TESIS BIOAKTIVITAS EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera) TERHADAP Eschericia coli PENYEBAB KOLIBASILOSIS PADA BABI
ADITYA NUGRAHA NIM 1192361009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
BIOAKTIVITAS EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera) TERHADAP Eschericia coli PENYEBAB KOLIBASILOSIS PADA BABI
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana
ADITYA NUGRAHA NIM 1192361009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 14 OKTOBER 2013
Pembimbing I
Dr. drh. Hapsari Mahatmi, MP NIP. 19600605 198702 2 001
Pembimbing II
Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si NIP. 19630528 198903 1 003
Mengetahui
Ketua Program Magister Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19621231 198903 1 315 NIP. 19590215 1985102 2 001
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Aditya Nugraha
NIM
: 1192361009
Program Studi
: Kedokteran Hewan
Judul Tesis
: Bioaktifitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Eschericia coli Penyebab Kolibasilosis Pada Babi
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas Plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI NO. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
Denpasar, 13 Oktober 2013
Aditya Nugraha
RIWAYAT HIDUP
Penulis Aditya Nugraha dilahirkan pada tanggal 26 Pebruari 1987 di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan suami istri R. Setyo Haryoso dan Sri Susilowati. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN Payaman III Kabupaten Nganjuk dan menamatkan pendidikan tahun 1999, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Nganjuk, diselesaikan tahun 2002, Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Nganjuk, diselesaikan pada tahun 2005. Selanjunya penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) tahun 2011 dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Hewan tahun 2012. Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Magister Program Studi S2 Kedokteran Hewan di Universitas Udayana pada tahun 2011. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, dengan judul penelitian “Bioaktivitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Eschericia coli Penyebab Kolibasilosis Pada Babi”. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Hewan pada Program Magister Program Studi S2 Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya, penulis bisa melaksanakan penelitian hingga menyusun Tesis ini sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pada kesesmpatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. drh. Hapsari Mahatmi, MP selaku pembimbing I dan Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si selaku pembimbing II, atas dukungan, semangat, bimbingan, arahan, dan perhatian yang tulus sehingga penulis bisa mengikuti program magister, khususnya dalam penulisan Tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, MS sebagai penguji Tesis yang sekaligus Pembantu Rektor 1 Universitas Udayana, Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, MP sebagai penguji Tesis sekaligus sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memberikan banyak masukan berarti, Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes sebagai penguji tesis sekaligus sebagai Ketua Program Studi S2 Kedokteran Hewan yang telah memberikan arahan yang sangat berguna dalam proses penyempurnaan Tesis ini. Kepada Kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas ijinnya sehingga penulis bisa melakukan penelitian dengan fasilitas yang tersedia. Penulis secara khusus mendedikasikan tulisan ini kepada Bapak R. Setyo Haryoso dan Ibu Sri Susilowati yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan semangat, kepercayaan dan kasih sayang, serta adik-adikku Dipta Rukmana dan Wahyu Indria terima kasih atas dukungan dan semangat sehingga penulisan Tesis ini berjalan dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guruguru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian Tesis ini. Semoga tulisan dalam Tesis ini bisa bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia Kedokteran Hewan khususnya.
ABSTRAK
Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman berpotensi di bidang medis sebagai obat herbal untuk mengobati infeksi bakteri, karena memiliki kandungan flavonoid, tanin, glikosida, dan terpinoids. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri E. coli yang di isolasi dari babi penderita kolibasilosis dengan gejala yang khas mencret berwarna putih. Sebanyak 21 sampel feses dilakukan isolasi, identifikasi dan serotiping terhadap E. coli patogen melalui tes aglutinasi serotipe polivalen 1-5, 6-11. Sampel positip E. coli patogen dikultur dan dipergunakan pada perlakuan uji in vitro. Pengujian terhadap daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oliefera) dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan konsentrasi yang berbeda (0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%). Serta 2 perlakuan pelarut ekstraksi (ekstraksi dengan pelarut air dan ekstraski dengan pelarut etanol). Metode pengujian daya hambat dilakukan dengan metode Kirby Bouer (Sumur Difusi). Besarnya daya hambat dari masing-masing sampel dianalisis dengan analisis varian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun kelor pelarut air dan etanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dengan sangat nyata (P<0,01), dengan hambatan optimum masing-masing pada konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm dan konsentrasi 75% (14 ± 1.0000) mm. Kata kunci : E. coli, ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera), ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera).
ABSTRACT
Moringa oleifera is a potential plant in the medical field of herbal remedy to medicate bacterial infection. This study aims to determine the inhibition of leaf extracts Moringa oleifera towards E. coli isolated of Colibacillosis from swine. A total of 21 stool samples were used in this research. The isolation, identification and serotiping E. coli pathogens through polyvalent serotype agglutination tests of 1-5, 611. Samples with positive E. coli pathogens were cultured and used with in vitro treatment. Inhibition of Moringa oleifera leaf extract has examination using completely randomized design with five treatment of difference concentration at (0%, 25%, 50%, 75%, and 100%) and also two treatment of extract (extract water and extract ethanol). Examination method of inhibition using Kirby Bouer method (well diffusion). Level of inhibition from each sample analyzed with variance analysis. The results showed water and ethanol leaf extract of Moringa oleifera could inhibit the growth of E. coli with optimum resistance respectively at concentrations of 50% (8.3 ± 3.1544) mm and concentration of 75% (14 ± 1.0000) mm. Key Words : E. coli, Moringa oleifera water extraction, Moringa oleifera ethanol extraction
RINGKASAN
Kolibasilosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli patogen, terutama infeksi E. coli enterotoksigenik (ETEC) dan dapat menghambat produktifitas babi. E. coli enterotoksigenik kebanyakan menyerang babi muda pada umur 2 minggu, dengan gejala yang khas adalah mencret berwarna putih. Pemberian antibiotik merupakan salah satu pilihan untuk mengobati penyakit infeksi kolibasilosis, namun pemberian antibiotik secara terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya resistensi, sehingga dapat mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif dan masa pengobatan menjadi lebih panjang. diperlukan alternatif obat yang berasal dari alam yang ramah lingkungan dan murah tentunya untuk mengendalikan masalah resisten antibiotik. Penelitian-penelitian tentang bahan alam sendiri sudah banyak di lakukan di Indonesia. Hal ini terkait dengan kandungan metabolit sekunder dari tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Daun kelor (Moringa oleifera) sudah dikenal luas di Indonesia, tetapi pemanfaatannya belum begitu maksimal, selain mengandung vitamin A, C daun kelor juga mempunyai senyawa metabolit sekunder glukosianat dan isotiosianat yang diketahui sebagai hipotensif, anti kanker, penghambat aktivitas bakteri dan jamur. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak lengkap, dimana akan diteliti efektivitas pemberian daun kelor (Moringa oleifera) ekstrak air dan etanol sebagai penghambat bakteri E. coli patogen penyebab kolibasilosis pada ternak babi secara in vitro. Dengan konsentrasi (0, 25%, 50%, 75%, 100%) dan masing-masing konsentrasi diulang lima kali. 21 Sampel penelitian ini diperoleh dari peternakan intensif dan semi intensif di Kecamatan Kerambitan dan Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan Bali. Dalam penelitian ini akan dilakukan ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera) dengan menggunakan pelarut yang sama kepolarannya yaitu air dan etanol. Selanjutnya Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) terhadap E. coli patogen dilakukan dengan metode Kirby bouer (sumur difusi). Berdasarkan pengamatan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air mampu menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang ditandai dengan adanya zona hambat di sekeliling sumur difusi, ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol juga mampu menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang ditandai dengan adanya zona hambat di sekeliling sumur difusi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas bakteri E.
coli patogen, ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas bakteri E. coli pathogen. Selanjutnya dengan uji LSD ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm, sedangkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 75% (14 ± 1.0000) mm.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ..............................................................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
vi
ABSTRAK……………………………………………………………………….
vii
ABSTRACT ..........................................................................................................
viii
RINGKASAN......................................................................................................
ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………………....
xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA ..........................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………..
4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………
5
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………..
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
6
2.1 Ternak Babi …………………………………………………………
6
2.2 Eschericia coli ………………………………………………………
7
2.3 Kelor (Moringa oleifera) ……………………………………………
11
2.3.1 Kandungan Bahan Aktif dalam Moringa oleifera ……………
13
2.4 Manfaat Daun Kelor (Moringa oleifera) ……………………………
15
2.4.1 Daun Kelor (Moringa oleifera) sebagai terapi ……………….
16
2.5 Mekanisme Kerja Senyawa Antibakteri dari Daun Kelor (Moringa oleifera) ……………………………………..
16
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ......................................................................................................
19
3.1 Kerangka Berfikir …………………………………………………...
19
3.2 Kerangka Konsep …………………………………………………...
22
3.3 Hipotesis …………………………………………………………….
22
BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................
23
4.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………….
23
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………….
23
4.3 Penentuan Sumber Data …………………………………………….
23
4.4 Variabel Penelitian ………………………………………………….
24
4.5 Bahan Penelitian ……………………………………………………
24
4.6 Instrumen Penelitian ………………………………………………..
25
4.7 Prosedur Penelitian …………………………………………………
25
4.7.1 Isolasi Bakteri E. coli patogen ……………………………….
25
4.7.2 Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) ..……………………..
26
4.7.3 Suspensi bakteri ………………………………………………
27
4.7.4 Uji efektivitas ektrak daun kelor (Moringa oleifera) terhadap pertumbuhan bakteri E. coli patogen secara in vitro dengan Uji Sumur Difusi ……………………..
27
4.7.5 Alur kerja ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera) …………
28
4.7.6 Alur kerja Uji sentivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) ……………………………………………
29
4.8 Analisis Data ………………………………………………………..
29
BAB V HASIL ......................................................................................................
30
5.1 Hasil Pengukuran Zona Hambat Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air dan Etanol Terhadap E. coli Patogen ………………….
30
5.2 Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air …………
34
5.3 Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Etanol .…….
36
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................
38
6.1 Aktifitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air dan Etanol ……………………………………...
38
6.2 Efektifitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air ………………………………………………….. 40 6.3 Efektivitas ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Etanol ………………………………………………. 41 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................
43
7.1 Simpulan …………………………………………………………….. 43 7.2 Saran ………………………………………………………………… 43 DAFTAR PUSTAKA .…………………………………………………………..
44
LAMPIRAN .…………………………………………………………………….
56
DAFTAR TABEL
Halaman 4.1 Kandungan serum aglutinasi untuk diagnosa Polivalen 1-5 dan 6-11................ 26 5.2 Hasil rata-rata zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol terhadap E. coli patogen .................................. 32 5.3 Hasil analisis ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air terhadap E. coli patogen ...................................................... 34 5.4 Hasil uji LSD antara diameter daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dalam beberapa konsentrasi ................. 35 5.5 Hasil analisis sidik ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol terhadap bakteri E. coli patogen ................................... 36 5.6 Hasil uji LSD antara diameter daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol dalam beberapa konsentrasi ........... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 Daun, buah, dan bunga Moringa oleifera ........................................................ 13 2.2 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate ....................................... 14 2.3 Pterygospermin ................................................................................................. 14 2.4 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzylglucosinolate .......................................... 14 5.5 Zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air terhadap bakteri E. coli pathogen ........................................ 30 5.6 Zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol terhadap bakteri E. coli pathogen ............................................... 31 5.7 Perbandingan diameter Zona Hambat ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol (mm) .................................. 33
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
ETEC
: Enterotoxigenic Eschericia coli
RNA
: Ribonucleic acid
H37Rv
: Strain Mycobacterium tuberculosis
EPEC
: Enteropathogenic Eschericia coli
EIEC
: Enteroinvasive Eschericia coli
EHEC
: Enterohaemorrhagic Eschericia coli
EAEC
: Enteroaggregative Eschericia coli
BHA
: Butylated Hydroxyanisole
BHT
: Butylated Hydroxytoluena
DMSO
: Dimetilsulfoksida
DMF
: Dimetilformamida
pH
: potential of Hydrogen
MHA
: Mueller Hinton Agar
SBA
: Sheep Blood Agar
CFU
: Colony Forming Unit
LSD
: Least Siginificant Difference
LPS
: Lipopolisakarida
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1. Tabel Rata-rata zona hambat ekstrakdaun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air ................................................ 56 Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air .................................................. 56 Lampiran 3. Uji LSD ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air .... 57 Lampiran 4. Tabel Rata-rata zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol ............................................ 59 Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol ............................................ 59 Lampiran 6. Uji LSD ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol ........................................................................... 60
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Sebagai komoditas ekspor nasional, ternak babi ini masih terbuka lebar untuk dikirim ke berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong. Berdasarkan statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur 1,637,351ekor, Bali (930,465 ekor), Sumatera Utara (734,222 ekor), Sulawesi Selatan (549,083 ekor), Kalimantan Barat (484,299 ekor), Papua (546,696 ekor), Kalimantan Barat (484,299 ekor), Sulawesi Utara (332 ,942 ekor), Bangka Belitung (268,220 ekor), Sulawesi Tengah (215,973 ekor), Kepri (185,663 ekor) (Deptan, 2012). Salah satu faktor yang menghambat produktifitas babi adalah infeksi penyakit, dalam hal ini ternak babi rentan sekali terinfeksi penyakit kolibasilosis. Penyakit ini disebabkan oleh Escherichia coli patogen, terutama infeksi E. coli enterotoksigenik (ETEC). E. coli tipe ini kebanyakan menyerang anak babi berumur muda, khususnya pada umur 2 minggu (Suprat et al, 2011). Gejala yang khas adalah mencret berwarna putih. Sehingga penyakit ini sering disebut dengan white scours atau diare putih. Besung (2010) telah meneliti sebanyak 2005 ekor anak babi yang berasal 200 induk babi di Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar dan Kota Denpasar menderita kolibasilosis sebanyak 846 ekor (42%) lebih tinggi dari pada penelitian Hartaningsih
dan Hassan pada tahun 1985 sebanyak 26%. Tingkat morbiditas, mortalitas, dan fatalitas juga telah diteliti oleh Kardena et al (2012) pada peternakan babi semi intensif di Tabanan dengan angka persentase masing-masing 8,60%, 2,05%, dan 23, 8%. Hal ini tentu saja menjadi salah satu dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan bagi peternak. Disamping menimbulkan kerugian pada babi, E. coli patogen yang menginfeksi babi juga berpeluang menjadi zoonosis, yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. E. coli yang bersumber dari babi menghasilkan verotoksin yang berakibat diare berdarah pada manusia, gejala kencing darah, dan kematian (Eriksson, 2010). Pemberian antibiotik merupakan salah satu pilihan untuk mengobati infeksi kolibasilosis. Beberapa antibakteri yang efektif diantaranya adalah golongan Penisilin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Aminoglikosid (Sornplang et al, 2010). Tetrasiklin dan aminoglikosid berfungsi sebagai penghalang terikatnya RNA pada bagian spesifik dari ribosom, akibatnya sintesis protein mengalami hambatan sangat tinggi, maka antibakteri ini sering digunakan untuk penanganan kolibasilosis pada babi (Rostinawati, 2009). Namun pemberian antibiotik sebagai penanganan penyakit mempunyai kelemahan yaitu timbulnya resistensi apabila tidak digunakan sesuai aturan (Hammerum and Heuer, 2009), sehingga menyebabkan pengobatan tidak efektif dan masa pengobatan menjadi lebih panjang serta ternak menjadi tidak produktif.
