Tempurung Kelapa Didedikasikan untuk Pasien Kanker Usus Besar yang Kurang Mampu UNAIR NEWS – Dokter penemu skin barrier dari tempurung kelapa, Dr. Vicky S Budipramana, dr., SpB., KBD, termasuk sosok yang peduli dengan pasiennya. Dulu, skin barrier tempurung kepala buatannya diproduksi sendiri lalu diberikan kepada pasien secara cuma-cuma. Pertimbangannya, batok kelapa bisa didapatkan secara gratis dari pasar. “Tapi lama kelamaan ndak bisa begitu. Sekarang mesti beli kelapa utuh. Satu batok bisa dibuat jadi empat sampai lima produk. Pasien cukup mengganti ongkos pembuatan dan bahannya saja, murah tidak lebih dari lima ribu rupiah,” jelasnya. Namun demikian, murah bukan berarti diminati banyak orang. Ia mengakui tidak semua pasiennya mau menggunakan skin barrier batok kelapa. Jika pasien tersebut mampu, maka mereka lebih memilih menggunakan colostomy bag. Produk colostomy bag karayagam buatan pabrik ini diklaim lebih nyaman digunakan. Tinggal ditempel di permukaan kulit, tanpa harus menggunakan sabuk atau tali elastis. Produk ini juga memiliki kemampuan daya serap tinggi tapi hanya bisa digunakan selama beberapa hari. Hanya saja, produk tersebut mesti didapat dengan harga cukup mahal. “Penggunaan batok kelapa memang spesifik untuk pasien kurang mampu dan tinggal di daerah periferi. Bayangkan, kalau mereka harus membeli yang mahal, satu kantong untuk penggunaan 3-4 hari saja dikalikan Rp 80ribu. Sebulan sudah habis berapa biayanya? Apalagi mereka orang desa, mau beli di mana? Karena persediaan colostomy bag hanya ada di perkotaan saja,”
jelasnya. Lain halnya jika batok kelapa. Selain bahannya mudah didapat, batok kelapa ternyata memiliki kemampuan daya serap yang tinggi dan perawatannya mudah. Perawatannya mudah. Jika kantong stoma sudah penuh dengan cairan ekskreta, batok kelapa bisa dilepas dan dicuci. Sisa kerak yang menempel di permukaan batok bisa disikat sampai bersih, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 7 jam atau dioven 130 derajat selama 20 menit. Setelah itu dapat digunakan berulang kali seumur hidup. Keduanya memang memiliki kekurangan dan kelebihan. Sebut saja karayagam. Dalam kondisi kulit yang masih lecet dan basah, karayagam tidak bisa digunakan. Alhasil, mau tidak mau pasien harus menggunakan batok kelapa sementara waktu sampai kondisi kulitnya membaik. Sedangkan batok kelapa, hanya penggunaanya saja yang dianggap kurang nyaman, karena dinilai kurang praktis dan musti menggunakan tali elastis. Namun bagi pasien kurang mampu, itu saja sudah sangat membantu. Tanpa mengeluarkan biaya lebih besar, kulit mereka aman dari iritasi, tanpa mengganggu aktivitas mereka. Teknik pemanfaatan batok kelapa menjadi skin barrier tampaknya hanya ada di Indonesia dan tidak menutup kemungkinan di beberapa wilayah tropis lainnya. Agar bisa diproduksi, tentu dibutuhkan sejumlah persyaratan. Pengalamannya dalam memperjuangkan hak paten dilaluinya dengan cukup berliku. Jauh sebelum hak paten diperjuangkan, ia melakukan penelitian seputar potensi batok kelapa terlebih dulu, dan kemudian berhasil masuk jurnal internasional. Selanjutnya, tahun 2008 ia mencoba mengurus hak paten. Namun usahanya memperjuangkan hak paten sempat terhalang, karena dalam proses paten pihak tersebut menelusuri, ide hak patennya sama dengan hasil penelitian yang sudah ada di dalam jurnal,
sehingga dianggap tidak orisinal lagi. Setelah melalui usaha yang cukup keras, inovasinya berhasil disetujui pada tahun tahun 2012. Menurutnya, angka prevalensi kanker usus meningkat setiap tahun. Diperkirakan setiap minggu, Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo menerima puluhan pasien baru kanker usus besar. Banyak dari mereka berasal dari luar kota, tinggal di pedesaan. Bahkan, ia mengajarkan kepada para pasien bagaimana cara membuat skin barrier dari batok kelapa. Tapi ternyata tak semua orang bisa membuat. “Kelihatannya sederhana, ya, tapi ternyata ndak semua orang mampu membuatnya. Karena kebutuhan terus meningkat, akhirnya saya minta bantuan orang lain untuk membuat, dan pasien tinggal ganti ongkos dan bahannya saja, dan ini bukan komersil,”
