TESIS BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA TENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
DIKA RIZKI IMANIA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA TENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
DIKA RIZKI IMANIA NIM 1290361023
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i
BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA TENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Konsentrasi Fisioterapi Program Pascasarjana Universitas Udayana
DIKA RIZKI IMANIA NIM 1290361023
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DISETUJUI Pada Tanggal 7 Oktober 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF.AFO NIP. 19501231 198003 1 015
S. Indra Lesmana, SKM, S.Ft, M.Or NIDN. 0307076801
Mengetahui Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Denpasar
Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK. NIP. 19680929 199903 2 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 16 Oktober 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana, Nomor : 3472/UN.14.4/HK/2014 Tanggal 22 September 2014
Ketua
:
Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, AIFO
Sekretaris
:
Syahmirza Indra Lesmana, SKM, S.Ft, M.Or
Anggota
:
1. Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, S. P, Biok 2. Dr. dr. Bagus Komang Satryasa, M.Repro 3. Muh. Irfan, SKM, SSt.Ft., M.Fis
iv
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM MAGISTER FISIOLOGI OLAHRAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI Jalan Panglima Besar Sudirman Denpasar Bali Telpon/Fax : (0361) 223797/(0361) 247962. Laman : www.pps.unud.ac.id SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Dika Rizki Imania
NIM
: 1290361023
Program Studi
: Magister Fisiologi Olahraga Konsetrasi Fisioterapi
Judul Tesis
: Breathing Exercise Sama Baik Dalam Meningkatkan
Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital (KV) pada Tenaga Sortasi
yang
Mengalami Gangguan Paru di Pabrik Teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 8 Januari 2015 Pembuat Pernyataan
(Dika Rizki Imania) NIM : 1290361023
v
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena hanya atas ridho-Nya dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Ucapan terimakasih ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkana terimakasih kepada Dr. dr. Susy Purnawati, M. KK. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, AIFO selaku pembimbing I atas bimbingan dan sarannya selama menyelesaikan tesis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Syahmirza Indra Lesmana SSt.Ft, M.Or yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk terus belajar dan membimbing penulis agar dapat menyelesaikan tesis ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, Prof. Dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.Biok dan Dr.dr.Bagus Komang Satriyasa, M.Repro serta Mmuh. Irfan, SKM, SST.Ft., M.Fis yang telah memberikan masukan, saran, bimbingan, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud menjadi lebih baik.
vi
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staff dosen pengajar dan staff pengelola Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Pascasarjana Universitas Udayana yang telah membantu dan memberi dukungan bagi penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Pembina Harian (BPH) dan Ketua Stikes Aisyiyah Yogyakarta yang telah memberikan bantuan finansial sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini. Ucapan terima kasih kepada papah dan mamah ku tercinta, atas do’a-do’a beliau semua yang selalu membuat penulis semangat dalam menyelesaikan tesis ini, serta kakak dan adikku tersayang beserta seluruh keluarga yang telah menjadi inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula kepada suamiku tercinta Dwi Nuryoni dan kedua putri cantikku Q. Keyna Azzalea dan Janeen Azkabrillia Y.A yang dengan penuh perhatian, dukungan dan pengorbanan memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih untuk teman sejawatku Magister Fisiologi Olahraga 2012/2013 (mami siska, mba irene, mb ade, qina yang selalu buat gaduh di hotel, dan pak yoga serta arif) yang selalu memberikan dukungan dalam proses penyelesaian tesis ini. Semoga penulis dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dan profesi setelah menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Udayana. Semoga Allah SWT selalu menuntun dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dan memberikan rahmat kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. AMIN. Denpasar, Oktober 2014 Penulis Dika Rizki Imania vii
ABSTRAK BREATHING EXERCISE SAMA BAIKNYA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS VITAL (KV) DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA TENAGA SORTASI YANG MENGALAMI GANGGUAN PARU DI PABRIK TEH PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI Gangguan fungsi paru adalah penyakit paru yang disebabkan oleh berbagai sebab, seperti virus, bakteri, debu maupun partikel lainnya. Terpaparnya debu teh setiap hari pada tenaga kerja sortasi mengakibatkan penurunan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran breathing exercise dalam meningkatkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital paru (KVP). Penelitian merupakan eksperimen murni, dengan the one group pre test & post test design, dimana pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara random yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek terdapat 10 orang dan mendapatkan perlakuan Breathing Exercise. Frekuensi latihan 3 kali seminggu selama 6 minggu. Subjek penelitian adalah semua tenaga kerja sortasi yang mengalami gangguan paru yang sudah didiagnosis melalui prosedur pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer yang dilakukan di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi. Analisis kemaknaan dengan Paired t-test (berpasangan) menunjukkan bahwa pemberian breathing execise meningkatan nilai Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital (KV), berbeda secara bermakna (p<0,05). Sedangkan uji beda selisih pada nilai VEP1 dan KV setelah perlakuan dengan Independent t-test (tidak berpasangan) menunjukkan bahwa nilai p = 0,749. Hasil tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan antara nilai Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital (KV) setelah perlakuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian breathing exercise sama baik dalam meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan nilai kapasitas vital (KV). Kata Kunci : Breathing exercice, Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital (KV)
viii
ABSTRACT BREATHING EXERCISE IS AS BETTER AS TO INCREASE THE FORCED EXPIRATORY VOLUME IN SECOND (FEV1) AND VITAL CAPACITY (VC) OF THE SORTER EXPERIENCE IN LUNG DISORDERS AT TEA FACTORY OF PT. CANDI LOKA JAMUS NGAWI Impaired lung function is a disease caused by various reasons, such as viruses, bacteria, dust and other particles. It is exposure by dust tea every day of labor sorting result in decrease of lung function. This study aims to determine the role of breathing exercise in improving forced expiratory volume in 1 second (FEV1) and vital capacity (VC). The research designs is experiment true by the one group pre-test and posttest design, where taking sample from the population by random that fulfill the inclusion and exclusion criteria. There are 10 as subjec of people and getting treatment Breathing Exercise. Frequency of exercise 3 times a week for 6 weeks. The subjects were all labors sorting who had impaired lung that has been diagnosed by the measured procedure with lung physiology measurements were performed using a spirometer in the tea factory of PT. Candi Loka Jamus Ngawi. The significance analysis of Paired t-test (paired) showed that giving breathing exercise increase the vital capasity (VC) and forced expiratory volume (FEV1) was significantly different (p <0.05). While different test on VC and FEV1 after treatment with the Independent t-test (unpaired) show that the value of p = 0.749. The results means that there is no an increase between the value of forced expiratory volume in 1 second (FEV1) and Vital Capacity (VC) after treatment. Thus it can be concluded, the giving of breathing exercises is as better as the increase value of forced expiratory volume in 1 second (FEV1) and Vital Capacity (VC). Keyword: Breathing exercises, Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) and Vital Capacity (VC).
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ...................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. vi ABSTRAK ....................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix DAFTAR ISI....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH....................... xvii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1
Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ......................................................................
7
1.3
Tujuan Penelitian .......................................................................
7
1.4
Manfaat Penelitian .....................................................................
7
1.4.1 Bagi Akademik ...............................................................
7
1.4.2 Bagi Praktisi ....................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................
9
2.1
Sistem Pernafasan ......................................................................
9
2.1.1 Pengertian Pernafasan .....................................................
9
2.1.2 Anatomi Saluran Pernafasan .......................................... 10 2.1.3 Fisiologi Pernafasan ....................................................... 14 x
2.1.3.1 Tahapan Proses Pernafasan .............................. 16 2.1.3.2 2.2
Mekanisme Pernafasan..................................... 17
Volume dan Kapasitas Fungsi Paru ............................................ 17 2.2.1 Volume Paru .................................................................. 17 2.2.2 Kapasitas Fungsi Paru ..................................................... 19 2.2.3 Pengukuran Fisiologi Paru .............................................. 20 2.2.3.1 Nilai Normal Fisiologi Paru ............................... 21 2.2.3.2 Gangguan Fungsi Paru ....................................... 21 2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Fungsi Paru ..... 23 2.2.4.1 Faktor Internal .................................................. 23 2.2.4.2 Faktoe Eksternal................................................ 24 2.2.5 Faktor yang Mendasari Timbulnya Gejala Penyakit Pernafasan . ..................................................................... 28
2.3
Debu . .......................................................................................... 29 2.3.1 Pengertian Debu .............................................................. 29 2.3.2 Pengertian Debu Kayu. .................................................... 29 2.3.3 Efek Debu terhadap Kesehatan ....................................... 30 2.3.4 Nilai Ambang Batas ........................................................ 30 2.3.5 Faktor yang mempengaruhi Terjadinya pengendapan partikel debu dalam paru ............................................................. 31 2.3.6 Penurunan Fungsi Paru akibat Kualitas Udara . .............. 35 2.3.6.1 Mekanisme Penimbunan Debu di Paru . ............ 35 2.3.6.2 Mekanisme Penurunan Fungsi Paru akibat Paparan Debu .................................................................. 37
2.4
Tenaga Kerja Pabrik Teh............................................................. 38
2.5
Latihan Pernafasan (Breathing Exercise) ................................... 41 2.5.1 Deep Breathing Exercise ................................................. 42 xi
2.5.1.1 Prosedur pelaksanaan latihan pernafasan dalam (Deep Breathing Exercise)............................... 43 2.5.2
Pursed Lips Breathing ................................................... 44 2.5.2.1 Prosedur pelaksanaan latihan Pursed Lips Breathing.......................................................... 43 2.5.2.2
2.6
Fisiologis Pursed Lips Breathing..................... 48
Pengaruh Breathing Exercise terhadap Peningkatan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekpirasi Paksa (FEV1). ....................... 50
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS.................. 52 3.1
Kerangka Berpikir....................................................................... 52
3.2
Konsep Penelitian ....................................................................... 54
3.3
Hipotesis...................................................................................... 54
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 55 4.1
Rancangan Penelitian .................................................................. 56
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 56
4.3
Penentuan Sumber Data .............................................................. 56 4.3.1 Populasi ........................................................................... 56 4.3.1.1 Populasi Target.................................................... 56 4.3.1.1 Populasi Terjangkau............................................ 56 4.3.2 Sampel............................................................................. 56 4.3.2.1 Kriteria Inklusi .................................................... 56 4.3.2.2 Kriteria Eklusi ..................................................... 57 4.3.2.3 Besar Sampel....................................................... 57 4.3.3 Teknik Pengambilan Sample ........................................... 58
4.4
Variabel Penelitian ...................................................................... 59 4.4.1 Variabel Independent ...................................................... 59 4.4.2 Variabel dependent.......................................................... 59 xii
4.5
Defenisi Operasional .................................................................. 59 4.5.1 Breathing Exercise ......................................................... 59 4.5.2 Kapasitas Vital Paru (KVP) ............................................ 60 4.5.3 Volume Ekspirasi Paksa ................................................. 60
4.6
Instrumen Penelitian.................................................................... 60 4.6.1 Cara penggunaaan alat ..................................................... 61
4.7
Prosedur Penelitian...................................................................... 61 4.7.1 Tahap persiapan ................................................................ 61 4.7.1 Tahap penentuan sampel ................................................... 61 4.7.1 Tahap pelaksanaan ............................................................ 62 4.7.1 Tahap Akhir ...................................................................... 62
4.8
Alur Penelitian ............................................................................ 64
4.9
Tekhnik Analisis Data................................................................. 64
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 65 5.1
Deskripsi Karakteristik Subjek.................................................... 65
5.2 Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 67 5.3 Analisi data deskriptif peningkatan Nilai KVP dan FEV1 .......... 67 5.4. Uji Normalitas Data ................................................................... 68 5.5 Uji Homogenitas Data ................................................................. 69 5.6 Pengujian Peningkatan nilai Kapasitas Vital Paru (KVP) Sebelum dan Setelah perlakuan breathing exercise. .................................. 70 5.7 Pengujian Peningkatan Nilai Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 Detik (FEV1) Sebelum dan Setelah pemberian breathing exercise. .... 71 BAB VI PEMBAHASAN................................................................................ 72 6.1 Karakteristik Subjek .................................................................... 72 6.2 Distribusi dan Varian Subjek Penelitian ..................................... 75 xiii
6.3 Pengujian peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing exercise ...................................................................... 76 6.4 Uji Beda selisih peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)......................................... 77 6.5
Kelemahan Penelitian.................................................................. 81
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 82 7.1 Simpulan...................................................................................... 82 7.2 Saran............................................................................................ 82 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84 LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jenis Debu dan Contoh .................................................................... 32 Tabel 5.1 Karakteristik Subjek ......................................................................... 65 Tabel 5.2 Distribusi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin. ................................ 67 Tabel 5.3 Uji Normalitas. ................................................................................ 67 Tabel 5.4 Uji Homogenitas. ............................................................................ 68 Tabel 5.5 Uji Peningkatan nilai KV sebelum dan sesudah perlakuan ............ 69 Tabel 5.6 Uji Peningkatan nilai VEP1 sebelum dan sesudah perlakuan. ........ 70 Tabel 5.7 Uji Selisih Rerata Nilai KV dan VEP1. ........................................... 71
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Sistem Respirasi pada Manusia ............................ 13 Gambar 2.2 Mesin Sortasi Teh ................................................................ 40 Gambar 2.3 Proses Tenaga Kerja Terpapar Debu di Bagian Sortasi Teh
40
Gambar 2.4 Teknik Deep Breathing.......................................................... 44 Gambar 2.5 Teknik Pursed Lip Breathing................................................. 46 Gambar 3.1 Kerangka Berfikir................................................................... 53 Gambar 3.2 Kerangka Konsep................................................................... 54 Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ...............................................
55
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian ..........................................................
63
xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH
P
: Populasi
S
: Sampel
RA
: Random Alokasi
NP
: Nilai Pengukuran
BE
: Breathing Exercise
KV
: Kapasitas Vital
KVP
: Kapasitas Volume Paru
VEP1
: Volume Ekspirasi Paksa detik pertama
SB
: Simpangan Baku
th
: Tahun
n
: Jumlah Sampel
s/d
: Sampai Dengan
%
: Persen
<
: Kurang Dari
>
: Lebih Besar Dari
=
: Sama Dengan
±
: Kurang Lebih
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian .................................................................. 90 Lampiran 2.
Surat Pelaksanaan Penelitian .................................................... 91
Lampiran 3. Formulir Persetujuan ............................................................... 92 Lampiran 4. Kuisioner ................................................................................. 93 Lampiran 5. Hasil Statistik ........................................................................... 94
xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Penigkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Majunya industri maka terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Daerah sekitar perindustrian
juga
berkembang
dalam
bidang
sarana
transportasi,
komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia adalah Pembangunan dalam bidang industri. Dengan diwujudkan kesejahteraan
tersebut,
pembangunan
industri
yang
dipilih
harus
berwawasan lingkungan, dengan tujuan sedikit mungkin memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat penggunaan sumber daya alam (Wardana, 2001). Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, semakin baiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan dapat disimpulkan bahwa perkembangan kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan (Khumaidah, 2009).