Malik et al (2011); joshi et al (2012); Costa et al (2010); Sornplang et al (2010) melaporkan bahwa di peternakan babi pada beberapa negara bagian di Amerika Serikat, Eropa dan Asia telah mengalami resisten antibiotik. Bhaskara et al (2012) telah meneliti tentang kejadian resistensi terhadap beberapa antibiotik diantaranya adalah Oksitetrasiklin, streptomisin, kanamisin, dan gentamisin pada peternakan babi semi intensif di Kabupaten Tabanan. Pemakaian antibiotika selain sebagai pengobatan atau terapi, juga digunakan sebagai growth promotore sehingga dapat mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi hasil ternak serta mengurangi biaya pakan. Tetapi disisi lain pemakaian antibiotika tanpa aturan dapat menyebabkan beberapa masalah, yaitu resisten terhadap antibiotik dan adanya residu antibiotik dalam jaringan- jaringan atau organ hewan (Yuningsih, 2005). Residu antibiotik pada produk makanan yang berasal dari ternak dapat membahayakan bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya, karena dapat menyebabkan reaksi alergi dan reaksi resistensi (Yuningsih, 2005). Kejadian resistensi antibiotik terhadap bakteri yang diisolasi dari pasien penderita diare di beberapa rumah sakit di Indonesia juga telah dilaporkan oleh Tjaniadi et al (2003). Peraturan Internasional tentang batas penggunaan antibiotik sudah diterapkan di negara-negara Eropa dan China (Castanon, 2007; Wang et al, 2011), namun tampaknya di Indonesia belum sepenuhnya berjalan, terbukti dari penelitian pendahuluan yang dilakukan isolat bakteri E. coli patogen yang diperoleh dari Kecamatan
Kerambitan
dan
Kecamatan
Tabanan
telah
resisten
terhadap
Sulfametoxazole, Gentamisin dan Streptomisin, oleh karena itu diperlukan alternatif
obat yang berasal dari alam yang ramah lingkungan dan murah tentunya untuk mengendalikan masalah resisten antibiotik. Penelitian tentang bahan alam sendiri sudah banyak diteliti di Indonesia. Hal ini terkait dengan kandungan bahan aktif sebagai hasil metabolisme sekunder pada tanaman yang juga dapat berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Rahmat, 2009). Besung (2009) sudah membuktikan dengan pemberian ektrak kunyit memberikan hasil yang signifikan, Vingga et al (2010) juga telah meneliti tentang manfaat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dapat menghambat bakteri E. coli patogen penyebab kolibasilosis pada ayam pedaging. Dengan pelarut air dan etanol, Rostinawati (2008) mengungkapkan bahwa ekstrak bunga rosella terbukti dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis Galur Labkes-026 (Multi Drug Resisten) dan Mycobacterium tuberculosis Galur H37Rv. Ekstrak bawang putih dengan pelarut air dan etanol juga terbukti mampu menghambat bakteri gram positif dan negatif yang diisolasi dari udang dogol (Metapenaeus monoceros), udang lobster (Panulirus sp), dan udang rebon (Mysisdan Acetes) (Lingga and Rustama, 2006). Kelor sudah dikenal luas di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan. Di Indonesia pohon kelor banyak ditanam sebagai pagar hidup, ditanam di sepanjang ladang atau tepi sawah, berfungsi sebagai tanaman penghijau. Selain itu tanaman kelor juga dikenal sebagai tanaman obat berkhasiat dengan memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang, biji, hingga akarnya (Simbolan et al, 2007).
Tanaman kelor kaya akan pro vitamin A dan C, khususnya β-karoten, yang akan diubah menjadi vitamin A dalam tubuh dan secara nyata berpengaruh terhadap hepatoprotective (Bharali, 2003). Kandungan senyawa glukosianat dan isotiosianat dalam tumbuhan kelor diketahui sebagai hipotensif, anti kanker, penghambat aktivitas bakteri dan jamur (Anwar et al, 2007). Kandungan-kandungan senyawa metabolit sekunder dalam daun kelor (Moringa oleifera) dapat diambil dengan cara ekstraksi. Dengan metode ekstraksi, maka perlu dipertimbangkan pelarut yang akan digunakan. Prinsip kelarutan adalah “like dissolve like”, yaitu (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar, (2) pelarut organik akan melarutkan senyawa organik (Rostinawati, 2008). Selain mudah didapatkan dan tidak toksik pelarut air dan etanol diketahui bersifat polar sehingga senyawa aktif metabolit sekunder dari daun kelor (Moringa oleifera) yang juga bersifat polar dapat diambil dengan menggunakan kedua pelarut tersebut (Ahmad and Beg, 2001). Dengan berbagai manfaat yang terkandung dalam tanaman kelor tersebut diharapkan dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen penyebab kolibasilosis pada ternak babi.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang diisolasi babi penderita kolibasilosis? 2. Apakah ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang diisolasi babi penderita kolibasilosis? 3. Berapa konsentrasi optimal ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol dalam menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dalam menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang diisolasi babi penderita kolibasilosis. 2. Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol dalam menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang diisolasi babi penderita kolibasilosis. 3. Untuk mengetahui konsentrasi optimal dari pengenceran ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol dalam menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi awal tentang potensi Moringa oliefera sebagai bahan alami yang bisa dipakai sebagai alternatif penanganan penyakit infeksi yang aman dan ramah lingkungan. Khususnya penggunaan pada dunia veteriner dan khususnya pada babi penderita Kolibasilosis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Babi Ternak babi terbilang sangat menguntungkan karena babi merupakan ternak yang sangat efisien dalam pembentukan daging, walaupun yang mengkonsumsi daging babi hanya sebagian kecil rakyat Indonesia. Usaha peternakan babi menurut Sostroamidjojo (1980) mempunyai arti ekonomi yang sangat penting karena : 1. Ternak babi lebih efisien dalam merubah bahan makanan menjadi daging dibanding ternak-ternak lainnya. 2. Ternak babi adalah ternak profilik dan dapat memberikan keuntungan yang relatif besar bagi peternak. Satu kali melahirkan bisa 6-12 ekor, dan setiap indukan bisa beranak 2 kali dalam setahun. 3. Berat produksi karkas yang dapat terjual mempunyai besaran yang cukup tinggi. Persentasi karkas babi cukup tinggi bisa mencapai 65%-80% sedangkan karkas sapi hanya 50%-60%, domba dan kambing hanya 45%60%. 4. Kotoran dari ternak babi dapat diolah menjadi pupuk. Menurut Holden and Ensminger (2005), secara zoologis ternak babi diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Sub Ordo
: Suina
Family
: Suidae
Genus
: Sus
Spesies
: Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus domesticus, Sus barbatus dan Sus verrucocus
Edward and smith (1998) menyatakan bahwa jumlah anak dan kelangsungan hidup merupakan faktor penentu yang penting dalam keberhasilan beternak babi. Periode kritis dalam beternak babi adalah pada periode saat lahir hingga disapih. Sampai umur satu minggu setelah dilahirkan, anak babi mengalami masa kritis, karena babi yang baru lahir atau sebelum disapih secara fisiologis belum matang. Persentase mortalitas anak babi dapat mencapai 12% sampai hari ke- 7 setelah anak babi dilahirkan. Lebih dari 60% kematian anak babi sebelum disapih disebabkan oleh faktor induk dan juga pengaruh dari suplai nutrisi yang dapat diakibatkan dari rendahnya produksi susu induk yang akan mempengaruhi pertumbuhan anak babi (Pon and Manner, 1970). Mencret atau diare sangat umum terjadi pada anak babi pada minggu pertama dimana penyebab utamanya adalah bakteri E. coli patogen (Besung, 2010). Kejadian kolibasilosis pada anak babi di Bali periode 2004-2008 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Tahun 2004 tercatat sebanyak 5.307 ekor terserang kolibasilosis dengan 81 ekor mengalami kematian. Di tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 ditemukan kejadian penyakit berturut-turut sebanyak 6.582 ekor, 8.607 ekor, 10.940 ekor, 14.302 ekor dengan angka kematian berturut-turut 101 ekor, 124 ekor,
121 ekor, dan 489 ekor (Disnak, 2009 dalam Besung, 2010). Disamping itu penyebab lainnya oleh bakteri Salmonella sp, anemia karena kekurangan vitamin dan mineral, kualitas pakan yang jelek, kondisi perkandangan yang buruk, serta terlalu sering stress/trauma (Mc laren, 1998).
2.2 Escherichia coli Escherichia coli mungkin adalah jenis organisme yang paling banyak dipelajari, bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Theodore Escherich tahun 1885, hidup disaluran percernaan manusia maupun hewan (Eckburg et al, 2005). Klasifikasi E. coli menurut Todar (2008) sebagai berikut: Kingdom
: Bakteria
Fillum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobakteriales
Familia
: Enterobakteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri non-spora dan termasuk ke dalam bakteri Gram negatif yang bergerak dengan flagella peritrikus. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob dengan menghasilkan gas dari fermentasi karbohidrat. Berukuran panjang 2,0-6,0 µm dan lebar 1,1-1,5 µm, bentuk bervariasi mulai dari bentuk kokus (bulat), sampai berbentuk filamen panjang. Beberapa strain mukoid menghasilkan polimer
ekstraseluler yang secara umum di kenal sebagai antigen K dan asam polisakarida yang tersusun oleh solanic acid yang di kenal dengan antigen M. Bakteri ini menghasilkan berbagai jenis fimbriae yang penting selama penetrasi ke sel inang, dengan struktur dan antigen fimbriae yang berbeda pada setiap strain E. coli (Scheutz and Strockbine, 2005). E. coli mempunyai antigen O, H dan K. Dewasa ini telah ditemukan 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K dan 50 tipe antigen H (Gyles, 2007) . Bakteri ini diklasifikasikan sebagai mikroba normal pada manusia yang tidak berbahaya, yang terletak di bagian distal traktus intestinal.
