TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI A. Gunawan Admiranto Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN
ABSTRACT Flare observations are n u m e r o u s , and this approach should be supported by theoretical approach especially through modelling by numerical simulation. We make an analysis of reconnection process which precedes flare through numerical simulation. This method is the best method in flare modelling because processes in flare behave non lineraly so analytical method can't be used. ABSTRAK Pengamatan flare s u d a h c u k u p sering dilakukan, tetapi pendekatan pengamatan ini perlu m e n d a p a t k a n p e m a h a m a n teoretis terutama melalui pemodelan menggunakan simulasi numerik. Dalam h u b u n g a n ini dibuat kajian tentang analisis secara numerik pada peristiwa flare t e r u t a m a pada rekoneksi yang mendahului flare tersebut dan diduga menjadi pemicu u t a m a n y a . Dalam upaya m e n d a p a t k a n p e m a h a m a n tentang mekanisme rekoneksi yang mengakibatkan flare, metode numerik m e r u p a k a n cara yang paling baik k a r e n a proses yang berlangsung p a d a flare adalah proses-proses non linear sehingga metode analitis tidak mungkin dipakai. Kata kunci: Flare, Rekoneksi, Model numerik, Simulasi 1
PENDAHULUAN
Peristiwa flare sangat banyak menarik perhatian, k a r e n a di samping menjadi peristiwa yang paling dahsyat yang terjadi di tata surya kita, flare ini masih cukup banyak mengandung misteri. Sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti mekanisme yang memicu terjadinya sebuah flare. Dalam hubungan ini, dalam rangka m e n d a p a t k a n pemahaman lebih lanjut tentang flare dilakukan beberapa pendekatan, mulai pendekatan empiris secara statistik, sampai pendekatan teoretis m e n g g u n a k a n simulasi numerik. Upaya m e m a h a m i flare masih cukup sulit k a r e n a proses-proses yang terjadi pada s e b u a h flare itu sangat kompleks, bersifat non linear, dan melibatkan beberapa parameter sekaligus. Dalam melakukan pendekatan teoretis, penggambaran yang paling u m u m dipakai adalah terjadinya p e m b e n t u k a n current sheet akibat bertemunya d u a fluks medan magnet yang bergerak 169
dalam arah berlawanan (Priest, 1976). Current sheet ini m u n c u l sebagai akibat gesekan d u a t a b u n g fluks ini dan di sini terjadilah proses rekoneksi yang memunculkan flare tersebut. Akan tetapi, yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana detail dari proses tersebut. Secara garis besar di sini ada d u a model yang sering menjadi bahan perdebatan, yaitu model SweetParker dan model Petschek (Forbes dan Malherbe, 1991). Dua model ini saling bersaing u n t u k memberikan gambaran tentang bagaimana persisnya proses rekoneksi yang berlangsung p a d a current sheet u n t u k menghasilkan flare. Makalah ini a k a n mencoba memb u a t ulasan mengenai proses rekoneksi yang berlangsung di daerah current sheet. Di sini dilakukan analisis pada model Petschek u n t u k melihat bagaimana perilaku current sheet saat terjadi rekoneksi yang menghasilkan flare. Akan dilakukan pendekatan secara numerik dengan cara memecahkan persamaan-persamaan
magnetohidrodinamika menggunakan metode beda hingga. Menurut Svetska (2003), flare terdiri atas d u a jenis, yaitu flare eruptif dan flare kompak. Flare eruptif m e r u p a k a n flare yang cukup menarik perhatian karena di samping energi yang dilepaskannya lebih besar daripada flare kompak, flare ini juga bisa menghasilkan CME (coronal mass ejection). Dalam h u b u n g a n ini, walaupun pemahaman mengenai mekanisme terjadinya flare s u d a h c u k u p baik, masih banyak terdapat masalah, terutama masalah-masalah teoretis, dalam upaya mendapatkan p e m a h a m a n yang lebih lengkap mengenai terjadinya flare ini. Oleh sebab itu, banyak peneliti yang mencoba melakukan berbagai pendekatan untuk memecahkan masalah ini, di antaranya adalah dengan melakukan simulasi menggunakan pendekatan