TEMPERATUR DAN REPRODUKSI OLEH WAYAN KANTUN Suhu berpengaruh terhadap berbagai fungsi sistem reproduksi pada ikan teleostei, termasuk laju sekresi dan pembersihan GnRH, pengikatan GtH oleh gonad, siklus harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid, serta stimulasi GtH (Stacey, 1984). Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat menjadi trigger tingkah laku pemijahan ikan.
Suhu juga berpengaruh langsung dalam
menstimulasi endokrin yang mendorong terjadinya ovulasi. Suhu juga berperan penting dalam reproduksi ikan Smallmouth Bass, dimana suhu mempengaruhi waktu pemijahan, pematangan gonad dan keberhasilan pemijahan. Pada ikan ini fluktuasi suhu mempengaruhi tempat pembuatan sarang, jumlah telur yang menetas dan tingkah laku menjaga anaknya (Cookea et al., 2003). Suhu yang tidak stabil mendorong induk ikan Smallmouth Bass melakukan penjagaan terhadap anak-anaknya yang baru menetas (Carlisle,1982 dalam Cookea et al., 2003). Pada ikan Medaka (Oryzias latipes) lama waktu sintesis DNA tahap dini dalam leptotene spermatocyte sampai spermatid tahap awal pada suhu 25°C adalah 5 hari, sedangkan pada suhu 15°C memerlukan waktu 12 hari. Lama perkembangan spermatid awal sampai spermatozoa adalah 7 hari (pada suhu 25°C) dan 8 hari (pada suhu 15°C).
Pada ikan Guppy lama waktu
perkembangan leptotene tahap awal menjadi spermatozoa adalah 125 hari pada suhu 25°C, sedangkan Poecillia shenops lama waktu perkembangan leptotene tahap awal menjadi spermatozoa pada suhu yang sama adalah 125 hari (Nagahama, 1987 dalam Tang dan Affandi, 2001). Suhu lingkungan yang tinggi cukup menjadi trigger dalam pematangan seksual ikan Brachyhypopomus pinnicaudatus yang hidup di daerah subtropik (Quintana et al., 2004).
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
Page 1
Menurut Yamamoto (1966 dalam Stacey,
1984), proses vitellogeneis
pada ikan Goldfish yang dipelihara pada suhu kurang dari 14°C, tidak terjadi ovulasi. Ovulasi berlangsung dalam waktu sehari setelah suhu ditingkatkan menjadi 20°C.
Peningkatan suhu air juga dapat mempercepat vitellogenesis
ikan Tinca tinca yang dipelihara pada kolam terbuka. Suhu media berpengaruh terhadap aktifitas enzim pencernaan. Pada proses pencernaan yang tak sempurna akan dihasilkan banyak feses, sehingga banyak energi yang terbuang. Tetapi jika aktifitas enzim pencernaan meningkat maka laju pencernaan juga akan semakin meningkat, sehingga tingkat pengosongan lambung tinggi. Tingkat pengosongan lambung yang tinggi menyebabkan ikan cepat lapar dan nafsu makannya meningkat. Jika konsumsi pakan tinggi, nutien yang masuk kedalam tubuh ikan juga tinggi, dengan demikian ikan memiliki energi yang cukup untuk pertumbuhan. Suhu media juga berpengaruh terhadap aktifitas enzim yang terlibat proses katabolisme dan anabolisme.
Enzim metabolisme berpengaruh
terhadap proses katabolisme (menghasilkan energi) dan anabolisme (sintesa nutrien menjadi senyawa baru yang dibutuhkan tubuh). Jika aktifitas enzim metabolisme meningkat maka laju proses metabolisme akan semakin cepat dan kadar metabolit dalam darah semakin tinggi. Tingginya kadar metabolit dalam darah menyebabkan ikan cepat lapar dan memiliki nafsu makan tinggi, sehingga tingkat konsumsi pakan meningkat. Konsumsi pakan yang tinggi akan meningkatkan jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh. Energi ini akan digunakan untuk proses-proses pemeliharaan dan reproduksi. Menurut Lucas (2002) suhu media yang optimum akan mendorong enzim-enzim
pencernaan
dan
metabolisme
untuk
bekerja
secara
efektif. Konsumsi pakan yang tinggi yang disertai dengan proses pencernaan dan metabolisme yang efektif, akan menghasilkan energi yang optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga dibawah batas yang mematikan. Berdasarkan hukum van’t Hoff, kenaikan suhu sebesar 10°C akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme
meningkat
2-3
kali
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
lipat
dibandingkan
pada
kondisi
Page 2
normal. Kebutuhan protein pada ikan untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimum sangat dipengaruhi oleh suhu. Contoh pada suhu 20oC pada ikan Channel Catfish (Ictalurus punctatus) memperlihatkan pertumbuhan optimum dengan kadar protein 35 %, sedangkan pada suhu 25oC membutuhkan protein 40% (Gambar 2).