Bakteri ini sering
menyebabkan diare pada hewan yang baru lahir. Penularannya dapat melalui fecal, oral dari induk maupun terpapar dari lingkungan. Namun kebanyakan strain E. coli tidak bersifat patogen. Dampak individu atau hewan yang terpapar E. coli adalah infeksi akut pada traktus urinari dan juga dapat menyebabkan sepsis. Selain itu dapat juga terjadi enteritis akut, traveller’s diare, disentri, dan colitis haemorrhagic biasanya disebut sebagai diare berdarah (blood diarrhea).
yang
Derajat infeksi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan diare dan infeksi setiap strain adalah level 1051010untuk strain EPEC, 108-1010 untuk strain ETEC, dan 108 untuk strain EIEC. Jumlah ini tergantung dari umur, jenis kelamin, dan keasaman lambung (Percival, 2004). Faktor- faktor patogenitas kuman E. coli menurut Kaper. (1994): 1. Antigen permukaan Terdapat dua jenis tipe fimbriae pada E. coli yaitu tipe mannosa sensitif (pili) dan tipe mannosa resisten (CFAs I dan II). Kedua fimbriae ini digunakan sebagai
faktor kolonisasi (Colonization factor) yaitu perlekatan sel kuman pada jaringan inangnya. 2. Enterotoksin Enterotoksin yang telah diisolasi dari E. coli ada dua yaitu toksin LT (heat labil/termolabil) dan ST (heat stabil/termostabil). Kedua toksin ini diatur oleh plasmid yang mampu berpindah dari satu sel kuman ke sel kuman lainnya. Terdapat dua macam plasmid yaitu 1 plasmid yang mengkode pembentukan toksin LT dan ST dan 1 plasmid lainnya mengatur pembentukan ST saja. E. coli diklasifikasikan berdasarkan ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain: Enterotoxigenic E. coli (ETEC) ETEC menghasilkan satu atau dua jenis toksin protein yaitu heat labil (LT) dan heat stabil (ST). Faktor virulensi tambahan dari ETEC adalah Colonization factor (CFA-I dan CFA-II). Faktor virulensi LT, ST (CFA-I serta CFA-II) dikode oleh plasmid yang dapat dipindahkan (Kaper, 2005). ETEC mempunyai antigen perlekatan atau antigen pili K88 (F4), K99 (F5), 987P (F6) dan F41 (Schierack et al, 2006). ETEC K88 memproduksi toksin yang tidak tahan panas atau heat labile toxin (LT) dan tahan panas atau heat stable toxin (ST).Sementara itu E. coli K99, F41 atau 987P memproduksi enterotoksin ST (Fairbrother et al, 2005).Toksin LT bekerja merangsang enzim adenil siklase yang terdapat di dalam sel epitel mukosa usus halus, menyebabkan peningkatan aktivitas enzim tersebut dan terjadinya peningkatan permeabilitas sel epitel usus. Hal ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi
cairan di dalam usus dan berakhir dengan diare. Toksin ST bekerja dengan cara mengaktivasi enzim guanilat siklase menghasilkan siklik guanosin monofosfat, menyebabkan gangguan absorbsi klorida dan natrium dan menurunkan motilitas usus halus (Supar, 2001). Patogenesa diare yang terjadi akibat ETEC meliputi terjadinya kolonisasi pada usus kecil dan produksi serta aksi enterotoksin yang bertangggung jawab dalam merusak keseimbangan pergerakan cairan dan elektrolit di dalam epitel usus. Kolonisasi pada usus kecil oleh ETEC tergantung pada pili. Pili berperan dalam penempelan yang spesifik oleh bakteri pada titik sel epitel (Nagy and Fekete, 1999). Enteropathogenic E. coli (EPEC) Enteropathogenic E. coli menyebabkan diare yang berakhir pada kematian yang menyerang individu, dengan dosis infeksi berkisar antara 108-1010organisme. Transmisi terjadi secara kontak langsung dari individu yang terinfeksi ke individu yang lain tanpa melalui air yang terkontaminasi. Strain ini terdiri dari beberapa serogrup yaitu O55 H6, NM, O86 H34, NM O111 H2, H12, NM O119 H6, NM O125ac H21, O126 H27, NM O128 H2, H12 O142 H6 (Percival 2004). Strain ini juga
merupakan penyebab penyakit enteritis akibat diare perjalanan (traveller’s
diarrhoea). Kejadian penyakit berkisar antara 17-72 jam dengan durasi selama 6 jam sampai 3 hari. Terjadinya diare karena strain ini menyerang sel mukosa usus dengan menggunakan Tir (reseptor) translocated intimin sehingga terjadi perubahan struktur sel usus (Kenny and Jepson, 2000). Perubahan pada ultrastruktur sel usus merupakan penyebab utama terjadinya diare (Gyles, 2007).
Enteroinvasive E. coli (EIEC) Pasien yang terinfeksi dengan EIEC ditandai dengan diare berair sampai berkembang menjadi diare berdarah. Dosis infeksi
berkisar antara
106-1010
organisme. Masa inkubasi di dalam saluran pencernaan berkisar antara 1-3 hari, dengan durasi infeksi selama 1-2 minggu (Percival 2004). Strain ini menginvasi sel di kolon dan menyebar secara lateral dari satu sel ke sel yang lain. Gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan Shigella yaitu diare profus (disentri), kedinginan, demam, sakit kepala, kelemahan otot dan kram (Kaper, 2005). Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC) Jenis strain ini menghasilkan shiga-like toxin yang bersifat sitotoksik. Masa inkubasi berkisar antara 3-8 hari dengan durasi infeksi 1-12 hari. Strain ini juga menyebabkan dua kondisi yang berbeda yaitu colitis haemorrhagic dan haemolytic uraemic syndrome (HUS).Kondisi HUS ditandai dengan terjadinya trombositopenia, mikroangiopati, anemia hemolitik dan gagal ginjal (Rendon et al, 2007). Enteroaggregative E. coli (EAEC) Strain ini menyebabkan diare berair yang tidak mengandung darah dan tidak diikuti dengan demam. Strain ini melekat di usus halus dan menghasilkan toksin (Gyles, 2007).
2.3 Kelor (Moringa oleifera) Kelor awalnya banyak tumbuh di India, namun kini kelor banyak ditemukan di daerah beriklim tropis (Grubben, 2004). Pada beberapa Negara kelor dikenal
dengan sebutan benzolive, drumstick tree, kelor, marango, mlonge, mulangay, nebeday, saijhan, dan sajna (Fahey, 2005). Moringaceae terdiri dari satu marga dengan beberapa jenis yaitu M. oleifera, M. arabica, M. pterygosperma, M. peregrine. Pohon dengan daun majemuk menyirip ganda 2-3 posisinya tersebar, tanpa daun penumpu, atau daun penumpu telah mengalami metamorphosis sebagai kelenjar-kelenjar pada pangkal tangkai daun. Bunga banci, zigomorf, tersusun dalam malai yang terdapat dalam ketiak daun, dasar bangun mangkuk, kelopak terdiri atas lima daun kelopak, mahkotapun terdiri atas lima daun mahkota, lima benang sari. Bakal buah, bakal biji banyak, buahnya buah kendaga yang mebuka dengan tiga katup dengan panjang sekitar dengan panjang sekitar 30 cm, biji besar, bersayap, tanpa endosperm, lembaga lurus. Dari segi anatomi mempunyai sifat yang khas yaitu terdapat sel-sel mirosin dan buluh-buluh gom dalam kulit batang dan cabang. Dalam musim-musim tertentu dapat menggugurkan daunnya (meranggas) (Roloff et al, 2009). Daun sebesar ujung jari berbentuk bulat telur, tersusun majemuk dan gugur di musim kemarau, tinggi pohon mencapai 5-12 m, bagian ujung membentuk payung, batang lurus (diameter 10-30 cm) menggarpu, berbunga sepanjang tahun berwarna putih/krem, buah berwarna hijau muda, tipis dan lunak. Tumbuh subur mulai dataran rendah sampai ketinggian 700 m diatas permukaan laut (Schwarz, 2000). Moringa oleifera merupakan tumbuhan asli sub-Himalaya di India, Pakistan, Banglades, dan Afganistan. Termasuk pohon yang mudah tumbuh, telah digunakan oleh penduduk asli Roma, Yunani, dan Mesir. Saat ini telah banyak tumbuhan
perenial dengan kualitas kayu rendah, tetapi beberapa negara menggunakan sebagai obat tradisional dan penggunaan industri. Moringa oleifera merupakan tumbuhan penting di India, Etiopia, Filipina, dan Sudan serta tumbuh di bagian barat, timur, dan selatan Afrika, Asia tropis, Amerika Latin Karibia, Florida, dan Pulau Pasifik (Fahey, 2005). Klasifikasi Regnum
: Plantae
Division
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae
Subclassis
: Dialypetalae
Ordo
: Rhoeadales (Brassicales)
Familia
: Moringaceae
Genus
: Moringa
Species
: Moringa Oleifera
(Roloff et al, 2009)
Gambar 1 : Daun, buah, dan bunga Moringa oleifera Sumber Hsu et al, (2006)
2.3.1 Kandungan Bahan Aktif dalam Moringa oleifera Moringaceae kaya kandungan gula sederhana, rhamnose, dan senyawa unik yaitu glukosinolat dan isotiotianat (Bennet dkk dan Fahey dkk dalam Fahey, 2005). Daun Moringa oleifera digunakan sebagai obat infeksi, antibakteri, infeksi saluran urin, luka eksternal, anti-hipersensitif, anti-anemik, diabetes, colitis, diare, disentri, rematik, dan lain-lain. Senyawa glukosinolat dan isotiotianat diketahui sebagai hipotensif,
anti
kanker
dan
aktivitas
antibakteri
yang
meliputi
4-(α-L-
rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate (gambar 2), pterygospermin (gambar 3), dan 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy)benzylglucosinolate (gambar 4) (Fahey, 2005 dan Hsu et al, 2006).
Gambar 2 : 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate
Gambar 3 : Pterygospermin
Gambar 4 : 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl glucosinolate (sumber : Fahey, 2005)
Kelor
(Moringa
rhamnopyranosyloxy)
oleifera)
benzyl
mempunyai
isothiocyanate,
kandungan
senyawa
pterygospermin,
dan
4-(α-L4-(α-L-
rhamnopyranosyloxy) benzylglucosinolate (Fahey, 2005 dan Hsu et al, 2006). Pterigospermin menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan negatif (Sofowora dalam Yongabi, 2005). Pterygospermin merupakan senyawa yang tidak stabil, mempunyai titik didik rendah, dan dengan mudah dapat berubah menjadi benzil isotiosianat (BIT) (Oliver dalam Yongabi, 2005).4-(α-L-rhamnopyranosyloxy)
benzyl isothiocyanate, pterygospermin, dan 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl glucosinolate merupakan senyawa antimikroba (Eilert et al dalam Fahey, 2005). Daun kelor (Moringa oleifera) terdapat senyawa benzil isotiosianat dan dari hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera) juga mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, phenols yang juga dapat menghambat aktivitas bakteri (Pandey et al, 2012). Komposisi dan konsentrasi senyawa fitokimia mengalami perubahan selama pertumbuhan tanaman. Daun yang lebih muda mempunyai kandungan fitokimia paling tinggi (Bergquist et al, 2005), hal ini terkait dengan fungsi dari senyawa metabolit sekunder tersebut, yaitu untuk pertahanan melawan herbivora,
patogen, insekta, bakteri, jamur dan virus (Saffan and El-
Mousallamy, 2008). Selain itu senyawa fitokimia dalam daun biasanya ditemukan dalam struktur bebas atau terikat secara glikosida, dengan bertambahnya tingkat ketuaan daun banyak ditemukan dalam struktur glikosida yang terdapat pada membran sel. Senyawa ini membentuk struktur yang kompleks dengan karbohidrat (glukosa, xilosa dan arabinosa) (Boukes et al., 2008). Alkaloid merupakan kristal putih agak larut dalam air yang dikenal dengan nama berberine, emetine, quinine, dan tetramethil pyrazin. Phenols terdapat senyawa asam amino yang dapat berperan sebagai senyawa herbisida, serta tannin yang berperan sebagai mendenaturasi protein serta mencegah proses pencernaan bakteri, sedangkan flavonoid yaitu senyawa yang mudah larut dalam air untuk kerja antimikroba dan antivirus (Naiborhu, 2002).
2.4 Manfaat Daun Kelor (Moringa oleifera) Seluruh bagian dari pohon Moringa oleifera telah dikonsumsi oleh manusia, berdasarkan Fuglie dalam Fahey (2005), kegunaan Moringa oleifera meliputi: sebagai makanan ternak (daun dan biji), biogas (daun), pewarna (kayu), pupuk (biji), obat (seluruh bagian tumbuhan), purifikasi air (biji), Hartwell dalam Duke 1983 mengatakan bahwa bunga, daun, dan akar digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk tumor, biji untuk tumor perut. Jus akar digunakan untuk iritasi eksternal. Daun digunakan sebagai penutup luka, dan sebagai obat pencahar. Suspensi dari biji Moringa oleifera kering diketahui sebagai koagulan.Walaupun di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun dan karangan bunga serta buah muda sebagai sayuran, sudah sejak lama digunakan. Sebagai tanaman berkhasiat obat, tanaman kelor mulai dari akar, batang, daun, dan bijinya, sudah dikenal sejak lama di lingkungan pedesaan. Seperti akarnya, campuran bersama kulit akar pepaya kemudian digiling, dihancurkan, banyak digunakan untuk obat luar (balur) penyakit beri-beri dan sebangsanya. Daunnya ditambah dengan kapur sirih, juga merupakan obat kulit seperti kurap dengan cara digosokkan (Rahmat, 2009) 2.4.1 Daun Kelor (Moringa oleifera) sebagai terapi Berbagai tanaman obat Indonesia yang digunakan sebagai alternatif obat sangatlah banyak. Penggunaan tanaman obat pun saat ini berkembang sangat cepat. Salah satu contoh tanaman obat Indonesia yang sudah lama digunakan adalah
kelor (Moringa oleifera) (Prasetyo et al, 2012). Hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan bahan antimikroba. Bagian-bagian tanaman kelor yang telah terbukti sebagai bahan antimikroba di antaranya daun, biji, minyak, bunga, akar, dan kulit kayu tanaman kelor (Bukar et al, 2010). Namun, beberapa peneliti juga mengungkapkan beberapa manfaat lain dari kelor (Moringa oleifera) diantaranya daun kelor (Moringa oleifera) sebagai anti anemia (Oduro et al, 2008), daun dan batang kelor (Moringa oleifera) dapat digunakan sebagai penurun tekanan darah tinggi dan obat diabetes (Giridhari et al, 2011), dan kulit dari pohon kelor (Moringa oleifera) sebagai obat radang usus besar (Fuglie, 1999) serta manfaat-manfaat lainnya.