numerik. Ada beberapa peneliti yang sudah mencoba melakukan pendekatan numerik dalam m e m a h a m i peristiwa flare di Matahari, seperti Wu et. al. (2001) yang mencoba melakukan simulasi 3 dimensi pada gelombang magnetohidrodinamika, kemudian Tsiklauri et. al. (2004) membuat pemodelan hidrodinamika pada ledakan flare tanggal 14 J u l i 2000. Shibata (2003) menguraikan kemajuan pendekatan numerik pada peristiwa flare dan CME sampai sekarang, dan di situ ia menguraikan bahwa mekanisme rekoneksi magnet s u d a h cukup m a p a n secara fisis, tetapi dia masih melihat a d a n y a beberapa masalah seperti apa yang terjadi saat terjadinya rekoneksi yang berlangsung cepat, apa mekanisme percepatan partikel yang berlangsung dalam flare, serta mekanisme yang memicu terjadi flare. Selain dari pada itu, p e m a h a m a n tentang flare masih belum memadai, terutama pada d u a mekanisme yang bertentangan, yaitu mekanisme Sweet-Parker dan mekanisme Petschek yang menghasilkan current sheet, di m a n a kedua mekanisme ini masing-masing b e r u s a h a menjelaskan peristiwa flare dengan cara
masing-masing, tetapi kedua-duanya belum c u k u p m e m u a s k a n . Masalah yang dikemukakan Shibata (2003) di a t a s menunjukkan bahwa dalam pendekatan teoretis masih terdapat masalah yang terkait dengan mekanisme flare, di sini terutama yang menjadi masalah adalah mekanisme rekoneksi, proses percepatan, dan pemicu flare itu sendiri. Selain itu, w a l a u p u n model rekoeksi s u d a h menjadi model yang paling banyak diterima dalam upaya memberikan penjelasan peristiwa flare secara teoretis, dalam model ini masih a d a beberapa masalah yang h a r u s dipecahkan. Dalam hal ini, yang paling u t a m a adalah masalah bagaimana current sheet itu terbentuk, bagaimana flare itu terpicu, dan proses konversi energi yang berangsung (Priest, 1976). Lebih lanjut, Priest j u g a mengatakan bahwa upaya u n t u k memberikan penjelasan tentang flare secara teoretis h a r u s bisa memberikan gambaran lebih mendalam tentang tiga hal, yaitu (i) bagaimana energi sampai sejumlah 2 x 10 32 erg bisa tersimpan di dalam kromosfer bawah dalam waktu k u r a n g dari satu hari, (ii) bagaim a n a pelepasan energi sebanyak itu bisa terpicu, d a n (iii) bagaimana energi itu diubah menjadi energi gerakan partikel yang bersifat acak d a n yang terarah ke satu arah tertentu. Flare eruptif biasanya terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap pra flare, t a h a p impulsif, d a n t a h a p u t a m a atau main phase. Dalam tahap pra flare berlangsung proses pancaran dalam sinar X. Tahap impulsif terjadi ketika berlangsung percepatan partikel berupa elektron yang mencapai energi 100 ke V dalam 100 detik dan diikuti dengan munculnya semburan radio tipe III, pancaran sinar X keras, d a n pancaran Ha. Tahap u t a m a terjadi ketika intensitas Ha menurun dalam waktu 500 detik. Karena proses rekoneksi merupakan proses yang c u k u p penting peranann y a dalam terjadinya sebuah flare, maka di sini a k a n ditinjau secara lebih men170
dalam. Secara khusus akan ditinjau proses pembentukan current sheet dalam model Petschek dengan menggunakan metode numerik. Dalam hal ini a k a n ditinjau satu model yang s u d a h dikaji secara penuh, yaitu model yang digunakan oleh Forbes dan Malherbe (1991). Model yang mereka b u a t mencoba melihat sebuah current sheet yang memiliki kesetimbangan termal dan mekanis, tetapi sensitif terhadap ketidaksetimbangan yang bersifat menyobek current sheet dan p a d a ketidak setimbangan kondensasi termal. 2
METODE
Upaya melakukan pemodelan numerik selalu diawali dengan beberapa persamaan dasar yang mengendalikan dinamika partikel yang bergerak di dalam medan magnet. Persamaan yang dimaksud adalah p e r s a m a a n - p e r s a m a a n magnetohidrodinamika, yaitu p e r s a m a a n yang mengatur gerak partikel yang dipengaruhi medan magnet. Persamaan-persamaan magnetohidrodinamika yang dipakai adalah (Murawski dan Tanaka, 1997).