1
2
Tenaga Kerja harus memahami dan membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam aktivitasnya, sehingga tenaga kerja dapat bekerja dengan aman, selamat, sehat dan bergairah serta mampu menilai besarnya bahaya, resiko dan akibatnya selama melakukan tugasnya di lingkungan kerja masing - masing. Sebaliknya dari pihak industri akan terhindar dari semua faktor kerugian terpeliharanya proses produksi bahkan dapat terhindar dari hilangnya investasi di perusahaan (Suma’mur, 1995 dalam Roslan, 2000). Penyakit pneumokoniosis adalah salah satu Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang diakibatkan dari adanya pencemaran lingkungan kerja oleh debu. Penyakit pneumokoniosis yaitu bentuk gangguan pernafasan terhadap pengendapan/penimbunan debu pada saluran pernafasan dan paru-paru. Khusus untuk industri tekstil, ditinjau dari aspek K3 memiliki segi-segi khusus yang tidak ditemukan pada industri lain, misalnya tentang kekhususan penyakit Bysinosis (Suma’mur, 1995 dalam Roslan, 2000). Perhatian atas dampak pajanan bahan-bahan berbahaya di tempat kerja dan lingkungan terhadap kesehatan sejak beberapa dekade terakhir tampak semakin meningkat karena peranannya terhadap gangguan saluran pernafasan. Penyebab atau memperburuknya penyakit seperti asma, kanker, dermatitis dan tuberculosis salah satunya adalah pajanan bahan yang berbahaya di tempat kerja. Diperkirakan jumlah kasus baru penyakit akibat kerja di Amerika Serikat 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun dan terjadi 5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Sedangkan penyakit saluran pernafasan
3
merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara berkembang, prevalensinya bervariasi antara 2 – 20 % (Wahyuningsih, 2003). Penyebab insiden penyakit karena debu mineral telah menurun pada masa sekarang di negara pasca industri dan asma telah berkembang menjadi penyakit akibat kerja yang utama. Setiap tahun berbagai bahan baru telah diperkenalkan di tempat kerja dan banyak diantaranya menimbulkan penyakit paru (Aditama, 2002). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 80-an (NIOSH, 1991) diprediksikan bahwa sekitar 1,7 juta pekerja Amerika Serikat terpajan oleh kristal silika (silika bebas) di luar industri pertambangan dan diperkirakan kurang lebih 700.000 pekerja terpajan oleh asbestosis. Dan pada tahun 1987, Badan Internasional khusus penelitian kanker mengklasifikasikan bahwa golongan yang kemungkinan dapat menyebabkan kanker paru pada manusia adalah partikel silika (silika bebas). Hasil penelitian akhir-akhir ini tahun 1996 telah mengklasifikasikan ulang bahwa partikel silika (silika bebas) merupakan salah satu faktor penyebab kanker paru pada manusia dan sekarang pneumoconiosis merupakan pembunuh secara perlahan (tersembunyi) pada negara-negara di seluruh dunia terutama pada negara miskin dan berkembang (Astrawinata, 1997). Kontak yang terus menerus dan menahan dan serta dalam konsentrasi yang cukup tinggi dengan debu-debu terhadap tenaga kerja industri, maka lama kelamaan pada jaringan parunya akan mengalami suatu proses degenaratif (Mulyono, 1997). Kelainan yang terjadi pada paru ataupun
4
saluran pernafasan akibat dari debu menurut Mulyono (1997), dapat berupa hal-hal sebagai berikut: 1. Berkurangnya kualitas maupun kuantitas serabut elastis paru. 2. Terjadinya restriksi pada saluran pernafasan. 3. Timbulnya obstruksi pada saluran pernafasan. Roslan (2000), menyatakan bahwa pekerjaan selalu berhubungan dengan zat pencemar debu, lambat laun akan menderita aneka gangguan di dalam tubuh pekerja pabrik yang dikenal dengan nama pneumokoniosis dan yang terganggu diantaranya faal paru-parunya. Efek yang di timbulkan di lingkungan kerja seperti terpapar debu yaitu gangguan fungsi pernapasan. Beberapa faktor dari karakteristik pekerja itu sendiri juga dapat mempengaruhi keadaan paru seperti umur, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, kebiasaan penggunaan alat pelindung diri, status gizi, kebiasaan olahraga dan masa kerja (Mengkidi, 2006). PT. Candi Loka adalah sebuah perusahaan yang mengelola teh, terdapat perkebunan teh yang sangat luas dan memilik pabrik teh yang cukup besar. PT Candi Loka ini terletak di dusun Jamus desa Girikerto kecamatan Sine kabupaten Ngawi, hasil produksi tehnya pun tidak sedikit. Teh adalah sebuah tanaman yang dipetik daunnya lalu diolah sehingga bisa digunakan sebagai bahan dasar minuman. Perusahaan ini memiliki banyak karyawan, semua sesuai dengan bidang keahlian masing-masing (Wahyu, 2014) Berdasarkan survei yang peneliti lakukan pada saat pertama
5
mendatangi pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi, khususnya di bagian sortasi, peneliti melihat adanya debu teh yang cukup tinggi karena di bagian sortasi ini adalah bagian pengayaan dimana terdapat mesin pengayaan yang memilah teh yang telah kering baik itu dari daun yang pucuk, tangkai dan dust (teh yang telah hancur). Setelah teh di ayak lalu teh di kemasi dalam kantong, yang tentunya menimbulkan debu teh yang terbang di udara. Dilihat dari aspek kesehatan, debu yang tinggi di bagian sortasi tersebut dapat mempengaruhi saluran pernafasan tenaga kerja yang kemudian mempengaruhi fungsi paru dari tenaga kerja tersebut. Peneliti melakukan wawancara kepada sebagian tenaga kerja yang bekerja di unit sortasi, selama mereka bekerja di bagian sortasi memang fungsi pernafasan mengalami gangguan berupa sesak nafas, hal ini disebabkan oleh salah satu faktor yaitu akibat debu teh yang masuk melalui saluran pernafasan dan kemudian mempengaruhi fungsi paru tenaga kerja ini. Selain faktor debu tersebut, faktor pemakaian APD berupa masker ternyata kurang dipatuhi oleh tenaga kerja yang mengalami gangguan pernafasan. Peneliti ingin melakukan eksperimen pada tenaga sortasi dengan melakukan latihan pernafasan (Breathing Exercise), dengan melakukan Breathing Exercise apakah keluhan yang di rasakan tenaga kerja seperti sesak nafas akan berkurang atau biasa saja. Bagian sortasi merupakan bagian yang bekerjanya mengayak dan mensortasi teh-teh sesuai dengan bagian-bagian teh dan dikemasi. Ketika
6
pengayaan dan pengemasan teh, debu berjenis kayu (kayu teh) berhamburan di udara sehingga tenaga sortasi memerlukan masker, dimana masker yang digunakan hanyalah sehelai kain/sleyer untuk melindungi dari debu (Wahyu, 2014) Waktu kerja bagian sortasi dari jam 07.00 – 14.00 Wib. Rata-rata tenaga kerja yang bekerja di bagian sortasi dan bagian pengolahan ini sebagian sudah ada yang bekerja hingga 8 tahun, hal tersebut merupakan faktor terjadinya gangguan fungsi paru karena lamanya paparan debu pada tenaga kerja di bagian sortasi tersebut (Wahyu, 2014). Upaya peningkatan kapasitas vital paru dapat dilakukan melalui latihan pernapasan (breathing exercise) dan diharapkan dapat memperbaiki fungsi ventilasi paru (Ignatavicius & Workman, 2006). Penelitian
El-Batanoun
(2009),
menyebutkan
bahwa
latihan
pernapasan setelah enam minggu dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan sehingga fungsi ventilasi paru membaik. Perbaikan ventilasi dapat dicapai setelah latihan diafragmatik, nafas dalam, spirometrik insentif, gaya berjalan dan latihan ekstremitas. Adanya peningkatan tahanan jalan udara dan penurunan udara residu mengakibatkan kekuatan otot inspirasi yang dibutuhkan menjadi minimal. Memperbaiki fungsi kerja paru dan bermanfaat untuk mengatur pernapasan saat terjadi keluhan sesak nafas merupakan fungsi dari Deep breathing exercise. Pada saat inspirasi dalam, dinding perut relaks (pasif)
7
dan udara masuk ke paru-paru melalui hidung. Latihan ini sebaiknya diikuti tehnik relaksasi (Nury, 2008). Hasil Workshop Rehabilitasi Penyakit Paru di RS Moewardi Surakarta 2005 dan beberapa literatur bahwa pursed lips breathing yang dilakukan secara teratur dapat memperbaiki ventilasi sehingga dapat memperbaiki aliran udara dan volume paru akibat penyumbatan pada paru. Berdasaran dari latar belakang tersebut diatas, maka peneliti mengambil judul “Breathing Exercise Meningkatkan Kapasitas Vital (KV) dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik pertama (VEP1) pada Tenaga Sortasi yang Mengalami Gangguan Paru di Pabrik Teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi”. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah yang disampaikan yaitu : 1. Apakah breathing exercise meningkatkan kapasitas vital (KV) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Perkebunan Teh Jamus Ngawi? 2. Apakah breathing exercise meningkatkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi? 3. Apakah breathing exercise sama baik dalam meningkatkan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada
8
tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui breathing exercise lebih meningkatkan kapasitas vital (KVP) atau volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di PT. Candi Loka Perkebunan Teh Jamus Ngawi.
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Manfaat akademik penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi ilmiah, terutama dalam melengkapi informasi-informasi yang sudah ada dari literatur maupun hasilhasil penelitian. 2. Memberikan bukti empiris dan teori tentang sama baik peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan penggunaan breathing exercise terhadap tenaga kerja sortasi di pabrik teh Jamus 1.4.2. Manfaat Praktisi
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan seberapa pengaruh breathing exercise lebih meningkatkan kapasitas vital (KV)
9
daripada volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga kerja sortasi. 2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan untuk upaya meningkatkan pelayanan pada kasus kardiorespirasi yang lain.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1Sistem Pernapasan 2.1.1 Pengertian Pernafasan Peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh merupakan pengertian dari Pernapasan (respirasi). Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1997). Sistem pernapasan terdiri dari paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida. Menurut Alsagaff(2002)sistem pernapasan secara umum terbagi atas : 1. Bagian Konduksi Bagian konduksi terdiri dari rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi dan menghangatkan udara yang diinspirasi. 2. Bagian Respirasi Bagian ini terdiri dari alveoli dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikelyang masuk. Sistem pernafasan
10
11
memiliki sistem pertahanan sendiri di dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak. Terdapat
tiga
kelompok
mekanisme
pertahanan
menurut
Tabrani
(1996),yaitu : a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik di dalam saluran nafas. b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu dan mengeluarkannya. c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di dalam paru yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas. 2.1.2 AnatomiSaluran Pernapasan Anatomi saluran pernafasan menurut Sloane (2003),terdiri dari : 1. Hidung Hidung berbentuk piramid yang tersusun dari tulang, kartilago hialin dan jaringan fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum nasal. Struktur hidung pada bagian eksternal terdapat folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea yang merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit bagian ini mengandung vibrissae yang berfungsi menyaring partikel dari udara terhisap. Sedangkan pada rongga
12
nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel goblet. Udara yang masuk dalam hidung akan mengalami proses penyaringan partikel dan pengahangatan dan pelembaban udara terlebih dahulu sebelum memasuki saluran nafas yang lebih dalam. 2. Faring Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm. Terdiri dari nasofaring, orofaring dan laringofaring. Pada nasofaring terdapat tuba eustachius yang menghubungkan dengan telinga tengah. Faring merupakan saluran bersama untuk udara dan makanan. 3. Laring Laring adalah tabung pendek yang bentuknya seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga lainnya tidak berpasangan. Tiga kartilago yang tidak berpasangan adalah kartilago tiroid yang terlrtak dibagian proksimal kelenjar tiroid, kartilago krikoid yang merupakan cincin anterior yang lebih dalam dan lebih tebal, epiglotis yang merupakan katup kartilago yang melekat pada tepi anterior kartilago tiroid.Pada saat menelan Epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke saluran pernapasan bawah. Epiglotis juga merupakan batas antara saluran napas atas dan bawah. 4. Trakea Trakea adalah tuba dengan panjang 10-12 cm yangterletak di anterioresofagus. Trakea tersusun dari 16 – 20cincin kartilago berbentuk C yang diikat bersama jaringanfibrosa yang melengkapi lingkaran di belakang. Trakea berjalan dari bagian bawah tulang rawankrikoid laring dan berakhir
13
setinggi vertebra thorakal 4 atau 5.Percabangan trakea yaitu bronkus principallisdextra dan sinistra di tempat yang disebut carina. Carinaterdiri dari 6 – 10 cincin tulang rawan. 5. Bronkus Bronkus merupakan struktur dalam mediastinum, yang merupakan percabangan dari trakea. Bronkus sebelah kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakea. Setiap bronkus primer bercabang membentuk bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin mengecil dan menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Bronkus kanan kemudian akan bercabang menjadi lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Bronkus kiri terdiri dari lobus superior dan inferior. 6. Bronkhiolus Bronkiolus berkisar diameter dari beberapa milimeter sampai kurang dari setengah milimeter. Ujung dari setiap bronkioli, disebut terminal bronkioli, berakhir pada sekelompok alveoli. Yang memastikan bahwa udara yang masuk dipasok ke setiap alveolus (kantung udara, tunggal untuk alveoli) merupakan fungsi dari bronkiolus 7. Alveolus Alveolus adalah kantung udara yang ukurannya sangat kecildan merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius sehinggamemungkinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida.Alveolus terdiri dari membran alveolar dan ruang intesrstisial.
14
8. Paru Paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang terletak di rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bonkiolus, bronkiolus respiratori, alveoli, respirasi paru, saraf dan sistem limfatik. Alat pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk kerucut dengan apex di atas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar leher disebut dengan paru.
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Respirasi pada Manusia Sumber : Campbell (1999) Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus oleh 1 fisura (Sloane, 2003).Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari pleuraviseral yang melekat pada paru dan tidak dapat dipisahkan dan pleura parietal yang melapisi strenum, diafragma dan mediastinum. Diantara kedua pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan pleura sehingga
15
memungkinkan paru untuk berkembang dan berkontraksi tanpa gesekan (Sloane, 2003). 2.1.3 Fisiologi Pernapasan Pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru dengan pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot diafragma, isi dan dinding abdomen serta pusat pernapasan di otak. Otot pernapasan primer adalah diafragma yang berbentuk kubah, berada pada dasar torak yangmemisahkan thorak dengan abdomen sedangkan otot pernapasan tambahan terdiri dari ototintercosta eksterna dan interna, otot sternocleidomastoidius danelevator scapula.Otot pernapasan dipersyarafi oleh nervus phrenikus yang berfungsi mengendalikan otot diafragma dan otot dinding abdomen yang terdiri dari rectus abdominis, obligus internus
dan eksternus serta trasversus
abdominis(Guyton dan Hall, 2006). Kerja inspirasi dibagi menjadi 3 yaitu : kerja compliane/elastisitas, kerja resistensi jaringan dan kerja resitensi jalan nafas. Mekanisme pernapasan terdiri dari inspirasi dan ekspirasi melalui peranan compliance paru dan resistensi jalan nafas. Selama inspirasi normal, hampir semua otototot
pernapasan berkontraksi, sedangkan selama
ekspirasi
hampir
seluruhnya pasif akibat elastisitas paru dan struktur rangka dada. Sebagian besar kerja pada saat bernafasdilakukan oleh otot-otot pernapasanyang berfungsi untuk mengembangkan paru (Guyton & Hall, 2006). Otot diafragma berkontraksi dan mendatar pada saat inspirasi dan menyebabkan longitudinal paru bertambah. Otot diafragma mengalami relaksasi dan naik kembali ke posisi istirahat pada saat ekspirasi. Dalam
16
keadaan normal otot tambahan tidak aktif, mulai berperan pada saat aktivitas atau resistensi jalan
nafas dan rongga thorak meningkat.
Mekanisme complianceparu dengan mengangkat rangka dan elevasi iga, sehingga tulang iga dan sternum secara langsung maju menjauhi spinal, membentuk jarak anteroposterior dada ± 20% lebih besar selama inspirasi maksimal daripada saat ekspirasi. Complianceparu tergantung pada ukuran paru untuk melakukan perubahan volume
intrathorak. Usia dan
ukurantubuh berpengaruh terhadap kemampuan compliance paru (Guyton & Hall, 2006). 2.1.3.1 Tahapan proses pernapasan menurutPrice & Wilson (2006) meliputi: a. Ventilasi Proses keluar masuk udara dari dan ke paru yang membutuhkan koordinasi otot paru dan thorak yang elastis dengan persyarafan yang utuh disebut ventilasi. Adequasi ventilasi paru ditentukan oleh volume paru, resistensi jalan nafas, sifat elasitik atau complianceparu dan kondisi dinding dada. Perbedaan tekanan udara antara intrapleuradengan tekanan atmosfer, pada inspirasi tekanan intrapleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga udara masuk ke alveoli. Fungsi ventilasi paru tergantung pada: 1) bersihan jalan nafas, adanya sumbatan/obstruksi jalan napas; 2)sistem saraf pusat
dan
pusat
pernapasan;
3)
kemampuan
pengembangan
dan
pengempisan (compliance) paru; 4) kemampuan otot-otot pernapasan seperti; otot diafragma, otot interkosta eksterna dan interna, otot abdomen.
