggian Minas (Gambar 2.4). 2.3.1
Struktur Lapangan D
Menurut Johannesen dkk. (1990), lapangan D mempunyai kecenderungan struktur antiklin arah utara-selatan dengan panjang 18 kilometer dan lebar 8 kilometer. Pada sayap sebelah timur merupakan sayap yang berbentuk homoklin dengan kemiringan 3 sampai 5 derajat sedangkan dari bagian tengah sampai ke bagian sayap sebelah barat strukturnya semakin komplek karena pengaruh sesar-sesar yang ada. Sesar-sesar yang terdapat di lapangan D umumnya sesar normal yang mempunyai arah umum utaraselatan dengan kemiringan 65 derajat dan pergeseran berkisar 10 sampai 100 kaki. Sesar-sesar ini diyakini berhubungan dengan sesar geser Sebanga.
Gambar 2.4 Penampang struktur geologi Lapangan D
Universitas Indonesia 9 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
2.3.2
Stratigrafi Lapangan D
Litostratigrafi Lapangan D terdiri dari Formasi Pematang dan Kelompok Sihapas (Sukanta, U., dkk, 2004). Kelompok Sihapas dapat dibagi menjadi Formasi Menggala, Bangko dan Bekasap. Formasi Bangko dapat dibagi lagi menjadi DL, JG, dan BJ. Formasi Bekasap yang berada di atasnya dapat dibagi menjadi KD, PR, RN, dan DXXX. Secara sequence stratigraphy (orde ke tiga), Kelompok Sihapas ini terbagi menjadi dua sekuen yaitu sekuen pertama dan sekuen kedua (Sukanta, U., dkk.,2004). Sekuen pertama terdiri dari Formasi Menggala dan Bangko. Kedua formasi ini terdapat diantara SB 25.2 dan SB 22. Sedangkan sekuen kedua terdiri dari KD, PR, RN,dan DXXX. Pada Sequen kedua dapat dibagi lagi menjadi beberapa sekuen set yaitu KD, PR, Lower RN dan Upper RN 2.3.3 Seismo-Stratigrafi Lapangan D Seismo-stratigafi adalah urut-urutan perlapisan batuan sedimen berdasarkan penampakan seismik. Hasil analisis penampang seismik memperlihatkan adanya tiga kelompok batuan yang terdiri dari pre-rift, syn-rift, dan post rift (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Penampang seismik dan interpretasi sekuen dari pengendapan batuan sedimen di Lapangan D
Universitas Indonesia 10 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Endapan pre-rift merupakan batuan dasar di Lapangan D. Batas atas dari sekuen prerift adalah erosional truncation sedangkan konfigurasi internalnya adalah chaotic. Ketika terjadi pemekaran atau rifting maka diendapkanlah sekuen syn-rift yang terkelompokkan kedalam Kelompok Pematang. Endapan syn-rift ini dibatasi oleh batas bawah berupa onlap dan batas atas berupa concordance, sedangkan konfigurasi internalnya adalah divergen. Endapan ini mempunyai bentuk membaji dengan ketebalan menebal ke arah barat. Setelah rifting berhenti maka diendapkanlah Kelompok Sihapas sebagai endapan post-rift dengan batas atas dan batas bawah concordance dan konfigurasi internalnya berupa sub paralel. Reservoar RN merupakan bagian dari endapan post-rift 2.4 Analisis Electro-Facies dengan Metode Analisis Cluster Analisis facies dibutuhkan untuk membantu dalam pemodelan 3 dimensi dimana facies dapat menggambarkan arsitektur dari reservoar. Analisis facies dari data bor inti merupakan analisis yang sangat akurat dalam penentuan facies dari reservoar, sayangnya data bor inti sangatlah jarang. Dengan demikian penentuan facies dengan menggunakan data logging merupakan suatu cara yang efektif untuk menggambarkan arsitektur dari reservoar dan akan membantu dalam pemodelan 3 dimensi. Hasil analisis facies dengan menggunakan data logging adalah electro-facies. Electro-facies adalah suatu pengklasifikasian facies berdasarkan respon dari data log yang mencerminkan karakteristik dari sedimen tersebut sehingga dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Analisis electro-facies dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan cara interpretasi secara manual, cut off, clustering, dll. Dalam bab ini akan dibahas secara lebih detail mengenai analisis electro-facies menggunakan metode clustering. Analisis cluster adalah suatu metode untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan suatu individu berdasarkan kemiripan dari karakteristik yang dimilikinya. Hasil dari
Universitas Indonesia 11 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
analisis ini berupa beberapa kelompok yang mencerminkan heteroginitas. Setiap kelompok yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang relatif mirip. Secara umum pengelompokan data dengan analisis cluster terdiri dari 3 tahapan, antara lain: 1. Transformasi data 2. Pengukuran jarak antara satu data dengan data yang lain 3. Clustering atau pengelompokan Transformasi data merupakan tahap yang sangat penting. Transformasi ini adalah suatu metode untuk mengubah satuan dan kisaran dari data-data yang akan kita gunakan sehingga semua parameter yang akan digunakan mempunyai satuan dan kisaran yang sama. Keseragaman ini akan dibutuhkan untuk pengukuran jarak antar data yang kita gunakan. Ada beberapa metode dalam transformasi data di dalam analisis cluster. Charlie Wu (2006) menyebutkan setidaknya ada empat metode yang sering digunakan di dalam analisis cluster, antara lain: 1. Centralization, metode ini digunakan dengan cara mengurangkan data dengan meannya x'
ij
= x ij - x j
(2.1)
x' ij = Nilai baru sesudah transformasi x ij = Nilai asal
x j = Mean 2. Natural Logarithm, metode ini digunakan dengan cara me-log-kan data x' ij = log ( x ij)
(2.2)
x' ij = Nilai baru sesudah transformasi x ij = Nilai asal
Universitas Indonesia 12 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
3. Data Normalization x' ij =
xij −min{xij} max{xij}−min{xij}
(2.3)
x' ij = Nilai baru sesudah transformasi xij = Nilai asal 4. Data Standarization x' ij =
xij − x j Sj
x' ij = Nilai baru sesudah transformasi xij = Nilai asal
(2.4)
Sj = Standard Deviation
x j = Mean Setelah transformasi data tahap selanjutnya adalah pengukuran jarak antar data point. Pada umumnya metode yang digunakan adalah metode Euclidean. Metode ini adalah metode pengukuran jarak biasa seperti pengukuran jarak dengan penggaris dan dapat dibuktikan dengan teori pitagoras (Gambar 2.6). Dalam penerapannya metode ini bisa dilakukan untuk 1 dimensi sampai N dimensi. 1 dimensi, dx = jarak dalam 1 dimensi, P= px , dan Q= qx dx = ( px − qx) 2
2
(2.5)
dimensi, dxy = jarak dalam 2 dimensi, P=( px , py ), dan Q=( qx , qy ) dxy = ( px − qx) 2 + ( px − qx) 2
(2.6)
N dimensi, d 12 n = jarak dalam N dimensi, P=( p1 , p 2 ,…, pn ), dan Q=( q1 , q 2 ,..., qn ) d 12 n = ( p1 − q1) 2 + ( p 2 − q 2) 2 + ... + ( pn − qn) 2
(2.7)
Universitas Indonesia 13 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 2.6 Proses pengukuran jarak antar data dan clustering (Volpi, B., Donagemma, V., Donna, G.B., 2005)
Setelah pengukuran jarak tahap selanjutnya adalah pengelompokan atau clustering yang akan dilakukan setahap demi setahap dimana dua data yang mempunyai jarak terdekat akan dibuat satu cluster dan berubah menjadi satu data dengan inti di tengahnya. Proses ini diilustrasikan pada gambar 2.6. Selain itu proses clustering dapat diperlihatkan oleh dendogram (Gambar 2.7)
Gambar 2.7 Dendogram dan proses clustering
Universitas Indonesia 14 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
2.5 Penentuan Porositas Porositas adalah perbandingan antara volume pori terhadap volume keseluruhan. Geologi adalah pengontrol utama untuk porositas dimana bila seluruh butirannya berbentuk bundar, tidak terdapat semen, dan kemasnya sama maka porositas batuan akan tidak tergantung terhadap ukuran butir (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Porositas batupasir
Pada umumnya porositas batupasir dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan sehingga terdapat distribusi dari ukuran butir yang menyebabkan porositas semakin rendah. Dengan demikian porositas merupakan fungsi dari kemas, pemilahan, dan sementasi. Dalam penghitungan OOIP, data porositas yang diperlukan adalah porositas efektif. Porositas efektif terdiri capillary bound water, moveable water, dan Hidrokarbon. Dari data logging yang terdiri dari density log dan neutron log akan didapatkan data yang mencerminkan porositas total dari batuan tersebut (Gambar 2.9)
Universitas Indonesia 15 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 2.9 Terminologi porositas di batuan shaly-sand (ETC, 2008)
Dalam penelitian ini akan menggunakan 2 metode dalam penentuan porositas. Metode pertama adalah metode yang digunakan oleh pemodelan terdahulu dimana porositas total ditentukan hanya berdasarkan density log. Metode ke-2 adalah metode terbaru dimana porositas total dihasilkan oleh suatu algoritma berdasarkan density log dan neutron log. Pada metode ke-1, porositas total hanya berdasarkan density log. Massa jenis total (ρb) didefinisikan sebagai massa jenis fluida (ρf) yang menempati pori-pori (Ф) ditambah dengan massa jenis matrik (ρma) yang menempati sisa-sisa dari pori (1Ф)(Dewan, 1983).
