Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
Kalyanamedia
titian menuju Pemberdayaan Perempuan
Perempuan dan Kesehatan Reproduksi ISSN 1829-541X | Rp. 4.000,-
REDAKSIONAL Penanggung Jawab Rena Herdiyani Pemimpin Redaksi Hegel Terome Redaktur Pelaksana Sinta Nuzuliana Redaksi Fransisca Ditta Iha Sholihah Listyowati Nani Ekawaty Rakhmayuni Sri Mukartini Tezhart Elvandiar Tata Letak Adrian M.Zen Distribusi Fransisca Ditta Kalyanamedia merupakan media yang memuat pandangan-pandangan yang membangun kesadaran kritis kaum perempuan di seluruh Indonesia sehingga memberdayakan dan menguatkan mereka. Kekuatan bersama kaum perempuan yang terbangunkan itu merupakan sendi-sendi penting terdorongnya gerakan perempuan dan sosial umumnya untuk menuju masyarakat yang demokratis, setara, tidak diskriminatif dan tidak subordinatif.
SAPAAN Reproduksi Perempuan, Fungsi dan Hak yang Tak Berimbang Fungsi reproduksi dikonstruksi oleh masyarakat sebagai tanggung jawab perempuan, dengan jenis kelaminnya yang terberi itu. Namun demikian, hak reproduksi perempuan masih belum terpenuhi dengan baik. Bahkan, perempuan sering tidak memiliki hak atas alat reproduksinya. Perempuan tidak memiliki otoritas kapan dan bagaimana ia akan mempergunakan alat reproduksinya. Kesehatan reproduksi yang khas bagi perempuan pun begitu terabaikan. Fokus Utama edisi kali ini menyoroti tentang terabaikannya hak reproduksi perempuan sebagai suatu ironi pelaksanaan pembangunan Indonesia selama ini. Di Indonesia, persoalan hak-hak reproduksi perempuan belum menjadi pokok perhatian yang serius. Rubrik Opini berusaha memaparkan tentang kondisi kesehatan reproduksi perempuan Indonesia, dikaitkan dengan amandemen UU Kesehatan serta beberapa informasi tentang akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan miskin. Perkembangan program sosialisasi pasal-pasal CEDAW yang dilaksanakan oleh Kalyanamitra masih diberitakan dalam rubrik Warta CEDAW. Sorotan tentang beberapa kebijakan nasional dikaitkan dengan CEDAW serta pentingnya ratifikasi atas Optional Protocol CEDAW yang dibahas dalam rubrik Advokasi dan Kronik CEDAW. Masih banyak informasi kritis yang disajikan dalam rubrik-rubrik Kalyanamedia dalam edisi kali ini. Dengan harapan, perempuan Indonesia makin sadar atas hak reproduksinya. Kalyanamedia ingin terus hadir menjadi titian bagi perempuan Indonesia untuk menyuarakan hak-haknya. Bersuara, kritis dan berdaya! Jakarta, 21 April 2006
Kalyanamedia diterbitkan oleh:
kalyanamitra
Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan
Jl.Kaca Jendela II No.9 Rawajati-Kalibata Jakarta Selatan 12750 Telp : 021-7902109 Fax : 021-7902112 Email :
[email protected] Situsweb : www.kalyanamitra.or.id Untuk berlangganan Kalyanamedia secara rutin, kirimkan nama dan alamat lengkap ke redaksi. Redaksi menerima sumbangan pengganti biaya cetak dan pengiriman di rekening Bank Bukopin Cabang Kalibata No. Rekening 0103-034652 a/n. Rena Herdiyani.
Sinta Nuzuliana Redaktur Pelaksana Redaksi menerima kritik, saran dan sumbangan berupa surat pembaca, artikel dan foto jurnalistik. Naskah, artikel dan foto jurnalistik yang diterima redaksi adalah yang tidak anti demokrasi, anti kerakyatan, diskriminatif dan bias gender. Naskah tulis diketik pada kertas A4, spasi satu, huruf Times New Roman 12, maksimal 3 halaman dalam bentuk file atau print-out. Untuk pemasangan iklan di buletin, hubungi Redaksi Kalyanamedia. Telp : 021-7902109 Fax : 021-7902112 Email :
[email protected] Situsweb : media.kalyanamitra.or.id Edisi ini diterbitkan sebagai hasil kerjasama:
kalyanamitra
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
K
I
o
S
THE FINNISH NGO FOUNDATION FOR HUMAN RIGHTS
Kalyanamedia | Edisi II No. 2 | April - Juni 2005
DAFTAR ISI SURAT PEMBACA FOKUS UTAMA
Hak-hak Reproduksi Perempuan yang Terabaikan: Ironi Pembangunan Indonesia 5
OPINI 9
Kespro Perempuan dan Kebijakan di Indonesia Dikaitkan dengan Amandemen UU Kesehatan
WACANA
11 Persoalan
Patriarkhi
5
SOSOK
14 Motivator
Ulung: Berkata dengan Tindakan!
ADVOKASI
16 Pentingnya Meratifikasi Optional Protokol CEDAW 18 Kalyanamitra Mengadvokasi Rancangan Undang-Undang
Anti-Pronografi dan Pornoaksi
KESEHATAN PEREMPUAN 19 Kanker 22 Tips Sehat
22
PUISI KITA
25 “Bayi Perempuan 25 “Suara Hati Anak
KISAH
26 Kanker
yang Tak Pernah Diinginkan” Pantai”
Menghukumku Seumur Hidup
WARTA PEREMPUAN
Persamaan Hak bagi Buruh Perempuan Akses Perempuan Dalam Hukum Perempuan Menjadi Komoditas Hukum: Sorotan Terhadap RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi 32 Perempuan Sebagai Kepala Keluarga 28 30 31
KRONIK
34
CEDAW dan Peraturan Nasional Indonesia
PUSTAKARIA 36
Jurus Membaca Super!
BEDAH BUKU
Kesehatan Reproduksia yang Terabaikan Homoseksual: Siapa Takut! 38 39
BEDAH FILM 41
43
Isaiah Anakku!
CATATAN LEPAS
Menutupi Hasrat, Menghukum Perempuan: Gejala Kemunafikan Seksual Laki-laki
43
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
18
SURAT PEMBACA
Data-data tentang buruh perempuan dan kekerasan?
A
pa kabar Kalyanamitra? Lama tidak mendengar kabarnya. Sepulang dari Belanda untuk sebuah penelitian, saya diminta untuk menyempurnakan hasil penelitian saya tentang buruh dan perempuan. Dan saya teringat akan Kalyanamitra sebagai salah satu LSM yang cukup lama berkiprah dalam isu perempuan. Yang mau saya tanyakan, apakah saya bisa mendapatkan data-data tentang buruh perempuan dan kekerasan? Bagaimana saya bisa mendapatkannya? Apakah visi dan misi Kalyanamitra masih tetap sama seperti dulu? Terima kasih!. Susan – Tebet Jawab: Senang mendengar kabar dari Saudara, kami masih bergerak. Saudara bisa mendapatkan data tersebut di perpustakaan kami. Kami akan bahagia sekali jika Saudara mau berbaik hati mengunjungi kami. Visi kami tetap sama, “Terbebasnya Kaum Perempuan dari Kekerasan Struktural.” Mari kita raih! ejak saya bekerja sama dengan Kalyanamitra dalam diskusi kampus, sebagai mahasiswa, saya menjadi cukup tertarik dengan isu perempuan dan HAM. Isu tersebut ternyata cukup unik dan
S
Mendapatkan bulletin Kalyanamedia dalam jumlah banyak
Datang-lah! Mengenai Kalyanamedia, agaknya Saudara mesti ikut berbagi dengan teman-teman di seluruh Indonesia. Kami akan tetap berusaha. Terima kasih!
H
allo! Aku seorang mahasiswa di Depok. Aku membaca Kalyanamedia ketika Kalyanamitra ikut dalam pameran di kampus kami. Ternyata
“Pelecehan perempuan di dunia kerja”? sangat menggugah. Nah, aku cuma mau usul,
bisakah Kalyanamedia mengangkat topik “pelecehan perempuan di dunia kerja”? Atau, topik tersebut sudah pernah dibahas sebelumnya? Thanks!
[email protected]
Jawab: Hmm, sebenarnya kami belum secara khusus membahas topik tersebut. Selama ini kami memasukkannya dalam payung isu yang lebih besar. Usul yang bagus, akan kami pertimbangkan! “Renjana” itu “rasa hati yang kuat,” kan? Nama yang bagus.
S
udah lama saya tak mendengar kabar terakhir dari Kalyanamitra. Saya mencoba mencari data tentang isu perempuan di website Kalyanamitra, karena saya kesulitan mendapatkan buletin Kalyanamedia. Mengapa website-nya kok, isunya tak ada yang baru, ya? Bagaimana caranya mendapat
Isunya tak ada yang baru kiriman buletin Kalyanamedia? Anom (Badan Kehormatan DPR RI), Jakarta
asik untuk diikuti. Apalagi setelah saya membaca 2 edisi Kalyanamedia, saya merasa wawasan bertambah dan membuat saya tertantang untuk lebih mengikuti isu tersebut. Apakah di Kalyanamitra ada perpustakaan atau semacamnya untuk saya bisa mendapatkan informasi tentang isu perempuan? Dan apakah mungkin saya bisa mendapatkan bulletin Kalyanamedia dalam jumlah banyak sehingga bisa saya bagikan ke teman-teman? Maju terus dan sukses buat Kalyanamedia! Fatwa – FHUP Jawab: Hallo, Fatwa! Kita punya pusat dokumentasi dan informasi berupa perpustakaan yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bersama.
Jawab: Wah, kami bersyukur ternyata informasi kami sampai juga ke telinga para pelayan rakyat! Kami banyak mendapat banyak tanggapan serupa mengenai website kami. Memang saat ini kami sedang updating website dan menambah ruang. Kalyanamedia bisa Saudara dapatkan secara gratis. Namun, kalau mau mengganti ongkos kirim dan biaya cetak pun, tak apa. Bagaimana? Tolong sampaikan salam hangat kami untuk pelayan rakyat yang lain, ya?
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
FOKUS UTAMA Hak-hak Reproduksi Perempuan yang Terabaikan:
Ironi Pembangunan Indonesia “Kita ingin suatu dunia di mana ketidakadilan berdasarkan klas, gender dan ras tidak ada di tiap negeri dan di dalam hubungan antar negeri. Kita ingin suatu dunia di mana kebutuhan-kebutuhan dasar menjadi hak-hak dasar, dan di mana kemiskinan dan segala bentuk kekerasan dihapuskan. Tiap orang akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri atau potensinya atau kreativitas, dan nilai-nilai alami serta solidaritas akan memberi watak dalam hubungan antar manusia. Dunia di mana peran reproduksi perempuan dirumuskan kembali: laki-laki lebih bertanggungjawab terhadap perilaku seksualnya, kesuburan dan kehidupan kedua pasangan. Perawatan anak-anak menjadi tanggungjawab laki-laki, perempuan dan masyarakat keseluruhan.” (DAWN’s vision) Penduduk dan Pembangunan ertentangan antara persoalan seputar penduduk dan pembangunan bukan hal baru bagi kita. Pandangan Reverend Thomas Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk tidak pernah berubah secara mendasar sejak tahun 1789. Malthus memperlihatkan impak pertumbuhan penduduk terhadap ketersediaan pangan. Kemudian ide Malthus ini senantiasa mendominasi pemikiran di kalangan penentu kebijakan publik di banyak negara. Pada periode pasca Perang Dunia Kedua, ekonomi dunia mengalami kebangkrutannya, sehingga pengelolaan kependudukan menjadi perhatian utama kalangan penguasa.
P
Ilmuwan yang pro teori Malthus lalu membangun bukti-bukti ilmiah bahwa laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat akan memberi impak negatif terhadap kemampuan cadangan kekayaan negara, pembentukan modal dan investasi di sektor publik. Dengan ditemukannya metode kontrasepsi modern sejak 1960-an, maka dimulai upaya massif penjarangan, pembatasan dan penurunan jumlah penduduk di banyak negara (terutama negaranegara maju). Ketika Konferensi Kependudukan
Dunia berlangsung di Bukares tahun 1974, panduan kebijakan publik siap mempromosikan kombinasi pertumbuhan ekonomi dan keluarga berencana oleh kalangan pemerintah maupun non-pemerintah. Namun kalangan ilmuwan dan penentu kebijakan di negara-negara berkembang bangkit menentang kecenderungan neo-Malthus, dengan pandangan perlunya transformasi tatanan ekonomi dunia dan tanggungjawab terhadap kebutuhan dasar manusia. ‘Pembangunan merupakan kontrasepsi terbaik’ menjadi sikap dan posisi pandangan resmi negara-negara Selatan di dalam konferensi tersebut. Sepuluh tahun kemudian, kalangan ekonom neoliberal juga mempertanyakan kerangka kerja neoMalthus itu. Perdebatan masalah kependudukan pada 1990-an meyakinkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di negara-negara Selatan menjadi akar kehancuran lingkungan hidup dunia. Sekali lagi, ini mendorong pembuat kebijakan menekankan bahwa kesuburan perempuan menjadi penghambat pembangunan. Hadirnya kekuatan-kekuatan lama dan suara-suara baru dalam Konferensi Internasional Pembangunan
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
FOKUS UTAMA
dan Kependudukan tahun 1994 beresiko memundurkan gerakan yang ada. Pandangan feminis berhasil mengubah substansi yang diajukan dalam Rencana Aksi Kependudukan Dunia tahun 1994, selain terus melakukan penentangan-penentangan. Perlawanan keras datang dari komunitas konservatif yang mengemukakan hak asasi manusia sebagai dasar penentangannya. Akan tetapi, beberapa dekade kemudian alasan-alasan politik dan agama justru yang melawan perempuan untuk menentukan kebebasan dirinya dan hak reproduksinya. Gerakan feminis internasional mengenai hak-hak reproduksi perempuan secara terbuka melawan kekuatan-kekuatan agama yang konservatif. Kalangan feminis mengeritik kecenderungan untuk ‘menaturalisasi’ reproduksi, seksualitas dan keluarga. Kalangan feminis beranggapan bahwa keluarga bukan ‘enclave’ yang secara alami terpisah, melainkan femomena masyarakat yang beragam yang selalu bertransformasi. Mereka percaya bahwa gender dan keluarga adalah bentukan masyarakat, maka hal itu harus ditransformasi agar menjamin kesetaraan dan menyediakan landasan bagi penentuan reproduksi mandiri perempuan. Pembangunan yang didominasi kultur laki-laki pada gilirannya menjebak perempuan dalam gagasangagasan reproduksi, seksualitas dan keluarga, yang dikendalikan oleh negara. Eksploitasi Seksualitas Perempuan Dalam wacana seksualitas manusia, maka seksualitas perempuan menjadi hal penting untuk membicarakan masalah reproduksi. Kalangan feminis memandang bahwa seksualitas manusia dikonstruksi berdasarkan hubungan laki-laki dan perempuan, yang tidak setara, sehingga seluruh aspek kehidupan masyarakat juga mencerminkan ketidaksetaraan itu. Seksualitas bukan sekadar rangkaian naluri atau kebutuhan biologis (alat kelamin semata), melainkan bentuk interaksi sosial yang memberikan status dan peran sosial tertentu pada seseorang. Dengan kerangka pemikiran ini, maka hakhak perempuan untuk mengontrol tubuhnya sendiri menjadi sentral sifatnya. Pemikiran ini tentu saja mendapat tantangan yang keras di kalangan konservatif di masyarakat kita (Indonesia). Ada anggapan bahwa kita harus mendahulukan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi (individu), sehingga pribadi wajib menaatinya. Seksualitas perempuan harus ditempatkan pada kepentingan umum, sehingga ketika negara atau pemerintah menerapkan sistem keluarga berencana, maka kalangan perempuan wajib melakukannya. Meskipun, pada akhirnya, kalangan perempuan menjadi sasaran eksploitasi berbagai kepentingan negara atau pemerintah ini. Eksploitasi seksualitas perempuan tak hanya menguat di kalangan pemerintah, dengan program keluarga berencananya itu, tetapi juga di kalangan kelompok-kelompok fundamentalis agama. Mereka mengisolasi perempuan dari kehidupan publik. Mereka menggunakan tubuh perempuan sebagai ‘medan pertempuran’ untuk meraih kekuasaan politik negara. Kalangan feminis melihat secara sederhana bahwa reproduksi manusia melalui ‘tubuh’ perempuan. Karena itu, lembaga agama dan budaya serta kependudukan meletakkan dasar kegiatannya melalui sistem gender yang ada. Dalam masyarakat manusia, kehidupan sehari-hari perempuan penting untuk memberi makan, pakaian dan kebutuhan keluarganya, yang menjamin keberlanjutan komunitasnya. Kenyataan ini merupakan jabaran dari pembagian kerja berbasis gender yang beranggapan bahwa tanggungjawab reproduksi membentuk perluasan biologis perempuan, sehingga perempuan kehilangan otonominya untuk menentukan secara mandiri keputusan atas tubuhnya dan seksualitasnya.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
FOKUS UTAMA
Kebijakan Pengelolaan Kesuburan Dalam budaya masyarakat pertanian dan masyarakat nomaden terdapat tatacara pengaturan untuk meningkatkan dan menurunkan kesuburan, sebagai strategi keseimbangan ukuran komunitas mereka yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya di sekitarnya. Bukti-bukti sejarah menjelaskan bahwa norma-norma pra modern dan aturan-aturan itu dirancang untuk mengintervensi persoalan reproduksi. Dan kini, program kependudukan pemerintah bukanlah hal baru. Yang baru hanyalah jangkauan intervensi program semakin luas. Sejak abad 18, ketika kekuatan ekonomi ditata ulang oleh kapitalisme industrial, maka hubungan negara-masyarakat ditransformasi dan isu-isu privat menjadi sasaran kepentingan publik pula. Contoh modern pertama intervensi negara secara langsung yaitu menjadikan kesuburan perempuan sebagai kebijakan pengelolaan publik. Kebijakan keluarga berencana sebagai sarana pengendali penduduk menjadi bukti bagaimana ruang privat perempuan dijadikan sasaran kebijakan. Tidak dilihat, bahwa perempuan memiliki hak untuk menentukan keputusan atas tubuhnya atau kesuburannya. Kalangan feminis menganggap bahwa pratik pengendalian kesuburan perempuan untuk kepentingan kependudukan oleh negara adalah bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia.