17
b. Perfusi Proses pergerakan darah melewati sistem sirkulasi paru untuk dioksigenasi, selanjutnya mengalir dalam arteri pulmonalisdan akan memperfusi paru serta berperan dalam proses pertukaran gas O2 dan CO2 di kapiler paru dan alveoli disebut dengan perfusi paru. c. Difusi Difusi adalah pergerakan gas O2 dan CO2 dari area dengan bertekanan tinggi ke tekanan rendah antara alveolus dengan membran kapiler. Dapat disimpulkan bahwa mekanisme dasar pernapasan meliputi: 1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfir; 2) difusi dari oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah; 3) transpor oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel; 4) pengaturan ventilasi (Guyton & Hall, 2006). 2.1.3.2Mekanisme Pernafasan menurut Sudadi (1990) yaitu : Pada pernapasan terjadi dua proses, yaitu proses inspirasi dan ekspirasi.
Proses
inspirasi
berlangsung,
otot
antar
tulang
rusuk
berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat ke atas, dan otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma menjadi datar, akibatnya rongga dada menjadi besar. Rongga dada yang besar menyebabkan tekanan udara di dalam rongga dada berkurang atau lebih kecil dari pada tekanan udara di luar. Pada proses ekspirasi otot antar tulang rusuk dan otot diafragma mengendor, sehingga rongga dada mengecil. Rongga dada
yang
18
mengecil menyebabkan tekanan udara di dalam rongga dada naik atau lebih besar daripada tekanan udara di luar. 2.2Volume dan Kapasitas Fungsi Paru Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada atau tidaknya kelainan fungsi ventilasi paru. 2.2.1 Volume Paru Selama berlangsungnya proses pernapasan terdapat volume dari paru yang berubah-ubah. Terdapat beberapa parameter yang menggambarkan volume paru menurut Hall dan Guyton(1997), yaitu: a. Volume tidal (VT) Volume tidal adalah volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali bernapas. Nilai rata-rata volume tidal pada saat istirahat adalah 500 ml. b. Volume cadangan inspirasi (VCI) Volume cadangan inspirasi adalah volume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup melebihi volume tidal saat istirahat. Volume cadangan inspirasi dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma, musculus intercostae externus dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya adalah 3.000 ml. c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) Volume cadangan ekspirasi adalah volume tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang
19
dikeluarkan secara pasif pada akhir volume tidal biasa. Nilai rata-rata volume cadangan ekspirasi adalah 1.000 ml. d. Volume residual (VR) Volume residual adalah volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata volume residual adalah 1.200 ml. e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) Volume ekspirasi paksa detik pertama adalah volume udara yang dapat diekspirasikan selama satu detik pertama ekspirasi pada penentuan kapasitas vital. Nilai volume ekspirasi paksa dalam satu detik biasanya adalah sekitar 80% yang berarti dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dikeluarkan dalam satu detik pertama. 2.2.2 Kapasitas Fungsi Paru Kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau lebih. Yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru menurut Hall dan Guyton(1997) adalah: a. Kapasitas inspirasi (KI) Kapasitas inspirasi adalah volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (KI=VCI+TV). Nilai rata-rata kapasitas inspirasi adalah 3.500 ml. b. Kapasitas residual fungsional (KRF) Kapasitas residual fungsional adalah volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal (KFR=VCE+VR). Nilai rata-rata kapasitas residual fungsional adalah 2.200 ml.
20
c. Kapasitas Vital (KV) Kapasitas vital adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mulamula melakukan inspirasi maksimum kemudian melakukan ekspirasi maksimum (KV=VCI+VT+VCE). Nilai rata-rata kapasitas vital adalah 4.500 ml. d. Kapasitas paru total (KPT) Kapasitas paru total adalah volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh seluruh paru (KPT=KV+VR). Nilai rata-rata kapasitas paru total adalah 5.700 ml. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah posisi orang tersebut selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernafasan, distensibilitas paru-paru dan sangkar dada yang disebut “Compliance paruparu” (Guyton, 1991). 2.2.3Pengukuran Fisiologis Paru Pengukuran
fisiologis
paru
sangat
dianjurkan
bagi
pekerja,
pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirometer. Spirometer dipilih dengan alasan mudah digunakan, biaya murah, ringan, praktis, dapat dibawa kemana-mana, tidak memerlukan tempat khusus, cukup sensitif, akurasi tinggi, dan tidak invasif (Yunus,1997). Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa dalam atau Forced Expiratory Volumeadalah
21
volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu.Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar. (Alsagaff, 2005). Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui hampir semua volume dan kapasitas paru. Dengan demikian dapat dinilai gangguan fungsional ventilasi paru yang dapat digolongkan menjadi (Yunus, 1997) : a. Gangguan obstruktif, yaitu gangguan berupa hambatan pada aliran udara
yang ditandai dengan penurunan FEV1 dan KV. b. Gangguan restriktif, yaitu gangguan berupa kegagalan pengembangan paru yang ditandai dengan penurunan KV, VRdan KPT. 2.2.3.1 Nilai Normal Fisiologi Paru Untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan perlu dilakukan pembandingan dengan nilai standarnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan, fungsi paru digolongkan menjadi (Yunus, 1997) :
22
a. Normal, bila hasil KV >80% dan FEV1>75% b. Gangguan restriksi, bila KV <80% dan FEV1 ≥75% atau <75% c. Gangguan obstruksi, bila KV >80% dan FEV1<75% 2.2.3.2 Gangguan Fungsi Paru 1. Pengertian Gangguan fungsi paru adalah penyakit yang dialami oleh paru-paru yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri, debu maupun
partikel
lainnya.
Penyakit
pernafasan
yang
diklasifikasikan karena uji spirometri ada dua macam yaitu penyakit yang menyebabkan gangguan ventilasi
obstruksi
dan yang menyebabkan
gangguan ventilasi restriktif (Hall dan Guyton, 1997). 2. Macam Gangguan Fungsi Menurut Yunus (1997), gangguang fungsi paru ada 3, yaitu : A. Gangguan paru obstuktif Penurunan kapasitas paru yang diakibatkan oleh penimbunan debu sehingga menyebabkan penurunan dan penyumbatan saluran pernafasan.Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin parah obstruksinya : - FEV1 : 60-75% = mild - FEV1 : 40-59% = moderate - FEV1 : <40 = severe Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi.
23
B.Gangguan paru restriktif Penyempitan saluran paru yang diakibatkan oleh bahan yang bersifat alergi seperti debu, spora, jamur yang mengganggu saluran pernafasan dan kerusakan jaringan paru-paru.Tidak dapat menarik napas (unable to get air in). - FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat - TLC berkurang → sebagai Gold Standart FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal. C.Gangguan paru mixed Kombinasi dari penyakit paru restriktif dan obstuktif. 2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Kapasitas Fungsi Paru pada Pekerja Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas fungsi paru tenaga kerja dibedakan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 2.2.4.1 Faktor internal, terdiri dari: 1) Umur Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi
24
kapasitas fungsi paru menurut Suyono (2001). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telahmenurunnya kekuatan fisik. Dalam keadaan normal, usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anakanak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi Kapasitas Vital (KV) pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifuddin, 1997). 2) Jenis kelamin Menurut Guyton dan Hall (2006), volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001), disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L. 3) Riwayat penyakit Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas fungsi paru seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit. Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan
25
menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur, 1996). 2.2.4.2 Faktor eksternal, terdiri dari: 1). Faktor Lingkungan kerja a. Ventilasi Pertukaran udara secara mekanik dilakukan dengan cara memasang sistem pengeluaran udara (exchaust system) dan pemasukan udara (supply system) dengan menggunakan fan. Exhaust system dipasang untuk mengeluarkan udara beserta kontaminan yang ada sekitar ruang kerja, biasanya ditempatkan disekitar ruang kerja atau dekat dengan sumber dimana kontaminan dikeluarkan. Supply system dipasang untuk memasukkan udara ke dalam ruangan, umumnya digunakan untuk menurunkan tingkat konsentrasi kontaminandi dalam lingkungan kerja. Sebagai ruang produksi, sistem ventilasi umumnya terbuka atau setengah terbuka, dan banyak dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi sebagai penyedot udara sehingga pergantian udara menjadi lebih lancar (Khumaidah, 2009). b. Suhu Persyaratan kesehatan untuk ruang kerja industri yang nyaman di tempat kerja adalah suhu yang tidak dingin dan tidak menimbulkan kepanasan bagi tenaga kerja yaitu berkisar antara 18 0C sampai 30 0C dengan tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m. Bila suhu udara > 30 0C perlu menggunakan alat penata udara sepertiair conditioner, kipas
26
angin dan lain-lain. Bila suhu udara luar < 18 0C perlu menggunakan alat pemanas ruangan (Depkes RI,2002).
c. Kelembaban Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air (dalam %) yang terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara berada dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah. Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh kepada kesehatan pekerja berkisar antara 65 % - 95 %. Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya kondisi optimal perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban tinggi. Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban
yang
tinggi
dapat
meningkatkan
pertumbuhan
mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan (Suma’mur, 1994). 2). Kebiasaan merokok Definisi kebiasaan merokok adalah seseorang yang pernah merokok 100 atau lebih rokok selama hidupnya dan dilaporkan sekarang masih terus atau kadangkadang merokok. Dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa rokok meningkatkan kekerapan kelainan paru,
27
dengan demikian rokok memperburuk efek debu terhadap paru (Putranto, 2007). Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2003). Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas fungsi paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Suyono, 2001). 3). Kebiasaan olah raga Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik, gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akanmempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat. Kapasitas fungsiparu dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olah raga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas
28
fungsi pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30 – 40 %. (Guyton dan Hall, 2006).
4). Pemakaian Alat Pelindung Pernafasan (APD) Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. (Budiono, 2002). Alat pelindung diri untuk pekerja adalah alat pelindung untuk pekerja agar aman dari bahaya atau kecelakaan akibat melakukan suatu pekerjaannya. Alat pelindung diri untuk pekerja di Indonesia sangat banyak sekali permasalahannya dan masih dirasakan banyak kekurangannya (Yunus, 1997). Alat pelindung diri (APD) yang baik adalah APD yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and acceptation), apabila pekerja memakai APD yang tidak nyaman dan tidak bermanfaat maka pekerja enggan memakai, hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih diperbolehkan untuk bekerja atau menghindari sanksi perusahaan (Khumaidah, 2009). Menurut Budiono (2002), APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi
29
adalah masker. Masker untuk melindungi dari debu atau partikel-partikel yang lebih kasar yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Masker terbuat dari kain dengan ukuran poripori tertentu.Salah satu jenis masker yait masker penyaring debu, masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari serbuk-serbuk logam, penggerindaan atau serbuk kasar lainya. Jenis masker lainnya yaitu masker berhidung, masker bertabung, masker kertas dan masker kertas. 5). Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya). Menurut Solech (2001), masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung.Masa kerja dapat dikategorikan menjadi: a). Masa kerja baru ( < 5 tahun ) b). Masa kerja lama ( ≥ 5 tahun ) Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerjatersebut (Suma’mur, 1996). 2.2.5 Faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan, menurut Putranto (2007) : 1. Batuk Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan.
30
Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalambentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.
2. Dahak Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel gobletolehadanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses
inflamasi, di
samping dahak dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi. 3. Sesak nafas Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit. 4. Bunyi mengi Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan. 2.3 Debu 2.3.1 Pengertian Debu Debu yaitu partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatankekuatan alamiah atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
31
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahanbahan, baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, biji logam, arang batu, butir-butir zat dan sebagainya (Suma’mur, 1994).
2.3.2Pengertian Debu Kayu Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan oleh kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dal lain-lain dari bahan organik maupun non organik seperti kayu, biji logam dan batu arang (Yunus,1997). 2.3.3 Efek Debu Terhadap Kesehatan Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat menimbulkan penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah batuk, sesak nafas dan kelelahan umum. Mekanisme penimbunan debu dalam paru dapat dijelaskan sebagai berikut: debu diinhalasi dalam partikel debu solid, atau suatu campuran dan asap, debu yang berukuran antara 5-10 μ akan ditahan oleh saluran nafas bagian atas, debu yang berukuran 3-5 μ akan ditahan oleh saluran nafas bagian tengah, debu yang berukuran 1-3 μ disebut respirabel, merupakan ukuran yang paling bahaya, karena akan tertahan dan tertimbun mulai dari
32
bronchiolus terminalis sampai hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru. Sedangkan debu yang berukuran 0,1 – 1 μ melayang di permukaan alveoli (Pudjiastuti, 2002). 2.3.4Nilai Ambang Batas Suma’mur (1994) menyatakan Nilai Ambang Batas (NAB) adalah kadar yang pekerja sanggup menghadapinya dengan tidak menunjukkan penyakit atau kelainan dalam pekerjaan mereka sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. Debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja (nuisance dust) adalah debu-debu yang tidak berakibat fibrosis kepada paru-paru, melainkan bereffek sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan normal. Dahulu debu-debu demikian disebut debu inert (lamban), tetapi ternyata tidak ada debu yang sama sekali tanpa reaksi selluler, sehingga istilah inert tidak dipakai lagi.Reaksi jaringan paru-paru terhadap penghirupan debu-debu yang demikian adalah: a. Susunan saluran udara tetap utuh. b. Tidak berbentuk jaringan parut. c. Reaksi jaringan potensil dapat pulih kembali. Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara di lingkungan kerja perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara dengan penetapan nilai ambang batas. Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja yaitu sebesar 3 mg/m3.NAB kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja adalah 10 mg/m³ atau 30 dalam juta partikel perkaki kubik / 30 jppkk (Depnaker, 1997)
33
2.3.5Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pengendapan Partikel Debu dalam paru. Tidak semua partikel yang terinhalasi akan mengalami pengendapan di paru. Faktor pengendapan debu di paru dipengaruhi oleh pertahanan tubuh dan karakterisrik debu sendiri yang meliputi jenis debu, ukuran partikel debu, konsentrasi partikel dan lama paparan, pertahanan tubuh. 1. Jenis Debu Tabel 2.1 Jenis Debu dan Contoh (Sumber : Suma’mur, 1999) No 1
Jenis Debu Organik a. Alamiah 1. Fosil 2. Bakteri 3.Jamur 4. Virus 5. Sayuran 6. Binatang
2
b. Sintesis 1. Plastik 2. Reagen Anorganik a. Silica bebas 1. Crystaline 2. Amorphus b. Silika 1. Fibrosis 2. Lain-lain c. Metal 1. Inert 2. Lain-lain 3.Bersifat keganasan
Contoh Jenis Debu
Batu bara, karbon hitam, arang, granit TBC, antraks, enzim bacillus substilis Koksidimikosis, histoplasmosis, kriptokokus thermophilic Psikatosis, cacar air, Q fever Kompos jamur, ampas tebu, tepung padi, gabus, atap alang-alang, katun, rami, serta nanas Kotoran burung merpati, kesturi, ayam Politetra fluoretilen diesosianat Minyak isopropyl, pelarut organik
Quarrz, trymite cristobalite Diatomaceous earth, silica gel Asbestosis, silinamite, talk Mika, kaolin, debu semen Besi, barium, titanium, tin, alumunium, seng Berilium Arsen, kobal, nikel hematite, uranium, asbes, khrom
Jenis debu terkait daya larut sifat kimianya. Adanya perbedaan daya
34
larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma’mur (1996) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik.
