TEKNOLOGI PEMBUATAN PAPAN SERAT
1. Dian Anggraini Indrawan, S.Hut., MM. 2. Dr. Ir. Han Roliadi, MSc 3. Rossi M. Tampubolon, S.Si. 4. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si. 5. Prof. Gustan Pari, M.Si. 6. Mohammad Iqbal, S.Hut. M.Si.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, DESEMBER 2014
TEKNOLOGI PEMBUATAN PAPAN SERAT 1
Bogor, Mengetahui
Desember 2014
Ketua Tim Pelaksana,
Ketua Kelti,
Djeni Hendra Dipl. Chem, MSi
Dian Anggraini Indrawan, MM.
NIP. 19550108 198503 1 001
NIP. 19800514 200604 2 005
Menyetujui
Mengesahkan
Koordinator,
Kepala Pusat,
Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si NIP. 19580705 198903 1 007
Dr. Ir. Rufi’ie, MSc. NIP. 19601207 198703 1 005
2
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………..
iv
Abstrak …………………………………………………………………………..
1
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
2
A. Latar Belakang …………………………………………………..........
2
B. Tujuan dan Sasaran ........……………………………………………..
3
C. Luaran ...............………………………………………………………
4
D. Hasil yang Telah Dicapai ....………………………………………….
4
E. Ruang Lingkup .....……………………………………………………..
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..………………………………………………...
9
BAB III METODE PENELITIAN ...……………………………………………..
16
A. Lokasi Penelitian .......………………………………………………….
16
B. Bahan dan Peralatan ...………………………………………………..
16
C. Prosedur Kerja .......……………………………………………...........
17
D. Pengujian ...........………………………………………………...........
22
E. Rancangan Percobaan dan Analisis Data .....................................
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...……………………………………….
27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
66
LAMPIRAN ..................................................................................................
72
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3
Komposisi bahan serat dan bahan aditif untuk pembentukan Hardboard ……………………………………………………………
20
Analisis keragaman terhadap kerapatan dan komposisi kimia bahan serat berligno selulosa ....................................................
27
Hasil uji jarak beda nyata jujur Tukey terhadap kerapatan dan komposisi kimia bahan serat (dinyatakan dalam grade/mutu dan skor) *) ................................................................................
28
3
Tabel 4
Analisis keragaman terhadap dimensi serat dan nilai turunannya bahan serat berlignoselulosa ....................................................... 30
Tabel 5
Hasil uji beda nyata jarak Tukey terhadap dimensi serat dan nilai turunannya pada bahan serat berligno-selulosa (dinyatakan dalam grade/mutu dan skor) ...................................
30
Tabel 6
Analisis keragaman terhadap sifat pengolahan pulp individu bahan serat, pada konsentrasi alkali tertentu .............................. 32
Tabel 7
Hasil uji beda nyata jarak Tukey terhadap sifat pengolahan pulp individu bahan serat, pada konsentrasi alkali tertentu (dinyatakan dalam grade/mutu dan skor) .................................... 33
Tabel 8
Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, hasil penyempurnaan ................................ 37
Tabel 9
Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, hasil penyempurnaan, diikuti dengan uji jarak beda nyata jujur (Tukey) – dinyatakan dalam mutu (G); dan dengan analisis diskriminan (Y-dioscr) berikut korelasi kanonik (R) ....................
38
Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang evaluasi hasil penyempurnaan ....
43
Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, untuk evaluasi hasil penyempurnaannya, diikuti dengan hasil uji jarak beda nyata jujur (Tukey) - dinyatakan dalam mutu dan skor ............................................................................................
44
Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang performa serat sisal untuk hardboard ...................................................................................
48
Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal, diikuti dengan uji jarak beda nyata jujur (Tukey) – dinyatakan dalam mutu (G); dan dengan analisis diskriminan (Y-dioscr) berikut korelasi kanonik (R) .................................................................................
49
Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang pencermatan performa serat sisal sebagai substitusi serat bambu ..................................................
53
Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, untuk penelaahan performa serat sisal sebagai substitusi serat bambu, diikuti dengan hasil uji jarak beda nyata jujur (Tukey) – dinyatakan dalam mutu dan skor ...............................................
54
Kristalinitas bahan serat .............................................................
62
Tabel 10 Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
4
Abstrak Pembuatan papan hardboard berskala laboratorium dilakukan tahun 2014, bertujuan menyempurnakan mutu hasil percobaan sebelumnya (2013). Hardboard tersebut dibentuk dari campuran serat yaitu pulp rumput gelagah (RG) + pulp tandan kosong kelapa sawit (TKKS) + pulp bambu (andong). Bahan aditif yang digunakan (tahun 2013) berkomposisi perekat tanin formaldehida (TF) + alum + emulsi lilin. Berdasarkan sifat fisis-mekanisnya, hardbord tahun 2013 tidak banyak memenuhi persyaratan JIS dan ISO. Usaha penyempurnaan (2014) mencakup modifikasi campuran bahan serat (penggunaan pulp RG dan pulp bambu andong masingmasing hasil pemasakan berkonsentrasi alkali lebih tinggi (10,5%); dan untuk pulp TKKS pada konsentrasi 12%; perubahan macam/komposisi aditif (perekat taninresorsinol formaldehida (TRF) + alum + arang aktif); dan kemungkinan substitusi serat bambu andong melalui inntroduksi serat bambu betung dan serat sisal. Hasil mengindikasikan, campuran pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%) paling berprospek untuk hardboard; prospek kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut adalah hardboard dari pulp RG (100%), campuran pulp RG (50%) + bambu andong (50%), dan campuran pulp RG (50%) + pulp bambu betung (50%). Prospek serat 5
sisal untuk hardboard di bawah bambu andong. Prospek terbaik hardboard yang melibatkan sisal adalah dari campuran pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%). Mutu hardboard hasil penyempurnaan lebih baik dari hasil tahun 2013, karena lebih banyak memenuhi persyaratan JIS/ISO (terutama yang berprospek kesatu, kedua, dan ketiga). Serat yang masih kurang prospektif (bambu betung dan sisal) diharapkan dapat diperbaiki diantaranya menggunakan pulp sisal dari pemasakan berkonsentrasi alkali lebih rendah (< 9,0%), perekat TRF berporsi lebih banyak, arang aktif berukuran nano, dan cross-linking agent. Kata kunci: papan hardboard, bahan serat konvensional kayu, serat alternatif non-kayu, teknologi penyempurnaan hardboard, persyaratan standar
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Papan serat adalah salah satu produk panel hasil rekonstitusi kayu atau bahan berserat ligno-selulosa lain. Papan serat dibuat dengan pertama-tama
dengan
menceraiberaikan kayu atau bahan berserat berligno-selulosa lain menjadi seratserat terpisah (pulping), dan selanjutnya dibentuk menjadi lembaran papan serat menggunakan media air (proses basah) atau media udara (proses kering). Ikatan antar serat bisa berasal dari bahan kimia serat sendiri (lignin), dengan demikian bahan perekat tidak selalu diperlukan. Guna memperbaiki sifat-sifat papan serat (seperti kekuatan, ketahanan air, dan ketahanan api), bahan lain bisa ditambahkan selama pembentukan lembaran (aditif internal) atau sesudah lembaran terbentuk (aditif external/finishing), seperti perekat thermosetting atau thermoplastic, emulsi lilin, bahan laminasi/coating, bahan pengawet, bahan tahan api, dan perlakuan
6
minyak (oil tempering). Salah satu keuntungan papan serat adalah dapat dibuat dari kayu bermutu rendah, limbah kayu, atau kayu (bahan berserat ligno-selulosa lain) berukuran kecil.
Kegunaan papan serat banyak menyamai, atau bahkan bisa
melebihi, papan kayu solid (Anonim, 2003; 2009; 2012). Berdasarkan kerapatan, papan serat terdiri dari 3 macam, yaitu rendah (insulation board; 0,02-0,40 g/cm3), sedang (medium density fiberboard/MDF; 0,400,80 g/cm3), dan tinggi (hardboard; 0,80-1,20 g/cm3). Semakin tinggi kerapatan papan serat, maka semakin besar pula potensi kemampuannya untuk tujuan konstruksi/struktural (Tsoumi, 1993; Anonim, 2003; 2009a; 2012; 2012a). Di Indonesia arti penting kegunaan papan serat tercermin dari kecenderungan lebih besarnya volume impor papan serat (termasuk hardboard) dibandingkan volume impornya periode 2008-2012.
Selama periode tersebut kisaran volume
expor papan serat adalah 73,9-112,8 juta kg, sedangkan volume impornya 191,2244,7 juta kg (Anonim, 2009; 2012i; 2013a). Pada periode tersebut pula, volume impor papan serat Indonesia jauh melebihi expornya. Ini berindikasi produksi papan serat Indonesia dalam negeri saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan domestik. Hal yang mengkhawatirkan, sejalan dengan laju pertambahan penduduk Indonesia di masa mendatang, diperkirakan kebutuhan produk kayu (termasuk papan serat) akan meningkat pula. Ini akan lebih memperparah lagi kesenjangan (defisit) yang sudah terjadi antara kemampuan produksi papan serat Indonesia dan kebutuhan domestiknya (Anonim, 2009, 2013a). Hal ini mengingat sumber/potensi persediaan bahan baku serat konvensional papan serat (khususnya kayu hutan alam), semakin langka dan terbatas (Anonim, 2012h). Sehubungan dengan itu, perlu dipikirkan pemanfaatan bahan serat alternatif non-kayu yang potensinya berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan, seperti rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit, dan bambu (Pasaribu dan Roliadi, 2006; Anonim, 2008a; Puspitasari, 2011). Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2013
telah
dilakukan
percobaan
pembuatan
papan
serat
tipe
hardboard
menggunakan campuran bahan baku serat rumput gelagah, TKKS, dan serat bambu andong di Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH, Bogor). Hardboard tersebut dibuat dari campuran bahan serat (sudah dibentuk pulp) yaitu pulp rumput gelagah (RG) + pulp tandan kosong kelapa sawit (TKKS) + pulp bambu andong, pada berbagai proporsi (Anggraini et al., 2013). Bahan aditif yang digunakan berkomposisi perekat tanin formaldehida (TF) + alum + 7
emulsi lilin. Hasil mengindikasikan penggunaan rumput gelagah paling berprospek; sedangkan penggunaan TKKS menimbulkan masalah pada pembentukan lembaran hardboard yang diduga masih terdapatnya sejumlah tertentu sisa lemak/minyak, sehingga berpengaruh negatif pada sifat terutama kekuatan, kestabilan dimens, dan warna permukaan lembaran agak gelap. Juga, berdasarkan sifat fisis-mekanisnya, sebagian besar produk hardboard tidak memenuhi persyaratan standar JIS (Anonim, 2003) dan ISO (Anonim, 2013) Sebagai kaitannya, telah dilakukan kegiatan penyempurnaan sifat harboard antara lain modifikasi teknonogi pengolahan ketiga macam bahan serat tersebut (RG, TKKS, dan bambu andong), introduksi serat alternatif lain (bambu betung dan sisal), dan perubahan macam/komposisi bahan aditif (a.l. penggunaan perekat taninresorsinol formaldehida dan arang aktif). Hasil dari kegiatan penyempuraan tersebut disajikan lebih rinci berikut ini. B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Kegiatan penelitian bertujuan mendapatkan data dan informasi teknologi penyempurnaan sifat papan serat tipe hardboard menggunakan bahan baku serat alternatif non-kayu berupa rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), bambu dan sisal.
2. Sasaran Tersedianya informasi teknologi penyempurnaan sifat papan serat tipe hardboard dari rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), bambu dan sisal. C. Luaran 1. Informasi teknologi penyempurnaan sifat papan serat tipe hardboard serat tipe hardboard dari rumput gelagah, TKKS, bambu dan sisal. 2. Draf karya tulis ilmiah hingga penilaian akhir menjadi publikasi ilmiah 3. Contoh produk papan serat tipe hardboard D. Hasil yang Telah Dicapai
8
1. Hasil kegiatan institusi ini -Kegiatan tahun 2010 Kegiatan tersebut adalah Uji Coba Pembuatan Kertas Bungkus Skala Usaha Kecil dari Berbagai Bahan Serat Alternatif (Anggraini et al., 2011). Kertas bungkus memiliki berbagai kegunaan seperti untuk kertas amplop, tas, dan hal-hal terkait pembungkusan/pengepakan, sedangkan ketersediaan bahan baku serat konvensional (kayu hutan alam) semakin terbatas dan langka. Dengan demikian, kertas bungkus terutama harus memiliki sifat kekuatan, keliatan (toughness), dan ketahanan air yang tinggi. Bahan serat alternatif yang digunakan adalah jenis kayu pionir (jabon dan terentang), limbah kayu pembalakan hutan (sengon), sludge industri pulp/kertas, dan serat daun nenas. Pengolahan pulp masing-masing serat menggunakan proses semi-kmia soda panas tertutup (untuk bahan serat kayu) dan terbuka (untuk bahan serat non-kayu). Bahan aditif yang digunakan alum (tawas), kaolin, sabun rosin, dan emulsi lilin). diharapkan secara teknis dihasilkan produk kertas bungkus dengan sifat tertentu (fisis/kekuatan/optis) yang dikehendaki. Hasil mengindikasikan bahan serat yang paling paling berprospek untuk ketas bungkus adalah campuran pulp kayu terentang (20%), + pulp kayu jabon (20%) + pulp kayu sengon (40%) + pulp serat daun nenas (20%), tanpa sludge. Proporsi sludge yang bisa ditolerir sekiranya sludge dimanfaatan adalah campuran sludge (20%) + pulp terentang (20%) + pulp jabon (20%) + pulp sengon (20%) +pulp serat daun nenas (20%). Pada proporsi tersebut (baik melibatkan sludge atau tidak), hasil lembaran pulp banyak memenuhi sifat fisis-kekuatan kertas bungkus komersial (Anggraini et al., 2011) - Kegiatan tahun 2011 Topik pada kegiatan tersebut adalah Potensi Teknis Pemanfaatan Pelepah Nipah dan Campurannya dengan Sabut Kelapa untuk Pembutatan Papan Serat Berkerapatan Sedang (MDF) (Roliadi et al., 2012). Pelepah nipah dan sabut kelapa merupakan bahan serat alternantif yang potensinya berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Pengolahan pulp menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka. Macam dan komposisi bahan aditif adalah perekat urea formaldehida (UF); bahan retensi tawas, dan arang aktif. Pembentukan lembaran MDF menggunakan cara basah. Hasilnya adalah arang aktif menurunkan sifat kekuatan MDF, tetapi menurunkan penyerapan air dan pengembangan tebal. Sifat fisismekanis MDF dari pelepah nipah lebih banyak memenuhi persyaratan standar (JIS dan ISO). Meskipun demikian, serat sabut kelapa (bentuk pulp) bisa bermanfaat untuk MDF dengan mencampurnya dengan pulp pelepah nipah pada proporsi 25%+75% dan 50%+50%.
9
- Kegiatan Tahun 2012 Kegiatan tahun tersebut berjudul Penyempurnaan Sifat Papan MDF dari Pelepah Nipah dan Campurannya dengan Sabut Kelapa (Anggraini et al., 2012). Kegiatan bertujuan memperbaiki sifat papan MDF, dan meningkatkan performa sabut kelapa. Proses pengolahan pulp terhadap masing-masing bahan serat (pelepah nipah dan sabut kelapa) menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka, sedangkan bahan aditif yang digunakan terdiri dari bahan perekat TF (tanin formaldehida); bahan retensi tawas, emulsi lilin, dan arang aktif. Sebagai pembanding digunakan perekat fenol formaldehida (PF), sedangkan bahan aditif lainnya tetap sama
Pembentukan lembaran MDF juga menggunakan cara basah, dengan
kondisi yang tetap sama seperti pada tahun 2011. Performa perekat TF untuk MDF sebanding dengan perekat PF. MDF dengan perekat TF memiliki sifat lebih baik dibandingkan MDF hasil percobaan sebelumnya (2011) yang menggunakan perekat UF. Sifat MDF dari pelepah nipah 100% paling banyak memenuhi persyaratan (JIS dan ISO). Sabut kelapa tetap bisa prospektif (bentuk pulp) melalui pencampurannya dengan pulp nipah pada proporsi 25%+75% dan 50%+50%. - Kegiatan Tahun 2013 Kegiatan tersebut bertopik Teknologi Pembuatan Papan Serat Tipe Hardboard (Anggraini et al., 2013). Kegiatan dilaksanakan dalam rangka diversifikasi produk papan serat, lebih menambah wawasan penggunaan bahan serat bukan kayu. Produk di sini adalah papan serat tipe hardboard, sedangkan bahan serat alternatif yang digunakan adalah rumput gelagah (RG), TKKS, dan bambu andong. Seperti untuk MDF, pengolahan pulp untuk hardboard juga menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka (pada 2 taraf konsentrasi alkali); sedangkan pembentukan lembarannya memakai cara basah pula. Bahan aditif yang digunakan berkomposisi perekat TF, alum, dan emulsi lilin. Hasil mengindikasikan bahwa serat RG paling prospektif untuk hardboard (HB), diikuti oleh serat TKKS dan bambu andong. Peningkatan konsentrasi alkali dan penggunaan perekat TF berpengaruh positif pada sifat kekuatan HB. Akan tetapi emulsi lilin berpengaruh negatif pada sifat kekuatan tersebut. Sifat HB dari serat SG (100%) paling banyak memenuhi persyaratan (JIS dan ISO). Meskipun demikian, serat TKKS dan bambu andong bisa bermanfaat untuk HB, melalui pencampurannya (bentuk pulp) dengan pulp RG pada proporsi (b/b): 50%+0%+50%, 0%+50%+50%, and 33.33%+33.33%+33.33%. Percobaan lebih lanjut melibatkan TKKS untuk HB disarankan menggunakan konsentrasi alkali lebih inggi (>10.5%) guna mengatasi sisa minyak/lemaknya, karena menimbulkan kesulitan selama pembentukan lembaran HB dan
10
penampakan noda berwarna gelap pada permukaannya. Juga disarankan pula mengintrodusir serat alternatif lain seperti bambu betung dan sisal. 2. Hasil kegiatan institusi lain Percobaan pembuatan hardboard telah dilakukan menggunakan campuran bahan serat non kayu (50% tangkai gandum + 50% merang kedelai; b/b) (Ye et al., 2005). Sebagai pembanding dibuat pula hardboard dari 100% serat kayu. Kondisi pengolahan pulp dan pembentukan lembaran hardboard, sama untuk ke dua macam bahan serat tersebut (non kayu dan kayu). Pengolahan pulp menggunakan cara steam-induced explosion; pembentukan lembaran dengan cara kering; dan perekat yang digunakan adalah UF. Sifat kekuatan dan kestabilan dimensi hardboard dari campuran serat non-kayu ternyata sebanding dengan sifat dari serat kayu. Ini menunjukkan pula prospek positif pemanfaatan serat non-kayu untuk hardboard. Percobaan lain pembuatan hardboard dilakukan menggunakan bahan serat bambu (Gigantochloa scortechinii) (Ashaari et al., 2010). Mula-mula bambu, yang dibentuk menjadi serpih, mengalami perlakuan perendaman dalam larutan NaOH (2%) pada suhu 60oC selama 6 jam jam.
Sesudahnya, serpih bambu yang
mengalami perlakuan uap super heated (suhu 150oC) dalam alat yang secara bersama melakukan fungsi refining (refiner-mechanical pulping) selama 3 jam, menjadi pulp. Pulp bambu yang diperoleh dibentuk menjadi lembaran hardboard (dengan target kerapatan 1 gram/cm3) dengan cara kering. Perekat yang digunakan fenol foramldehida (PF).
Selanjutnya, hardboard yang terbentuk, setelah
conditioning, diperiksa sifat fisi-mekanisnya. Ternyata sifat harboard dari bambu tersebut sebanding dengan sifat hardboard dari kayu tropis (menggunakan proses dengan spesifikasi/kondisi yang sama). Ini mengindikasikan pula peran positif bambu untuk hardboard. Percobaan lain hardboard dilakukan pula menggunakan bahan serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) (Suhaily et al., 2012). Pengolahan pulp menggunakan alat yang menerapkan proses Masonit.
Pada proses tersebut ikatan antar serat
dilunakkan dengan uap super heated bertekanan 1000 pounds/in2 pada suhu 540oF selama 1 jam. Pulp TKKS yang terbentuk selanjutnya dibentuk menjadi hardboard (juga berkerapatan 1 gram/cm3) dengan cara basah. Di sini bahan perekat tak digunakan, karena lignin pada serat TKKS diharapkan bisa berfungsi sebagai perekat alami. Ternyata sifat fisis-mekanis hardboard yang terbentuk tersebut bisa
11
menyamai sifat hardboard dari kayu tropis pula (dengan kondisi proses yang serupa dan tanpa perekat). Sebagai pencermatan terhadap hasil percobaan hardboard oleh institusi lain tersebut, pengolahan pulp dilakukan menggunakan uap (steam) bertekanan tinggi; pembentukan lembaran dengan cara kering; dan perekat yang digunakan UF dan PF, disintesis dari bahan turunan minyak bumi atau batu bara (bahan tidak terbarukan dan keramahan lingkungan diragukan). Juga, peralatan yang digunakan insitusi lain tersebut terindikasi relatif mahal sehingga kurang sesuai diterapkan di Indonesia khususnya untuk usaha skala kecil dan menengah (UKM); dan cara kering membutuhkan lebih banyak perekat; dan perekat dari bahan tak terbarukan tersebut diragukan keramahannya terhadap lingkungan. Percobaan pembuatan harboard oleh institusi ini (P3KKPHH, Bogor) menggunakan proses pengolahan semi-kimia soda panas terbuka; pembentukan lembaran cara basah (membutuhkan lebih sedikit perekat) (Suchsland dan Woodson, 1886; Anonim, 2013d) dan perekat yang digunakan tanin formaldehida (TF) yang disintesa dari bahan terbarukan (ekstrak kulit dari jenis pohon akasia). Atas dasar itu, biaya peralatan diindikasikan jauh lebih murah sehingga lebih sesuai untuk skala UKM; dan diharapkan proses pembuatanya lebih berdampak ramah lingkungan. E. Ruang Lingkup Lingkup kegiatan ini meliputi:teknologi penyempurnaan sifat papan serat tipe hardboard yang terdiri dari pemeriksaan sifat dasar bahan serat, penyiapan bahan baku serat siap diolah dari rumpt gelagah, TKKS, bambu dan sisal, pembuatan pulp untuk papan serat, penggilingan pulp hingga mencapai derajat kehalusan tertentu yang sesuai untuk papan serat (tipe hardboard), penambahan bahan aditif (alum (tawas), emulsi lilin, perekat tanin formaldehida (TF), tanin resorsinol formaldehida (TRF) dan arang aktif), pembentukan lembaran papan serat tipe hardboard berikut pengempaan pada suhu kamar dan pada suhu tinggi, conditioning, dan pengujian sifat fisik, kekuatan/mekanik, emisi formaldehida papan serat tipe hardboard, berikut pencermatan skala nano (sebagai tambahan atau pelengkap data/informasi yang diperoleh dari hasil pengujian secara konvensional, menggunakan alat/instrument berkemampuan skala nano).