jelasnya. (*)
Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S
RSUA Telemedicine, Inovasi Terbaru dari RS UNAIR UNAIR NEWS – Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga mengembangkan teknologi terbaru untuk memudahkan pelayanan rujukan pasien. Teknologi terbaru itu bernama “RSUA Telemedicine”. Kini, aplikasi tersebut sudah bisa diunduh oleh pengguna sistem operasi Android. Aplikasi
tersebut
diluncurkan
pada
acara
“Symposium
Telemedicine: Inovasi Pelayanan Kesehatan melalui Pengembangan Health Science Institute”, di Aula Dharmawangsa RS UNAIR, Rabu (8/2). Peluncuran aplikasi disaksikan oleh Direktur RS UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD., K-PTI, beserta jajaran pimpinan, dan para perwakilan rumah sakit serta puskesmas di Surabaya dan sekitarnya. Dalam aplikasi RSUA Telemedicine, pengguna akun adalah para tenaga medis di bagian Instalasi Gawat Darurat fasilitas kesehatan terkait. Untuk bergabung dengan RSUA Telemedicine, para tenaga medis di IGD harus memiliki akun pengguna. Caranya, adalah perwakilan fasilitas kesehatan melakukan pendaftaran ke pihak RS UNAIR. Setelah itu, pihak RS UNAIR akan melakukan survei ke fasilitas kesehatan yang bersangkutan. Setelah dilakukan survei, maka pihak fasilitas kesehatan tersebut akan menandatangani nota kesepahaman. Nantinya, setiap fasilitas kesehatan akan mendapatkan satu akun pengguna beserta kata sandi. Setelah berhasil mendaftar, maka tim IGD dari fasilitas kesehatan terkait bisa berkomunikasi dengan tim pengembang aplikasi RSUA Telemedicine, Tedy Apriawan, dr., Sp.BS., menuturkan bahwa mereka nantinya akan berkomunikasi dengan tim medis di bagian IGD RS UNAIR. Dalam proses komunikasi itu, tim IGD dari fasilitas kesehatan terkait hendaknya memberikan informasi mengenai kondisi lengkap pasien. “RSUA Telemedicine kita gunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya untuk sistem rujukan utama. Harapannya, kita dalam merujuk harus sudah mulai lengkap baik dari datanya, pemeriksaan fisiknya, diagnosis, dan terapinya. Satu-satunya jalan untuk hanya menggunakan telemedicine. Kita bisa ngasih foto, informasi lengkap baik terapi maupun diagnosa,” tutur Tedy. Usai data pasien diterima, tim IGD RS UNAIR akan berdiskusi, menentukan tindakan perawatan yang tepat untuk pasien, dan mempersiapkan peralatan medis penunjang. Harapannya, pasien
bisa segera diselamatkan. “Dengan adanya rekam medis tersebut atau data yang diberikan kepada kami sudah lengkap, kami pasti akan segera menyiapkan alat-alat apa saja yang kami butuhkan di sini. Misal, penderita tersebut adalah penderita multitrauma, dari kepala sampai kaki kena semua, saat mereka merujuk ke kita, kita sudah siap langsung bergerak sesuai dengan penyakit yang diderita pasien tersebut,” terang dokter bedah RS UNAIR itu. Saat ini, aplikasi tersebut sudah dapat digunakan. Dalam waktu dekat, pihak RS UNAIR akan melakukan sosialisasi terkait aplikasi RSUA Telemedicine. Rencana selanjutnya, tim RS UNAIR akan mengembangkan aplikasi dengan teknologi yang lebih canggih, seperti panggilan video. Pengembangan sistem akan dilakukan pada beberapa bulan ke depan. Untuk
mendukung
kelancaran
penggunaan
aplikasi
RSUA
Telemedicine, pihak RS UNAIR akan menggandeng pihak RS St. Mary, Jepang. Mereka akan mengikuti pelatihan dan mempelajari tentang sistem informasi aplikasi telemedicine. Direktur RS UNAIR ketika diwawancarai mengatakan, inovasi RSUA Telemedicine merupakan langkah untuk mengatasi kesenjangan antara fasilitas kesehatan. Dengan adanya aplikasi tersebut, diharapkan pasien mendapatkan perawatan yang tepat dan berkualitas. Ditambah pula dengan keberadaan tim dokter berkapasitas unggul dan fasilitas yang dimiliki RS UNAIR, diharapkan inovasi tersebut dapat membantu visi sebagai rumah sakit pendidikan terbaik segera tercapai. Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Dosen Fisika Kembangkan Alat Deteksi Jantung dengan Fiber Optik free instagram followermake up wisudamake up jogjamake up prewedding jogjamake up wedding jogjamake up pengantin jogjaprewedding jogjaprewedding yogyakartaberita indonesiayogyakarta wooden craft