2. Ukuran Partikel Tidak semua partikel dalam udara yang terinhalasi akan mencapai paru. Partikel yang berukuran besar pada umumnya telah tersaring di hidung. Partikel dengan diameter 0,5-0,1 μ yang disebut partikel terhisap yang dapat mencapai alveoli. Partikel berdiameter 0,5-0,1 μ dapat mengendap di alveoli dan menyebabkan terjadinyapneumokoniosis (Malaka, 1996). Partikel debu yang berdiameter > 10 μ yang disebut coarse particle merupakan indikator yang baik tentang adanya kelainan saluran pernafasan, karena adanya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernafasan dengan kadar partikel debu di udara (Malaka, 1996) 3. Konsentrasi Pertikel Debu dan Lama Paparan Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dansemakin lama paparan berlangsung, jumlah partikel yangmengendap di paru juga akan semakin banyak. Pneumokoniosisakibat debu akan timbul setelah penderita mengalami kontaklama dengan debu. Pneumokoniosis jarang ditemui kelainan bilapaparan kurang dari 10 tahun. Dengan demikian lama paparanmempunyai pengaruh besar terhadap kejadian gangguan fungsiparu
35
(Khumaidah,2009). 4. Pertahanan
Tubuh
terhadap
Paparan
Partikel
Debu
yang
Terinhalasi Beberapa orang yang mengalami paparan debu yang sama baik jenis maupun ukuran partikel. Konsentrasi maupun lamanya paparan berlangsung, tidak selalumenunjukkan akibat yang sama. Sebagian ada yang mengalami gangguan paru berat,namun ada yang ringan bahkan mungkin ada yang tidak mengalami gangguan samasekali. Hal ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kemampuan sistem pertahanan tubuh terhadap paparan partikel debu terinhalasi. Menurut Murray & Lopez (2006), dilakukan dengan cara yaitu: a. Secara mekanik yaitu: pertahanan yang dilakukan dengan menyaring partikel yang ikut terinhalasi bersama udara dan masuk saluran pernafasan. Penyaringan berlangsung di hidung, nasofaring dan saluran nafas bagian bawah yaitu bronkus dan bronkiolus. Di hidung penyaringan dilakukan oleh bulu-bulu cilia yang terdapat di lubang hidung, sedangkan di bronkus dilakukan reseptor yang terdapat pada otot polos dapat berkonstraksi apabila ada iritasi. Apabila rangsangan yang terjadi berlebihan, maka tubuh akan memberikan reaksi berupa bersin atau batuk yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel debu dari saluran nafas bagian atas maupun bronkus. b. Secara kimia yaitu cairan dan cilia dalam saluran nafas secara fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas, dengan gerakan cilia yang mucociliary escalator ke laring. Cairan tersebut bersifat
36
detoksikasi dan bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan secara terus menerus dan perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli melalui limfatik. Selanjutnya makrofag alveolarmenfagosit partikel yang ada di permukaan alveoli. c. Secara imunitas, melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler. Ketiga sistem tersebut saling berkait dan berkoordinasi dengan baik sehingga partikel yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan kemudian terjadi mekanisme rekasi atau perpindahan partikel. 2.3.6 Penurunan Fungsi Paru akibat Kualitas Udara 2.3.6.1 Mekanisme Penimbunan Debu di Paru Faktor yang berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar ke dalam paru adalah faktor komponen fisik, kimiawi dan faktor penderita. Aspek komponen fisik yang pertama adalah keadaan dari bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap). Ukuran, bentuk, kelarutan dan nilai higroskopi akan berpengaruh dalam proses penimbunan di paru. Kompanen kimia yang berpengaruh adalah kecenderungan berekasi dengan jaringan sekitar, keasaman dan tingkat alkalinitas yang dapat merusak silia dan sistem enzim (Khumaidah, 2009). Faktor manusia yang perlu diperhatikan terutama berkaitan dengan sistem pertahanan paru, baik secara anatomis maupun fisiologis, lamanya paparan dan kerentanan individu. Dengan menarik napas, udara yang mengandung debu masuk dalam paru. Apa yang terjadi dengan debu itu tergantung dari besarnya ukuran debu yang masuk paru. Debu yang berukuran antara 5-10
37
mikron akan ditahan oleh jalan pernapasan atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron akan ditahan oleh jalan pernapasan tengah. Partikel yang besarnya antara 1-3 mikron akan langsung menuju ke permukaan alveoli paru, dan partikel yang berukuran 0,1-1 mikron mengendap di permukaan alveoli. Debu yang berukuran
kurang
dari
0,1
mikron
bermasa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di permukaan alveoli atau selaput lendir karena gerak brown, debu ini bergerak keluar masuk alveoli (Suma’mur, 2009).
Mekanisme timbulnya debu dalam paru, menurut Putranto (2007) : 1. Kelembaban dari debu yang bergerak (inertia) Pada waktu udara membelok ketika jalan pernafasan yang tidak lurus, partikel-partikel debu yang bermasa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliranudara, tetapi terus lurus dan akhirnya menumpuk selaput lendir dan hinggap diparu-paru. 2. Pengendapan (Sedimentasi) Pada bronchioli kecepatan udara pernafasan sangat kurang, kira-kira 1 cm perdetik sehingga gaya tarik bumi dapat bekerja terhadap partikel debu danmengendapnya. 3. Gerak Brown terutama partikel berukuran sekitar atau kurang dari 0,1 μ, partikel-partikel tersebut membentuk permukaan alveoli dan tertimbun di paru-paru. Menurut
Suma’mur
(2009),
penimbunan
debu
dalam
paru
38
mempunyai pengaruh: a. Fibrosis paru mineral Fibrosis paru dapat berwujud nodulasi dan difus (fibrosis ringan) berupa tidak elastisnya jaringan paru. b. Fibrosis paru ekstensi Fibrosis paru ekstensif berupa nodulus ekstensif dan fibrosis paru yang jelas. c. Peradangan dan perlukaan Fibrosis
pada paru-paru
merangsang
terjadinya peradangan atau
perlukaan pada saluran pernafasan. d. Keracunan sistemis Absorbsi aerosol berakibat timbulnya reaksi toksis patologis. e. Alergi Pembengkakan membran dapat meningkatkan secret (lendir) di hidung, nafas berat, dan kapasitas vital menurun. f. Reaksi demam Reaksi demam merupakan kompensasi tubuh terhadap proses peradangan. 2.3.6.2 Mekanisme Penurunan Fungsi Paru Akibat Paparan Debu Paru sebagai organ pernapasan utama merupakan tempat bertukarnya udara dari lingkungan dalam tubuh dan lingkungan luar tubuh. Udara lingkungan luar tubuh yang berpolusi dapat terhirup masuk ke dalam paru. Akibat dari adanya partikel-partikel dalam alveolus adalah memicu reaksi pertahanan tubuh berupa reaksi clearance alveolus. Bila jumlah partikel
39
asing dalam alveolus cukup banyak maka sistem clearance ini tidak dapat membersihkan semua partikel dan akan ada partikel yang mengendap di alveolus. Dengan adanya pengendapan partikel asing ini reaksi pertahanan tubuh akan memicu reaksi inflamasi dengan efek samping rusaknya jaringan alveolus (Mengkidi, 2006). Sebagai akibatnya paru tidak dapat berfungsi secara maksimal. 2.3.6.3Penyakit Paru Akibat Kerja Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit paru yang diderita oleh tenaga kerja yang disebabkan oleh pekerjaannya atau oleh faktor-faktor lingkungan kerja (Suma’mur, 2009). Umumnya penyakit paru akibat kerja berlangsung kronis menetap dan kadang sulit untuk mengetahui kapan mulainya. Pasien umumnya mengeluhkan sesak napas, batuk, mengi dan batuk berdahak. Kelainan yang sering ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah suara mengi, ekspirasi memanjang, ronki dan batuk. Menurut Suma’mur (2009), beberapa jenis penyakit paru akibat kerja beserta faktor-faktor penyebabnya antara lain: a. Pneumokoniosis, yang disebabkan oleh tertimbunnya debu mineral dalam paru. b. Penyakit-penyakit paru dan saluran napas atau bronchopulmoner yang disebabkan oleh debu logam keras. c.
Penyakit-penyakit
paru
dan
saluran
pernapasan
atau
bronchopulmoner yang disebabkan oleh debu kapas, valas, henep dan sisal (byssinosis).
40
d. Asma
akibat
kerja
yang disebabkan
oleh penyebab-penyebab
sensitasi dan zat-zat perangsang yang dikenal dan berada dalam proses pekerjaan. e. Alveolitis allergis dengan penyebab faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu-debu organik. f. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh debu asbes. 2.4 Tenaga Kerja Pabrik Teh PT. Candi Loka adalah sebuah perusahaan yang mengelola teh, terdapat perkebunan teh yang sangat luas dan memilik pabrik teh yang cukup besar. PT Candi Loka ini terletak di dusun Jamus desa Girikerto kecamatan Sine kabupaten Ngawi, hasil produksi tehnya pun tidak sedikit. Teh adalah sebuah tanaman yang dipetik daunnya lalu diolah sehingga bisa digunakan sebagai bahan dasar minuman. Perusahaan ini memiliki banyak karyawan, semua sesuai dengan bidang keahlian masing-masing (Wahyu, 2014) Berdasarkan survei yang peneliti lakukan pada saat pertama mendatangi pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi, khususnya di bagiansortasi, peneliti melihat adanya debu teh yang cukup tinggi karena di bagian sortasi ini adalah bagian pengayaan dimana terdapat mesin pengayaan yang memilah teh yang telah keringbaik itu dari daun yang pucuk, tangkai dan dust (teh yang telah hancur). Setelah teh di ayak lalu teh di kemasi dalam kantong, yang tentunya menimbulkan debu teh yang terbang di udara. Dilihat dari aspek kesehatan, debu yang tinggi di bagiansortasi tersebut dapat mempengaruhi saluran pernafasan tenaga kerja
41
yang kemudian mempengaruhi fungsi paru dari tenaga kerja tersebut (Wahyu, 2014) Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada sebagian tenaga kerja yang bekerja di unit sortasi, selama mereka bekerja di bagian sortasi memang fungsi pernafasan sedikit mengalami gangguan berupa sesak nafas, hal ini disebabkan oleh salah satu faktor yaitu akibat debu teh yang masuk melalui saluran pernafasan dan kemudian mempengaruhi fungsi paru tenaga kerja ini. Selain faktor debu tersebut, faktor pemakaian APD berupa masker ternyata kurang dipatuhi oleh tenaga kerja yang mengalami gangguan pernafasan tersebut. Wahyu (2014), menerangkan bahwa waktu kerja bagian sortasi dari jam 07.00 – 13.00 Wib. Tenaga kerja yang bekerja di bagiansortasisebagian sudah ada yang bekerja hingga 8 tahun lamanya, hal tersebut yang dapat mengakibatkanterjadinya gangguan fungsi paru karena lamanya paparan debu pada tenaga kerja di bagian sortasi tersebut.
Gambar 2.2Mesin sortasi teh
42
Sumber : Pabrik Teh Jamus, 2014
(a)
(b)
Gambar 2.3(a) dan (b) Proses tenaga kerja terpapar debu di bagian sortasi teh Sumber : Pabrik Teh Jamus, 2014 2.5Latihan Pernafasan (Breathing Exercise) Tenaga kerja sortasi yang mengalami ganggua paru perlu diajarkan untuk mengontrol aktifitas pernafasannya untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerja respirasi. 1. Breathing exercise didesain untuk memperbaiki fungsi otot-otot respirasi, meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi. 2. Exercise aktive ROM pada shoulder dan trunk akan membantu ekspansi thorax, memfasilitasi deep breathing dan sering digunakan untuk menstimulasi reflexbatuk. 3. Breathing exercise adalah bagian dari program treatment yang didesain
43
untuk meningkatkan status pulmonal, endurance dan fungsi ADL. 4. Tergantung pada problem klinik pasien, breathing exercise sering dikombinasikan dengan pengobatan, postural drainage penggunaan alatalat respirasi terapi dan program conditioning.
Menurut Basuki (2008) bahwa berdasarkan pada penekanan saat inspirasi atau ekspirasi sebenarnya teknik-teknik pernafasan masih dapat dikategorikan menjadi dua yaitu breathing control (control pernafasan) dan breathing exercises (latihan pernafasan). Kontrol pernafasan hanya mengerahkan tenaga minimal, sedangkan latihan pernafasan memberikan penekanan pada saat inspirasi untuk ekspansi thorak dan atau penekanan pada saat ekspirasi untuk teknik ekspirasi paksa. Berdasarkan tujuan latihan pernafasan, terdapat tiga tipe latihan pernafasan yakni ; a. Latihan pernafasan yang bertujuan untuk meningkatkan volume paru, redistribusi ventilasi dan meningkatkan pertukaran gas. b. Latihan pernafasan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan dan efisiensi pernafasan. c. Latihan pernafasan yang bertujuan untuk menurunkan beban kerja pernafasan, sensasi sesak nafas dan meningkatkan efisiensi ventilasi. Menurut Basuki (2008) ada berbagai macam teknik yang dapat digunakan untuk menurunkan kerja pernapasan, diantaranya adalah melalui pemberian latihan pernapasan dan control pernapasan. Latihan pernapasan
(Breathing
Exercise)
yang
dapat
digunakan
untuk
44
menurunkan kerja pernapasan adalah deep breathing dan Pursed Lips Breathing. 2.5.1 Deep Breathing Pada tenaga kerja yang setiap harinya terpapar oleh debu kayu yang berakibat adanya sumbatan pada jalan napas, akan menyebabkan kecenderungan penderita untuk bernapas dengan menggunakan pernapasan dada, mengingat bahwa pada pernapasan dada dilakukan oleh otot-otot bantu pernapasan yang sangat kuat, sehingga penderita akan merasa lebih lega. Namun demikian, diperlukan energi pernapasan yang sangat besar. Disamping itu otot-otot bantu pernapasan adalah merupakan otot tipe 1 yang memiliki kharakteristik mudah lelah. Oleh karena itu perlu diberikan latihan pernapasan yang bertujuan untuk menurunkan kerja pernapasan. Latihan pernafasan dalam (deep bretahing exercise) merupakan latihan napas yang menekankan pada pernapasan pada normal FRC dan normal Vt, sehingga otot-otot bantu pernapasan tidak terlibat pada pernapasan ini yang akan berakibat pada penurunan kerja pernapasan(Basuki, 2008). Deep breathing exercise merupakan salah satu latihan pernafasan yang banyak dikembangkan dalam kajian fisioterapi. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan yang berguna untuk meningkatkan compliance paru untuk meningkatkan fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi (Smeltzer, 2008). 2.5.1.1 Prosedur pelaksanaan latihan pernafasan dalam (deep bretahing exercise).
45
Menurut Smeltzer (2008), Teknik deep breathing exercise diantaranya meliputi: 1) Mengatur posisi klien dengan half laying di tempat tidur/kursi; 2) Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat dibawah iga) dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas; 3) Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik; 4) Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik; 5) Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit; 6) Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit
Gambar 2.4 Teknik Deep Breathing Sumber : (http://www.drugs.com/cg/chronic-bronchitis-discharge-care.html) 2.5.2 Pursed lip breathing Pursed lip breathing merupakan latihan pernapasan yang menekankan
46
pada proses ekspirasi dengan tujuan untuk memudahkan proses pengeluaran udara yang terjebak oleh saluran napas yang floppy. Melalui teknik ini, maka udara yang keluar akan dihambat oleh kedua bibir, akan menyebabkan tekanan dalam rongga mulut lebih positif. Tekanan positif ini akan menjalar kedalam saluran napas yang floppy dan bermanfaat untuk mempertahankan saluran napas yang floppy tetap terbuka. Dengan terbukanya saluran napas, maka udara dapat keluar melalui saluran napas yang floppy dengan mudah. Kunci keberhasilan dari pelaksanaan teknik ini adalah dilakukan dengan rileks (Basuki, 2008). Menurut Basuki (2008), Pursed Lip Breathing adalah salah satu strategi kontrol pernafasan
(breathing control) yang bertujuan untuk
menurunkan beban kerja pernafasan, sensasi sesak nafas dan meningkatkan efisiensi ventilasi. Pursed Lip Breathing adalah salah satu cara yang paling sederhana untuk mengontrol nafas pendek. Cara yang cepat dan mudah untuk mengatur pernafasan, membuat pola pernafasan menjadi lebih efektif. Pursed Lip Breathing adalah suatu metode breathing control atau mengontrol pernafasan dimana
pada fase ekspirasi dilakukan dengan
mengerutkan bibir dan dengan kecepatan tertentu (prolonged expiration) tanpa diawali dengan nafas dalam (deep inspiration). 2.5.2.1 Prosedur pelaksanaan pursed lip breathing Menurut Basuki (2008) prosedur pelaksanaan pursed lip breathing adalah sebagai berikut : a. Jelaskan tujuan dan prosedur terapi, b. Mengatur posisi klien dengan half laying di tempat tidur/kursi
47
c. Tempatkan satu tangan di atas abdomen, lalu instruksikan pasien untuk inspirasi perlahan seperti biasa , (hindari nafas dalam) melalui hidung selama hitungan 2 detik. d. Saat ekspirasi, instuksikan pasien untuk mengerutkan mulut, seperti posisi bibir hendak bersiul atau hendak meniup lilin, lepaskan udara secara perlahan selama hitungan 4 detik atau sampai dengan
batas
dimana sebelum otot abdomen mulai berkontraksi yaitu dengan melakukan gerakan pasif dan sadari udara yang keluar dari mulut. e. Instruksikan pasien untuk berhenti ekspirasi, ketika otot abdomen mulai terasa berkontraksi pada palpasi oleh tangan fisiterapis. f. Lakukan berulang-ulang sampai pasien menguasai teknik ini g. Ketika pasien telah dapat melakukan teknik Pursed Lip Breathing tanpa petunjuk / arahan, mintalah subjek menempatkan tangannya sendiri di atas abdomen untuk melaksanakan teknik ini. h. Ulangi teknik ini sampai dengan pasien benar-benar merasa sesaknya berkurang. i. Jika pasien telah bisa melakukannya dengan benar, dapat pula dilakukan tanpa menempatkan tangan di atas perut. j. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit; k. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit l. Perlu dilakukan pengecekan terhadap pelaksanaan teknik ini, mengingat pada umumnya pasien kesulitan dalam melaksanakan teknik ini yang berakibat pada pasien merasa lebih sesak napas.