12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Serat Tipe Hardboard Hardboard dengan kerapatan 0,80-1,20 g/cm3, banyak digunakan untuk dinding rumah, bagian bawah lantai, cetakan beton, pelapis panel, interior dapur, interior kendaraan bermotor, bagian furniture, kerangka pintu atau jendela, dan kadangkadang dalam bentuk laminasi dengan papan kayu atau lapisan plastik. (Haygreen dan Bowyer, 1999; Anonim, 2003; 2009, 2009a, 2012, 2012a). Kayu merupakan bahan baku utama untuk pembuatan papan serat (termasuk hardboard) adalah kayu. Kayu tersebut bisa berupa kayu daun jarum atau kayu daun lebar (Suchsland dan Woodson, 1986; Anonim, 2012).
Di samping kayu, bahan
berserat lain yang mengandung terutama lignin dan selulosa secara teknis juga bisa digunakan untuk papan serat.
Bahan tersebut disebut serat non-kayu atau atau
serat alternatif berligno-selulosa.
Contoh bahan tersebut adalah limbah kayu,
bagase (ampas tebu), merang padi, pelepah nipah, sabut kelapa, tandan kosong kelapa sawit, serat sisal, dan rumput gelagah (De Bos dan Adnan, 1958; Tsoumi, 1993; Anonim, 2009b, Iskandar dan Supriadi, 2010; Arsyad, 2012; Anonim, 2014). Tahapan yang umum dalam pembuatan hardboard adalah persiapan bahan baku
kayu
(atau
serat
lain
berligno-selulosa),
pengolahan pulp
(pulping),
penyempurnaan pemisahan serat (beating/refining), penambahan bahan aditif, pembentukan
lembaran
papan
serat,
pengeringan,
finishing,
dan
conditioning/pemotongan/perlakuan akhir, hingga pemeriksaan sifat fisik dan kekuatan/mekanik papan serat (Casey, 1980; Suchsland dan Woodson, 1986; Smook, 2002; Anonim, 2009, 2012). Penyiapan bahan baku tak lain membersihkannya dari bahan-bahan bukan serat (debu, pasir, logam, atau benda asing lainnya). Termasuk dalam persiapan adalah penyesuaian kadar air (biasanya kering udara), memotong-motong bahan tersebut menjadi berukuran kecil (serpih). Kesemua hal ini akan mempermudah proses pulping. Proses pulping papan serat yang umum digunakan adalah cara mekanis atau semi-kimia. Cara mekanis sama sekali tidak menggunakan perlakuan kimia. Adanya perlakukan kimia pada proses sedemikimia tersebut hanya bertujuan melunakkan atau melarutkan lignin secara parsial, sehingga memudahkan proses pemisahan serat pada tahap perlakuan mekanis selanjutnya (beating/refining) (Casey, 1980; Smook, 2002.
13
Beating/refining bertujuan lebih menyempurnakan pemisahan serat-serat pada pulp.
Beating/refining tersebut juga meningkatan fleksibilitas serat, menipiskan
dinding serat, dan mempeerbaiki sifat hidrasi serat (assosiasi dengan air). Macam bahan aditif yang digunakan biasa berupa antara lain bahan perekat, bahan pengawet, bahan untuk meningkatan ketahanan terhadap air dan api, dan bahan untuk memberi keindahan menarik (zat warna, dekorasi, dsb).
Pembentukan
lembaran papan serat bisa dilakukan secara basah (menggunakan media air) atau kering (media udara). Untuk papan serat tipe hardboard dan MDF, pembentukan lembarannya bisa dilakukan cara basah atau kering; sedangkan untuk papan isolasi, pembentukan lembaran hanya dilakukan secara basah (Haygreen dan Bowyer, 1999; Anonim, 2003; 2009, 2009a). Selesai pembentukan lembaran papan serat (tipe hardboard), dilakukan pengempaan pada lembaran tersebut pada tekanan tinggi dikombinasikan dengan suhu tinggi.
Kesemua hal tersebut untuk menguapkan sisa-sisa air dan lebih
menyempurnakan ikatan dan anyaman antar serat. Selanjutnya bisa diberlakukan perlakuan panas (heat treatment) atau perlakuan minyak (oil tempering), kesemuanya bertujuan memperbaiki terutama sifat kekuatan dan ketahanan air. Sesudahnya dilakukan conditioning, lalu dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanis untuk menelaah apakah memenuhi syarat atau standar ketentuan penggunaan papan serat tersebut (Anonim, 2003; 2009a). Kemudian dilakukan finishing, di mana sesudahnya diharapkan dapat diperoleh produk hardboard berspesifikasi tertentu dengan karakteristik sesuai dengan permintaan pemakai (konsumen) (Anonim, 2009a, 2012, 2012a). B. Bahan Serat Alternatif Berserat Ligno-Selulolusa Bahan tersebut yang akan diutarakan mencakup rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit, dan serat sisal. 1. Rumput gelagah Rumput glagah (Sacharum spontaneum) merupakan salah satu jenis rumput liar di banyak tempat. Rumput ini tingginya dapat mencapai 1,5-3,0 meter, batangnya beruas-ruas, dan berasal dari Asia Selatan. Rumput gelagah merupakan tanaman menahun (tumbuh sepanjang tahun), tumbuh bergerombol, dapat tumbuh baik di daerah tropis maupun non-tropis. Gelagah dapat berkembang biak secara generatif
14
(melalui biji) atau secara vegetatif (melalui stek batang). Pertumbuhan akar gelagah dapat menembus jauh ke dalam tanah, oleh karenanya dapat mencegah erosi pada tanah berpasir dan berkelerengan agak curam. Pertumbuhan gelagah yang cepat dan
bergerombol, maka
kalau
dibiarkan
dapat
mengambil
alih
(invasive)
pertumbuhan tanaman lain (Anonim, 2012b). Pemanfaatannya hingga saat ini masih terbatas pada skala usaha kecil dan menengah; antara lain bahan ekstraktifnya untuk obat-obatan, karbohidratnya (sagu) untuk makanan ternak, batangnya yang sekeras kayu banyak dipakai untuk alat musik, dan seratnya yang lebih lentur dari ijuk berfaedah untuk untuk pembuatan sapu (Anonim, 2012c). Kemampuan rumput gelagah yang dapat mecegah erosi, cepat bertumbuh, dan produknya yang berguna, menyebabkan rumput ini dapat berfungsi ganda yaitu sebagai perlindungan lingkungan dan sumber ekonomi. Akan tetapi sumber ekonomi tersebut belum banyak berarti, karena pemanfaatan produk gelagah masih terbatas. Untuk itu perlu dipikirkan pemanfaatan bagian rumput gelagah (seperti bagian seratnya) menjadi produk lebih bernilai tambah. Pada serat rumput gelagah terdapat lignin dan selulosa, sehinga secara teknis memungkinkan pemanfaatannya untuk papan serat (Anonim, 2009c). Keberhasilan pemanfaatannya untuk papan serat, akan merangsang pula penanaman dan budi daya rumput gelagah, sehingga lebih mengintensifkan pula fungsi gandanya yaitu mencegah/mengurangi erosi tanah (aspek positif terhadap lingkungan) dan aspek ekonomi.
2. Tandan kosong kelapa sawit Disamping rumput gelagah, terdapat pula sumber serat lain yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan menyatakan bahwa pabrik pengolahan minyak kelapa sawit yang berkapasitas 30 ton minyak kelapa sawit (crude palm oil atau CPO) menghasilkan 35 ton TKKS (Anonim, 1998; 1998a). Data terakhir menunjukkan bahwa produksi CPO Indonesia pada tahun 2012 mencapai 21,6 juta ton (Anonim, 2011a; 2013; 2014), yang berarti menghasilkan TKKS sebanyak 20,225,2 juta ton. TKKS saat ini hanya digunakan sebagai bahan bakar ketel pabrik minyak kelapa sawit, kompos, dan pupuk kalium. Namun pemanfaatan tersebut belum memberikan nilai tambah yang berarti. Disamping itu TKKS yang ditinggal tergeletak di atas lahan akan berdampak negatif terhadap kesuburan tanah disekitarnya, ini disebabkan kandungan sisa lemak/minyak dalam TKKS dapat 15
mencemari tanah sehingga mengurangi sifat higroskopisnya, suatu hal yang penting untuk kesuburan tanah. Demikian pula, TKKS yang dibiarkan pada lahan tidak jauh dari tegakan tanaman kelapa sawit yang masih produktif, akan mengundang kedatangan serangga (semacam kumbang) yang memakan bagian tertentu TKKS tersebut. Tidak mustahil, serangga tersebut juga akan menyerang tegakan sawit produktif dekat dengan lahan tersebut sehingga mempengaruhi kemampuan aktifitas fisioliogisnya termasuk pembentukan lemak/minyak sawit di dalam strukturnya (Anonim, 1998a; 2009d). Dalam TKKS terdapat antara lain lignin dan selulosa (Anonim, 1998; Anggraini dan Roliadi, 2011), dengan demikian secara teknis berprospek dimanfaatkan untuk papan serat yang tidak saja sebagai salah satu produk bernilai tambah, tetapi juga diharapkan ikut berperan mengurangi dampak negatif TKKS terhadap lingkungan. 3. Serat bambu Bambu juga merupakan sumber serat ligno-selulosa bukan kayu. Seperti halnya rumput gelagah, bambu termasuk golongan tumbuhan rumput-rimputan. Bambu ini tumbuh secara bergerombol atau berumpun, dan rumpun tersebut bersistim akar tinggal, di mana dapat tumbuh jauh kedalam sehingga mencekam tanah secara kuat. Selanjutnya, pada tiap-tiap rumpun tersebut bisa bertumbuh kirakira 20-30 batang bambu dengan panjang (ketinggian) hingga sekitar 30 meter. Di samping itu pada bagian bawah batang bambu banyak terdapat akar serabut. Adanya akar serabut dan akar tinggal pada bambu berakibat intensifnya penyerapan air dan unsur hara dari tanah oleh akar guna disalurkan melalui bagian tubuhnya ke daun atau jaringan lain untuk keperluan proses fisilogisnya (De Bos dan Adnan, 1958; Anonim, 2013b). Di samping itu, pada bagian atas batang bambu bisa tumbuh ranting-ranting, dan selanjutnya pada ranting tersebut bertumbuh daun-daun yang berbentuk taji (berupih daun). Sistim pertumbuhan daun bambu mengakibatkan suasana rimbun (sejuk) pada permukaan tanah bagian bawah sekitar rumpun bambu. Sistim tersebut juga mengakibatkan intensifnya pula aktifitas fotosintesa dan fisiologis lain tumbuhan bambu. Dengan demikian tanaman bambu memiliki antara lain sistim perakaran, bertumbuhnya ranting pada bagian atas bambu, dan pembentukan daun sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada intensitas aktifitas fisiologisnya. Intensitas tersebut berakibat bambu bisa bertumbuh cepat, dan berdasarkan pengamatan dari
16
salah satu bambu yang dipotong dari rumpunnya maka akan bertumbuh tunas baru (bakal batang bambu) dengan panjang yang bertambah sekitar 60-100 cm selama 24 jam. Lebih lanjut, helai daun yang tumbuh pada ranting batang bambu suatu saat gugur jatuh ke tanah. Akan tetapi, kelopak daunnya masih dengan kuat terpagut pada ranting bambu yang selanjutnya dengan cepat menumbuhkan helai daun baru. Dengan demikian suasana rimbun di bawah dan sekitar rumpun bambu tetap terjaga. Atas dasar itu maka bambu digolongkan sebagai tanaman tahunan (evergreen perenial plants). Di samping itu, suasana rimbun tersebut menyebabkan daya tarik kedatangan hewan tertentu, seperti serangga dan mamalia, yang kesemuanya banyak berdampak positif terhadap keseimbangan eko-sistem dan keanekaragaman hayati (Anonim, 2011c). Mengenai daun bambu yang gugur ke tanah, daun tersebut akan membusuk dan selanjutnya membentuk humus (top soil) yang bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah terutama disekitar rumpun bambu. Dari segala aspek positif pertumbuhan bambu tersebut, maka didapat indikasi lebih meyakinkan bahwa tanaman bambu ikut menjaga kenyamanan lingkungan, yaitu antara lain penyerap CO2, persediaan dan pengaturan air tanah, keanekargaman hayati, keseimbagan eko-sistem, dan mitigasi bencana alam (Anonim, 2013b). Di lain hal, pada bambu terdapat komponen seperti lignin (25-30%), pentosan (15-20%), dan selulosa (55-63%).
Selanjutnya serat bambu memiliki dimensi
tertentu yaitu panjang serat sekitar 2,5-4,0 mm, diameter serat 0,014-0,019 mm, diameter lumen 0,006-0,007 mm, dan koefisien kekakuan serat 170-180. Dalam hal berat jenis, nilai untuk bambu berkisar 0,40-0,75 (kering udara) (Dransfield dan Wijaya, 1995). Berdasarkan aspek fisis, kimia, dan dimensi serat tersebut, maka bambu berindikasi secara teknis dapat dimanfaatkan pula untuk papan serat (Casey, 1980; Smook 2002). Dengan demikian keberhasilan pemanfaatan bambu untuk papan serat, seperti halnya rumput gelagah, akan memberikan dampak positif secara ganda yaitu meningkatkan daya guna atau nilai tambah bambu (bentuk produk papan serat), dan secara bersamaan merangsang penanaman dan budidaya bambu sehingga mengintensifkan peran dampak positifnya terhadap lingkungan. 4. Sisal Sumber serat alternatif lain selain rumput gelagah dan TKKS adalah bahan serat pada daun tumbuhan sisal. Sisal (agave) merupakan tanaman hias yang
17
mempunyai warna daun hijau muda bercampur dengan alur menyerupai pita dan bersisik mirip ikan. Tumbuhan sisal diduga berasal dari daerah Yucatan (Mexico). Tumbuhan ini tumbuh di daerah tropis dan subtropis, mampu bertumbuh sepanjang tahun dan tumbuh di daerah panas dan kering, di mana tumbuhan jenis crops lain mungkin tidak mampu. Sisal juga dapat ditanam pada hampir seluruh tipe tanah, kecuali tanah tipe clay dan berkadar garam tinggi. Daun sisal sebagai penghasil serat dapat dipanen pada saat tanaman berumur 2 tahun hingga berumur 12 tahun (Anonim, 2012d). Serat daun sisal telah banyak dimanfaatkan untuk tali, twine, string, dan yarn guna keperluan produk usaha kecil-menengah seperti karpet, alas kaki, karung goni, anyaman tekstil, dan bentuk hasil kerajinan tangan lain. Dewasa ini produk tradisional dari serat sisal menghadapi kompetisi adanya bahan sintetis seperti polypropylene. polyester, dan polyvinyl acetate. Meskipun demikian, sisal merupakan bahan terbarukan (renewable). Sisal, dalam pengolahannya menjadi produk jadi, menghasilkan limbah yang umumnya berupa bahan organik (biodegradable) sehingga tidak terlalu berdampak negatif terhadap lingkungan (Anonim, 2012e; 2012f). Di samping itu, sama halnya dengan rumput gelagah, tumbuhan sisal memiliki sistim perakaran ekstensif sehingga mampu mencegah/mengurangi bahaya erosi lahan dan ikut memperbaiki sistim tata air tanah. Pemanfaatan sisal menjadi produk bernilai tambah dengan demikian akan merangsang masyarakat melakukan budidaya tanaman sisal sehingga ikut pula menjaga dan memperbaiki keadaan lingkungan (Anonim, 2012f). Oleh karenanya perlu dipikirkan pemaanfaatan serat sisal menjadi produk lebih bernilai tambah pula. Pada serat terdapat selulosa dan lignin, dengan demikian memungkinkan pula pemanfaatannnya untuk produk komposit, diantaranya papan serat (hardboard). C. Bahan Aditif Perekat Berbasis Fenol untuk Papan Serat Salah satu macam bahan perekat berbasis fenol yang dapat digunakan untuk memperbaiki papan serat (termasuk hardboard) adalah tanin-formaldehida (TF) dan tanin-resorsinol-formaldehida (TRF). TF merupakan senyawa hasil polimerisasi antara monomer-monomer yang terbentuk akibat reaksi antara tannin dengan formaldehida. Demikian pula, TRF adalah hasil polimerisasi monomer-monomer yang terbentuk dari reaksi antara tanin, resorsinol dan formaldehida. Tannin dapat diperoleh antara lain dari ekstrak kulit jenis tumbuhan tertentu (terutama Acacia 18
spp.), sehingga perekat TF dan TRF memiliki sifat terbarukan. Lebih lanjut, tanin merupakan polifenol, dengan demikian diharapkan sifat dan kemampuan perekat berbasis fenol tersebut (TF dan TRF) sebanding dengan perekat lain yang berbasis fenol, sudah konvensional, dan popular yaitu fenol-formaldehida (PF) dan resorsinol formaldehia (RF). Perekat PF dan RF bersifat thermosetting dan waterproof sehingga sesuai untuk tujuan eksterior. Keunggulan perekat RF dibandingkan PF adalah suhu untuk curing (hardening) lebih rendah (Hussein et al., 2011). Perekat TF dan TRF juga bersifat thermosetting dan water-proof, sehingga sesuai pula untuk pemakaian eksterior. Pencermatan lebih rinci mengindikasikan bahwa sifat dan kemampuan perekat TF dapat menyamai perekat PF, dan demikian pula perekat TRF terhadap PRF. Lebih lanjut seperti halnya RF, suhu curing untuk perekat TRF lebih rendah dibandingkan untuk TF. Ini memungkinkan proses perekatan lebih cepat, dan menghemat energi.
Perekat PF dan RF merupakan
produk dari turunan minyak bumi atau batu bara yang sifatnya tidak terbarukan dan kurang ramah lingkungan, sehingga penggunaan perekat TF dan TRF yang terbarukan berindikasi berdampak positif terhadap lingkungan (Pizzi et al., 1994; Santoso, 2011). BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pembuatan pulp dan pembentukan lembaran papan serat (tipe hardboard, berikut pengujian sifat pengolahan pulp dan sebagian sifat fisis, mekanik/kekuatan papan serat, dan emisi formaldehida) dilakukan di Laboratorium Teknologi Serat, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH, Bogor). Untuk melengkapi sifat fisis-mekanik/kekuatan tersebut, dilakukan pengujian di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. B. Bahan dan Peralatan 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah rumput gelagah (Saccharum spontaneum), tandan kosong kelapa sawit (TKKS), Bambu dan sisal (Agave sisalana). TKKS di sini berasal dari pohon induk kelapa sawit (Elaeis guineensis). Bambu yang digunakan ada dua macam yaitu bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan bambu betung (Dendrocalamus asper).
Jenis bambu andong digunakan pada percobaan pembuatan
19
hardboard sebelumnya (Anggraini et al., 2013). Dalam rangka penyempurnaan teknologi sifat hardboard di sini (2014) digunakan dua jenis bambu (andong dan betung). Keseluruhan
contoh bahan serat diambil dari Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah. Bahan kimia pemasak yang digunakan adalah soda api (NaOH). Sedangkan untuk pembentukan lembaran papan serat digunakan bahan aditif berupa alum, emulsi lilin, perekat tanin formaldehida (TF) dan tanin resorsinol formaldehida (TRF), dan arang aktif. 2. Alat Peralatan yang digunakan untuk pembuatan papan serat skala kecil adalah ketel pemasak hasil rekayasa P3KKPHH, bak pencuci serpih hasil pemasakan, dan Hollander beater. Untuk pembentukan lembaran papan serat digunakan cetakan papan serat (fiberboard-mat former/deckle box), stock chest (headbox), dan mesin pengempa dingin dan panas. Peralatan yang digunakan untuk pengujian sifat fisik dan kekuatan/mekanik papan serat adalah yang disebut universal testing machine (UTM); dan mencermati karakteristik
serat
secara
individu
dan
ikatan/jalinan/anyaman
antar
serat
menggunakan alat/instrument berkemampuan nano yaitu berturut-turut X-ray diffraction (XRD) dan scanning-electrone microscope (SEM). C. Prosedur Kerja 1. Pembuatan pulp dari bahan serat a. Penyiapan serpih RG, serpih TKKS, serpih bambu, dan serpih sisal Rumput gelagah (RG), TKKS, bambu, dan sisal secara terpisah dijadikan serpih berukuran panjang 2-3 cm, lebar 2-2,5 cm, dan tebal 2-3 mm menggunakan cara manual, dan selanjutnya dikeringkan di tempat terbuka (di bawah atap) hingga mencapai kadar air kering udara, dan kemudian serpih kering tersebut siap dimasak menjadi pulp b. Pemasakan serpih bahan serat menjadi pulp Serpih rumput gelagah, TKKS, bambu dan sisal, yang masing-masing telah mencapai kadar air kering udara secara terpisah dibuat menjadi pulp. Pengolahan pulp menggunakan proses semi-kimia soda (NaOH) panas terbuka, dengan kondisi
20
tetap pemasakan yaitu nilai banding bahan baku serat dengan larutan pemasak sebesar 1:8 (b/v), dan suhu maksimum pemasakan (100 oC) selama 2 jam. Pemasakan serpih tersebut dilakukan dalam ketel pemasak berkapasitas (per batch) 1000 gram serpih (khusus kayu) kering oven. Pada pemasakan serpih rumput gelagah menjadi pulp, konsentrasi NaOH (alkali) dibuat dalam 2 variasi yaitu 9.0% dan 10.5%. Selanjutnya, untuk pemasakan serpih TKKS, 3 konsentrasi alkali diterapkan (9.0%, 10,5%, dan 12.0%). Sementara itu, pemasakan serpih bambu (baik jenis andong atau betung) menjadi pulp, hanya digunakan satu taraf konsentrasi alkali (10.5%). Untuk pemasakan serat sisal, digunakan 2 taraf konsentrasi alkali (9.0% dan 10.5%). Selesai pemasakan, serpih lunak dipisahkan dari larutan pemasak dan dicuci dengan air sampai bebas bahan kimia pemasak. Serpih lunak hasil pencucian selanjutnya diceraikan beraikan hingga menjadi seratserat terpisah (pulp) pada alat Hollander beater pada konsistensi 3-4% selama satu jam, derajat kehalusan pulp diperiksa.