ρb = Ф* ρf + (1- Ф)* ρma
(2.8)
Dari persamaan di atas dapat diturunkan persamaan untuk menghitung porositas berdasarkan massa jenis (selanjutnya akan disebut PHIT_GS), namum diperlukan data matrik batuan dari daerah bersangkutan. Persamaan tersebut menjadi:
Universitas Indonesia 16 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
PHIT_GS= (ρma- ρb)/( ρma- ρf)
(2.9)
Lapangan D merupakan reservoar dengan batuan berupa batupasir sehingga massa jenis matrik batuannya sekitar ρma=2,65 gr/c3 sedangkan untuk massa jenis fluida ρf= 1 gr/c3 (Subiyantoro, G., 2003). Porositas efektif (Фe) adalah selisih dari porositas density batuan (PHIT_GS) dengan proporsi porositas lempung di dalam batuan (porositas yang terisolasi, Vcl*Фdcl) (Subiyantoro, G., 2003). Jadi porositas efektif (Фe, selanjutnya akan disebut PHIE_GS) berdasarkan Subiyantoro tahun 2003 didapatkan dari persamaan PHIE_GS=PHIT_GS-Vcl*Фdcl
(2.10)
Dimana Vcl adalah volume lempung yang didapatkan dari persamaan (Subiyantoro, G.,2003) Vcl = (Фn-Фd)/( Фncl-Фdcl) Vcl = (Фn-Фd)/( 0.5-0.03) Vcl=(Фn-Фd)/0.47
(2.11)
Metode ke-2 adalah metode CSP. Metode ini dikembangkan oleh Chevron (Clavaud, J.B., dkk., 2005) sebagai standard dalam penentuan porositas dalam batupasir shaly-
sand dimana secara teori cocok dengan reservoar di Lapangan D. CSP ini merupakan metode internal Chevron sehingga dalam penelitian ini tidak akan dikupas secara mendalam tetapi akan dipaparkan secara sekilas saja. Selain itu, fokus dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan sensitifitas porositas terhadap OOIP.
Universitas Indonesia 17 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Filosofi dari metode ini adalah (Clauvaud, J.B., dkk., 2005): •
Cross plot antara log neutron dan log density dengan asumsi mengetahui nilai fluida dan properti dari matrik.
•
Posisi shale di dalam cross plot.
•
Penentuan shale dengan 0 unit porositas yang biasanya didasarkan oleh massa jenis shale sebesar 2,71 gr/cc.
•
Pembentukan
segitiga
yang
membatasi
data
point
sehingga
dapat
menghasilkan porositas total (PHIT_CSP) (Gambar 2.9). •
Penentuan VSH (volume dari shale) yang tidak tergantung dari PHIT_CSP.
•
Penentuan porositas efektif (PHIE_CSP)dengan cara: PHIE_CSP=PHIT_CSP-VSH*VCBW
(2.12)
dimana VCBW adalah volume dari clay bound water
A
B C
Gambar 2.10 Metode CSP (Clauvaud, J.B., dkk., 2005)
Gambar 2.10 A menunjukan metode CSP secara grafik. Grafik ini dibatasi oleh segitiga yang dibentuk oleh nilai RHOB (massa jenis) dan NPHI (neutron) dari matrik, dry shale, shale, dan fluida. Gambar 2.10 B menunjukkan diagram segitiga CSP yang digunakan untuk mengukur PHIT. Gambar 2.10 C menunjukkan diagram segitiga CSP yang digunakan untuk menghitung VSH.
Universitas Indonesia 18 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
2.6 Penentuan VSH (volume dari shale) Volume dari shale (VSH) menunjukan proporsi dari shale di dalam batuan. Dalam penentuan VSH dapat menggunakan berbagai macam jenis log, tetapi yang umum digunakan adalah gamma ray log (Crain, E.R., 2008). VSH dari gamma ray log ini dihasilkan dengan persamaan sebagai berikut (Crain, E.R., 2008): VSH = (GR-GRmin)/(GRmax-GRmin)
(2.13)
Dimana: VSH = volume shale GR = nilai gamma ray pada log GRmin = nilai gamma ray pada 100% batupasir GRmax = nilai gamma ray pada 100% shale 2.7 Penentuan saturasi air (SW) Dalam perhitungan OOIP dibutuhkan data saturasi minyak di dalam pori-pori batuan. Saturasi minyak di reservoar minyak didapatkan dari satu dikurangi saturasi air (SW) (So =1-SW). Penentuan SW didalam batuan berpori berkembang berdasarkan dua konsep (ETC, 2008). Konsep pertama adalah berdasarkan perbandingan resistivitas yang ditemukan secara empirik setelah adanya teknologi resistivity log (Persamaan 2.14). Konsep kedua dikembangkan oleh Gus Archie pada tahun 1940-1941 yang menemukan hubungan interestitial yang disebut F atau Formation Factor (Persamaan 2.15). Selanjutnya persamaan ini berkembang menjadi persamaan Archie (Persamaan 2.16). Sw =
Ro Rt
Ro = FRw a Rw Sw n = m × Rt φe
(2.14) (2.15) (2.16)
Dimana: Sw = saturasi air n = eksponen saturasi a = faktor turtuosity
Universitas Indonesia 19 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Φe = porositas efektif m = eksponen sementasi Rw = resistivity air formasi, ohm-m Rt = resistivity total, ohm-m Ro = resistivity total pada batuan yang terisi 100% air, ohm-m Persamaan Archie di atas merupakan persamaan dasar dalam perhitungan saturasi air, tetapi persamaan ini hanya berlaku pada reservoar yang tidak mengandung shale. Dengan demikian persamaan Archie ini tidak dapat digunakan di Lapangan D yang mempunyai fragmen shale didalamnya. Bila persamaan Archie ini dipakai untuk perhitungan SW dibatuan shaly-sand maka hasilnya akan pesimistik. Salah satu persamaan yang cukup efektif untuk pengukuran SW pada batuan shaly-
sand adalah persamaan Simandoux yang diusulkan oleh P.Simandoux pada tahun 1963 (Crain, E.R, 2008). Persamaan ini mengkoreksi persamaan Archie dengan adanya kehadiran shale (Persamaan 2.17). Persamaan inilah yang selama ini digunakan di Lapangan D khususnya dan lapangan lain di Cekungan Sumatera Tengah. 2 C .Rw ⎡ 5φe 2 Vsh ⎞ Vsh ⎤ ⎛ ⎢ ⎥ Sw = + − ⎜ ⎟ Rsh ⎥ φe 2 ⎢ Rw.Rt ⎝ Rsh ⎠ ⎣ ⎦
Dimana :
Sw
= saturasi air
C
= variabel (0.4 untuk batupasir and 0.45 untuk karbonat).
Rw
= resistivity air formasi.
Φe
= porositas efektif.
Rt
= resistivity total.
Vsh
= volume shale.
Rsh
= resistivity shale
(2.17)
2.8 Model 3D Geoseluller Model adalah suatu deskripsi yang sistematik sehingga dapat merepresentasikan suatu obyek. Bentuk suatu model bermacam-macam tergantung dari kebutuhan yang
Universitas Indonesia 20 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
diinginkan dari si pembuat model. Dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan geologi berupa model 3D geoseluller atau model statik. 3D geoseluller adalah pemodelan tiga dimensi berbasis grid untuk memodelkan properti dari reservoar. Pemodelan properti reservoar dilakukan dengan metode geostatistik. Beberapa metode geostatistik yang dilakukan dalam pemodelan ini antara lain analisis variogram, Sequential Gaussian Simulation (SGS), dan Sequential Indicator Simulation (SIS). 2.8.1 Variogram Variogram atau pun semivariogram adalah salah satu alat untuk mengukur kontinuitas atau roughness dari data set secara spatial (Barnes, R., 2003). Analisis variogram terdiri dari variogram eksperimental yang dihitung dari data dan model variogram yang diinterpretasi berdasarkan variogram eksperimental (Gambar 2.11).