Di Indonesia, persoalan hak-hak reproduksi perempuan belum menjadi pokok perhatian yang serius. Terdapat sejumlah hak reproduksi yang sudah menjadi kesepakatan secara internasional, yang jarang dipahami masyarakat, yakni: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hak integritas fisik Hak atas pemilihan jodoh Hak dalam melakukan hubungan seks Hak menentukan kelahiran Hak atas pelayanan aborsi yang aman Hak atas kehamilan dan melahirkan yang aman 7. Hak atas pelayanan kesehatan reproduksi yang memadai
Praktik-praktik pelanggaran terhadap integritas fisik dan pengasingan perempuan dari kapasitas seksual dan reproduktifnya, juga terdapat pada persoalan yang berhubungan dengan hak-hak perempuan untuk memilih jodohnya, dan hak melakukan hubungan seks yang bebas dari stigma apapun. Begitupun hak perempuan untuk hamil dan melahirkan dalam keadaan sehat, aman, dan layak, justru harus difasilitasi oleh negara. Dalam konteks makro, kebijakan dan implementasinya, jelas berdampak terhadap kondisi reproduktif perempuan. Di tingkat mikro, masalah itu tak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan sekitarnya. Masalahnya, keterkaitan tersebut jarang disadari masyarakat, bahkan oleh kalangan perempuan itu sendiri. Akibatnya, perempuan harus bertanggungjawab terhadap persoalan reproduktifnya. Dan, pembangunan sendiri telah melahirkan berbagai pertentangan bagi perempuan di Indonesia terpaut dengan hak-hak reproduktifnya. (HG)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
OPINI
Kespro Perempuan dan Kebijakan di Indonesia Oleh: Dr.Hj. Mariani Akib Baramuli, MM *) Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai sebuah kondisi yang mencakup sejahtera fisik, mental dan sosial. Dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi termasuk fungsi dan prosesnya. K e b i j a ka n K e s p r o d a n A m a n d e m e n U U Kesehatan
e. UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 76: pengaturan waktu kerja bagi usia 18 tahun, hamil, dan keamanan kerja Pasal 81 : hak cuti haid Pasal 82: cuti hamil dan melahirkan Pasal 83 : hak menyusui f. UU No 23/1992 tentang Kesehatan Pasal 14: Kesehatan isteri waktu hamil sampai pasca persalinan Pasal 15: Upaya menyelematkan ibu dan janin dalam keadaan darurat Pasal 16: Bayi tabung sebagai upaya terakhir kehamilan asal sperma dan sel telur dari pasangan yang sah
1. Kebijakan Yang Berpihak Hak Perempuan a. UUD 1945 Amandemen 2002 Intinya Netral Tersirat: Pasal 28H ayat 1 tentang Hak kesehatan yang notabene Kespro juga b. UU No 23/2004 tentang PKDRT pasal-pasal tentang kekerasan seksual secara fisik yang terjadi dalam rumah 2. Kebijakan dalam Amandemen UU Kesehatan tangga Alasan Kespro merupakan salah satu alasan Apakah khitan perempuan dalam rumah amandemen UU Kesehatan tangga dianggap kekerasan seksual? (UU ICPD Kairo setelah lahir UU Kesehatan tidak memuat ini) Oleh karena itu, kespro dalam UU Kesehatan Namun kekerasan lebih diartikan secara 23/1992 sangat terbatas pada KB, Kesehatan fisik, bagaimana RT dan negara tidak ibu dan anak, bayi tabung memberi pelayanan yang adekuat kepada Kespro menjadi bab tersendiri pada amandemen ibu hamil dan bersalin sehingga banyak UU Kesehatan yang mati, tidak dikatakan kekerasan juga? (lebih banyak perempuan mati akibat Rencana Pengaturan Kespro Perempuan dalam ini disbanding akibat kekerasan lain bagi Amandemen UU Kesehatan Masalah Kesehatan kespro pada masa: perempuan) hamil c. UU No 39/1999 tentang HAM melahirkan Pasal 20: perdagangan perempuan pertumbuhan Pasal 38: kesetaraan pekerjaan dan upah dewasa Pasal 41: perlakuan khusus yg hamil setelah kesuburan Pasal 45: keterwakilan politik Pasal 46: warga negara tidak otomatis Hak reproduksi perempuan: Sehat suami Aman Pasal 47: kesetaraan pendidikan dan Tidak ada paksaan pengajaran Menentukan saat hamil Pasal 48: hak jabatan dan pekerjaan dan Informasi khusus perlindungan reproduksi Edukasi Pasal 49: berhak hukum atas diri sendiri Konseling Pasal 50: hak yang sama terhadap anak, Aborsi sesuai indikasi medis dan akibat harta, baik dalam perkawinan maupun perkosaan cerai d. UU No 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Usulan Pasal ABORSI Penghapusan Diskriminasi Perempuan Pasal 1 hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara umum isinya mirip seperti UU no 39/1999 Kalyanamedia Edisi 3 No. 2 Maret - April 2006
|
|
OPINI Pada dasarnya pengguguran kandungan dilarang, kecuali: Ada indikasi kedaruratan Kehamilan akibat perkosaan atau incest Janin menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki (irreversible) yang dideteksi sejak usia dini kehamilan. Pasal 2 Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah jika kehamilan itu dapat mengancam kesehatan jiwa si ibu apabila dilanjutkan. Keputusan tentang adanya keadaan darurat tersebut ditetapkan oleh sekurang-kurangnya dua orang dokter yang teregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia dan memiliki surat ijin praktik dan atau dokter yang merawat beserta seorang psikolog dan tokoh agama. Untuk kehamilan akibat perkosaan atau insest harus disertai bukti bahwa peristiwa tersebut telah dilaporkan kepada kepolisian. Untuk adanya penyakit genetik berat atau cacat bawaan seperti dimaksud dalam Pasal 1 ayat 3 perlu dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dokter spesialis yang berkaitan. Pasal 3 Pengguguran kandungan hanya boleh dilakukan sebelum kehamilan berusia delapan minggu dihitung dari tanggal haid terakhir dan hasil pemeriksaan dari tekonologi yang dapat menentukan usia kehamilan Pengguguran kandungan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang memiliki surat ijin praktik dan telah memperoleh pelatihan khusus untuk melakukan hal itu. Pengguguran kandungan harus dilakukan di sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah dan mempunyai sarana penunjang jika terjadi komplikasi serta di bawah pengawasan rumah sakit rujukan pemerintah yang mempunyai tenaga spesialis kandungan Pelayanan pengguguran kandungan harus didahului dengan konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan. Konseling pra tindakan dilakukan untuk mengetahui motivasi keinginan perempuan yang bersangkutan. Jika motivasinya karena faktor sosia l, keputusannya diserahkan kepada majelis/dewan keagamaan masing-masing setempat Konseling dilakukan secara bersama-sama
psikolog dan tokoh agama. Konseling pasca tindakan dilakukan untuk mengurangi dampak psikologis yang buruk yang mungkin terjadi dan penggunaan kontrasepsi yang efektif. Tindakan baru dilakukan setelah perempuan yang bersangkutan telah secara sadar dan memahami informasi yang diberikan dengan cara menanda tangani ”informed consent” sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 4 Dokter yang melakukan pengguguran kandungan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini wajib membuat rekam medik yang lengkap serta membuat laporan mengenai kegiatannya tersebut secara tertulis kepada dinas kesehatan dan ikatan profesi Kepala Dinas kesehatan dan ikatan profesi setempat berkewajiban melakukan pengawasan terhadap praktik tersebut. Biaya untuk tindakan pengguguran kandungan tersebut sebesar maksimal dua kali dari UMK yang berlaku. Pasal 5 Praktik pengguguran kandungan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang– undang, dilarang dan pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana serta denda sebesar lima ratus juta rupiah.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
————— *) Ketua Pokja Kesehatan Komisi IX DPR RI
OPINI
Akses untuk Mendapatkan Informasi dan Pelayanan Reproduksi bagi Perempuan Miskin Oleh: Mutia Prayanti Errufana (PKT RSCM) Akses untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi Rumah Sakit Umum PUSKESMAS Klinik 24 jam Rumah bersalin Rumah bidan POSYANDU Akses untuk mendapatkan informasi kesehatan reproduksi Kegiatan PKK Pengajian Arisan Sekolah Secara mental, emosional dan biologis mampu bereproduksi dengan baik, mencakup: Kemampuan bereproduksi Berhasil mempunyai anak yang sehat Secara aman menjalankan proses reproduksi (melakukan hubungan seksual, hamil, melahirkan, menentukan jumlah anak dan menggunakan alat kontrasepsi) Paket pelayanan Kesehatan Reproduksi Pemerintah RI Paket A (paket kespro esensial) - KIA - KB - Deteksi dan pengobatan ISR/IMS/HIV/AIDS & kemandulan - Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja Paket B - Paket A + - Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi usia lanjut - Kekerasan terhadap perempuan Bidang kesehatan ibu dan anak (KIA) Kontrol hamil Persalinan ditolong tenaga kesehatan Pe n a n g a n a n k o m p l i k a s i k e h a m i l a n d a n persalinan Penanganan bayi dgn BBLR Praktek aborsi tidak aman, angka kematian
11,1% Keluarga berencana Alat kontrasepsi: Sistem kalender Kondom Pil Suntik Spiral Steril Efek samping dan kegagalannya Infeksi Saluran Reproduksi, Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS Angka penularan masih tinggi. Tingginya angka kesakitan pada kelompok tertentu. PMS (penyakit menular seksual ) Faktor Resiko Hygiene kurang Penggunaan obat tertentu (antibiotik, hormonal) jangka panjang Aktivitas seksual “tidak sehat”, Penyakit kronis, berbaring lama Diabetes melitus (kencing manis) Keadaan umum menurun Kesehatan Reproduksi Remaja Persiapan menghadapi haid pertama Pengetahuan tentang reproduksi & seksualitas. Tingginya angka pernikahan dini. Tingginya kehamilan remaja. Usia aktif seksual pertama cenderung bergeser ke usia yg lbh muda. Kesehatan reproduksi Usia Lanjut Keluhan menopause : Rasa tidak percaya diri Rasa panas Kulit kering Vagina kering Osteoporosis Hormon pengganti
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WACANA
Persoalan Patriarkhi Patriarkhi merupakan konsep kunci yang kerap dipergunakan akhir-akhir ini. Konsep ini terbungkus di dalam mekanisme, ideologi dan struktur sosial yang memampukan kaum lelaki, melalui keseluruhan sejarah manusia, meraih dan menangani dominasi mereka atas kaum perempuan. Ini menjadi suatu istilah yang dipergunakan secara luas guna menyajikan persoalan tersebut.
P
ATRIARKHI tak hanya menjadi konsep utama di dalam pemikiran feminisme, tetapi juga suatu istilah yang banyak mengundang perdebatan di kalangan mereka serta dipergunakan dengan beragam cara oleh beragam feminis. Berbagai versi konsep patriarkhi yang berbeda dipakai untuk menyajikan beragam perkiraan mengenai hakikat dan sebab-sebab dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan. Patriarkhi, dalam arti kekuasaan bapak atas kelompok keluarganya, telah dikembangkan dalam teori sosial sebelum pemakaian istilah ini oleh kalangan feminis dan juga oleh kalangan antropolog. Namun pada awal 1970-an penggunaan istilah ini ditransformasi menjadi istilah yang lebih bermakna politis dalam gelombang baru wacana feminis. Sejak konsep patriarkhi dikembangkan sebagai sarana baik untuk mengidentifikasi dan melawan kekuasaan kaum lelaki atas kaum perempuan, teori-teori patriarkhi, secara implisit atau eksplisit, adalah teori yang menjelaskan penciptaan dan penanganan dominasi sosial, ekonomi, ideologi, seksual, dan politik kaum lelaki. Istilah patriarkhi dipergunakan oleh kalangan feminis radikal karena teori-teori sosial yang ada belum memiliki konsep umum untuk menjelaskan masalah dominasi kaum lelaki. Teori-teori sosial yang berkembang dari sudut pandang barat ini digali pada abad ke-18 dan ke-19 yang menempatkan keunggulan laki-laki. Ketiadaan konsep untuk memahami dominasi laki-laki berasal
dari kesenjangan pertanyaan mengenai dominasi tersebut. Posisi dominan laki-laki di masyarakat secara awam dianggap normal dan bentuk peristiwa yang diinginkan. Hubungan tak adil antara laki-laki dan perempuan dilihat tak memerlukan penjelasan. Seketika kalangan feminis bertanya, mengapa hubungan laki-laki dan perempuan menjadi demikian. Dan bagaimana hal itu bisa diubah? Oleh karenanya, mereka menciptakan konsep baru untuk menjawab persoalan tersebut. Bagaimanapun patriarkhi dirumuskan, konsep ini dipergunakan untuk menentukan bagaimana kaum lelaki umumnya mengelola dominasi atas kaum perempuan, juga secara umum. Konsep ini mengacu pada gagasan dan praktik mulai dari persoalan seksual yang paling intim sampai ke soal ekonomi dan faktor ideologis. Hal ini juga menjelaskan tak hanya soal kekuasaan laki-laki umumnya atas perempuan secara umum, namun juga menyangkut karakter hirarkhi kekuasaan laki-laki, dan legitimasi ideologis kekuasaan ini secara alamiah, normal, benar dan adil. Konsep ini memampukan kalangan feminis ‘melihat’ penindasan secara umum atas perempuan dalam hubungan laki-laki dan perempuan. Feminis radikal memperkenalkan pandangan bahwa patriarkhi adalah karakter universal masyarakat manusia. Feminis Marxis memahami moda produksi dan patriarkhi dalam kaitan pengertian dominasi lakilaki. Patriarkhi sebagai hal universal
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WACANA
Penggunaan patriarkhi secara berlebih-lebihan, barang tentu, secara politis amat efektif untuk melukiskan perhatian kaum perempuan terhadap perluasan dominasi kaum lelaki. Hal ini menekankan perhatian pada keberadaan hubungan antara laki-laki dan perempuan, tak hanya di dalam lingkup publik, tetapi juga di dalam wilayah privat keluarga, rumah tangga, dan hubungan seksual. Gagasan mengenai patriakhi memampukan perempuan melihat pengalaman personal mereka sebagai bagian dari politik seksual pada umumnya dengan mana mereka saling berbagi kepentingan-kepentingannya dengan perempuan lainnya. Hal ini membuat penindasan dan subordinasi perempuan oleh laki-laki terlihat, sah, dan merangsang suatu aksi politik. Persoalan pencegahan patriarkhi sebagai bangunan sosial yang universak karena sangat sulit menolak jebakan perangkap determinisme biologis. Contohnya, kalangan feminis berhadapan langsung dengan isu-isu praktis, seperti kekerasan lakilaki terhadap perempuan. Mereka menilai bahwa patriarkhi merupakan penyebabnya, tanpa mampu menjelaskan berbagai variasi kekerasan yang dihadirkan laki-laki. Patriarkhi tak hanya cap kekuasaan laki-laki atas perempuan, namun hal ini membutuhkan penjelasan mengapa laki-laki memiliki kekuasaan ini dan bagaimana mereka menanganinya. Kapan patriarkhi menjadi suatu
Konsepsi patriarkhi sebagai hal universal secara logis didasarkan atas pandangan bahwa perempuan juga kategori yang universal. Apakah demikian atau tidak, kaum perempuan secara eksplisit dipahami sebagai klas yang kepentingan bertabrakan dengan kepentingan laki-laki juga sebagai klas. Laki-laki dilihat memiliki dan mempertahankan kekuasaan atas kaum perempuan. Kritik atas determinisme biologis dilakukan pada taraf tertentu oleh mereka yang merumuskan patriarkhi sebagai pelembagaan kuasa laki-laki, daripada memandang patriarkhi sebagai bawaan makhluk laki-laki. Laki-laki menerima keuntungan dari patriarkhi sehingga mereka secara politis berlawanan dengan perempuan, namun posisi penguniversalan ini karena pengakuan bahwa politik hanya satu dimensi keberadaan, dengan demikian individu laki-laki dipandangan sebagai musuh personal. Namun demikian, ada feminis yang menolak pengertian universal patriarkhi sebagai rumusan
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
www.cooperativeindividualism.org
Anggapan bahwa dominasi laki-laki dapat dijelaskan dalam pengertian yang umum mengarahkan kalangan feminis pada pencarian satu sumber dorongan kuasa laki-laki atas perempuan. Pandangan mengenai patriarkhi yang a-historis ini menjadi ciri umum kalangan feminis radikal Amerika tahun 1970-an, namun terdapat berbagai versi dalam variasi dan kualifikasi pandangan ini baik di Amerika maupun di tempat lain. Pandangan patriarkhi semacam ini mengundang kritik yang luas, karena secara langsung berkaitan dengan persoalan penyederhanaan biologis dan konsepsi mengenai esensi dasar makhluk laki-laki dan makhluk perempuan. Oleh karena pendekatan ini sangat rawan kritikan, serangan terhadap versi pandangan semacam ini kerap dianggap sebagai kekuatan argumentasi feminis radikal pada umumnya.
karakter yang universal dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang kemudian, sejak itu, semua perempuan secara umum memiliki biologi seks mereka? Hal ini sulit menghindarkan anggapan bahwa patriarkhi harus berakar secara mendalam di dalam alam maskulin.