Penggilingan dilanjutkan
hingga pulp
mencapai derajat kehalusan 600-700 ml CSF (12-15oSR) yaitu nilai yang umum untuk pembentukan lembaran papan serat (Casey, 1980; Anonim, 2014), dan total waktu giling yang diperlukan dicatat. Pulp yang diperoleh selanjutnya diturunkan kadar airnya menggunakan alat sentrifuse, dan selanjutnya ditentukan rendemennya. Masing-masing pulp yang diperoleh tersebut (dari rumput gelagah, TKKS, bambu, dan sisal) saling dicampur pada proporsi tertentu (Tabel 7) untuk pembentukan lembaran hardboard, dan kemudian diperiksa sifatnya. Hasil pemeriksaan digunakan untuk mencermati kemungkinan penyempurnaan sifat hardboard (hasil percobaan tahun 2013) (Anggraini et al., 2013).
Kegiatan
penyempurnaan tersebut (tahun 2014) terdiri dari dua inti. Inti pertama, membuat hardboard dari campuran pulp TKKS (pada konsentrasi alkali 12%) + pulp rumput gelagah (konsentrasi alkali 10.5%) + bambu (jenis andong atau betung, masingmasing pada konsentrasi alkali 10.5% pula) (Tabel 7). Konsentrasi 10.5% tersebut digunakan, karena berdasarkan hasil percobaan 2013 di mana 2 konsentrasi alkali diterapkan (9.0% dan 10.5%) untuk rumput gelagah dan bambu, ternyata sifat fisis/kekuatan hardboard pada konsentrasi 10.5% lebih baik (Anggraini et al., 2013). Untuk pulp TKKS, digunakan konsentrasi alkali 12.0% juga berdasarkan hasil percobaan 2013, dimana 2 konsentrasi alkali diterapkan (9.0% dan 10.5%). Lebih tingginya konsentrasi tersebut (12.0%) bertujuan lebih mengintensifkan pelarutan lemak/minyak pada TKKS melalui reaksi penyabunan (saponifikasi), sehingga 21
menyisakan lebih sedikit lemak/minyak pada hasil serat TKKS (bentuk pulp). Diduga dengan konsentrasi di bawah 12% tersebut (9.0-10.5%), masih terdapat sejumlah tertentu sisa lemak/minyak pada pulp TKKS sehingga mengganggu ikatan dan anyaman
serat
pulp
TKKS
pada
pembentukan
hardboard
dan
akibatnya
berpengaruh negatif terhadap sifat kekuatannya. Juga adanya sisa lemak/minyak tersebut terindikasi kuat menimbulkan noda-noda berwarna gelap pada permukaan hardboard, terutama pada porsi campuran pulp TKKS 50-100% (Anggraini et al., 2013). Diharapkan segala masalah tersebut dapat diatasi dengan penggunaan konsentrasi alkali lebih tinggi (12%). Selanjutnya pada modifikasi ini, digunakan bahan perekat TRF (tanin-resorsinol-formaldehida), untuk kemudian dicermati performanya dibandingkan dengan performa perekat TF (tanin-formaldehida) yang digunakan pada kegiatan 2013. Pada inti kedua, dibuat lembaran dari campuran pulp rumput gelagah + pulp TKKS + pulp sisal pada berbagai proporsi (b/b). Masing-masing pulp yang digunakan untuk pencampuran tersebut berasal dari hasil pemasakan serpih bahan serat pada konsentrasi alkali 9.0% dan 10.5% (Tabel 7).
Percobaan inti kedua bertujuan
menelaah kemungkinan substitusi serat bambu dengan serat sisal untuk pembuatan hardboard. Sementara itu pada percobaan inti pertama (kegiatan 2014), hardboard tetap dibuat dari campuran pulp TKKS + pulp rumput gelagah + pulp bambu (seperti kegiatan 2013). Akan tetapi dilakukan modifikasi di mana masing-masing pulp (RG, TKKS, bambu andong) untuk canpuran tersebut berasal dari pemasakan serpih dengan konsentrasi alkali lebih tinggi. Modifikasi lain adalah introduksi jenis bambu betung; aditif berupa arang aktif dan perekat TRF, dan tidak digunakannya emulsi lilin. Rincian modifikasi tersebut telah diuraikan sebelumnya (Tabel 7). 2. Pembentukan lembaran papan serat tipe hardboard Pembentukan lembaran papan bertipe hardboard dilakukan dengan cara basah. Bahan serat untuk pembentukan lembaran tersebut adalah masing-masing dari keduabelas proporsi campuran bahan serat (b/b, dasar kering oven) untuk hardboard (Tabel 7), yaitu pulp rumput gelagah + pulp TKKS + pulp bambu (andong/betung) + pulp sisal yaitu: 100+0+0+0 (p1); 50+50+0+0 (p2); 50+0+50+0 (p3; pulp bambu andong); 50+0+50+0 (p4; pulp bambu betung); 0+0+0+100 (p5); 50+0+0+50 (p6); 0+50+0+50 (p7); 33.33+33.33+0+33.33 (p8), 0+0+0+100 (p9); 50+0+0+50 (p10); 0+50+0+50 (p11); dan 33.33+33.33+0+33.33 (p12). Campuran
22
serat bernotasi p1-p4 merupakan bagian percobaan inti kesatu, sedangkan yang bernotasi p5-p12 adalah percobaan inti kedua (Tabel 7). Selanjutnya, keseluruhan bahan serat dari masing-masing komposisi/proporsi campuran tersebut disuspensikan dengan media air hingga mencapai konsistensi 34% pada alat penggiling serat Hollander beater berskala semi-pilot di mana, dan kemudian dilakukan sirkulasi hingga terbentuk suspensi pulp-air yang homogen. Sambil terus disirkulasi, untuk hardboard dari campuran pulp rumput gelagah + pulp TKKS + pulp bambu, ditambahkan bahan aditif berupa alum (tawas) sebanyak 3%, bahan perekat tanin resorsinol formaldehida (TRF) 5%, dan arang aktif 4%. Arang aktif tersebut merupakan hasil karbonisasi tempurung kelapa dilanjutkan dengan proses aktifasi (menggunakan uap, pada suhu 600oC selama 60 menit). Alum
merupakan
senyawa
anorganik
dengan
formula
kimia
K2SO4.Al2(SO4)3.24H20. Dengan demikian pada alum terdapat kation K+ dan Al+3, dan anion SO4-2. Terkait dengan aspek pulp dan kertas, alum berfungsi sebagai retensi terhadap bahan serat atau bahan aditif pada saat dicampurkan dengan pulp (bentuk tersuspensi dalam air). Mekanisme kerja alum adalah menetralisir muatan negatif serat dan partikel aditif pada sistim suspensi tersebut hingga mencapai keadaan yang disebut zero potential (pH = 4-5). Pada keadaan tersebut diharapkan terjadi kontak/ikatan efektif antar serat atau antara serat dengan aditif pada saat suspensi pulp-air-aditif dibentuk menjadi lembaran berbasis serat ligno-selulosa, seperti kertas, karton, dan papan serat/hardboard. Porsi alum yang dilibatkan tersebut berkisar 3-6% (Casey, 1980; Smook, 2002; Anonim, 2012). Sementara itu, untuk hardboard dari campuran pulp rumput gelagah + pulp TKKS + pulp sisal, ditambahkan bahan aditif dengan komposisi alum/tawas (3%), + emulsi lilin (5%) + perekat tanin formaldehida (TF) (4%). Campuran tersebut terus (baik yang melibatkan aditif TFR ataupun aditif TF) disirkulasi hingga terjadi homogenisasi campuran pulp-aditif-air. Sebagai pembanding (kontrol) dibuat suspensi pulp-air (juga dari masingmasing proporsi) untuk hardboard (tanpa bahan aditif), juga bernotasi p1-p12 (Tabel 7). Pada pembentukan lembaran hardboard dengan notasi p1-p4, meski tanpa aditif, tetapi tetap menggunakan alum 3%; sedangkan yang dengan notasi p5-p12 adalah tanpa alum dan tanpa aditif. Sirkulasi juga dilakukan terhadap suspensi pulp-airalum (tanpa aditif) hingga tercapai homogenisasi suspensi. Untuk memperoleh 23
rincian lebih jelas, komposisi campuran bahan serat (bentuk pulp) berikut bahan aditif untuk pembentukan hardboard disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi bahan serat dan bahan aditif untuk pembentukan hardboard Notasi (P) P1
Bahan serat (bentuk pulp) / macam dan proporsi (%) Bambu Bambu RG TKKS Sisal (andong) (betung) 100 0 0 100 0 0 -
Konsentrasi Alkali (%) Ν Ν
P2
50 50
50 50
0 0
-
-
Ν Ν
P3
50 50
0 0
50 50
-
-
Ν Ν
P4
50 50
0 0
-
50 50
-
Ν Ν
P5
0 0
0 0
-
-
100 100
9,0 9,0
P6
50 50
0 0
-
-
50 50
9,0 9,0
P7
0 0
50 50
-
-
50 50
9,0 9,0
P8
33,33 33,33
33,33 33,33
-
-
33,33 33,33
9,0 10,5
P9
0 0
0 0
-
-
100 100
10,5 10,5
P10
50 50
0 0
-
-
50 50
10,5 10,5
P11
0 0
50 50
-
-
50 50
10,5 10,5
P12
33,33 33,33
33,33 33,33
-
-
33,33 33,33
10,5 10,5
24
Aditif Kontrol TRF (5%) + Alum (3%) + arang aktif (4%) Kontrol TRF (5%) + Alum (3%) + arang aktif (4%) Kontrol TRF (5%) + Alum (3%) + arang aktif (4%) Kontrol TRF (5%) + Alum (3%) + arang aktif (4%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%) Kontrol TF (4%) + emulsi lilin (5%) + alum (3%)
Keterangan: RG = rumput gelagah; TKKS = tandan kosong kelapa sawit; untuk notasi P1-P4: ν = digunakan konsentrasi alkali untuk pulping bahan serat: 10.5% (RG dan bamboo andong), dan 12% (TKKS), dan aditif berkomposisi alum (3%) + perekat TRF (5%) + arang aktif (4%); untuk notasi P5P8, digunakan konsentrasi alkali 9.0% untuk pulping masing-masing bahan serat (RG, TKKS, sisal); untuk notasi P9-P12, digunakan konsentrasi alkali 10.5% untuk pulping masing-masing bahan serat (RG, TKKS, sisal); untuk notasi p5-12, bahan aditif berkomposisi alum (3%) + perekat TF (4%) + emulsi lilin (5%); kontrol = tanpa aditif; proporsi campuran berdasarkan berat (kering oven) masingmasing bahan serat.
Berikutnya sesudah homogenisasi tersebut tercapai, bahan serat pada berbagai komposisi campuran, baik dengan atau tanpa aditif (Tabel 7) siap dibentuk menjadi lembaran papan serat bertipe hardboard (target kerapatan 1,00 gram/cm3) menggunakan alat deckle box (cara basah). Cara basah (bukannya cara kering) digunakan untuk pembentukan lembaran papan serat tipe hardboard, karena percobaan pembuatan papan serat tersebut, hasilnya ditujukan untuk kemungkinan penerapan pada usaha skala kecil/menengah (UKM). Lebih lanjut, cara basah relatif lebih murah (antara lain kebutuhan perekat lebih sedikit dari pada cara kering, dan peralatan yang dibutuhkan tidak terlalu rumit (Suchland dan Woodson, 1986; Anonim, 2012; 2013) sehingga diharapkan lebih sesuai untuk penerapan/mendukung usaha dengan dana/modal terbatas (UKM). Dalam hal pengggunaan perekat TRF untuk hardboard dari campuran rumput gelagah + TKKS + bambu, disini besarnya 5% (sedikit lebih besar dari pada penggunaan TRF untuk papan serat dari bahan baku kayu yaitu sekitar 1-2%). Ini disebabkan bahan baku rumput gelagah, bambu, dan TKKS golongan monokotil (berbeda dengan kayu yaitu termasuk golongan dikotil khususnya kayu daun lebar) di mana selain terdapat bahan serat, banyak pula mengandung pula bahan bukan serat (terutama sel-sel parenkhim yang bersifat mudah hancur/lebih rapuh) (Haygreen dan Bowyer, 1999). Selanjutnya, sesudah pembentukan lembaran hardboard, dilakukan pengempaan dingin (suhu kamar, tekanan 5 kg/cm2), dilanjutkan dengan perlakuan panas selama 30 menit, dan pengempaan panas (suhu 170oC, tekanan 30 kg/cm2, selama 10 menit). Lembaran hardboard yang terbentuk selanjutnya dikondisikan pada ruang bersuhu dan berkelembaban tertentu selama 24 jam, dan kemudian siap diuji sifat fisik dan kekuatan/mekaniknya. Dasar penentuan komposisi untuk bahan serat berupa (bentuk pulp) rumput gelagah, TKKS, dan bambu (andong dan betung) (notasi p1-p4; Tabel 7) adalah berdasarkan hasil percobaan hardboard sebelumnya (tahun 2013; yang hanya melibatkan bamboo andong saja) dimana hardboard yang paling baik (berprospek)
25
adalah dari bahan serat dengan rumput gelagah 100%, kemudian diikuti hardboard yang menggunakan campuran TKKS dan bambu. Oleh karena itu penggunaan bahan baku rumput gelagah lebih diutamakan (Anggraini et al., 2013). Selanjutnya, pada komposisi campuran bahan serat yang melibatkan serat sisal untuk percobaan pembuatan hardboard (bernotasi p5-p12; Tabel 7), digunakan proporsi serupa dengan komposisi yang melibatkan serat bambu andong pada tahun 2013 (Tabel 17, dan 21). Hal tersebut dilakukan untuk mencermati kemungkinan peranan sisal sebagai pengganti (substitusi) bambu untuk hardboard dengan komposisi yang sama seperti tahun 2013 tersebut. D. Pengujian 1. Sifat dasar bahan baku Pemeriksaan terhadap sifat dasar bahan baku serat (rumput gelagah, TKKS, bambu andong/betung, dan sisal) mencakup kadar air, kerapatan, dimensi serat dan nilai turunannya, dan analisa komponen kimia. a. Kerapatan Pemeriksaan kerapatan bahan serat dilakukan menurut Standar TAPPI (Anonim, 2007). b. Dimensi serat dan nilai turunannya Pemeriksaan dimensi serat (rumput gelagah, TKKS, bambu, dan sisal) dan nilai turunannya dilakukan menurut Prosedur Lembaga Penelitian Hasil (Silitonga, et al., 1972; Apriani, 2010).
Pemeriksaan tersebut mencakup panjang serat, diameter
serat dan diameter lumen, tebal dinding serat, bilangan Runkel, bilangan Muhlstep, daya tenun, koefisien kekakuan, dan kelemasan (koefisien fleksibilitas) serat. c. Analisis komponen kimia bahan serat Analisis ini mencakup penetapan kadar selulosa, kadar lignin, kadar alfaselulosa, kadar pentosan, kadar abu, kadar silika, kelarutan dalam alkohol-benzen 1:2, dalam air dingin/panas, dan kelarutan dalam NaOH 1%, dilakukan menurut Standar TAPPI (Anonim, 2007). 2. Sifat pemasakan (pengolahan) pulp.
26
Pengujian tersebut mencakup rendemen pulp, konsumsi alkali, derajat kehalusan pulp awal (ml CSF), dan waktu mencapai derajat giling mencapai 600-700 ml CSF (12-15oSR), yang juga dilakukan menurut standar TAPPI (Anonim, 2007). 3. Pengujian lembaran papan hardboard a. Pengujian sifat fisik dan mekanik Pengujian sifat fisik dan mekanik hardboard mengacu pada standar JIS (Anonim, 2003) dan ISO (Anonim, 2013), yang mencakup kerapatan riil, keteguhan lentur (MOE), modulus patah (MOR), kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan rekat internal (IB), konduktifitas panas, dan ketahanan panas.
4. Evaluasi/pencermatan pada skala nano Evaluasi/pencermatan ini dilakukan terhadap bahan baku serat (rumput gelagah, TKKS, bambu, dan sisal) dan produk jadi (hardboard) sebagai tambahan atau pelengkap data/informasi yang diperoleh dari hasil pengujian secara konvensional, dengan menggunakan instrumen berkemampuan nano yaitu XRD (Xray diffraction) dan SEM (scanning electron microscope) E. Rancangan Percobaan dan Analisis Data 1. Sifat dasar Untuk menelaah data sifat dasar bahan serat (berat jenis, kadar air, komposisi kimia, dimensi serat dan nilai turunannya) digunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Sebagai faktor adalah macam bahan serat yaitu rumput gelagah (s1), TKKS (s2), serat bambu andong (s3), serat bambu betung (s4), dan serat sisal (s5). Pengamatan (ulangan) terhadap sifat masing-masing bahan serat dilakukan sebanyak 5-10 kali. 2. Sifat pengolahan pulp Untuk menelaah data sifat pemasakan (pengolahan) pulp untuk tipe hardboard, juga digunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Sebagai faktor (perlakukan) adalah macam bahan serat (S) yaitu rumput gelagah (s1), TKKS (s2), bambu andong (s3), bambu betung (s4), dan sisal (s5). Pengolahan pulp rumput gelagah adalah pemasakan pada konsentrasi alkali 9,0% (s11) dan 10,5% (s12); pulp TKKS pada konsentrasi 9,0% (s21), 10,5% (s22), dan 12,0% (s23); dan pulp bambu (andong dan
27
betung) hanya pada satu taraf konsentrasi alkali (10,5%), dengan notasi berturutturut s3 dan s4. Sementara itu, pengolahan pulp pada 2 taraf konsentrasi alkali yaitu 9,0% (s51) dan 10,5% (s52). Setiap taraf (macam bahan serat dan taraf konsentrasi alkali) diulang sebanyak 5 kali. 3. Sifat fisis-mekanis hardboard a. Percobaan inti kesatu Data sifat fisis-mekanis ini adalah hasil pengujian hardboard yang dibentuk dari campuran pulp rumput gelagah (RG), pulp TKKS, dan pulp bambu (andong dan betung) pada berbagai proporsi (P; dengan notasi p1-p4) (Tabel 7). Data tersebut ditelaah dengan rancangan acak lengkap faktorial. Sebagai faktor adalah komposisi campuran bahan serat (bentuk pulp) (P) bernotasi p1-p4 tersebut (Tabel 7); dan faktor lainnya penggunaan aditif yang terdiri (A) dari 2 taraf yaitu campuran alum (4%) + perekat TRF (5%) + arang aktif (4%) (a1); dan kontrol/tanpa aditif, tetapi tetap dengan alum (4%) (a0). Setiap taraf dari kombinasi kedua faktor tersebut (P dan A) diulang sebanyak 5 kali. b. Percobaan inti kedua Disini, data sifat fisis-mekanis di sini adalah hasil pengujian hardboard dari campuran pulp rumput gelagah (RG), pulp TKKS dan pulp sisal, bernotasi p5-p12) (Tabel 7). Data tersebut ditelaah pula dengan rancangan acak lengkap faktorial. Sebagai faktor adalah komposisi campuran bahan serat (P) bernotasi p5-p12 tersebut; dan faktor lainnya penggunaan aditif dan konsentrasi alkali. Aditif (A) terdiri dari 2 taraf pula yaitu campuran campuran alum (4%) + emulsi lilin (5%) + perekat TF (4%) (a1); dan kontrol/tanpa aditif, tetapi tidak menggunakan alum (4%) (a0). Konsentrasi alkali (N) juga dibuat 2 taraf, yaitu 9,0% (n1) dan 10,5% (n2) Setiap taraf dari kombinasi ketiga faktor tersebut (P, A, dan B) juga diulang sebanyak 5 kali. Sekiranya pengaruh faktor baik individu atau interaksinya nyata, dalam hal sifat dasar (S), pengolahan pulp (S), dan pembentukan lembaran hardboard (P, A, N, dan P*A, P*N, N*A, dan P*N*A), maka peneleaahan dilanjutkan pula dengan uji jarak beda nyata jujur atau Tukey (Snedecor dan Cochran, 1980; Ott, 2004). Untuk lebih memperoleh illustrasi, harboard hasil percobaan tahun 2014 baik inti ke satu ataupun inti ke dua, perlu dibandingkan dengan hardboard hasil percobaan tahun 2013. Evaluasi perbandingan dilakukan dengan mencermati data
28
sifat hardboard hasil masing-masing percobaan (tahun 2014 terhadap tahun 2013). Pada percobaan inti ke satu (hardboard dari campuran rumput gelagah, TKKS, dan bambu), evaluasi perbandingan yang melalui pencermatan data tersebut dilakukan dengan menerapkan rancangan acak berblok (Steel dan Torrie, 1990). Sebagai blok adalah penerapan teknologi yang diterapkan tahun 2014 terhadap yang diterapkan pada tahun 2013. Teknologi yang diterapkan pada tahun 2014 adalah proporsi campuran bahan serat teknologi dan penggunan aditif. Proporsi campuran serat mencakup pulp RG (berkonsentrasi alkali 10.5%) + pulp TKKS (berkonsentrasi 12.0%) + pulp bambu andong (berkonsentrasi alkali 10.5%) (notasi p1-p4; Tabel 7). Penggunaan aditif mencakup kontrol dan dengan-aditif.