2.5 Mekanisme Kerja Senyawa Antibakteri dari Daun Kelor (Moringa oleifera) Senyawa kimia dalam tanaman dapat bersifat antibakteri yaitu mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal itu diuraikan oleh Pelczar et al dalam Puspita (2011) bahwa beberapa senyawa metabolit sekunder yang meliputi fenol dan senyawa fenolik, alkaloid, dan minyak atsiri (essential oil) memiliki sifat antibakteri. Antibakteri digambarkan sebagai produk alami organik dengan berat molekul rendah dibentuk oleh mikroorganisme dan tumbuhan yang aktif melawan mikoroganisme lain pada konsentrasi rendah. Pengembangan aktivitas ini melalui jumlah terbatas dari mekanisme antibakteri yang dapat mempengaruhi sintesis dinding sel, integritas membran sel, sintesis protein, replikasi DNA dan repair, transkripsi, dan metabolit intermediate (Naiborhu, 2002).
Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al, 2005). Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri dapat disebabkan oleh beberapa cara, antara lain: 1. Menganggu pembentukan dinding sel 2. Bereaksi dengan membran sel 3. Menginaktivasi enzim 4. Menginaktivasi fungsi material genetic Daun kelor (Moringa oleifera) mempunyai kandungan bahan aktif seperti flavonoid, phenols, alkaloid, dan isotiosianat (Pandey et al, 2012), dimana senyawasenyawa tersebut juga terkandung dalam tanaman obat lain yang mekanisme kerjanya kemungkinan sama. Penelitian yang dilakukan Parhusip, (2006) bahwa kandungan bahan aktif seperti flavonoid, phenols, dan alkaloid dalam ekstrak Andaliman dapat menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritasnya, kerusakan pada membran ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kebocoran sel yang diikuti dengan keluarnya materi intraseluler. Kebocoran sel bakteri dapat disebabkan karena rusaknya ikatan hidrofobik komponen penyusun membrane sel seperti protein, fosfolipid, serta komponen-komponen yang berikatan secara hidrofilik karena bereaksi dengan fenol, hal ini berakibat meningkatnya permeabilitas membran sel dan
memungkinkan masuknya senyawa-senyawa fitokimia ke dalam sel, sehingga berakibat keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat yang mengakibatkan kematian sel. Senyawa-senyawa isotianat, butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluena (BHT), asam p-kumarat, dan asam kafeat juga dapat menyebabkan gangguan pada membran sel sehingga mengakibatkan terganggunya proses-proses metabolisme dalam membran sel, seperti penyerapan nutrient, produksi energi, dan transfer elektron (Parhusip, 2006), namun setiap jenis isotiosianat memiliki tingkat toksisitas yang berbeda terhadap mikroorganisme yang berbeda, tergantung pada jenis glukosinolat yang terhidrolisis (Yulianti, 2009). Fardiaz dalam Puspita (2011) menyatakan bahwa kemampuan suatu zat antibakteri tersebut dipengaruhi oleh faktor antara lain: (1) konsentrasi zat antibakteri; (2) waktu penyimpanan; (3) suhu lingkungan; (4) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya.
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir Kolibasilosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli patogen dan kebanyakan menyerang anak babi berumur muda, dan dominan pada umur 2 minggu pertama (Suprat et al, 2011). Gejala penyakit yang khas ditandai dengan mencret berwarna putih. Sehingga penyakit ini sering disebut dengan white scours atau diare putih (Besung, 2010). Pemakaian antibiotik sebagai langkah pengobatan yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini berakibat meningkatnya kejadian resitensi antibiotik di peternakan, sehingga akan berdampak merugikan bagi peternak dan konsumen yang secara tidak langsung terkena dampat residu antibiotik (Yuningsih, 2005). Kasus resisten antibiotik pada ayam broiler dilaporkan oleh Widagdo
and
Wibowo
(2008)
di
wilayah
Provinsi
DIY
sudah
sangat
memprihatinkan, resisten antibiotik oksitetrasiklin, streptomisin, kanamisin, dan gentasimin juga telah dilaporkan Bhaskara et al. (2012) di peternakan babi semi intensif desa sudimara, kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Bali. Oleh karena itu untuk mengurangi kejadian kasus resisten dan residu antibiotik, maka diperlukan obat alternatif yang didapat dari alam, murah, dan berkhasiat untuk menyembuhkan. Berbagai penelitian tentang manfaat obat dari bahan alam telah banyak di teliti, Besung (2009) sudah membuktikan dengan pemberian ektrak kunyit memberikan hasil yang signifikan untuk menangani kasus kolibasilosis pada ternak
babi, Vingga (2010) juga telah meneliti tentang manfaat ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera) dapat menghambat bakteri E. coli patogen penyebab kolibasilosis pada ayam pedaging. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari manfaat bahan aktif yang terkandung dalam bahan alam tersebut sebagai hasil metabolisme sampingan dari tanaman (Rahmat, 2009). Naiborhu, (2002) menulis bahwa pertumbuhan bakteri dapat terhambat oleh beberapa hal diantaranya perbedaan tekanan osmosis antara cairan di dalam dan di luar sel, terdenaturasinya protein di dalam sel bakteri, rusaknya membran sel bakteri, perubahan pH, serta terhambatnya pertumbuhan sel vegetatif dan spora dari bakteri. Senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas adalah asam tenolat, glikosida, alkaloid, protein, safonin, flavonoid, terpenoid, steroid dan senyawa logam yang terikat dengan senyawa organik. Kelor (Moringa oleifera) mempunyai kandungan senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri yaitu 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate, pterygospermin, dan 4-(α-L-rhamnopyranosyloxy) benzyl glucosinolate (Fahey, 2005),
tetapi
di
dalam
daun
kelor
itu
sendiri
hanya
terdapat
4-(α-L-
rhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate serta kandungan flavonoid, saponins, alkaloid, tanins, dan phenols (Pandey et al, 2012). Senyawa-senyawa ini mudah larut dalam pelarut Etanol, Metanol, Butanol, Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain (Rukmana, 2010). Isotiosinolat adalah senyawa hasil dari hidrolisis glukosinolat dimana senyawa ini bersifat toksik (Vingga, 2010). Hidrolisis glukosinolat akan dimulai
apabila terjadi kontak antara glukosinolat dengan enzim mirosinase, biasanya melalui pelukaan jaringan tanaman dan setiap jenis isotiosianat memiliki tingkat toksisitas yang berbeda terhadap mikroorganisme yang berbeda, tergantung pada jenis glukosinolat
yang terhidrolisis (Yulianti, 2009). Senyawa-senyawa turunan
isotiosinolat juga bersifat antibakteri, seperti benzil isotisinolat untuk mengobati gangguan infeksi bakteri pada saluran kencing dan sistem pernafasan (Mennicke et al, 1988). Lin et al, (2000) mengungkapkan efek dari isotiosianat ini akan mengakibatkan kerusakan pada membran sel dan kebocoran metabolit selular bakteri ketika terjadi kontak dengan bakteri, senada dengan pernyataan Busani et al, (2012) bahwa peptida mikroba mungkin berinteraksi dengna membran sel bakteri dengan dua tahap. Pertama asam amino kationik tertarik oleh muatan negatif seperti kelompok kepala fosfolipid di permukaan, kedua patch hidrofobik yang bermuatan positif dari peptida berinteraksi dengan asam lemak alifatik dan komponen anionic. Hal ini menyebabkan destabilisasi membran, dan bakteri diduga dibunuh oleh kebocoran isi sitoplasma, hilangnya potensial membran, distribusi lemak, dan masuknya peptide dan memblokir komponen sel anionic atau memicu enzim autolitik. Sedangkan senyawa flavonoid, phenols, dan alkaloid mekanisme kerjanya dalam menghambat bakteri dilakukan dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel. Senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak. Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan
biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan kondisi ini yang pada akhirnya menyebabkan kematian pada bakteri (Naiborhu, 2002). Mekanisme seperti ini mirip dengan antibiotik Polimiksin B yang pada dasarnya mendisorganisasi permeabilitas membran sel, sehingga asam nukleat dan kation keluar dan sel mati (Teuber and Bader, 1976). Oleh karena itu diharapkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dapat menghambat E. coli patogen penyebab kolibasilosis pada ternak babi.
3.2 Kerangka Konsep
Kolibasilosis E. coli patogen
4-(α-Lrhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate, flavonoid, saponins, alkaloid, tanins, phenols
Merusak permeabilitas membrane sel, dan kebocoran metabolit selular bakteri, destabilisasi membran
Pertumbuhan bakteri terhambat
Ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera)
3.3 Hipotesis 1. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang diisolasi babi penderita kolibasilosis. 2. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen yang diisolasi babi penderita kolibasilosis.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan acak lengkap, dimana akan diteliti efektivitas pemberian daun kelor (Moringa oleifera) ekstrak air dan etanol sebagai penghambat bakteri E. coli patogen penyebab kolibasilosis pada ternak babi secara in vitro. Dengan konsentrasi (0, 25%, 50%, 75%, 100%) dan masing-masing konsentrasi diulang lima kali.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Laboratorium Analitik F.MIPA Universitas Udayana pada bulan Juni - Desember tahun 2012.
4.3 Penentuan Sumber Data Isolat E. coli patogen diperoleh dari kasus kolibasilosis yang diambil dari beberapa peternakan semi intensif di Kecamatan Kerambitan, sebanyak 21 isolat yang diduga E. coli patogen diambil setelah di identifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran terdapat delapan isolat E. coli positif patogen, 7 isolat polvalen (1-5), 1 isolat polivalen (6-11).
Sumber data diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi bakteri E. coli patogen dan pengamatan daya hambat ektrak daun kelor (Moringa oleifera) secara in vitro dengan perlakuan pemberian dosis yang bervarisasi. Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan menggunakan rumus Federer (Kusriningrum, 1989). (n-1) (t-1) ≥15 (n-1) (5-1) ≥ 15 (n-1) (4) ≥ 15 4n – 4
≥ 15
4n ≥ 15 + 4 n = 19/4 = 4,75 = 5
4.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan adalah : 1. Variabel bebas : Konsentrasi pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) (0, 25%, 50%, 75%, 100%). 2. Variabel tergantung : diameter daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri E. coli patogen yang diisolasi dari babi yang terinfeksi kolibasilosis diukur dengan jangka sorong. 3. Variabel kendali : Media biakan dan pemeliharaan, pH, suhu inkubasi, lama inkubasi.
4.5 Bahan Penelitian Bahan penelitian terdiri dari : -
Bakteri E. coli patogen yang di isolasi dari swab feses babi yang terinfeksi kolibasilosis.
-
Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera).
-
Media untuk identifikasi bakteri.
-
Antibiotik Ciprofloxazine.
-
Jangka sorong.
4.6 Instrumen Penelitian Intstrumen penelitian yang diperlukan adalah : Alat Timbangan digital, cawan petri, Api bunsen, tabung elemayer, ose, paper disk, incubator, vaccum rotary evaporator. Bahan -
Pelarut Air
-
Pelarut Etanol
-
Media Mueller Hinton Agar (MHA)
-
Media Transport amies
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Isolasi Bakteri E. coli patogen Bakteri E. coli patogen diisolasi dari peternakan intensif maupun peternakan tradisional di Kecamatan Kerambitan dan Kecamatan Tabanan dengan cara usap rektal pada babi yang diduga terinfeksi kolibasilosis dengan media transport amies untuk melindungi kuman agar tetap hidup apabila pemeriksaan terpaksa ditunda. Usapan rektal kemudian di tanam pada media MacConkey Agar dan di inkubator dengan suhu 37o C selama 15-24 jam, jika terbentuk koloni sedang, berwarna merah bata atau merah tua, smooth, keeping atau sedikit cembung (Bridson, 1998), dilanjutkan dengan menguji bakteri tersebut dengan serum aglutinasi menggunakan polivalen 1-5 dan polivalen 6-11 yang kandungannya seperti di tabel 1. Tabel 1.Kandungan serum aglutinasi untuk diagnosa Polivalen 1-5 dan 6-11. Polivalen 1-5 Polivalen 6-11 O1, O26, O86a, O111, O119, O127a, O8, O15, O115, O169, O28ac, O112ac, O128, O44, O55, O125, O126, O146, O124, O136, O144, O29, O143, O152, O166, O18, O114, O142, O151, O157, O164 O158, O6, O27, O78, O148, O159, O168 O20, O25, O63, O153, O167
Adanya endapan seperti butiran pasir pada saat pengujian tersebut menandakan E. coli patogen karena antigen bakteri yang tumbuh dalam biakan akan berikatan homolog dengan antigen yang terkandung dalam serum. Hasil dari 21 sampel yang diambil terdapat 7 sampel yang beraksi positif terhadap serum Polivalen 1-5 dan 1 sampel positif serum Polivalen 6-11. Tidak tertutup kemungkinan sampel yang tidak bereaksi positif adalah E. coli patogen namun dalam serogroup yang lain sehingga tidak dapat terdeteksi. Setelah didapat bakteri E. coli patogen kemudian ditanam pada media SBA (Sheep Blood Agar) untuk mengetahui virulensi bakteri tersebut, dengan melihat apakah menghemolisa darah atau tidak.
