Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
ISSN 2338-1035
Baja karbon sedang sebagai bahan
PENGARUH PENGEROLAN PRA DIBAWAH yang PEMANASAN dipakai untuk pembuatan mata TEMPERATUR REKRISTALISASI DAN TINGKAT DEFORMASI pisau pemanen sawit yang dibuat secara konvensional masihSERTA memiliki TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK banyak kelemahan. Seperti yang STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA telah diketahui bahwa cukup banyak PISAU PEMANEN SAWIT kekurangan dari mata pisau pemanen sawit yang dibuat dipasaran, terutama Fuad pada Affiz kekerasannya yang tidak merata, Departemen Teknik Mesin Teknik hal Fakultas ini dikarenakan proses yang Universitas Sumatera Utara adalah digunakan hammering. Hammering menggunakan palu yang ABSTRAK Proses pengerolan pra pemanasan dibawah temperatur rekristalisasi adalah proses pembentukan yang dilakukan dibawah temperatur rekristalisasi logam yang mendapatkan pemanasan awal, dimana baik ukuran maupun bentuk dari logam tidak dapat kembali ke bentuk semula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh perlakuan pengerolan pra pemanasan dibawah temperatur rekristalisasi dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis bahan seperti kekerasan, kekuatan tarik, dan struktur mikro bahan. Mengetahui hubungan dan pengaruh ukuran butir terhadap sifat mekanis bahan. Melihat apakah baja karbon sedang yang telah diproses dengan perlakuan pengerolan pra pemanasan dibawah temperatur rekristalisasi memiliki sifat mekanis lebih baik dari bahan awal (raw material) tanpa perlakuan apapun. Perbaikan sifat mekanis baja karbon sedang untuk mata pisau pemanen sawit ini dilakukan dengan metode deformasi plastis menyeluruh dengan teknik pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi. Pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi dilakukan pada temperatur 600°C, 625°C, 650°C, 675°C dan 700°C dengan tingkat deformasi 5%, 10%, 15% dan 20% berurutan. Hasil pengujian sifat mekanis memperlihatkan bahwa nilai kekerasan optimum adalah 299 BHN pada suhu 650°C dengan tingkat deformasi 10%. Hasil pengujian tarik optimum diperoleh tegangan batas sebesar 1025,2 MPa dan tegangan luluh 688,9 MPa pada proses pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi pada suhu 600°C dengan tingkat deformasi 5%. Korelasi ukuran butir terhadap sifat mekanis yaitu kekerasan berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara ukuran butir dan kekuatan tarik berbanding lurus, dimana semakin besar ukuran butir maka kekuatan bahan akan semakin meningkat. Pengaruh pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi yang dilakukan, dimana sifat mekanisnya masih dibawah sifat mekanis bahan baku sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi menurunkan sifat-sifat mekanis bahan. Keywords: Pengerolan Dibawah Temperatur Mekanis,Diameter Butiran.
Pendahuluan Perkembangan teknologi bahan dan rekayasa mikroteknologi telah mendorong perubahan yang sangat besar terhadap pengunaan material khususnya baja dalam dunia industri. Seiring dengan perkembangan yang ada maka dibutuhkan baja dengan sifat dan karakteristik yang sesuai terhadap kondisi pada saat diaplikasikan. Oleh karena itu diperlukan baja dengan karakteristik kuat dan tangguh.
Rekristalisasi,
Baja
Karbon
Sedang,
1.