Pada hardboard kontrol
(tanpa-aditif), alum tetap digunakan; sedangkan pada hardboard dengan-aditif, macam dan komposisi aditif adalah perekat TRF + tawas + arang aktif, tanpa emulsi lilin. Pada teknologi tahun 2013, proporsi campuran serat mencakup pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong (masing-masing seluruhnya berkonsentrasi alkali 10.5%) (Tabel 17). Pada tahun 2013 pula, aditif juga terdiri dari kontrol dan dengan aditif. Pada kontrol tersebut tidak digunakan alam; sedangkan yang dengan aditif, macam/komposisi aditifnya adalah perekat TF + tawas + emulsi lilin (tanpa arang aktif). Pada percobaan inti kedua, evaluasi perbandingan (teknologi tahun 2014 terhadap teknologi 2013) yang juga melalui pencermatan data dilakukan dengan menerapkan pula rancangan acak berblok. Sebagai blok adalah proporsi campuran bahan serat yang melibatkan serat sisal (percobaan 2014) yaitu pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal pada berbagai proporsi dengan notasi p5-p12 (Tabel 7), terhadap proporsi campuran bahan serat yang melibatkan pulp bambu andong (percobaan 2013) yaitu pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong juga pada berbagai proporsi (Tabel 21). Sebagai blok lain pada rancangan tersebut adalah penggunan aditif (kontrol dan dengan-aditif) dan konsentrasi alkali.pada 2 taraf (9.0% dan 10.5%) Lebih lanjut untuk memperoleh indikasi lebih meyakinkan (pada percobaan 2014), bahan serat mana baik secara individu (rumput gelagah, TKKS, serat bambu, dan serat sisal) ataupun komposisi campuran serat mana (pada proporsi tertentu) yang lebih berprospek untuk produk jadi (hardboard); bagaimana peranan aditif; dan perubahan konsentrasi alkali (Tabel 7), maka telaahan lebih lanjut (dengan mencermati sifat dasar, sifat pengolahan pulp, dan sifat produk hardboard) dilakukan
29
dengan analisis diskriminan berikut koefisien determinasi kanonik (Anonim, 1997; Morrison, 2003).
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Dasar Bahan Serat 1. Kadar air, kerapatan, dan komposisi kimia Analisis keragaman terhadap kadar air, kerapatan, dan komposisi kimia menunjukkan bahwa perbedaan macam bahan serat (TKKS, rumput gelagah, bambu, dan sisal) berpengaruh nyata (Tabel 8 dan 9). Kerapatan bambu paling tinggi, diikuti berturut-turut oleh rumput gelagah, sisal, dan TKKS (terendah). Rendahnya kerapatan diduga terkait dengan banyaknya porsi jaringan parenkhim, bahan ekstraktif (sisa lemak/minyak), dan bahan lain bukan penyusun dinding serat (Casey, 1980; Saupe, 2011). Sebaliknya, tingginya kadar bahan penyusun serat (lignin) terindikasi berhubungan erat dengan paling tinginya kerapatan bambu (Dransfield dan Widjaja, 1995; Smook, 2002; Anonim, 2013c). Sisal menunjukkan kadar air tertinggi, diikuti oleh bambu andong, TKKS, bambu betung, dan rumput gelagah (paling rendah). Kadar air rendah diduga terkait dengan rendahnya kandungan pentosan (bersifat polar) dan tingginya kandungan senyawa kurang polar (hidrofobik) seperti lemak/minyak, yang kemudian tesabunkan (diindikasikan dengan tingginya kelarutan dalam NaOH 1%). Hal tersebut terjadi pada rumput gelagah dan TKKS. Sebaliknya, kadar air tinggi diduga terkait dengan tingginya kadar pentosan dan rendahnya kadar lignin (kurang polar), sebagaimana diindikasikan pada bambu (andong) dan sisal (Anonim, 2012; 2012a). Kadar air dan kerapatan bahan serat tinggi tidak dikehendaki sebab lebih mudah terdegradasi (hidrolisis), meningkatkan bobotnya, dan mempertinggi kebutuhan energi pengolahannya menjadi pulp (Casey, 1980). Tabel 8. Analisis keragaman terhadap kerapatan dan komposisi kimia bahan serat berligno selulosa Sumber keragaman / db Berat jenis dan komposisi kimia Kadar air, % 3 Kerapatan, g/cm Alfa-elulosa, % Pentosan, %
Total
Perlakuan (T)
Galat
F-hit
Peluang
Ratarata
24 24 24 24
4 4 4 4
20 20 20 20
5,94 18,97 34,18 5,97
* ** ** *
6,805 0,383 53,532 17,088
30
KK (%)
D0,05
8,23 6,42 9,21 5,34
1,298 0,0392 2.29 1,671
Lignin,% 24 4 20 5,79 * 27,124 7,32 4,942 Abu, % 24 4 20 31,24 ** 4,216 7,29 1,3189 Silika, % 24 4 20 12,92 ** 0,836 6,73 0,2870 Kelarutan dalam 24 4 20 13,68 ** 6,466 4,32 0,5891 alkokol-benzen,% Kelarutan dalam 24 4 20 19,24 ** 5,88 4,78 1,876 air dingin, % Kelarutan dalam 24 4 20 54,23 ** 8,914 9,62 1,62 air panas, % Kelarutan dalam 24 4 20 11,33 ** 19,806 9,34 1,752 NaOH 1%, % Keterangan: T = Macam bahan serat berligno-selulosa; db = derajat bebas; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada 1%; tn = tak nyata; KK = koefisisien keragaman; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata Tukey pada taraf 5%.
Tabel 9. Hasil uji jarak beda nyata jujur Tukey terhadap kerapatan dan komposisi kimia bahan serat (dinyatakan dalam grade/mutu dan skor) *) Macam bahan serat Rumput Bambu Bambu Sisal gelagah andong betung Kadar air, % M 6,11 4,72 7,74 5,70 9,76 G C D B CD A S 3 4 2 3,5 1 3 Kerapatan, g/cm M 0,1333 0,2016 0,7272 0,6824 0,1684 G C D B A CD S 4 3 2 1 3,5 Alfa-selulosa, % M 56,24 58,83 50,74 48,37 53,48 G B A D E C S 4 5 2 1 3 Pentosan, % M 15,75 15,08 18,91 17,65 18,05 G BC C A B AB S 2,5 2 4 3 3,5 Lignin, % M 26,29 25,68 32,61 32,23 18,81 G B B A A C S 3 3 4 4 2 Abu, % M 6,19 5,77 2,40 4,14 2,58 G A B D C D S 1 2 4 3 4 Silika, % M 0,97 1,70 0,71 0,73 0,07 G B A C C D S 2 1 3 3 4 Kelarutan dalam M 19,67 2.91 4,81 2,72 2,22 alkohol-benzen, % G A C B CD D S 1 3 2 3,5 4 Kelarutan dalam air M 7,02 10,65 2,54 4,66 4,53 dingin, % G B A C BC BC S 2 1 3 2,5 2,5 Kelarutan dalam air M 7,56 11,25 4,32 15,50 5,94 panas, % G C B E A D S 3 2 5 1 4 Kelarutan dalam M 19,92 30,13 17,11 16,86 15,01 NaOH 1%, % G B A BC C D S 2 1 2,5 3 4 TS 27,5 27,0 33,5 27,0 35,0 Keterangan: Rata-rata dari 5 ulangan; TKKS (tandan kosong kelapa sawit); *) Untuk nilai D0,05, lihat Tabel sebelumnya; Angka (dalam kolom M) yang diikuti secara vertikal oleh huruf (kolom G) dan skor (kolom S) yang sama tak berbeda nyata: A > B > C > D (Sumber: Ott, 1994, Anonim, 1997); TS = Total skor: S1 + S2 + S3 + …… + Sn Kerapatan dan komposisi
Aspek
TKKS
31
Kadar abu tertinggi terdapat pada TKKS dan terendah pada bambu andong; sedangkan kadar silika tertinggi pada rumput gelagah (terendah pada sisal) (Tabel 8 dan 9). Kadar abu dan silika tinggi tak dikehendaki karena cepat mempertumpul peralatan logam, mengganggu ikatan/anyaman antara serat selama pembentukan lembaran papan serat (termasuk tipe hardboard) sehingga berakibat negatif terhadap sifat fisis dan mekanisnya (Suchsland dan Woodson, 1986; Anonim, 2012). Kadar selulosa tertinggi adalah pada rumput gelagah, disusul oleh TKKS, sisal, dan bambu. Bambu menunjukkan kadar lignin tertinggi, diikuti oleh TKKS dan rumput gelagah (keduanya saling tak berbeda nyata), hingga sisal. Kadar pentosan tertinggi pada bambu (andong), sedangkan terendah pada rumput gelagah. (Tabel 9). Kadar selulosa, lignin, dan pentosan tinggi dikehendaki untuk papan serat. Selulosa merupakan salah satu penyusun bahan serat, sedangkan lignin berperan sebagai pengikat (perekat) alami antar serat pada papan serat (hardboard)), dan pentosan memudahkan proses penggilingan serat pulp sehingga tak mudah rusak pada perlakukan mekanis.
Sebaliknya kandungan tinggi bahan penyusun bukan serat
(jaringan pareknkim, lemak/minyak, dan karbohidrat) tak dikehendaki (diindikasikan pada tingginya kelarutan dalam pelarut non-polar, kurang polar, dan polar), karena antara lain mengkonsumsi banyak bahan kimia pemasak (pulping) dan menurunkan sifat fisis-mekanis produk papan serat (Casey, 1980; Smook, 2002; Anonim, 2012). Berdasarkan total skor (hasil manipulasi uji BNJ) di mana masing-masing karakteristik sifat dasar (baik dikehendaki atau tak-dikehendaki) yaitu kerapatan, berat jenis, komposisi kimia dibobot sama (Tabel 9), serat sisal memiliki total skor tertinggi (TS = 35,0), disusul oleh bambu andong (TS = 33,5), bambu betung (TS = 27,5), TKKS (TS = 27,5), hingga serat rumput gelagah (TS = 27,0; yang terendah). Dengan demikian, atas dasar itu, serat sisal berindikasi paling berprospek untuk hardboard, sedangkan serat rumput gelagah paling tidak-berprospek. 2. Dimensi serat dan nilai turunannya Analisis keragaman terhadap dimensi serat dan nilai turunannya menunjukkan bahwa perbedaan macam bahan serat juga berpengaruh nyata (Tabel 10). Penelaahan lebih lanjut (Uji BNJ) menunjukkan serat berdimensi terpanjang dan berdiameter terbesar adalah bambu betung, sedangkan serat terpendek pada TKKS dan diameter terkecil pada sisal dan TKKS. Diameter lumen terbesar juga pada
32
bambu betung, diikuti berturut-turut oleh TKKS, bambu andong, TKKS, dan akhirnya sisal (Tabel 11). Paling besarnya diameter lumen dan serat bambu betung dibandingkan bambu andong, terindikasi berkaitan dengan lebih rendahnya kerapatan bambu betung dibandingkan bambu andong (Tabel 9) (Apriani, 2010). Selanjutnya, dinding serat paling tebal adalah pada bambu betung (paling tipis pada TKKS dan rumput gelagah). Serat bambu betung menunjukkan daya tenun tertinggi, diikuti oleh bambu andong, rumput gelagah dan sisal, hingga TKKS (terendah). Bilangan Muhlstep tertinggi pada serat sisal (terendah TKKS), sedangkan koefisien kekakuan tertinggi pada bambu andong, bambu betung, dan sisal (terendah pada rumput gelagah). Koefisien fleksibilitas serat tertinggi pada rumput gelagah (terendah serat sisal). Sebaliknya, bilangan Runkel tertinggi pada pada sisal (terendah pada rumput gelagah). Tabel 10 Analisis keragaman terhadap dimensi serat dan nilai turunannya bahan serat berlignoselulosa Dimensi serat dan nilai turunannya
Sumber keragaman / db PerlaGalat Total kuan (T) 49 4 45 49 4 45
F-hitung
Peluang
Ratarata
KK (%)
D0,05
17,32 ** 2298,56 6,3214 157,82 Panjang, L (m) Diameter serat, D 7,23 * 25,934 5,1165 1,312 (m) Diameter lumen, l 49 4 45 13,68 ** 16,564 7,1324 1,085 (m) Tebal dinding serat, 49 4 45 17,41 ** 4,685 9,2772 0,5498 w (m) Daya tenun, L/d 49 4 45 9,32 ** 80,55 6,4891 6,175 Bilangan Runkel, 49 4 45 10,83 ** 0,608 7,1298 0,047 2w/l Koef. fleksibilitas, l/d 49 4 45 21,34 ** 0,634 4,4433 0,048 Koef. kekakuan, 49 4 45 8,95 ** 0,182 7,5312 0,021 w/d Bilangan Muhlstep, 49 4 45 11,74 ** 59,012 5,1221 2,313 2 2 2 100*[(d -l )/d ], % Keterangan: T = Macam bahan serat berligno-selulosa; db = derajat bebas; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada 1%; tn = tak nyata; KK = koefisisien keragaman; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata Tukey pada taraf 5%.
Tabel 11. Hasil uji beda nyata jarak Tukey terhadap dimensi serat dan nilai turunannya pada bahan serat berligno-selulosa (dinyatakan dalam grade/mutu dan skor) Dimensi serat dan nilai turunannya
Aspek
Panjang serat, L (µm)
M G S M G
Diameter serat, D (µm)
Rumput gelagah 2528,24 C 3 27,02 B
Macam bahan serat Bambu Bambu andong betung 1285,15 3655,22 4265,51 E B A 1 4 5 21,64 27,71 31,68 C B A TKKS
33
Sisal 2034,67 D 2 21,62 C
S 3 2 3 4 2 M 19,55 14,45 16,63 19,77 12,42 G A BC B A C S 4 2,5 3 4 2 Tebal dinding serat, w M 3,74 3,60 5,54 5,95 4,60 (µm) G C C B A BC S 4 4 3 2 3,5 Daya tenun, L/d M 93,60 59,07 121,28 134,65 94,15 G C D B A C S 2 1 3 4 2 Bilangan Runkel, 2w/l M 0,41 0,51 0,71 0,64 0,77 G D C AB B A S 4 3 1,5 2 1 Koef. fleksibilitas, l/d M 0,72 0,66 0,60 0,62 0,57 G A B BC BC C S 4 3 2,5 2,5 2 Koef. kekakuan, w/d M 0,14 0,17 0,20 0,19 0,21 G C B A A A S 4 3 2 2 2 Bilangan Muhlstep, M 48,00 56,00 63,00 61,06 67,00 2 2 2 100*[(d -l )/d ], % G D C B B A S 4 3 2 2 1 TS 32 24,5 24,0 8,5 17,5 Keterangan: Rata-rata dari 10 ulangan; TKKS (EOPB = tandan kosong kelapa sawit; *) Untuk nilai D0,05, lihat Tabel sebelumnya; Angka (dalam kolom M) yang diikuti secara vertikal oleh huruf (kolom G) dan skor (kolom S) yang sama tak berbeda nyata: A > B > C > D (Sumber: Anonim, 1994; Ott, 1994); TS = Total skor: S1 + S2 + S3 + …… + Sn Diameter lumen, l (µm)
Serat yang panjang lebih dikehendaki untuk papan serat (termasuk hardboard) karena
memungkinkan
jalinan
dan
anyaman
serat
lebih
intensif
selama
pembentukan lembaran papan tersebut. Dinding serat tipis, diameter serat dan lumen besar, daya tenun dan kelemasan serat tinggi; dan bilangan Runkel, koefisien kekakuan, dan bilangan Muhlstep rendah juga dikehendaki, karena semua hal tersebut berkaitan erat dengan sifat menggepeng, fleksibilitas, dan anyaman serat, sehingga berpengaruh positif terhadap kualitas produk pulp (hardboard) (Silitonga et al., 1972; Apriani, 2010). Berdasarkan nilai total skor (TS) dimensi serat dan nilai turunannya (Tabel 11) di mana masing-masing sifat juga dibobot sama, ternyata serat rumput gelagah paling berprospek untuk hardboard (TS tertinggi = 32), diikuti berturut-turut oleh bambu betung (TS = 28,5), TKKS (TS = 24,5), bambu andong (TS = 24,0), hingga sisal yang paling tidak-berprospek (TS terendah = 17,5). B. Sifat Pengolahan Pulp Analisis keragaman terhadap sifat pengolahan pulp (rendemen, konsumsi alkali, derajat kehalusan-awal pulp, dan waktu giling mencapai 600-700 ml CSF), menunjukkan adanya pengaruh nyata akibat perbedaan macam bahan serat (TKKS, bambu, rumput gelagah, dan sisal); baik pada konsentrasi alkali awal sama atau 34
berbeda), dan akibat perbedaan konsentrasi alkali (pada macam bahan serat yang sama) (Tabel 12). Untuk rumput gelagah, peningkatan konsentrasi alkali (9,0-10,5%) berakibat peningkatan rendemen pulp dan konsumsi alkali (atas dasar berat bahan serat kering); serta penurunan konsumsi alkali (dasar konsentrasi alkali awal), derajat kehalusan (CSF) dan waktu giling, sebagaimana keseluruhannya diperkuat oleh hasil uji BNJ (Tabel 13). Diduga peningkatan konsentrasi alkali, menyebabkan pemisahan serat lebih intensif (Casey, 1980). Meningkatnya konsumsi alkali (dasar berat serat kering) diakibatkan oleh peningkatan aktifitas kinetik kimia NaOH (alkali) pada konsentrasi lebih tinggi. Sebaliknya, menurunnya konsumsi alkali (dasar konsentrasi alkali awal) dapat dipahami, karena alkali lebih banyak tersedia pada tahap awal pemasakan bahan serat (pulping), pada konsentrasi 10,5%, sehingga rasio banyaknya alkali yang dikonsumsi terhadap banyaknya yang tersedia awal menurun. Selanjutnya menurunnya derajat kehalusan pulp (dasar CSF) diduga akibat lebih banyaknya pelarutan lignin pada konsentrasi alkali tinggi, sehingga pemisahan serat lebih intensif. Pemisahan tersebut berakibat lebih tereksposnya gugusan OH dan gugusan fungsional polar lain (Smook, 2002). Fenomena tersebut mempermudah perlakukan mekanis, sehingga waktu giling menurun. Tabel 12 Analisis keragaman terhadap sifat pengolahan pulp individu bahan serat, pada konsentrasi alkali tertentu Sumber keragaman
db
Total Macam bahan serat pada berbagai konsentrasi alkali (S) Galat (Sisa) Rata-rata Satuan KK, % D 0.05
44 8
36 -
Rendemen pulp
Konsumsi alkali 1)
Derajat giling pulp awal
Konsumsi 2) alkali
Fhitung
P
Fhitung
P
F-hitung
P
Fhitung
P
6,98
*
12,73
**
9,87
**
7,44
**
-
-
-
702/778 ml CSF 8,92 4,274
68,859 % 12,32 4,69
9,245 % 9,45 0,4074
1)
91,221 % 10,89 3,821
Waktu giling mencapai 600-700 ml CSF F-hitung P
16,89
67,3333 menit 13,76 3,9874
2)
Keterangan: berdasar berat serpih bahan serat (kering oven); berdasarkan konsentrasi alkali pada awal pemasakan; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = koefisisien keragaman, P = peluang; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey pada taraf 5%.
Tabel 13. Hasil uji beda nyata jarak Tukey terhadap sifat pengolahan pulp individu bahan serat, pada konsentrasi alkali tertentu (dinyatakan dalam grade/mutu dan skor)
35
**
Macam bahan serat, dan konsentrasi alkali yang digunakan untuk pulping
Aspek
Rendemen pulp %
Konsumsi 1) alkali %
Rumput gelagah (9,0% NaOH)
Konsumsi 2) alkali %
Derajat giling pulp awal ml CSF
Waktu giling mencapai 600-700 ml CSF menit 75 A 1 60 E 5 70 B 2 70 B 2 65 C 3 68 BC 2,5 63 CD 3,5 70 B 2 65 C 3
TS
M 60,558 9,00 100 735 G C BC A A 7,5 S 2 2,5 1 1 Rumput gelagah M 70,318 9,38 89,3 642,5 (10,5% NaOH) G AB AB AB E 16,5 S 3,5 1,5 1,5 5 TKKS M 75,256 9,00 100 725 (9,0% NaOH) G A BC A AB 11,5 S 4 2,5 1 1,5 TKKS M 65,514 9,528 90,74 725 (10,5% NaOH) G BC AB AB AB S 2.5 1,5 1,5 1,5 9,0 TKKS M 64,601 10,523 87,69 700 (12,0% NaOH) G BC A B D S 2.5 1 2 4 12,5 Bambu andong M 64,251 7,952 75,73 710 (10,5% NOH) G BC D D BC S 2,5 4 4 2,5 15,5 Bambu betung M 67,714 10,690 100 677,5 (10,5% NOH) G B A A DE S 3 1 1 4,5 13,0 Sisal M 75,671 9,00 100 71,5 (9,0% NaOH) G A BC A B S 4 2,5 1 2 11,5 Sisal M 75,85 9,137 87,02 705 (10,5% NaOH) G A B B C S 4 2 2 3 13,0 Keterangan: Rata-rata dari 5 ulangan; : 1) berdasar berat serpih bahan serat (kering oven); 2) berdasarkan konsentrasi alkali pada awal pemasakan ; (*) Untuk nilai D0,05, lihat Tabel sebelumnya; Angka (dalam kolom M) yang diikuti secara vertikal oleh huruf (kolom G) dan skor (kolom S) yang sama tak berbeda nyata: A > B > C > D (Sumber: Anonim, 1994; Ott, R.L., 1994); TS = Total skor (Total score): S1 + S2 + S3 + …… + Sn
Untuk TKKS, uji BNJ mengkonfirmasi bahwa peningkatan konsentrasi alkali berakibat penurunan rendemen pulp, peningkatan konsumsi alkali (dasar berat serat kering), penurunan konsumsi alkali (dasar konsentrasi alkali awal), dan penurunan derajat kehalusan awal pulp, dan waktu giling (Tabel 14). Penurunan rendemen pulp perindikasi lebih banyak lignin terlarut dan sisa lemak/mimyak tersaponifikasi (Suchsland dan Woodson, 1986; Anggraini et al., 2003). Selanjutnya, fenomena meningkatnya konsumsi alkali (dasar berat serat kering); dan menurunnya konsumsi alkali (dasar konsentrasi alkali awal), derajat kehalusan awal pulp, dan waktu giling dapat dijelaskan serupa dengan peristiwa yang terjadi pada pemasakan serat rumput gelagah. Di samping itu, lebih banyaknya lemak/terlarut, mempertinggi sifat hidrofilik serat TKKS
36
Untuk pemasakan bambu (jenis andong dan betung) pada konsentrasi alkali 10.5%, ternyata rendemen pulp bambu andong sedikit lebih rendah (Tabel 13), konsumsi alkali juga lebih rendah (baik dasar berat serat kering atau dasar konsentrasi alkali awal), derajat kehalusan pulp awal lebih tinggi, dan waktu giling lebih lama. Lebih rendahnya rendemen pulp bambu andong, diduga akibat lebih tingginya kandungan ekstraktif (bahan bukan serat) pada bambu tersebut, diindikasikan pada kelarutannya yang lebih tinggi dalam alkohol-benzen dan dalam NaOH 1% (Tabel 9).