Mahasiswa UNAIR Temukan Material Penumbuh Sel Tulang dari Cangkang Bekicot UNAIR NEWS – Tulang merupakan organ yang penting bagi manusia, sehingga jika terjadi kerusakan pada tulang, akan menyebabkan manusia menjadi menderita. Salah satu kerusakan tulang yang sering dijumpai adalah kanker tulang (osteosarcoma),yang merupakan penyakit ganas yang menyerang sel tulang dan beberapa komponen bagian tulang tersebut. Atas permasalahan itulah, lima orang mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga melakukan penelitian dan berhasil menemukan material yang diyakini dapat meningkatkan sifat mekanis dan mempercepat proses pertumbuhan sel pada tulang (osteoblas) yang ditemukan dari cangkang bekicot (Achatina Fullica) yang memiliki kandungan kitosan lebih besar dari cangkang udang, kepiting rajungan, dan sebagainya. Kelima mahasiswa FST tersebut adalah Teky Putri Rahayu
(angkatan 2015), Ilham Nur Dimas Yahya (2013), Mohamad Heykal Putra Ardana (2013), Anissa Treby Marliandini (2015), dan Laila Firdaus Zakiya (2015). Dibawah bimbingan dosennya, Drs. Djony Izak Rudyardjo, M.Si., mereka menuangkan penelitian ini dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM- PE) dengan judul “Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Bekicot (Achatina Fullica) untuk Pembuatan Biokeramik Berpori sebagai Bone Filler Pada Defek Tulang Akibat Kanker Tulang”. Setelah melalui penilaian ketat Dikti, proposal ini lolos untuk mendapatkan pendanaan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada program PKM tahun 2017. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat dan modern, merangsang manusia berinovasi untuk menghadapi perkembangan jaman, termasuk juga di bidang medis yang terkait dengan penyakit tulang tersebut. Diantaranya dalam mengatasi penyakit osteosarcoma dapat dilakukan dengan merehabilitasi jaringan tulang yang rusak dengan melakukan pembedahan untuk memotong sel yang terkena kanker, kemudian dilanjutkan dengan pemberian biomaterial yang memiliki kesamaan karakteristik dari tulang.
SEORANG anggota tim PKMPE mahasiswa FST UNAIR menunjukkan kitosan sebagai sampel bone filler yang telah berhasil dibuat. (Foto: Dok PKM-PE FST) Dijelaskan oleh Mohamad Heykal Putra Ardana, yang mewakili timnya, biomaterial yang biasa digunakan adalah bone filler yang merupakan bahan pengisi ke dalam rongga tulang yang rusak. Sedangkan bahan utama pembuatan bone filler itu adalah hidroksiapatit yang mempunyai sifat mekanis yang rendah, sehingga untuk meningkatkan sifat tersebut diperlukan bahan tambahan. “Kitosan merupakan bahan material yang diyakini selain bisa meningkatkan sifat mekanis juga dapat untuk mempercepat proses pertumbuhan sel pada tulang (osteoblas) pasca penanganan kanker tulang,” tutur Heykal. Sedangkan kitosan, lanjut Heykal, biasa ditemukan pada hewan
yang bercangkang atau berkulit keras. Dipilihnya bahan yang berasal dari cangkang bekicot karena di dalamnya terdapat kandungan kitosan yang lebih besar dibandingkan dengan kulit udang, kepiting, rajungan, dan sebagainya. Teky Putri Rahayu menambahkan, dalam pembuatan material ini diperlukan beberapa tahapan yang cukup panjang. Cangkang bekicot yang sudah digiling dan menjadi serbuk, lalu ditambahkan dengan larutan tertentu agar kandungan yang ada pada cangkang seperti protein, mineral, dan zat besi menjadi hilang, sehingga didapatkan kitosan. Kitosan ini yang berikutnya ditambahkan ke dalam bone filler untuk dilakukan beberapa pengujian, sehingga hasil dari bone filler yang telah ditambahkan kitosan tersebut mampu memiliki sifat karateristik sesuai dengan standar medis, dan dapat dikembangkan menjadi biomaterial dengan kinerja pemulihan jaringan tulang yang baik dan optimal. (*) Editor: Bambang Bes