dipukul dengan tenaga manusia, oleh sebab itu tidak bisa diukur secara pasti gaya yang dilakukan. Pengerjaan mata pisau pemanen sawit secara konvensional dilakukan 2 orang atau lebih, yang berbeda-beda gaya yang diberikan (tenaga) untuk memukul (memberikan tekanan) benda kerja dengan hammer, juga sifat 34
Sifat
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
ketangguhannya yang masih rendah yang menyebabkan sering patah/lecet nya permukaan mata pisau sehingga umur pakai lebih singkat. Maka hal inilah yang mendasari dilakukannya penelitian untuk meningkatkan sifat mekanis baja karbon sedang sebagai bahan untuk mata pisau pemanen sawit. Untuk mendapatkan sifat mekanis baja yang baik, maka dikembangkan baja dengan penambahan unsur paduan seperti silicon, mangan, chromium, nickel, aluminium, copper, vanadium dan sebagainya. Hal ini efektif dalam perbaikan sifat mekanis baja, hanya saja memberi dampak pada biaya produksi yang tinggi. Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larutan padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur. Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan metode lain untuk mendapatkan sifat mekanis yang baik tanpa menambahkan unsur paduan yaitu dengan metode deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation). Proses deformasi plastis menyeluruh adalah proses pembentukan logam dimana regangan plastis yang diberikan kepada logam atau material yang diproses sangat besar sehingga menghasilkan butir yang halus (ultra fine grain). Proses deformasi yang dilakukan antara lain dapat dilakukan dengan cara pengerjaan panas maupun dingin. Proses deformasi dengan cara pengerolan memberikan pengaruh terhadap kekerasan yang merata pada mata pisau pemanen sawit. Dalam proses pengerolan maka material yang melalui alat pengerol akan memiliki kekerasan yang merata karena pada saat mengerol tekanan pada tiap titik akan sama. Dalam hal ini proses pengerolan akan lebih unggul dalam kekerasan yang merata, berbeda
ISSN 2338-1035
dengan cara pengerjaan konvensional yang kekerasannya belum tentu rata akibat dari gaya yang berbeda-beda. Temperatur rekristalisasi yaitu, perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis diamana untuk suhu kritis pada baja karbon adalah pada 723°C, sehingga dapat diartikan lebih lanjut bahwa temperatur rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli termasuk didalamnya. Dalam penelitian ini, yang menjadi batasan masalahadalah hubungan dan pengaruh perubahan sifat mekanis terhadap diameter butir material dalam skala mikro. Adapun pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu: 1. Material yang digunakan adalah baja karbon sedang yang merupakan bahan yang digunakan sebagai per belakang mobil (per daun) yang dijual di pasaran yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit. 2. Pemanasan awal pada suhu 600°C, 625°C, 650°C, 675°C dan 700°C selama 1 jam dengan tingkat deformasi 5%, 10%, 15% dan 20%. 3. Pengujian sifat mekanis setelah dilakukan proses pengerolan diabawah temperatur rekristalisasi meliputi uji kekerasan dalam skala brinell dan uji tarik. 4. Pengamatan struktur mikro setelah dilakukan proses pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi. 2.
Tinjauan Pustaka
2.1. Baja Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain 35
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya. Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloy Steel ) 2.2. Klasifikasi Baja Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %. Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. 2. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel) mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alatalat perkakas bagian mesin juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya. 3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong..
ISSN 2338-1035
1.
2.
3.
4.
5. 2.3. Sifat Mekanik Baja Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi. Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain :
Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok. Kekerasan (hardness) dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan. Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. 36
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
6.
7.
8.
Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur. Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya. Keretakan (creep) merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.
2.4. Mekanisme Penguatan Logam Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larutpadat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur. 1. Pengerasan regang (strain hardening)Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat terjadi terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang menyebabkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak
ISSN 2338-1035
2.
3.
4.
5.
sehingga bahan semakin kuat atau keras. Larut padat. Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi. Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing ini dalam bentuk larut padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras. Fasa keduaPenguatan atau pengerasan dapat pula terjadi melalui mekanisme fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan. Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut. Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan memperkuat dan memperkeras logam. PrespitasiPengerasan logam dapat juga ditingkatkan dengan proses prespitasi yaitu pengerasan melalui partikel endapan fasa yang halus dan menyebar. Distribusi prespitat dalam bentuk partikel endapan fasa kedua ini menimbulkan tegangan dalam (internal sress). Pengerasan presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan aging. DispersiPenguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel 37
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
6.
dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Penghalusan butir dan teksturPenguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining) terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan selsatuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butirbutir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan sehingga material menjadi semakin kuat.