WACANA
Konsepsi feminis radikal mengenai universalitas patriarkhi berguna untuk melawan pengetahuan konvensional masyarakat yang patriarkhis, yang dibentuk oleh laki-laki untuk kepentingan laki-laki. Konsepsi ideologi patriarkhis sebagai ciri pemikiran barat, bagaimanapun, lebih bertahan lama daripada prakarsa untuk menggunakan konsep abstrak patriarkhi guna menjelaskan keseluruhan sejarah hubungan kaum perempuan dan kaum lelaki. Patriarkhi tergelincir kedalam wacana feminis sebagai kategori umum yang kehilangan penjelasannya, khususnya sebagai ‘masyarakat patriarkhi’. Pendekatan kalangan feminis radikal mengenai patriarkhi sebagai dominasi laki-laki, umumnya mendapat perlawanan kalangan feminis lainnya, khususnya yang berkait langsung dengan pemikiran marxis. Pengaruh penjelasan sejarah manusia yang marxis mempengaruhi feminis marxis untuk melihat patriarkhi sebagai produk sejarah, yang diciptakan oleh masyarakat di dalam perjuangan hidup mereka sehari-hari. Pendekatan ini berarti bahwa patriarkhi tidak otomatis sebagai ciri hubungan laki-laki dan perempuan, namun perlu diidentifikasi dan dijelaskan dalam berbagai situasi sejarah yang berbeda-beda.
dengan karakter patriarkhi, menumbuhkan sistem keluarga atau rumah tangga yang patriarkhis, negara yang patriakhis, dominasi pendidikan yang berideologi patriarkhis, dan sebagainya. Hartmann berpendapat, bahwa kapitalisme dan patriarkhi merupakan dua bentuk penindasan yang saling berbeda basis materialnya: basis material penindasan patriarkhi ialah kendali laki-laki atas kekuatan tenaga kerja perempuan. Dengan cara ini laki-laki memperoleh keuntungan dan memperluas basis ini melalui perkawinan, pengasuhan anak, tenaga kerja domestik, ketergantungan ekonomi pada laki-laki, dan pelembagaan sosial yang menciptakan kapitalisme sebagai kapitalisme patriarkhis. Namun pendapat lain mengemuka bahwa patriarkhi harus dilihat sebagai konsep sejarah, dalam arti yang umum, yakni ‘hubungan patriarkhi memperoleh bentuknya dari moda produksi yang dominan’. (HG)
Patriarkhi sebagal hal sejarah Tahun 1970-an, berbagai kalangan feminis berupaya melawan kapitalisme dan patriarkhi sebagai abstraksi yang digeneralisir dan akibatnya memerlukan penjelasan istilah yang umum. Ini terjadi dengan cara menempatkan patriarkhi sebagai variable yang mempengaruhi moda produksi dan penindasan atas perempuan oleh kapitalisme, menjadi kapitalisme patriarkhis. Akan tetapi upaya ini menghadapi persoalan umum untuk mengspesifikasi hubungan antara kapitalisme dan patriarkhi. Dalam pendekatan ini, kapitalisme dilihat sebagai keterpautan sejarah
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
www.unc.edu/~cshowden/mx1839.gif
sistem subordinasi perempuan oleh laki-laki di dalam masyarakat industrial yang kontemporer. Sistem subordinasi ini berakar pada moda produksi domestik, di mana perempuan tersubordinasi di banyak tempat pada masa lalu. Meskipun pandangan ini mengundang kritikan, namun berupaya menentang pandangan kalangan feminis radikal yang hanya memberikan penjelasan tunggal sebab-sebab penindasan perempuan. Juga memberi kritikan terhadap pandangan feminis Marxis, bahwa perempuan perlu membentuk klas kepentingan yang berlawanan dengan kepentingan laki-laki.
SOSOK
Motivator Ulung:
berkata dengan tindakan! “Apa itu keberanian?” matanya berkilat-kilat menyala, menyapu pandang ke seluruh ruang seminar. “Keberanian adalah kemauan kita untuk benar-benar menyadari bertindak meninggalkan daerah nyaman (comfort zone) kita. “Sebagai manusia, seperti halnya makhluk hidup lain,” dia melanjutkan, “kita secara naluri alami menikmati rasa nyaman. Apa itu rasa nyaman? Cacing nyaman dalam gelap, responnya menjauhi sinar. Kecoak juga. Kita? Bisa jadi rasa nyaman itu datang dari pekerjaan mapan, gaji besar. Bisa jadi dari pembenaran kita untuk tidak mau belajar berenang, karena takut tenggelam, misalnya. Daerah nyaman adalah hal-hal yang membuat kita berhenti mempertanyakan.” Aku terperangah! Kata-kata itu datang dari seorang perempuan yang secara fisik jauh dari sempurna. Kaki sebelah kanannya dimakan kanker—yang membuatnya harus merelakannya untuk diamputasi guna menyelamatkan hidupnya. Belum lagi... ah, aku ingin berteriak keras-keras pada mereka yang terus mengeluhkan keadaan diri sendiri: Kau belum ada apa-apanya dibanding Miss C! Tadi ia bercerita tentang ‘kemalangan’ yang menimpa dirinya, bertubi-tubi. Miss C selalu membuka seminar motivasinya dengan bercerita tentang dirinya. Hal itu ditujukan pada mereka yang merasa tidak beruntung dalam hidupnya. Dulu, sebagai seorang anak perempuan, dia anak yang periang—seperti anak-anak pada umumnya. Bermain lompat tali. Kejar-kejaran. Berenang. Dan olahraga favoritnya, berski es. Bersepeda, juga. Tumbuh besar sampai usia empatbelas tahun. Tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang aneh pada kaki kanannya. Ia hilang kendali atas kakinya. Orangtuanya membawanya ke dokter. Singkat cerita, dia terdiagnosa memiliki kanker ganas stadium lanjut yang bersarang di kaki sebelah kanannya. Dia kehilangan kaki kanannya. Amputasi menjadi satu-satunya pilihan medis yang mungkin, pada saat itu. Setelah berhasil mengumpulkan serpihan kepercayaan dirinya, seiring dengan kesembuhan fisiknya, dia tetap bermain dengan teman-temannya,
seperti biasanya. Meski ada juga yang mengejeknya, katanya. Dia tidak menghiraukannya bahkan sampai usianya menginjak remaja, delapan belas tahun. Dia tetap pergi berkencan. Pergi ke pesta dansa perpisahan sekolahnya. Usia delapan belas. Kanker yang dulu menghinggap di kakinya muncul kembali. Kali ini di payudaranya. Sebelah kanan. Ia mengatakan pada dirinya sendiri, “Cobaan macam apa ini?” Lalu Miss C, dengan semangat menenangkan dirinya, “Hei, lihat: kau masih memiliki payudara kirimu!” ketika bercermin terakhir kali sebelum operasi pengangkatan payudara kanannya. Operasi pengangkatan berlangsung sukses. Ketika proses pemulihan atas operasi tersebut berjalan, lagi-lagi dia terdiagnosa kanker. Kanker ganas itu sekarang menggerayangi payudara kirinya. Akhirnya seiring dengan proses pemulihan, mempertimbangkan kanker yang ganas tersebut, Miss C dioperasi. Kedua payudaranya hilang sudah. “Hidup terasa sulit untukku,” katanya mengenang. “Waktu itu aku ingin sekali memiliki anak yang... anak yang ‘ku susui sendiri. “Akhirnya, berbekal pengalamanku menghadapi ketakutan,” sorot matanya kembali, “aku mengatakan pada diriku sendiri: ‘Hei, kau masih dapat memiliki anak.’ “Aku terus hidup dengan kata-kata penyemangat itu. Aku masih dapat memiliki anak, mengandungnya. Berulang-ulang aku mengucapkannya. Mengandungnya, ya mengandungnya. Kembali aku memunguti serpihan hatiku yang berantakan. “Ketika hal itu berlangsung dan aku mulai pulih, cobaan lain datang. Lagi dan lagi, aku terdiagnosa kanker ganas, kali ini ia bersarang di rahimku! Ya Tuhan! Aku sempat tidak mempercayai Tuhan. Takdirnya. Aku menangis. Mengumpat. Mimpiku hancur.”
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
SOSOK Rahim Miss C diangkat. Dia harus membayarnya juga dengan mimpinya. Sesuatu yang membuatnya tetap hidup selama ini direnggut. Tamat? Tidak. Dia masih dapat bangkit. Lagi. Dia mulai kembali melakukan aktifitas olahraga. Miss C kembali berlatih bermain ski es. Kali ini ia bersiap untuk mengikuti olimpiade bagi orang dengan keahlian khusus. Karena dia memang suka berski es semenjak kecil, hal itu mudah saja. Bahkan hanya dengan satu kakinya. Prestasi yang diraihnya pun tak tanggung-tanggung: ia meraih emas pada nomor slalom. Dia pun tak puas hanya sampai di sana. Dia mulai mengajukan diri untuk mengikuti pertandingan ski bagi orang normal. Awalnya, komite menolak. Namun akhirnya
slalom dengan lawan orang-orang normal, dia berhasil mengalahkan mereka. Miss C meraih medali. Sebagai pembunuh kerinduan akan keinginannya untuk memiliki anak, dia menggantikannya dengan seekor anak anjing. Tapi nahas, setelah tiga bulan, anak anjing yang mulai beranjak besar itu pun tertimpa musibah. Ketika dia mengajaknya berjalanjalan, sebuah mobil menabraknya hingga tewas di sebuah perempatan satu blok dekat rumahnya. Malang.
menyetujui, m e l i h a t s e m a n g a t Miss C. Dia pun diikutsertakan dalam pertandingan dengan orang-orang normal. “‘Apa dia tidak jera juga? Dia terus-menerus memakan debu kita (maksudnya urutan Miss C terus berada di belakang orang-orang normal),’ begitu kata orang-orang itu. Aku hanya bisa menjadikan hardikan itu sebagai bahan bakar semangatku. Suatu saat aku akan menang. Lihat saja,” ujarnya ketika menceritakan pengalaman pertamanya bertanding dalam pertandingan dengan orang normal. “Mereka tidak sadar, masing-masing dari kita memiliki cacat. Aku secara fisik memang cacat. Aku tak punya sebelah kaki. Payudaraku tak ada, dua-duanya. Rahim juga. Tapi semangatku tidak cacat, semangatku normal. Orang boleh berpikir kalau dia baik-baik saja, tapi seringkali mereka tak menyadari kalau dirinya cacat—cacat secara mental. Itulah cacat sesungguhnya,” ujarnya membedakan. Benar saja. Pada pertandingan ski es nomor
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
Lantaran begitu keras ditempa cobaan yang datang bertubi-tubi, Miss C rajin membagi kisahnya pada siapa saja yang ditemui. Hasilnya, banyak orang yang mengundangnya sebagai pembicara di berbagai seminar. Bahkan, dia dikenal sebagai seorang motivator ulung. Seseorang dengan fisik yang berkekurangan namun dengan kekuatan mental yang luar biasa! Kekuatan mental yang berpengaruh bagi manusia mana saja. Miss C meninggal pada usia tigapuluh empat tahun. Dia meninggalkan banyak hal untuk kita pelajari: keberanian, salah satunya. (TE) (Seperti dituturkan JG dari seminar Miss C)
ADVOKASI
Pentingnya Ratifikasi Optional Protocol CEDAW
D
ua puluh satu tahun Indonesia telah meratifikasi konvensi CEDAW, namun belum meratifikasi optional protocol CEDAW. Advokasi untuk mendorong pemerintah agar segera meratifikasi optional protocol CEDAW perlu terus dilakukan, karena beberapa alasan: 1. OP-CEDAW adalah perangkat pertama hak-hak asasi manusia spesifik pada gender internasional pertama dengan prosedur komplain dan juga prosedur pertanyaan • Dengan meratifikasi OP-CEDAW, pemerintah akan memenuhi komitmen internasional yang dibuat dalam Konferensi Perempuan S e d u n i a Ke e m p a t , d a n m e n u n j u k k a n komitmennya dalam menegakkan hak-hak asasi perempuan • Kalimat terakhir OP-CEDAW diadopsi sebagai hasil dari kompromi politik. Pemerintah sudah mengungkapkan keberatan mereka ketika proses pembuatan dan harus diyakinkan bahwa kalimat terakhir ini merefleksikan kepedulian mereka. Perlu dicatat bahwa seluruh anggota PBB mengadopsi kalimat terakhir ini dengan konsensus 2. OP-CEDAW akan memperkuat mekanisme nasional untuk kemajuan perempuan dan penegakan hak asasi manusia • OP-CEDAW akan mencoba memperkuat kapasitas nasional untuk menangani diskriminasi terhadap perempuan. Prosedur pelaporan dan investigasi yang dimilikinya tersedia sebagai “pilihan terakhir”. Artinya, OP-CEDAW ini hanya digunakan ketika proses perlindungan domestik telah gagal dihembuskan di dalam hukum dan kebijakan nasional. Rekomendasirekomendasi Komite CEDAW yang telah dibuat berdasarkan prosedur ini, ditujukan untuk melengkapi usaha-usaha tingkatan nasional untuk menerapkan Konvensi CEDAW dengan efektif. • Retifikasi OP-CEDAW memberikan momentum awal akan akses perempuan terhadap keadilan. Sebaliknya, sepertinya hal ini memicu perubahan di prosedur, kebijakan serta hukum nasional. • Diskusi-diskusi mengenai ratifikasi maupun
persetujuan terhadap OP-CEDAW memberikan pemerintah sebuah kesempatan untuk mengevaluasi kekuatan sumber daya manusia yang tersedia untuk meyakinkan bahwa ada implementasi konvensi CEDAW yang efektif. 3. OP-CEDAW akan mendorong koherensi yang lebih besar terhadap tindakan dan kebijakan pemerintah • Dengan memberikan dukungan terhadap ratifkasi OP-CEDAW dan mempromosikan penerapan rekomendasi komite CEDAW, keseluruhan pemerintah akan mengekspresikan komitmen dan keinginan politis mereka untuk menegakkan hak-hak asasi perempuan. ini juga dapat mengkontribusi koordinasi yang lebih baik akan tindakan yang terkonsentrasi pada semua level pemerintah 4. Proses Ratifikasi OP-CEDAW menghasilkan kesempatan untuk menghasilkan kesadaran yang lebih besar terhadap konvensi CEDAW pada level nasional • Proses ini seharusnya mengkontribusi implementasi yang lebih baik serta kepemilikan konvensi CEDAW yang lebih besar oleh pejabat pemerintah dan masyarakat sipil. • Perempuan diyakinkan bahwa pemerintah mereka berkomitmen untuk menciptakan hak asasi perempuan dan bahwa pasal-pasal penyelesaian dari pengalaman perempuan yang mengalami kejahatan merupakan prioritas. • Proses ini juga menyediakan kesempatan untuk menambah elemen-elemen baru dalam informasi, yakni hak asasi dalam lingkup yang lebih besar. Sangat penting untuk menyadari seluruh keuntungan yang dapat membawa kita pada penerapan standar hak asasi perempuan pdi level internasional dan nasional ketika mengadvokasi ratifikasi atau persetujuan terhadap OP-CEDAW. Potensial keuntungan-keuntungan yang diperoleh: 1. Ratifikasi ataupun persetujuan dapat memberi pemerintah suatu intensif yang lebih besar guna menciptakan perubahan pada hukum nasional dan kebijakannya secara pro aktif, termasuk menciptakan solusi-solusi domestik
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
ADVOKASI bagi perempuan untuk menghindari pemeriksaan internasional dan dihadapkan ke komunitas internasional melalui OP-CEDAW 2. Mekanisme yang ada dalam penerapan konvensi CEDAW kurang melengkapi artikel 18 dalam penetapan preosedur pelaporan mengenai kewajiban negara di bawah konvensi dalam pemantauannya, namun bukan pemaksaan. Melihat hal ini, OP-CEDAW memperbaiki dan memberikan tambahan terhadap mekanisme pemaksaan yang sudah ada bagi hak asasi perempuan ke dalam sistem PBB 3. Walaupun konvensi CEDAW dapat menjadi bagian dari hukum nasional setelah ratifikasi maupun penyetujuan oleh negara penandatangan, namun integrasi utuh maupun penggunaannya dalam strategi litigasi nasional untuk menerapkan hak asasi perempuan belum dilakukan di beberapa negara. Berhubung penyelesaian-penyelesaian domestik harus terlebih dahulu dilakukan sebelum diterapkan OP-CEDAW, maka dapat dimungkinkan untuk mendorong pengadilan nasional untuk memetakan dan menggunakan konvensi CEDAW. Hal tersebut dapat mendorong negara-negara untuk membangun mekanisme di level nasional untuk menyelesaikan, memberikan solusi, serta menghapus penghalang-penghalang untuk mengakses keadilan dengan berbagai cara yang mengikutsertakan realitas perempuan. 4. Sebuah prosedur seperti OP-CEDAW dapat memungkinkan interpretasi dan aplikasi praktis konvensi CEDAW dalam kondisi faktual yang khusus. Prosedur pelaporan memungkinkan komite CEDAW yang ada menganalisa keadaan-
keadaan tertentu dengan detil, menempatkan dalam posisi yang lebih baik untuk mengukur hukum-hukum dan kebijakan-kebijakan nasional, serta memberikan saran perubahan praktikpraktik legislasi nasional. 5. OP-CEDAW akan meningkatkan pemahaman akan konvensi CEDAW melalui pengembangan lebih jauh dari yurisprudensi hak-hak asasi perempuan. 6. OP-CEDAW dapat berkontribusi kepada kesadaran dan penyebaran konvensi CEDAW diantara masyarakat sipil dan pemerintah. Ia juga akan menciptakan kesadaran masyarakat akan standar hak-hak asasi yang berhubungan dengan diskriminasi terhadap perempuan. (SN) Sumber: Materi pelatihan bagi aktivis Indonesia tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Bandung 3-7 Desember 2005.