Dalam h u b u n g a n ini, parameter yang penting dalam pengertian bisa didapat datanya melalui pengamatan adalah kecepatan partikel v d a n k u a t medan magnet B. Perangkat p e r s a m a a n di atas adalah perangkat persamaan diferensial parsial, yang kemudian dipecahkan menggunakan metode beda hingga {finite element method). Dalam h u b u n g a n ini aliran plasma dianggap menempati jaringan kisi-kisi di m a n a tiap partikel menempati tiap titik p a d a kisi itu d a n tiap titik pada kisi ini merepresentasikan parameter fisik yang dimiliki partikel pada s u a t u saat. Metode beda hingga digunakan k a r e n a dianggap c u k u p baik dalam mendekati dinamika partikel yang sedang bergerak. Gambar 2-1 menunjukk a n kisi yang dimaksud.
(2-1) (2-2) (2-3) (2-4)
Persamaan (2-1) adalah persamaan kontinuitas u n t u k partikel yang bergerak dalam lingkungan yang netral, persamaan (2-2) adalah persamaan kontinuitas untuk partikel yang bergerak dalam medan magnet, persamaan (2-3) menunjukkan h u b u n g a n a n t a r a p e r u b a h a n medan magnet dalam waktu dengan kecepatan partikel, sedangkan persamaan (2-4) menunjukkan h u b u n g a n a n t a r a gradien tekanan dengan p e r u b a h a n energi dalam pada fluida b e r m u a t a n yang ditinjau. 171
Gambar 2 - 1 : Pola kisi yang dipakai u n t u k memecahkan persamaan diferensial parsial dengan metode beda hingga. Setiap titik menjadi mewakili parameter fisis (v, T, B) yang dimiliki partikel pada suatu saat Selanjutnya, dalam m e m e c a h k a n p e r s a m a a n - p e r s a m a a n di atas dipakai metode beda hingga yang pada prinsipnya adalah mencoba melakukan p e n u r u n a n s u a t u fungsi p a d a satu titik dengan mencari nilai fungsi tersebut pada titiktitik yang berdekatan dengan titik tersebut. Dari kalkulus didapat
W(x,y,i) = Vmf(x+te,y,t)-f(x,y,t)
(2-5)
dari t u r u n a n pertama fungsi yang sudah diperoleh. T u r u n a n pertama diperoleh dari nilai fungsi pada satu titik di antara dua kisi, dan t u r u n a n kedua diperoleh dengan mencari selisih nilai fungsi antara dua titik d a n dibagi dengan jarak antar kedua titik itu. Dari sini dapat ditentukan turunan pertama d a n kedua p a d a setiap titik dari fungsi yang kita gunakan. (2-6)
Gambar 2-2: Gambaran skematis p a d a daerah current sheet tempat berlangsungnya rekoneksi yang memicu ledakan flare. Bagian A menunjukkan daerah rekoneksi yang mer u p a k a n r u a n g komputasi dalam u p a y a memecahkan persamaan diferensial magnetohidrodinamika. Karena m e n g g u n a k a n j a r a k an tar titik yang bersifat diskrit, yaitu t u r u n a n variable itu hanya didefinisikan di titiktitik kisi, m a k a t u r u n a n s u a t u fungsi bisa didekati dengan cara ini, dengan mengandaikan bahwa perubahan terkecil nilai x menjadi nilai fungsi dari titik-titik kisi yang berdekatan. Sebagai contoh, kita ingin menghitung t u r u n a n dari s u a t u fungsi psi pada arah x di titik (i,j) p a d a satu saat tertentu. Maka, yang kita lakukan adalah mencari nilai psi pada titik yang terletak sebelah menyebelah titik (i, j) dan mencari selisihnya. Hasilnya kemudian dibagi dengan j a r a k a n t a r a d u a titik itu, yaitu dua kali j a r a k kisi p a d a arah x. T u r u n a n k e d u a dari fungsi ini bisa diperoleh dengan mencari t u r u n a n