Kincir Tenaga Magnet, Solusi Aerasi Ramah Lingkungan Tambak Udang dan Efisien 40% UNAIR NEWS – Ganjalan cukup signifikan dalam budidaya udang selama ini, selain penyediaan pakan dalam satu siklus juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam sebagai aerasi yang relatif besar. Berusaha membantu mengatasi persoalan tersebut, lima mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga menawarkan inovasinya sebuah kincir tenaga magnet (KTM) dengan konsep free energy walau energinya
terus-menerus berputar yang bisa 40% lebih efisien. Lima mahasiswa FPK Universitas Airlangga Surabaya itu adalah Hafit Ari Pratama (ketua tim), Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar, Irfan Mahbuby, Anisa Redhita Sari, dan Zakariya. Kedepan, mereka ingin gagasannya ini bermanfaat dalam industri budidaya perikanan. Melihat urgensinya atas kreasi ini, mereka menuangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) berjudul “Kincir Tenaga Magnet” (KTM). Dibawah bimbingan dan arahan dosennya, Putri Desi Wulan Sari, S.Pi, M.Si., proposal ini berhasil lolos dari penilaian Dikti sehingga berhak atas hibah dana dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2016-2017. Dari dana inilah prototip dari gagasan tersebut direalisasikan oleh Hafit Dkk.
TIM mahasiswa FPK UNAIR ketika sedang merancang gagasannya tentang KTM. (Foto: Dok PKMKC FPK) ”Kincir air ini bisa digunakan untuk aerasi tambak dalam budidaya secara intensif, khususnya budidaya udang vannamei,” kata Hafit Ari Pratama. Dijelaskan Hafit didampingi rekan setimnya, latar belakang dilakukan inovasi ini adalah pada pembudidayaan intensif, khususnya budidaya udang vannamei, dimana pengeluaran satu siklus yang mencapai puluhan juta rupiah/hektarnya sebagai biaya operasional. Biaya operasional tersebut selain masalah
pakan juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam untuk aerasi. Masalahnya, tanpa adanya kincir air sebagai aerasi, komoditas udang yang dibudidayakan bisa mengalami kelambatan tumbuh hingga kematian, yang disebabkan oleh rendahnya kelarutan oksigen dalam kolam dan tingginya pH. Selama ini kincir air itu digerakkan menggunakan bahan bakar solar, dimana biayanya bisa mencapai 50% dari total biaya operasional. Kemudian kincir air yang digerakkan dengan listrik juga masih memakan biaya yang relatif mahal, yakni biaya listrik masih mencapai hingga 30% dari biaya operasional. Selain itu listrik yang dikeluarkan harus memiliki daya cukup tinggi, sehingga efisiensinya dapat digolongkan masih rendah. Kemudian
dengan
Kincir
Tenaga
Magnet,
mula-mula
kincir
digerakkan dengan bantuan dinamo yang diputar oleh tenaga listrik dari aki. Saat kincir memutar itu terdapat GGL Induksi yang dihasilkan oleh perputaran magnet dalam piringan yang berbenturan dengan kumparan kawat pada kerangka KTM. GGL Induksi ini yang kemudian menghasilkan listrik dan disimpan pada aki. ”Selanjutnya aki akan memutar dinamo dengan energi listriknya, dan dinamo menggerakkan kincir, begitu seterusnya,” jelas Hafit. Ditambahkan, dalam konsep ini masih diperlukan optimasi lebih lanjut. Konsep free energy yang ditawarkan masih belum optimal, karena KTM tidak dapat terus berputar selamanya, tapi akan berhenti pada waktunya. Sehingga optimasi masih dibutuhkan untuk membuat KTM dapat berputar lebih lama seperti yang diharapkan. Optimasi ini dilakukan dengan cara menambah magnet dan koil, sehingga energi yang disimpan dalam aki dapat lebih banyak. Kelebihan dari Kincir Air Tenaga Magnet (KTM) buatan mahasiswa
FPK UNAIR ini lebih ramah lingkungan dan dapat dioperasikan tanpa menggunakan daya yang besar. Selain itu juga memiliki efisiensi lebih tinggi dari solusi yang ditawarkan sebelumnya, yaitu diperkirakan dapat menghemat biaya hingga 40% jika dibandingkan dengan menggunakan listrik. (*) Editor: Bambang Bes