Foto:Pusdokinfo Kalyanamitra “Aksi perlawanan organisasi perempuan di depan Istana Negara, maret 2006”
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
ADVOKASI
Kalyanamitra mengadvokasi Rancangan U n d a n g - u n d a n g A n t i - Po r n o g r a f i d a n Masalah pornografi seperti VCD porno, film porno, dan lainnya, sebetulnya sudah lama terdengar. Begitu juga hembusan kabar tentang akan adanya produk hukum yang khusus mengatur pornografi di Indonesia. Usulan itu bisa dikatakan hanya diwakili oleh kelompok tertentu, dan tak mewakili masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Dengan dalih, hal ini untuk kepentingan perbaikan moral bangsa dan generasi penerus dan melindungi perempuan. Namun, apakah solusi ini sudah tepat untuk mengatasi persoalan pornografi di Indonesia?
S
ejak tahun 2005, DPR RI mulai melakukan pembahasan tentang RUU APP dan mempunyai target akan disyahkan pada pertengahan tahun 2006. Melihat dan menganalisa lebih tajam mengenai DIM RUU APP ini, ada beberapa catatan penting: Tidak ada rumusan pornografi secara jelas dan timbulnya kata baru yaitu ”pornoaksi” yang tidak memiliki definisi yang jelas pula RUU ini justru menempatkan perempuan sebagai tersangka atau perempuan dikriminalisasi, padahal seharusnya perempuan mendapatkan perlidungan hukum Tidak ada pelarangan atau pembatasan masalah distribusi dan sasaran pemakai produk-produk yang dianggap porno tersebut, padahal ini hal yang sangat penting Berbicara sebuah produk hukum yang menangani masalah pornografi sebetulnya dapat kita lihat pada KUHP, UU Pers dan UU Penyiaran. Mengapa
harus mengeluarkan produk hukum yang baru? Apalagi jika sampai ada Badan Negara tersendiri yang menangani khusus pornografi ini. Pemborosan beaya negara akan terjadi. Banyak sektor lain yang masih membutuhkan banyak beaya, seperti pendidikan atau kesehatan. Ada kesan tergesagesa dalam tubuh DPR RI untuk mengesahkan RUU APP pada tahun ini, sehingga tidak memperhatikan kepentingan dan kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia (tidak hanya kelompok tertentu). Kalyanamitra bersama beberapa kelompok perempuan lainnya melakukan advokasi terhadap RUU APP ini sebelum disahkan menjadi sebuah UU. Dan saat ini telah menjadi pembahasan di tingkat Pansus DPR RI. Berbagai kegiatan dilakukan oleh kelompok perempuan untuk menolak subtansi RUU APP ini. Dalam hal ini bukan berarti kita setuju dengan pornografi. Kegiatan penolakan ini antara lain berbentuk konferensi pers, diskusi, lobby ke berbagai komponen masyarakat atau pihak parlemen atau pemerintah melalui audiensi dan aksi pada saat Hari Perempuan Se-dunia pada 8 Maret 2006.
Foto:Pusdokinfo Kalyanamitra
Berbagai agenda akan terus dilakukan kelompok yang menyatakan kontra terhadap pengesahan RUU APP yang sedang dalam pembahasan DPR agar tidak disahkan menjadi UU. Beberapa fraksi yang mendukung perjuangan yang dilakukan oleh kelompok perempuan ini di antaranya adalah Fraksi PDI-P, Fraksi PKB, Fraksi PDS. Pada intinya semua masyarakat Indonesia menolak pornografi, tetapi RUU APP yang sekarang dibahas di DPR itu secara subtansi belum menjawab persoalan besar pornografi di Indonesia. Sampai kini kontroversial terhadap RUU APP terus berlangsung di semua elemen masyarakat. Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, agama, budaya dan adat, seharusnya itu menjadi pertimbangan dalam penyusunan produk hukum. (LS)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KESEHATAN PEREMPUAN
Kanker Kanker sering dibicarakan dan dianggap sebagai suatu penyakit khusus – seperti cacar air atau tuberkulosis. Kanker tidaklah seperti itu. Secara harfiah banyak jenis kanker yang menyerang manusia dan satu sama lain sering berbeda seperti berbagai penyakit infeksi yang ada. Untuk mengatakan bahwa seseorang menderita kanker sebenarnya diperlukan penjelasan yang deskriptif seperti bila orang tersebut menderita infeksi. Jenis kanker yang menyerang organ reproduksi perempuan yakni : kanker endometrium, indung telur, vagina, leher rahim dan vulva.
www.einsteins-emporium.com
Kanker Endometrium (Pembatas Rahim)
U
ntuk kebanyakan orang, kanker mungkin merupakan kata yang paling menakutkan. Kanker mempunyai kesan mengerikan bagi kita. Walaupun selalu memerlukan penanganan serius, kanker sebenarnya dapat dikontrol, dapat dicegah dan dapat diobatai. Kanker timbul bila suatu sel atau sekelompok sel pada sepotong jaringan tertentu tiba-tiba berubah identitasnya. Selain menyerang tulang, payudara, hati atau otot, sel-sel ini dapat berubah bentuk dan fungsinya dengan sangat dramatis. Mereka bertumbuh, membelah, dan menyebar. Mereka gagal melakukan tugas yang semula telah dirancang untuk mereka. Mereka mengganggu sel-sel lain di sekitarnya. Mengapa sel yang sangat berdaya dan efisien itu mendadak berubah tetap merupakan suatu misteri. Tetapi para peneliti telah menemukan bahwa perubahan tersebut sering dirangsang oleh suatu agen dari luar. Misalnya, kita tahu hubungan antara merokok dan timbulnya kanker paru-paru.
Gambar:Sel kanker endometrium http://www.endometrialcancer.org/articles/sticky-post-2.jpg
Kanker yang menyerang pembatas rahim lebih misterius daripada kanker yang menyerang leher rahim. Faktor resiko apa yang berperanan tetap tidak diketahui. Dari hari ke hari, telah diduga bahwa pil kontrasepsi mungkin merupakan masalah, diet tinggi lemak mungkin sebagai penyebab, meninggalkan IUD pada rahim dalam waktu lama dapat menimbulkan perubahan sehingga timbul kanker, serta pemakaian estrogen jangka lama mungkin berbahaya. Akan tetapi semua ini tetap masih merupakan spekulasi. Membuat diagnosis kanker endrometrium stadium dini juga sukar karena memperoleh contoh sel dari jaringan dan memeriksanya di bawah mikroskop lebih sukar. Akan tetapi, tes ini sekarang mungkin dilakukan dan mungkin digunakan lebih luas di kemudian hari. Hingga saat ini, yang terpenting yang dapat dilakukan oleh perempuan adalah memperhatikan dan melaporkan setiap perdarahan yang tidak diharapkan.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KESEHATAN PEREMPUAN
Kanker Indung Telur
Setelah diagnosis kanker indung telur ditegakkan, pengobatan biasanya berupa pembuangan kedua indung telur dan rahim lewat pembedahan. Biasanya kedua indung telur dibuang meskipun hanya satu ysng jelas terserang kanker. Rahim dibuang juga karena bila kanker telah menyebar, daerah ini yang paling sering terkena. Pemeriksaan rahim dengan mata telanjang tidak menunjukkan apakah rahim terserang atau tidak. Pembuangan rahim memberi kesempatan sembuh lebih besar pada pasien dan karena indung telur akan dibuang tidak dapat disangkal bahwa pasien tidak dapat hamil lagi. Pengobatan dengan radium atau obat-obatan anti kanker kadang-kadang digunakan pada pengobatan pasien dengan kanker indung telur dan terapi ini dapat sangat efektif.
Kanker Vagina
Iritasi kronik akibat alat pencegah kehamilan diduga merupakan penyebab separuh kasus kanker vagina. Juga diketahui bahwa bila perempuan yang makan dietil-stilbestrol selama kehamilan (saat ini tidak dipakai lagi) lalu melahirkan bayi perempuan, maka anak ini akan tumbuh dengan kemungkinan menderita kanker vagina lebih besar daripada anak lainnya. Akhirnya, juga diduga bahwa beberapa spermisida (pembunuh sperma) dapat menyebabkan kanker vagina. Bukti terhadap spermisida tidak universal atau besar sekali, teteapi sekarang spermisida tampaknya merupakan bentuk kontrasepsi yang tidak efektif dan tidak perlu bila dikaitkan dengan cara kontrasepsi pembatas lainnya. Saya kira status spermisida tidak perlu menimbulkan kekhawatiran besar terhadap kita.
Kanker Leher Rahim
www.istockphoto.com
Diagnosis kanker indung telur tidak semudah kanker leher rahim (terutama karena indung telur tidak mudah dilihat semudah leher rahim) dan hanya bisa dikenali hanya apabila indung telur mencapai ukuran yang mudah dilihat. Kadang-kadang pembengkakan yang dialami cukup besar dan mungkin disertai perasaan tidak enak. Untuk memastikan diagnosis, ginekolog biasanya perlu melihat bagian dalam perut dan memeriksa indung telur dan jaringan di sekitarnya.
Salah satu kanker yang paling sering menyerang perempuan. Kanker rahim biasanya tumbuh lambat dan sering dapat diobati secara menyeluruh. Saat ini, selama bertahun-tahun para peneliti telah mencoba menemukan mengapa pada beberapa perempuan timbul kanker leher rahim sedangkan perempuan lainnya tetap sehat. Setelah melalui banyak penelitian, sekarang mereka berkesimpulan bahwa kanker ini merupakan resiko khusus bagi perempuan yang mulai melakukan hubungan seks pada usia muda, pada perempuan yang berganti-ganti pasangan, pada perempuan yang hamil pada usia muda, dan pada perempuan yang pernah mengalami infeksi panggul atau penyakit kelamin. Melakukan hubungan seksual waktu hamil tampaknya menambah resiko menderita kanker karena tampaknya leher rahim pada saat ini sangat peka terhadap kerusakan sehingga mudah sekali terserang kanker. Salah satu teori yang pernah populer yang mengaitkan kanker leher rahim dengan laki-laki yang tidak disunat tampaknya sudah tidak dipercaya. Kebanyakan ahli setuju bahwa kanker ini berhubungan dengan aktivitas seksual perempuan, sedangkan ada atau tidak adanya kulit khitan tidaklah menentukan
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KESEHATAN PEREMPUAN
www.istockphoto.com
dibuang pada stadium yang sangat dingin. Akhirnya, ia sebaiknya memeriksakan setiap perdarahan yang tidak diharapkan setelah hubungan seksual atau antara siklus haidnya dan ia sebaiknya ke dokter atau klinik untuk mendapat pemeriksaan sediaan hapus leher rahim pada interval tertantu. Sediaan hapus membantu karena sel-sel pada dan sekitar leher rahim sangat mudah didapat dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila semua sel dicurigai waktu diperiksa pada laboratorium, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan yang sesuai. Selain mengambil contoh sel, beberapa ginekolog juga melihat leher rahim melalui kolposkop – mikroskop yang khusus dibuat sehingga memungkinkan ginekolog melihat ke dalam vagina.
apakah leher rahim mudah terjangkit kanker atau tidak. Dari apa yang kita ketahui tentang kanker leher rahim, ada tiga cara yang dapat ditempuh perempuan untuk mengurangi resiko dan melindungi diri sendiri. Pertama, ia dapat bertahan untuk tetap menjadi perawan selama mungkin dan tetap setia pada satu laki-laki. Kedua, ia atau pasangan dapat menggunakan sejenis kontrasepsi mekanis. Alat tersebut tidak persis seperti mesin jam namun sesuatu yang bekerja sebagai pembatas antara penis dan leher rahim. Kontrasepsis seperti komdom membantu mencegah kehamilan (suatu faktor resiko), penyakit kelamin (faktor resiko lain), dan membersihkan sperma dari vagina (beberapa ahli menduga bahwa cairan mani merupakan pendukung resiko).
Bila diagnosis kanker leher rahim telah ditegakkan, pengobatan tergantung dari luas penyebaran kanker. Bila kanker masih dalam stadium yang sangat dini, ginekolog dapat menggunakan krioterapi, diaternal, atau pengobatan laser (pembekuan, pemanasan, atau penguapan sel). Pilihan lain, ahli bedah dapat membuang bagian yang ganas dengan membuang sebagian leher rahim secara biopsi kerucut atau membuang seluruh leher rahim (histerektomi).
Kanker Vulva
Kanker vulva jarang ditemukan dan biasanya hanya menyerang perempuan yang telah mengalami menopause. Diduga bahwa banyak penyakit kelamin akhirnya menimbulkan kanker vulva. Tanda dini agar kita hati-hati adalah tukak, kutil, bungkahan, pengeluaran cairan, iritasi, dan perdarahan. Setiap perubahan yang berlangsung lebih dari lima hari jelas memerlukan pemeriksaan dokter. (SN) Sumber : Vernon Coleman. “Persoalan Kewanitaan” : dari A sampai Z. Jakarta : Arcan, 1985
Ketiga, ia dapat mengambil keuntungan berdasarkan kenyataan bahwa kanker leher rahim cenderung tumbuh lambat dan sering dapat
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KESEHATAN PEREMPUAN
TIPS SEHAT Obat kencing manis
Kita ketahui, kencing manis (diabetes mellitus) adalah penyakit yang sulit disembuhkan. Tiap orang yang positif terkena penyakit ini dapat membayangkan apa yang akan dihadapinya. Hari ke hari, ia akan dihantui perasaan pesimis seumur hidupnya. Tanda-tanda penyakit kencing manis antara lain: - Penglihatan kabur - Gairah seks turun drastis - Nafsu makan hilang - Badan gemetar lemah - Merasa haus terus Pengobatan melalui obat tradisional yaitu dengan ramuan kefir yang diminum setiap hari secara teratur. Kefir juga dapat menyembuhkan penyakit darah tinggi.
ASI Mengobati Pusar Bayi
Biasanya pusar bayi kalau lepas akan menimbulkan luka. Kadang kala ada yang lepasnya cukup lama bahkan menimbulkan infeksi akibat luka. Jika terjadi hal itu cobalah mengobatinya dengan meneteskan ASI di luka yang terjadi di pusar.
Takokak
Takokak atau cepoka, pokak, atau terong pipit (Latin: Solonaceae). Biasanya takokak dimakan sebagai lalap atau campuran masakan. Buah takokak yang berbentuk bulat dan kalau matang berwarna oranye ini, disamping sebagai lalapan, ternyata banyak khasiatnya sebagai obat: - Melancarkan sirkulasi, menghilangkan darah beku, menghilangkan sakit (analgetik) dan obat batuk. - Menyembuhkan pinggang kaku, bengkak terpukul, batuk kronis, sakit maag, sakit gigi, tidak datang haid (amnorrhea), jantung berdebar (Tachycardia) Cara pemakaian: Untuk minum: 10-15 gr digodok dengan 2 gelas air, sisakan 1 gelas Pemakaian luar: Daun segar dicuci bersih lalu digiling halus, dibubuhkan ke tempat yang sakit seperti bisul dan koreng, lalu dibalut Untuk jantung berdebar: 6 lembar daun takokak
ditambah ½ jari rimpang kunyit, dicuci bersih lalu ditumbuk halus, tambahkan ½ air masak dan 1 sendok makan madu; peras dan saring kemudian diminum sehari 2 kali. Selain buah dan daun, akarnya pun bisa dipakai untuk pemakaian kering setelah dicuci dan dijemur lalu digerus.