2.5. Proses Deformasi Proses deformasi memanfaatkan sifat beberapa material yaitu kemampuannya mengalir secara plastis pada keadaan padat tanpa merusak sifat-sifatnya. Dengan menggerakan material secara sederhana ke bentuk yang di inginkan, maka sedikit atau bahkan tidak ada material yang terbuang sia-sia. Secara makroskopis, deformasi dapat dilihat sebagai perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan bentuk yang terjadi dapat di bedakan atas deformasi elastis dan deformasi plastis. Perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan defomasi plastis. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk yang terjadi bila ada gaya yang berkerja, serta akan hilang bila beban
ISSN 2338-1035
ditiadakan. Dengan kata lain bila beban ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan ukuran semula. Di lain pihak, defomasi plastis adalah perubahan bentuk yang permanen, meskipun bebannya di hilangkan. Secara diagramatis menunjukan pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis pada suatu diagram tegangan-regangan. Pengaruh temperatur terhadap proses-proses pembentukan adalah hal mengubah sifat-sifat dan prilaku material. Secara umum kenaikan temperatur akan mengakibatkan turunnya kekuatan material, naiknya keuletan dan turunnya laju pengerasan regangan yang mana perubahannya tersebut mengakibatkan kemudahan material untuk deformasi. Berdasarkan temperatur material pada saat deformasi ini, proses pembentukan logam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu:Pengerjaan panas (Hot working), dan Pengerjaan dingin (Cold working) 2.6. Pengerolan Dingin Pengerolan dingin adalah suatu proses pengerolan yang dilakukan di bawah temperatur rekristalisasi. Pengerolan ini dipergunakan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas permukaan akhir yang baik. Pengerasan regangan yang diperoleh dari reduksi dingin dapat meningkatkan kekuatan. Material yang diproses dengan pengerolan pada suhu di bawah suhu rekristalisasi dikatakan telah mengalami pengerjaan dingin. Material pada umumnya mengalami pengerjaan dingin pada temperatur kamar, meskipun perlakuan tersebut mengakibatkan kenaikan suhu. Pengerolan dingin dapat mengakibatkan distorsi pada butir dan meningkatkan kekuatan dan kekerasan, memperbaiki kemampuan pemesinan, meningkatkan ketelitian dimensi serta menghaluskan permukaan logam. Sewaktu material mengalami 38
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
pengerolan dingin terjadi perubahan yang mencolok pada struktur butir seperti perpecahan butir dan pergeseran atom-atom. Untuk pengerolan dingin diperlukan tekanan yang lebih besar dari pada pengerolan panas. Material mengalami deformasi tetap bila tegangan melebihi batas elastis. Karena tidak mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerolan dingin, tidak terjadi pemulihan dari butir yang mengalami perpecahan. 2.7. Pengujian Kekerasan Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi. Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (1). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi BHN = ……………..(1) (
)
dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. 2.8. Pengujian Tarik Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara tegangan dengan regangan. Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (L) terhadap panjang batang
ISSN 2338-1035
mula-mula (L0). Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0).
Gambar 1. Kurva tegangan regangan baja Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2).
F .…………………………. (2) Ao
Dimana: σ = Tegangan tarik (MPa) F = Gaya tarik (N) Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2) Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (3).
L ………………………... (3) L
Dimana: L L-L0 Keterangan: ε = Regangan akibat gaya tarik L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm) Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan menjadi kecil, 39
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (4) E = σ / ε ……………………….. (4) E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve). 2.9.
Perhitungan Dimater Butir Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 2.
Gambar 2 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (5). = ( + ) …..(5) Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 1.
ISSN 2338-1035
Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut d = (3,322 log NA) – 2,95 ……(6) Tabel 1. Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries Perbesa Pengali Jefrries( f) untuk ran (M) menetukan butiran/mm2 1 0.0002 10 0.02 25 0.125 50 0.5 75 1.125 100 2.0 150 4.5 200 8.0 250 12.5 300 18.0 500 50.0 750 112.5 1000 200.0 Sumber: ASTM E 112-96, 2000 3.
Metodologi Penelitian
3.1.
Alat-Alat dan Bahan Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah: 1. Tungku Pemanas(Furnace Naber) 2. Thermocouple Type-K 3. Pengerol 4. Jangka sorong 5. Penjepit specimen 6. Mesin poles (polisher) 7. Mikroskop optic 8. Mikroskop VB 9. Alat uji kekerasan Brinell 10. Mesin Sekrap 11. Mesin uji tarik Torsee Type AMU10 Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Baja karbon sedang yang merupakan bahan yang digunakan sebagai per belakang mobil (per daun) yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit. 2. Resin dan hardener.
40
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
3.