Mendulang Rupiah dari Limbah Ternak UNAIR NEWS – Limbah telah menjadi masalah perkotaan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, hingga peternakan kerap kali menimbulkan permasalahan yang bisa merusak lingkungan. Beda hal dengan Guru Besar bidang Ilmu Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Dr. Herry Agoes Hermadi yang menjadikan pengolahan limbah ternak sebagai sumber ekonomi baru. Sebagai peneliti sekaligus dosen di FKH UNAIR, ia tertantang untuk berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan lingkungan. “Limbah rumah potong hewan seperti perut sapi (rumen), sebenarnya jika diperas akan menghasilkan cairan bio fermentor. Ini bermanfaat untuk mengurangi bau pada septic tank bahkan mampu menguras WC (water closet) tanpa disedot,” tutur Herry. Sari rumen bisa dimanfaatkan untuk menghancurkan limbah kotoran yang dihadapi Kota Surabaya. Berdasarkan pengamatannya, warga di atas 50 persen masyarakat di Kota Surabaya masih membuang limbah kotorannya di sungai. “Mereka memiliki WC yang masih open defecation bukan close defecation.
Ini artinya terangnya.
pembuangannya
selalu
bermuara
ke
sungai,”
Selain itu, bio fermentor juga dapat dimanfaatkan untuk memproses fermentasi bahan pakan. Jika cairan bio fermentor dicampur dengan pupuk NPK dan disemprotkan di tanaman, kesuburan tanaman tersebut akan membaik. Limbah lainnya yang bisa dimanfaatkan dari keberadaan peternakan adalah darah hewan yang sudah dipotong. Dalam satu hari, para pemotong hewan bisa menyembelih sekitar seratus ekor sapi. Tak disangka, darah yang dibuang ini bisa dikembangkan menjadi pakan ternak yang memilki nilai ekonomis. “Setiap sapi bisa bisa menghasilkan 20 sampai 30 liter darah per hari. Bayangkan jika tiap harinya ada sekitar 100 ekor sapi yang disembelih namun tidak dimanfaatkan akan sayang sekali,” tutur Herry yang menjadi dosen pembimbing lapangan kegiatan Kuliah Kerja Nyata – Belajar Bersama Masyarakat UNAIR ini. Penulis: Helmy Rafsanjani Editor: Defrina Sukma S
Mahasiswa FST Bentuk Kader Lingkungan di MAN Surabaya UNAIR NEWS – Suasana sekolah yang rindang dan nyaman tentunya dibutuhkan untuk mendukung sarana belajar-mengajar yang kondusif di sekolah. Letak sekolah yang berada dekat dengan area mangrove dengan pengaruh cuaca yang panas, dibutuhkan
adanya penghijauan agar lahan yang gersang bisa berubah rindang. Permasalahan itulah yang melatarbelakangi mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR melakukan pengabdian masyarakat di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Surabaya, sekolah yang terletak di Jalan Wonorejo Timur No.14, Surabaya. Pengabdian masyarakat tersebut merupakan implementasi dari Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dengan judul “ENVISCHO (Environmental School) Pemanfaatan Lahan Kosong Sebagai Integrasi Kepedulian Lingkungan dan Pendidikan Karakter Siswa-siswi MAN Surabaya”. “Sekolah ini memiliki lahan baru yang masih gersang, sehingga membutuhkan penghijauan supaya menjadi sekolah yang rindang dan nyaman bagi siswa-siswinya. Sekolah ini berada di dekat area mangrove Wonorejo, sehingga tak heran bila cuacanya panas, terlebih didukung oleh minimnya penghijauan di sekolah ini,” ujar Muhammad Yufansyah Purnama selaku ketua tim PKM-M. Yufansyah tidak sendirian dalam menjalankan program tersebut. Ia bersama keempat rekannya yakni Pradika Annas Kuswanto, Triadna Febriani Abdiah, Aulia Sukma Hafidzah, dan Shifa Fauziyah. Diantara mereka ada yang mengambil program studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan (ITL) dan Biologi. Solusi minimnya lahan untuk penghijauan yang ditawarkan Yufansyah dan tim yaitu dengan menerapkan urban farming, pertanian khas perkotaan dengan memanfaatkan lahan sempit. Tanaman yang ditanam adalah tanaman lokal, seperti sayursayuran, obat-obatan, atau tanaman lain berbatang herba sehingga bisa dipanen dalam satu waktu. “Tanaman yang dapat ditanam dengan metode hidroponik ini antara lain bayam, selada, dan kangkung. Tanaman tersebut bernilai jual tinggi, karena merupakan sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat,” ujar Yufansyah.