Bunga Tahi Kotok
Bunga berwarna kuning atau oranye yang berbau ini ternyata banyak hasiatnya untuk pengobatan di antaranya: gondongan, pembengkakan payudara, radang kulit bernanah, infeksi saluran nafas bagian atas, radang mata, batuk rejan, sariiawan, radang tenggorokan, sakit gigi, kejang panas pada anakanak. Cara pemakaian: - Untuk minum: 5-15 gr bunga kering direbus - Untuk pemakaian luar: dilumatkan dan digunakan untuk pemakaian setempat - Untuk gondongan, pembengkakan payudara, bunga dilumatkan dicampur dengan cuka lalu diborehkan ketempat yang sakit - Untuk radang kulit bernanah; lumatkan akar dan daun segar dan digunakan sebagai tapal
Air Tajin Obat Ambeien
Penyakit ambeien biasanya disebabkan terlalu banyak duduk dan makan yang pedas-pedas. Untuk mengatasi itu, ada obat yang sangat sederhana, yaitu dengan tajin beras merah. Ambil air tajin beras merah segelas, campurkan tiga sendok makan madu dan perasan air jeruk. Kemudian diaduk dan diminum 2 kali sehari.
Daun Sukun Obat Lever
Penyakit kuning atau lever terjadi pada seseorang akbit kesibukan yang tinggi, dan kurang istirahat. Pengidap penyakit ini bisanya paling sedikit istirahat selama 3 bulan. Penyakit ini selain bisa diobati ke dokter juga dapat diatasi dengan ramuan tradisional, yaitu daun sukun. Caranya dengan merebus daun sukun yang sudah tua. Rebus daun sukun secukupnya sampai airnya berwarna merah tua. Air rebusan diminum 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak satu gelas.
Daun Jambu Batu Obat Maag
Sering terlambat makan membuat seseorang
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KESEHATAN PEREMPUAN menderita penyakit maag. Selain pengobatan medis, pengobatan tradisional bisa dilakukan dengan daun
digunakan sebagai pembersih. Lakukan berulang kali sampai keputihan itu hilang. Untuk mengatasi perdarahan gusi: biasanya karena kekurangan vitamin C atau panas dalam. Masalah ini bisa diatasi dengan 4 lembar daun sirih yang direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih, setelah hangat dipakai untuk berkumur-kumur. Lakukan setiap pagi dan sore. jambu batu. Caranya, ambil 9 lembar daun jambu batu yang masih segar dan rebuslah dengan 1,5 liter air bersih hingga mendidih. Air rebusan disaring dan minum 3 kali sehari. Daun jambu biji juga dapat dipakai untuk menghentikan darah karena luka. Caranya ambil 3 pucuk daun jambu dikunyah sampai halus. Setelah itu, tempelkan pada luka hingga cepat menghentikan darah yang keluar. Daun dan Buah Belimbing Belimbing asam, selain sebagai pelengkap untuk membuat asinan agar lebih enak, daunnya ternyata memiliki khasiat untuk menyembuhkan batuk. Caranya, ambil segenggam daun belimbing asam
Jeruk Nipis Obat Anyang-anyang
Anyang-anyang sering mengganggu. Selain agak nyeri, juga sering kencingnya keluar sedikitsedikit. Penyakit ini akibat turun peranakan. Mitos mengatakan kalau minum campuran air dingin dan panas menyebabkan anyang-anyang. Caranya, ambil
2 buah jeruk nipis setelah dibelah, airnya dicampur dengan 1 gelas air panas dan diminum.
dicampur dengan 3 buahnya, rebus dengan 3 gelas air sampai mendidih. Kemudian disaring dan dinginkan beberapa saat. Minumlah 2 kali sehari. Daun Sirih untuk Keputihan dan Sariawan Bagi wanita yang mengalami keputihan dapat menggunakan ramuan daun sirih untuk mengatasinya. Caranya, ambil daun sirih sebanyak 10 lembar, rebus dengan air 2,5 liter hingga mendidih. Hangat-hangat
Pohon Nangka Pohon nangka yang terdapat di seluruh daerah di Indonesia banyak manfaatnya, mulai dari daun, getah, buah, biji hingga akarnya. Penyakit malaria biasanya diobati dengan pil kina. Selain dengan kina, ada pengobatan tradisional yang memanfaatkan akar pohon nangka. Caranya dengan merebus tumbukan akar nangka dalam 5 gelas air sampai tinggal setengahnya, dan diminum 3 kali sehari. Untuk obat luar dan melancarkan ASI dapat menggunakan daunnya yang ditumbuk dan dioleskan pada kulit. Getah dapat digunakan untuk bisul, abses, pembengkakan kelenjar, dan gigitan
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KESEHATAN PEREMPUAN Lidah Buaya
Selain lidah buaya dipercayai sebagai obat penyubur rambut, daun ini juga digunakan untuk mengobati infeksi hati. Caranya, ambil 2 daun lidah buaya kemudian diambil daging buahnya dan diparut atau dihaluskan, campur dengan 1 sendok minyak jinten hitam dan madu murni 1 sendok. Kemudian diminum 1 sendok sebelum makan pagi selama 2 bulan.
ular. Bijinya selain enak dimakan setelah direbus atau dibakar, juga bermanfaat untuk penyakit campak, kolik kandung empedu. Buahnya selain untuk makanan penutup, pula bermanfaat untuk mengatasi sembelit.
Salam
Pohon salam banyak terdapat dimana-mana karena bijinya yang tersebar dengan mudah tumbuh. Selama ini, daun salam digunakan untuk bumbu dapur sebagai penyedap masakan, kulit pohonnya dipakai sebagai pewarna jala atau anyaman bamboo. Buahnya yang mirip buah buni selain digemari anakanak juga bermanfaat untuk mengobati gatal-gatal
Nyeri Haid
Nyeri haid sering dialami kaum perempuan. Jika rasa nyeri disertai kejang pada perut, dapat diatasi dengan 5 lembar daun sembung, biji kedawung beberapa biji dan 2 cangkir air. Biji kedawung disangrai kemudian ditumbuk sampai halus. Setelah itu, rebus dengan daun sembung sampai airnya tinggal setengahnya, lalu diminum 2 kali sehari terus menerus sampai sakitnya hilang. (SM) Sumber: Kedaulatan Rakyat
atau kudis. Untuk pemakaian obat luar: kulit batang, daun, buah atau akar setelah dicuci bersih digiling halus sampai seperti bubur kemudian dibalurkan ke bagian tubuh yang gatal atau kudis. Untuk mengobati diare, kencing manis atau mabuk akibat alkohol ambillah 7-20 lembar daun dan direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih dan tersisa 1 gelas, setelah disaring dibagi menjadi 2 kali minum.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
PUISI KITA
“Bayi Perempuan yang Tak Pernah Diinginkan”
Ria Kencana Ya. Ibuku bidadari. Matanya tajam seperti elang. Aku tidak. Aku bukan mahluk menakjubkan seperti dia. Aku Cuma bayi perempuan biasa. Ia pun malu melahirkan aku. Bidanku seorang raksasa. Dua taringnya menghujam dunia. Ia tinggi besar dan hitam. Kau akan takut kecuali kau kenali sinar di matanya. Ada matahari hangat terbit disana. Ia basuh mukanya dengan darahku. Darah anak bidadari yang ingin membuang bayinya. Makan saja bayi itu kalau kau mau! Kata ibuku. Raksasa itu menangis. Ibuku menangis. Dua tangisan yang bersamaan dengan alasan yang sama sekali berbeda. Ibuku mengharapkan seorang pangeran mengoek dari perutnya. Ia benci mendapatkan bayi kecil mirip babi. Demikian kukira ibu bidadari itu mengenangku. Raksasa itu menangis. Tak seorang jantanpun meminangnya. Tak seorangpun bayi lahir dari rahimnya. Ia menangis. Ada mahluk mungil dihadapannya. Ia tersinggung disangka demikian buas. Seandainya ibu itu bukan bidadari, maka dialah yang akan dibunuhnya! Aku masih ingat bagaimana rasanya melayang dipangkuan Sang Dewi Raksasa. Bau mulutnya yang khas. Suaranya menggelegarkan kidung cinta. Tidurlah anakku. Puteri Dewi semanis madu. Tidurlah di hangat dadaku Mataku basah. Basah oleh airmatanya. Airmata Dewi Raksasa yang perkasa. Ketika bidadari itu pamit hendak terbang pulang, Dewi Raksasa berkata: Aku tak akan pernah berterimakasih, atas kudapan segar di genggamku ini. Juga takkan berterima kasih karena telah kau lempari aku segumpal cinta bermata jernih. Makan saja sendiri olehmu kenangan biadab ini. Kau akan kehilangan dia sampai mati! Kau tak suka bayi perempuan? Hanya mereka yang bisa sungguh-sungguh menyelamatkanmu! Perempuan tua cantik itu kini terbaring di atas peraduan beledu. Ibu Dewi Raksasa berdiri di depan gapura, setia menungguku. Nak, kata ibu dewi gagahku itu. Jenguklah ia. Ia sudah sengsara terantuk dosa. Bidadari tua gila. Ia tidur di sana duabelas tahun lamanya. Sendiri. Sendiri menghitung sepi (BuRuLi, LeBul: 26.01.2004)
“Suara Hati Anak Pantai” drg Locky Setio Tue, 28 Mar 2006 08:08:22
Bang yang saya hormati... Jangan salahkan turis pakai bikini Mereka mencari matahari Di pantai kebanggaan negeri ini Untuk itu tolong pahami Tak mungkin berjemur pakai dasi Bang yang saya hormati... Mulailah introspeksi diri Kelak kau temukan kebenaran sejati Jangan banyak teori Apalagi merasa suci Engkau sendiri berpoligami Kami anak pantai Terbiasa dengan pemandangan begini Biar pun rambut warna-warni Kami masih punya nurani Tak pernah ada syahwat menari Bang yang saya hormati... Silahkan engkau datang kemari Nikmati alam anugerah ilahi Kami sambut dengan suka hati Surfing pun kami ajari Meluncur di atas ombak tinggi Akan tetapi... Jangan engkau pelototi Kalau ada bodi seksi Apalagi sampai birahi Bang yang saya hormati... Mereka jangan dicaci maki Apalagi dituduh pornografi Semua itu keindahan tubuh yang alami Dari negeri Sakura sampai Chili Semua ada disini Biarkan semua bangsa berbaur dalam damai Mereka tidak cari sensasi Tapi menghilangkan kepenatan sehari-hari Jangan fanatik budaya Arab Saudi Ingat budaya Indonesia asli Sensual tapi penuh arti Jika kau paksa terapkan di Bali Semua itu akan jadi basi Bang yang saya hormati... Jika engkau sudah datang kemari Satu hal yang saya peringati Meski ada turis cantik sekali Jangan kau jadikan istri. Salam damai dari kami
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KISAH
Kanker menghukumku Seumur Sebulan sebelum menerima diagnosis kanker payudara, aku keluar dari pekerjaan sebagai senior and project editor Panpac Media, dengan maksud mengikuti suami yang mendapat tugas baru di Jakarta. Sepuluh hari setelah kepindahan kami, aku menemukan benjolan kanker dan kembali ke Singapura untuk menjalani perawatan Dua minggu setelah menjalani operasi pengangkatan benjolan kanker dan seminggu setelah siklus pertama kemoterapi, aku tetap melakukan olahraga jalan kaki sepanjang 8 km per hari dan semua kegiatan yang aku jalani sebelum terkena kanker. Siklus kedua kemoterapi membenarkan pernyataan dokter, bahwa siklus pertama merupakan petunjuk dari tujuh siklus berikutnya. Meskipun selama ini aku cukup menderita, namun secara keseluruhan kemoterapi tidak mempengaruhi gaya hidupku. Itu sebabnya, aku memutuskan untuk segera mencari pekerjaan. Sambil membuka-buka kolom lowongan kerja di Surat Kabar Straits Times, aku berguman pada diri sendiri. Apakah sebuah perusahaan mau mempekerjakan seorang penderita kanker seperti aku? Benarlah. Ketika aku menelepon dan berusaha jujur mengaku bahwa aku menderita kanker, mereka bahkan tidak memberi kesempatan untuk wawancara maupun tes keahlian kerja. Baik untuk posisi resepsionis atau pekerjaan di bidang editorial. Belum sekarang. Nanti, setelah aku menyelesaikan kemoterapi. Begitu alasannya. Aku teringat ketika pernyataan pegawai personalia di kantor lama. Semua diperlakukan sama. Kami hanya akan mempekerjakan calon-calon yang tidak mengidap asma ataupun penyakit lain, misalnya penyakit dalam ventricular septal defect (VSD), ataupun kondisi medis lainnya yang dikuatirkan akan mengurangi produktivitas kerja yang bersangkutan. Inilah kenyataan hidup, betapa pun dianggap kurang adil. Suamiku pernah mengalami sendiri. Surat lamaran kerja yang pertama akhirnya ditarik kembali, setelah tes kedokteran menunjukkan adanya gejala penyakit dalam (lubang dalam jantungnya). Meskipun terbukti ia tidak pernah jatuh sakit dan jauh lebih bugar dibandingkan dengan teman-teman lainnya, ia bermain hoki dan cricket mewakili sekolahnya,
negara bagian Kedah, dan universitasnya. Bagaimana pula dengan kanker? Aku hanya akan menguras beaya pengobatan dan cuti sakit atas tanggungan kantor. Bahkan, sekalipun aku bersedia menerima pekerjaan tanpa mendapatkan biaya pengobatan, mereka bukan hanya meragukan penjelasan aku, tetapi sekaligus memperhitungkan bahwa nanti aku pasti akan sering bolos kerja. Pendek kata, masalahnya terletak pada pertanggungjawabannya. Tak lama setelah kemoterapi pertama, aku pergi ke Yayasan Kanker Payudara yang baru saja dibuka untuk menawarkan tenaga. “Hebat!” kata yang sedang bertugas, “sejak kapan Anda terkena kanker?” “Diagnosisnya tiga minggu yang lalu,” sahut aku, “Aku telah menjalani kemoterapi. Rambut aku diperkirakan akan rontok minggu yang akan datang.” Nampak orang itu menahan rasa terkejut mendengarkan penjelasan aku. Namun dengan cepat kembali tersadar, dan segera aku dilibatkan dalam pertemuan para petugas yang menangani hotlineservice. Apakah itu berarti bahwa dalam usia 41 tahun aku hanya cocok untuk melakukan pekerjaan sukarela? Bahwa aku tidak bisa lagi bekerja yang dapat mendatangkan keuntungan, misalnya menangani satu dua penerbitan seperti yang sebelum ini aku lakukan? Percayalah! Yang aku persoalkan bukannya uang, namun jenis pekerjaan yang aku sukai. Aku merasa mendapatkan hukuman seumur hidup karena menderita kanker. Tidakkah mereka tahu bahwa diagnosis kanker saja sudah amat sangat menyakitkan? Menyusul penolakan kerja, aku putuskan untuk membiasakan diri dengan rutinitas baru, yaitu libur sepenuhnya dari kerja alias menganggur. Mau tak mau, aku harus menerima kenyataan ini. Aku keluar rumah untuk berjalan-jalan sebelum matahari terbit, ketika udara masih sejuk. Aku juga tetap
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KISAH menghubungi teman-teman lewat email dan pos “siput”. Sesekali keluar makan, membaca buku yang sebelumnya tak sempat disentuh karena sempitnya waktu, menghadiri pertemuan kelompok pendukung kanker, dan merencanakan liburan mendatang. Aku juga menunggu kesempatan bisa melakukan sejumlah perjalanan menarik, dan sungguh aku masih memiliki keinginan untuk dapat berpetualang seharian di Tongariro Crossing, North Island. Kemudian ke Serengiti atau Kruger. Karena sejumlah alasan yang tidak pernah diungkapkan baik suami maupun anakku, akhirnya kami tidak jadi mengunjungi tempat-tempat yang aku inginkan tadi. Sebagai gantinya kami pergi ke tempart-tempat lain diantaranya ke Interlaken, Swis, yang kami lakukan tahun lalu. Lumayan, tidak mengecewakan. Sejak itu, dengan senang hati aku mulai menjadi penulis lepas. Agak lucu memang, para redaktur majalah dan penerbitan “mempercayai” aku menyumbang tulisan untuk setiap terbitan, namun tidak mau mempekerjakan aku sebagai pegawai tetap.
sehingga sering harus “dipaksa” mematikan komputer. Pekerjaan yang sangat menyenangkan sekaligus mengandung unsur pengobatan. Juga membuat aku tetap waras. Tetapi, betapa pun menariknya penugasan yang diberikan kepadaku, kegiatan sebagai penulis lepas tidak memberi kepuasan sebesar profesi sebagai pelaksana sebuah penerbitan. Aku benar-benar merindukan hiruk pikuknya suasana di redaksi, tenggat waktu yang membuat aku nyaris gila, dan kepuasan yang didapat dengan membawa pulang naskah edisi berikutnya sampai ke tempat tidur. (SN) Disarikan dari kisah “Diskriminasi Kanker” dalam Grace Segran, “Cheers to Life: Menari Bersama Kanker Payudara, Jakarta: Intisari Mediatama,
www.stayinginshape.com
Walau bagaimanapun aku bersyukur mendapat pekerjaan. Aku sedemikian menyibukkan diri
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
K
I o S
SERIAL DISKUSI KOMUNITAS:
Persamaan Hak bagi Buruh Perempuan Posisi perempuan dalam dunia kerja tidak terlepas dari posisinya di dalam keluarga. Masalahnya, sebagaimana dikemukakan dalam kebijakan umum negara tentang perempuan, negara mengukuhkan kembali nilai-nilai gender dan ideologi tentang keluarga dalam berbagai kebijakan hukum termasuk bidang ketenagakerjaan. Penggunaan asumsi-asumsi gender dan ideologi tentang keluarga mengakibatkan berbagai macam alasan yang berdampak pada pembedaan perlakuan. Padahal, alasan utama perempuan terlibat dalam sektor publik, bekerja dengan mendapat upah/gaji adalah karena kebutuhan ekonomi, sehingga kegiatan mereka bukan lagi sebagai pelengkap kebutuhan keluarga, melainkan sebagai pencari nafkah utama. Kerap diskriminasi dalam pemberian fasilitas dan tunjangan atas dasar peran dan nilai-nilai gender ini juga terjadi pada pekerja perempuan. Akibatnya, perempuan yang bekerja terutama yang telah menikah, membawa pulang upah yang lebih rendah dari laki-laki. Tak jarang akibat pemotongan pajak penghasilan memberi dampak lebih parah dan sulit bagi perempuan untuk mendapatkan kenaikan jenjang karir/pangkat yang sejajar dengan laki-laki. Anggapan penempatan sebagai makhluk domestik berakibat juga pada posisi dan jenis kerja yang dimasuki kaum perempuan. Meskipun, angka partisipasi perempuan di dunia kerja naik setiap tahunnya, baik secara kuantitas maupun kualitas, dan menyebar di berbagai sektor. Kebanyakan mereka bekerja di sektor industri manufaktur dan sektor informal. Di sektor kerja formal umumnya mereka hanya menempati posisi sebagai ‘pekerja kerah biru’ karena struktur yang ada dalam perusahaan mencerminkan nilai-nilai patriarkis. Akses perempuan terhadap pengambilan keputusan perusahaan sangat terbatas, meskipun mayoritas pekerjanya perempuan, namun tetap dipimpin oleh laki-laki. Stereotipe perempuan dalam dunia kerja berlanjut dalam pola rekrutmen bidang dan jenis-jenis pekerjaan yang dimasuki perempuan. Dalam kaitan ini, perlu dikemukakan bahwa meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO nomor 100 tahun 1951 mengenai Pengupahan yang sama bagi buruh pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya, namun hingga kini belum ada peraturan atau lembaga yang didirikan untuk melaksanakan ketentuanketentuan yang ada dalam konvensi ini. Upah yang diterima perempuan pun sering berkurang karena perusahaan melakukan pemotongan, cuti haid, cuti melahirkan, tidak mencapai target kerja, menikah, dan sebagainya.