Sill
Range
Nugget Range
Gambar 2.11 Analisis eksperimental dan interpretasi variogram Variogram experimental didapatkan dengan pengukuran data pada arah tertentu dan pada jarak tertentu (Wu, C., 2006)
γ ( h) =
1 Σ (Z ( i ) − Z ( i + h ) )2 2N
(2.18)
Universitas Indonesia 21 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Dimana: γ (h) = nilai variogram untuk jarak h N = jumlah pasangan Z(i)= nilai data pada posisi i Z(i+h)= nilai data pada posisi (i+h) Model variogram yang dihasilkan pada umumnya dimodelkan dengan tiga model matematika yaitu spherical, eksponensial, dan Gaussian (Caers, J., 2005) (Gambar 2.12)
a
b
c
Gambar 2.12 Tiga pemodelan variogram a. model spherical b. model eksponential c. model Gaussian (Caers, J., 2005)
Universitas Indonesia 22 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
2.8.2 Sequential Gaussian Simulation (SGS) Metode ini merupakan metode yang sangat populer dikalangan geomodeler untuk mendistribusikan properti reservoar yang bersifat kontinu seperti porositas, VSH, SW, permeabilitas, dll. Metode ini dikembangkan oleh Deutsch dan Journel tahun 1992 (Dubrule, O., 2007). Algoritma SGS bekerja secara berkelanjutan mengisi posisi secara acak (Gambar 2.13). Pada posisi baru akan dicarikan suatu nilai dan variance-nya dengan cara kriging dari nilai sebelumnya dan dari data sumur. Selanjutnya nilai baru ini akan menjadi mean di dalam CDF Gaussian (cumulative density function) sedangkan yang akan mengisis titik kosong ini berasal dari random number dari CDF. Proses selanjutnya adalah menggabungkan nilai baru ini ke dalam data set. Data set baru akan terbentuk dengan penggabungan data sumur (hard data) dengan nilai yang diprediksi. Selanjutnya algoritma SGS akan mencari lokasi baru yang belum diprediksi secara random dan memperkirakannya dengan kriging menggunakan data set yang baru. Proses ini berkelanjutan sehingga tercapai nilai statistik yang diinginkan dalam distribusi Gaussian dan memenuhi input statistik seperti mean, standar deviasi, variogram (Dubrule, O., 2007).
Gambar 2.13 Algoritma SGS (Dubrule, O., 2007)
Universitas Indonesia 23 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
2.8.3 Sequential Indicator Simulation (SIS) Sequential Indicator Simulation adalah simulasi yang sangat popular untuk mendistribusikan atau memperkirakan properti yang diskrit seperti facies, tipe batuan, dll. Metode ini merupakan pendekatan berbasis pixel berdasarkan indicator variogram (Dubrule, O., 2007) Metode SIS dikembangkan oleh Stanford School pada tahun 1989 (Dubrule, O., 2007) yang menghasilkan SGS untuk variabel yang diskrit. Algoritma dari SIS hampir mirip dengan SGS, yang membedakan adalah proses setelah langkah ke-2 dimana nilai tersebut kan disampel dalam indicator sample sehingga nilai pada langkah ke-2 akan dibuat integer berdasarkan probabilitas data disekelilingnya (Dubrule, O., 2007) (Gambar 2.14)
Gambar 2.14 Algoritma SIS (Dubrule, O., 2007)
Universitas Indonesia 24 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL
3.1 Data Dalam penelitian ini mengunakan data-data sebagai berikut: •
Data sumur sebanyak 350 sumur. Dalam model statik data sumur berkurang menjadi 343 sumur karena 7 sumur terletak pada sel yang sama (Gambar 3.1 dan Lampiran 1).
•
343 data wireline log yang terdiri dari gamma ray, neutron, dan density (Gambar 3.2)
•
343 data evaluasi formasi yang terdiri dari PHIE_GS, SWE, VSH, LogPerm (porositas efektif, saturasi air efektif, volume dari shale, dan log dari permeabilitas) yang dibuat oleh Subiyantoro. Data ini sudah ada di dalam sistem di CPI.
•
4064 markers CPI yang terdiri dari Top RN (T_RN), Top RN 1 (T_RN1), Bottom RN 1 (B_RN1), Top RN 2 (T_RN2), Bottom RN 2 (B_RN2), Top RN 3 (T_RN3), Bottom RN 3 (B_RN3), Top RN 4 (T_RN4), Bottom RN 4 (B_RN4), Top RN 5 (T_RN5), Bottom RN 5 (B_RN5), Top PR (T_PR) (Gambar 3.2).
•
2 faulted Surfaces yang diambil dari pemodelan DFFM 2008 (fullfield model 2008). Faulted surfaces ini dihasilkan dari intrepretasi seismik oleh Technical Team HO tahun 2007 dan diedit kembali dengan cara flexing (wawancara dengan Aziz, 2008) (Gambar 3.3)
Terdapat dua proses dalam mengolah data-data sumur sebelum dijadikan input di dalam model geoseluller. Proses itu terdiri dari algoritma untuk electro-facies dan algoritma untuk PHIE_CSP.
Universitas Indonesia 25 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.1 343 data sumur
A
A’ GR
GR
NPHI & RHOB
NPHI & RHOB
Gambar 3.2 Data wireline log dan marker
Universitas Indonesia 26 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
TOP RN
TOP PR
Gambar 3.3 Dua input faulted surfaces
3.2 Analisis Electro-Facies Analisis electro-facies ini merupakan analisis berdasarkan analisis cluster menggunakan perangkat lunak Geolog dari Paradigm. Dari analisis ini hasil yang didapatkan berupa electro-facies yang lebih cenderung kepada litho-facies karena facies jenis ini dikelompokkan berdasarkan wireline log yang mengkarakteristikkan litologi.
Alur kerja (Gambar 3.4) dalam electro-facies ini dimulai dengan pemilihan sumur yang mempunyai wireline log (gamma ray, neutron, dan density) di RN. Setelah terpilih maka akan dilakukan QC secara kualitatif dimana hanya data yang tidak ada pengaruh steam, relatif tidak terproduksikan dan data wireline log yang mempunyai kondisi lubang yang relatif bagus saja yang dipakai. Dari hasil pemilihan itu terpilihlah 350 sumur yang akan dilakukan analisis cluster. Langkah selanjutnya adalah menjadikan data wireline log tersebut menjadi input didalam modul Facimage di Geolog, melakukan analisis cluster dengan metode MRGC (Multi Resolution Graph Based). Setelah selesai, Facimage akan menawarkan beberapa cluster yang
Universitas Indonesia 27 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
harus di QC dan bila diperlukan dapat dilakukan proses penggabungan dari beberapa cluster dan menjadikannya menjadi electro-facies yang akan dimodelkan dalam model geoseluller.
Mulai
QC data log Tidak lolos QC Pemilihan
Tidak dipakai
Lolos QC Input ke Facimage
Cluster Analysis (MRGC)
QC hasil cluster dan penggabungan Cluster (electro-facies)
Selesai Gambar 3.4 Diagram alur analisis cluster
Dari hasil clustering didapatkan 5 electro-facies (Gambar 3.5-3.7) dengan karakterisasi sebagai berikut: •
Facies 1 merupakan facies reservoar terbaik berupa batupasir (sand_1). Cluster ini memiliki nilai GR rendah, NPHI tinggi, dan RHOB rendah.
Universitas Indonesia 28 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
•
Facies 2 merupakan facies bukan reservoar berupa batupasir karbonatan (tight_sand). Cluster ini memiliki nilai GR rendah, NPHI rendah, dan RHOB tinggi
•
Facies 3 merupakan facies reservoar
berupa batupasir dengan kualitas
dibawah facies 1 (sand_2). Cluster ini memiliki GR rendah tetapi lebih tinggi dari facies 1, NPHI tinggi, dan RHOB rendah. •
Facies 4 merupakan facies bukan reservoar berupa batulanau dengan kandungan foraminifera yang cukup banyak (Silt). Cluster ini memiliki GR yang lebih tinggi dari ketiga facies di atas, memiliki NPHI yang sangat tinggi, dan RHOB yang sangat rendah.
•
Facies 5 merupakan facies
bukan reservoar berupa shale. Cluster ini
memiliki GR yang lebih tinggi dari keempat facies di atas, dengan NPHI tinggi dan RHOB sedang. •
GR
Error!Sand
NPHI
RHOB
1
Tight Sand Sand 2 Silt Shale
Gambar 3.5 Pengelompokan dan karakteristik electro-facies
A
B
Gambar 3.6 Cross plot electro-facies A. Cross plot 2D (NPHI -RHOB) B Cross plot 3D (NPHIRHOB-GR)
Universitas Indonesia 29 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Dalam proses selanjutnya (di Petrel) konfigurasi atau kode dari setiap facies tetap sama kecuali untuk facies 5 (shale) berubah menjadi facies 0. A’ A’
AA
Gambar 3.7 Electro-facies
3.3 Penentuan Porositas dengan metode CSP Penentuan porositas dengan metode CSP memerlukan beberapa tahap. Alur kerja (Gambar 3.8) dimulai dengan QC data log dari NPHI dan RHOB. Langkah selanjutnya adalah menentukan parameter-parameter input untuk perhitungan (Gambar 3.9 dan Gambar 3.10), antara lain: •
Fluid neutron porosity = 1
•
Fluid bulk density = 1
•
Matrix neutron porosity = 0
•
Matrix bulk density = 2,65
•
Shale neutron porosity = 0,55
•
Dry shale grain density (0 p.u. shale) = 2,71
•
Volume of Clay Bound Water = 0,1 (Witjaksono, K., 2007, komunikasi lisan)
Universitas Indonesia 30 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Mulai
QC data
log Tidak lolos QC Tidak dipakai
Pemilihan
Lolos QC Input ke modul CSP
Penentuan Parameterparameter
Perhitungan porosity total (PHIT) dan porosity effektif (PHIE)
PHIT_CSP dan PHIE_CSP
Selesai Gambar 3.8 Diagram alur perhitungan porositas menggunakan metode CSP
Gambar 3.9 Loglan (bahasa pemograman di Geolog) dari CSP.
Universitas Indonesia 31 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Hasil dari CSP ini akan menjadi input di dalam Petrel dan penamaan PHIT dan PHIE akan diubah namanya menjadi PHIT_CSP dan PHIE_CSP.