Gambar 1. Profile Thermofisiologi dari Spesies Gambar 1 menunjukkan spesies yang eurythermic dengan kisaran suhu yang cukup luas (32°C) dimana spesies masih mematikan, -2°C dan 30°C). Pada berdasarkan
dapat hidup pada (suhu
ordinat, intensitas metabolisme diukur
pernapasan standar (Rs). Sedangkan pada absis, temperatur
dinyatakan di dalam derajat Celsius. Fisiologis dari berbagai tempat dibedakan berdasarkan kurva thermophysiological: CD dan DE, aktivitas (gerakan-gerakan yang mungkin yang dikoordinir); BC dan EF, kelambanan (gerakan-gerakan yang tidak teratur ); A dan G, kematian (tidak ada konsumsi oksigen). Pada bagian absis, range suhu yang berhubungan dengan tempat
yang dapat
digambarkan: a dan a', langkah-langkah dari psychro-coma dan termo; coma; b dan b', psychro-kelambanan dan termo; kelambanan; c dan c', periode-periode infra dan supra- aktivitas optimal, selain dari suhu optimal (dalam hal ini, 21°C) (Lucas, 1991).
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
Page 3
Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian serta pengelompokkan ikan. Suhu akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas gerakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus saraf (contoh kasus pada ablasi mata pada udang untuk mempercepat proses pemijahan). Akibat adanya rangsangan dari luar, susunan syaraf pusat memerintahkan x - organ, untuk menghasilkan Gonad lnhibiting Hormon (GIH ). GIH disimpan di dalam sinus Gland yang berfungsi menghambat perkembangan Androgenic Gland pada individu jantan dan ovary pada individu betina.
GIH menghambat kegiatan Y-organ pada
bagian kepala. Y-organ penghasil Gonad Stimulating Hormone (GSH) berfungsi merangsang pembentukan sperma dan telur. Agar perkembangan telur pada induk betina lebih baik maka perkembangan GIH diputus (Setiawan, 2004) (Gambar 2).
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
Page 4
RANGSANGAN LUAR
SUSUNAN SARAF PUSAT
ORGAN X
KELENJAR SINUS JANTAN
GONAD INHIBITING HORMON (GIH) ANDRIGENIC GLAND
ANDRIGENIC GLAND PERKEMBANGAN SPERMA
GONAD STIMULATING HORMON (GSH)
TINGKAH LAKU BIRAHI
TINGKAH LAKU BIRAHI
Gambar 3. Sistem Hormon pada Udang
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
Page 5
Suhu air mempengaruhi fekunditas secara tidak langsung. Begitu juga kedalaman air dan oksigen terlarut tidak langsung merupakan faktor penghambat
terhadap
fekunditas.
Dalam
kondisi
lingkungan
yang
menguntungkan telur dikeluarkan lebih banyak daripada kondisi yang kurang baik. Dampak kenaikan suhu adalah terganggunya perkembangbiakan makhluk hidup karena spesies cenderung melahirkan banyak pejantan daripada betina.
Pada kebanyakan hewan melata (reptil), jenis kelamin ditentukan
seberapa suhu pengeraman telur setelah dibuahi hingga menetas. Jika suhunya di atas suhu rata-rata, biasa disebut pivotal temperature, hampir pasti akan tumbuh menjadi pejantan. Hal tersebut akan menimbulkan masalah jika tingkat kenaikan suhu melaju lebih cepat daripada kemampuan dalam melakukan adaptasi. Jumlah betina akan jauh lebih kecil daripada pejantan. Bahan Bacaan Cookea S. J., J. F. Schreerb, D.. P. Philippa dan P. J. Weatherheadc. 2003. Nesting activity,parental care behavior,and reproductive success of smallmouth bass, Micropterus dolomieu,in an unstable thermal environment. Journal of Thermal Biology (28), 445–456. Guillette, L. J. 2003.&nbssp; Aquatic species in ecosystems at risk: Assessing normal and abnormal endocrine Responses. CREDO Cluster Workshop on Ecological Relevance of Chemically-Induced Endocrine Disruption in Wildlife. Haddy, J.A. daan N.W. Pankhurst. 2000b. The efficacy of exogenous hormones in stimulating changes in plasma steroids and ovulation in wild black bream canthopagrus butcheri is improved by treatment at capture. Aquaculture (191), 351–366. Jourdan , S., P. Fontaine, T. Boujard, E. Vandeloise, J.N. Gardeur, M. Anthouard dan P. Kestemont. 2000. Influence of daylength on growth, heterogeneity, gonad development, sexual steroid and thyroid levels, and N and P budgets in Perca fluviatilis. Aquaculture (186), 253–265. Lucas, A., 1991. Le contrôlé écophysiologique dans les écloseries de Mollusques. Vie Marine, (sous presse).
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
Page 6
Microsoft Encarta. 2009. Effect of Temperature Quintana, L, L. Silva, N. Beroiss dan O. Macadar. 2004. Temperature induces gonadal maturation and affects electrophysiological sexual maturity indicators in Brachyhypopomus pinnicaudatus from a temperate climate. Journal of Experimental Biology (207), 1843-1853. Setiawan, A. Nasional
2004.
Pemijahan Induk Udang.
Departemen Pendidikan
Stacey, N. E. 1984. Control of Timing of Ovulation by Exogenous and Endogenous Factors in Fish Reproduction. Potts, G. W. and Wootton, R. J. (Eds), Academic Press, London. Tang, U. M. daan R. Affandi. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan, Universitas Riau, Riau.
©2012 Wayan Kantun – STITEK Balik Diwa
Page 7