Tim PKM dari kiri ke kanan M Yufansyah, Triadna Febriani, Shifa Fauziyah, Aulia Sukma, Pradika Annas. (Foto: Istimewa) Membentuk kader lingkungan yang berkomitmen dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah misi besar tim PKM-M ini. Pembentukan kader tersebut tentunya terdiri atas berbagai tahap, terdiri dari brainstorming, pembekalan urban farming, pembekalan manajemen organisasi, serta pembekalan cara memasarkan produk dari urban farming. Sehingga program ini bukan hanya mengajak siswa untuk peduli lingkungan, namun juga melatih jiwa kewirausahaan mereka. “Mereka juga diberi pembekalan cara memasarkan produk dari urban farming sehingga bernilai ekonomi. Tim Envischo memberikan pelatihan untuk memanfaatkan produk daun kaca piring. Pelatihan enterpreneurship ini diberikan dengan tujuan membentuk kader lingkungan yang mandiri dan pandai memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia,” lanjut Yufansyah. Meskipun pengkaderan dilakukan di hari Sabtu, namun antusiasme siswa MAN Surabaya untuk bergabung dengan program ini sangat
tinggi. Terbukti dengan jumlah kehadiran mereka yang memenuhi ruang kelas saat pengkaderan. Hal ini juga karena sekolah dan para guru, utamanya guru mata pelajaran Biologi, mendukung penuh kegiatan ini. “Program ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang lingkungan, tentang memanajemen organisasi, dan wawasan baru yang tidak kami dapat di kelas. Harapannya, program ini berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, sehingga permasalahan lingkungan di sekolah bisa teratasi,” ujar Mawardi, siswa kelas XI MAN Surabaya yang menjadi anggota kader lingkungan dari Program Envischo. Yufansyah selaku ketua PKM berharap, kader lingkungan yang ia bentuk bersama tim bisa berkontribusi untuk masyarakat secara luas, tidak hanya di MAN Surabaya. Selain itu, ia juga berharap kader yang telah terbentuk bisa terus berjalan hingga tahun-tahun kedepan. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor
: Nuri Hermawan
Dorong Peran Entitas dengan Sinergi Kinerja Audit UNAIR NEWS – Melalui sidang terbuka Universitas Airlangga yang digelar di Aula Garuda Mukti (24/5), Kantor Manajemen Kampus C, Rektor mengukuhkan guru besar baru. Salah satunya yakni Prof. Dr. H. Widi Hidayat, SE., M.Si., Ak., CA., CMA., yang merupakan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Akuntansi. Widi menjadi Guru Besar ke-457 sejak UNAIR berdiri dan Guru Besar ke-165 sejak UNAIR PTN-Berbadan Hukum. Bersama dua guru
besar baru lainya, Widi menyampaikan orasi yang berjudul “Optimalisasi Kinerja Entitas Melalui Sinergi Internal dan Eksternal Audit”. Di awal paparannya, Widi menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara internal audit dengan eksternal audit dari beberapa aspek. “Beberapa aspek tersebut seperti aspek konsumen, fokus, orientasi, pengadilan, kecurangan, kebebasan, dan kegiatan,” jelasnya. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR ke-21 tersebut juga beberapa peranan dari auditor internal. Selain sebagai pemecah masalah dari beberapa temuan yang ada, audit juga dapat mengontrol konflik, menjadi pewawancara, negosiator, dan komunikator. “Dengan demikian peran tersebut perlu dipahami, karena bisa jadi auditor membutuhkan langkah-langkah khusus ketika berhadapan dengan manajemen. Selain itu, auditor harus mengembangkan hubungan antarmanusia yang baik,” terangnya. Selanjutnya, laki-laki kelahiran Karanganyar tersebut menekankan pentingnya sebuah peran audit untuk membangun sinergi antara internal dan eksternal audit. Widi pun selalu fokus dalam hal-hal tersebut. Baginya