4.7.2 Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) Daun kelor (Moringa oleifera) dicuci dengan air yang mengalir, kemudian daun ini dikeringkan pada suhu ruangan selama 24 jam. Daun yang sudah kering diinkubasikan pada suhu 60o C selama 24 jam. Setelah daun kelor (Moringa oleifera) kering selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortar, setelah halus serbuk daun kelor kering ditimbang dengan timbangan analitik (gram) dilarutkan ke dalam alkohol 96%, kemudian diaduk dan didiamkan selama 24 jam. Filtrat yang diperoleh dengan penyaringan melalui 4 lapis kain kasa atau kertas saring (Kasolo et al, 2011). Selanjutnya diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 50oC, 70 rpm
sehingga diperoleh ekstrak kasar (Menggunakan metode soklet). Ekstrak yang didapat kemudian ditampung dalam botol steril dan disimpan di kulkas.
4.7.3 Suspensi bakteri Bakteri E. coli patogen yang telah diidentifikasi dibiakkan terlebih dahulu pada media NA dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Empat sampai lima koloni E.coli patogen hasil biakan diambil dengan ose steril kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi 5 mililiter PBS. Kekeruhan suspensi bakteri tersebut kemudian disetarakan dengan standart 0,5 McFarland yang setara dengan 108 CFU/ml. (Cappucino dan Sherman, 2001).
4.7.4
Uji
efektivitas
ektrak
daun
kelor
(Moringa
oleifera)
terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli patogen secara in vitro dengan Uji Sumur Difusi Uji daya hambat aktivitas bakteri E. coli patogen dilakukan dengan metode Kirby Bouer dengan mamakai sumur difusi. Pertama pada media Muller Hinton Agar (MHA) dilakukan penanaman bakteri E. coli patogen yang telah di isolasi sebelumnya. Media diinkubasi di dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 15 menit atau sampai seluruh suspensi bakteri terserap semua. Kemudian pada media dibuat lubang dengan diameter 5 mm sebanyak 5 lubang. Lubang-lubang tersebut diisi dengan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) sebanyak 50 µl dengan kosentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%, kemudian bagian sentral diberikan kontrol antibiotik
Ciprofloxasin. Setelah semuanya selesai maka petridish diinkubasi dengan suhu 37oC selama 18 jam.Jika terdapat zona terang dilakukan pengukuran dengan jangka sorong.
4.7.5 Alur kerja ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera) Daun kelor (Moringa oleifera)
Dikeringkan dan dibuat serbuk
Direndam dengan etanol selama 24 jam
Direndam dengan air selama 24 jam
Ekstraksi daun kelor dengan metode soxhlet dengan pelarut etanol
Ekstraksi daun kelor dengan metode soxhlet dengan pelarut air
Ekstrak etanol daun kelor
Ekstrak air daun kelor
4.7.6 Alur kerja Uji sentivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)
Isolat Lapangan
Mc Conkey Agar
Uji Polivalen
Sheep Blood Agar
Uji Kepekaan
0%
25%
50%
75%
100%
Diameter Zona Hambat
4.8 Analisis Data Data yang diperoleh berupa zona hambat pada masing-masing konsentrasi dianalisis secara statistik dengan sidik ragam, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Least Siginificant Difference (LSD) (Sampurna and Nindhia, 2007).
BAB V HASIL
5.1 Hasil Pengukuran Zona Hambat Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air dan Etanol Terhadap E. coli Patogen Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di lab Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan menggunakan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol terhadap 5 sampel isolat E. coli patogen yang diisolasi dari feses babi yang diperoleh dari Kec Kerambitan Kab Tabanan, dengan pengenceran 25%, 50%, 75%, 100%, kontrol positif, kontrol negatif diperoleh hasil yang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 5. Zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air terhadap bakteri E. coli patogen. Keterangan : 1. Kontrol negatif 2. Diameter zona hambat konsentrasi 25% 3. Diameter zona hambat konsentrasi 50% 4. Diameter zona hambat konsentrasi 75% 5. Diameter zona hambat konsentrasi 100% 6. Kontrol positif
Gambar 5 menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air mampu menghambat aktifitas bakteri E. coli patogen yang ditandai dengan adanya zona hambat di sekeliling sumur difusi. Gambar 5 juga menunjukkan zona hambat yang terbentuk pada sumur difusi terlihat jelas pada konsentrasi 25% (7.7 ± 1.0368) mm, dan konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm.
Gambar 6. Zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol terhadap bakteri E. coli patogen. Keterangan : 1. Kontrol negatif 2. Diameter zona hambat konsentrasi 25% 3. Diameter zona hambat konsentrasi 50% 4. Diameter zona hambat konsentrasi 75% 5. Diameter zona hambat konsentrasi 100% 6. Kontrol positif Gambar 6 menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol mampu menghambat aktifitas bakteri E. coli patogen yang ditandai dengan adanya zona hambat di sekeliling sumur difusi. Zona hambat yang terbentuk terlihat jelas pada konsentrasi 25%(9.6 ± 0.4183) mm, 50% (12.6 ± 0.7416) mm, dan 75% (14 ± 1.0000) mm.
Pada tiap-tiap konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, 100%) ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol mempunyai luas zona hambat yang bervariasi. Hasil rata-rata pengukuran luas zona hambat masing-masing konsentrasi te dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 2. Hasil rata-rata zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol terhadap E. coli patogen. Ekstrak air Kontrol negatif
Diameter rata-rata (mm) 0
Ekstrak etanol Kontrol negatif
Diameter rata-rata (mm) 0
Pengenceran 25%
7.7 ± 1.0368
Pengenceran 25%
9.6 ± 0.4183
Pengenceran 50%
8.3 ± 3.1544
Pengenceran 50%
12.6 ± 0.7416
Pengenceran 75%
6 ± 4.3875
Pengenceran 75%
14 ± 1.0000
Pengenceran 100%
1.9 ± 2.8810
Pengenceran 100%
0.6 ± 1.3416
Kontrol positif
24.7 ± 1.6047
Kontrol positif
24 ± 0.7583
Tabel 2 menunjukkan bahwa variasi luas zona hambat dari tiap-tiap konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, 100%) yang terbentuk oleh ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol lebih bagus dibanding dengan hasil variasi luas zona hambat tiap-tiap konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, 100%) dari ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air. Bila dibandingkan, rata-rata perbedaan luas zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :
30 24.7 24
25 20 15
14
12.6 9.6
10
7.7
air etanol
8.3 6
5
1.9 0
0
0.6
0 0%
25%
50%
75%
100%
Kontrol +
Gambar 7. Perbandingan Diameter Zona Hambat ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol (mm) Pada grafik 1 menunjukkan perbedaan hasil zona hambat yang berhasil di bentuk oleh ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dan etanol. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol menghasilkan daya hambat yang lebih baik dibandingkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air. Pada konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm adalah konsentrasi terbaik bagi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dalam menghasilkan zona hambat, sedangkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol menghasilkan zona hambat terbaik pada konsentrasi 75% (14 ± 1.0000) mm.
5.2 Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air Data hasil pengukuran diameter uji hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air kemudian dilakukan uji sidik ragam, hasil analisisnya disajikan dalam tabel berikut : Tabel 3. Hasil analisis ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air terhadap E. coli patogen Sumber
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Model Koreksi 1921.100a 5 Intercept 1968.300 1 Perlakuan 1921.100 5 Galat 164.600 24 Total 4054.000 30 Total Galat 2085.700 29 2 a. R = ,921 (Adjusted R Squared = ,905)
Kuadrat Tengah 384.220 1968.300 384.220 6.858
F
Sig.
56.022 286.994 56.022
.000 .000 .000
Berdasarkan hasil analisis ragam tersebut maka dapat dinyatakan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) untuk mengahambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli patogen dengan terbentuknya zona hambat di sekitar sumur dilusi yang berisi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dangan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, 100%,. Analisis lebih lanjut mengenai perbedaan antara diameter daya hambat yang ditimbulkan ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera) dalam beberapa konsentrasi dilanjutkan dengan menggunakan Uji LSD yang hasil dari perhitungannya dapat dilihat pada tabel:
Tabel 4. Hasil uji LSD antara diameter daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dalam beberapa konsentrasi. Pengenceran pengenceran 25%
pengenceran 50%
pengenceran 75% pegenceran 100%
Perlakuan pengenceran 50% pengenceran 75% pegenceran 100% kontrol negatif pengenceran 75% pegenceran 100% kontrol negatif pegenceran 100% kontrol negatif kontrol negatif
signifikan .720 .315 .002 .000 .178 .001 .000 .021 .001 .263
Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentarsi 25% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi 0%, tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan konsentrasi 50%, 75% dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 100%. Konsentrasi 50% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi 0%, tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan konsentrasi 25%, 75% dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 100%. Konsentrasi 75% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi 0%, tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan konsentrasi 50%, 25%. dan berbeda nyata (P<0,05) dengan konsentrasi 100%. Konsentrasi 100% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi 0%, berbeda nyata (P<0,05) dengan konsentrasi 75%, dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 50% dan 25%.
5. 3 Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Etanol Data hasil pengukuran diameter uji hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol kemudian dilakukan sidik ragam, hasil analisisnya disajikan dalam tabel berikut : Tabel 5. Hasil analisis sidik ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol terhadap bakteri E. coli patogen Sumber
Jumlah Kuadrat
Derajat bebas
Model Koreksi 2008.300a 5 Intercept 3060.300 1 Perlakuan 2008.300 5 Galat 16.400 24 Total 5085.000 30 Total Galat 2024.700 29 2 a. R = ,992 (Adjusted R Squared = ,990)
Kuadrat Tengah 401.660 3060.300 401.660 .683
F 587.795 4478.488 587.795
Sig. .000 .000 .000
Berdasarkan hasil analisis ragam tersebut maka dapat dinyatakan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli patogen dengan terbentuknya zona hambat di sekitar sumur yang berisi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dangan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%,. Analisis lebih lanjut mengenai perbedaan antara diameter daya hambat yang ditimbulkan daun kelor (Moringa oleifera) ekstrak air dalam beberapa konsentrasi dilanjutkan dengan menggunakan Uji LSD yang hasil dari perhitungannya dapat dilihat pada tabel:
Tabel 6. Hasil uji LSD antara diameter daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol dalam beberapa konsentrasi. Pengenceran pengenceran 25%
pengenceran 50%
pengenceran 75% pegenceran 100%
Perlakuan pengenceran 50% pengenceran 75% pegenceran 100% kontrol negatif pengenceran 75% pegenceran 100% kontrol negatif pegenceran 100% kontrol negatif kontrol negatif
signifikan .000 .000 .000 .000 .013 .000 .000 .000 .000 .262
Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi 25% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 0%, 50%, 75%, 100%. Konsentrasi 50% ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan konsentrasi 75% dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 0%, 25%, 100%. Konsentrasi 75% ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 100%. Konsentrasi 100% ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsentrasi 0%, berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Aktifitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air dan Etanol Untuk mengetahui potensi senyawa bioaktif pada ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dapat dilakukan dengan uji kepekaan dengan menggunakan metode sumur difusi. Apabila senyawa bioaktif daun kelor (Moringa oleifera) mampu menghambat bakteri E. coli patogen, maka akan terbentuk zona hambat di sekitar sumur difusi. Luas zona hambat tersebut selanjutnya diukur pada tiap-tiap konsentrasi (0%, 25%, 50%, 75%, 100%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air mampu menghambat aktifitas bakteri E. coli patogen dengan adanya zona hambat di sekitar sumur difusi, demikian juga dengan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol, zona hambat terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan hasil pelarut air. Hasil tersebut tidak terlepas dari peran-peran senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada daun kelor (Moringa oleifera) serta peran pelarut yang digunakan. Menurut hasil penelitian Septiana and Asnani (2012) bahwa pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Dalam identifikasi yang dilakukan oleh Lalas and Tsaknis (2002) senyawa aktif dalam daun kelor mempunyai sifat polar, sehingga dalam penelitian ini
pertimbangan dalam menggunakan pelarut air dan etanol yang juga bersifat polar diharapkan dapat menarik senyawa aktif antimikroba dalam daun kelor (Moringa oleifera) sehingga dapat menghambat aktivitas bakteri E.coli patogen. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oelifera) dengan pelarut etanol memperoleh hasil yang lebih baik dengan hasil rata-rata luas zona hambat pada tiap pengenceran 0% (0) mm, 25% (9.6 ± 0.4183) mm, 50% (12.6 ± 0.7416) mm, 75% (14 ± 1.0000) mm, 100% (0.6 ± 1.3416) mm sedangkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air mempunyai rata-rata luas zona hambat 0% (0) mm, 25% (7.7 ± 1.0368) mm, 50% (8.3 ± 3.1544) mm, 75% (6 ± 4.3875) mm, 100% (1.9 ± 2.8810) mm Pelarut air dan etanol mempunyai sifat yang sama yaitu pelarut polar, dimana sifat kepolaran kedua pelarut ini berperan sebagai penarik senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman (Ahmad and Beg, 2001). Akan tetapi Ramadhan and Phaza, (2010) mengungkapkan bahwa dibanding pelarut air, pelarut etanol mempunyai kadar kepolaran yang lebih tinggi, sehingga lebih mudah untuk melarutkan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam daun kelor (Moringa oleifera). Dalam kajian berbagai sifat fisikokimia pelarut dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) Siddhuraju and Becker (2003) mengungkapkan bahwa pelarut etanol mempunyai peran yang lebih baik untuk menarik zat-zat aktif yang terkandung dalam daun kelor (Moringa oleifera) di banding pelarut air, hal ini didukung oleh pernyataan Achmad and Beg (2001) bahwa etanol merupakan pelarut
yang lebih baik dibandingkan pelarut air dan heksan, jika akan digunakan untuk mengekstrak komponen antimikroba. Perbedaan komponen yang terekstrak dalam pelarut etanol dan air adalah saponin (Vinoth et al, 2012). Senyawa saponin termasuk golongan glikosida yang terdapat pada berbagai jenis tumbuhan, fungsi saponin bagi tumbuhan adalah untuk penyimpanan karbohidrat atau sisa metabolisme dan sebagai perlindungan dari serangan hama, sedangkan mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar (Robinson, 1995). Tidak adanya kandungan saponin dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air diduga membuat daya hambat terhadap bakteri E.coli patogen lebih rendah dibanding ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol. Meskipun demikian, masih dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa aktif antibakteri dalam ekstrak air dan etanol daun kelor (Moringa oleifera) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri E.coli patogen, dengan terbentuknya zona hambat di sekeliling sumur difusi.