Selanjutnya, lebih tingginya konsumsi alkali pada pulping
bambu betung diduga terkait dengan lebih tingginya kandungan bahan bukan serat yang bersifat polar (diindikasikan pada kelarutannya yang lebih tinggi dalam air dingin dan air panas). Disini konsumsi alkali (dasar berat serat kering dan dasar konsentrasi alkali awal) untuk bambu andong bercenderungan sama yaitu samasama lebih tinggi dari pada untuk bambu betung, disebabkan konsentrasi alkali untuk pemasakan kedua jenis bambu tersebut juga sama. Lebih tingginya derajat kehalusan awal pulp bambu andong (yang berakibat lebih lamanya waktu giling) terindikasi ada hubungannya dengan lebih kecilnya diameter lumen serat bambu tersebut, dan juga sedikit tingginya kerapatan dan bilangan Runkel (Tabel 11). Hal tersebut berakibat serat bambu andong sukar menggepeng pada perlakuan mekanis (penggilingan) dibandingkan serat bambu betung Untuk serat sisal, peningkatan konsentrasi alkali tidak berpengaruh terhadap rendemen pulp; tetapi mengakibatkan peningkatan konsumsi alkali (dasar berat serat kering), penurunan konsumsi alkali (dasar konsentrasi alkali awal), dan penurunan derjat kehalusan awal pulp (waktu giling lebih singkat) (Tabel 14). Fenomena perubahan tersebut dapat dijelaskan pada peristiwa yang terjadi pada pemasakan rumput gelagah dan TKKS. Pada konsentrasi alkali 10,5%, rendemen pulp tertinggi adalah dari pemasakan serat sisal, diikuti berturut-turut oleh rumput gelagah, bambu betung, dan bambu andong dan TKKS (Tabel 14). Kandungan lignin dan selulosa awal yang tinggi diduga ikut berperan pada tingginya rendemen pulp, seperti terjadi pada serat rumput gelagah, sisal, dan bambu betung (Tabel 9). Sebaliknya, kandungan bahan bukan serat yang tinggi (antara lain jaringan parenkhim, sisa lemak/minyak, dan ekstraktif lain yang polar dan non-polar) terkait erat dengan rendahnya rendemen pulp, sebagaimana terindikasi pada pemasakan serat bambu andong dan TKKS. Pada konsentrasi tersebut, konsumsi alkali terbesar (dasar berat serat kering) terjadi 37
pada pemasakan serat bambu betung, diikuti berturut-turut oleh
TKKS, rumput
gelagah, sisal, dan bambu andong (terendah). Diduga konsumsi tersebut terkait dengan sisa lemak/alkali (pada TKKS), dan kadar lignin dan bahan ekstraktif (rumput gelagah, bambu betung, dan sisal. Untuk konsentrasi alkali 10,5% pula, nilai derajat kehalusan awal pulp tertinggi (dasar CSF) terdapat pada serat TKKS, diikuti oleh bambu andong, sisal, bambu betung, dan rumput gelagah (terendah).
Derajat
kehalusan tinggi diduga erat hubungannya dengan tingginya sisa lemak/minyak dan rendahnya kadar pentosan (TKKS), dan tebal dinding serat (bambu, sisal, dan runput gelagah). Adanya sisa lemak/tinggi dan tebal dinding serat cenderung meningkatkan derajat kehalusan pulp (Casey, 1980), sebaliknya kadar pentosan tinggi menurunkan derajat kehalusan tersebut (Smook, 2002; Apriani, 2010). Semakin tinggi derajat kehalusan, maka semakin lama waktu giling pulp; dan sebaliknya (Suchsland dan Woodson, 1986. Keseluruhan rendemen pulp hasil percobaan (60,53-78,87%) (Tabel 11) terletak pada selang rendemen yang umum pada pengolahan pulp semi-kimia (6085%) (Casey, 1980; Smook, 2002). Secara umum yang dikehendaki pada pulping untuk papan serat adalah rendemen pulp tinggi; dan konsumsi alkali, derajat kehalusan awal pulp rendah, dan waktu giling singkat. Ini terkait dengan kapasitas produksi, pemakaian bahan kimia, dan konsumsi energi (panas atau listrik). Kriteria tersebut dipakai sebagai dasar penentuan nilai total skor (TS) kelima sumber serat tersebut (Tabel 14). Untuk rumput gelagah, penggunaan konsentrasi alkali 10,5% menghasilkan pulp yang lebih berprospek untuk hardboard (TS = 7,5) dibandingkan pada konsentrasi 9.0% (TS = 16,5). Untuk TKKS, penggunaan konsentrasi alkali 12,0% (TS = 12,5) lebih berprospek dari pada penggunaan konsentrasi 9,0% (TS = 11,5) dan 10,5% (TS = 9,0). Fenomena ini memperkuat hasil percobaan tahun 2014 (Anggraini et al., 2013). Selanjutnya pada konsentrasi alkali 10,5%, pulp dari bambu andong (TS = 15,5) lebih berprospek untuk hardboard dibandingkan pulp dari bambu betong (TS = 13,0). Untuk pulp sisal, hasil penggunaan konsentrasi alkali 10,5% (TS = 13,0) lebih berprospek dari pada penggunaan konsentrasi 9.0% (TS = 11,5). Secara keseluruhan yang paling berprospek untuk hardboard, adalah pulp rumput gelagah pada konsentrasi alkali 10,5% (TS = 16,5), sedangkan yang paling tidak berprospek adalah pulp serupa pada konsentrasi 9,0% (TS = 7,5).
Pulp yang
digunakan dalam rangka penyempurnaan hardboard adalah yang hasil
38
pemasakan pada konsentrasi alkali ≥10.5% (kecuali pulp sisal) (Tabel 7). Dengan demikian yang paling berprospek untuk hardboard adalah pulp RG pada alkali 10.5% (TS = 16.5), sedangkan yang paling tidak-berprospek adalah pulp sisal pada konsentrasi alkali 9.0% (TS = 11.5). C. Sifat Fisis-Mekanis Hardboard 1. Penyempurnaan sifat hardboard Penyempurnaan yang melalui modifikasi teknologi pengolahan atau sebagai percobaan inti ke satu (Tabel 7) ditelaah hasilnya dengan bantuan analisis keragaman, uji BNJ, dan cara manipulasi lain terhadap data sifat hardboard (Tabel 14 dan 15). a. Kadar air, penyerapan air, dan pengembangan tebal Berdasarkan
analisa
keragaman,
pengaruh
proporsi
campuran
dan
penggunaan aditif nyata (Tabel 14). Penggunaan aditif menyebabkan penurunan nilai kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air, sebagaimana diindikasian dari hasil uji BNJ (Tabel 15).
Perekat TRF yang terdapat dalam aditif tersebut
sebelum mengeras (curing), bergerak atau mengalir masuk ke dalam struktur serat (void spaces) dan juga mengisi rongga-rongga antar serat saat pembentukan lembaran hardboard (Hussein et al., 2011; Anonim, 2012). Akibatnya, sifat higroskopis serat menurun dan kestabilan dimensi hardboard meningkat. Di samping itu, arang aktif (yang juga terdapat dalam aditif) tersebut berindikasi ikut berperan pula pada fenomena tersebut (terutama penyerapan air dan pengembangan tebal). Arang merupakan massa (cluster) partikel-partikel berukuran kecil, dan komposisi kimianya didominir oleh unsur karbon (C), disamping terdapat unsur lain berupa hidrogen (H) dan oksigen (O) dalam porsi lebih sedikit. Hal tersebut menyebabkan arang aktif memiliki luas permukaan besar dan bersifat polar (higroskopis); sehingga efektif sebagai bahan adsorben senyawa polar (termasuk air) (Pari et al., 2006). Pada kaitan ini, agaknya sifat higroskopis arang aktif berperan mengurangi porsi air yang terserap dalam struktur serat penyusun hardboard. Pada saat perlakuan panas dan pengempaan panas (dua dari beberapa tahapan pembentukan lembaran hardboard), sebagian besar air dalam arang aktif terevaporasi sehingga menurunkan sifat higroskopis dan memperbaiki kestabilan dimensi hardboard (Saptadi, 2009).
39
Tabel 14. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, hasil penyempurnaan Sumber keragama n
Total P A P*A Galat
db
39 3 1 3 32
Keteguhan lentur (Modulus of elasticity/MOE) +) FP hitung
Keteguhan patah (Modulus of rupture/MOR) FP hitung
7,243 1,781 6,314
8,213 5,986 7,214
** tn **
** * **
Sifat fisis dan mekanis Keteguhan internal Kadar air (Internal bond/IB) (Moisture content)
Kerapatan (Density)
Fhitung
P
Fhitung
P
Fhitung
P
5,723 7,945 8,921
* ** **
7,345 12,745 13,218
* * **
11,176 2,213 9,145
** tn **
Rata-rata 40939,25 332,126 4,202 5,322 0,962 Satuan kg/cm2 kg/cm2 Kg/cm2 % g/cm3 KK, % 14,92 8,159 12,654 6,632 10,521 D 0.05 12182,33 17,24 1,231 1,247 0,136 Keterangan: P = Proporsi campuran bahan serat (pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu); A = Bahan aditif (perekat TRF + alum + emulsi lilin); * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang ; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey pada taraf 5%;
Tabel 14. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, hasil penyempurnaan - Sambungan Sumber keragama n Total P A P*A Galat
Sifat fisis dan mekanis db 39 3 1 3 32
Pengembangan tebal
Penyerapan air
Daya hantar panas
Ketahanan panas
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
10,58 19,87 5,78
** ** *
6,49 7,54 9,12
* ** **
8,13 15,15 16,45
* * **
7,15 4,76 4,81
** * *
Rata-rata 35,824 84,542 0,0739410 0,07153 Satuan % % M2.K.W-1 W.m-1.K-1 KK, % 12,31 5,935 3,612 5,183 D 0.05 10,424 12,855 0,0206 0.00147 Keterangan: P = Proporsi campuran bahan serat (pulp RG + pulp TKKS + pulp bamboo); A = Bahan aditif (perekat TRF + alum + emulsi lilin); * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang ; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey pada taraf 5%;
40
Tabel 15. Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, hasil penyempurnaan, diikuti dengan uji jarak beda nyata jujur (Tukey) – dinyatakan dalam mutu (G); dan dengan analisis diskriminan (Y-dioscr) berikut korelasi kanonik (R) Keteguhan lentur (MOE) kg/cm2
Perlakuan P
N
A
1
2
0
1
2
2
T
Keteguhan patah (MOR), kg/cm2
Keteguhan rekat internal (IB) kg/cm2
Kadar air (MC) %
Kerapatan (D) g/cm3
Pengembanga n tebal (TS) %
Penyerapan air (WA) %
Daya hantar panas (HC) W.m-1K-1
Y1
G
Y2
G
Y3
G
Y4
G
Y5
G
Y6
G
Y7
G
1
44565,5
B
370,595
A
4,050
AB
4,4352
F
0,9913
A
64,4432
B
113,30
AB
Y8 0,081542
1
2
50554,0
A
358,865
AB
5,145
AB
5,8299
E
0,9780
AB
33,3715
F
84,64
CDE
2
0
3
41131,0
BC
356,330
B
4,540
AB
4,8336
EF
0,9507
B
31,0646
FG
84,21
2
2
1
4
34810,0
BC
307,425
CD
5,480
AB
4,8545
EF
0,9539
AB
15,1478
H
3
2
0
5
44090,5
B
346,850
B
2,615
B
5,2272
E
0,9767
AB
32,1135
3
2
1
6
31579,5
CD
270,550
EF
3,360
AB
3,8818
FG
0,9462
B
4
2
0
7
46898,0
AB
321,025
C
3,760
AB
8,2561
BC
0,9510
4
2
1
8
33885,5
BC
325,365
BC
4,665
AB
5,2569
E
0,9448
G
Ketahahan panas (HR) m2.K.W.-1
Y-discr
Y9
G
BC
0,062950
GH
0,071983
DE
0,073740
E
DEF
0,070838
F
0,071120
FG
75,64
FG
0,061552
HI
0,083426
BC
FG
77,47
EFG
0,065379
GH
0,073877
E
32,6902
FG
84,60
DEF
0,092230
A
0,059233
I
AB
45,4418
D
88,30
DEF
0,062174
H
0,086258
B
B
32,3210
FG
68,18
GH
0,085830
AB
0,061634
H
MOE (Y1)
MOR (Y2)
IB (Y3)
MC (Y4)
D (Y5)
TS (Y6)
WA (Y7)
HC (Y8)
HR (y9)
b1 = + 58,91632
b2 = + 67,21982
B3= + 49,99751
b4= -24,12352
b5= + 48,12352
b6= -24,15763
b7= -9,613265
b8 = -33,12543
b9 = + 26,13452
JIS (Anonim, 2003)
29589
272..6
0.80-1.20
<23
<30
ISO (Anonim, 2013)
30610
306,51
Koefisien persamaan discriminan (bi) Persyaratan
>5,102
5-13
>0,900
0,1080990,201784
Keterangan: M = Rata-rata dari 5 ulangan /R; RG = rumput gelagah; TKKS = tandan kpsong kelapa sawit; P = Proporsi campuran bahan serat: p1 = pulp RG 100%, p2 = pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%), p3 = pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%), p4 = pulp RG + pulp bambu betung (50%); N = bahan serat dengan konsentrasi alkali tertentu; n2 = untuk pulp RG dan pulp bambu andong/betung, masing-masing dari pemasakan dengan NaOH 10.5%, n2 = untuk pulp TKKS, dari pemasakan dengan NaOH 12%; A = penggunaan aditif: ao = kontrol (tanpa aditif), a1 = dengan aditif (TRF 5% + alum 3% + arang aktif 4%); T = kombinasi faktor-faktor P, N, dan A; *) Untuk nilai D0,05, lihat Tabel sebelumnya: A > B > C > D (Sumber: Ott,. 1994); Y-discr= ∑ biYi = b1Y1 + b2Y2 + b3Y3 + b4Y4 + b5Y5 + b6 Y6 + b7Y7 + b8Y8 + b9Y9, di mana / where: Y discr = nilai discriminan-urutan , bi = koefisien determinan, dan/and Yi = sifat hardboard ke i yang sudah dibakukan menjadi nilai tanpa satuan, dengan koef. korelasi kanonik nyata. (R2=0.934**), yang menunjukkan tingkat peranan absolute masing-masing-masing sifat (bi) dari yang terbesar hingga terkecil (i.e. b2 > b1 > b3 > b1 > b8 > b9 > b6 > b4 > b7 JIS = Japan Industrial Standard (Anonim, 2003); ISO = International Standard Organization (Anonim, 2013)
41
138,71 153,24 143,43 157,23 149,11 128,52 144,13 138,57
Kadar air, penyerapan air, dan pengembangan tebal tertinggi terdapat pada hardboard dari pulp rumput gelagah 100%, atau dari campuran pulp rumput gelagah (50%) + pulp bambu betung (50%), terutama tanpa aditif (Tabel 15). Diduga ini ada kaitannya dengan tingginya kandungan senyawa kimia penyusun serat yang bersifat polar (selulosa dan pentosan) pada rumput gelagah dan bambu betung (total mencapai 66,02-73,91%) (Tabel 9).
Juga tingginya kandungan ekstraktif polar pada bambu
betung (diindikasikan pada kelarutan yang tinggi dalam air panas dan NaOH (1%) diduga ikut berperan pula terhadap tingginya ketiga nilai sifat tersebut. Untuk rumput gelagah, tingginya kelarutan dalam air panas/NaOH 1%, ditambah dengan tingginya kelarutan dalam air dingin, diduga
berperan pula terhadap tingginya kadar
air/penyerapan air/pengembangan tebal hardboard, seperti yang terjadi pada pada hardboard dari bahan serat yang melibatkan bambu betung. Akibatnya, sifat higroskopis harboard meningkat dan kestabilan dimensi turun. Di lain hal, kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air terendah terdapat pada hardboard dari campuran pulp bambu andong (50%) + pulp rumput gelagah (50%), dan dari pulp TKKS (50%) + pulp rumput gelagah (50%), keseluruhannya dengan aditif (Tabel 15). Diduga tingginya kandungan lignin (bersifat kurang polar) pada bambu (andong), dan sisa kandungan lemak/minyak pada TKKS (Tabel 9) terkait dengan fenomena tersebut (Casey, 1980; Sani, 2012). . Kadar air hardboard hasil percobaan (3,88-9,26%), sebagian besar (62,5%) memenuhi persyaratan JIS (Anonim, 2003) dan ISO (Anonim, 2013); tetapi pengembangan tebal (15,15-64,44%), hanya sebagian kecil (12,5%), dan penyerapan air (68,19-113,30%) keseluruhannya tidak memenuhi persyaratan JIS dan ISO tersebut (Tabel 15).
b. Kerapatan, MOE, MOR, dan IB Proporsi campuran berpengaruh nyata terhadap keempat sifat hardboard tersebut; tetapi penggunaan aditif hanya berpengaruh nyata terhadap MOR dan IB (Tabel 14). Uji BNJ mengkonfirmasi bahwa penggunaan aditif sedikit menurunkan MOR dan IB hardboard dibandingkan dengan tanpa-aditif (kontrol) (Tabel 15). Fenomena ini terjadi, diduga arang aktif mengakibatkan gangguan terhadap ikatan antar serat dan juga ikatan antara perekat TRF dengan serat, sehingga MOR dan IB hardboard menurun meskipun sudah menggunakan perekat tersebut. Untuk hardboard kontrol (tanpa aditif), diduga
42
penggunaan alum mengintensifkan kontak/ikatan antar serat sehingga berpengaruh positif terhadap kekuatannya (Saptadi, 2009; Anonim, 2013). Lebih lanjut, hardboard yang dibentuk dari pulp rumput gelagah (RG) 100%, dari campuran pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%), dan dari pulp RG (50%) + pulp bambu betung (50%) cenderung memiliki nilai kerapatan, MOE, MOR, dan IB tertinggi atau pada nilai dengan urutan kedua (Tabel 15). Untuk RG dan bambu betung, diduga ini terkait dengan tingginya nilai daya tenun dan paling rendahnya bilangan Runkel seratnya (Tabel 11). Hal tersebut berpengaruh positif terhadap ikatan dan anyaman antar serat dalam produk jadi (hardboard).
Dugaan lain (untuk TKKS), adalah
rendahnya nilai bilangan Runkel dan koefisien kekakuan serat (Tabel 11). Kedua nilai turunan dimensi tersebut berkorelasi erat dengan kerapatan dan sifat kekuatan produk jadi hasil rekonstitusi kayu atau bahan serat (yang melalui proses pulping), termasuk hardboard (Apriani, 2010; Anonim, 2012).
Di samping itu, penggunaan konsentrasi
alkali yang lebih tinggi (12.0%) untuk pulping TKKS dibandingkan pada percobaan sebelumnya (tahun 2013) yaitu menggunakan konsentrasi lebih rendah (9.0-10.5%), terindikasi lebih banyak melarutkan sisa lemak/minyak (bersifat non/kurang polar). Hal tersebut mempertinggi polaritas serat sehingga mengintensifkan kontak dan ikatan OH (hydrogen bonding) antar fiber (bersifat polar). Juga kadar lignin yang tinggi pada bambu betung (Tabel 9) terindikasi berperan positif terhadap keempat sifat tersebut, karena diperlukan sebagai perekat alami antar fiber (Anggraini et al., 2013). Sebaliknya, hadboard yang dibentuk pula dari campuran pulp RG (50%) + pulp bambu andong/betung (50%), keseluruhannya dengan aditif, memiliki nilai sifat kekuatan yang rendah.
Seperti diuraikan sebelumnya penggunaan aditif memang
menurunkan sedikit sifat kekuatan (Tabel 15).
Kemungkinan lain adalah sangat
tingginya kadar lignin pada bambu (dibandingkan bahan serat lain), sehingga menyisakan lignin yang masih tinggi pula dalam serat (sesudah pulping). Akibatnya serat bambu jadi agak kaku (sukar menggepeng), karena sifat lignin yang agak kaku (rigid). Ini berpengaruh negatif pada ikatan/anyaman serat dan akhirnya sifat kekuatan/kerapatan hardboard (Suchsland dan Woodson, 1986). Kerapatan dan MOE hardboard dan hasil percobaan berturut-turut 0,9448-0,9913 kg/cm2) seluruhnya (100%) memenuhi persyaratan JIS dan ISO (Tabel 15). Untuk MOR (270,55-370,66 kg/cm2) dan IB (2,615-5,480 kg/cm2) juga memenuhi persyaratan tersebut tetapi secara parsial yaitu berturut-turut 87,5% dan 25,0%
43
c. Daya hantar panas dan ketahanan panas Berdasarkan analisis keragaman yang dilanjutkan dengan uji BNJ (Tabel 14 dan 15), daya hantar panas hardboard meningkat dengan penggunaan aditif, dan secara bersamaan ketahanan panas menurun. Fenomena tersebut terjadi karena hubungan antara kedua sifat tersebut memang saling berbanding terbalik (Bennet dan Myers, 1999; Anonim, 2004). Ini juga memperkuat indikasi sebelumnya, bahwa perekat TRF (sebelum mengeras/curing) mengintensifkan ikatan/anyaman antar serat dalam hardboard, sehingga menurunkan pula volume rongga-rongga udaranya (Suchsland and Woodson, 1986). Proporsi campuran bahan serat berpengaruh pada kedua sifat tersebut (Tabel 14). Daya hantar panas hardboard tertinggi (atau ketahanan panas terendah) adalah dari pulp RG 100%, dan dari campuran pulp RG (50%) + pulp bambu andong/betung (50%). Fenomena ini terjadi diduga ada kaitannya dengan tingginya kadar lignin pada bambu (Tabel 9) dan tingginya kerapatan hardboard dari pulp RG 100% dan campuran bahan serat tersebut (Tabel 15). Unsur karbon (C) pada senyawa organik berperan paling dominan terhadap daya hantar panasnya, disamping terdapat unsur lain seperti hidrogen (H) dan oksigen (O), di mana daya hantar panas C sebesar 25470 W.m -1.K-1 (Anonim, 2004). Kadar C pada lignin sekitar 67.50% (Casey, 1980; Anonim, 2013c). Untuk serat RG, tebal dinding seratnya paling tipis (Tabel 11). Diduga ini berakibat serat lebih fleksibel dan mudah menggepeng, sehingga berkaitan erat (positif) dengan kerapatan kerapatan produk hardboard. Kerapatan yang tinggi mengakibatkan volume rongga-rongga udara didalam hardboard semakin sedikit dan akibatnya meningkatkan daya hantar panasnya. Sebaliknya, daya hantar panas terendah (atau ketahanan panas tertinggi) adalah dari campuran pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%). Diduga ini terkait dengan masih terdapatnya sisa minyak/lemak pada pulp TKKS. Sebagaimana diketahui minyak/lemak memiliki viskositas (kekentalan) dan titik didih tinggi (>100 oC), sehingga merupakan penghantar panas yang lamban (Bennet and Myers, 1999) Hardboard hasil percobaan menunjukkan variasi nilai daya hantar panas (0,061552-0,092230 W.m-1.K-1) dan ketahanan panas (0,059233-0,086258 m2.K/W) (Tabel 15). Ternyata nilai daya hantar panas tersebut masih dibawah persyaratan ISO (Anonim, 2013) yaitu 0,1081656-0,2017840 W.m-1.K-1 (Anonim, 2013). Lebih rendahnya
44
nilai tersebut berindikasi pada hardboard hasil percobaan masih terdapat rongga-rongga udara dengan volume tertentu, dan sehingga berpengaruh negatif terhadap daya hantar panas tersebut.