sinergi tersebut dapat dilakukan dalam beberapa forum yang telah dibentuk sebagai wujud kepedulian dari sinergisitas audit internal dan eksternal. “Tujuan dari sistem informasi dan komunikasi akuntansi suatu entitas adalah untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu entitas dan untuk menjaga akuntabilitas aset-aset yang terkait,” tegasnya. Di penghujung orasinya, Widi menegaskan pentingnya sebuah Sistem Pengawas Internal Pemerintah (SPIP). Baginya, SPIP memiliki urgensi mendesak untuk memperkuat peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta meningkatkan
sinergitas antara internal audit dan eksternal audit. “Hal tersebut dikarenakan permasalahan pengawasan terhadap keuangan dan kinerja pemerintah masih belum berjalan dengan optimal,” imbuhnya. Widi juga menambahkan bahwa dalam Undang-Undang SPIP ditegaskan peran dan fungsi pengawas internal secara jelas. Seorang pengawas internal, menurut Widi harus mampu melaporkan program auditnya terkait dengan masalah keuangan dan mengungkapkannya serta mendorong tindaklanjutnya. “Seorang auditor internal akan disebut independen kalau memiliki keahlian untuk meghasilkan temuan auditnya, kemudian melaporkan sebagai laporan hasil audit,” pungkasnya. Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma S
Mahasiswa UNAIR Kembangkan Koyo untuk Inovasi Obat Kanker Payudara UNAIR NEWS – Kanker diketahui sebagai penyakit yang mengerikan. Ini antara lain karena efek penyakitnya dan efek samping terapi obat kanker (kemoterapi) yang menyakitkan bagi pasien. Di Indonesia, kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker terbanyak dengan prevalensi 12/100.000 perempuan (Kemenkes RI – 2015). Doxorubicin dapat digunakan sebagai kemoterapi pasien kanker payudara melalui injeksi intravena. Hal tersebut menguntungkan
karena obat dapat bekerja secara cepat. Akan tetapi juga memiliki kekurangan yaitu menyebabkan nekrosis dan perdarahan (ulserasi) akibat penyuntikan, dan kerja obat tidak spesifik, sehingga menyebabkan efek samping sistemik, serta bila terjadi alergi perlu waktu untuk penanganannya. Tergerak dari keprihatinan terhadap pasien kemoterapi kanker payudara itulah, lima mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKMPE) yaitu Ayu Tarantika Indreswari, Vita Fitria, Galuh Damar, Nurul Azizah, dan Beatrice mengembangkan sediaan berupa koyo (patch) yang mengandung Doxorubicin yang dapat ditempel di kulit payudara. Patch
Doxorubicin
menggunakan
sistem
penghantaran
obat
transdermal dan dibantu dengan arus listrik (iontoforesis), sehingga Doxorubicin dapat menembus kulit dan masuk ke dalam jaringan terjangkit kanker payudara. Dalam menjamin kualitas, keamanan, dan kenyamanan penggunaan Patch Doxorubicin maka dilakukan berbagai uji skala laboratorium, seperti uji keseragaman bobot, keseragaman diameter, keseragaman tebal patch, uji pH, kandungan lengas, kuat tarik, FTIR, dan DSC. Ditemui
di
Fakultas
Farmasi
Universitas
Airlangga,
Ayu
Tarantika Indreswari, ketua Tim ditemani keempat rekannya, menuturkan kelebihan sediaan Patch Doxorubicin buatan tim ini. Dikatakan, penggunaannya mudah dan tidak menyakitkan pasien, targetnya spesifik pada jaringan kanker payudara sehingga efek samping kemoterapi lebih sedikit, serta bila terjadi tandatanda alergi maka patch dapat segera dilepas dari kulit si pasien. “Sampai saat ini penelitian kami masih dalam skala laboratorium. Harapan kedepan, kami ingin penelitian ini berlanjut sampai aplikasi reservoir patsh transdermal Doxorubicin ini dapat menunjang keamanan, keefektivitasan, dan kenyamanan kemoterapi pada pasien kanker payudara,” kata Ayu.