6.2 Efektifitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Air Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadapt bakteri E. coli patogen dan rata-rata zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air yang terbentuk pada konsentrasi 25% dan 50% adalah 7.7 ± 1.0368 mm dan 8.3 ± 3.1544 mm. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rhoades and Roller (2000), bahwa besarnya aktivitas daya hambat tergantung pada laju difusi dari kandungan senyawa antibakteri yang digunakan dan pada umumnya diameter zona hambat cenderung meningkat sebanding dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Thilza et al (2010) dalam penelitiannya menggunakan isolat standart E. coli patogen mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, dengan lima konsentrasi bertingkat diperoleh hasil zona hambat yang sama pada empat konsentrasi masing-masing sebesar 7 mm, dan pada konsentrasi tertinggi diperoleh zona hambat 10 mm. Namun pada konsentrasi 75% dan 100% luas daya hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) 6 ± 4.3875 mm dan 1.9 ± 2.8810 mm. Serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan (Sarav et al., 2011), menyatakan bahwa diameter zona hambat akan menurun apabila konsentrasi ekstrak ditingkatkan. Fenomena ini diduga karena ekstrak yang terus ditingkatkan kosentrasinya akan menyebabkan ekstrak tersebut menjadi kental sehingga laju difusi akan menurun dipengaruhi oleh besarnya ukuran molekul senyawa zat aktif itu sendiri (Prescott dalam Pratiwi, 2008). Disamping itu Rajamanickam and Sudha (2013) mengungkapkan bahwa di dalam daun kelor disamping terdapat senyawa aktif antimikroba, juga ditemukan kandungan karbohidrat (pectin). Senyawa karbohidrat ini merupakan senyawa bersifat polar yang bisa larut dalam air (Septiana et al, 2002). Diduga pada saat ekstraksi senyawa karbohidrat dalam daun kelor (Moringa oleifera) terhidrolisis sehingga menghasilkan beberapa senyawa turunan yang salah satunya adalah pektin. Pektin merupakan senyawa turunan karbohidrat yang bersifat pekat, molekul pektin berikatan satu
dengan lainnya pada kondisi tertentu untuk membentuk struktur solid yang berbentuk gel sehingga kemungkinan juga dapat mempengaruhi laju difusi senyawa aktif daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air (Nussinovitch, 1997)
6.3 Efektivitas ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Pelarut Etanol Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bakteri E. coli patogen dan rata-rata zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air yang terbentuk pada konsentrasi 25% (9.6 ± 0.4183) mm, 50% (12.6 ± 0.7416) mm, dan 75% (14 ± 1.0000) mm. Pendapat Fardiaz dalam Puspita (2008) menyatakan bahwa banyaknya kandungan senyawa zat aktif antimikroba yang terkadung dalam ekstrak berpengaruh terhadap daya hambat yang dihasilkan. Ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera) dengan menggunakan pelarut etanol menurut Vinoth et al, (2012) dapat menarik sebagian besar senyawa aktif yang terdapat pada daun kelor (Moringa oleifera). Hal ini sudah dibuktikan oleh Kumar et al (2011) melalui penelitiannya didapatkan hasil zona hambat terluas untuk ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol yaitu ± 13 mm. Pada konsentrasi 100% zona hambat yang terbentuk 0.6 ± 1.3416 mm hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol juga mengalami fenomena penurunan luas zona hambat. Diduga akibat dari pelarut etanol yang mempunyai tingkat kepolaran tinggi, sehingga sanggup melarutkan senyawa polar dan non polar dalam tanaman (Ramadhan and Phaza, 2010). Pada saat
tingkat konsentrasi ekstrak daun kelor tinggi, ekstrak tersebut akan menjadi kental ditambah dengan senyawa-senyawa non polar yang ikut terekstrak akan membuat laju difusi senyawa aktif menjadi berkurang. Apabila dibandingkan, pada konsentrasi yang sama yaitu 100% luas zona hambat yang terbentuk oleh ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol lebih rendah dari pada luas zona hambat yang terbentuk oleh ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air. Nikkon et al (2003) dalam penelitiannya mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana pada konsentrasi yang tinggi justru luas zona hambat yang dihasilkan tidak sebesar konsentrasi yang rendah. Aktivitas antibakteri senyawa aktif yang terkandung dalam daun kelor (Moringa oleifera) juga dapat dihambat oleh mekanisme resistensi bakteri gram negatif terhadap bahan antibakteri. Bakteri gram negatif memiliki cara untuk melindungi membran selnya dari penetrasi bahan antibakteri, karena bakteri tersebut mempunyai membran luar yang unik, dinding peptidoglikan yang relatif lebih tipis, dan ruang periplasmik di antara dinding sel dan membran. Struktur membran luar ini mengandung Lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin, suatu struktur kompleks yang terdiri dari Lipid A, rantai pendek gula dan rantai panjang karbohidrat yang disebut sebagai antigen O. Antigen O dan polisakarida yang terdapat pada membran luar bakteri berperan dalam mencegah penetrasi senyawa hidrofobik, seperti senyawa antrakuinon, ke dalam membran sel, sedangkan penetrasi senyawa hidrofilik, seperti senyawa fenol dan tannin, ke dalam membran sel dicegah oleh sifat lipid yang dimilikinya (Falagas and Kasikou, 2005). Hancock, 1998 mengungkapkan, pada
membran luar bakteri juga terdapat saluran (channel) pori memungkinkan penetrasi senyawa berukuran molekul kecil dan hidrofilik seperti gula, asam amino dan ion-ion tertentu, namun senyawa aktif antibakteri di dalam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) diduga tidak memiliki kadar yang cukup untuk dapat menembus saluran (channel) tersebut. Sehingga dengan adanya struktur membran luar yang kompleks ini akan membatasi akses senyawa aktif ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) antibakteri ke dalam membran sel dan menjadikan bakteri Eschericia coli patogen lebih resisten terhadap antibakteri.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : 1. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air dengan sangat nyata dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen. 2. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol dengan sangat nyata dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen. 3. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air pada penelitian ini memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 50% (8.3 ± 3.1544) mm, sedangkan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol pada penelitian ini memiliki daya hambat optimum pada konsentrasi 75% (14 ± 1.0000) mm.
7.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bioaktifitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) secara in vivo pada babi penderita kolibasilosis dan pemberian daun kelor (Moringa oleifera) sebagai campuran pakan untuk memaksimalkan pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) sebagai alternatif penanganan terhadap penyakit infeksi dalam hal ini adalah kolibasilosis pada babi.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad. I., A. Z. Beg. 2000. Antimicrobial and phytochemical studies on 45 Indian medicinal plants against multi-drug resistant human pathogens. Journal of Ethnopharmacology 74 (2001) 113– 123 (http://faculty.ksu.edu.sa/18856/Articles/antimicrobial%20studies%20of%204 5%20plant.pdf) Anwar, F., Latif, S., Ashraf, M., dan Gilani, A.H., 2007.Moringa oleifera: A Food Plant with Multiple Medicinal Uses. (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ptr.2023/pdf) Bharali, R., Tabassum, J., Azad, M. R. H. 2003. Chemomodulatory effect of Moringa oleifera Lam. On hepatic carcinogen metabolizing enzymes, antioxidant parameters, and skin papillomagenesis in mice. Asian Pacific J Cancer Prevent 4. (http://www.apocpcontrol.org/paper_file/issue_abs/Volume4_No2/Rupjyoti% 20Bharali.pdf) Bhaskara, I.B.M., K. Budiasa., K. Tono P.G. 2012. Uji Kepekaan Escherichia coli sebagai Penyebab Kolibasilosis pada Babi Muda terhadap Antibiotika Oksitetrasiklin, Streptomisin, Kanamisin dan Gentamisin. Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(2) : 186 – 201 (http://ojs.unud.ac.id/index.php/imv/article/viewFile/1807/1176) Bergquist, S.A.M. Gertsson, U.E. Knuthsen, P. dan Olsson, M.E. 2005. Flavonoids in baby spinach (spinacia oleracea l.): changes during plant growth and storage. Journal of Agricultural and Food Chemistry 53: 945 -9464. (http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jf051430h) Besung, N.K. 2009.,Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit Pada Anak Babi Yang Menderita Colibacillosis. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 12, no. 3. (http://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/1735) Besung, N.K. 2010.Kejadian Kolibasilosis Pada Anak Babi. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 13, no. 1. (http://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/1742/0) Boukes, G.J. Venter, M.V.D. and Oosthuizen, V. 2008.Quantitative and qualitative analysis of sterols/sterolins and hypoxoside contents of three Hypoxis (African potato) spp. African Journal of Biotechnology 7 (11): 1624-1629. (http://www.ajol.info/index.php/ajb/article/viewFile/58746/47070)
Bridson, E.Y. 1998. The Oxoid Manual. 8th Edition Bukar, A., Uba, A. and Oyeyi, T.I.. 2010. Antimicrobial Profile of Moringa oleifera Lam. Extracts Against Some Food –Borne Microorganisms. Bayero Journalof Pure and Applied Sciences, 3(1): 43 –48. Busani, M., Masika, P. J., and M, Voster. 2012. Antimicrobial activities of Moringa oleifera Lam leaf extracts. African Journal of Biotechnology Vol. 11(11), pp. 2797-2802. (http://www.academicjournals.org) Cappucino, J.G. and N. Sherman. 2001. Microbiology: A Laboratory Manual. Sixth edition. San Fransisco: Benjamin Cummings Castanon, J.I.R. 2007.History of the Use of Antibiotic as Growth Promoters in European Poultry Feeds. Poultry Science 86:2466–2471. (http://ps.fass.org/content/86/11/2466.full.pdf) Costa, M.M., Drescher, G., Maboni, F., Weber, S.S., Schrank, A., Vainstein, M.H., Schrank, I.S., Vargas, A.C., 2010.Virulence factors, antimicrobial resistance, and plasmid content of Escherichia coli isolated in swine commercial farms. (http://www.scielo.br/pdf/abmvz/v62n1/v62n1a04.pdf) Cowan MM. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clinical Microbiology Reviews 12: 564–82. (http://gbm.bio.uaic.ro/index.php/gbm/article/download/402/390) Chomnawang, M.T, Surassno S., Nukoolkarn, V.S., and Gristanapan, W. 2005.Antimicrobial effects of Thai medicinal plants against acneinducing bacteria. Jethnopharmacol 101: 330-333. (http://www.sanamedica.it/materiale/acne/PIANTE%20SULL'ACNE.pdf) Deptan (2012).Pedoman Penataan Usaha Budidaya Babi Ramah Lingkungan. Kementrian Pertanian dan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Budidaya ternak. Doughari, J. H., Pukuma, M. S. and De, N. 2007.Antibacterial effects of Balanites aegyptiaca L. Drel.and Moringa oleifera Lam. on Salmonella typhi.African Journal of Biotechnology Vol. 6 (19), pp. 2212-2215. (http://www.ajol.info/index.php/ajb/article/download/58006/46371)
Dougnon J, T., A.P. Edorh, H.S. Bankole, M. Kpodekon and J. Gbenou. 2011. Efficiency of Ethanol Extract of Moringa oleifera lam Leaves for the Treatment of Staphylococcus aureus Infections in Chicks. Journal of Medicinal Plants Research, 5(31) : 6704-6708. (http://www.academicjournals.org) Eckburg, P.B., Bik, E.M., Bernstein, C.N., Purdom, E., Dethlefsen, L., Sargent, M., Gill, S.R., Nelson, K.E., Relman, D.A., 2005.Diversity of the human intestinal microbial flora. Science 308(5728), 1635-1638. (http://www.sciencemag.org/content/308/5728/1635.full.pdf) Edward, S. A. W., and J. Smith. 1999. An analysis of the cusesof piglet mortality in a breeding herd keep outdoor. The Veterinary Record. pp 218-221. Eriksson.E, 2010.Verotoxinogenic Escherichia coli O157:H7 in Swedish Cattle and Pigs. Doctoral Thesis.Swedish University of Agricultural Sciences. Uppsala 2009. Pp. 11-30 (http://pub.epsilon.slu.se/2213/1/eriksson_e_100115.pdf ericson doktoral) Fairbrother, J. M., E. Nadeau and C. L. Gyles (2005).Escherichia coli in postweaning diarrhea in pigs: an update on bacterial types, pathogenesis, and prevention strategies. Anim. Health Research Reviews. 6:17-39. (http://journals.cambridge.org) Fahey, J.W. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. (http://www.malunggay-propagation.com/Jed_Fahey_text_GB.pdf) Falagas, M. E., and S. K. Kasiakou. 2005. Colistin: The Revival of Polymyxins for the Management of Multidrug-Resistant Gram-Negative Bacterial Infections. CID 2005:40 (http://cid.oxfordjournals.org/content/40/9/1333.full.pdf) Giridhari, V.V. A., D. Malathi., K. Geetha. 2011. Anti Diabetic Property of Drumstick (Moringa oleifera) Leaf Tablets. Int J Health Nutr 2011 2(1): 1-5. (http://asciencejournal.net/asj/index.php/IJHN/article/download/68/pdf_27) Grubben, G.J.H. 2004.Plant Resources of Tropical Africa 2 Vegetables. Belanda: PROTA Foundation. (http://www.bioone.org)