Foto:Pusdokinfo Kalyanamitra
Akses, kesempatan dan manfaat harus diperoleh perempuan tanpa diskriminasi untuk mendapatkan haknya sebagai pekerja. Negara mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan UUD dan semua regulasi ketenagakerjaan serta regulasi yang terkait agar tidak diskriminasi dengan memasukkan semua konsep CEDAW yang sudah 21 tahun diratifikasi melalui UU No. 7 tahun 1984, dalam hal ini Pasal 11 tentang persamaan hak perempuan dan lakilaki dalam pekerjaan. Mengubah semua regulasi yang bertentangan, melakukan dan memantau (monitoring) pelaksanaan CEDAW, memberi sanksi bagi yang melanggar CEDAW, membuat laporan pelaksanaan CEDAW.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K
I o S
Sebenarnya banyak kebijakan yang dibuat untuk melindungi pekerja perempuan. Namun, di lapangan memberikan fakta bahwa masih banyak pelanggaran hak-hak pekerja perempuan. Sebagus-bagusnya perundang-undangan dan peraturan yang memberi jaminan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan, kalau tidak ada itikad baik dari pemerintah sebagai pengawas untuk melaksanakan dengan benar dan lemahnya kontrol buruh karena kurangnya pemahaman akan hak-haknya, maka undangundang tersebut tidak akan efektif terhadap perubahan perbaikan kesejahteraan buruh perempuan. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk melaksanakan CEDAW secara konsisten dan melengkapi dengan instrumen hukum diharapkan negara: 1. Ratifikasi Konvensi ILO No. 183 tentang perlindungan maternitas 2. Meratifikasi Konvensi ILO No. 165 tentang kesamaan kesempatan dan kesamaan perlakuan bagi pekerja pria dan perempuan, pekerja dengan tanggungjawab keluarga 3. Mengamandemen UU No. 1/1974 tentang Perkawinan untuk membongkar tentang perempuan di sektor domestik 4. Melengkapi atau menambah pegawai penyidik sipil sebagai pengawas praktek-praktek perburuhan 5. Sosialisasi Undang-undang dan peraturan secara benar (tanpa distorsi) kepada masyarakat yang lebih luas 6. Menerbitkan undang-undang yang mengatur perlindungan bagi pekerja rumah tangga 7. Melengkapi peraturan pelaksanaan undang-undang yang belum ada. 8. (UU No. 40/2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional, UU No. 23/2004 tentang PKDRT) Karena buruh perempuan masih banyak yang tidak memahami hak-haknya sebagai pekerja dan resiko atau bahaya kerja yang dilakukan sehari-hari, maka organisasi buruh maupun jaringan kerja perburuhan berkewajiban untuk melakukan pendidikan penyadaran hak-hak buruh atau sosialisasi perundang-undangan perburuhan. Diskusi komunitas yang membahas tentang persamaan hak pekerja perempuan khususnya di sektor industri ini dilakukan di Komunitas Federasi Buruh Kulit, Sandang, Tekstil di daerah Plumpang, Semper, Jakarta Utara pada Minggu, 12 Maret 2006 jam 10.00-12.00 wib. Hadir sebagai narasumber adalah Arum (FPSI BUPERA), dengan topik bahasan Hak Buruh Perempuan Ditinjau dari Relevansi Regulasi/ Kebijakan dengan Keadaan di Lapangan. Foto:Pusdokinfo Kalyanamitra Bertindak sebagai narasumber adalah Listyow ati(Kalyanamitra). (SN)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K
I o S
SERIAL DISKUSI KOMUNITAS:
Akses Perempuan Dalam Hukum Produk hukum yang dikeluarkan negara adalah untuk melindungi seluruh warganya tanpa pembedaan dari sisi mana pun (umur, jenis kelamin, budaya, adat istiadat, agama dan lainnya). Tiap orang mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum dan di dalam produk hukum itu sendiri. Perempuan dan anak-anak adalah salah satu komponen di masyarakat yang selama ini rentan eksploitasi. Kenyataannya, mereka sering luput dari perlindungan hukum itu sendiri. Ketidakadilan dan diskriminasi gender masih terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia. Sebut saja kedudukan perempuan dalam hukum pidana. Untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, masih tidak berperspektif korban. Sejak 1984, Indonesia telah meratifikasi hukum internasional yakni CEDAW dan wajib melaksanakan seluruh pasal yang ada di dalamnya. Dalam pasal 15, disebutkan bahwa ”negara-negara wajib memberikan kepada perempuan persamaan hak dengan pria di muka hukum”. Sebagai negara yang telah meratifikasinya dan diperjelas di UU No. 7/1984, maka seharusnya diskriminasi dan ketidakadilan tersebut tidak terjadi di Indonesia. Banyak masyarakat di Indonesia buta hukum atau tidak mengetahui informasi tentang hukum di Indonesia. Ketika memperoleh perlakuan yang melanggar hukum, mereka tidak mampu berbuat apa-apa. Demikian pula akses mereka terhadap hukum, mulai dari informasi sampai pelayanan atau proses hukumnya, belum maksimal. Istilah menjadi ”korban kedua kali” sering terjadi bagi mereka yang buta hukum. Seharusnya, peran negara khususnya aparat penegak hukum untuk memberi informasi dan perlindungan pada masyarakat di semua lapisan tanpa pembedaan.
• • • • • • • • • • • •
Perempuan dan Kemiskinan Pendidikan dan Pelatihan untuk Perempuan Perempuan dan Kesehatan Kekerasan terhadap Perempuan Perempuan dan Lingkungan Hidup Hak-hak asasi Perempuan Perempuan dan Konflik Bersenjata Perempuan dan Ekonomi Pe r e m p u a n d a n Pe n g a m b i l a n Keputusan Perempuan dan Media Mekanisme Kelembagaan Perempuan dan Anak
Foto:Pusdokinfo Kalyanamitra
Saat meratifikasi CEDAW, Indonesia sepakat untuk tidak membedakan dan diskriminasi. Namun, Pasal 29 tidak disetujui Indonesia, yaitu bila terjadi perselisihan tidak diselesaikan di luar negeri, namun diselesaikan di Indonesia. Terdapat 12 isu yang akan digarap Kementerian Pemberdayaan Perempuan yakni:
Diskusi ini dilaksanakan Kalyanamitra pada 17 Maret 2006 jam 10.00-12.00 wib di Komunitas Ibu-Ibu Kopwani Pulo Gadung, JakartaTimur. Diskusi menghadirkan narasumber Rena Herdiyani (Kalyanamitra) dengan topik bahasan “Penjelasan CEDAW” dan Astuti Liestianingrum, SH (LBH APIK Divisi Pelayanan Hukum) dengan topik bahasan “Persamaan dalam Perkawinan dan Keluarga tanpa Diskriminasi” yang dipandu oleh Listyowati (Kalyanamitra).(SN)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K
I o S
SERIAL DISKUSI PUBLIK:
Perempuan menjadi Komoditas Hukum:
Sorotan terhadap RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi Ketidakadilan dan diskriminasi berbasis gender masih terjadi di dalam penegakan hukum di Indonesia. Sebut saja kedudukan perempuan dalam hukum pidana untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan masih tidak berperspektif korban (perempuan). Sejak tahun 1984 Indonesia telah meratifikasi peraturan hukum Internasional yaitu CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) dan wajib menjalankan seluruh pasal-pasal yang ada didalamnya. Dalam pasal 15, disebutkan bahwa ”negara-negara wajib memberikan kepada perempuan persamaan hak dengan pria di muka hukum.” Sebagai negara yang telah meratifikasi peraturan tersebut dan diperjelas di dalam UndangUndang No 7 Tahun 1984, maka seharusnya diskriminasi dan ketidakadilan tersebut tidak terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, substansi sebuah produk hukum (masih dalam taraf RUU) yang saat ini sedang menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat dan di tubuh parlemen sendiri yaitu RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Bagi kelompok yang mendukung untuk dipercepatnya pengesahan RUU ini menjadi UU, melihat bahwa ini adalah masalah moralitas bangsa berkaitan dengan maraknya kasus-kasus pornografi yang terjadi dan untuk melindungi kaum perempuan. Tetapi, apa benar substansi di dalam RUU yang saat ini berada di pembahasan Pansus DPR RI benar-benar menjawab kebutuhan perlindungan terhadap kaum perempuan dari permasalahan pronografi? Atau, mungkin sebaliknya? Kaum perempuan menjadi objek dari hukum. Perempuan sebagai korban dapat terjebak menjadi pelaku pornografi (RUU APP, Pasal 5: setiap orang dilarang dengan sengaja menjadikan diri atau orang lain sebagi model atau objek pembuatan pornografi) Pornografi merupakan hal yang bertentangan dengan hak perempuan. Gerakan perempuan mengupayakan terciptanya kesetaraan. Sedangkan pornografi, mengkomodifikasi perempuan dan menjadikannya sebagai objek seksual. Pornografi bukan hanya adegan vulgar, namun lebih pada pesan yang disampaikan dalam adegan tersebut. Yang disampaikan ialah dominasi dan subordinasi oleh laki-laki. Hal itu melukiskan bagaimana harus memperlakukan perempuan. Perempuan dijadikan objek seksual oleh laki-laki. Dalam RUU APP, jelas-jelas perempuan dijadikan komoditas hokum. Perempuan dihakimi sebagai pelaku pornografi. Begitu banyak hal yang dicampuradukan secara epistemologis dalam RUU APP ini. Berbicara tentang sensualitas, hanya perempuan yang dilarang bersensual, tidak demikian untuk laki-laki. Padahal, aspek sensual berbeda antara manusia satu dengan yang lain. Jempol kaki bisa saja dianggap sensual, namun mungkin buat orang lain sebagai benda yang menjijikkan. Sangat subjektif. Citra diri perempuan dan seksualitasnya dalam RUU APP diberangus, dibungkam dan pengertian seksual dan seks terancukan. Seks adalah jenis kelamin, bukan yang diuraikan panjang lebar dalam RUU ini. Tentang seksualitas masih belum terjadi kesepakatan definisi dan batasannya. Banyak masyarakat tidak tahu apa yang dimaksud dengan seksualitas. Seksualitas ialah segala proses pengorganisasian segala yang bersifat birahi. Namun, sangat sulit membahasakannya pada masyarakat. Pembahasan ini dilakukan dalam diskusi publik Kalyanamitra yang dilaksanakan di Aula Mawar, Gedung Sasana Pakarti, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 7 Maret 2006 jam 10.00-13.00 wib. Hadir sebagai narasumber ialah Rena Herdiyani dengan topik ”Hak Perempuan dalam CEDAW Pasal 15”; Prof. Kusparmono Iksan (Praktisi Hukum/Anggota Komnas HAM) dengan topik ”Hukum, Pornografi dan Perlindungan terhadap Perempuan”; Syarifah Sabaroeddin (Aktifis Perempuan) dengan topik ”Hak Perempuan dan Pornografi” dan Ni Gusti Ayu Eka Sukmadewi Djakse (Pansus RUU Anti Pornografi & Pornoaksi/Fraksi PDIP) dengan topik ”Proses Legislasi RUU Anti pornografi dan Pornoaksi”. Bertindak sebagai moderator yaitu Nuraini (Srikandi Demokrasi Indonesia).