3.10 Cross plot CSP isoporosity (PHIT)
Hasil perhitungan porositas dengan CSP menghasilkan porositas yang lebih kecil dibandingkan data porositas yang sudah ada (berdasarkan density log). Perbedaan secara umum antara PHIE_GS dan PHIE_CSP berkisar 5-6 persen. PHIE_CSP lebih kecil daripada PHIE_GS (Gambar 3.11 dan 3.12).
Gambar 3.11 Histogram PHIE_GS dengan PHIE_CSP
Universitas Indonesia 32 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.12 Perbedaan porositas antara metode yang dihasilkan oleh Subiyantoro (GS) dan metode CSP.
3.4 Penentuan Saturasi Air (SW) Dalam penelitian ini digunakan dua saturasi air yaitu dari persamaan Simandoux (SWE) dan saturasi air irreducible hypothetic (SWIRR). SWE yang digunakan dalam geoseluller model berasal dari CPI database dengan input porositas PHIE_GS. Data ini digunakan untuk pemodelan baik GS maupun CSP karena SWE dengan persamaan Simandoux relatif tidak sensitif dengan perubahan porositas dibawah 10 %, sedang perbedaaan PHIE_GS dan PHIE_CSP hanya berkisar 5 persen. Tabel 3.1 dan gambar 3.13 memperlihatkan sensitifitas perubahan porositas terhadap SWE.
Universitas Indonesia 33 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Parameter C 0.4 RW 2 RT 20 RSH 6 Vsh 0.5 2 C.Rw ⎡ 5φe 2 ⎛ Vsh ⎞ Vsh ⎤ ⎢ ⎥ +⎜ Sw = ⎟ − φe 2 ⎢ Rw.Rt ⎝ Rsh ⎠ Rsh ⎥ ⎣ ⎦
Tabel 3.1 Sensitifitas perubahan porositas terhadap SWE PHIE
GS 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
SW GS 0.55 0.52 0.49 0.46 0.43 0.40 0.38
PHIE
SW
PHIE
SW
PHIE
SW
PHIE
SW
PHIE
SW
-5% 0.143 0.190 0.238 0.285 0.333 0.380 0.428
0.55 0.53 0.50 0.47 0.44 0.41 0.39
-6% 0.141 0.188 0.235 0.282 0.329 0.376 0.423
0.55 0.53 0.50 0.47 0.44 0.42 0.39
-10% 0.135 0.180 0.225 0.270 0.315 0.360 0.405
0.56 0.53 0.50 0.48 0.45 0.42 0.40
-20% 0.12 0.16 0.2 0.24 0.28 0.32 0.36
0.57 0.54 0.52 0.49 0.47 0.45 0.42
-30% 0.105 0.14 0.175 0.21 0.245 0.28 0.315
0.57 0.55 0.53 0.51 0.49 0.47 0.45
Sensitivitas Porositas pada Persamaan Simandoux
0.60
0.55
0.50
SWE
GS 5% 0.45
10% 20% 30%
0.40
0.35
0.30 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
PHIE
Gambar 3.13 Grafik perubahan SWE terhadap PHIE.
Area G pertama kali diproduksikan pada tahun 1977 dan mulai dilakukan steam flood pada tahun 1999. Sejak tahun 1977 sampai sekarang terus dilakukan pengeboran dan pengambilan data logging. Dengan demikian penulis berhipotesis bahwa data SWE
Universitas Indonesia 34 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
dari sumur yang dibor setelah tahun 1977 akan mengalami depletion sedikit ataupun banyak. Dengan demikian dilakukan Skenario lain untuk saturasi air ialah mencoba untuk mendapatkan nilai SWIRR (saturasi air irreducible). Berdasarkan cross plot SWE dengan PHIE maka didapat beberapa kemungkinan JCurve untuk mendapatkan SWIRR di atas oil water contact (OWC) (Gambar 3.13)
Gambar 3.13 J-curve untuk SWIRR.
Berdasarkan cross plot di atas maka dibuat tiga skenario SWIRR dengan persamaan sebagai berikut: SWIRR_low = 0,2202*PHIE-0,4289
(3.1)
SWIRR_mid = 0,1797*PHIE-0,4283
(3.2)
SWIRR_high = 0,1409*PHIE-0,3615
(3.3)
3.5 Model 3D Geoseluller Model geoseluller dibuat dengan tujuan utama untuk menghitung volumetrik khususnya OOIP dengan beberapa skenario untuk mendapatkan sensitifitas OOIP terhadap beberapa konsiderasi. Konsiderasi itu antara lain:
Universitas Indonesia 35 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
•
Pengaruh facies model terhadap OOIP dibandingkan distribusi properti secara langsung.
•
Pengaruh realisasi dua porositas (GS dan CSP) terhadap OOIP.
•
Pengaruh variogram facies terhadap OOIP. Terdapat 2 skenario variogram untuk facies, Facies_A menggunakan variogram secara umum sedangkan Facies_B menggunakan variogram untuk masing-masing zona reservoar.
•
Pengaruh SWE dan SWIRR terhadap OOIP.
•
Pengaruh co-krigging dalam realisasi SW.
Selain itu, secara kualitatif pemodelan ini akan menggambarkan penyebaran properti reservoar di RN Area G. Alur kerja pemodelan (Gambar 3.14 dan 3.15) dilakukan dalam beberapa tahap antara lain:
1. Pemodelan struktur. Pemodelan ini berdasarkan 2 faulted Surfaces dan marker. Grid yang dibentuk untuk penelitian ini adalah unfaulted grid. 2. Setelah pemodelan struktur, proses selanjutnya dibagi menjadi dua yaitu pemodelan properti secara langsung dan pemodelan properti melalui pemodelan facies. 3. Penghitungan OOIP untuk masing-masing skenario
OOIP
Gambar 3.14 Alur kerja pemodelan geoseluller di Petrel
Universitas Indonesia 36 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Data: 2 faulted surfaces Marker Electro-facies PHIE_GS & PHIE_CSP VSH SWE & SWIRR
Mulai
Structural Modelling
Skenario
Property Modelling
Facies Modelling Property modeling
Porositas
VSH
SWE Porositas
SWE
VSH
SWE
SWE SWE
SWIRR
Perhitungan OOIP
Selesai Gambar 3.15 Diagram alur pembuatan model 3D geoseluller
Dalam realisasi OOIP terdapat 28 realisasi. Realisasi ini terbagi di dalam 2 group besar yaitu berdasarkan facies dan berdasarkan properti secara langsung. Berdasarkan facies akan dibagi menjadi Facies A (menggunakan variogram umum) dan Facies B (menggunakan variogram untuk setiap zona reservoir). Tiap-tiap facies mempunyai dua kasus berdasarkan skenario porositas yaitu porositas GS dan porositas CSP. Untuk tiap-tiap porositas akan memiliki enam saturasi air yaitu: SWE_Porositas (SWE yang dihasilkan dengan cara collocated cokriging dengan porositas), SWE_VSH (SWE yang dihasilkan dengan cara collocated cokriging dengan VSH), SWE (SWE yang dihasilkan tanpa
collocated cokriging), SWIRR_low,
SWIRR_mid, dan SWIRR_high. Di dalam kelompok yang berdasarkan properti
Universitas Indonesia 37 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
dibagi menjadi dua kasus yaitu porositas GS dan CSP (PHIE_GS dan PHIE_CSP). Tiap-tiap skenario porositas mempunyai dua kasus saturasi air yaitu SWE_VSH (SWE yang dihasilkan dengan cara collocated cokriging dengan VSH) dan SWE (SWE yang dihasilkan tanpa collocated cokriging)
3.5.1
Pemodelan Struktur
Pemodelan struktur adalah suatu langkah untuk memodelkan reservoar dalam bentuk grid. Dalam penelitian ini grid yang dibentuk adalah grid tanpa sesar menggunakan faulted surfaces. Besar grid yang dibentuk berukuran 25 m X 25 m. Proses pembuatan grid ini antara lain:
1. Pilar gridding. Suatu proses untuk pembuatan kerangka dengan ukuran sel 25 m X 25 m 2. Make Horizon. Adalah proses pembuatan tubuh reservoar yang dibatasi oleh faulted surfaces T_RN dan T_PR (Gambar 3.16). 3. Make Zone. Adalah proses pembuatan lapisan internal untuk reservoar terdiri dari 11 zona (Gambar 3.16), yaitu: RN (bukan reservoar), RN 1, NR1 (bukan reservoar), RN 2, NR 2 (bukan reservoar), RN 3, NR 3 (bukan reservoar), RN 4, NR4 (bukan reservoar), RN 5, dan NR 5 (bukan reservoar). Zona ini dibuat berdasarkan data marker. 4. Layering. Adalah proses pembuatan lapisan di dalam zona yang sebisa mungkin bisa mengakomodasi heterogenitas dari reservoar. Reservoar utama di Area 9S ini adalah RN 1 dan RN 2 sehingga layering di zona ini lebih detail daripada yang lainnya dengan tinggi sel berukuran 2 kaki (Gambar 3.17). 5. Penentuan kontak fluida. Didalam penelitian ini terdapat OWC berdasarkan data sumur di luar pattern Area G pada kedalam 530 kaki TVDSS (Gambar 3.18). sumur ini tidak terdapat di dalam data set karena hanya memiliki gamma ray dan resistivity saja. Di reservoar ini terdapat juga gas akan tetapi penyebaran gas disebabkan jebakan-jebakan stratigrafi sehingga tidak di jumpai kontak antara gas
Universitas Indonesia 38 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
dan minyak sebagaimana layaknya tudung gas. Dalam perhitungan OOIP keberadaan gas ini tidak diperhitungkan dan dianggap sebagai minyak. A
11 Zona
B Grid Area 9S dan sayap barat
T_PR
Sumur dan marker
OWC 530 TVDSS
Gambar 3.16 A Pembuatan model struktur. B Grid yang terbentuk dan OWC
Gambar 3.17 Layering pada setiap zona
Universitas Indonesia 39 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
OWC 530 ft TVDSS
Gambar 3.18 Sumur yang mempunyai OWC
3.5.2
Pemodelan Facies
Pemodelan facies dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebaran facies di daerah penelitian. Data yang dijadikan input adalah data electro-facies yang sudah di upscaled ke dalam grid (Gambar 3.19). Pendistribusian facies dilakukan melalui SIS (sequential indicator simulation) di Petrel (Gambar 3.20) dengan input variogram setiap facies secara umum untuk seluruh zona (realisasi Facies A) dan variogram untuk setiap facies untuk setiap zona (realisasi Facies B) (Gambar 3.21 dan Lampiran 2). Selain itu dalam SIS digunakan juga input data proporsi facies secara vertikal (Gambar 3.22).