Metode ini kemudian digunakan u n t u k melakukan pendekatan numerik p a d a proses fisis yang berlangsung dalam sebuah current sheet sebagaimana yang ditunjukkan p a d a Gambar 2-2 di bawah. Dalam hal ini model Petschek dipakai, di m a n a rekoneksi berlangsung pada daerah yang sempit, lebih sempit dari pada daerah rekoneksi yang diusulkan oleh model Sweet-Parker. Gambar 2-2 menunjukkan daerah current sheet yang menjadi tempat berlangsungnya rekoneksi yang memicu flare. Bagian A menjadi r u a n g komputasi dalam upaya m e m e c a h k a n persamaan magnetohidrodinamika yang ditunjukkan oleh p e r s a m a a n (2-1) sampai dengan persamaan (2-4). Selanjutnya, dalam persamaan ini digunakan syarat-syarat batas dan awal sebagai berikut • Syarat awal
• Syarat batas vx(x,0,t)=0
v*(x,0,t)=0
• Masukkan konstanta fisis dan tentukan grid. Tentukan konstanta. • Majukan satu langkah dalam waktu dan m a s u k k a n gangguan. • Tentukan syarat awal dan batas. • Hitung Bk+i dengan menggunakan harga kecepatan Vk. 172
Hitung Vk+i dengan m e n g g u n a k a n pers a m a a n momentum d a n variabel lain. Tentukan apakah |(P k+ i - Pu)/Pk| < e, bila tidak kembali ke langkah 2, bila
173
ya selesai, d a n gambarkan situasi fisis yang dihasilkan.
Persamaan difusi ini sebenarnya hanyalah salah s a t u dari seperangkat persamaan diferensial magnetohidrodinamika yang h a r u s dipecahkan dan untuk bisa mendapatkan pemecahannya, m a k a p e r s a m a a n - p e r s a m a a n lain persam a a n (2-1) sampai p e r s a m a a n (2-4) juga h a r u s dipecahkan juga. Untuk itu, p e r s a m a a n - p e r s a m a a n lain j u g a perlu dipecahkan dengan menggunakan algoritma yang sama, d a n disesuaikan dengan persamaan yang akan dipecahkan. Akibatnya p e r s a m a a n difusi beru b a h menjadi
3
KAJIAN HASIL MODEL NUMER1K
Upaya m e m e c a h k a n persamaanpersamaan magnetohidrodinamika sebagaimana tersebut di atas adalah salah satu upaya u n t u k m e n d a p a t k a n pemah a m a n lebih m e n d a l a m tentang prosesproses fisis yang berlangsung menjelang terjadinya sebuah flare. Meskipun demikian, di sini masih diperlukan waktu lebih banyak lagi dalam m e n d a p a t k a n pemecahan p e r s a m a a n magnetohidrodinamika sehingga hasil seperti yang diperoleh oleh Forbes dan Malherbe (1991) bisa didapat. Dalam pada itu, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan (2-1) sampai dengan persamaan (2-4), p e r s a m a a n difusi sebenarnya b u k a n satu-satunya persamaan yang harus dipecahkan. Dalam hal ini yang perlu dipecahkan adalah persamaan kontinuitas u n t u k partikel yang bergerak dalam medan magnet, persamaan yang menunjukkan hubungan antara p e r u b a h a n m e d a n magnet dalam
waktu dengan kecepatan partikel, d a n persamaan yang menunjukkan hubungan a n t a r a gradien t e k a n a n dengan perubahan energi. 4