Kertas pasir dengan grade 120, 240, 400, 600, 800, 1000, 1200 dan 1500. 4. Larutan etsa nital 5% 5. Kain Panel 6. Larutan alumina 3.2. Langkah-Langkah Penelitian Persiapan Spesimen Spesimen yang dipergunakan dalam pengujian ini ada 3 yaitu spesimen uji kekerasanyang berukuran 55x15x5, danmetalografi berukuran 15x15x5, serta spesimen uji tarik disesuaikan pada ASTM E-8M Proses Pengerolan Dibawah Temperatur Rekristalsasi Pemanasan spesimen dilakukan pada suhu 6000C, 6250C 6500C, 6750C, 7000C dan digunakan thermocouple digital untuk didapatkan pembacaan suhu yang akurat di dalam furnace, kemudian ditahan selama 60 menit untuk didapatkan panas yang menyeluruh pada spesimen.Benda uji yang telah dipanaskan dan ditahan selama 60 menit selanjutnya dirol agar didapat deformasi terhadap ketebalan sebesar 5%, 10%, 15% dan 20% mengunakan alat rol.Setelah mengalami deformasi spesimen kemudian didinginkan perlahan mengunakan udara bebas (air cooling) sampai dengan temperatur ruang. 3.3. Langkah-Langkah Proses Pengujian Pengujian pertama dilakukan pengujian kekerasan yang dilakukan terhadap baja karbon sedang yang telah mengalami proses pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi. Kemudian diambil 3 spesimen dengan nilai kekerasan tertinggi untuk selanjutnya dilakukan pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan di laboratorium metallurgi fakultas teknik USU. Sebelum diuji kekerasannya, spesimen dibersihkan dan diratakan
ISSN 2338-1035
permukanya terlebih dahulu dengan mesin polish dan kertas pasir. Setelah itu pengujian kekerasan dilakukan dengan alat brinell dengan pembebanan 3000 kg dan diameter jejak diukur menggunakan teropong indentor. Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian kekerasan dengan metode Brinell : 1. Spesimen dibersihkan permukaannya dengan mesin polish. 2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada landasan uji dan bola indentor yang digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm. 3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup hidrolik dikunci. 4. Tuas hidrolik ditekan berulangulang hingga skala pada panel menunjukkan angka 3000 kg kemudian ditahan selama 30 detik. 5. Setelah 30 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi semula (0 kg). 6. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing spesimen dan diambil data rata-ratanya. 7. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan. Pengujian Tarik Pada penelitian ini pengujian tarik dilakukan hanya pada kondisi pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi yang memiliki nilai kekerasan yang optimal yang diperoleh dari hasil uji kekerasan. Adapun nilai optimal yang diambil yaitu pada pengerolan dingin dengan suhu 650°C dengan deformasi 5% dan 10% serta pada suhu 600°C dengan deformasi 5%. Pada penelitian ini pengujian tarik menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-10 dengan kapasitas 10 ton 41
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-10: 1. Spesimen dibentuk sesuai ukuran menurut standar ASTM E-8M. 2. Mesin uji tarik dihidupkan kemudian disetting alat pembaca grafik dan jarum skala beban pada panel. 3. Spesimen dicekam pada chuck atas, kemudian chuck bawah dinaikkan dengan menekan tombol UP hingga mencekam spesimen secara keseluruhan. 4. Katup hidrolik (load valve) dibuka kemudian mesin (pompa hidrolik) dijalankan sampai spesimen putus. 5. Setelah spesimen putus katup hidrolik (load valve) ditutup dan katup pembuka (unload valve) dibuka, kemudian chuck bawah diturunkan dengan menekan tombol DOWN. 6. Spesimen yang putus dilepas dari chuck atas dan bawah, kemudian diukur besar pertambahan panjangnya dan dicatat data yang diperoleh dari grafik hasil uji tarik. 7. Prosedur yang sama dilakukan pada spesimen uji tarik yang lain. Pengujian Metallografi Pengujian metalografi agar dapat diamati mikrostrukturnya, maka terlebih dahulu benda uji di potong yang merupakan bagian dari spesimen kekerasan yaitu pada bagian ujungnya, kemudian di mounting mengunakan resin dan hardener. Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pada pengujian Metallografi : 1. Spesimen yang telah dimounting dengan resin dipolish dengan polisher. 2. Spesimen dipolish dengan kertas pasir grade 120 dan 240 selama 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan grade 400, 600, 800, 1000, dan 1500 selama 15 menit. 3. Setelah dipolish dengan kertas pasir, spesimen dipolish dengan
ISSN 2338-1035
bubuk alumina sampai terbentuk kilatan seperti cermin. 4. Etsa nital 5% dituangkan dalam wadah atau cawan kemudian spesimen dicelupkan kedalam etsa selama 5-30 detik. 5. Spesimen yang telah dietsa dibersihkan dengan cara dicelupkan lagi ke dalam alkohol kemudian dikeringkan di udara bebas atau dikeringkan dengan kipas angin. 6. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop optik rax vision yang disambungkan ke program Rax Vision Plus 4.1 pada komputer. 7. Spesimen diletakkan diatas bidang uji atau meja mikroskop kemudian didekatkan dengan optic mikroskop. 8. Digunakan perbesaran 200X dan diambil photo dari masing-masing spesimen. 9. Fokus pada mikroskop diputar untuk mendapatkan pengamatan yang baik pada spesimen. 10. Setelah didapatkan fokus dan pencahayaan yang yang pas, diambil photo dari spesimen dengan mengklik icon Capture frame pada program Rax Vision plus 4.1. 11. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk spesimen lainnya. 12. Setelah itu diukur diameter masingmasing spesimen dengan metode planimetri dan dicatat data hasil pengukuran. 4.
Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil Berikut ini adalah data hasil pengujian sifat mekanis dan uji komposisi sebelum dilakukan pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi dapat dilihat pada tabel Tabel 2. Sifat Mekanis Baja Karbon Sedang Sifat Mekanis 42
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
Tegangan Luluh (MPa) 782,13 Tegangan Tarik (MPa) 1134,546 Elongasi (%) 20 Kekerasan (HB) 349,8 Tabel 3. Hasil Uji Komposisi Bahan Baja Karbon Sedang Komposisi Unsur Kimia (%) Fe 98 C 0,596 Si 0,0100 Mn 0,600 P 0,0020 S 0,0020 Cr 0,569 Mo 0,0100 Ni 0,0050 Al 0,0200 Cu 0,163 Ti 0,0050 V 0,0075 Sn 0,0094 Nb 0,0020 Hasil Uji Kekerasan Setelah Pengerolan Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui pengaruh suhu dan besar deformasi terhadap perubahan nilai kekerasan material baja karbon sedang. Secara umum hasil pengujian kekerasan dari penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Pengujian kekerasan badasarkan skala Brinell Sampel Deformasi BHN Standar Dev. Raw 0% 349,8 10,77 Material 5% 288,6 12,4 10% 285,2 10,44 600°C 15% 282 12,3 20% 272,2 6,4 5% 244,2 9,8 10% 247 13,7 625°C 15% 241,4 8,2 20% 247 10,5 5% 295,2 8,3 650°C 10% 299 13,3
ISSN 2338-1035
15% 285,2 10,4 20% 272,6 11,3 5% 260,6 6,8 10% 263,4 6,8 675°C 15% 260,6 6,8 20% 252,6 12,9 5% 247 12,7 10% 241,4 8,2 700°C 15% 244,6 12,7 20% 243,8 5,6 Berdasarkan hasil pengujian kekerasan pada tabel, dapat dilihat bahwa kekerasan dengan nilai paling optimum terjadi pada suhu 6500C dengan tingkat deformasi 10% yaitu sebesar 299 dalam skala BHN, diikuti dengan deformasi pada suhu 650°C dengan tingkat deformasi 5% yaitu sebesar 295,2 BHN dan pada suhu 600°C dengan tingkat deformasi 5% sebesar 288,6 dimana nantinya nilainilai tersebut akan dijadikan acuan untuk pengukuran hasil uji tarik dan pengamatan struktur mikro serta untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan sifat mekanis bahan. Hasil Uji Tarik Setelah Pengerolan Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari spesimen. Dalam penelitian ini pengujian tarik hanya dilakukan pada deformasi dengan nilai-nilai optimal yang mengacu pada hasil uji kekerasan, karena dari hasil pengujian kekerasan perubahan yang signifikan. Hasil uji tarik terdiri dari tiga parameter yaitu tegangan luluh (yield strength), tegangan batas (ultimate strength), dan keuletan yang ditunjukkan oleh besarnya regangan. Secara umum hasil pengujian tarik dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Hasil Uji Tarik Pada Nilai Optimal Tegangan Tegangan Regan Bahan Luluh Batas gan (MPa) (MPa) (%) Sebelum 782,13 1134,546 20 Pengerolan Roll Opt. 1 601,24 903,57 17 (650°C-10%) 43
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
Roll Opt. 2 (650°C-5%) Roll Opt. 2 (600°C-5%)
623,98
920,97
16
688,9
1025,2
16
Hasil Pengamatan Mikrostruktur Setelah Pengerolan Dalam pengamatan struktur mikro, perlu dilakukan persiapan benda uji. Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengamati besar ukuran butir pada nilai-nilai optimal yang diambil sebelumnya. Dengan menggunakan metode planimetri maka dapat diketahui besar butir dari spesimen.