Gyles, C.L. 2007. Shiga toxin-producing Escherichia coli: an overview. J Anim Sci85(13 Suppl), E45-62. (http://www.journalofanimalscience.org/content/85/13_suppl/E45.full.pdf Hammerum, A.M., and O.E. Heuer. 2009. Human Health Hazards from Antimicrobial-Resistant Escherichia coli of Animal Origin. National Center for Antimicrobials and Infection Control, Statens Serum Institut, Copenhagen, and National Food Institute, Technical University of Denmark, Søborg, Denmark (http://cid.oxfordjournals.org/content/48/7/916.full.pdf+html) Hancock, R. E. W., 1998. Resistance Mechanisms in Pseudomonas aeruginosa and Other Non fermentative Gram-Negative Bacteria.Department of Microbiology and Immunology, University ofBritish Columbia, Vancouver. (http://cid.oxfordjournals.org/content/27/Supplement_1/S93.full.pdf) Holden, J. P. dan M. E. Ensminger. 2005. Swine Science, Seventh Edt. United States Press. New York. Hsu, R., S. Midcap., Arbainsyah, Lucienne De Witte. 2006. Moringa Oleifera; Medicinal And Socio–Economic Uses. International Course on Economic Botany. National Herbarium Leiden, the Netherlands. (http://mitrecontracting.typepad.com/zija/Medicinal_and_SocioEconomic_Uses.pdf) Joshi, S., Singh, R., Singh, S.P. 2012.Antibiotic resistance profile of Escherichia coli isolates from Colibacillosis in and around Pantnagar, India. Department of Veterinary Microbiology. College of Veterinary and Animal Sciences (http://www.scopemed.org/fulltextpdf.php?mno=19032) Kaper, J.B. 2005.Pathogenic Escherichia coli.Int J Med Microbiol295(6-7), 355-6. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16238012) Kardena, I.M., I.G.K. Suarjana., P.Udayani. 2012. Studi Kasus Perhitungan Tingkat Morbiditas, Mortalitas, dan Fatalitas Kolibasilosis pada Babi yang Dipelihara Semi-intensif. Buletin Veteriner. Vol. 4 No.1.:17-22. Pebruari 2012. (http://www.bulletinveteriner.com/wp-content/uploads/2012/07/7-3.pdf)
Kasolo, J.N., G. S. Bimenya., L. Ojok and J. W. Ogwal-okeng. 2011. Phytochemicals and acute toxicity of Moringa oleifera roots in mice. Journal of Pharmacognosy and Phytotherapy Vol. 3(3), pp. 38-42. (http://dspace.mak.ac.ug/bitstream/123456789/1882/1/Kasolo-chs-res.pdf) Kenny, B., and M. Jepson. 2000. Targeting of an enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) effector protein to host mitochondria. Cellular Microbiology (2000)2(6), 579±590. (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1462-5822.2000.00082.x/full) Kumar.V., N. Pandey., N. Mohan., R. P. Singh. 2012. Antibacterial & Antioxidant Activity of Different Extract of Moringa oleifera Leaves – An In-Vitro Study. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. (http://vision.lncdesign.kr/moringa/pdf/7-2.pdf) Kurniawati, S., S. Murwani., D. Winarso. 2012. Comparison of Antibacterial Potential of Water Extract and Ethanol Extract of Moringa Leaves (Moringa oleifera) on the Growth of Pseudomonas aeruginosa NN-1-PKH In Vitro. PSKH. Universitas Brawijaya. (http://pskh.ub.ac.id/wrp-con/uploads/2012/10/0811313018-SitiKurniawati.pdf) Lalas.S., J. Tsaknis. 2002. Extraction and identification of natural antioxidant from the seeds of theMoringa oleifera tree variety of Malawi. Journal of the American Oil Chemists' Society.Volume 79, Issue 7, pp 677-683 (http://lib3.dss.go.th/fulltext/Journal/J.AOCS/J.AOCS/2002/no.7/v.79n7p677683.pdf) Lin, C. M., Preston, J. F. Wei, Cheng. 2000. Antibacterial Mechanism of Allyl Isothiocyanate. Journal of Food Protection, Volume 63. (http://www.ingentaconnect.com/content/iafp/jfp/2000/00000063/00000006/a rt00005) Lingga, M.E. and Rustama, M.M. 2006. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Air dan Etanol Bawang Putih (Allium sativumL.) Terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif yang Diisolasi dari Udang Dogol (Metapenaeus monoceros), Udang Lobster (Panulirus sp), dan Udang Rebon (Mysisdan Acetes). Jurnal Biotika. Vol 5 th 2006 (http://jurnal.unpad.ac.id/biotika/article/view/337)
Malik, Y.S., Chander, Y., Olsen, K., Goyal, S.M., 2011. Antimicrobial resistance in enteric pathogens isolated from Minnesota pigs from 1995 to 2004. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3062921/pdf/cjvr_02_117.pdf) McKane, L., and J. Kandel. 1986. Microbiology: Essentials And Applications. Singapore: McGraw-Hill. p. 61-88. Mennicke, W.H., K. Gorler, G. Krumbiegel, D. Lorenz, and N. Rittmann. 1988. Studies on the metabolism and excre-tion of benzyl isothiocyanate in man. Xenobiotica 18: 441-447. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3400269) Nagy, B., and P. Z. Fekete.1999.Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) in farm animals. Vet. Res. 30:259–284. (http://www.vetres-archive.org/file/Vet.Res._0928-4249_1999_30_23_ART0007.pdf) Naiborhu, P. E. 2002. Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial: Pada Patogen Udang Windu, Vibrio harveyi. Institut Pertanian Bogor (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/20041) Naidu, A, S., and Davidson, P, M., 2000.Phyto-phenols.Natural Food Antimicrobial Systems. New York: CRC Press. (http://www.crcnetbase.com/doi/pdfdirect/10.1201/9781420039368.fmatt) Nikkon.F., Z.A. Saud., H. Rahman., Md. E. Haque. 2003. In vitro Antimicrobial Activity of the Compound Isolated from Chloroform Extract of Moringa oleifera Lam. Pakistan Journal Biological Science. (http://www.docsdrive.com/pdfs/ansinet/pjbs/2003/1888-1890.pdf) Nussinovitch. 1997. Hydrocolloid Applications Gum Technology in the Food and Other Industries. London : Blackie Academic and Professional. Oduro, I., W. O. Ellis and D. Owusu. 2008. Nutritional potential of two leafy vegetables: Moringa oleifera and Ipomoea batatas leaves. Scientific Research and Essay Vol. 3 (2), pp. 057-060. (http://www.academicjournals.org/sre/pdf/pdf2008/Feb/Oduro%20et%20al.pdf)
Oleszek, W, A., 2000. Saponins.Natural FoodAntimicrobial Systems. New York: CRC Press. (http://www.crcnetbase.com/doi/abs/10.1201/9781420039368.ch11) Oluduro, A. O. 2012. Evaluation of Antimicrobial properties and nutritional potentials of Moringa oleifera Lam. leaf in South-Western Nigeria.Malaysian Journal of Microbiology, Vol 8(2) 2012, pp. 59-67 (http://web.usm.my/mjm/issues/vol8no2/Research%201.pdf) Pandey, A., R.D. Pandey., P. Tripathi., P.P. Gupta., J. Haider., S. Bhatt and A.V Singh. 2012. Moringa Oleifera Lam. (Sahijan) - A Plant with a Plethora of Diverse Therapeutic Benefits: An Updated Retrospection. Pandeyet al. Medicinal Aromatic Plants 2012. (http://omicsgroup.org/journals/MAP/MAP-1-101.pdf) Parhusip, A.J.N. 2006.Kajian Mekanisme Antibakteri Ekstrak Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap Bakteri Patogen Pangan.Institut Pertanian Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40601) Percival S. 2004. Microbiology of Waterborne Disease. India: Elsevier Academic Press. Pratiwi, S. I. 2008. Aktivitas Antibakteri Tepung Daun Jarak (Jatropha curcas L.) Pada Berbagai Bakteri Saluran Pencernaan Ayam Broiler Secara in vitro. Institut Pertanian Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/10775/D08sip.pdf?se quence=2) Pond, W. G. dan J. H. Maner. 1974. Swine Productionin Temperature and Tropical Environments. W. H. Freeman and Company, San Fransisco. Puspita, P.E., 2011. Aktivitas antibakteri ekstrak tembakau temanggung varietas genjah kemloko. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahmat, H. 2009. Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous Jawa Barat.Institut Pertanian Bogor. (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/11374)
Rajamanickam. K., S. S. Sudha. 2013. In-vitro Antimicrobial Activity and InVivotoxycity of Moringa oleifera and Allamanda Cathartica Againts Multiple Drug Resistant Clinical Pathogens. Int J Pharm Bio Sci 2013 Jan; 4(1): (B) 768 – 775. (http://www.ijpbs.net/vol-4/issue-1/bio/93.pdf) Ramadhan, A. E dan H.A. Phaza. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah stage ada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale rosc) secara Batch. Universitas DiponegoroSemarang. (http://eprints.undip.ac.id/13902/1/Laporan_Penelitian_Pengaruh_Konsentrasi _etanol,_suhu_dan_jumlah_stage_pada_ekstraksi_oleoresin_ja.pdf) Rendon, M.A., Z. Saldana., A.L. Erdem., V. Monteiro-Neto., A. Va ´zquez., J.B. Kaper., J. ´ L. Puente., and J.A. Giro ´n. 2007. Commensal and pathogenic Escherichia coli use a common pilus adherence factor for epithelial cell colonization. Arizona State University, Tempe, AZ, May 2. (http://www.pnas.org/content/104/25/10637.full.pdf) Rhoades, J., and Roller, S. 2000. Antimicrobial actions of degraded and native chitosan against spoilage organisms in laboratorymedia and foods.Appl.And Environt.Microbiol . 66(1): 80 - 86. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC91788/pdf/am000080.pdf) Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, cetakan VI (terjemahan). Penerbit ITB. Bandung. 367 hal. Roloff, A., H. Weisgerber., U. Lang., B. Stimm. 2009. Moringa oleifera LAM., 1785. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim. (http://content.schweitzer-online.de) Rostinawati, T. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Mycobacterium tuberculosis Galur Labkes-026 (Multi Drug Resisten) dan L.) dan Mycobacterium tuberculosis Galur H37Rv Secara In Vitro. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. (http://repository.unpad.ac.id)
Rostinawati, T. 2009. Aktifitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L) Terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus dengan Metode Difusi Agar. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. (http://pustaka.unpad.ac.id/archives/70227/) Rukmana, D. 2010. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 95% Daun Juwet (Syzigium cumini (L.)Skeels) Dalam Menurunkan Kadar Asam Urat Dalam Darah Mencit Hiperurisemia. [Skripsi] Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga. Septiana. A. T., A. Asnani. 2012. Kajian Sifat Fisikokimia Ekstrak Rumput Laut Coklat Sargassum duplicatum menggunakan berbagai Pelarut dan metode Ekstraksi. Agrointek Vol : 6 (http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2013/02/JURNAL-4Kajian-Sifat-Fisikokimia-Ekstrak-Rumput-Laut-Coklat-Sargassum.pdf) Septiana A.T., D. Muchtadi., F. R. Zakaria. 2002. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dikhlorometana dan Air Jahe (Zingiber officnale Roscoe) Pada Asam Linoleat. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol : XIII (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/23153/Aisyah%20Tri %20Septiana%20(Herni).pdf?sequence=1) Supar. 2001. Pemberdayaan Plasma Nutfah Mikroba Veteriner dalam pengembangan Peternakan: Harapan Vaksin Escherichia coli Enterotoksigenik, Enteropatogenik dan Verotoksigenik Isolat Lokal untuk Pengendalian Kolibasilosis Neonatal pada Anak Babi dan Sapi. Balai Penelitian Veteriner 11:36-43. (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo111-5.pdf) Saffan, S.E.S. and El-Mousallamy, A.M.D. 2008.Allelopathic effect of Acacia raddiana leaf extract on the phytochemical contents of germinated Lupinus termis Seeds. Journal of Applied Sciences Research, 4(3): 270-277. (http://www.aensiweb.com/jasr/jasr/2008/270-277.pdf) Sampurna, I.P, and Nindi, T.S. 2007. Metodologi Ilmiah dan Rancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar.