Bahkan, kata mereka, penelitian ini telah mendapat penghargaan salah satu gagasan terbaik dari ISPE (International Society Pharmaceutical Engineering) yaitu salah satu forum professional dari Industri Farmasi yang diselenggarakan bulan Mei lalu di Jakarta. “Bahkan kami diberi penawaran untuk penelitian lebih lanjut di beberapa Industri Farmasi,” tambah Ayu. “Karena itu kami berharap penelitian ini tidak berhenti sekedar penelitian, tetapi kedepannya dapat benar-benar dikembangkan dan diproduksi dalam skala industri sehingga industri farmasi di Indonesia dapat memimpin inovasi obat kanker, khususnya untuk kanker payudara berbasis koyo,” kata Ayu mengakhiri penjelasan. (*) Editor: Bambang Bes
“Jelly Exterminator Obesity”, Terobosan Baru Minuman Pendamping Diet Sehat Alami UNAIR NEWS – Anda merasa gendut, chubby, gemuk, dan tumbuh ke samping? Kata-kata tersebut seakan sudah sering kita dengar. Biasanya kaum hawa sangat sensitif jika mendengar kata-kata tersebut. Dari gambaran tersebut tersirat bahwa tubuh ideal merupakan dambaan setiap orang, khususnya kaum perempuan. Tampak cantik, tubuh ideal merupakan harapannya. Dalam upaya ikut menstimulir menuju tubuh ideal seseorang, inovasi mahasiswa Universitas Airlangga menemukan produk minuman terobosan baru sebagai pendamping diet. Minuman tersebut dinamai ”Jelly Exterminator Obesity” (JLEB) sebuah minuman yang hadir dengan kemasan unik dan berbahan dasar
lidah buaya yang tidak berbahaya bagi tubuh. Minuman pendamping diet ini bebas bahan pengawet dan tanpa menggunakan pemanis buatan. Mahasiswa Universitas Airlangga yang terlibat dalam kreativitas ini adalah Revien Dwi Nuarinta, Parida Listiana, Rizka Anggraini, Dita Permatasari, dan Rahmandita Putri. Mereka kemudian menuangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK), dan telah lolos penilaian untuk memperoleh dana pengembangan dalam program PKM Kemenristekdikti tahun 2016-2017. Dijelaskan oleh Revien Dwi Nuarinta, proses pembuatan JLEB ini tergolong mudah karena hanya memanfaatkan lidah buaya sebagai bahan utama yang bertekstur kenyal layaknya jelly yang dapat mengenyangkan walau tidak memakan nasi dalam porsi yang banyak. Rasa manis dalam produk ini didapat dari campuran gula dan madu. Komposisi gula dengan madu ini berfungsi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan perpaduan rasa manis yang unik dan dapat mengurangi kadar kalori yang diserap tubuh. Tim PKM JLEB ini telah memasarkan produknya ke berbagai kawasan di Kota Surabaya. Produk ini berpotensi menghasilkan keuntungan yang menjanjikan. ”Saat ini usaha minuman JLEB sudah mengumpulkan omzet sebesar Rp 1.500.000/bulan. Harapan kami kedepan, produk JLEB ini mampu berkembang dan dapat dipasarkan di berbagai daerah di Indonesia sehingga meluas seperti produk minuman populer lainnya,” ujar Revien, Ketua Tim PKM. Bahan dasar berupa tanaman lidah buaya mudah didapat dari perkebunan di kawasan Kediri, sehingga untuk keberlanjutan proses produksi JLEB harus “gercep” istilah keren gerak cepat. Karena jika tidak begitu maka lidah buaya akan cepat membusuk. Selain itu, ketika produk ini sudah menjadi minuman dalam cup, maka juga harus segera dipasarkan supaya tidak basi. Produk minuman JLEB ini tahan selama tiga hari diluar kulkas,
dan tahan selama lima hari didalam kulkas. Masa konsumsi yang tergolong cepat ini dikarenakan produk JLEB tidak menggunakan pengawet buatan. ”Semoga adanya minuman ini membuka wawasan kita bahwa diet tidak harus dengan pil, senam ekstra, maupun bersikeras untuk tidak makan. Karena dengan mengonsumsi JLEB ini saja sudah mampu menggantikan kalori secara cukup yang dibutuhkan tubuh seseorang,” kata Revien. (*) Editor: Bambang Bes