(a)
ISSN 2338-1035
Gambar 4. Hubungan antara kekerasan dengan Kekuatan Luluh dan Kekuatan Batas
(b)
(b) (d) Gambar 3. Foto Mikro Pembesaran 200x (a) Sebelum Pengerolan, (b) Roll Opt. 1, (c) Roll Opt.2, dan (d) Roll Opt. 3
Gambar 5. Hubungan antara kekerasan dengan diameter butir
Hasil pengukuran diameter butir ditampilkan pada tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Hasil Pengukuran Diameter Butir Bahan Sebelum Pengerolan Roll Opt. 1 (650°C – 10%) Roll Opt. 2 (650°C – 5%) Roll Opt. 3 (600°C – 5%)
Diameter Butir (μm) 5,6 7,8 7,97 8,96
4.2. Pembahasan Pada subbab ini akan membahas hubungan antara kekerasan, kekuatan tarik, serta diameter butir setelah dilakukan pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi yang dapat dilihat pada grafik-grafik berikut.
Gambar 6. Hubungan antara kekuatan tarik dengan diameter butir 5.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Sifat mekanis baja karbon sedang dengan pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi diperoleh hasil sebagai berikut : Hasil uji kekerasan maksimum adalah 299 BHN pada proses pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi
44
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012
2.
3.
dengan suhu 650°C dan tingkat deformasi 10 Hasil uji tarik maksimum untuk nilai tarik ultimate sebesar 1025,2 Mpa dan nilai tarik yield (luluh) sebesar 688,9 Mpa pada suhu 600°C dengan deformasi 5%. Hubungan antara kekerasan dan ukuran butir berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butir maka bahan akan semakin keras. Sedangkan untuk hubungan antara kekuatan tarik dan ukuran butir berbanding lurus, dimana semakin besar ukuran butir maka bahan akan semakin kuat. Pengaruh dari perlakuan pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi yang telah dilakukan, setelah diambil nilai-nilai optimalnya maka hasil yang diperoleh masih dibawah daripada bahan mentahnya (raw material), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi hanya menurunkan sifat-sifat mekanisnya.
ISSN 2338-1035
6.
7.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
Daftar Pustaka 1. Al Hasa, M. Husna. Karakterisasi Sifat Mekanik Dan Mikrostruktur Paduan Intermetalik Alfeni Sebagai Bahan Kelongsong Bahan Bakar, J. Tek. Bhn. Nukl. Vol. 3 No. 2 Juni 2007: 49–109. 2. Amanto, Hari, dan Daryanto. Ilmu Bahan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1999. 3. Alexander,W.O. Davies, G.J. Heslop, S. Reynolds,K.A. Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan. Jakarta: PT. Gramedia Utama, 1991 4. ASM Handbook vol 9. Metallography and Microstructures, ASM International: USA, 2004. 5. ASM Handbook, Volume 1, Properties and Selection: Irons Steels and High Performance Alloys. ASM International, 2005.
15.
16. 17.
ASTM E 10-01. Standard Test Method for Brinell Hardness of Metallic Materials. ASTM International, 2004 ASTM E 112-96 rev, Standart Test Methods for Determining Average Grain Size. ASTM International, 2000. Callister Jr, W.D. Material Science and Engineering: An Introduction. New York: John Wiley&Sons: 2004. Dieter, George E. Metalurgi Mekanik, Jakarta: Erlangga, 1987. Janosec, M. Effect of cold rolling and annealing on mechanical properties of HSLA steel. Jurnal Ilmiah. 2006 Khzouz, Erik. Grain Growth Kinetics in Steels, Worcester Polytechnic Institute April 2011. Leslie, William C. The physical metallurgy of Steel, McGraw-Hill, 1982 Medrea, C. Mechanical and Structural Properties of AISI 1015 Carbon Steel Nitrided after Warm Rolling. Jurnal Ilmiah. 2008 Nash, William. Strength of Materials. Schaum’s Outlines, 1998. Pandu, Yosafat. Sifat Mekanik Logam Baja Karbon Rendah Sebelum dan Sesudah Melalui Proses Rolling. Jurnal Ilmiah: Universitas Sriwijaya. 2004 Smallman, R.E. Metalurgi Fisik Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1991. Subarmono dan Jamasri: Pengaruh Pengerasan Regangan Terhadap Ketangguhan Baja. Jurnal Ilmiah: Universitas Gajah Mada. 2005
45