Sarav. D.A., D. Dharmesh., M. Mehul. 2011. in-Vitro Anti Bacterial Activity of Water Extract of Moringa oleifera Leaf Stalk. (http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:rjpp&volume=3&issue= 6&article=011) Sastroamidjojo, M. S. 1980. Ternak Potong dan Kerja. Yasa Guna, Jakarta Scheutz, F. and Strockbine, N.A. 2005.Genus I. Escherichia. In: Brenner, D.J., e al.(Eds.) The Protebacteria Part B The Gammaproteobacteria.Springer (Bergey's Manual of Systematic Bacteriology Vol 2 Part B ). pp. 607-623. Schwarz, D. 2000. Water Clarification Using Moringa Oleifera.Gate Technical Information W1e. (http://www.gate-international.org) Schierack, P., H. Steinruck., S. Kleta., and W. Vahjen., 2006. Virulence Factor Gene Profiles of Escherichia coli Isolates from Clinically Healthy Pigs. Appl. Environ. Microbiol. 2006, 72(10):6680. DOI: 10.1128/AEM.02952-05. (http://aem.asm.org/content/72/10/6680.full.pdf+html) Siddhuraju, P., Becker, K., 2003. Antioxidant properties of various solvent extracts of total phenolic constituents from three different agro-climatic origins of drumstick tree (Moringa oleifera Lam.). J Agric Food Chem 15: 2144–2155 (http://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jf020444%2B). Simbolan, J.M., M. Simbolan., N. Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Yogyakarta: Kanisius. Supar. 2001. Pemberdayaan Plasma Nutfah Mikroba Veteriner dalam pengembangan Peternakan: Harapan Vaksin Escherichia coli Enterotoksigenik, Enteropatogenik dan Verotoksigenik Isolat Lokal untuk Pengendalian Kolibasilosis Neonatal pada Anak Babi dan Sapi. Balai Penelitian Veteriner 11:36-43. (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo111-5.pdf)
Suprat, A.S., Pascu, C., Costinar, L., Vaduva., I., Faur, B., Tatar, D., Herman, V., 2011. Escherichia coli Strains Characterization Isolated from Post-Weaning Diarrhea in Pigs. Faculty of Veterinary Medicine Timisoara, Calea Aradului No.119, 300645, Timisoara, Romania. (http://journals.usamvcj.ro/veterinary/article/viewFile/6933/6196) Sornplang, P., N, Na-ngam, and S, Angkititrakul. 2010. Antimicrobial Resistance Profile of Escherichia coli isolates From Fattening Pigs in Khon Kaen Province, Thailand.Departement of Veterinary Public Health.Faculty of Veterinary Medicine Khon Kaen University. (http://ora.kku.ac.th/RES_KKU/ATTACHMENTS_PROCEEDING_PUBLIC ATION/7832.pdf?) Teuber, M., and J. Bader., 1976. Action of Polymyxin B on Bacterial Membranes. Arch. Microbiol. 109, 51- 58. (http://link.springer.com/article/10.1007%2FBF00425112?LI=true) Thilza I.B. Sanni S., Z. A. Isah., F.S. Sanni., M. Talle., M. B. Joseph. 2010. In vitro Antimicrobial activity of water extract of Moringa oleifera leaf stalk on bacteria normally implicated in eye diseases. (http://www.sciencepub.net/academia/aa0206/13_2681_moringa_aa0206_80_ 82.pdf) Tjaniadi P., M. Lesmana, D Subekti, N Machpud, S Komalarini, W. Santosa, C.H Simanjuntak, N Punjabi, JR Campbell, W.K. Alexander H.J Beechamal Corwin and B.A Oyofo. 2003. Antimicrobial resistance of bacterial pathogens associated with diarrheal patients in Indonesia. Am. J. Trop.Med.Hyg. 68(6): 666-670. (http://intl.ajtmh.org/content/68/6/666.full.pdf+html) Todar K. 2008. Todar’s online Textbookof Bacteriology. (http://textbookofbacteriology.net/normalflora.html) Vinoth, B., Manivasagaperumal, R., and Balamurugan, S., 2012. Phytochemical Analysis and Antibacterial Activity of Moringa Oleifera Lam.International Journal of Research in Biological Sciences 2012; 2(3): 98-102. (http://urpjournals.com/tocjnls/27_12v2i3_2.pdf)
Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Diterjemahkan oleh Soendani Noerono. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Wang, X.M., X.P. Liao., S.G. Liu., W.J. Zhang., H. X. Jiang., M. J. Zhang., H.Q. Zhu., Y. Sun., J. Sun, A. X. Li., Y. H. Liu. 2011. Serotypes, Virulence Genes, and Antimicrobial Susceptibility of Escherichia coliIsolates from Pigs. Foodborne Pathogens and Disease Volume 8, Number 6. (http://online.liebertpub.com/doi/pdfplus/10.1089/fpd.2010.0739) Widagdo, S.N., and M.H. Wibowo.2005. Uji Sensitivitas Bakteri Eschericia coli Isolat Asal Ayam Yang Bereaksi Positif Pada Media Congo Red Terhadap Preparat Ampisilin, Streptomisin, dan Enrofloxazine. J. Sains vet. (http://journal.ugm.ac.id/index.php/jsv/article/view/364) Yulianti, T., 2009.Biofumigan Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Penyebab Penyakit Tanaman Yang Ramah Lingkungan.Pengembangan Inovasi Pertanian. 3(2), 2009: 154-170. (http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/ip032105.pdf) Yuningsih, 2005.Keberadaan Residu Antibiotika Dalam Produk Peternakan (Susu dan Daging). Balai Penelitian Veteriner. (http://balitnak.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_phocadownload& view=category&id=28:3&download=462:3&Itemid=70) Yongabi, K.A. 2004.Studies on the potential use of Medicinal Plants and Macrofungi (Lower plants) in water and waste water purification.Balewa University. Nigeria. (http://mail.treesforlife.org:8083/moringa/staticpages/kenneth04.pdf)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Rata-rata zona hambat ekstrakdaun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air Descriptive Statistics Dependent Variable:air perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
pengenceran 25%
7.700
1.0368
5
pengenceran 50%
8.300
3.1544
5
pengenceran 75%
6.000
4.3875
5
pegenceran 100%
1.900
2.8810
5
kontrol -
.000
.0000
5
kontrol +
24.700
1.6047
5
8.100
8.4806
30
Total
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:air Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
384.220
56.022
.000
Intercept
1968.300
1
1968.300
286.994
.000
perlakuan
1921.100
5
384.220
56.022
.000
Error
164.600
24
6.858
Total
4054.000
30
Corrected Total
2085.700
29
Corrected Model
1921.100
a. R Squared = .921 (Adjusted R Squared = .905)
Lampiran 3. Uji LSD ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut air Multiple Comparisons Dependent Variable:air 95% Confidence Interval
Mean Difference
LSD
(I) perlakuan
(J) perlakuan
pengenceran 25%
pengenceran 50%
-.6000
1.6563
.720
-4.018
2.818
pengenceran 75%
1.7000
1.6563
.315
-1.718
5.118
pegenceran 100%
5.8000
*
1.6563
.002
2.382
9.218
kontrol -
7.7000
*
1.6563
.000
4.282
11.118
kontrol +
-17.0000
*
1.6563
.000
-20.418
-13.582
pengenceran 25%
.6000
1.6563
.720
-2.818
4.018
pengenceran 75%
2.3000
1.6563
.178
-1.118
5.718
pegenceran 100%
6.4000
*
1.6563
.001
2.982
9.818
kontrol -
8.3000
*
1.6563
.000
4.882
11.718
kontrol +
-16.4000
*
1.6563
.000
-19.818
-12.982
pengenceran 25%
-1.7000
1.6563
.315
-5.118
1.718
pengenceran 50%
-2.3000
1.6563
.178
-5.718
1.118
pegenceran 100%
4.1000
*
1.6563
.021
.682
7.518
kontrol -
6.0000
*
1.6563
.001
2.582
9.418
kontrol +
-18.7000
*
1.6563
.000
-22.118
-15.282
pengenceran 25%
-5.8000
*
1.6563
.002
-9.218
-2.382
pengenceran 50%
-6.4000
*
1.6563
.001
-9.818
-2.982
pengenceran 75%
-4.1000
*
1.6563
.021
-7.518
-.682
kontrol -
1.9000
1.6563
.263
-1.518
5.318
kontrol +
-22.8000
*
1.6563
.000
-26.218
-19.382
pengenceran 25%
-7.7000
*
1.6563
.000
-11.118
-4.282
pengenceran 50%
-8.3000
*
1.6563
.000
-11.718
-4.882
pengenceran 75%
-6.0000
*
1.6563
.001
-9.418
-2.582
pengenceran 50%
pengenceran 75%
pegenceran 100%
kontrol -
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
pegenceran 100% kontrol + kontrol +
-1.9000
1.6563
.263
-5.318
1.518
*
1.6563
.000
-28.118
-21.282
-24.7000
pengenceran 25%
17.0000
*
1.6563
.000
13.582
20.418
pengenceran 50%
16.4000
*
1.6563
.000
12.982
19.818
pengenceran 75%
18.7000
*
1.6563
.000
15.282
22.118
pegenceran 100%
22.8000
*
1.6563
.000
19.382
26.218
kontrol -
24.7000
*
1.6563
.000
21.282
28.118
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 4. Tabel Rata-rata zona hambat ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol Descriptive Statistics Dependent Variable:etanol perlakuan
Mean
Std. Deviation
N
pengenceran 25%
9.600
.4183
5
pengenceran 50%
12.600
.7416
5
pengenceran 75%
14.000
1.0000
5
pegenceran 100%
.600
1.3416
5
kontrol -
.000
.0000
5
kontrol +
23.800
.7583
5
Total
10.100
8.3557
30
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:etanol Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
5
401.660
587.795
.000
Intercept
3060.300
1
3060.300
4478.488
.000
perlakuan
2008.300
5
401.660
587.795
.000
Error
16.400
24
.683
Total
5085.000
30
Corrected Total
2024.700
29
Corrected Model
2008.300
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .990)
Lampiran 6. Uji LSD ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol Multiple Comparisons Dependent Variable:etanol 95% Confidence Interval
Mean Difference
LSD
(I) perlakuan
(J) perlakuan
pengenceran 25%
pengenceran 50%
-3.0000
pengenceran 75%
pengenceran 50%
pengenceran 75%
pegenceran 100%
kontrol -
(I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*
.5228
.000
-4.079
-1.921
-4.4000
*
.5228
.000
-5.479
-3.321
pegenceran 100%
9.0000
*
.5228
.000
7.921
10.079
kontrol -
9.6000
*
.5228
.000
8.521
10.679
kontrol +
-14.2000
*
.5228
.000
-15.279
-13.121
pengenceran 25%
3.0000
*
.5228
.000
1.921
4.079
pengenceran 75%
-1.4000
*
.5228
.013
-2.479
-.321
pegenceran 100%
12.0000
*
.5228
.000
10.921
13.079
kontrol -
12.6000
*
.5228
.000
11.521
13.679
kontrol +
-11.2000
*
.5228
.000
-12.279
-10.121
pengenceran 25%
4.4000
*
.5228
.000
3.321
5.479
pengenceran 50%
1.4000
*
.5228
.013
.321
2.479
pegenceran 100%
13.4000
*
.5228
.000
12.321
14.479
kontrol -
14.0000
*
.5228
.000
12.921
15.079
kontrol +
-9.8000
*
.5228
.000
-10.879
-8.721
pengenceran 25%
-9.0000
*
.5228
.000
-10.079
-7.921
pengenceran 50%
-12.0000
*
.5228
.000
-13.079
-10.921
pengenceran 75%
-13.4000
*
.5228
.000
-14.479
-12.321
kontrol -
.6000
.5228
.262
-.479
1.679
kontrol +
-23.2000
*
.5228
.000
-24.279
-22.121
pengenceran 25%
-9.6000
*
.5228
.000
-10.679
-8.521
pengenceran 50%
-12.6000
*
.5228
.000
-13.679
-11.521
pengenceran 75%
-14.0000
*
.5228
.000
-15.079
-12.921
pegenceran 100% kontrol + kontrol +
-.6000
.5228
.262
-1.679
.479
*
.5228
.000
-24.879
-22.721
-23.8000
pengenceran 25%
14.2000
*
.5228
.000
13.121
15.279
pengenceran 50%
11.2000
*
.5228
.000
10.121
12.279
pengenceran 75%
9.8000
*
.5228
.000
8.721
10.879
pegenceran 100%
23.2000
*
.5228
.000
22.121
24.279
kontrol -
23.8000
*
.5228
.000
22.721
24.879
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Proses Pembuatan Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)
Penimbangan daun kelor kering
Perendaman daun kering 1-2 hari
Hasil rendaman daun kering disaring
Proses ekstraksi dengan evaporator
Isolasi E.coli patogen
Isolat lapangan E.coli dalam media Penanaman pada media Mc conkey agar transport amies
Hasil Penanaman pada media Mc Hasil penanaman bakteri pada media conkey agar SBA (Sheep Blood Agar)
Hasil Uji Hambat Ekstrak air daun kelor (Moringa oleifera)
E.coli patogen 1
E.coli patogen 2
E.coli patogen 3
E.coli patogen 4
E.coli patogen 5
Hasil Uji Hambat Ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera)
E.coli patogen 1
E.coli patogen 2
E.coli patogen 3
E.coli patogen 4
E.coli patogen 5