2. Evaluasi hasil penyempurnaan sifat harboard Evaluasi tersebut dilakukan dengan membandingkan hasil penyempurnaan sifat hardboard (tahun 2014) dengan hasil percobaan tahun 2013; atau dengan perkataan lain membandingkan hasil teknologi pengolahan hardboard (tahun 2014) dengan hasil teknologi tahun 2013 (Anggraini et al., 2013).
a. Kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air Analisa keragaman menunjukkan bahwa penerapan teknologi tahun 2014 berpengaruh nyata terhadap ketiga sifat hardboard tersebut, dibandingkan dengan hasil penerapan teknologi 2013 (Tabel 16). Uji BNJ lebih lanjut (Tabel 17) mengindikasikan bahwa pada hardboard kontrol tetapi melibatkan alum (bagian dari teknologi 2014) menunjukkan nilai kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai hardboard kontrol yang tidak melibatkan alum (bagian dari teknologi 2013).
Diduga penglibatan alum ikut berperan terhadap fenomena
tersebut, karena alum (sebagai bahan retensi) mengintensifkan kontak/ikatan antar serat, dan akibatnya gugusan OH bebas pada serat lebih sedikit dan higroskopisitas hardboard menurun (kestabilan dimensinya meningkat) (Smook, 2002; Hussein et al., 2011; Anonim, 2012). Selanjutnya untuk hardboard dengan-aditif, penglibatan perekat TRF (bagian dari teknologi 2014 pula) tak merubah penyerapan air, tetapi menurunkan kadar air dan pengembangan tebal dibandingkan nilai hardboard dengan-aditif tetapi melibatkan perekat TF (bagian dari teknologi 2013). Agaknya perubahan perekat TF ke TRF ikut berperan. Diduga suhu curing untuk perekat TRF yang lebih rendah (Santoso, 2010) lebih mengintensifkan kontak/ikatan antar serat dan akibatnya (seperti diuraikan sebelumnya) menurunkankan higroskopisitas hardboard. Juga arang aktif yang dilibatkan pada aditif tersebut (bagian teknologi 2014) juga menyebabkan penurunan higroskopisitas serat hardboard dan meningkatkan kestabilan dimensinya, dibandingkan dengan hardboard hasil teknologi 2013 (arang aktif tidak dilibatkan pada aditif). Kemungkinan lain (baik untuk tanpa ataupun dengan aditif), penggunaan pulp TKKS
45
pada konsentrasi alkali tinggi (12%) (bagian dari teknologi 2014) mengandung lebih sedikit sisa lemak/minyak akibat saponifikasi alkali, akibatnya lebih banyak gugusan OH pada serat terekspos sehingga mengintensifkan kontak/ikatan antar serat (mengurangi rongga kosong antar serat) (Suchsland dan Woodson, 1986; Saptadi, 2009). Tabel 16. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang evaluasi hasil penyempurnaan Sifat fisis dan mekanis Sumber keragaman
Total L P A P*A L*A Galat
Db
59 1 2 1 2 1 52
Keteguhan lentur (Modulus of elasticity/MOE) +) FP hitung
Keteguhan patah (Modulus of rupture/MOR) FP hitung
24,66 17,86 4,36 4,19 7,39
20,31 17,20 9,90 22,74 2,34
** ** tn * **
** ** ** ** tn
Keteguhan internal (Internal bond/IB)
Kadar air (Moisture content)
Kerapatan (Density)
Fhitung
P
Fhitung
P
Fhitung
P
6,87 6,32 12,45 6,89 11,45
* * ** * **
18,93 5,26 6,31 6,43 12,87
** * * * **
4,18 7,41 14,13 7,83 22,97
* ** ** ** **
Rata-rata 36290,92 318,241 3,674 6,001 0,9544 Satuan kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 % g/cm3 KK, % 13,132 4,878 14,397 4,289 3,351 D 0.05 9420 61,64 1,376 1,023 0,097 Keterangan: L = metoda penyempurnaa (penggunaan perekat TRF terhadap TF, penggunaan pulp TKKS pada konentrasi lebih tinggi (12%), tidak menggunakan emulsi lilin, penggunaan arang aktif); P = Proporsi campuran bahan serat (pulp RG + pulp TKKS + pulp bamboo); A = Bahan aditif; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey 5%;
Tabel 16. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang evaluasi hasil penyempurnaan - Sambungan Sumber keragaman
Db
Total L P A P*A L*A Galat
59 1 2 1 2 1 52
Pengembangan tebal
Sifat fisis dan mekanis Penyerapan air Daya hantar panas
Ketahanan panas
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
16,10 15,37 24,15 4,89 7,25
** ** ** * **
5,08 15,76 14,30 10,63 4,78
* ** ** ** *
19,34 6,99 17,34 15.77 13,85
** * ** ** **
6,08 15,76 14,30 21,63 5,78
* ** ** ** *
Rata-rata 38,886 86,445 0,0766945 0,09754 Satuan % % M2.K.W-1 W.m-1.K-1 KK, % 12,813 6,927 5,312 3,589 D 0.05 17,892 11,478 0,0115 0,009712 Keterangan: (Remarks): L = metoda penyempurnaa (penggunaan perekat TRF terhadap TF, penggunaan pulp TKKS pada konentrasi lebih tinggi (12%), tidak menggunakan emulsi lilin, penggunaan arang aktif); P = Proporsi campuran bahan serat (pulp RG + pulp TKKS + pulp bamboo); A = Bahan aditif; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey 5%;
46
47
Tabel 17. Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, untuk evaluasi hasil penyempurnaannya, diikuti dengan hasil uji jarak beda nyata jujur (Tukey) - dinyatakan dalam mutu dan skor Perlakuan P
N
A
L
Keteguhan lentur (MOE)
Keteguhan patah (MOR),
Keteguhan rekat internal (IB)
Kadar air (MC)
Kerapatan (D)
Pengembangan tebal (TS)
Penyerapan air (WA)
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
%
g/cm3
%
%
Daya hantar panas (HC)
Ketahahan panas (HR)
W.m-1K-1
m2.K.W.-1
Hasil penyempurnaan (tahun 2014): Hardboard dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong, L1 :
Y1
G
Y2
G
Y3
G
Y4
G
Y5
G
Y6
G
Y7
G
Y8
G
Y9
G
1
2
0
1
44565,5
AB
370,60
B
4,05
D
4,435
A
0,991
A
64,443
A
113,29
A
0,081542
C
0,06295
D
1
2
1
1
50554,0
A
358,87
BC
5,15
AB
5,830
B
0,978
A
33,371
C
84,64
B
0,071983
E
0,07374
BC
2
2
0
1
41131,0
B
356,33
BC
4,54
BC
4,834
BC
0,951
A
31,065
CD
84,21
B
0,070838
E
0,07112
CD
2
2
1
1
34810,0
C
307,43
C
5,48
A
4,855
BC
0,954
A
15,148
D
75,64
BC
0,061552
F
0,083426
A
3
2
0
1
44090,5
AB
346,85
D
2,62
C
5,227
BC
0,977
A
32,114
C
77,46
BC
0,065379
F
0,073877
BC
3
2
1
1
31579,5
CD
270,55
E
3,36
BC
3.882
C
0,946
A
32,690
C
84,59
B
0,092230
A
0,059233
E
Hasil percobaan sebelumnya (tahun 2013): Hardboard dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong, L2 Y1
G
Y2
G
Y3
G
Y4
G
Y5
G
Y6
G
Y7
G
Y8
G
Y9
G
1
2
0
2
45990,0
AB
449,68
A
3,70
AB
6,860
D
0,960
AB
56,730
B
88,63
B
0,070450
E
0,072390
BC
1
2
1
2
40190,0
B
360,73
BC
1,90
F
6,990
CD
1,003
AB
54,730
B
88,62
B
0,088650
B
0.069940
CD
2
2
0
2
16538,5
G
187,73
BC
2,20
DE
6,560
E
0,771
AB
39,350
C
118,56
A
0,080120
C
0,076760
B
2
2
1
2
22374,5
F
232,59
FG
5,00
B
8,900
E
1,012
AB
33,760
C
72,81
C
0,087120
B
0,059000
E
3
2
0
2
37600,5
BC
357,24
FG
2,00
DE
7,470
F
0,930
AB
39,600
C
74,68
BC
0,075790
D
0,072300
BC
3
2
1
2
26067,0
E
220,31
H
4,10
CD
6,240
G
0,981
B
33,630
C
74,18
BC
0,074680
D
0,075790
B
Persyaratan JIS (Anonim, 2003)
29589
272,6
0,80-1,20
<23
<30 0, 108099-
ISO (Anonim, 2013) 30610 306,51 >5,102 5-13 >0,900 0,201784 Keterangan: Rata-rata dari 5 ulangan /R; RG = rumput gelagah; TKKS = tandan kpsong kelapa sawit; Untuk hasil penyempurnaan (tahun 2014): P = proporsi campuran bahan serat: p1 = pulp RG (100%), p2 = pulp RG(50%) + pulp TKKS (50%), p3 = pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%), N = bahan serat dengan konsentrasi alkali tertentu; n2 = untuk pulp RG dan pulp bambu andong, masing-masing dari pemasakan dengan NaOH 10.5%, n2 = untuk pulp TKKS, dari pemasakan dengan NaOH 12%; A = penggunaan aditif: ao = kontrol (tanpa aditif / dengan alum); a1 = dengan aditif (TRF 5% + alum 3% + arang aktif 4%); Untuk hasil percobaan sebelumnya (tahun 2013): P = proporsi campuran bahan serat: p1 = pulp RG (100%), p2 = pulp RG(50%) + pulp TKKS (50%), p3 = pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%); A = penggunaan aditif: ao = kontrol (tanpa aditif); a1 = dengan aditif (TF 4% + alum 3% + emulsi lilin 5%); N = bahan serat dengan konsentrasi alkali tertentu; n2 = untuk pulp RG, pulp TKKS, pulp bambu andong/betung, masing-masing dari pemasakan dengan NaOH 10.5%; *) Untuk nilai D0.05, lihat Tabel sebelumnya; Angka (dalam kolomYi) yang diikuti secara horizontal oleh huruf (kolom G) yang sama tak berbeda nyata: A > B > C > D (Sumber/Sources: Ott,. 1994);; JIS = Japan Industrial Standard (Anonim, 2003); ISO = International Standard Organization (Anonim, 2013)
48
Nilai
kadar
air,
pengembangan
tebal,
dan
penyerapan
air
pada
hasil
penyempurnan sifat hardboard (teknologi 2014) menunjukkan variasi (Tabel 17) yaitu berturut-turut
3,8818-5,8299%,
15,1478-66,4432%,
dan
75,6411-113,2957%.
Dibandingkan dengan persyaratan JIS dan ISO, maka sebagian kadar air memenuhi syarat (33.33%), pengembangan tebal yang memenuhi syarat hanya 16,67%, dan seluruh penyerapan air tidak memenuhi syarat (0%).
Untuk hasil percobaan
sebelumnya (teknologi 2013), ketiga nilai tersebut juga menunjukkan variasi (Tabel 17) yaitu berturut-turut 6,24-8,90% (kadar air), 33,63-56,73% (pengembangan tebal), dan 72,81-118,56% (penyerapan air), dan penyerapan air.
Kalau dibandingkan dengan
persyaratan JIS dan ISO, disini seluruh kadar air juga memenuhi syarat (100%, pengembangan tebal dan penyerapan air seluruhnya tidak memenuhi syarat. Ditinjau dari ketiga sifat ini, terindikasi ada sedikit keberhasilan usaha penyempurnaan sifat hardboard.
b. Kerapatan, MOE, MOR, dan IB Analisa keragaman menunjukkan bahwa penerapan teknologi 2014 berupa perbaikan
kondisi
pengolahan/
pembentukan
hardboard,
dan
perubahan
macam/komposisi aditif (L) berpengaruh nyata terhadap keempat sifat tersebut (Tabel 16), dibandingkan hasil teknologi 2013. Dari hasil uji BNJ (Tabel 17), untuk hardboard kontrol (tanpa-aditif), ternyata penerapan teknologi 2014 mengakibatkan peningkatan kerapatan, MOE, MOR, dan IB. Diduga ini terkait pula dengan penggunaan alum dan penggunaan pulp TKKS pada konsentrasi 12% (bagian dari teknologi 2014). Seperti diokonfirmasi sebelumnya, diuraikan adanya alum dan pulp TKKS (dengan sisa lemak/mimyak yang sudah lebih sedikit) berpengaruh positif terhadap kerapatan dan sifat kekuatan hardboard. Selanjutnya, untuk hardboard dengan-aditif, antara yang diterapkan pada teknologi 2014 dengan yang diterapkan pada teknologi 2013, tidak mengakibatkan perubahan kerapatan hardboard, tetapi meningkatkan ketiga sifat kekuatan tersebut (MOE, MOR, dan IB) (Tabel 17). Seperti diuraikan sebelumnya, penglibatan perekat TRF dan penggunaan pulp TKKS (pada konsentrasi alkali 12%) berpengaruh positif berpengaruh positif terhadap ketiga sifat kekuatan hardboard. Dugaan lain adalah tidak dilibatkannya emulsi lilin pada aditif (bagian dari teknologi 2014) juga ikut berperan positif terhadap ketiga sifat kekuatan tersebut, dibandingkan dengan yang melibatkan 49
emulsi lilin (bagian teknologi 2013). Ini mongkonfirmasi indikasi-indikasi sebelumnya yaitu akibat ciri emulsi lilin yang bersifat kurang polar (Casey, 1980; Anggraini et al., 2011; 2013). Nilai kerapatan, MOE, MOR, dan IB hardboard hasil usaha penyempurnaan (teknologi 2014) menanjukkan variasi (Tabel 17) yaitu berturut-turut 0,9462-0,9913 g/cm3, 31579,5-50554,0 kg/cm2, 270,55-370,60 kg/cm2, dan 2,615-5,145 kg/cm2. Dibandingkan dengan persyaratan JIS dan ISO, seluruh kerapatan dan MOE memenuhi syarat (100%), sedangkan sebagian nilai MOR dan IB memenuhi secara parsial (berturut-turut 16,66-66,67% dan 33,33%).
Untuk hasil percobaan sebelumnya
(teknologi 2013), nilai-nilai tersebut berturut-turut adalah 0,771-1,012 g/cm3 (kerapatan), 16538,5-45990,0 kg/cm2 (MOE), 187,73-449,68 kg/cm2 (MOR), dan 1,90-5,00 kg/cm2 (IB).
Dibandingkan dengan persyaratan JIS dan ISO), porsi-porsi yang memenuhi
syarat adalah 83,33% (kerapatan), 50,00-66,66% (MOE), 50% (MOR), dan 0% atau tak ada yang memenuhi (IB). Dengan demikian ditinjau dari keempat sifat tersebut, juga terindikasi ada hasil efektif usaha perbaikan/penyempurnaan tersebut.
c. Daya hantar panas dan ketahanan panas Usaha
penyempurnaan
kondisi
pengolahan/pembentukan
hardboard
dan
perubahan komposisi aditif (teknologi 2014) juga berpengaruh nyata terhadap kedua sifat hardboard tersebut (Tabel 16). Untuk hardboard kontrol (tanpa-aditif), atas dasar uji BNJ (Tabel 17), penerapan teknologi 2014 mengakibatkan penurunan daya hantar panas hardboard (peningkatan ketahanan panas), dibandingkan hasil teknologi 2013. Ini berindikasi lagi penggunaan pulp TKKS (pada konsentrasi 12%) berperan pada fenomena tersebut. Untuk hardboard dengan aditif, kecenderungan serupa juga terjadi. Diduga, ini terkait pula dengan penggunaan pulp TKKS. Penggunaan konsentrasi 12%, selain lebih banyak melarutkan sisa lemak/minyak, juga mengintensifkan delignifikasi. Akibatnya sisa kandungan lignin pada campuran bahan serat (termasuk TKKS) lebih sedikit. Seperti telah diuraikan, kandungan lignin berkorelasi positif dengan daya hantar panas hardboard (berkorelasi negatif dengan ketahanan panas). . Nilai daya hantar panas dan ketahanan panas hardboard hasil usaha penyempurnan (teknologi tahun 2014) menunjukkan variasi (Tabel 17) yaitu beturutturut 0,061552-0,092230 W.m-1.K-1 dan 0,059233-0,083426 m2.K/W. Nilai serupa untuk hasil teknologi 2013 adalah 0,070450-0,088650 W.m-1.K-1 (daya hantar panas) dan
50
0,059000-0,076760 m2.K/W. Dibandingkan dengan persyaratan ISO untuk hantaran panas yaitu 0,108097-210784 W.m-1.K-1 (Tabel 17). Ternyata nilai daya hantar panas untuk kedua hasil percobaan tersebut (tahun 2014 dan 2013) tidak memenuhi syarat. Sekiranya hardboard ditujukan untuk bahan penyekat/insulasi, maka dikehendaki nilai daya hantar panas yang rendah (ketahanan panas tinggi). Atas dasar itu, terdapat indikasi hasil usaha penyempurnaan tersebut menunjukkan sedikit perbaikan.
3. Evaluasi performa serat sisal untuk hardboard Evaluasi tersebut merupakan hasil pencermatan sifat fisis-mekanis hardboard yang dibentuk dari campuran bahan serat berupa pulp rumput gelagah (RG) + pulp TKKS + pulp sisal (pada berbagai proporsi), sebagai percobaan inti ke dua (Tabel 7, 18, dan 19). a. Kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air Dari analisa keragaman yang dilanjutkan dengan uji BNJ Tabel 18 dan 19), ternyata penggunaan aditif (A) (yang melibatkan perekat TF + emulsi lilin + alum) tidak mempengaruhi kadar air harboard dibandingkan dengan yang tanpa-aditif (kontrol), tetapi menyebabkan penurunan pengembangan tebal dan penyerapan air. Fenomena peranan TF terhadap pengembangan tebal dan penyerapan air, serupa dengan yang terjadi pada penggunaan perekat TRF dalam aditif terhadap kedua sifat terakhir tersebut (pada uraian percobaan sebelumnya). Selanjutnya, emulsi lilin yang terdapat dalam aditif meningkatkan water repellency harboard sehingga mengurangi sifat higroskopis dan memperbaiki kestabilan dimensi hardboard.
51
Tabel 18. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang performa serat sisal untuk hardboard Sumber keragama n
Total P A N P*A P*N A*N P*A*N Galat
Db
79 3 1 1 3 3 1 3 64
Keteguhan lentur (Modulus of elasticity/MOE) +) FP hitung
Sifat fisis dan mekanis (Physical and strength properties) Keteguhan patah Keteguhan internal Kadar air (Modulus of (Internal bond/IB) (Moisture content) rupture/MOR) FP FP FP hitung hitung hitung
26,92 6,57 2,80 12,53 14,57 23,14 4,56
15,89 13,67 1,98 12,98 8,65 3,67 6,79
** * tn ** * ** *
** ** tn ** ** tn **
9,33 2,43 12,44 5,87 5,23 12,98 5,01
** tn ** * * ** *
13,72 1,98 2,67 5,26 5,15 5,78 1,76
** tn tn * tn * tn
Kerapatan (Density) Fhitung
P
1,59 7,34 1,64 3,45 4,76 7,80 1,23
tn ** tn tn * ** tn
Rata-rata 26192 264,448 3,974 6,231 0,9630 Satuan kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 % g/cm3 KK, % 7,694 6,698 11,532 13,594 4,869 D 0,05 5069,7 40,872 1,8169 2,018 0,0878 Keterangan:: P = Proporsi campuran bahan serat (pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal); A = Bahan aditif; * = nyata pada taraf 5%; N = konsentrasi alkali; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang ; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey 5%;
Tabel 18. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang performa serat sisal untuk hardboard - Sambungan Sumber keragama n
Db
Total P A N P*A P*N A*N P*A*N Galat
79 3 1 1 3 3 1 3 64
Pengembangan tebal
Sifat fisis dan mekanis Penyerapan air Daya hantar panas
Ketahanan panas
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
12,82 7,26 4,65 5,03 1,64 3,64 5,87
** ** * * tn * **
5,07 7,89 13,91 7,55 5,97 3,67 1,89
* ** ** ** * tn tn
17,25 12,46 5,18 15,23 15,49 22,71 13,14
** ** * ** ** ** **
4,99 7,76 9,37 7,94 5,03 5,09 10,98
* ** ** ** * * **
Rata-rata 47,186 90,754 0,0678775 0,075507 Satuan % % M2.K.W-1 W.m-1.K-1 KK, % 13,88 6,047 5.247 4,934 D 0,05 9,023 11,074 0,088134 0,0119 Keterangan: P = Proporsi campuran bahan serat (pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal); A = Bahan aditif; * = nyata pada taraf 5%; N = konsentrasi alkali; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey 5%;
52
Tabel 19. Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal, diikuti dengan uji jarak beda nyata jujur (Tukey) – dinyatakan dalam mutu (G); dan dengan analisis diskriminan (Y-dioscr) berikut korelasi kanonik (R) Keteguhan lentur (MOE) 2 kg/cm
Perlakuan
Keteguhan patah (MOR), 2 kg/cm
Keteguhan rekat internal (IB) 2 kg/cm
Kadar air (MC) %
Kerapatan (D) 3 g/cm
Pengembangan tebal (TS) %
Penyerapan air (WA) %
Daya hantar panas (HC) -1 -1 W.m K
Ketahahan panas (HR) 2 -1 m .K.W.