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K
I o S
SERIAL DISKUSI PUBLIK:
Perempuan sebagai Kepala Keluarga Pada dasarnya UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 memberikan perempuan dan laki-laki hak yang sama dalam perkawinan dan perceraian serta pencatatannya, pengasuhan anak, harta bersama dan dalam melakukan tindakan hukum. Namun, UU ini mengandung kelemahan mendasar karena telah mengukuhkan pembagian kerja secara seksual dan stereotyping. Banyak kebijakan, peraturan dan program yang ditujukan untuk perempuan terutama dalam bidang publik, khususnya yang berkaitan dengan hak-haknya sebagai pekerja, didasarkan atas pembagian peran dalam rumah tangga. Ketentuan itu sangat ambivalen, karena di satu pihak, pasal 31 ayat 1 dan 2 menjelaskan, bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (ayat 1), dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum (ayat 2), kewajiban yang sama dalam memelihara dan mendidik anak-anak mereka. Posisi perempuan dalam keluarga dan perkawinan tidak diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Di satu sisi, UU ini memberi hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Dengan kata lain, perempuan sebenarnya memiliki legal capacity, namun sisi lain UU ini masih mengandung kelemahan yang mendasar, karena pengukuhan pembakuan peran perempuan. Peran ini akhirnya mempengaruhi perempuan dalam mencapai kedudukan yang sama dan mewujudkan relasi yang setara dengan kaum laki-laki. UU ini pun memberi dampak yang berbeda pada perempuan di mana banyak hal yang tidak diakomodasi kepentingannya. Pernyataan dalam UU tersebut, bahwa suami adalah kepala rumah tangga yang wajib melindungi isteri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup keluarganya, sedangkan istri adalah ibu rumah tangga yang wajib mengatur rumah tangga. Kemudian hal ini memberi pengukuhan atau pengaruh yang kuat dalam kehidupan perkawinan di Indonesia. Kepala keluarga di Indonesia sangat identik dengan laki-laki, padahal realitanya tidak sedikit perempuan yang harus menjadi kepala keluarga. Di mata masyarakat dan hukum Indonesia ketika perempuan menjadi kepala keluarga. banyak menemukan kendala dalam pengakuannya. Beberapa hal tersirat dalam pembakuan peran suami-istri di UU Perkawinan: 1. Suami diartikan sebagai laki-laki, maka kepala keluarga yang dimaksud adalah laki-laki. Apabila dalam keluarga tersebut perempuan sebagai orang tua tunggal, maka timbul permasalahan tidak adanya kepala keluarga 2. Definisi kepala keluarga tidak dijelaskan maksudnya. Dalam beberapa buku disebutkan, bahwa kepala keluarga bukanlah kepala rumah tangga. Namun banyak juga yang menyebutkan, bahwa kepala keluarga adalah kepala rumah tangga yang melindungi rumah tangga, dan kemudian ini yang dijadikan definisi umum di masyarakat. Oleh karena itu, akhirnya kepala rumah tangga diidentikkan dengan suami, dalam hal ini laki-laki. Permasalahan muncul, ketika perempuan menjadi orang tua tunggal. Bahkan, ketika yang memiliki penghasilan adalah isteri, tetap tidak bisa dinyatakan sebagai kepala keluarga. Negara sering mengatur dan membakukan peran suami dan isteri dalam sebuah rumah tangga. Padahal perkawinan merupakan ruang lingkup privat dimana peran harusnya didiskusikan oleh suami dan isteri. Dengan pembakuan peran ini mengakibatkan perempuan menjadi tersubordinasi dan terdiskriminasi.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
WARTA PEREMPUAN kalyanamitra
WOMEN’S COMMUNICATION AND INFORMATION CENTER
Kabar dari Kegiatan Sosialisasi CEDAW
K
I o S
3. “Ada kewajiban suami untuk menafkahi segala keperluan rumah tangga”. Kewajiban yang dibebankan kepada perempuan adalah “urusan rumah tangga”. Namun, sayangnya urusan rumah tangga ini tidak dijelaskan. Apabila pengasuhan dan perlindungan anak dimasukkan dalam urusan rumah tangga, maka sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Karena dalam undang-undang perlindungan anak disebutkan, bahwa orang tua berkewajiban melindungi dan memenuhi hak anak. Oleh karena itu, kewajiban tersebut ada di pundak kedua orang tua, ayah dan ibu. 4. Dari beban yang dijelaskan dalam pasal tersebut, sebenarnya peluang bagi isteri untuk mengugat misalnya ketika suami tidak memberikan nafkah. Suami dilihat sebagai kepala keluarga karena beban yang diberikan untuk menafkahi keluarga. Tidak bagi perempuan yang dibebani dengan urusan rumah tangga. Namun, apabila perempuan melakukan peran sebagai pencari nafkah tetap, tidak bisa diakui sebagai kepala keluarga, karena disebutkan kepala keluarga adalah suami. Dari sisi psikologis, kehidupan perempuan sebagai orang tua tunggal tidak mudah bagi si perempuan maupun bagi anaknya. Negara memang sangat kurang mengakomodir kepentingan dan hak-hak perempuan sebagai orang tua tunggal. Beban perempuan sebagai orang tua tunggal muncul dari pandangan masyarakat. Ditambah status perempuan sebagai janda, yang masih sering diangap miring oleh masyarakat. Lain dengan status lak-laki yang menjadi orang tua tunggal. Laki-laki duda yang ingin menikah akan diwajarkan oleh masyarakat, karena sudah tidak ada yang merawat lagi. Namun, jika perempuan yang ingin menikah lagi setelah bercerai atau suami meninggal, maka masyarakat akan menganggapnya tak wajar. Perempuan yang bekerja dianggap mengabaikan anak, sedangkan laki-laki akan diwajarkan. Ini merupakan tekanan psikologis yang diterima perempuan sebagai orang tua tunggal. Kemudian, perempuan berusaha menjadi orang tua ideal dan perempuan ideal berdasarkan definisi yang dikonstruksi masyarakart. Sering perempuan akhirnya melepas hak perwalian anaknya kepada suami dengan alasan suami memiliki finansial yang cukup untuk menyekolahkan anak-anaknya, meskipun dia tahu suaminya tidak cukup bagus untuk mendidik anaknya. Ini merupakan tekanan psikologis tersendiri sebagai perempuan yang harus pisah dengan anak-anaknya. Anak sering merasa bersalah karena perceraian orang tuanya. Kebingungan juga terjadi ketika mereka harus memilih untuk ikut ayah atau ibunya. Anak juga merasa mempunyai beban dan kewajiban untuk membantu ibunya atau ayahnya yang kini menjadi orang tua tunggal. Ini sering menimbulkan perasaan tidak berdaya dan ini dibawa ke lingkungan sekolah maupun bergaulnya. Pada anak juga bisa timbul kemarahan karena harus menghadapi kondisi yang tidak pernah mereka inginkan, dan mereka tidak dilibatkan dalam penciptaan kondisi perceraian tersebut. Anak merasa dijadikan korban atas keegoisan orang tuanya. Demikian diskusi publik Kalyanamitra membahas persoalan tersebut, yang menghasilkan rekomendasi bahwa UU Perkawinan perlu direvisi, dengan menghapus pembagian peran suami dan isteri, karena ini masalah privat, yang lebih baik diatur berdasarkan kesepakatan suami dan isteri yang bersangkutan. Diskusi publik ini dilaksanakan di Kalyanamitra, Jl. Kaca Jendela II No.9 Kalibata, Jakarta Selatan pada Kamis, 27 April 2006 jam 10.00-12.00 wib. Diskusi ini menghadirkan narasumber Rita Serena Kalibonso (Mitra Perempuan) yang membahas topik “Amandemen UU Perkawinan berkaitan dengan Perempuan sebagai Kepala Keluarga dan pasal 16 CEDAW” dan Tanti (SIKAP) yang membahas topik “Pengaruh Perempuan terhadap Anak ketika menjadi Single Parent”. Bertindak sebagai moderator, Fransiska Ditta (Kalyanamitra). (SN)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KRONIK
C E DAW d a n Pe r a t u r a n N a s i o n a l 1. Pancasila Seorang perempuan mendapat pengakuan penghapusan dan perlindungan dalam Pancasila secara kolektif, tanpa rinci dan belum disesuaikan dengan era reformasi. Sila yang paling penting terhadap perlindungan perempuan tersebut adalah sila ke-3 “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Maksudnya, tiap manusia adalah ciptaan Tuhan yang berbudi dan mempunyai cipta, rasa dan karsa. Untuk melakukan potensi itu, segala manusia memunyai hak dan kewajiban asasinya. Hak dan kewajiban tersebut berdasarkan persamaan, yakni tidak dibedakan menurut jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab tidak merinci hak dan kewajibannya. Terutama terhadap CEDAW. 2. Undang-undang Dasar 1945 Seorang perempuan bisa menemukan beberapa pasal di dalam UUD 1945 yang mengakui penghapusan diskriminasi dan melindungi hak perempuan. UUD 1945 melindungi persamaan antara laki-laki dan perempuan sesuai pasal 2 butir b dan pasal 15 CEDAW. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan “segala warga negara Indonesia bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu, dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menjamin persamaan perempuan dan laki-laki dan kaum lain dimuka hukum dan di dalam segala peraturan perundangan. Secara tersirat, pasal 27 ayat (1) mengakui kaidah penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Jadi, peraturan perundangan yang bersifat diskriminatif bertentangan dengan pasal tersebut. Bagaimana pun, pasal 27 ayat (1) juga menetapkan kewajiban WNI mengenai penjunjungan hukum dan pemerintahan di Indonesia. Keberadaan kewajiban didasarkan kaidah kolektivisme. Hak asasi seorang ditambah dengan kewajiban terhadap masyarakat karena kepentingan seorang dilindungi selaras dengan kepentingan masyarakat. UUD 1945 mengakui HAM berdasarkan persamaan antara perempuan dan laki-laki. Pasal 27 ayat (2)
memberikan hak pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan untuk segala WNI sesuai dengan pasal 11 CEDAW. Pasal 28 UUD 1945 mengakui kemerdekaan sipil dan politik sesuai dengan pasal 3 CEDAW. Pasal 28 tersebut menyatakan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengulaskan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan Undang-Undang Pasal 29 UUD 1945 melindungi kemerdekaan beragama dan sesuai dengan pasal 3 CEDAW. Pasal 29 ayat (2) berbunyi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu, pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa tiap warga negara berhak mendapat pengajaran secara sesuai dengan pasal 10 CEDAW. Ketentuan UUD 1945 perlu ditambah dengan hak dan kemerdekaan yang lain. Menurut prof. Dr. Muchsan, SH. UUD 1945 dapat tercantum perlindungan hak administrative, hak petisi, hak perekonomian serta hak mendirikan organisasi amal dan sosial sesuai dengan ketentuan CEDAW. 3. Perundang-Undangan Diskriminasi dan hak perempuan yang lengkap dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia dan UU No.39/1999. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 mengakui dan melindungi segala HAM berdasarkan persamaan antara laki-laki dan
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
KRONIK perempuan sesuai dengan pasal 3 CEDAW. TAP MPR tersebut merupakan pembukaan, batang tubuh dan lampiran. Lampirannya berupa pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia dan piagam hak asasi manusia. Pasal 1 sampai dengan pasal 6 piagam HAM tersebut memberikan hak-hak individu terhadap hidup, keluarga dan perkembangan diri. Pasal 7 sampai dengan pasal 12 membentuk hak keadilan di bidang hukum. Pasal 13 sampai dengan pasal 19 menggariskan hak kemerdekaan di bidang politik dan sosial. Pasal 20 yuncto pasal 21 menetapkan hak atas kebebasan informasi pasal 22 sampai dengan pasal 26 memberikan hak keamanan. Pasal 33 membentuk hak kesejahteraan. Tiap pasal tersebut menyatakan hak-hak asasi diberikan pada tiap orang. Selanjutnya, pasal 38 menyatakan tiap orang berhak bebas dari dan mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Akhirnya, pasal 19 berbunyi dalam pemenuhan hak asasi manusia, laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama. Ketentuan tersbut sesuai dengan pasal 2 butir b, pasal 7, pasal 12 dan pasal 15 CEDAW. UU No.39/1999 juga memuat hak anak dan hak perempuan berdasarkan konvensi hak-hak asasi anak beserta CEDAW. Bagian ke-9 UU tersebut menyangkut hak perempuan. Pasal 45 menetapkan hak perempuan mempunyai kedudukan sebagai hak asasi manusia sesuai dengan pasal 3 CEDAW. Pasal 46 UU No.39/1999 berbunyi sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan angggota badan legislatif dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif harus menjamin keterwakilan perempuan sesuai persyaratan yang ditentukan. Pasal 46 ini sesuai dengan pasal 7 dan pasal 8 CEDAW. Pa s a l 4 7 U U N o . 3 9 / 1 9 9 9 m e l i n d u n g i h a k kewarganegaraan perempuan dan menyatakan kewarganegaraan perempuan tidak akan ditetapkan secara otomatis menurut kewarganegaraan suaminya. Pasal 47 ini berdasarkan pasal 9 CEDAW. Pasal 48 UU NO.39/1999 menentukan perempuan berhak pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Pasal 48 berdasarkan pasal 10 CEDAW
Pasal 49 menyatakan hak perempuan di bidang pekerjaan sesuai dengan pasal 11 CEDAW. Pasal 49 ayat (1) berbunyi perempuan berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan dan profesi dengan persyaratan dan peraturan perundang-ndangan. Pasal 49 ayat (2) sn ayat (3) mengandung ketentuan terhadap fungsi reproduksi dan pekerjaan. Pasal 50 yuncto pasal 51 mengandung hak perempuan dalam perkawinan berdasarkan pasal 16 CEDAW. Pasal 50 menetapan perempuan yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya. Pasal 51 ayat (1) menentukan seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya dan pengelolaan harta bersama Selanjutnya, pasal 51 ayat (2) menyatakan setelah putusan perkawinan, seorang perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya dengan memperhatikan kepentingan terbaik mereka. Ahirnya, pasal 51 ayat (3) menetapkan setelah putusnya perkawinan. Seorang perempuan mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hak yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (SN) Sumber: Oliver Richard Jones, Kedudukan Wanita dalam Hukum Negara dan Hukum Islam di Republik Indonesia Ditinjau dari Hukum Internasional, dalam “Laporan Program Pengalaman Lapangan ACIVI”, Universitas Muhammadiyah Malang
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
PUSTAKARIA
Jurus Membaca Super! Apakah Anda termasuk pembaca yang rakus? Berapa buku yang Anda baca setiap bulannya? Atau, berapa halaman yang sanggup Anda baca setiap harinya? Apa Anda akan tertarik kalau ada yang mengusulkan cara membaca-super—bahkan hanya cukup empat sampai lima detik per halaman? Dalam hitungan tersebut, Anda akan sanggup membaca dua sampai tiga buku per hari (tergantung jumlah halaman dan ukuran huruf yang digunakan) serta dapat menangkap maknanya! Bayangkan itu! Menarik, ‘kan? Sebelumnya, kita mampir dulu kepada Tony Buzan dalam “Use Both Side of Your Brain.” Terdapat tujuh tahapan membaca. Mari kita amati: Pertama, pengenalan. Kalau kita mulai memegang buku, kita akan mengenali terlebih dulu simbol-simbol pada buku tersebut. Simbol tersebut dapat berupa warna, ketebalan buku, gambar, tidak hanya berupa abjad saja. Kedua, peleburan atau tahap penyesuaian. Mata kita menangkap simbol-simbol tersebut— bahkan seluruh indra kita. Nah, indra kita lalu mengirimkan serta diterjemahkan oleh otak kita. Terjadilah semacam tarik-ulur atau pembandingan antara apa yang tercerap dari simbol-simbol tersebut oleh otak dengan pengalaman serta konteks yang sudah kita miliki. Umpamanya, simbol tebalnya halaman cenderung tercerap sebagai buku yang ‘berat dan sulit dibaca’, lantas kita membandingkannya dengan pengalaman kita sebelumnya yang membenarkan hal tersebut. Pada tahapan pertama dan kedua ini, sangat penting untuk mengetahui keuntungan yang akan membuat kita tertarik membaca sebuah buku. Pada tahapan ini pula, sebisa mungkin kita mensugesti diri untuk mau membaca. Berikanlah sugesti-sugesti positif pada diri kita. Sebab, seperti Freud bilang, “Kita hanya memperhatikan sesuatu yang menarik buat kita.” Ketiga, intra-integrasi atau penghubungan konsep-konsep, yang terwakili dalam kata-kata lalu terangkai menjadi kalimat. Kalimat-kalimat tersebut kemudian membentuk paragrafparagraf yang berkumpul dalam satu bab tertentu. Lalu, penghubungan antar bab. Lantas biasanya kita akan berujar, “Apa maknanya bagi saya?” Lagi-lagi, kemudian kita akan memadukan dan membanding-bandingkan dengan pengalaman-pengalaman kita yang lalu—apakah ada yang berhubungan?
Keempat, ekstra-integrasi. Setelah kita sampai pada tahap mencari sesuatu yang berhubungan atau setidaknya bersinggungan dengan diri dan pengalaman kita, kemudian kita mengambil keputusan. Kita melakukan analisis, apresiasi, seleksi, kritik, bahkan menentukan apakah kita akan menerima atau menolak hal-hal yang disampaikan buku tersebut. Kelima, penyimpanan. Penyimpanan di sini
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
PUSTAKARIA dapat dimaksudkan untuk pengembangan diri kita. Proses penyimpanan dapat dilakukan dengan mencatat hal-hal yang penting dari sebuah buku. Penyimpanan yang dilakukan dapat melalui proses pengutipan langsung maupun pengkodean. Misalnya, kita biasanya lebih mudah menyimpan catatan penting dengan menyanyikannya atau membuat singkatansingkatan lucu. Keenam, pengingatan. Hendaknya kita dapat
Ketujuh, pengkomunikasian. Membaca buku juga salah satu bentuk komunikasi. Baik komunikasi dengan diri sendiri (intra-personal) maupun antar pribadi (inter-personal). Komunikasi antar pribadi ini dapat dilakukan dengan tokoh-tokoh dalam buku tersebut, dengan ide pikiran penganrang, maupun dengan orang lain yang sudah atau belum membaca buku tersebut. Ingat, kalau kita berbagi suatu ide, tentu ide itu tak akan habis; beda dengan apabila kita membagi satu buah apel jadi dua: masing-masing hanya mendapat setengah apel, ‘kan? Lantas, bagaimana kita dapat membaca per halaman dalam waktu empat sampai lima detik? Hmm, Howard Gardner mengajukan beberapa kiat mudah berikut. Ayo, kita coba: Pertama-tama dan yang utama, pastikan bahwa secara emosi, kita tertarik dengan buku tersebut. Entah kita tertarik dengan warna sampulnya yang cerah, atau pengarangnya yang kontroversial. Pokoknya, coba lebih dulu untuk membuat diri kita tertarik dengan buku tersebut (Ingat tahap pertama dan kedua dari Buzan?). Lalu, letakkan buku sejauh kira-kira 50 cm dari mata kita. Pada jarak pandang tersebut, biasanya mata dapat melihat seluruh halaman. Lantas, tunjuklah dengan jari telunjuk kita tepat di tengah halaman pada baris kalimat paling atas. Nah, dengan menggunakan mata kita, lihatlah tepat di atas ujung jari. Siap? Sekarang gerakkan jari kita dengan cepat ke baris-baris kalimat yang ada di bawahnya— lekas gerakkan jari kita ke bawah. Bacalah dengan cepat sehingga kita tak punya waktu untuk berhenti pada setiap huruf, bahkan mengucapkannya. Ayo, ayo, ayo!
menggunakan hal-hal yang kita baca agar dapat digunakan lagi suatu saat kelak. Entah untuk keperluan ujian atau perbincangan. Buzan biasanya menganjurkan untuk membuat “peta pikiran” untuk membantu proses pengingatan ini. Karena, menurutnya, biasanya kita akan dengan mudah memanggil atau mengeluarkan hal-hal yang sudah kita ingat tadi—apalagi proses mengingat tersebut dilakukan ketika kita sedang dalam suasana emosi yang menyenangkan.
Alam bisa karena biasa, ‘kan? Teruslah berlatih! Kita akan kagum dengan kemampuan kita sendiri dalam membaca. O iya, teknik ini hanya berlaku untuk bacaan non-fiksi. Kalau untuk bacaan fiksi—semisal novel—tentu kita lebih suka membacanya perlahan sambil menikmati imajinasi kita. (TE)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
BEDAH BUKU Judul
: Perempuan yang Terpuruk: Kehamilan Tidak dikehendaki di Kalangan Pengungsi Pengarang : Susi Eja Yuarsi Penerbit : Pusat Studi kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005
Kesehatan Reproduksi yang Terabaikan
pengungsian serta persiapan rencana kehidupan baru, bila tak lagi tinggal di pengungsian. Hal itu menjadi salah satu pemicu terjadinya kehamilan tak dikehendaki di kalangan pengungsi perempuan yang menikah. Selain relasi gender yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang pasif, dan cenderung menuruti kemauan pasangannya dalam berhubungan seks. Remaja perempuan yang belum menikah tidak terlepas dari masalah kehamilan tak dikehendaki ini. Intensitas pergaulan remaja laki-laki dan perempuan selama tinggal di pengungsian menjadi pemicu munculnya kasus kehamilan demikian. Tinggal di pengungsian cukup lama secara tidak langsung mengakibatkan melonggarnya norma yang dianut. Melonggarnya norma sosial tersebut mempengaruhi pola pergaulan di kalangan remaja yang secara tak langsung mendorong munculnya kasus kehamilan tak dikehendaki.