48
Gambar 2.5 Teknik Pursed Lip Breathing Sumber : (http://meditasizen.com/2013/01/22/menyadari-napas)
Menurut Basuki (2008) hal–hal yang harus diperhatikan selama pelaksanaan teknik pursed lips breathing adalah sebagai berikut : 1) Selama proses pelaksanaan , mintalah subjek untuk merasakan, membayangkan dan fokus pada udara yang keluar dan masuk paru – paru nya. 2) Penempatan tangan terapis atau pasien di atas abdomennya adalah untuk memastikan agar pasien tidak melakukan nafas dalam / deep inspiration
dan tidak menggunakan otot perutnya ketika ekspirasi,
yang bisa menyebabkan ekspirasi paksa.
49
3) Hentikan pelaksanaan teknik ini jika menimbulkan pusing (dizzy) , berkunang - kunang (light-headed) dan sangat gelisah (overly anxious) mintalah subjek untuk segera kembali bernafas seperti biasa. 4) Tidak setiap subjek dapat melakukannya dengan durasi inspirasi 2 detikdan ekspirasi 4 detik (rasio 1:2) sesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pasien. 5) Prolonged ekspirasi ini adalah bertujuan untuk memperlambat irama pernafasan dan mengeluarkan jebakan udara dalam paru. 6) Jika dianggap perlu dapat menggunakan bantuan manuver ; sebelum ekspirasi cepitkan hidung dengan jemari atau pencepit hidung untuk memastikan ekspirasi hanya melalui mulut. 7) Pastikan pasien cukup santai / hindari ketegangan dan minta pasien jangan memaksakan atau mendorong udara keluar dari mulutnya dan harus dilakukan tanpa mengerahkan tenaga. Udara yang keluar justru diperlambat oleh posisi mulut yang mengkerut / posisi bersiul dan bukan didorong keluar. 8) Jangan terlalu kecil mengerutkan mulut karena akan membuat udara yang keluar menjadi sulit sehingga pasien terpaksa mengerahkan tenaga 9) Untuk memastikan kadar tekanan udara yang keluar dari mulut tidak terlalu kuat, dapat menggunakan cara sebagai berikut ; nyalakan lilin 4 sampai 6 inci di depan mulut, lalu minta pasien melakukan teknik Pursed Lip Breathing , jika nyala api lilin hanya bergoyang atau berkedip dan tidak mati, berarti kadar tekanan udara yang keluar dari mulut benar / tidak terlalu kuat.
50
10) Kesalahan yang sering terjadi sebelum memulai teknik Pursed Lip Breathing adalah ketika pasien hendak memulai ekspirasi, justru yang terjadi adalah kekakuan pada bibir sehingga pasien harus mengerahkan tenaga untuk mengeluarkan udara dari mulutnya sehingga tekanan obstruktif ini diteruskan ke belakang sepanjang jalan nafas secara berlebihan dan pasien merasa justru sesaknya bertambah buruk. 2.5.2.2 Fisiologi Pursed Lip Breathing Koordinasi yang dilakukan saat inspirasi dan ekspirasi akan membuat subjek menyadari keluar masuknya udara dari mulut, sehingga dapat mengatur irama pernafasan menjadi lebih teratur. Teknik Pursed Lip Breathing secara sederhana akan memberikan sedikit tekanan/pembebanan obstruksi saat udara keluar dari mulut, dimana tekanan ini akan diteruskan ke belakang sepanjang saluran pernafasan untuk membantu saluran nafas tetap terbuka dan mencegah kolap saat ekspirasi. Irama pernafasan yang disadari dan teratur ini akan menurunkan frekuensi pernafasan / RR, dan meningkatkan jumlah udara yang masuk ke paru dan alveolus, karenapola pernafasan yang cepat
sangat merugikan karena banyak energi yang
terbuang akibat turbulensi udara, sementara pola nafas yang dangkal juga sangat merugikan karena banyak pula energi yang terbuang akibat adanya faktor ventilasi ruang rugi (ventilating deat space). Ventilasi ruang rugi ini terjadi karena pertukaran gas dalam sistem pernafasan hanya terjadi di bagian terminal jalan nafas, maka gas yang menempati bagian lain sistem pernafasan tidak tersedia untuk pertukaran gas/difusi dengan darah kapiler paru. “The presence of dead space is one reason why it is more economical
51
to increase ventilation by breathing deeper rather than faster ”. Ekspirasi yang lebih lama dari inspirasi ini (prolonged expiration) akan meningkatkan waktu difusi dan keseimbangan oksigen dikapiler darah paru dan alveolus(pada kondisi normal istirahat tidak hamil, berlangsung 0.25 detik dari total waktu kontak selama 0.75 detik, sedangkan pada wanita hamil, waktu difusi menjadi lebih singkat akibat adanya hiperventilasi dan nafas cepat). Prolonged ekspiarasi ini juga akan menurunkan frekuensi pernafasan dan membantu mengeluarkan jebakan udara dalam paru sehingga memungkinkan udara segar dapat memasuki paru. (Alexandra, 2001) Kontrol otot pernafasan pada aplikasi Pursed lip breathing saat inspirasi akan memfasilitasi peningkatan volume tidal / Vt, dan penurunan inspiratory flow rate
serta frekuensi pernafasan. Penurunan frekuensi
pernafasan ini akan meningkatkan efisiensi ventilasi alveolus (karena ventilasi alveolus adalah perkalian antara volume tidal / Vt dan frekuensi pernafasan / RR) , serta meringankan beban jantung memompa darah keseluruh tubuh, “ A diminished breathing capacity makes it more difficult for the heart to pump blood the body ”. Penurunan frekuensi pernafasan juga akan membuat otot pernafasan menjadi lebih efektif dan menurunkan beban kerja pernafasan karena
tidak banyak energy yang terbuang, sehingga
potensial menunda kelelahan (Alexandra, 2001). 2.6
Pengaruh Breathing Exercise terhadap Peningkatan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (FEV1)
52
Latihan pernapasan terdiri atas latihan dan praktik pernapasan yang dirancang untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien untuk mengurangi kerja pernapasan. Latihan pernapasan termasuk deep breathing exercise dan Pursed Lip Breathingdapat meningkatkan kemampuan pengembangan paru dan mempengaruhi fungsi perfusi dan difusi sehingga suplay oksigen ke jaringan adequat. Breathing exercise diajarkan pada klien yang sadar dan kooperatif untuk memperbaiki ventilasi, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan mekanisme batuk efektif, mencegah atelektasis, meningkatkan kekuatan otot pernapasan, mobilitas dada dan vertebra thorakalis serta mengoreksi pola pernapasan yang abnormal (Smeltzer, 2008). Breathing exercise dapat dipraktikkan dalam beberapa posisi, karena distribusi udara dan sirkulasi pulmonal beragam sesuai dengan posisi dada. Breathing secara perlahan merupakan pernapasan paling efisien dengan inspirasi dalam secara efektif dapat membuka pori-pori khon, menimbulkan ventilasi kolateral sehingga alveolar tidak kolaps dan selama ekspirasi poripori khon menutup untuk membantu ventilasi paru (Smeltzer, 2008). Pada keadaan normal, absorbsi gas lebih mudah karena tekanan parsial total gas darah lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses batuk normal (Price & Wilson,
2006).
Breathing
exercise
dapat
mencegah
atelektasis,
meningkatkan fungsi ventilasi dan meningkatkan oksigenasi (Westerdahl, 2005).
53
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berfikir Tenaga kerja di bagian sortasi teh PT. Candi Loka Jamus sering mengeluh sesak nafas. Keluhan sesak nafas dikarenakan tenaga sortasi dan setiap harinya kontak atau terpapar langsung terhadap debu kayu teh. Untuk mengurangi resiko lebih lanjut selain sesak nafas maka para tenaga sortasi menggunakan alat pelindung diri seperti masker.Kontak atau paparan debu yang berlangsung setiap hari dan dalam jangka waktu yang lama akan menurunkan fungsi paru padatenaga kerja sortasi. Menurunnya nilai KVP.dan VEP1dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit sedangkan faktor ekstrenal ekternal yaitu lingkungan kerja dan masa kerja. Bahaya debu kayu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat menimbulkan penyakit pada tenaga kerja khususnya berupa gangguan sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah batuk, sesak nafas dan kelelahan umum. Gangguan fungsi paru ada tiga yaitu gangguan paru obstruktif (nilai VEP1< 75%), gangguan paru restriktif (nilai KVP <80%), gangguan paru mixed (gangguan kombinasi restriktif dan obstruktif).Untuk mengetahui
53
54
adanya gangguan paru maka harus mengetahui nilai KVPdan VEP1dengan melakukan pemeriksaan paru menggunakan alat spirometri. Upaya yang dilakuakan agar nilai KVP dan VEP1 meningkat yaitu dengan
breathing exercise. Breathing exerciseadalah suatu teknik
pernafasan yang sistematis bertujuan untuk meningkatkan volume paru, redistribusi ventilasi dan meningkatkan pertukaran gas. Kombinasi teknik breathing exercise yaitu deep breathing dan pursed lips breathing sehingga otot pernafasan lebih efektif dan terjadi penurunan beban kerja pernafasan karena tidak banyak energi yang terbuang maka subjek tidak mudah lelah sehingga dapat melakukan aktivitas kerjanya sehari hari dengan baik. Pemberian Breathing Exercise yaitu tiga kali seminggu selama enam minggu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai kapasitas vital paru dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik, kunci dari pelaksanaan breathing exercise yaitu dilakukan dengan rileks. Tenaga Kerja Faktor internal
Terpapar Debu Penurunan Fungsi paru Breathing Exercise Fungsi paru meningkat
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
Faktor internal
55
3.2 Kerangka Konsep
Breathing Exercise Me nin gk atk an
Faktor Internal :
1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Riwayat Penyakit
Faktor Eksternal : 1. Lingkungan kerja 2. Masa Kerja
Nilai KVP dan VEP1
Gambar 3.2 Kerangka konsep 3.3 Hipotesis Berdasarkan analisis sintesis dari teori yang menjadi landasan berfikir peneliti, maka ditetapkan hipotesis : 1. Breathing exercise meningkatkan nilai kapasitas vital paru (KVP) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1)pada tenagasortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi. 2. Breathing exercise meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)pada tenagasortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi. 3. Breathing exercise sama baik dalammeningkatkan kapasitas vital(KV) dan volume
ekspirasi
detik
pertama(VEP1)
pada
tenagasortasi
yang
mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
56
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian Pra Eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan
The One Group Pre and Post Test Design
adalah
yaitu penelitian dengan cara melakukan satu kali pengukuran di depan (pre test) sebelum adanya perlakuan dan dilakukan pengukuran lagi (post test) setelah perlakuan (Sumadi, 2008). Skema rancangan penelitian digambarkan berikut ini:
RA
P
O1
S
KVP/FEV1 Pre
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan : P
: Populasi
S
: Sampel
RA
: Random Alokasi
BE
: Breathing Exercise
Pre
: Sebelum Perlakuan
Post
: Setelah Perlakuan
KVP
: Kapasitas Vital Paru
FEV1 : Volume Expirasi Paksa dalam 1 detik O1
: Data awal KVP dan FEV1
O2
: Data
akhir KVP dan FEV1
56
BE
O2
KVP/FEV1 Post
57
Penelitian ini dilakukan untuk melihat penggunaanbreathing exercise terhadap peningkatan nilaikapasitas vital paru (KVP)dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru. Pada penelitian ini sampelsatu kelompok dengan jumlah kelompok adalah 10 orang. 4.2 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pabrik Teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi selama 8 minggu yaitu bulan Mei – Juni 2014. Perlakuan yang diberikan kepada responden dilakukan seminggu 3 kali selama 30 menit dimulai pada pukul 07.00WIB. 4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi 4.3.1.1 Populasi target Dalam penelitian ini populasi target adalah sejumlah tenaga kerja sortasi yang mengalami gangguan parunya. 4.3.1.2 Populasi terjangkau Dalam penelitian ini populasi terjangkau adalah sejumlah tenaga kerja sortasi yang bersedia ikut dalam program penelitian di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi 4.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: 4.3.2.1 Kriteria inklusi 1. Bersedia sebagai subjek
penelitian dari awal sampai akhir, dengan
menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai sampel.
58
2. Tenaga kerja yang berada di bagian unit sortasi teh di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi. 3. Tenaga kerja yang mengalami gangguan paru-parunya diketahui setelah pemeriksaan spirometri. 4.`Tenaga kerja bukan perokok aktif. 4.3.2.2 Kriteria Ekslusi Kriteria eksklusi adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, karena sesuatu keadaan dikeluarkan dari sampel, antara lain tidak menyetujui persetujuan sebagai sampel, menderita penyakit kardiovaskuler. 4.3.2.3 Besar Sampel Menggunakan rumus Pocock (2008) maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut: n=
2σ² (μ2 – μ1) ²
f (α,β)
Dimana: n
=Besarsampel
σ
= Simpang baku
= Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) Interval kepercayaan (1 ) 0,95
= Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20) Tingkat kekuatan uji / power of test 0.80
f (α,β)
= Interval kepercayaan 7,9 (sesuaitabelpocock)
1
= rerata nilai pada kelompok kontrol
2
= rerata nilai pada kelompok perlakuan
59
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurhayatidi UniversitasUdayana Bali tahun 2013 didapatkan hasil reratabreathing exercise, 1 = 55,2 , standar deviasi = 7,6 , dengan harapan peningkatan setelah pelatihan sebesar 20% yaitu rerata 2 = 66,24. Dengan demikian dapat dihitung sebagai berikut :
2 ( 7 ,6 ) 2 n x 7 ,9 66 , 24 55 , 2 2
n
2(57,76) x 7,9 11,04 2
n
(115,52) x7,9 121,88
n 7,49 dibulatkan 8 n 8 (20% x8) n 8 1,6 n 9,6 Dari perhitungan di atas jumlah sampel yang didapat 7,49 dibulatkan menjadi 8 sampel pada setiap kelompok.
Untuk mengantisipasi
pengguguran respondenmaka hasil awal ditambah 20%(1,6), maka (1,6 + 8) = 9,6 dibulatkan menjadi 10.Hasil rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelompok memiliki jumlah sampel 10 orang. 4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik random sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang diambil secara acak dengan langkah-langkah sebagai berikut :
60
1)
Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh tenaga kerja unit sortasi teh di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi berdasarkan kriteria inklusi.
2)
Melakukan pemilihan acak sederhana dengan undian untuk menentukan kelompok perlakuan.