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakuk a n oleh Forbes d a n Malherbe (1991), tampak baliwa gangguan pada daerah current sheet bisa mengakibatkan adanya ketidak-stabilan y a n g kemudian mengakibatkan flare. Dalam simulasi yang mereka lakukan mereka mendapatkan bahwa kompresi plasma yang diakibatkan oleh rekoneksi sangat berpengaruh pada proses kondensasi. Mereka juga mendapatkan bahwa upaya melakukan simulasi flare, terutama pembentukan post flare loops, c u k u p sulit. Hal ini karena proses-proses rekoneksi, penguapan, dan kondensasi c u k u p rumit, selain itu j u g a rentang parameter yang tepat u n t u k berlangsungnya proses ini sulit u n t u k disimulasikan dalam 2 atau 3 174
dimensi. Rentang parameter yang tepat ini perlu ditentukan secara akurat karena bisa memberikan gambaran secara kualitatif mengenai proses fisis yang sebenarnya berlangsung. Hal ini juga terutama karena proses-proses pada saat berlangsungnya rekoneksi ini adalah proses yang non linear sehingga pendekatan analitis tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya, Shibata (2003) mengatakan bahwa mekanisme rekoneksi magnet s u d a h c u k u p m a p a n dalam memberikan penjelasan mengenai proses terjadinya flare di matahari. Akan tetapi, masih ada beberapa pertanyaan yang muncul, t e r u t a m a yang terkait dengan upaya memberikan penjelasan secara kuantitatif. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain: • Apa yang terjadi saal berlangsungnya rekoneksi cepat ? • Di m a n a kah persisnya tempat berlangsungnya shock yang berlangsung lambat dan yang berlangsung cepat ? • Apa mekanisme percepatan partikel yang berlangsung di flare d a n CME ? • Apa mekanisme p e n u m p u k a n energi dan pemicu terjadinya flare ? Shibata juga m e n g a t a k a n bahwa u n t u k m e n d a p a t k a n jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di a t a s , diperlukan data pengamatan yang lebih akurat, serta simulasi baik dalam 2
175
maupun dalam 3 dimensi yang melibatkan rekoneksi, konduksi p a n a s dan penguapan. Dari p e m b a h a s a n di atas tampak bahwa upaya memahami proses terjadinya flare tidak c u k u p hanya dengan semakin canggihnya u p a y a melakukan pemodelan (baik dalam 2 dimensi m a u p u n dalam 3 dimensi), tetapi j u g a memerlukan peralatan pengumpul data yang semakin akurat, t e r u t a m a yang memiliki resolusi tinggi baik secara spasial m a u p u n temporal. DAFTAR RUJUKAN Forbes, T.G., dan Malherbe, J.M., 1991. Solar Physics 135, 3 6 1 . Murawski, K. Tanaka, T., 1997. Astrophys. Spc. Sci., 254, 187. Priest, E.R., 1976. Solar Physics, 47, 4 1 . Shibata, K., 2 0 0 3 . ASP Conf Series, vol. nnn. Svetska, Z. dalam Dwivedi, B.N. 2 0 0 3 . (ed.) Dynamic Sun, Cambridge University Press, Cambridge. Tsiklauri, D., Aschawanden, M.J., Nakriakov, V.M., Arber, T.D., 2004. Astronomy and Astrophysics, 1149. Wu, S.T., Zheng, Huinan, Wang, S., Thompson, B.J., Plunkett, S.P., Zhao, X.P., Dryer, M., 2 0 0 1 . Journal of Geophysical Research vol. 106, No. A l l , 2 5 0 8 9 .