K
onflik dan kerusuhan yang terjadi di suatu daerah selalu berdampak cukup besar meski sering luput dari perhatian, bahkan tidak terpikirkan. Misalnya, konflik sosial yang terjadi di wilayah Maluku Utara, yang menjadi wilayah penelitian dalam buku ini. Konflik ini mengakibatkan sebagian warga berpindah ke tempat lain dan terpaksa menjadi pengungsi. Tinggal di pengungsian, apalagi dalam jangka waktu yang lama, melahirkan berbagai persoalan baru. Perempuan pengungsi menghadapi berbagai masalah ketika tinggal di pengungsian. Kehamilan tak dikehendaki adalah salah satu persoalan yang mereka hadapi. Fasilitas kesehatan dan KB di tempat tujuan yang umumnya lebih baik dibanding dengan fasilitas di daerah asal, namun tak bisa diakses karena berbagai hal. Sebab itu adalah keterbatasan uang dan kesibukan mereka menata hidup di
Kehamilan tak dikehendaki umumnya menghadirkan kegelisahan dan kecemasan bagi yang mengalaminya. Bagi perempuan menikah, gambaran sulitnya melahirkan dan membesarkan anak di pengungsian merupakan penyebab munculnya kecemasan tersebut. Kekuatiran di kalangan perempuan yang belum menikah yaitu, bahwa mereka akan ditinggalkan dan tidak dinikahi oleh pelakunya. Dalam menghadapi kehamilan demikian, perempuan menjadi korban yang paling aktif dalam mencari penyelesaiannya. Ini karena peran gender menempatkan perempuan ke posisi sulit dan seolaholah paling bertanggungjawab dalam pemeliharaan kehamilan dan pengasuhan anak. Karena itu, sebagian perempuan berupaya untuk menggugurkan kandungannya agar terhindar dari kesulitan dalam jangka panjang. Berbagai cara dilakukan untuk mengakhiri kehamilan, di antaranya dengan minum obat-obatan, mengonsumsi ramuan tradisional atau dengan pijat tradisional. Peran pasangan dalam upaya pengguguran kandungan hampir tidak ada. Di kalangan perempuan menikah, sebagian besar tidak menginformasikannya pada suaminya. Mereka beranggapan bahwa menginformasikan hal itu pada suami tak bermanfaat
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
BEDAH BUKU karena yang akan diterima hanya kemarahan atau larangan untuk melakukannya. Tanggapan macam ini bagi perempuan yang mengalami kehamilan tak dikehendaki bukan jalan keluar yang meringankan beban, malah memberatkan perempuan yang harus meneruskan kehamilannya.
munculnya kasus ini karena tidak ada pelayanan KB di tempat pengungsian. Pemberian layanan KB secara jemput bola sangat bermanfaat bagi perempuan pengungsi guna menghindarkan diri mereka dari kehamilan tak dikehendaki. (SN)
Upaya untuk mengurangi kasus kehamilan tak dikehendaki selama ini dilakukan melalui pendekatan agama. Ini terutama dilakukan untuk mengurangi kasus di kalangan perempuan yang belum menikah. Upaya tersebut perlu diperkuat dengan penyadaran hak-hak kesehatan reproduksi di kalangan remaja secara lebih intens. Pemahaman yang lebih baik mengenai seks dan kesehatan reproduksi dimaksudkan untuk menghindarkan kalangan remaja dari perilaku yang beresiko, khususnya kehamilan tak dikehendaki. Berbeda dengan kasus kehamilan ini, di kalangan perempuan menikah
Judul Penulis Penerbit Tebal
: Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-Hak Kaum Homoseksual : M. Kholidul Adib Ach dkk. : eLSA, Semarang, 2005 : 135 halaman
Homoseksual: Siapa Takut!
P
erkawinan sesama jenis, atau homoseksual, merupakan kenyataan yang ada di depan mata kita. Tetapi, masyarakat awam memandang homoseksual sebagai abnormal, sakit jiwa dan menyimpang dari tradisi. Buku bungai rampai ini membahas perkawinan homoseksual dari kacamata agama, khususnya agama Islam. Juga ditampilkan beberapa tulisan yang mengulas bagaimana agama peduli atas kaum homoseksual dan membebaskannya dari penindasan tafsir keagamaan, membongkar kisah kaum Luth yang dilegitimasi agama untuk menindas kaum homoseksual, dan membahas beberapa fenomena homoseksual melalui kajian psikososial religi maupun studi budaya untuk mencari
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
BEDAH BUKU warahmah, yang tolak ukurnya sangat subjektif dan hanya si pelaku saja yang tahu. Kalaupun di belakang hari terjadi ketidakcocokan yang berujung pada perceraian, itu soal lain. Karena perceraian bisa terjadi pada siapa saja, baik pada kaum homoseksual mapun kaum heteroseksual. Buku ini menyampaikan bahwa keturunan bukan tujuan pokok perkawinan, karena agama tidak mewajibkan cerai kepada pasangan yang tidak mempunyai keturunan. Dari ini akhirnya dapat disimpulkan, bahwa agama sengaja disalahtafsirkan oleh kaum heteroseksual untuk menindas kaum homoseksual.
landasan filosofis pernikahan homoseksual. Membicarakan homoseksual, tidak cukup hanya merujuk pada aspek histories, seperti halnya kisah Luth. Oleh karena, kisah Luth bukan pelarangan homoseksual, namun pelarangan tindakan analseks atau sodomi. Homoseksual berbeda dengan analseks. Homoseksual termasuk dalam kategori orientasi seksual, sedangkan analseks termasuk kategori perilaku seksual. Analseks yang diidentikkan dengan perilaku seksual kaum gay, tak sepenuhnya benar, karena perilaku seksual kaum gay tidak mesti dalam bentuk memasukkan penis ke lubang dubur. Ukuran kepuasan seksualitas kaum gay hanya mereka sendiri yang tahu. Justru, analseks sangat mungkin dilakukan oleh pasangan heteroseksual yang perilaku seksualnya sering variatif, dengan cara memasukkan penis ke lubang dubur. Anggapan bahwa homoseksual menyalahi konsep hidup berpasangan juga kurang tepat, karena konsep hidup berpasangan tidak harus dengan lain jenis, mengingat yang sesama jenis pun bisa disebut sebagai pasangan. Pelurusan konsep pasangan ini sangat penting agar tak salah kaprah. Boleh jadi, kaum homoseksual yang menikah sesama jenis akan mampu membangun keluarga sakinah, mawaddah
Dilihat sebagai warga negara, yang hak-haknya dilindungi oleh UUD, semestinya kaum homoseksual diberi hak dan perlindungan untuk menikah secara sah dengan mendapat payung hukum tetap dari negara. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan revisi UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dengan memasukkan poin perlindungan pengabsahan kawin sesama jenis. Problem perlindungan hak-hak kaum homoseksual masih menjadi agenda yang harus diselesaikan bangsa Indonesia dalam rangka menciptakan demokrasi seutuhnya. Bentuk nyata gerakan yang harus dibangun: 1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah ditindas oleh negara; 2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah normal sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya; 3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan yang tidak memihak kaum homoseksual, serta 4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang mendifinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan perempuan. Perubahan UU ini harus diperjuangkan agar kaum homoseksual bisa menikah dengan sesama jenis, karena hal itu sejatinya menjadi orientasi seksualnya. Orientasi seksual bukan sebuah kesalahan ataupun tindakan menyimpang. Orientasi seksual adalah hak asasi manusia dan tak seorang pun berhak membatasi, apalagi melarangnya. (SN)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
BEDAH FILM Judul Sutradara Pemeran Utama Rumah Produksi Tahun Produksi Durasi
: : : : : :
Losing Isaiah Stephen Gyllenhaal Jessica Lange, Halle Berry Paramount Pictures 1995 102 menit
Isaiah Anakku!
C
erita diawali dengan Khaila yang panik lalu membuang anak yang baru dilahirkannya ke tong sampah. Ini ia lakukan karena pikirnya anaknya takkan hidup dalam pelukannya sebagai perempuan tanpa keluarga, hidup di jalanan, pecandu narkoba, dan tanpa penghasilan. Mengurus diri sendiri pun tak mampu apalagi harus membesarkan anak yang tak jelas ayahnya di mana. Keesokan hari, naluri keibuan Khaila mendorongnya untuk mengambil kembali anak yang semalam ia buang ke tong sampah. Ia terkejut, tong sampah tersebut telah kosong karena petugas kebersihan telah mengangkutnya. Khaila kehilangan jejak anaknya. Penyesalan selalu datang terlambat!
Khaila mulai menemukan jejak Isaiah dan itu menguatkan keinginannya untuk merawat anak yang dilahirkannya. Khaila meminta dinas sosial untuk mengembalikan hak perwalian atas Isaiah pada dirinya sebagai ibu biologisnya. Namun, berdasarkan kebijakan yang berlaku, untuk mendapatkan hak perwalian, Khaila disyaratkan memiliki penghasilan cukup dan tempat tinggal yang layak bagi perkembangan seorang anak. Akhirnya, Khaila berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai pengasuh anak di sekitar tempat tinggal dr. Margareth tempat Isaiah tinggal. Setiap hari Khaila membawa anak asuhnya ke taman tempat biasa Isaiah bermain agar khaila dapat menikmati anaknya lebih dekat.
Di tempat lain, petugas kebersihan menemukan bayi Khaila, membawanya ke rumah sakit. Bayi ini ditangani dr. Margareth. Pihak rumah sakit terus mencari identitas orangtua si bayi, namun tak menghasilkan titik-temu. Setelah bayi tersebut melewati masa kritisnya, dr. Margareth memutuskan untuk merawat bayi ini dan membawanya ke rumah. Bayi ini ia beri nama Isaiah. Bahkan, dr. Margareth mulai mengurus pengadopsian Isaiah. Kehadiran Isaiah di keluarga dr. Margareth tidak begitu saja diterima. Dengan alasan, Isaiah berkulit hitam dan anak pecandu narkoba yang tidak jelas latar belakang keluarganya. Bahkan, puteri tunggal dr. Margareth merasa Isaiah sebagai ancaman yang akan mengalihkan perhatian ibunya dari dirinya. Melihat kegigihan dan ikatan kasih sayang antara dr. Margareth dan Isaiah, akhirnya suami dr. Margareth mengizinkan merawat Isaiah dengan syarat tetap memperhatikan putrinya. Khaila terus mencari jejak anaknya. Khaila kini telah terbebas dari kecanduan narkoba setelah menjalani proses rehabilitasi. Ia harus menjalani pembinaan dinas sosial karena tertangkap mencuri di sebuah mini market.
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
BEDAH FILM membangkitkan semangatnya kembali. Bahkan, anak dan suaminya juga mulai merasa kehilangan Isaiah yang selama ini tidak terlalu mereka terima sebagai anggota keluarga.
Untuk memudahkan perjuangan Khaila mendapatkan hak perwalian atas Isaiah, ia meminta bantuan pada pengacara publik untuk mendampinginya. Dengan bantuan sang pengacara pula, akhirnya Khaila mendapatkan tempat tinggal yang cukup layak bagi perkembangan anaknya dengan harga sewa yang masih terjangkau olehnya.
Dengan berat hati dr. Margareth menyerahkan Isaiah kepada Khaila. Awalnya Khaila merasa sangat bahagia dapat merengkuh kembali anaknya yang selama ini terpisah darinya. Namun kebahagiaan itu dikalahkan atas keibaannya terhadap Isaiah yang merasa tidak nyaman hidup bersama Khaila. Isaiah begitu asing dengan teman-teman barunya yang berkulit hitam, kebiasaan-kebiasaan di rumah Khaila yang tentu saja berbeda dengan kebiasaan di keluarga dr. Margareth, tempat selama ini Isaiah tumbuh. Akhirnya Khaila memutuskan untuk mengembalikan pengasuhan isaiah kepada dr. Margareth. Khaila sadar bahwa meski Isaiah lahir dari rahimnya, namun ia tumbuh bersama dr. Margareth. Isaiah kembali dalam pengasuhan dr. Margareth. Khaila tetap bisa menemui dan bersama Isaiah kapan pun ia mau. Isaiah memiliki dua orang yang tak perlu diperdebatkan mana yang lebih berhak disebut sebagai ibu Isaiah. Keduanya berhak menyebut “Isaia adalah anakku!” (SN)
Persidangan yang membahas hak perwalian atas diri Isaiah dimulai. Khaila merasa berhak atas perwalian Isaiah karena ia yang mengandung dan melahirkannya, sedangkan dr. Margareth merasa lebih berhak karena dia yang telah mengasuh selama ini. Meski tidak melahirkan dan kulit mereka berbeda, namun dr. Margareth merasa telah memiliki ikatan emosional dengan Isaiah yang lebih kuat dari siapa pun. dr. Margareth makin lemah posisinya di depan persidangan. dr. Margareth yang tertekan dengan bayangan kehilangan Isaiah menjadi tidak stabil, minum minuman keras dan tak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Akhirnya, pengadilan menjatuhkan hak perwalian Isaiah pada Khaila. dr. Margareth sangat terpukul. Namun suami dan anaknya selalu
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
CATATAN LEPAS
Menutupi Hasrat, Menghukum Perempuan:
Gejala Kemunafikan Seksual LakiBarangkali tak ada peristiwa sosial yang menarik perhatian kita akhir-akhir ini, kecuali merebaknya aksi-aksi penolakan pornografi. Ini dipicu ketika DPR berinisiatif membuat RUU APP. Entah mimpi apa tiba-tiba segelintir oraang di DPR begitu menggebu-gebu hendak mengatur wilayah yang sangat remang-remang dari sisi hukum, bermuka ganda dari segi moral, dan sangat individual dari sisi persepsi. Namun mereka agaknya tidak sendirian dalam mengupayakan itu, karena segelintir orang yang menganggap dirinya tokoh masyarakat berpendapat bahwa moral masyarakat, atau moral bangsa ini, rusak karena hasrat seksual. Apakah benar seperti itu? Sebenarnya pornografi dianggap bisa mempengaruhi hasrat seksual kaum laki-laki, bukan peristiwa sosial yang aneh dan baru. Namun keterpengaruhan ini tidak bisa digeneralisir, sehingga tak semua laki-laki punya persepsi yang sama terhadap pornografi. Ada yang terbangun hasrat seksualnya bila menyaksikan kecabulan, namun ada yang tidak. Sangat situasional dan kondisional secara biologis, sosial, kultural, dan ekonomi politik. Hasrat seksual bisa ada di diri tiap orang sebagai potensi kurnia makhluk ciptaan, namun realisasinya sungguh bergantung pada berbagai dimensi konteksnya. Apabila kita simak gejala aksi-aksi penolakan pornografi tersebut oleh kalangan yang anti, maka tampak bahwa perempuan menjadi korban berkalikali, baik secara personal maupun struktural. Secara personal, perempuan dianggap sebagai pemicu hasrat kecabulan laki-laki, meskipun hasrat ini bisa potensial ada di dalam diri tiap orang, tanpa batasan jenis kelamin. Perempuan dengan tubuhnya menjadi penggoda nafsu, pencipta dosa. Di sini dihidupkan kembali mitologi tafsir-tafsir agama atau religi yang mendosakan perempuan karena kebertubuhannya itu. Secara struktural, perempuan dieksploitasi oleh negara, kelompok-kelompok kepentingan tertentu, dan modal; menjadi sumber pendapatan yang menggiurkan. Industri seks berkembang bukan karena semata-mata kehendak perempuan, melainkan hasil skenario negara dan kelompok-kelompok itu. Bertambahnya hukumhukum pelarangan baru yang diciptakan oleh negara memperlihatkan adanya kepentingan bisnis baru di dalamnya. Kalau demikian, sesungguhnya apa yang hendak dicari oleh kalangan yang anti pornografi tersebut? Apakah mereka benar-benar jijik pornografi,
Foto:Pusdokinfo kalyanamitra ”Teaterikal Aksi Penolakan RUU APP”
atau ada dunia bawah sadar seksualitas yang traumatis, sehingga muncul ke dalam alam sadar menjadi pandangan moral yang menyimpang atau mengingkari? Kita terkadang abai terhadap sejarah seksual seseorang; masa kecil yang berantakan; keluarga yang morat-marit, dll., sehingga ketika dewasa orang bersangkutan membungkus dirinya dengan moralitas atau nilai-nilai puritan yang salah kaprah. Ini hampir persis dengan perkembangan kejiwaan orang terhadap pemaknaan agama atau religi. Mereka yang ekstrim dan fanatik belum tentu lebih bermoral atau agamis. Kaum lakilaki, mengapa kau menutupi hasratmu dengan menghukum perempuan? Hidup tanpa seks itu kelam, namun seks tanpa kesetaraan adalah tidak beradab! (HG)
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006
Kalyanamedia | Edisi 3 No. 2 | Maret - April 2006