Gambar 3.19 Electro-facies (kolom 4) dan electro-facies yang di-upscaled (kolom 5)
Universitas Indonesia 40 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.20 Modul pemodelan facies dengan SIS di Petrel
Gambar 3.21 Salah satu contoh interpretasi variogram
RN 1
RN 2
Gambar 3.22 Sebelah kiri menunjukan proporsi vertikal dari facies di zona RN 1 sedangkan sebelah kanan proporsi vertikal dari facies di zona RN 2
Universitas Indonesia 41 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Realisasi facies ini menghasil kemungkinan penyebaran facies secara tiga dimensi. Penampang pada I=37 menunjukkan bahwa secara kualitatif Facies A dan Facies B tidak berbeda jauh (Gambar 3.23)
Gambar 3.23 Penampang pada I=37. Realisasi Facies A dan B
Melalui cara upscaled grid maka peta facies yang dominan di suatu zona dapat dihasilkan. Peta facies ini memperlihatkan facies yang paling dominan pada setiap titiknya (Gambar 3.24-3.25)
Gambar 3.24 Peta penyebaran Facies A untuk setiap zona
Universitas Indonesia 42 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.25 Peta penyebaran Facies B untuk setiap zona
3.5.3
Pemodelan Porositas
Pemodelan porositas terbagi menjadi dua skenario besar. Skenario pertama adalah pemodelan porositas berdasarkan facies dan skenario kedua adalah penyebaran porositas secara langsung. Untuk setiap skenario terdapat dua kasus yaitu porositas menggunakan data PHIE_GS dan PHIE_CSP. Metode penyebaran prositas ini menggunakan metode SGS dengan input variogram (Lampiran 3.1) dan data statistik (Lampiran 3.2) seperti min, max, mean dan standard deviation (Gambar 3.26)
Gambar 3.26 Modul pemodelan petrofisika di Petrel
Universitas Indonesia 43 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Pada skenario pemodelan porositas melalui pemodelan facies, facies-facies yang bukan reservoar seperti shale, tight_sand, dan silt akan mempunyai nilai nol meskipun pada perhitungan petrofisika facies-facies ini mempunyai nilai porositas (Gambar 3.27). Selain itu, facies-facies ini tidak dapat menghasilkan minyak. Demikian halnya dengan zona RN yang didominasi facies silt maka zona ini akan mempunyai nilai porositas nol.
Gambar 3.27 Porositas pada facies-facies non reservoar
Pemodelan porositas melalui pemodelan facies akan memberikan nilai porositas ratarata yang lebih kecil dibandingkan pemodelan porositas secara langsung. Porositas rata-rata yang dihasilkan oleh pemodelan porositas melalui pemodelan facies adalah 20 persen lebih kecil dibandingkan pemodelan porositas secara langsung. Dengan adanya dua tipe realisasi facies (Facies A dan Facies B) memberikan variasi porositas sekitar 4 persen dimana realisasi porositas melalui Facies B lebih kecil dibandingkan realisasi
facies melalui Facies A. Selain itu dengannya dua tipe
porositas yaitu GS dan CSP menghasilkan variasi porositas 4-5 persen dimana porositas GS (PHIE_GS) lebih besar dibandingkan porositas CSP (PHIE_CSP) (Gambar 3.28-3.30).
Universitas Indonesia 44 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.28 Penampang model PHIE_GS pada I=37.
Gambar 3.29 Penampang model PHIE_CSP pada I= 37.
Universitas Indonesia 45 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.30 Histogram dan nilai statistik dari setiap realisasi porositas
3.5.4
Pemodelan VSH (volume dari shale)
Pemodelan VSH terbagi menjadi dua skenario besar. Skenario pertama adalah pemodelan VSH berdasarkan facies dan skenario kedua adalah penyebaran secara langsung. Untuk skenario pertama terdapat dua kasus yaitu VSH_A (pemodelan menggunakan Facies A) dan VSH_B (pemodelan menggunakan Facies B). Pemodelan VSH ini menggunakan SGS dengan input data statistik dan variogram (Lampiran 4.1 dan 4.2)
Pada pemodelan VSH melalui pemodelan facies, facies-facies non reservoar akan memiliki nilai satu sehingga hanya facies reservoar saja yang memiliki variasi VSH (Gambar 3.31-3.32).
Universitas Indonesia 46 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.31 Data statistik pemodelan VSH pada zona reservoar dengan 3 skenario
Gambar 3.32 Penampang pemodelan VSH pada I=37
Pemodelan VSH melalui pemodelan facies efektif untuk memisahkan data-data dari facies yang bukan reservoar sehingga dalam perhitungan selanjutnya facies yang bukan reservoar tidak akan mempengaruhi nilai dari simulasi seperti SW dan perhitungan OOIP.
3.5.5
Pemodelan Saturasi Air (SW)
Pemodelan SW ini dibagi menjadi dua skenario besar yaitu pemodelan secara langsung dan pemodelan melalui model facies. Pada pemodelan secara langsung
Universitas Indonesia 47 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
terdapat dua kasus yaitu SW melalui metode SGS dengan Collocated Cokriging (CoCr) dengan VSH dan SGS tanpa Collocated Cokriging (no CoCr) dengan input variogram dan data statistik (Lampiran 5.1 dan 5.2). Sedangkan untuk pemodelan SW melalui model facies terdapat 10 kasus untuk masing-masing facies. Kasus itu terdiri dari: •
SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE melalui metode CoKr dengan PHIE_CSP. Hasil realisasi ini adalah SWE_
_CSP
•
SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE melalui metode CoKr dengan PHIE_GS. Hasil realisasi ini adalah SWE__GS
•
SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE melalui metode CoKr dengan VSH_A. Hasil realisasi ini adalah SWE__VSH
•
SW dari data FE (formation evaluation) atau SWE tanpa melalui metode CoKr. Hasil realisasi ini adalah SWE__NoCoKr
•
SW dari hasil korelasi porositas yang memperkirakan saturasi air irreducible (SWIRR). SWIRR ini terdiri dari tiga kasus setiap model porositas (low, mid, dan high). Hasil realisasinya adalah SWIRR___.
Total realisasi SW ini adalah 22 kasus. Tabel 3.2 memperlihatkan data statistik dan perbedaannya dari ke 22 kasus tersebut. Gambar 3.33-3.35 memperlihatkan (penampang pada I=37) perbedaan untuk setiap realisasi
Tabel 3.2 Data statistik untuk setiap realisasi SW pada zona reservoar
Nama Kasus
Facies
Collocated
mean
Cokrigging SWE_VSH
Tidak ada
VSH
0,68
SWE_NoCokr
Tidak ada
Tidak ada
0,72
SWE_A_CSP
Facies A
PHIE_CSP
0,72
Universitas Indonesia 48 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
SWE_A_GS
Facies A
PHIE_GS
0,71
SWE_A_VSH
Facies A
VSH_A
0,72
SWE_A_NoCoKr
Facies A
Tidak ada
0,73
SWIRR_A_CSP_low
Facies A
Tidak ada
0,54
SWIRR_A_CSP_mid
Facies A
Tidak ada
0,49
SWIRR_A_CSP_high
Facies A
Tidak ada
0,43
SWIRR_A_GS_low
Facies A
Tidak ada
0,53
SWIRR_A_GS_mid
Facies A
Tidak ada
0,49
SWIRR_A_GS_high
Facies A
Tidak ada
0,43
SWE_B_CSP
Facies B
PHIE_CSP
0,72
SWE_B_GS
Facies B
PHIE_GS
0,72
SWE_B_VSH
Facies B
VSH_A
0,72
SWE_B_NoCoKr
Facies B
Tidak ada
0,73
SWIRR_B_CSP_low
Facies B
Tidak ada
0,54
SWIRR_B_CSP_mid
Facies B
Tidak ada
0,49
SWIRR_B_CSP_high
Facies B
Tidak ada
0,43
SWIRR_B_GS_low
Facies B
Tidak ada
0,53
SWIRR_B_GS_mid
Facies B
Tidak ada
0,49
SWIRR_B_GS_high
Facies B
Tidak ada
0,43
Gambar 3.33 Penampang dari realisasi SW secara langsung
Universitas Indonesia 49 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Collocated Cokriging dilakukan dengan input nilai koefisien korelasi untuk skenario pemodelan
SW secara langsung didapatkan korelasi paling tinggi antara SWE
dengan VSH (Tabel 3.3) dan pada skenario pemodelan SW melalui facies didapatkan korelasi yang cukup bagus antara porositas dan VSH pada facies reservoar (Tabel 3.4).