4.4
Variabel Penelitian Dalam penelitian ini dikaji keterhubungan antara satu variabel bebas dengan
satu variabel terikat. 4.4.1 Variabel bebas adalah Breathing exercise 4.4.2 Variabel terikat adalah Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (FEV1) 4.5
Definisi Operasional Variabel
4.5.1Breathing exercise Breathing exercise adalah suatu teknik pernafasan atau susunan gerakan pernafasan yang sistematis bertujuan untuk memperbaiki ventilasi, meningkatkan kapasitas paru dan mencegah kerusakan paru. Teknik yang digunakan adalah Deep Breating Exercisemerupakan latihan pernapasan dengan tehnikbernapas secara
perlahan
dan
dalam,
menggunakan
otot
diafragma,
sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Pursed lip breathing merupakan latihan pernapasan yang menekankan pada proses ekspirasi dengan tujuan untuk memudahkan proses pengeluaran udara yang terjebak oleh saluran napas yang floppy. Dalam pelaksanaannya breathing exercise yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bentukperlakuan
:latihan DeepBreathing Exercise dan Pursed Lip
61
Breathing b. Waktulatihan
:30menit.
c. Frekuensipelatihan
: 3 kali seminggu.
4.5.2 Kapasitas Vital Paru (KVP) Kapasitas Vital adalah volume udara yang dikeluarkan melalui ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal. 4.5.3
Volume ekspirasipaksadalamsatudetik (FEV1) Volume ekspirasi paksa dalam satu detik adalah volume udara yang dapat
diekspirasikan selama satu detik pertama ekspirasi pada penentuan kapasitas vital. Nilai volume ekspirasi paksa dalam satu detik biasanya adalah sekitar 80% yang berarti dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dikeluarkan dalam satu detik pertama. 4.6 Instrument Penelitian Instrumen
penelitian
adalah
alat-alat
yang
digunakan
untuk
pengumpulan data (Soekidjo, 2005). Instrumen dalam penelitian ini adalah: 1. Alat untuk mengukur kapasitas vital paru Alat ukur
: Spirotest
Skala pengukuran
: Interval
Hasil rata-rata kapasilas vital paru adalah 4500 ml dan nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik adalah 80% dari nilai kapasitas vital paru. 2. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana subjek (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tandatanda tertentu (Soekidjo, 2005). Kuesioner dalam penelitian ini diberi daftar
62
pertanyaan
tentang nama, alamat, jenis kelamin, umur, masa kerja dan
beberapa pertanyaan. 3. Alat Tulis untuk mencatat data 4. Stopwatch untuk mengukur frekuensi pernafasan. 4.6.1 Cara penggunaan alat Cara pengukuran fungsi paru tenaga kerja adalah sebagai berikut: a. Mengukur kapasitas vital paru-paru adalah: 1) Spirotest, panah di arahkan ke angka 0 2) Subjek diminta mengambil napas semaksimal mungkin, kemudian menghembuskan
napas
semaksimal
mungkin
melalui
mouth
piecesecara perlahan-lahan. 3) Seketika itu panah akan bergerak, dan diperoleh hasil dari penilaian kapasitas vital paru. 4.7 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, dapat dijelaskan sebagai berikut : 4.7.1 Tahap persiapan Tahap persiapan meliputi : 4.7.1.1 Observasi tempat penelitian. 4.7.1.2
Mengurus
surat-surat
penelitian
persetujuan
penelitian
kepada
Direktur PT. Candi Loka Jamus Ngawi 4.7.1.3 Melakukan penentuan sampel yaitu tenaga kerja yang terpapar oleh debu dan diperoleh yaitu bagian sortasi 4.7.1.4 Membuat jadwal pelaksanaan penelitian
63
4.7.2 Tahap penentuan sampel 4.7.2.1Semua responden diberi formulir persetujuan dengan tujuan apakah responden bersedia mengikuti proses penelitian ini sampai selesai. 4.7.2.2 Setelah diperoleh responden yang bersedian mengikuti proses penelitian, responden diberi kuisioner dan di anjurkan untukmenjawab semua pertanyaan yang ada. 47.2.3 Setelah responden mengisi kuisioner, responden dilakukan pemeriksaan kapasitas vital paru dengan menggunakan spirotest dan diperoleh sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi. 4.7.3 Tahap pelaksanaan 4.7.3.1 Sebelum
pelaksanaan
penelitian
responden
diberikan
penjelasan
tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian. 4.7.3.2Tindakan pemeriksaan denyut nadi terhadap responden 4.7.3.4 Tindakan pemeriksaan pernafasan terhadap responden 4.7.3.5 Tindakan breathing exerciseterhadap responden. 4.7.4 Tahap Akhir Peneliti melakukan pengumpulan data, analisa data dan pembuatan laporan hasil penelitian.
64
4.7.5 Alur Penelitian Populasi Kriteria Inklusi dan ekslusi
acak sederhana Sampel n : 10
Sebelum perlakuan breathing exercise Pemeriksaan paru Nilai FEV1
Nilai KVP Breathing Exercise 30 menit, 3x dalam seminggu selama 6 minggu
Breathing Exercise 30 menit, 3x dalam seminggu selama 6 minggu Pemeriksaan KVP dan FEV1
Analisis Data Gambar 4.2 Bagan alur penelitian 4.8 AnalisisData Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Statistik Diskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisik sampel yang meliputi umur, denyut nadi, pernafasan dan masa kerja yang datanya diambil sebelum tes awal dimulai.
65
2. Uji normalitas
data
dengan shapiro wilk
test, bertujuan untuk
mengetahui distribusi data peningkatan kapasitas vital paru (KVP) lebih besar daripada volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1)sebelum dan sesudah perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Jika hasilnya p>0,05 maka dikatakan bahwa data berdistribusi normal dan apabila p<0,05 menunjukan bahwa data tidak berdistribusi normal. 3. Uji homogenitas data dengan uji Levene test, untuk mengetahui distribusi data peningkatan kapasitas vital paru (KVP) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan pengujian hipotesis Ho diterima bila p>0,05 maka data homogen dan Ho ditolak bila nilai p<0,05 berarti data tidak homogen. 4. Uji hipotesis I menggunakan uji parametrik (paired sampel t-test) karena data berdistribusi normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05. 5. Uji hipotesis II menggunakan uji parametrik (paired sampel t-test) karena data berdistribusi normal. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05. 6. Ujihipotesis III menggunakan uji parametrik (independent sample t-test) karena data berdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata hasil peningkatan kapasitas vital paru kedua kelompok setelah perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05. Dengan
66
pengujian hipotesis Ho diterima bila nilai p>0,05, sedangkan Ho ditolak bila nilai p<0,05.
67
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan di Pabrik teh PT Candi Loka Jamus Ngawiselama delapan minggu menggunakan rancangan eksperimental terhadap 10
orang.
Hasil
perlakuan
yang
telah
dilakukan
terhadap
10
orangdenganpemberian breathing exercise frekuensi satu minggu tiga kali selama enam minggu dan di dapatkan data untuk dilakukan analisa. Data awal yang didapat berupa karakteristik kondisi fisik subyek penelitian yang meliputi jenis kelamin, umur, denyut nadi, frekuensi pernafasan, masa kerja yang datanya diambil sebelum tes awal dimulai. 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada tabel-tabel di bawah ini. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek penelitian di Perkebunan Teh Jamus Ngawi Karakteristik Subjek Usia (tahun) DN (x/mnt)
RR (x/mnt)
MK (tahun)
Rentangan
n=10
%
Rerata±SB KLP (n=10)
25 – 34
3
30
1,70±0,48
35 - 44
7
70
88
5
50
90
3
30
92
2
20
20
2
20
21
4
20
22
4
20
1–5
4
40
6 - 10
6
60
67
89,4±1,64
21,2±0,78
1,6±0,51
68
Keterangan : KLP
= Kelompok Perlakuan Breathing Exercise
n
= Jumlah Sampel
SB
= Simpang Baku
DN
= Denyut Nadi
RR
= Respirasi Rate
MK
= Masa Kerja Tabel 5.1 memperlihatkan karakteristik sampel dalam penelitian
ini berupa umur,denyut nadi, frekuensi pernafasan, masa kerja sebelum perlakuan. Dapat dilihat bahwa usia antara 35-44 tahun yang lebih dominan dari pada usia 25-34 tahun.Usia antara 25-34 tahun sebanyak 3 orang (30%) dan usia antara 35-44 tahun sebanyak 7orang(70%). Dapat dilihat juga jumlah subyek frekuensi denyut nadi tertinggi yaitu 88 kali per menit sebanyak 5 orang dan jumlah subyek frekuensi denyut nadi terendah yaitu 92 kali per menit sebanyak 2 orang. Jumlah subyek frekuensi pernafasan tertinggi yaitu 21 dan 22 kali per menit masing-masing 4 orang dan jumlah subyek frekuensi pernafasan terendah yaitu 20 kali per menit sebanyak 2 orang. Masa kerja antara 1-5 tahun sebanyak 4 orang (40%) dan masa kerja antara 6-10 tahun sebanyak 6 orang (60%). Dapat dilihat bahwa masa kerja antara 6-10 tahun yang lebih dominan dari pada usia 1-5 tahun.
69
5.2 Distribusi Subjek berdasarkanJenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki
KLP (n=10) 3
%
Perempuan
7
70
Total
10
100
30
Berdasarkan Tabel 5.2 jenis kelamin perempuan lebih dominan daripada laki-laki. Perempuan sebanyak 7 orang (70%) dan laki-laki sebanyak 3 orang (30%). 5.3Uji Normalitas Data Sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik yang digunakan, maka dilakukan uji normalitas data hasil nilai Kapasitas Vital Paru (KVP) danvolume ekspirasi paksa detik pertama(VEP1) sebelum dan setelah perlakuan.Uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk test, yang hasilnya tertera pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Nilai KVP dan FEV1 Sebelum dan Setelah Perlakuan Variabel
p Uji Normalitas (Saphiro Wilk- Test)
KVP Pre
0.177
KVP Post
0.258
VEP1 Pre
0,287
VEP1 Post
0,691
70
Berdasarkan tabel 5.3hasil uji normalitas data (shapiro wilk test) sebelum dan setelah perlakuan menunjukan bahwa dari uji tersebut pada kelompok perlakuan memiliki nilai p>0,05, yang berarti data kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada sebelum dan setelah perlakuan berdistribusi normal. 5.4Uji Homogenitas Data Untuk mengetahui adanya kesamaan data Kapasitas Vital(KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) makadilakukan pengujian homogenitas menggunakan Levene test, yang hasilnya tertera pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Data Nilai KVP dan VEP1 Sebelum dan Setelah Perlakuan Variabel KV &VEP1 Pre
p Uji Homogenitas (Levene Test) 0.616
KV&VEP1 Post
0.407
Selisih KV & VEP1
0,757
Berdasarkan Tabel 5.5 hasil uji homogenitas data (Levene-Test) hasilnya nilai KV dan VEP1sebelum perlakuan p = 0,616 dan KP dan VEP1 setelah perlakuan p = 0,454dimana (p = > 0,05) serta hasil uji selisi KV dan VEP1 yaitu p =0,757 (p > 0,05) yang berarti data bersifat homogen. 5.5Pengujian Peningkatan nilai Kapasitas Vital(KV)Sebelum dan Setelah perlakuan.
71
Data variabel nilai Kapasitas Vital (KV) sebelum dan setelah perlakuan Breathing Exercise selama6 minggu, berdistribusi normal dengan (p>0,05),maka untuk mengetahui peningkatan KVpengujian menggunakan uji parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji pairedsampel t-test (dua sampel berpasangan), yang hasilnya tertera pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Uji Peningkatan Nilai Kapasitas Vital(KV) Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing Exercise. Uji paired sample t-test Data
n
Rerata±SB
KV Pre
10
2360,0±107,49
KV Post
10
2750,0±84,98
t
p
-16,71
0,000
Berdasarkan Tabel 5.5nilaiKapasitas Vital(KV) setelah 6 minggu diberikan breathing exerciseyang dianalisis dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) denganKV Pre dan KV Post nilai p = 0,000 (p>0,05). Hasil nilai tersebut menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada pemberian breathing exercise terhadap peningkatan Kapasitas Vital (KV). 5.6Pengujian
Peningkatan
Nilai
Volume
Ekspirasi
Paksa
Detik
Pertama(VEP1)Sebelum dan Setelah pemberian breathing exercise. Data variabel nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) sebelum dan setelah pemberianBreathing Exercise selama6 minggu, berdistribusi normal dengan (p>0,05), maka untuk mengetahui peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pengujian menggunakan uji
72
parametrik yang hasil analisis kemaknaan dengan uji pairedsampel t-test (dua sampel berpasangan), yang hasilnya tertera pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Uji Peningkatan Nilai Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing Exercise. Uji paired sample t-test Data VEP VEP1 Pre VEP1 Post
n
Rerata±SB
10
2030,0±94,86
10
24,10±119,72
t
p
-19,00
0,000
Berdasarkan Tabel 5.6nilaivolume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) sebelum dan setelah pemberian Breathing Exercise selama 6 minggu yang dianalisis dengan uji paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) dengan VEP1 Pre dan VEP1 Post nilai p = 0,000 (p>0,05). Hasil nilai tersebut menyatakan ada pengaruh yang signifikan pada pemberian breathing exercise terhadap peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). 5.7 Analisis Beda selisih peningkatan Nilai Kapasitas Vital(KV) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Uji beda selisih rerata bertujuan untuk membandingkan selisih nilai kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) sebelum dan setelah pemberian Breathing Exercise selama6 minggu. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Independent t-test. yang tertera pada Tabel 5.7.
73
Tabel 5.7 Uji Selisih Rerata Nilai Kapasitas Vital (KV) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Uji Independent t-test Selisih
n
Rerata ± SB
Selisih KV
10
390,0 ± 73,78
Selisih VEP1
10
380,0 ± 63,24
t
p
0,325
0,749
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa beda selisih rerata nilai kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1) dengan analisis kemaknaan dengan uji Independent t-test, menunjukkan bahwa nilai p adalah p = 0,749 (p>0,05). Hasil nilai tersebut menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikandalam
meningkatkan
nilai
KV
dan
VEP1sesudah
perlakuan.Artinya pemberian breathing exercise sama-sama meningkatan nilai kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
74
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja sortasi yang mengalami
gangguan parunya. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 10 orang, usia antara 25-34 tahun dan 35-45 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, frekuensi pernafasan antara 20 - 22 kali permenit, denyut nadi antara 88 – 92 kali permenit. Kelompok berjumlah 10 orang di berikan Breathing Exercise. Data karakteristik subjek penelitian yang didapat dilihat pada tabel 5.1 distribusi subjek menurut golongan usia menunjukan golongan usia antara 35 - 44 tahun merupakan jumlah terbanyak, yaitu sejumlah 7 dari 10 subjek. Data statistik ini menunjukkan bahwa semua subyek tergolong dalam subyek yang mengalami penurunan daya tahan kardiorespirasi. Sesuai dengan penelitian Kumendong (2011) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara lama paparan dengan kapasitas paru tenaga kerja industri mebel diperoleh bahwa usia yang dominan mengalami gangguan fungsi paru pada tenaga kerja di industri mebel yaitu antara usia 30 – 40 sebesar 76,7% Sebagaimana pernyataan Maryam (2008), bahwa pertambahan usia seseorang mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan bernapas menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat pernapasan akan menjadi lebih sedikit. Sifat elastisitas paru tidak berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan menurun setelah usia 25
74
75
tahun dan penurunan ini terlihat nyata setelah usia 30 tahun. Dikatakan demikian karena daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa kanak kanak dan mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun, sesudah usia ini daya tahan kardiorespirasi akan menurun. Penurunan ini terjadi karena paru, jantung, dan pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan melakukan latihan breathing exercise secara teratur. Berdasarkan Tabel 5.2 jenis kelamin diperoleh 15 orang berjenis kelamin perempuan dan 5 orang
berjenis kelamin laki-laki. Data statistik tersebut
menunjukkan bahwa subyek berjenis kelamin perempuan yang lebih dominan.Hal ini sejalan dengan pernyataan Yunus (1997) sampai masa pubertas, daya tahan kardiorespirasi anak perempuan dan anak laki-laki tidak berbeda, tetapi setelah usia 30 tahun keatas nilai daya tahan kardiorespirasi pada wanita lebih rendah dari pada pria yaitu sebesar 15 – 25%. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa masa kerja antara 6-10 tahun yang lebih dominan dari pada usia 1-5 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Anderson tahun 2006, masa kerja merupakan faktor resiko terjadinya gangguan fungsi paru pada tenaga kerja, tenaga kerja dengan masa kerja >5 tahun berpotensi mengalami gangguan fungsi paru yang lebih besar dibandingkan tenaga kerja yang bekerja <5 tahun. Sejalan dengan penelitian Kumendong (2011) diperoleh bahwa ada 3 orang (30%) yang mengalami gangguan paru dalam masa kerjanya ≤ 5 tahun dan masa kerja > 5 tahun sebanyak 7 orang (70%).