P
N
A
T
Y1
G
Y2
G
Y3
G
Y4
G
Y5
G
Y6
G
Y7
G
Y8
G
Y9
G
5
1
0
1
27679,5
D
272,15
C
5,15
D
10,49
A
1,000
A
68,68
A
93,94
E
0,06544
I
0,083592
B
5
1
1
2
27110,0
CD
224,02
EF
3,37
K
9,98
AB
1,005
A
69,20
A
95,00
DE
0,07225
F
0,067133
I
6
1
0
3
25156,5
BC
238,22
E
4,02
HI
4,02
MN
0,968
C
40,18
F
95,30
DE
0,06038
K
0,074859
E
6
1
1
4
25039,5
AB
219,48
EF
4,72
E
4,26
M
0,958
CD
24,67
J
84,24
G
0,06476
JK
0,073347
EF
7
1
0
5
31127,0
BC
350,72
A
8,28
A
7,23
H
0,991
A
56,35
B
60,57
N
0,06311
JK
0,089843
AB
7
1
1
6
26325,5
B
277,94
C
5,63
CD
7,84
G
1,008
A
33,56
HI
65,39
M
0,07139
FG
0,084326
B
8
1
0
7
24860,5
CD
252,64
D
1,20
P
3,30
OP
0,912
DE
34,82
H
97,16
D
0,06765
H
0,079233
C
8
1
1
8
26110,5
B
272,05
C
6,09
C
4,47
LM
0,992
A
36,43
GH
84,65
G
0,07199
FG
0,069039
GH
5
2
0
9
34641,5
BC
347,16
A
3,05
L
4,72
L
0,888
E
62,25
AB
103,61
C
0,07767
D
0,060640
K
5
2
1
10
30423,5
C
269,73
C
2,13
MN
7,32
H
1,015
A
57,96
B
91,25
EF
0,06421
JK
0,077092
CD
6
2
0
11
13859,5
B
164,93
G
1,82
O
5,78
K
0,893
E
49,25
C
120,69
A
0,07135
FG
0,074286
E
6
2
1
12
26294,0
B
228,32
EF
3,85
I
3,95
O
0,933
D
39,34
F
85,64
G
0,07208
F
0,070890
G
7
2
0
13
29267,5
AB
325,84
AB
3,12
L
6,46
J
1,005
A
53,73
BC
88,18
F
0,05050
L
0,092277
A
7
2
1
14
28264,5
B
314,50
B
5,95
C
7,39
H
0,981
AB
51,11
BC
84,38
G
0,06514
J
0,073535
EF
8
2
0
15
27557,5
C
317,90
B
3,02
L
8,54
EF
0,963
C
28,16
IJ
87,11
FG
0,07215
F
0,069715
GH
8
2
1
16
15451,0
AB
155,60
H
2,23
M
3,95
O
0,900
DE
49,30
C
114,95
B
0,07598
E
0,068306
H
MOE (Y1)
MOR (Y2)
IB (Y3)
MC (Y4)
D (Y5)
TS (Y6)
WA (Y7)
HC (Y8)
HR (y9)
b1 = + 58,91632
b2 = + 67,21982
B3= + 49,99751
b4= -24,12352
b5= + 48,12352
b6= -24,15763
b7= -9,613265
b8 = -33,12543
b9 = + 26,13452
JIS (Anonim, 2003)
29589
272,6
0,80-1,20
<23
<30
ISO (Anonim, 2013)
30610
306,51
Koefisien persamaan discriminan (bi) Persyaratan
>5,102
5 - 13
>0,900
0,1080990,201784
Keterangan: M = Rata-rata dari 5 ulangan /R; RG = rumput gelagah; TKKS = tandan kosong kelapa sawit; P = Proporsi campuran bahan serat: p5 = pulp sisal (100%); p6 = pulp RG (50%) + pulp sisal (50%), p7 = pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%), p8 = pulp RG (33.33%) + pulp TKKS (33.33%) + pulp sisal (33.33%); A = penggunaan aditif: ao = kontrol (tanpa aditif); a1 = dengan aditif (TF 4% + alum 3% + emulsi lilin 5%); N = konsentrasi alkali (untuk keseluruhan masing-masing serat, yaitu RG, TKKS, dan sisal): n1 = 9.0%, n2 = 10.5%; T = kombinasi faktor-faktor P, N, dan A; *) Untuk nilai D0.05, lihat Tabel sebelumnya; Angka (dalam kolomYi) yang diikuti secara horizontal oleh huruf (kolom G) yang sama tak berbeda nyata: A > B > C > D (Sumber: Ott,. 1994); Y-discr= ∑ biYi = b1Y1 + b2Y2 + b3Y3 + b4Y4 + b5Y5 + b6 Y6 + b7Y7 + b8Y8 + b9Y9, di mana / where: Y discr = nilai discriminan-urutan) , bi = koefisien determinan, dan/ Yi = sifat hardboard ke i yang sudah dibakukan menjadi nilai tanpa satuan, dengan koef. korelasi kanonik nyata (R2=0.934**), yang menunjukkan tingkat peranan absolute masing-masing-masing sifat (bi) dari yang terbesar hingga terkecil (i.e. b2 > b1 > b3 > b1 > b8 > b9 > b6 > b4 > b7 JIS = Japan Industrial Standard (Anonim, 2003); ISO = International Standard Organization (Anonim, 2013)
53
Y-discr
116,21 108,06 119,51 123,54 132,59 118,54 109,09 104,57 104,08 103,53 76,53 89,51 99,52 87,01 84,11 66,51
Peningkatan konsentrasi alkali (N), berdasarkan uji BNJ, tak mempengaruhi kadar air tetapi nenurunkan pengembangan tebal dan penyerapan air (Tabel 19). Diduga alkali untuk kasus ini menyebabkan lebih banyak pelarutan lignin sehingga pada tahap awal
pembentukan
lembaran
hardboard,
serat
jadi
lebih
fleksibel
sehingga
mengintensifkan kontak dan anyaman antar serat sehingga struktur internal hardboard lebih padat (kompak) dan mengurangi porositasnya. Kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air tertinggi terdapat pada harboard dari pulp sisal 100%, dan campuran pulp sisal (50%) + pulp RG (50%) (Tabel 19).
Diduga ini juga terkait dengan tingginya kandungan senyawa kimia penyusun
dinding serat yang bersifat polar (selulosa dan pentosan) pada RG dan sisal (total mencapai 71,53-73,91%) (Tabel 9). Sebaliknya, nilai ketiga sifat tersebut yang rendah ditunjukkan oleh hardboard dari campuran serat yang melibatkan pulp TKKS yaitu pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%), dan pulp RG (33,33%) + pulp TKKS (33,33%) + pulp sisal (33,33%). Seperti diindikasikan sebelumnya, sisa lemak/minyak pada TKKS terkait pada fenomena tersebut. Kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air hardboard hasil percobaan hasil percobaan menunjukkan variasi yaitu berturut-turut yaitu 3,2975-10.4865%, 24,6655-69,2040%, 60,5720-120,6895%.
Dibandingkan dengan persyaratan JIS
(Anonim, 2003) dan ISO (Anonim, 2013), sebagian besar kadar air memenuhi persyaratan tersebuit (62,5%), sedangkan pengembangan tebal dan penyerapan air seluruhnya tak memenuhi syarat (Tabel 19). b. Kerapatan, MOE, MOR, dan IB Analisis keragaman dan uji BNJ menunjukkan bahwa penggunaan aditif (A) tidak mempengaruhi kerapatan, MOE, dan IB hardboard, tetapi sedikit menurunkan MOR dibandingkan hardboard kontrol (tanpa aditif) (Tabel 14 dan 15).
Diduga ini ada
kaitannya dengan penggunaan emulsi lilin. Seperti siuraikan sebelumnya, emulsi lilin yang bersifat kurang polar dan water repellent, menyebabkan gangguan kontak dan ikatan antar serat sehingga menurunkan kekompakan dan sifat kekuatan (mekanis) harboard. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi alkali tidak mengakibatkan perubahan MOE, MOR, dan kerapatan hardboard, tetapi menurunkan IB hardboard.
Diduga
peningkatan tersebut selain mengakibatkan delignifikasi parsial juga mendegradasi fraksi selulosa dan hemiselulosa secara parsial pula. Akibatnya kekuatan individu serat menurun dan demikian pula kekuatan harboardnya (Casey, 1980). 54
Campuran bahan serat, yaitu pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal pada berbagai proporsi tidak mempengaruhi kerapatan hardboard, tetapi berpengaruh terhadap MOE, MOR, dan IB (Tabel 14). Untuk MOE, nilai tertinggi terjadi pada hardboard dari 100% pulp sisal.
Seperti fenomena sebelumnya, diduga ini ada kaitan dengan total
kandungan selulosa dan pentosan (71,53%) yang tinggi pada sisal (Tabel 9). Selanjutnya untuk MOR dan IB hardboard, nilai tertinggi dari campuran pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%). Diindikasikan fenomena ini terkait dengan paling tingginya daya tenun serat sisal dan nilai koefisien kekakuan serat TKKS (pada urutan kedua terendah) (Tabel 11). Di lain hal, nilai terendah MOE, MOR, dan IB terdapat pada hardboard yang melibatkan pulp TKKS pula, yaitu campuran pulp RG (33,33%) + pulp TKKS (33,33%) + pulp sisal (33,33%). Disisi lain, agaknya sisa lemak/minyak pada TKKS seperti pada fenoneman sebelumnya berindikasi menurunkan sifat kekuatan hardboard. Kerapatan, MOE, MOR, dan IB hardboard hasil percobaan menunjukkan variasi, yaitu berturut-turut 0,8875-1,0145 g/cm3, 13859,5-34641,5 kg/cm2, 155,600-350,715 kg/cm2, dan 1,200-8,280 kg/cm2 (Tabel 19). Dibandingkan dengan persyaratan JIS dan ISO,
seluruh
kerapatan
memenuhi
persyaratan
tersebut
(100%),
sedangkan
pengembangan MOE, MOR, dan IB memenuhi syarat sebagian yaitu berturut-turut 12,50-18,75%, 18,75-50,0%, 37,5%. c. Daya hantar panas dan ketahanan panas Berdasarkan analisis keragaman yang dilanjutkan dengan uji BNJ (Tabel 18 dan 19), daya hantar panas hardboard meningkat (ketahanan panas menurun). Fenomena peranan aditif (yang melibatkan perekat TF) terhadap kedua sifat tersebut, serupa dengan yang terjadi pada penggunaan aditif (yang melibatkan perekat TRF) juga terhadap kedua sifat tersebut (pada uraian sebelumnya). Selanjutnya, peningkatan konsentrasi alkali menyebabkan daya hantar meningkat (atau ketahanan panas menurun) (Tabel 19).
Diduga delignifikasi parsial yang makin intensif dengan
peningkatan konsentrasi alkali, menyisakan lebih sedikit lignin pada serat. Akibatnya, serat lebih fleksible dan diuraikan sebelumnya struktur internalnya menjadi lebih kompak (lebih sedikit rongga-rongga udara). Daya hantar panas harboard tertinggi (ketahanan panas terendah) terdapat pada hardboard dari campuran pulp RG (33.33%) + pulp TKKS (33.33%) + pulp sisal (33.33%) (Tabel 19). Hal ini diduga terkait dengan tingginya daya tenun serat RG dan 55
serat sisal, dan tebal dinding serat TKKS dan serat RG yang relatif tipis (Tabel 11). Sebaliknya, daya hantar panas terendah (ketahanan panas tertinggi) ditunjukkan oleh hardboard dengan komposisi campuran pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%). Agaknya ini terkait lagi dengan keberadaan sisa lemak/minyak pada serat TKKS dan paling rendahnya kadar lignin pada serat sisal (Tabel 9). Hardboard hasil percobaan menunjukkan variasi nilai daya hantar panas (0,050501-0,077671 W.m-1.K-1) dan ketahanan panas (0,060640-0,092277 m2.K/W) (Tabel 19). Ternyata nilai daya hantar panas tersebut masih dibawah persyaratan ISO (Anonim, 2013) yaitu 0,1081656-0,2017840 W.m-1.K-1. Lebih rendahnya nilai tersebut berindikasi pula pada hardboard hasil percobaan masih terdapat rongga-rongga udara dengan volume tertentu, dan sehingga berpengaruh secara negatif terhadap daya hantar panasnya. 4. Pencermatan performa serat sisal sebagai substitusi bambu untuk hardboard Pencermatan tersebut dilakukan dengan membandingkan sifat fisis-mekanis hardboard yang dibentuk campuran pulp rumput gelagah (RG) + pulp TKKS + pulp sisal (kegiatan 2014), dengan sifat hardboard dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu (andong) yang telah dilakukan pada kegiatan sebelumnya (tahun 2013) (Tabel 7, 19, dan 21). a. Kadar air, pengembangan tebal, dan penyerapan air Berdasarkan analisa keragaman, campuran bahan serat yang melibatkan pulp sisal terhadap campuran serat yang melibatkan pulp bambu (L), perubahan konsentrasi alkali (N), dan penggunaan aditif (A), berpengaruh nyata terhadap ketiga sifat hardboard tersebut (Tabel 20). Untuk yang tanpa aditif (kontrol) berdasarkan uji BNJ (Tabel 21), pengembangan tebal dan penyerapan air hardboard dari campuran bahan serat yang melibatkan pulp sisal lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada campuran yang melibatkan pulp bambu; tetapi untuk kadar air, tidak ada perbedaan yang nyata. Fenomena serupa terjadi pada ketiga sifat hardboard (dari campuran serat yang melibatkan pulp sisal) yang dibentuk dengan aditif.
Diduga ini terkait dengan
kandungan lignin sisal yang jauh lebih rendah dibandingkan pada bambu andong (Tabel 9). Lignin bersifat kurang polar dan kurang higroskopis. Dengan demikian serat sisal lebih higroskopis (lebih polar) dibandingkan serat bambu (Saptadi, 2009). Secara keseluruhan, penggunaan aditif berakibat penurunan pengembangan tebal dan 56
penyerapan air hardboard, tetapi tidak merubah kadar air (dibandingkan hardboard kontrol). Ini dapat dipahami sebagaimana diuraikan sebelumnya, aditif yang melibatkan perekat TF lebih menintensifkan kontak/ikatan antar serat (Santoso, 2010; Madsen, 2013).
Secara keseluruhan pula, peningkatan konsentrasi alkali tak mempengaruhi
kadar air dan pengembangan tebal, tetapi meningkatkan penyerapan air. Diduga alkali tersebut mengintensifkan delignifikasi sehingga menurunkan kadar lignin pada serat, sedangkan lignin berperan sebagai perekat alami antar serat (Suchsland dan Woodson, 1986; Haygreen dan Bowyer, 1999).
Tabel 20. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang pencermatan performa serat sisal sebagai substitusi serat bambu Sumber keragama n
Total L P A N L*A Galat
Db
15 9 1 3 1 1 1 15 2
Keteguhan lentur (Modulus of elasticity/MOE) +) FP hitung
Sifat fisis dan mekanis (Physical and strength properties) Keteguhan patah Keteguhan internal Kadar air (Modulus of (Internal bond/IB) (Moisture content) rupture/MOR) FFFP P P hitung hitung hitung
Fhitung
P
19,01 15,49 12,40 1,35 8,51
9.62 16,11 9,56 12,15 25,16
5,06 17,33 1,55 1,74 1,82
* ** tn tn tn
** ** ** tn **
** ** ** ** **
0,71 19,91 2,17 2,01 9,77
tn ** tn tn **
11,09 18,75 1,66 2,01 5,02
** ** tn tn *
Kerapatan (Density)
Rata-rata 27310,79 269,551 3,881 6,775 0,9602 Satuan kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 % g/cm3 KK, % 5,219 4,646 12,83 10,79 5,453 D 0,05 3900,10 31,855 1,669 3,083 0,1073 Keterangan: L = Perubahan kompossisi campuran bahan serat yang melibatkan pulp serat sisal terhadap serat bambu; P = Proporsi campuran bahan serat; A = Bahan aditif; N = konsentrasi alkali; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey 5%;
Tabel 20. Analisis keragaman terhadap sifat fisis dan kekuatan papan serat tipe hardboard, tentang pencermatan performa serat sisal sebagai substitusi serat bambu - Sambungan Sumber keragama n Total L P A N L*A
Db 15 9 1 3 1 1 1
Pengembangan tebal FP hitung
9,68 19,73 8,77 4,28 1,98
** ** ** * ns
Sifat fisis dan mekanis Penyerapan air Daya hantar panas
Ketahanan panas
F-hitung
P
F-hitung
P
F-hitung
P
16,57 15,16 16,48 15,79 5,46
** ** ** ** *
18,27 6,67 18,80 13,33 12,34
** * ** ** **
17,88 18,90 15,10 10,76 7,68
** ** ** ** *
57
Galat
15 2
Rata-rata 48,1253 85,1972 0,0728769 0,0741132 Satuan % % M2.K.W-1 W.m-1.K-1 KK, % 9,754 4,297 7,139 5,834 D 0,05 15,946 8,0976 0,0065 0,0087 Keterangan: L = Perubahan kompossisi campuran bahan serat yang melibatkan pulp serat sisal terhadap serat bambu; P = Proporsi campuran bahan serat; A = Bahan aditif; N = konsentrasi alkali; * = nyata pada taraf 5%; ** = nyata pada taraf 1%; tn = tak nyata; KK = Koefisisien keragaman, P = peluang; D0,05 = nilai kritis uji jarak beda nyata jujur (BNJ) Tukey 5%;
58
Tabel 21. Data sifat fisis dan mekanis papan serat tipe hardboard, untuk penelaahan performa serat sisal sebagai substitusi serat bambu, diikuti dengan hasil uji jarak beda nyata jujur (Tukey) – dinyatakan dalam mutu dan skor Keteguhan Perlakuan Keteguhan Keteguhan Pengembangan Penyerapan air Daya hantar Ketahahan panas P
N
A
L
lentur (MOE) kg/cm2
patah (MOR), kg/cm2
rekat internal (IB) kg/cm2
Kadar air (MC) %
Kerapatan (D) g/cm3
tebal (TS) %
(WA) %
panas (HC) W.m-1K-1
(HR) m2.K.W.-1
Hasil percobaan tahun 2014: hardboard, dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal, L1 Y1
G
Y2
G
Y3
G
Y4
G
Y5
G
Y6
G
Y7
27679,5
D
27110,0
CD
272,15
C
5,15
D
224,02
EF
3,37
K
10,49
A
1,000
A
68,68
A
9,98
AB
1,005
A
69,20
A
1
25156,5
BC
238,22
E
4,02
HI
4,02
MN
0,968
C
40,18
1
1
25039,5
AB
219,48
EF
4,72
E
4,26
M
0,958
CD
24,67
1
0
1
1
1
31127,0
BC
350,72
A
1
26325,5
B
277,94
C
8,28
A
7,23
H
0,991
A
5,63
CD
7,84
G
1,008
A
8
1
0
1
24860,5
CD
252,64
D
1,20
P
3,30
OP
0,912
8 5
1
1
1
26110,5
B
2
0
1
34641,5
BC
272,05
C
6,09
C
4,47
LM
347,16
A
3,05
L
4,72
L
5
2
1
1
30423,5
C
269,73
C
2,13
MN
7,32
6
2
0
1
6
2
1
1
13859,5
B
164,93
G
1,82
O
26294,0
B
228,32
EF
3,85
I
7
2
0
1
29267,5
AB
325,84
AB
3,12
7
2
8
2
1
1
28264,5
B
314,50
B
0
1
27557,5
C
317,90
B
8
2
1
1
15451,0
AB
155,60
H
5
1
0
1
5
1
1
1
6
1
0
6
1
7 7
G
Y8
G
Y9
G
93,94
E
95,00
DE
0,06544
I
0,083592
B
0,07225
F
0,067133
F
95,30
I
DE
0,06038
K
0,074859
E
J
84,24
G
0,06476
JK
0,073347
EF
56,35
B
33,56
HI
60,57
N
0,06311
JK
0,089843
AB
65,39
M
0,07139
FG
0,084326
DE
34,82
H
B
97,16
D
0,06765
H
0,079233
C
0,992
A
36,43
0,888
E
62,25
GH
84,65
G
0,07199
FG
0,069039
GH
AB
103,61
C
0,07767
D
0,060640
H
1,015
A
K
57,96
B
91,25
EF
0,06421
JK
0,077092
CD
5,78
K
0,893
3,95
O
0,933
E
49,25
C
120,69
A
0,07135
FG
0,074286
E
D
39,34
F
85,64
G
0,07208
F
0,070890
G
L
6,46
J
1,005
A
53,73
BC
88,18
F
0,05050
L
0,092277
A
5,95
C
7,39
H
3,02
L
8,54
EF
0,981
AB
51,11
BC
84,38
G
0,06514
J
0,073535
EF
0,963
C
28,16
IJ
87,11
FG
0,07215
F
0,069715
GH
2,23
M
3,95
O
0,900
DE
49,30
C
114,95
B
0,07598
E
0,068306
H
Hasil percobaan tahun 2013: hardboard, dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong, L2 5
1
0
2
23091,5
BC
219,61
EF
2,50
LM
8,35
EF
0,828
F
47,41
D
95,98
DE
0,08435
BC
0,071250
FG
5
1
1
2
18775
B
152,38
H
2,10
MN
9,76
B
0,799
G
37,65
G
91,06
EF
0,08110
C
0,078050
C
6
1
0
2
28297,5
B
268,91
C
1,90
N
8,72
E
0,990
A
49,59
C
89,21
F
0,07220
F
0,068970
H
6
1
1
2
28085,5
BC
251,78
D
5,50
CD
6,91
I
0,987
AB
39,77
F
92,48
E
0,07734
D
0,067760
I
7
1
0
2
28793
E
325,86
AB
4,90
DE
6,62
J
0,987
AB
29,16
I
82,94
GH
0,05991
KL
0,089140
AB
7
1
1
2
28712
BC
293,60
BC
4,90
DE
6,52
J
1,017
A
37,87
G
61,78
N
0,08756
A
0,070930
G
8
1
0
2
33474,5
BC
344,56
A
4,50
E
7,49
GH
1,002
A
52,88
BC
79,78
H
0,07508
E
0,076190
D
8
1
1
2
26606,5
B
261,59
C
3,50
J
5,78
K
1,010
A
45,83
DE
78,76
HI
0,08015
C
0,074490
E
5
2
0
2
32782
C
311,64
B
2,60
LM
7,73
G
0,957
CD
43,78
E
70,09
KL
0,07923
CD
0,073830
EF
59
5
2
1
2
18944
AB
167,57
G
1,90
N
7,09
HI
0,848
EF
40,31
F
76,62
I
0,08892
A
0,072090
6
2
0
2
37600,5
A
357,24
A
2,00
N
7,47
GH
0,930
D
39,60
F
74,68
J
0,07579
E
0,072300
F
6
2
1
2
26067
AB
220,31
EF
4,10
H
6,24
JK
0,981
AB
33,63
H
74,18
J
0,07468
EF
0,075790
DE
7
2
0
2
32769,5
C
343,30
A
4,30
G
3,07
P
0,999
A
45,77
DE
74,06
J
0,08156
C
0,067680
I
7
2
1
2
29809
BC
296,05
BC
4,40
F
8,93
D
1,018
A
45,49
DE
79,56
H
0,08216
C
0,064270
J
8
2
0
2
31891,5
AB
305,70
BC
7,00
B
7,20
HI
0,970
C
51,79
BC
81,76
GH
0,06916
G
0,071140
FG
8
2
1
2
29078,5
B
274,35
C
4,50
E
9,22
C
0,996
A
48,50
CD
71,31
K
0,07683
DE
0,069630
GH
Persyaratan JIS (Anonim, 2003)
29589
272,6
ISO (Anonim, 2013)
30610
306,51
0,80-1,20 >5,102
5 - 13
>0,900
<23
<30 0,1080990,201784
Keterangan: Rata-rata dari 5 ulangan /R; RG = rumput gelagah; TKKS = tandan kosong kelapa sawit; Untuk hasil percobaan 2014: P = Proporsi campuran bahan serat: p5 = pulp sisal (100%); p6 = pulp RG (50%) + pulp sisal (50%), p7 = pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%), p8 = pulp RG (33.33%) + pulp TKKS (33.33%) + pulp sisal (33.33%); A = penggunaan aditif: ao = kontrol (tanpa aditif); a1 = dengan aditif (TF 4% + alum 3% + emulsi lilin 5%); N = konsentrasi alkali (untuk keseluruhan masing-masing serat, yaitu RG, TKKS, dan sisal): n1 = 9.0%, n2 = 10.5%; Untuk hasil percobaan 2014: P = Proporsi campuran bahan serat: p5 = pulp bambu andong (100%); p6 = pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%), p7 = pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%), p8 = pulp RG (33.33%) + pulp TKKS (33.33%) + pulp bambu andong (33.33%); A = penggunaan aditif: ao = kontrol (tanpa aditif); a1 = dengan aditif (TF 4% + alum 3% + emulsi lilin 5%); N = konsentrasi alkali (untuk keseluruhan masing-masing serat, yaitu RG, TKKS, dan sisal): n1 = 9.0%, n2 = 10.5%; *) Untuk nilai D0.05, lihat Tabel sebelumnya; Angka (dalam kolomYi) yang diikuti secara horizontal oleh huruf (kolom G) yang sama tak berbeda nyata: A > B > C > D (Sumber: Ott,. 1994);; JIS = Japan Industrial Standard (Anonim, 2003); ISO = International Standard Organization (Anonim, 2013)
60
F
Kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air hardboard yang dibentuk dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal, pada berbagai proporsi (kegiatan 2014) menunjukkan variasi (Tabel 21), yaitu berturut-turut 3,2975-10.4875%, 24,665569,2040%, dan 60,5720-120,6895%. ISO,
sebagian
kadar
air
Dibandingkan dengan persyaratan JIS dan
memenuhi
syarat
(62.5%),
sedangkan
seluruh
pengembangan tebal dan penyerapan air tidak memenuhi syarat (masing-masing 0%). Nilai-nilai tersebut untuk hardboard dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong (kegiatan 2013) adalah 3,07-9,76% (kadar air), 29,16-52,88% (pengembangan tebal), dan 61,78-95,98% (penyerapan air).