Gambar 3.34 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies A
Universitas Indonesia 50 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Gambar 3.35 Penampang model SW (I=37) untuk setiap realisasi dari Facies B
Universitas Indonesia 51 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Tabel 3.3 Koefisien korelasi data log tanpa penyaringan facies. PHIE_CSP
VSH -0.285
SW -0.4 0.64
PHIE_GS
VSH -0.278
SW -0.39 0.64
PHIE_CSP VSH SW PHIE_GS VSH SW
Tabel 3.3 Koefisien korelasi data log dengan penyaringan facies reservoar. PHIE_CSP
VSH -0.34
SW -0.6 0.54
PHIE_GS
VSH -0.35
SW -0.6 0.54
PHIE_CSP VSH SW PHIE_GS VSH SW
Hasil simulasi SW ini menunjukan secara statistik realisasi SWE antara skenario facies dan non facies menunjukan perbedaaan kecil sekitar 5-6 % begitu pun realisasi antara realisasi metode SGS dengan collocated cokriging secara langsung SGS tanpa collocated cokriging secara langsung. Perbedaan yang mencolok terdapat antara realisasi SWE dengan SWIRR.
Universitas Indonesia 52 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
BAB 4 PERHITUNGAN OOIP, ANALISIS KETIDAKPASTIAN, DAN ANALISIS SENSITIFITAS DARI SELURUH REALISASI
4.1 Perhitungan OOIP OOIP (original oil in place) adalah jumlah minyak awal sebelum diproduksi. OOIP ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
OOIP (STB) = Volume Bulk * Porositas*(1-SW)/Boi Dimana: SW = Saturasi air Boi = ratio perubahan volume minyak jika diangkat ke permukaan
Perhitungan OOIP dilakukan dengan Petrel (Gambar 3.37). Perhitungan ini menggunakan input sebagai berikut: •
Grid
•
OWC (oil water contact)
•
Realisasi porositas
•
Realisasi SW
•
Poligon yang membatasi daerah penelitian
Gambar 4.1 Modul perhitungan volume di dalam Petrel
Universitas Indonesia 53 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Perhitungan OOIP dalam terdiri dari 28 kasus untuk mengakomodasi semua skenario (Lampiran 6).
4.2 Analisis Ketidakpastian OOIP Dari semua skenario didapatkan suatu kisaran ketidakpastian dari OOIP. Secara umum ketidakpastian OOIP di area ini mempunyai kisaran sebagai berikut (Tabel 4.1 Dan Gambar 4.2).
Tabel 4.1 Kisaran OOIP dari 28 perhitungan
Zona Total RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
OOIP MMSTB P50 105 72 23 2 7 2
P10 93 65 21 1 5 2
P90 186 119 35 3 20 8
14 12
SWIRR
10
SWE
8
OOIP ALL 6 4 2 0 85
100
115
130
145
160
175
190
205
OOIP MMSTB
Gambar 4.2 Histogram nilai OOIP dari skenario SWE dan SWIRR untuk seluruh zona reservoar.
Gambar di atas menunjukan terdapatnya dua kelompok yang mencerminkan dua skenario besar saturasi air yaitu skenario SWE dan SWIRR.
Universitas Indonesia 54 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Analisis ketidakpastian melibatkan SWE dan SWIRR memberikan kisaran yang cukup besar disebabkan perbedaan nilai yang cukup besar antara SWE dengan SWIRR. Jika analisis ketidakpastian dibatasi hanya untuk SWE (yang selama ini digunakan oleh pemodelan di CPI) maka kisaran ketidakpastiaan OOIP cukup sempit (Tabel 4.2) begitu juga bila analisis ketidakpastian hanya dilakukan untuk SWIRR saja (Tabel 4.3)
Tabel 4.2 Probabilitas OOIP yang hanya melibatkan SWE Zona Total RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
P10 91.5 64 21 1 5 2
Probabilitas OOIP MMSTB (SWE) P50 96 67 21.5 1 5 2
P90 104.5 71.5 23 1.6 6.5 2
Tabel 4.3 Probabilitas OOIP yang hanya melibatkan SWIRR Zona Total RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
P10 154.7 99.4 29.1 3 17 7
Probabilitas OOIP MMSTB (SWIRR) P50 172.5 110.5 32.5 3 19 7.5
P90 194.2 123.6 36.9 3 21 8.9
4.3 Analisis Sensitfitas OOIP Dengan adanya beberapa skenario yang terdiri dari realisasi facies dan non-facies, multi porositas, multi SW, collocated cokrigging, dll. Maka, analisis sensitifitas dapat diukur dengan baik. Analisis sensitifitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 4.3): •
Penggunaan saturasi air irreducible (SWIRR) memberikan nilai OOIP lebih besar sekitar 30-40% daripada penggunaan SWE
Universitas Indonesia 55 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
•
Realisasi properti secara langsung akan menghasilkan nilai OOIP lebih besar 7-14% dibandingkan realisasi properti melalui pemodelan facies.
•
Realisasi SWE dengan metode collocated cokriging porositas menghasilkan nilai OOIP lebih besar sekitar 6% dibandingkan metode collocated cokriging VSH.
•
Penggunaan porositas GS (PHIE_GS) menghasilkan nilai OOIP lebih besar sekitar 4% dibandingkan penggunaan porositas CSP (PHIE_GS)
•
Realisasi properti SWE secara langsung tetapi tidak menggunakan metode collocated cokriging menghasilkan nilai OOIP lebih besar sekitar1,5-3,5% dibandingkan realisasi SWE melalui pemodelan facies tetapi tidak menggunakan metode collocated cokriging
•
Skenario Facies A dimana variogram yang digunakan lebih panjang dibandingkan Facies B, menghasilkan nilai OOIP lebih besar sekitar 0,4-1,5 % dibandingkan dengan skenario Facies B
Sensitivitas OOIP
SWIRR vs SWE
168-93 Variogram facies A Vs B
93-92 Collocated Poro Vs VSH
Rindu 2
99-92
Rindu 1 Porositas GS Vs CSP
No Facies NoCoKr Vs Facies NoCoKr
Total
96-92 94-91
No Facies VS Facies
111-96
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
Persentase Perbedaan
Gambar 4.3 Sensitifitas OOIP terhadap metode dan skenario
Universitas Indonesia 56 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
4.4 Diskusi Pemodelan 3D geoseluller dengan menggunakan metode geostatistik merupakan suatu metode yang efektif untuk karakaterisasi reservoar. Geostatistik memberikan suatu solusi probabilistik dari reservoar dengan input yang bermacam-macam dan skenario yang bermacam-macam pula.
Pada penelitian ini menghasilkan beberapa hal yang menarik untuk dibahas antara lain penggunaan SWIRR dibandingkan dengan SWE, pemodelan properti dengan atau tanpa melalui pemodelan facies, dan penggunaan porositas dengan metode density (PHIE_GS) dengan metode CSP (PHIE_CSP).
Penggunaan SWIRR (irreducible water saturation) adalah saturasi air reservoar di atas OWC sebelum terkuras baik sedikit atau banyak oleh sumur-sumur produksi. Jadi sejatinya dalam perhitungan OOIP, saturasi air yang digunakan adalah SWIRR. Data sumur yang berbeda waktu (vintage) akan menghasilkan ketidakpastian saturasi air awal dari reservoar. Dengan demikian, SWE yang digunakan dengan umur sumur yang berbeda-beda akan memberikan kemungkinan under estimating OOIP dari reservoir.
Pemodelan properti reservoar melalui pemodelan facies akan memberikan nilai OOIP yang lebih kecil daripada pemodelan properti secara langsung. Penulis berhipotesis bahwa pemodelan properti melalui pemodelan facies lebih realistik dalam menghitung OOIP karena melalui metode ini akan memisahkan batuan reservoar dengan batuan non-reservoar yang notabene memiliki nilai porositas, dan VSH. Penggunaan porositas PHIE_GS dan PHIE_CSP memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda meskipun KD porositas ini dihitung dengan metode yang berbeda. Perbedaan OOIP sekitar 4 persen memperlihatkan KD metode ini cukup valid digunakan.
Universitas Indonesia 57 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
4.5 Rekomendasi Dari hasil penelitian ini, penulis merekomendasikan beberapa hal, yaitu: •
Pemprosesan atau perhitungan petrofisika untuk mendapatkan SWIRR pada setiap sumur dikarenakan perbedaan vintage. Selain itu, faktor terbesar yang memberikan ketidakpastian adalah nilai saturasi air.
•
Validasi electro-facies dengan data bor inti, karena electro-facies didapatkan dari data wireline log yang mengukur parameter batuan tidak secara langsung dan dengan interval 0,5 kaki.