76
Penelitian lain yang dilakukan Budiono (2007), hasil analisis menunjukkan bahwa masa kerja berhubungan dengan terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil, dengan rasio prevalens sebesar 15,74%. Hal ini berarti bahwa pekerja pengecatan mobil yang telah bekerja lebih dari 10 tahun mempunyai risiko hampir 15 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru dibanding dengan pekerja yang masa kerjanya kurang dari 10 tahun. Artinya seseorang yang terpapar oleh debu dalam waktu lama akan berisiko untuk mengalami gangguan fungsi paru. Pada
Tabel
5.1
dapat
dilihat
bahwa
rerata
frekuensi
pernapasan21,20±0,789. Data tersebut menyatakan bahwa adanya pernafasan cepat dimana fekuensi normal pernafasan yaitu 16-18 kali permenit. Sesuai pernyataan Alexandra (2001) dalam penelitian khotimah (2011) kontrol otot pernafasan pada aplikasi Pursed lip breathing saat inspirasi akan memfasilitasi peningkatan volume tidal / Vt, dan penurunan inspiratory flow rate
serta
frekuensi pernafasan. Penurunan frekuensi pernafasan ini akan meningkatkan efisiensi ventilasi alveolus (karena ventilasi alveolus adalah perkalian antara volume tidal / Vt dan frekuensi pernafasan / RR) , serta meringankan beban jantung memompa darah keseluruh tubuh. Penurunan frekuensi pernafasan juga akan membuat otot pernafasan menjadi lebih efektif dan menurunkan beban kerja pernafasan karena
tidak banyak energy yang terbuang, sehingga potensial
menunda kelelahan, pasien dapat meningkatkan aktifitas sehari hari sehingga kualitas hidupnya dapat meningkat.
77
Berdasarkan Tabel 5.1 bahwa rerata denyut nadi adalah 89,40±1,64. Frekuensi denyut nadi tertinggi 88 kali permenit. Data tersebut menerangkan bahwa rata-rata denyut nadi pada tenaga kerja tidak terlalu tinggi. Hasil tersebut sama halnya pada penelitian Khotimah (2011) yang melakukan penelitian terhadap pasien penyakit paru obstruksi kronik diperoleh denyut nadi terendah 76 kali permenit dan denyut nadi tertinggi 88 kali permenit dengan rerata 83,82±4,24. Denyut nadi atau denyut jantung merupakan salah satu ukuran tentang kemampuan tubuh untuk mengkonsumsi oksigen. Oksigen diangkut oleh darah dari paru paru ke otot, kemudian darah dapat sampai ke otot karena kekuatan pemompaan otot jantung. Oksigen ini diperlukan dalam metabolisme sel otot sebagai pembakar glikogen untuk mendapatkan tenaga bergerak. Semakin banyak tubuh memerlukan oksigen maka semakin tinggi frekuensi denyut jantung, demikian juga sebaliknya.Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
seseorang melakukan olahraga. Dengan laitah
pernafasan yang rutin dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. 6.2 Distribusi dan Varian Subjek Penelitian Distribusi subyek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan, dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk, sedangkan homoginitas data pelatihan diuji dengan Levene’s Test. Variabel yang diuji adalah volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital(KV)sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkanuji normalitas dan uji homogenitas data kapasitas vital paru sebelum
78
dan sesudah perlakuan, menunjukkan nilai p untuk kedua data tersebut lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikan data volume ekspirasi paksa detik pertama dan kapasitas vital paru sebelum dan sesudah perlakuan, berdistribusi normal dan homogen. Data yang memiliki sebaran normal dan homogen merupakan data parametrik, sehingga uji selanjutnya digunakan uji parametrik (Dahlan, 2011). 6.3 Pengujian peningkatan kapasitas vital(KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)Sebelum dan Setelah perlakuan Breathing exercise. Berdasarkan analisis data volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) kapasitas vital (KV) antara sebelum dan setelah perlakuan breathing exercise dengan paired sampel t-test (dua sampel berpasangan) tertera pada Tabel 5.5 didapatkan data bahwa KV Pre dan Post nilai p = 0,000 (p<0,05). Pada Tabel 5.6 didapatkan data VEP1 Pre dan Post nilai p = 0,000 (p<0,05). Hasil nilai diatas menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dalam pemberian breathing exercise terhadap peningkatan kapasitas vital paru (KVP) dan nilai VEP1. Artinya dengan pemberian breathing exercise selama 6 minggu meningkatkan nilai VEP1. Dan KV Sejalan dengan penelitian Khotimah (2011) diperoleh hasil bahwa durasi latihan pernafasan dengan teknik Pursed lips breathing, waktu antara 3 sampai 5 menitdengan jeda 2 detik selama 15 menit, meningkatkan volume paru dan meningkatkan kualitas hidup pasien penyakit paru obstruksi kronik. Hasil penelitian ini sesuai juga dengan Sherwood (2005) yang menyatakan bahwa latihan dapat meningkatkan kekuatan otot dan ventilasi paru, hal ini
79
disebabkan karena latihan dapat menyebabkan perangsangan pusat otak yang lebih tinggi pada pusat vasomotor di batang otak yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan peningkatan ventilasi paru. Dalam penelitian Westerdahl (2005) latihan deep breathing,latihan yang terbukti dapat meningkatkan kemampuan otot inspirator. Kekuatan otot inspirator yang terlatih akan meningkatkan compliance paru dan mencegah alveoli kolaps (atelektasis). Dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa latihan deep breathing dapat meningkatkan fungsi ventilasi dengan perbaikan karakteristik frekuensi dan keteraturan pernapasan (Westerdahl, 2005). Latihan deep breathing yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan kemampuan organ pernapasan. Terlatihnya otot inspirator akan meningkatkan kemampuan paru untuk menampung volume udara sehingga pada saat responden melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari tanpa adanya gangguan (Basuki, 2008). Dechman tahun 2004 menyatakan Pursed lip breating adalah inspirasi dalam dan ekspirasi memanjang dengan mulut dimonyongkan dengan tujuan untuk membantu pasien mengontrol pola napas, menurunkan sesak napas, meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan memperbaiki kelenturan rongga dada sehingga fungsi paru menjadi meningkat. 6.4
Uji Beda selisih nilai kapasitas vital (KV) volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) sebelum danSetelah Perlakuan Breathing Exercise. Komparabilitas atau perbandingan hasil nilai dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital(KV) dengansetelah pemberian Breathing
80
Exercise diuji dengan uji t-tidak berpasangan (t – independen test). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p untuk hasil VEP1 dan KV setelah perlakuan adalah p = 0,749 (p > 0,05) yang tercantum dalam Tabel 5.7. Nilai tersebut memiliki makna bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pemberian breathing exercise dalam meningkatkan nilai VEP1 dan KV pada tenaga kerja sortasi yang mengalami gangguan paru. Artinya dengan pemberian brething exercise sama baiknya dalam meningkatkan nilai VEP1 dan KV. Pada tenaga kerja sortasi yang terpapar debu mengakibatkan adanya penyumbatan jalan nafas yang ditandai dengan sesak nafas biasanya pernafasan menjadi cepat dan pendek, ketika hal itu terjadi otot pernafasan yang digunakan lebih dominan pernafasan dada yang seharusnya menggunakan otot-otot abdomen, dimana otot-otot pernafasan dada adalah tipe otot 1 yaitu otot yang mudah lelah sehingga jika tenaga kerja cepat lelah maka terganngu aktifitasnya. Pemberian Breathing Exercise dengan teknik pursed lips breathing dapat meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1) pada tenaga kerja sortasi, dimana teknik pursed lips breathing adalah kontrol pernafasan pendek dan teknik ini menekankan pada proses ekspirasi yang lebih panjang daripada inspirasi dengan bibir di monyongkan seperti meniup lilin, tujuannya adalah mempermudah pengeluaran udaya yang tesumbat oleh debu. Dengan teknik pursed lips breathing, udara yang dihambat oleh bibir menyebabkan tekanan dalam rongga mulut lebih positif yang akan menjalar ke saluran napas yang tersumbat dan mempertahankan tetap terbuka.
81
Selain penyumbatan saluran pernafasan akibat terpapar debu pada tenaga kerja sortasi dapat juga mengakibatkan adanya gangguan pengembangan pada parunya sehingga menurunnya nilai kapasitas vital (KV). Pemberian Breathing Exercise dengan teknik deeb breathing dapat meningkatkan nilai kapasitas vital (KV). Deeb breathing menekankan pada pernafasan normal Vt sehingga otot bantu pernafasan tidak terlibat, teknik ini menurunkan beban kerja otot pernafasan. Sejalan dengan penelitian Nurhayati (2013) tentang bahwa Deep Breathing lebih meningkatkan nilai Kapasitas Inspirasi daripada Diapragma Breathing dengan frekuensi 3 kali per minggu selama 6 minggu sebesar 15,5%. Hasil penelitian Nury (2008) mengatakan bahwa latihan pernapasan dengan pernapasan diafragma dan pursed lips breathing meningkatkan kapasitas paru sehingga memperbaiki kualitas hidup. Penelitian Stiller (2009) juga menyatakan bahwa latihan pernafasan dapat meningkatkan penampilan fisik seseorang yang terbebas dari kondisi kelemahan dan kelelahan. Martinez (2006) mengatakan dalam penelitiannya, Pursed lips breathing juga dapat menurunkan sesak napas, sehingga pasien dapat toleransi terhadap aktivitas dan meningkatkan kemampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika teknik ini dilakukan secara rutin dan benar dapat mengoptimalkan fungsi mekanik paru, membatasi peningkatan volumeakhir ekspirasi paru dan mencegah efek hiperinflasi.
82
Penelitian Priyanto (2010) tengtang Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Fungsi Ventilasi Oksigenasi ParuPada Klien Post Ventilasi Mekanik. Menyatakan bahwa pemebrian Breathing exercise dengan teknik Deep Breathing selama 1 menitdengan jeda 2 detik setiap pengulangan dengan periode istirahat 2 menit15 menit akan meningkatkan pola nafas dengan perbaikan karakteristik frekuensi dan keteraturan pernafasan merupakan indikator peningkatan fungsi ventilasi. Latihan napas dalam (Deep Breathing Exercise)
akan meningkatkan
oksigenasi dan membantu sekret atau mukus keluar dari jalan napas (Speer, 2007).Latihan pernapasan terdiri atas latihan dan praktik pernapasan yang dirancang untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien untuk mengurangi kerja pernapasan. Latihan pernapasan termasuk deep breathing exercise dapat meningkatkan kemampuan pengembangan paru dan mempengaruhi fungsi perfusi dan difusi sehingga suplay oksigen ke jaringan adequat. Deepbreathing exercise diajarkan pada klien yang sadar dan kooperatif untuk memperbaiki ventilasi, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan mekanisme batuk efektif, mencegah atelektasis, meningkatkan kekuatan otot pernapasan, mobilitas dada dan vertebra thorakalis serta mengoreksi pola pernapasan yang abnormal (Smeltzer, et al, 2008). Deep breathing exercise dapat dipraktikkan dalam beberapa posisi, karena distribusi udara dan sirkulasi pulmonal beragam sesuai dengan posisi dada. Deep breathing secara perlahan merupakan pernapasan paling efisien dengan inspirasi dalam secara efektif dapat membuka pori-pori khon, menimbulkan ventilasi
83
kolateral sehingga alveolar tidak kolaps dan selama ekspirasi pori-pori khon menutup untuk membantu ventilasi paru (Smeltzer, et al, 2008). Pada keadaan normal, absorbsi gas lebih mudah karena tekanan parsial total gas darah lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tibatiba seperti pada proses batuk normal (Price & Wilson, 2006). Deepbreathing exercise dapat mencegah atelektasis, meningkatkan fungsi ventilasi dan meningkatkan oksigenasi (Westerdahl, et al, 2005). 6.5 Kelemahan Penelitian Penelitian menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih banyak keterbatasannya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian tersebut antara lain: keterbatasan waktu, biaya dan tenaga menyebabkan penelitian ini tidak dapat dilakukan dengan maksimal. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah pengukuran dalam penelitian ini hanya menggunakan spirometer yang masih manual, sehingga pengukuran volume ekspiasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital (KV) tidak memperoleh hasil yang maksimal. Peneliti tidak dapat mengontrol sampel dari kegiatan sehari-harinya, termasuk aktivitas tenaga kerja sortasi di tempat tinggalnya.
84
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Breathing exercise meningkatkan nilai kapasitas vital (KV) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi. 2. Breathing exercise meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi. 3. Breathing exercise sama baik dalam meningkatkan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru di pabrik teh PT. Candi Loka Jamus Ngawi.
7.2 Saran Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas vital paru pada tenaga sortasi: 1. Karena pentingnya peningkatan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga kerja sortasi, peneliti menyarankan dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui peningkatan 84
85
2. kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga kerja sortasi dengan jangka panjang mengingat prevalensi dan mortalitinya akan terus meningkat pada dekade mendatang dan penurunan fungsi paru pada tenaga kerja sortasi lebih progresif dibandingkan paru normal pertahunnya. 3. Dapat menggunakan alat ukur (spirometer) yang lebih baik (spirometer digital) agar hasil pengukuran lebih tepat. 4. Dilakukan penelitian lanjut dengan latihan aerobik dalam meningkatkan kapasitas vital (KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) pada tenaga kerja sortasi.
85
DAFTAR PUSTAKA Aditama, Tjandra.2002.Manajemen Universitas Indonesia Press.
Administrasi
Rumah
Sakit,
Jakarta,
Alexandra, H. 2001. Physiotherapy in Respiratory Care. United Kingdom: Nelson Thornes. p. 172 Alsagaff, Hood, Abdul Mukty. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan 3. Surabaya: Airlangga University Press, hal: 15-56 Anderson, 2006.Patofisiologi Proses-Proses Penyakit . Edisi 6, Jakarta, EGC. Anonim. 2013. http://meditasizen.com/2013/01/22/menyadari-napas. Diakses 15 September 2014 Anonim. 2014. http://www.drugs.com/cg/chronic-bronchitis-discharge-care.html. Diakses 15 September 2014 Astrawinata, D.A.W., dan Elly, S. 1997. Efektivitas Antibiotika TurunanSefalosporin Terhada Kuman Di Jaringan Apendiks.Cermin DuniaKedokteran. 89(4): 11-15. Basuki, N .2008. Fisioterapi Kardiopulmonal. Politehnik Kesehatan Surakarta Budiono, S. 2002. Bunga Rampai Hiperkes Dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Tri Tunggal Tata Fajar. Budiono, Irwan.2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil. Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro. Semarang Campbell. 1999. Biologi Edisi Kelm Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran (Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam), Penerbit : Universitas Indonesia Press, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 1407/MENKES/SK/XI/2002, Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara. Jakarta. Departemen Tenaga Kerja RI. 1997. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No: SE01/MEN/1997, tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja. Jakarta.