•
Penelitian lebih lanjut yang bisa membuktikan perbedaan nilai OOIP antara metode melalui pemodelan facies maupun tanpa pemodelan facies.
Universitas Indonesia 58 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
BAB 5 KESIMPULAN
Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil penelitian tentang analisis ketidakpastian dan sensitivitas OOIP terhadap multi realisasi facies dan non-facies, multi porositas, dan multi saturasi air yang dilakukan di Area G Lapangan Minyak D, Cekungan Sumatera Tengah:
1. Terdapat 343 data sumur di area Gouth yang bisa digunakan untuk karakterisasi reservoar RN. 2. RN 1 dan RN 2 adalah reservoar utama di area G 3. Berdasarkan analisis cluster dari data wireline log (gamma ray, neutron, dan density) batuan pada reservoar ini dapat dibagi menjadi 5 electro-facies yaitu: Shale (non-reservoar), Sand_1 (reservoar), Tight_sand (non-reservoar), Sand_2 (reservoar), dan Silt (non-reservoar). 4. Perhitungan porositas efektif dengan metode CSP menghasilkan nilai porositas yang lebih kecil dari metode yang digunakan oleh Subiyantoro sekitar 5 % 5. Kisaran ketidakpastian OOIP untuk seluruh reservoar dan realisasi adalah: P10 93
OOIP MMSTB P50 105
P90 186
6. Kisaran ketidakpastian OOIP untuk seluruh reservoar dan realisasi tetapi yang hanya menggunakan SWE, adalah: P10 91.5
Probabilitas OOIP MMSTB (SWE) P50 96
P90 104.5
7. Kisaran ketidakpastian OOIP untuk seluruh reservoar dan realisasi tetapi hanya menggunakan SWIRR, adalah: P10 154.7
Probabilitas OOIP MMSTB (SWIRR) P50 172.5
P90 194.2
Universitas Indonesia 59 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
8. SWIRR adalah parameter pemodelan yang memberikan sensitivitas nilai OOIP paling besar sekitar 40% 9. Pemodelan properti melalui pemodelan facies memberikan nilai OOIP lebih kecil sekitar 14 % dibandingkan pemodelan properti secara langsung. 10. PHIE_CSP memberikan nilai OOIP lebih rendah sekitar 4 % dibandingkan PHIE_GS 11. Saturasi air dari SWIRR hypothetic menghasilkan nilai saturasi air yang lebih rendah 25-40 % 12. Untuk mengurangi ketidakpastian beberapa penelitian atau pekerjaan perlu dilakukan antara lain: a. Pengambilan batuan inti (core) dan analisisnya dari zona yang belum terdapat steam untuk mendapatkan: i. Saturasi air irreducible (mengurangi ketidakpastian terhadap SW) ii. Porositas efektif (mengurangi ketidakpastian terhadap skenario porositas) iii. Analisis facies terutama litho-facies (validasi terhadap electrofacies) b. Analisis properti dari sumur baru untuk memvalidasi dan meng-update model
Universitas Indonesia 60 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
DAFTAR REFERENSI Barnes, R., 2003, Geostatistic Course material (Variogram Tutorial), Internal ENI Corporate University.
Caers, J., 2005, Geostatistic Course material (Modeling Geological Continuity), Internal ENI Corporate University.
Cameron, N.R., 1983, The Stratigraphy of Sihapas Formation in the North West of Central Sumatra basin, Proceeding IPA 12th Annual Conference.
Clavaud, J.B., dkk., 2005, New FE Standards Clastic Porosity Modules and Workflow, Internal report Chevron.
Crain, E.R., Crain’s Petrophysical Hand Book, www.spec2000.net
Dewan, J.T., 1997, Modern Open-Hole Log Interpretation, PennWell Books, Tulsa
Dubrule, O, 2007, Geostatistic course material (Conditional Simulation for Heterogenity Modeling and Uncertainty Quantification). Internal Chevron.
ETC, 2008, Intermediate Formation Evaluation, Internal Chevron.
Heindrick, T.L., Aulia, K., 1993, A Structural and Tectonic Model of Coastal Plain Block, Central Sumatra basin, Indonesia, Proceeding IPA 22nd Annual Conference.
Johannesen, D.C., Lyle, J.H., Hunter, W.A. 1990, The Geology of The Duri Oil Field Sumatra Indonesia, Internal Report PT. Caltex Pacific Indonesia.
Universitas Indonesia 61 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
Subiyantoro, G., 2003, Pengaruh Diagenesa Terhadap Porositas dan Permeabilitas Pada Reservoar RN, Formasi Duri, Lapangan Minyak D, Cekungan Sumatra Tengah, Tesis Magíster ITB.
Sukanta, U., Technical Team HOOU, 2004, Duri High Resolution Sequence Stratigraphy, Internal Report PT. Chevron Pacific Indonesia.
Volpi, B., Donajemma, U., Donna, G.B., 2003, Geostatistic course material, Internal ENI Corporate University.
Winderasta, W., 2006, Merayakan 2 Milyar Barrel Produksi Minyak di Lapangan Raksasa Duri, Riau, Internal report PT. Chevron Pacific Indonesia. Wu, C., 2006, Geostatistic lecture material, Geofísika Reservoar FMIPA Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia 62 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN
Universitas Indonesia 63 Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 1 Data Sumur No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
1
2L-58A
51
2Q-75A
101
2S-38A
151
3N-25A
201
3P-18D
251
3S-35A
301
4M-26A
2
2N-10A
52
2Q-76A
102
2S-48A
152
3N-26A
202
3P-18D
252
3S-40A
302
4M-27C
3
2P-16A
53
2Q-77A
103
2S-58A
153
3N-27A
203
3P-18D
253
3S-41A
303
4M-31A
4
2P-18A
54
2Q-88A
104
2S-68A
154
3N-27B
204
3P-18D
254
3S-42A
304
4M-32A
5
2P-27A
55
2R-14A
105
3L-51A
155
3N-27D
205
3P-18D
255
3S-43A
305
4M-32B
6
2P-28A
56
2R-15A
106
3L-70B
156
3N-28A
206
3P-18D
256
3S-44A
306
4M-33A
7
2P-34A
57
2R-17B
107
3L-71A
157
3N-28B
207
3P-18D
257
3S-45A
307
4M-34A
8
2P-35A
58
2R-22A
108
3L-73A
158
3N-29B
208
3P-18D
258
3S-46B
308
4M-35A
9
2P-37A
59
2R-24A
109
3L-74B
159
3N-34A
209
3P-18D
259
3S-50A
309
4M-36A
10
2P-44A
60
2R-24B
110
3L-75A
160
3N-34B
210
3P-18D
260
3S-51A
310
4M-36B
11
2P-45A
61
2R-26A
111
3L-77A
161
3N-35B
211
3P-18D
261
3S-51B
311
4M-39A
12
2P-46A
62
2R-33A
112
3L-78B
162
3N-36A
212
3P-18D
262
3S-52A
312
4M-39B
13
2P-47A
63
2R-34A
113
3L-79A
163
3N-36C
213
3P-18D
263
3S-53A
313
4M-40A
14
2P-47C
64
2R-35A
114
3L-80A
164
3N-37A
214
3P-18D
264
3S-54A
314
4M-40B
15
2P-54A
65
2R-37A
115
3L-81A
165
3N-37B
215
3P-18D
265
3S-55B
315
4M-41A
16
2P-54B
66
2R-38A
116
3L-83A
166
3N-38A
216
3P-18D
266
3S-56A
316
4M-42A
17
2P-56A
67
2R-43A
117
3L-85A
167
3N-41A
217
3P-18D
267
3S-57A
317
4M-43B
18
2P-57A
68
2R-45A
118
3L-87A
168
3N-43A
218
3P-18D
268
3S-60A
318
4M-44A
19
2P-65A
69
2R-46A
119
3L-88A
169
3N-44A
219
3P-18D
269
3S-61B
319
4M-46A
20
2P-66A
70
2R-46B
120
3L-89A
170
3N-45A
220
3P-18D
270
3S-62A
320
4M-50A
21
2P-67A
71
2R-47A
121
3M-10B
171
3N-46A
221
3P-18D
271
3S-63A
321
4M-51A
22
2P-75A
72
2R-48A
122
3M-11A
172
3N-47A
222
3P-18D
272
3S-65A
322
4M-52A
23
2P-77A
73
2R-53B
123
3M-17A
173
3N-48A
223
3P-18D
273
3S-66A
323
4M-53A
24
2P-84A
74
2R-54A
124
3M-19A
174
3N-53A
224
3P-18D
274
4L-56A
324
4M-54A
25
2P-85A
75
2R-55A
125
3M-25A
175
3N-55A
225
3P-18D
275
4L-71A
325
4M-56B
26
2P-86A
76
2R-56A
126
3M-26A
176
3N-58A
226
3P-18D
276
4L-73A
326
4M-57A
27
2Q-14A
77
2R-62A
127
3M-27A
177
3N-59A
227
3P-18D
277
4L-75A
327
4M-59B
28
2Q-15A
78
2R-64B
128
3M-29A
178
3N-61A
228
3P-18D
278
4L-76A
328
4M-60A
29
2Q-16A
79
2R-65A
129
3M-34B
179
3N-62A
229
3P-18D
279
4L-76B
329
4M-61A
30
2Q-24A
80
2R-66A
130
3M-37A
180
3N-63A
230
3P-18D
280
4L-77A
330
4M-63A
31
2Q-25A
81
2R-67A
131
3M-38B
181
3N-63B
231
3P-18D
281
4L-79A
331
4M-64A
32
2Q-26A
82
2R-67B
132
3M-39A
182
3N-64A
232
3P-18D
282
4L-80A
332
4M-65A
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 1 Data Sumur No Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
No
Sumur
33
2Q-26B
83
2R-68A
133
3M-46A
183
3N-65A
233
3P-18D
283
4L-82A
333
4M-66A
34
2Q-27A
84
2R-74A
134
3M-48A
184
3N-66A
234
3P-18D
284
4L-83A
334
4M-67A
35
2Q-34A
85
2R-75A
135
3M-49A
185
3N-66B
235
3P-18D
285
4L-84A
335
4M-82B
36
2Q-35A
86
2R-76A
136
3M-59A
186
3N-67A
236
3P-18D
286
4L-84B
336
4M-83B
37
2Q-36A
87
2R-77A
137
3M-66A
187
3N-68B
237
3P-18D
287
4L-85C
337
4M-84B
38
2Q-37B
88
2R-77C
138
3M-67A
188
3N-69B
238
3P-18D
288
4L-86A
338
4M-85B
39
2Q-45A
89
2R-84A
139
3M-68A
189
3N-72A
239
3P-18D
289
4L-87B
339
4M-89B
40
2Q-46A
90
2R-85A
140
3M-69A
190
3N-73A
240
3P-18D
290
4M-13A
340
4N-11A
41
2Q-47A
91
2R-86A
141
3M-75B
191
3N-76A
241
3P-18D
291
4M-14A
341
4N-22A
42
2Q-54A
92
2R-87A
142
3M-76A
192
3N-78B
242
3P-18D
292
4M-15A
342
4N-31A
43
2Q-55A
93
2R-88A
143
3M-77A
193
3N-87B
243
3P-18D
293
4M-16A
343
5M-60A
44
2Q-56A
94
2S-16A
144
3M-78A
194
3P-10A
244
3P-18D
294
4M-16B
45
2Q-57A
95
2S-17B
145
3N-15A
195
3P-11A
245
3P-18D
295
4M-20A
46
2Q-65A
96
2S-18B
146
3N-16A
196
3P-12A
246
3P-18D
296
4M-21A
47
2Q-67A
97
2S-26A
147
3N-17A
197
3P-13A
247
3P-18D
297
4M-22A
48
2Q-67C
98
2S-27A
148
3N-17B
198
3P-14A
248
3P-18D
298
4M-23B
49
2Q-72A
99
2S-28A
149
3N-18A
199
3P-15A
249
3P-18D
299
4M-24A
50
2Q-74A
100
2S-37A
150
3N-23A
200
3P-16A
250
3P-18D
300
4M-25B
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 2.1 Variogram Pemodelan Facies
Zona Semua Semua Semua Semua Semua
Zona
RN
Zona
RN 1
Zona
RN 2
Zona
RN 3
Zona
RN 4
Zona
RN 5
Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt
Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt Facies Shale Sand 1 Tigth Sand Sand 2 Silt
Skenario Facies A (Umum) Arah utama Major 60 3300 60 1150 60 1800 60 2000 60 1100
Skenario Facies B (Zona) Arah utama Major Minor 60 2000 800 60 1800 720 60 250 100 60 150 60 60 1800 720 Arah utama Major Minor 60 400 160 60 1350 540 60 2100 840 60 500 200 60 1120 448 Arah utama Major Minor 60 850 340 60 900 360 60 800 320 60 550 220 60 500 200 Arah utama Major Minor 60 300 120 60 250 100 60 250 100 60 250 100 60 350 140 Arah utama Major Minor 60 300 120 60 250 100 60 250 100 60 250 100 60 100 40 Arah utama Major Minor 60 1050 420 60 250 100 60 250 100 60 900 360 60 800 320
Vertikal 5 5 5 5 5 Vertikal 5 5 5 5 5 Vertikal 5 5 5 5 5 Vertikal 5 5 5 5 5 Vertikal 5 5 5 5 5 Vertikal 5 5 5 5 5
Minor 1320 460 720 800 440
Vertikal 5 5 5 5 5
Keterangan
dari zona RN 4
Keterangan
Keterangan
Keterangan dari zona RN 4 dari zona RN 4
Keterangan
Keterangan dari zona RN 4 dari zona RN 4
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 3.1 Variogram Pemodelan Facies
Zona RN RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
Zona RN RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
Facies -
Skenario PHIE_GS Arah utama Major 60 850 60 1700 60 900 60 350 60 250 60 600
Minor 340 680 360 140 100 240
Vertikal 5 5 5 5 5 5
Facies -
Skenario PHIE_CSP Arah utama Major 60 500 60 1300 60 800 60 350 60 250 60 500
Minor 200 520 320 140 100 200
Vertikal 5 5 5 5 5 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 3.1 Variogram Pemodelan Facies
Zona RN 1 Zona RN 2 Zona RN 3 Zona RN 4 Zona RN 5
Zona RN 1 Zona RN 2 Zona RN 3 Zona RN 4 Zona RN 5
Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2
Skenario PHIE_GS Arah utama Major Minor Vertikal 60 900 360 5 60 700 280 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 1000 400 5 60 850 340 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 200 80 5 60 500 200 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 200 80 5 60 650 260 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 200 80 5 60 550 220 5
Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2
Skenario PHIE_CSP Arah utama Major Minor Vertikal 60 800 320 5 60 600 240 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 1100 440 5 60 950 380 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 250 100 5 60 400 160 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 250 100 5 60 650 260 5 Arah utama Major Minor Vertikal 60 250 100 5 60 300 120 5
Keterangan
Keterangan
Keterangan dari zona RN 4 Keterangan
Keterangan dari zona RN 4
Keterangan
Keterangan
Keterangan dari zona RN 4 Keterangan
Keterangan dari zona RN 4
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 3.2 Data Statistik Pemodelan Porositas
RN
RN 1
RN 2
RN 3
RN 4
RN5
RN
RN 1
RN 3
RN 4
RN 2
RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 3.2 Data Statistik Pemodelan Porositas Histogram PHIE_CSP Zona RN 1
Histogram PHIE_CSP Zona RN 3
Histogram PHIE_CSP Zona RN 2
Histogram PHIE_CSP Zona RN 4
Histogram PHIE_CSP Zona RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 3.2 Data Statistik Pemodelan Porositas Histogram PHIE_GS Zona RN 1
Histogram PHIE_GS Zona RN 2
Histogram PHIE_GS Zona RN 3
Histogram PHIE_GS Zona RN 4
Histogram PHIE_GS Zona RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 4.1 Variogram VSH
Zona RN RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
Zona RN 1 Zona RN 2 Zona RN 3 Zona RN 4 Zona RN 5
Facies -
Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2
Skenario VSH Arah utama Major 60 850 60 1700 60 900 60 350 60 250 60 600
Arah utama 60 60 Arah utama 60 60 Arah utama 60 60 Arah utama 60 60 Arah utama 60 60
Skenario VSH Major Minor 750 300 600 240 Major Minor 750 300 550 220 Major Minor 500 200 500 200 Major Minor 500 200 500 200 Major Minor 500 200 500 200
Vertikal 5 5 Vertikal 5 5 Vertikal 5 5 Vertikal 5 5 Vertikal 5 5
Minor 340 680 360 140 100 240
Vertikal 5 5 5 5 5 5
Keterangan
Keterangan
Keterangan dari zona RN 4 Keterangan
Keterangan dari zona RN 4
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 4.2 Data Statistik VSH
RN
RN 1
RN 2
RN 3
RN 4
RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 4.2 Data Statistik VSH Histogram VSH RN 1
Histogram VSH RN 2
Histogram VSH RN 3
Histogram VSH RN 4
Histogram VSH RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 5.1 Variogram SWE
Zona RN RN 1 RN 2 RN 3 RN 4 RN 5
Zona RN 1 Zona RN 2 Zona RN 3 Zona RN 4 Zona RN 5
Facies -
Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2 Facies Sand 1 Sand 2
Skenario SWE Arah utama Major 60 650 60 1200 60 900 60 300 60 1000 60 1400
Skenario SWE Arah utama Major Minor 60 650 260 60 700 280 Arah utama Major Minor 60 1000 400 60 850 340 Arah utama Major Minor 60 550 220 60 550 220 Arah utama Major Minor 60 800 320 60 1100 440 Arah utama Major Minor 60 800 320 60 800 320
Minor 260 480 360 120 400 560
Vertikal 5 5 Vertikal 5 5 Vertikal 5 5 Vertikal 5 5 Vertikal 5 5
Vertikal 5 5 5 5 5 5
Keterangan
Keterangan
Keterangan dari Sand 2 Keterangan
Keterangan dari Sand 2
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 5.2 Data Statistik SWE
RN
RN 1
RN 2
RN 3
RN 4
RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 5.2 Data Statistik SWE Histogram SWE RN 1
Histogram SWE RN 2
Histogram SWE RN 3
Histogram SWE RN 4
Histogram SWE RN 5
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009
LAMPIRAN 6 Perhitungan Volumetrik
Analisis ketidakpastian..., Budi Rahim Permana, FMIPA UI, 2009