86
Depkes RI. 2003.Modul Penelitian Bagi Fasilitas Kesehatan Kerja, Jakarta. Dhaise. Abu, B.A., Rabi, A.Z., Zwary. 1997.Pulmonary Manifestation in Cement Workers in Jordan, Ibrid, Int Jour Occup Med Environ Health .10:417-428. El-Batanouny, M.M., Amin, M.A., Salem, E.Y. & El-Nahas, H.E. 2009. Effect of exercise on ventilatory function in welders. Egyptian Journal ofBronchology, Volume 3. No 1, Juni 2009, diperoleh 12 Pebruari 2010 darihttp://www. essbronchology.com/journal/june_2009/PDF/7mohamed_elbatanony.pdf Ezmir. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Fadjar. 1980. Pengaruh Paparan Debu Terhadap Fungsi Ventilasi Paru Tenaga Kerja Plywood, Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Vol. XXXIII No. 2:37-46. Jakarta; Pusat Hiperkes dan KK. Fardiaz, Srikandi. 1999. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Kanisius Faisal, Yunus. 1997. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya, Cermin Dunia Kedokteran, No.115. http:\\www.city.kobe.Dampak_Pencemaran_Udara_terhadap_Kesehatan_M anusia.ww.pdf. Guyton C Arthur. 1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme penyakit, Alih Bahasa: Petrus Adrianto, Jakarta: EGC. Guyton, A.C. & Hall, J.E,. 2006. Textbook of medical physiology. 11th edition. Philadelphia:WB. Saunders Company, Misissipi Guyton, C Arthur. 1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme penyakit, Alih Bahasa: Petrus Adrianto, Jakarta: EGC. Hall John E dan Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC. Hiperkes & KK. 2003, Bunga Rampai Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. 2006.Medical surgical nursing ; criticalthinking for collaborative care; fifth edition, volume 2, Elsevier Saunders, Westline Industrial Drive, St. Louis, Missouri.
87
Jeremy, P.T.W., Jane, W., Richard, M.L., Charles, M.W. 2007. Sistem Respirasi. (Alih Bahasa Huriawati, H), Jakarta: Erlangga. Kasim U. 2010.Waktu Kerja Lembur Lebih dari 54 Jam Seminggu. Available from: URL: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4293 (18 Januari 2013, 13.07) Khotimah, Siti. 2011. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Dari Pada Latihan Pernafasan Pada Pasien PPOK Di Bp4 Yogyakarta. Thesis, Universitas Udayana. Denpasar Khumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, Thesis, Universitas Diponogoro, Semarang. Kumendong, Donald J.W.M. 2011.Hubungan Antara Lama Paparan dengan Kapasitas Paru Tenaga Kerja Industri Mebel di CV. Sinar Mandiri Kota Bitung. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado Luttmann. 2003. Preventing Musculoskeletal Disorder in The Worplace,WHO Library Catalogaving in Pulication Data”. Madina, Deasy S. 2007.Nilai Kapasitas Vital Paru Dan Hubungannya DenganKarakteristik Fisik Pada Atlet Berbagai CabangOlahraga.Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung. Malaka, Tan. 1996. Evaluasi Bahan Pencemar Lingkungan di Udara. Jurnal Respirologi Indonesia, vol 16, pp 32-127 Maryam, R. Siti. 2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Diakses 14 Juni 2014 dari http://www.eprints.undip.ac.id/15485/1/Dorce_Mengkidi.pdf. Mulyono, Djoko; Santoso DI. 1997. Tuberkulosis Milier Dengan TuberkulonaIntrakrania Dalam Cermin Dunia Kedokteran 115; 30-31. Murray, C.J.L. Lopez, A.D. 1996. The Global Burden of Disease. Geneva : World Health Organization : 1-3. Nugraheni, FS. 2004.Analisis factor risiko kadar debu organic di udaa tehadap gangguan fungsi paru pada pekerja industri penggilingan padi di kabupaten Demak. Thesis. Magister Ilmu Kesehatan Lingkungan. ProgramPasca Sajana UNDIP. Semarang.
88
Nurhayati. 2013. Latihan Deep Breathing Meningkatkan Kapasitas Inspirasi Lebih Besar Daripada Diaphragm Breathing Pada Pengendara Motor. Fakultas Kedokteran, Udayana Bali. Nury, N. 2008. Efek latihan otot-otot pernafasan pada penyakit paru obstruksi kronis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo.Jakarta. diperoleh 2 Pebruari 2010 dari http://www.fkui.org. Peace, Evelyn. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta ; PT. Gramedia Pustaka Utama. Price, A. S., Wilson M. L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC Priyanto, 2010. Pengaruh Deep Breathing Exercise Terhadap Fungsi Ventilasi Oksigenasi ParuPada Klien Post Ventilasi Mekanik. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.Depok. Pudjiastuti, Wiwiek. 2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan Kesehatan Kerja. http://www. Depkes. Go. Id/downloads/debu. Pdf. Putranto, A. 2007. Pajanan Debu Kayu (PM10) dan Gejala Penyakit Saluran Pernafasan pada Pekerja Mebel Sektor Informal di Kota Pontianak Kalimantan Barat, Thesis, PS-UI. Rizki.2010.Hubungan Antara Paparan Debu Padi Dengan Kapasitas Fungsi Paru Tenaga Kerja Di Penggilingan Padi Anggraini, Sragen, Jawa Tengah. Roslan, Rosidi. 2000. Exposure Debu Kapas Hubungannya dengan Kesehatan Fungsi Paru Pekerja pada Bagian Pelaksana Produksi di PT. Industri Sandang 1Unit Patal Bekasi, Skripsi FKM-UI,Jakarta. Siswanto, 1991. “Penyakit Paru Kerja”. Surabaya: Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi, EGC, Jakarta. Sudadi, Mulyono. 1990. Biologi. Surakarta: Seti Aji Suma’mur P.K. 1994. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Gunung Agung. Suma’mur. 1995. Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji Masagung. Jakarta.
89
Suma’mur, P. K. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Cetakan Kedua. CV. Haji Mas Agung. Jakarta. Suma’mur P.K. 2009. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto. Suryabrata, Sumadi. 2008. Metode Penelitian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Suyono. 2001. Workshop on Studies of Hypertension. Jakarta. Solech. 2001. Masa KerjaDan Kesadaran Penggunaan Alat Pelindung Diri. Dikutip dari http://www.scribd.com/doc/235730530/6411411183. Agustus 2014 Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hincle, J.I., Cheever, K.H. 2008. Textbook of medical surgical nursing; brunner & suddart. eleventh edition, LipincottWilliams & Wilkins, a Wolter Kluwer Business. Stiller K., Montarello J., Wallace M., Daff M., Grant R., Jenkins S., Hall B. And Yates H.1994. Efficacy of breathing and cuoughing exercises in theprevention of pulmonary complications after coronary artery surgery. diperoleh 12 Pebruari 2010 dari http://chestjournal.chestpubs.org Syaifuddin. 1997.Anatomi Kedokteran EGC.
Fisiologi
untuk
Siswa
Perawat,
Jakarta:
Tabrani, rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru.Hipokrates. Jakarta Tambayong Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Utomo, Budi. 2005. Faktor-faktor Risiko Penurunan Kapasitas Paru Pekerja Tambang Batu Kapur (Studi Kasus di Desa Darmakradenan KecamatanAjibarang Kabupaten Banyumas. Thesis. MagisterEpidemiologi. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang . 66 – 96. Wardana, Arya Wisnu. 2001. Dampak pencemaran lingkungan.Yogyakarta. Penerbit Andi. Wahyu, Purwanto. 2014. awancara Direktur PT. Candi Loka Perkebunan Teh Jamus, Ngawi. April 2014 Waluyo. 2008. Sepotong Kisah Tentang Kebun Teh Jamus. Ngawi ; Candi Loka. Wahyuningsih. 2003. Dampak Inhalasi Cat Semprot Terhadap Kesehatan Paru, Cermin Dunia Kedokteran Edisi 138. Westerdahl, E., Linmark, B., Ericksson, T., Friberg, O., Hedenstierna, G. & Tenling, A. 2005. Deep breathing exercises reduce atelectasis andimprove
90
pulmonary function after coronary artery bypass surgery. diperoleh 12 Pebruari 2010 dari http://chestjournal.chestpubs.org/content/128/5/3482.full.html. WHO. 1995.Deteksi dini penyakit akibat kerja. Alih bahasa Joko Suyono. EGC.Jakarta. 1995 : 64 - 69. Yunus, Faisal. 1997. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya, Cermin Dunia Kedokteran, No.115 Tahun 1997. http:\\www.city.kobe.Dampak_Pencemaran_Udara_terhadap_Kesehatan_M anusia.ww.pdf.
PT. CANDI LOKA KEBUN TEH JAMUS
Alamat Kantor : Jamus, Ds. Girikerto Kec. Sine Kab. Ngawi AlamatSurat : PO. BOX. 01 NBE Ngawi 63263 Telp.( 0351 ) 7742310
Ngawi, 3 Juli 2014 Nomor: 17/Ad/CL/VII/2014 Hal
: Surat Keterangan
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Ir.Purwanto Wahyu Priyono. M.Si
Jabatan
: Direktur PT.Candi Loka Perkebunan Teh Jamus, Ngawi
Menerangkan : Nama
: Dika Rizki Imania
NIM
: 1290361023
Program studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Universitas Negeri Udayana Denpasar Bali Bahwa nama tersebut di atas telah mengadakan penelitian di Perkebunan Teh
Jamus
PT.CANDI LOKA desa Girikerto, Sine, Ngawi Jawa Timur pada bulan Mei - Juni 2014. Demikian surat keterangan ini di buat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Direktur,
Ir. Purwanto Wahyu P, M.Si.
FORMULIR PERSETUJUAN
LAMPIRAN 3
Nama
: Dika Rizki Imania
NIM
: 1290361023
Judul Penelitian
: Breathing Exercise Meningkatkan KapasitasVital Paru Terhadap Tenaga Sortasi yang Mengalami Gangguan Paru Di PT. Candi Loka Perkebunan Teh Jamus Ngawi.
Saya adalah mahasiswi Pascasarjana Program Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisoterapi Universitas Udayana Denpasar Bali. Dalam rangka penulisan tesis di Universitas Udayana, penelitian ini sebagai salah satu tugas akhir dan syarat untuk kelulusan. Saya mengharapkan partisipasi bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian saya. Saya menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang bapak/ibu yang diberikan hanya akan digunakan untuk proses penelitian. Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, bapak/ibu bebas menerima menjadi responden atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika bapak/ibu bersedia menjadi responden silahkan mengisi identitas bapak/ibu dan menandatangani surat persetujuan dibawah ini: Nama Responden
: ........................................................................
Umur
: .......... tahun
Jenis Kelamin
: L / P
Alamat
: .........................................................................
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan dan segala resikonya maka dengan ini saya menyatakan: 1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, prosedur penelitian dan segala resikonya. 2. Bersedia memberikan informasi sejujur-jujurnya tentang segala hal yang berkaitan dengan keluhan saya. 3. Bersedia mengikuti dan melaksanakan program penelitian dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. 4. Bersedia untuk bekerjasama dan dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian.
..........................,........................2014 Subyek Penelitian
...........................................................
LAMPIRAN 4 LEMBAR KUISIONER PENELITIAN A. Identitas Responden 1. Nama
: ..............................................
2. Umur
: ..................... Tahun.
3. Masa bekerja : ..................... Tahun 4. Tinggi Badan : ..................... Cm 5. Berat Badan
: ...................... Kg
B. Berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban pilih Ya atau Tidak disetiap pertanyaan.
No
Pertanyaan
1
Apakah selama bekerja disini, anda sering merasakan sesak nafas? Apakah sebelum bekerja di PT. Candi Loka anda sudah mepunyai riwayat sesak nafas? Apakah anda menggunakan alat pelindung diri (masker) ketika bekerja? Apakah anda mempunyai riwayat penyakit asma? Apakah anda mempunyai riwayat penyakit pau-paru? Apakah anda mempunyai riwayat penyakit jantung? Apakah anda pernah periksa atau konsultasi atas keluhan yang anda rasakan? Apakah anda perokok aktif?
2
3 4 5 6 7
8
Jawaban Ya Tidak
Peneliti, Dika Rizki Imania
LAMPIRAN 5 HASIL STATISTIK A. FREQUENCIES Statistics USIA N
Valid
MSKRJA
RR
HR
JNSKLMN
10
10
10
10
10
0
0
0
0
0
Mean
1.70
1.60
21.20
89.40
1.30
Std. Error of Mean
.153
.163
.249
.521
.153
Median
2.00
2.00
21.00
89.00
1.00
2
2
21a
88
1
Std. Deviation
.483
.516
.789
1.647
.483
Variance
.233
.267
.622
2.711
.233
Range
1
1
2
4
1
Minimum
1
1
20
88
1
Maximum
2
2
22
92
2
17
16
212
894
13
Missing
Mode
Sum
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown USIA Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
25-34
3
30.0
30.0
30.0
35-44
7
70.0
70.0
100.0
Total
10
100.0
100.0
MSKRJA Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1-5
4
40.0
40.0
40.0
6-10
6
60.0
60.0
100.0
Total
10
100.0
100.0
RR Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20
2
20.0
20.0
20.0
21
4
40.0
40.0
60.0
22
4
40.0
40.0
100.0
10
100.0
100.0
Total
HR Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
88
5
50.0
50.0
50.0
90
3
30.0
30.0
80.0
92
2
20.0
20.0
100.0
10
100.0
100.0
Total
JNSKLMN Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
PEREMPUAN
7
70.0
70.0
70.0
LAKI-LAKI
3
30.0
30.0
100.0
10
100.0
100.0
Total
B. UJI NORMALITY Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
KVPpre
10
100.0%
0
.0%
10
100.0%
KVPpost
10
100.0%
0
.0%
10
100.0%
VEPpre
10
100.0%
0
.0%
10
100.0%
VEPpost
10
100.0%
0
.0%
10
100.0%
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
df
Sig.
KVPpre
.245
10
.090
.892
10
.177
KVPpost
.222
10
.178
.906
10
.258
VEPpre
.224
10
.168
.911
10
.287
VEPpost
.174
10
.200*
.952
10
.691
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
C. UJI T-TEST 1. PAIRED KVpre - KVpost Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
KVPpre
2360.00
10
107.497
33.993
KVPpost
2750.00
10
84.984
26.874
Paired Samples Correlations N Pair 1
KVPpre & KVPpost
Correlation 10
Sig.
.730
.017
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of Std. Error Mean Pair 1
KVPpre KVPpost
-390.000
Std. Deviation 73.786
Mean 23.333
the Difference Lower -442.784
Upper -337.216
t -16.714
df
Sig. (2-tailed) 9
.000
2. PAIRED VEPpre - VEPpost Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
VEPpre
2030.00
10
94.868
30.000
VEPpost
2410.00
10
119.722
37.859
Paired Samples Correlations N Pair 1
Correlation
VEPpre & VEPpost
10
Sig.
.851
.002
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of
Mean Pair 1
VEPpre VEPpost
-380.000
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
63.246
20.000
the Difference Lower -425.243
Upper -334.757
t -19.000
df
Sig. (2-tailed) 9
.000
3. UJI INDEPENDEN SELISIH KV DAN VEP1
Group Statistics KELOM POK SELISIH
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
KVP
10
390.00
73.786
23.333
VEP1
10
380.00
63.246
20.000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval Sig. (2-
F SELISIH Equal variances assumed Equal variances not assumed
.099
Sig. .757
t .325
df
tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference
of the Difference Lower
Upper
18
.749
10.000
30.732
-54.565
74.565
.325 17.589
.749
10.000
30.732
-54.674
74.674
Group Statistics KELOMPOK DATAPOST
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
KVP
10
2750.00
84.984
26.874
VEP1
10
2410.00
119.722
37.859
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
95% Confidence Interval Sig. (2F DATAPOST Equal variances
Sig.
.722
assumed
t
df
.407 7.323
Equal variances not assumed
Mean
tailed)
Std. Error
Difference Difference
of the Difference Lower
Upper
18
.000
340.000
46.428
242.458
437.542
7.323 16.233
.000
340.000
46.428
241.692
438.308
Group Statistics KELOMPOK DATAPRE
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
KVP
10
2360.00
107.497
33.993
VEP1
10
2030.00
94.868
30.000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Sig. (2-
F DATAPRE Equal variances assumed Equal variances not assumed
.260
Sig.
t
.616 7.279
df
tailed)
Mean
Std. Error
Difference Difference
Difference Lower
Upper
18
.000
330.000
45.338
234.748
425.252
7.279 17.726
.000
330.000
45.338
234.642
425.358
DOKUMENTASI
Pemeriksaan Spirometri
Latihan Breathing Exercise
Spirometri Manual