Kadar air di sini
sebagian pula (62.5%) memenuhi pula persyaratan JIS dan ISO, sedangkan seluruh pengembangan tebal dan penyerapan tidak memenuhi syarat (masingmasing-masing 0%). Terdapat indikasi, ditinjau dari ketiga sifat tersebut, kualitas hardboard yang dibentuk dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal sedikit lebih rendah dari pada yang dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu. b. Kerapatan, MOE, MOR, dan IB Analisa keragaman (Tabel 20) menunjukkan bahwa campuran bahan serat yang melibatkan pulp sisal terhadap yang melibatkan pulp bambu (L), konsentrasi alkali (N), dan penggunaan aditif (A) berpengaruh nyata terhadap keempat sifat tersebut. Telaahan dengan uji BNJ (Tabel 21) mengindikasikan bahwa untuk tanpa aditif (kontrol), MOE dan MOR hardboard dari campuran yang melibatkan pulp sisal lebih rendah dibandingkan kedua nilai sifat tersebut pada hardboard yang melibatkan pulp bambu andong, sedangkan untuk IB dan kerapatan tidak berbeda nyata. Diduga ini berhubungan dengan rendahnya kadar lignin pada sisal (Tabel 9), sehingga pada saat delignifikasi parsial, sisa lignin pada serat sisal lebih sedikit dibandingkan pada serat bambu andong (Casey, 1980; Saptadi, 2009). Untuk yang dengan aditif (melibatkan perekat TF), MOE tidak saling berbeda nyata, tetapi MOR, IB, dan kerapatan hardboard dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal sedikit lebih tinggi, dibandingkan yang dari campuran pulp RG + TKKS + bambu andong (Tabel 21). Diduga ini terkait lagi dengan lebih tingginya total kadar selulosa + pentosan pada sisal (71,53%) (Tabel 9). Fenomena tersebut selain meningkatkan kekuatan individu serat dan memudahkan penggilingan serat, juga mengefektifkan fungsi TF sebagai perekat antar serat sisal atau ikatan TF-serat (Suchsland dan Woodson; Apriani, 2010). 61
Secara keseluruhan penggunaan aditif, tidak merubah kerapatan, tetapi sedikit menurunkan MOE, MOR, dan IB dibandingkan kontrol (tanpa aditif) (Tabel 20 dan 21). Diduga adanya peranan negatif emulsi lilin mengakibatkan fungsi TF sebagai perekat antar serat kurang efektif (Casey, 1980; Akgul et al., 2010).
Secara
keseluruhan pula, peningkatan konsentrasi alkali tidak merubah kerapatan, MOE, dan IB, tetapi menurunkan MOR.
Ini memperkuat dugaan sebelumnya, alkali
tersebut melarutkan lignin pada serat secara parsial (Casey, 1980). Kerapatan, MOE, MOR, dan IB hardboard dari campuran serat yang melibatkan pulp sisal (Tabel 7, 21) menunjukkan variasi yaitu berturut-turut 0,88751,1045 gram/cm3, 13859,5-34641,5 kg/cm2, 155,600-350,715 kg/cm2, dan 1,20-8,28 kg/cm2.
Dibandingkan dengan persyaratan JIS dan ISO, seluruh kerapatan
memenuhi syarat (100%), sedangkan MOE, MOR, dan IB memenuhi secara parsial, berturut-turut 12,50-18,75%, 0-50%, dan 31,25%. Selanjutnya, nilai keempat sifat tersebut untuk hardboard dari campuran yang melibatkan pulp bambu andong juga bervariasi (Tabel 21), yaitu 0,799-1,018 gram/cm3 (kerapatan), 18775,0-37600,5 kg/cm2 (MOE), 152,38-357,24
kg/cm2 (MOR),
dan 1,90-7,00 kg/cm2 (IB).
Dibandingkan dengan persyaraan JIS dan ISO, seluruh kerapatan juga memenuhi syarat (100%), sedangkan MOE, MOR, dan IB memenuhi syarat secara parsial, yaitu berturut-turut 31,25-37,50%, 18.75-56,25%, dan 12,5%. Atas dasar keempat sifat tersebut, terindikasi kualitas hardboard yang dibentuk dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal (percobaan 2014) lebih rendah dibandingkan dengan dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong (percobaan 2013). c. Daya hantar panas dan ketahanan panas Berdasarkan analisa keragaman (Tabel 20), campuran bahan serat yang melibatkan pulp sisal terhadap yang melibatkan pulp bambu, perubahan konsentrasi alkali, dan penggunaan aditif juga berpengaruh nyata terhadap kedua sifat tersebut. Telaahan lanjutan dengan uji BNJ (Tabel 21) mengindikasikan baik dengan atau tanpa aditif, daya hantar panas hardboard yang dibentuk dari campuran yang melibatkan pulp sisal lebih rendah dibandingkan pada hardboard dari campuran yang melibatkan pulp bambu, dan secara bersamaan ketahanan panas lebih tinggi. Ini memperkuat dugaan sebelumnya, karena kadar lignin pada serat sisal jauh lebih rendah dibandingkan pada serat bambu andong (Tabel 9).
62
Sebagaimana telah
diuraikan, lignin berperan positif
terhadap daya hantar panas hardboard (atau
negatif terhadap ketahanan panas). Secara keseluruhan berdasarkan Uji BNJ pula (Tabel 21), penggunaan aditif menyebabkan peningkatan daya hantar panas (menurunkan ketahanan panas) hardboard. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, ini terlait dengan peranan perekat TF yang mempertinggi kerapatan hardboard sehingga mengurangi volume ronggarongga udara didalamnya. Secara keseluruhan pula, peningkatan konsentrasi alkali pada pemasakan bahan serat, menyebabkan peningkatan daya hantar panas (penurunan ketahaman pans). Inipun terkait lagi dengan delignifikasi parsial yang lebih tinggi, akibatnya serat lebih fleksibel dan mudah menggepeng. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap daya hantar panas hardboard. Daya hantar panas dan ketahanan panas hardboard yang dibentuk dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal (Tabel 21) menunjukkan variasi, yaitu berturut-turut 0,050501-0,077658 W.m-1.K-1 dan 0,060638-0,092276 m2.K/W (Tabel 21). Di lain hal, kedua nilai tersebut pada hardboard yang dibentuk dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong (percobaan tahun 2013) juga bervariasi, yaitu 0,059910-0,099920 W.m-1.K-1 dan 0,064270-0,089140 m2.K/W. Ternyata nilai daya hantar panas pada dua macam hardboard tersebut masih dibawah persyaratan ISO (Anonim, 2013) yaitu 0,1081656-0,2017840 W.m-1.K-1. Sekiranya hardboard diutamakan untuk tujuan penyekat (insulasi), sebagaimana diuraikan sebelumnya, dikehendaki memiliki nilai daya hantar panas yang rendah (atau ketahanan panas tinggi). Atas dasar itu dan ditinjau dari dua sifat tersebut, kualitas hardboard yang dibentuk dari campuran bahan serat yang melibatkan pulp sisal (percobaan 2014) terindikasi sedikit lebih baik dari pada yang melibatkan pulp bambu (percobaan 2013).. 5. Telaahan sifat fisis dan mekanis hardboard Telaahan sifat fisis mekanis terhadap keseluruhan produk hardboard ini bertujuan mencermati individu serat mana atau proporsi campuran mana (dari p1p12) (Tabel 7), yang dianggap terbaik (paling berprospek secara teknis) untuk pembuatan hardboard, mulai dari urutan tertinggi (ranking) hingga terendah (Tabel 15 dan 21). Percobaan dengan notasi p1-p4 merupakan usaha penyempurnaan sifat hardboaad; sedangkan yang bernotasi adalah usaha melibatkan serat sisal bertujuian mencermati kemungkinannya sebagai substitusi bambu untuk hardboard,
63
kemungkinan
substitusi
bambu
untuk
hardboard,
Selanjutnya,
agar
hasil
pencermatan tersebut reliable, telaahan tersebut dibantu dengan dengan cara memadai yang disebut analisis diskriminan berikut koefisien korelasi/determinasi kanonik. Lebih lanjut atas dasar sifat hardboard yang dikehendaki konsumen (antara lain: kadar air, penyerapan air, pengembangan tebal, daya hantar panas yang rendah; dan kerapatan, sifat kekuatan (MOE, MOR, IB), dan ketahanan panas tinggi; dan dari hasil penerapan analisis diskriminan, diperoleh persamaan diskriminan yaitu Y-discr = ∑ bi*Yi = +58,916331 Y1 (MOE) + 68,220716 Y2 (MOR) + 49,915031 Y3 (IB) – 24,134231 Y4 (kadar air ) + 48,226198 Y5 (kerapatan) - 24,227186 Y6 (pengembangan tebal) – 10,112347 Y7 (penyerapan air) - 34,154327 Y8 (daya hantar panas) + 26,144523 Y9 (ketahanan panas) ; di mana nilai Yi juga merupakan nilai sifat hardboard yang sudah dibakukan (standardized) menjadi tanpa satuan (Tabel 15 dan 19). Nilai mutu (Y diskr) yang terbesar dari persamaan tersebut mengindikasikan proporsy campuran terbaik (paling prospektif dari notasi p1-p12), pada pengguaan aditif dan asal konsentrasi alkali tertentu. Sebaliknya, nilai Y diskr terendah menindikasikan pula proporsi campuran paling-tidak-prospektif, juga pada penggunaan aditif dan konsentrasi alkali tertentu. Persamaan diskriminan tersebut dianggap memadai karena memiliki nilai koefisien determinasi kanonik nyata (R 2 = 0,934**).
Selanjutnya, berdasarkan koefisien persamaan tersebut (bi; angka mutlak),
maka peranan masing-masing sifat hardboard (Yi) tak sama terhadap nilai mutu harboard yaitu b2 > b1 > b3 > b5 > b8 > b9 > b6> b4 > b7. a. Telaahan mutu harboard hasil penyempurnaan Nilai diskriminan (Y-discr) hasil penyempurnaan menunjukkan variasi (Tabel 15). Nilai discriminan tertinggi adalah pada hardboard yang dibentuk dari campuran pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%) (Y-discr = 143,13-157,23), disusul berturut-turut oleh hardboard dari pulp RG 100%, dan dari campuran pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%) sebagai urutan ke dua (Y-discr = 128,52 -153,24) dan ke tiga (Y-discr = 138,57-149,11). Urutan terendah (atau ke empat) adalah pada hardboard dari campuran pulp RG (50%) + pulp bambu betung (50%) (Y-discr = 138,57-144,13). Nilai diskr yang paling tinggi tersebut mengindikasikan bahwa aspek positif serat TKKS, seperti tebal dinding serat paling tipis, kekakuan serat rendah (Tabel 11); kadar lignin moderat, total kadar selulosa + pentosan tinggi (Tabel 9); dan derajat
64
kehalusan pulp (CSF) awal rendah, waktu giling pulp cukup singkat, penggunaan konsentrasi alkali 12% yang berindikasi banyak melarutkan lemak/minyaknya (Tabel 13) mengalahkan aspek negatifnya, antara lain daya tenun serat rendah, serat paling pendek (Tabel 11); kelarutan dalam alkohol-benzen dan NaOH 1% cukup tinggi, kadar abu paling tinggi (Tabel 9); dan rendemen pulp agak rendah, konsumsi alkali paling tinggi (Tabel 13). Untuk rumput gelagah (RG), aspek positifnya adalah rendemen pulp moderat, derajat kehalusan pulp awal paling rendah, waktu giling paling singkat (Tabel 13); panjang serat moderate, lumen agak lebar, dinding serat agak tipis, bilangan Muhlstep paling rendah, fleksibikitas serat paling tinggi, bilangan Runkel dan kekakuan serat paling rendah (Tabel 11); dan kandungan pentosan dan lignin moderat (Tabel 9). Sementara itu, aspek negatif serat RG adalah kandungan abu dan silika tinggi, kelarutan dalam air dingin, air panas, dan NaOH 1% tinggi (Tabel 9); dan konsumsi alkali cukup tinggi (Tabel 13). Agaknya, untuk pembuatan hardboard, aspek positif RG mengalahkan aspek negatifnya pula. Untuk serat bambu andong aspek positifnya (diantaranya dibandingkan bambu betung) adalah dinding serat lebih tipis; kadar abu dan silika lebih rendah, kadar lignin cukup tinggi, total kadar selulosa + pentosan lebih tinggi; kelarutan dalam air dingin lebih rendah (Tabel 9); dan konsumsi alkali lebih rendah (Tabel 13).
Selanjutnya, aspek positif bambu
betung adalah (diantaranya dibandingkan pula dengan bambu andong) adalah serat lebih dan paling panjang, diameter serat dan lumen paling lebar, daya tenun serat lebih dan paling tinggi (Tabel 11); dan rendemen pulp lebih tinggi derajat giling awal lebih rendah dan waktu lebih singkat.(Tabel 13). Agaknya aspek positif bambu andong sedikit mengalahkan aspek positif bambu betung. Hal ini dapat dilihat pada nilai diskrimannya yang tak jauh berbeda (Y- discr = 128,52-149,11 terhadap 138,57144,13) (Tabel 15). Selang nilai Y-discr serat bambu andong yang lebih lebar dari pada selang nilai bambu betung mengindikasikan pula prospek bambu tersebut untuk hardboard sedikit lebih rendah dibandingkan bambu andong. Lebih lanjut, penggunaan aditif (diantaranya melibatkan perekat TRF dan arang aktif) sebagian berindikasi memperbaiki mutu hardboard (dibandingkan dengan kontrol/tanpa aditif), dan sebagian lagi agak berpengaruh negatif terhadap mutu tersebut. Hal ini dapat dilihat dari selang selang nilai diskriminan mutu hardboard dengan aditif (Y-discr = 128,52-157,23) yang lebih lebar, dibandingkan dengan selang nilai untuk tanpa aditif (Y-discr = 135,71-149,11) (Tabel 15). Diduga ini ada 65
kaitannya dengan interaksi antara peranan perekar TRF dan arang aktif. Perekat TRF (suhu curing lebih rendah dari pada suhu untuk TF) diindikasikan kuat berperan positif terhadap sifat kekuatan produk rekonstitusi kayu atau bahan serat berlignoselulosa lain, termasuk hardboard (Santoso, 2010; Anggraini et al., 2013). Di sisi lain, arang aktif juga berperan positif menurunkan penyerapan air dan pengembangan tebal (kestabilan dimensi), akan tetapi terindikasi mengganggu ikatan antara TRF dengan serat dan antar serat sendiri sehingga menurunkan kekuatan hardboard (Saptadi, 2009). b. Telaahan mutu harboard dari campuran serat yang melibatkan pulp sisal Nilai diskriminan (Y-discr) mutu hardboard tersebut juga menunjukkan variasi (Tabel 19). Nilai diskriminan tertinggi ditunjukkan pada hardboard dari campuran pulp TKKS (50%) + pulp sisal (50%) (Y-discr = 87,09-132,50), disusul berturut-turut oleh hardboard dari campuran pulp RG (50%) + pulp sisal (50%) (Y-discr = 89,51123,54), dari pulp sisal 100% (Y-discr = 103,53-116,21), dan akhirnya campuran pulp RG (33,33%) + pulp TKKS (33,33%) + pulp sisal (33,33%) sebagai nilai/urutan terendah (Y-discr = 66,51-109,09).
Sebagaimana telah dirinci pada uraian
sebelumnya terindikasi bahwa aspek positif masing-masing bahan serat tersebut (TKKS, RG, dan S) berpengaruh positif pada mutu (urutan nilai diskriminan) hardboard, di mana aspek tersebut mencakup sifat dasar dan sifat pengolahan pulp (Tabel 9, 11, dan 13).
Selanjutnya, atas dasar nilai urutan tersebut (Y-discr),
terindikasi bahwa di sini aspek positif yang paling berperan adalah dari serat TKKS, disusul oleh RG, dan akhirnya sisal. Aspek positif dan negatif serat sisal belum dirinci, sedangkan kedua serat lainnya sudah. Seperti telah diuraikan sebelumnya, aspek positif serat sisal adalah total kadar selulosa + pentosan yang tinggi, sedangkan aspek negatifnya adalah kadar ligninnya rendah. Agaknya untuk kasus ini (pembuatan hardboard dengan melibatkan serat sisal), aspek negatif serat sisal tersebut mengalahkan aspek positifnya. Lebih lanjut, keseluruhan nilai mutu hardboard yang dibentuk dengan aditif (Ydiscr = 66,51-123,54) lebih rendah dibandingkan keseluruhan nilai mutu hardboard kontrol/tanpa aditif (Y discr = 84,11-132,59) (Tabel 19).
Seperti dicurigai
sebelumnya, agaknya adanya emulsi lilin pada aditif meski berpengaruh positif terhadap
penyerapan
air/pengembangan
tebal,
tetapi
secara
bersamaan
mengganggu ikatan antar serat sehingga menurunkan performa TF (juga pada aditif
66
tersebut) dan selanjutnya berpengaruh negatif pada mutu harboard. Lebih lanjut pula, nilai mutu hardboard yang dibentuk dari bahan serat (pulp) pada konsentrasi alkali 10,5% (untuk pemasakan/pulping) lebih rendah dari pada nilai mutu hardboard pada konsentrasi alkali 9.0%, yaitu Y-disc = 66,51-104,08 terhadap Y-discr = 104,57132,59. Seperti diindikasikan sebelumnya, konsentrast alkali yang lebih tinggi lebih mengintensifkan deligniffikasi, akibatnya sisa kadar lignin pada serat (terutama sisal) semakin sedikit sehingga mengurangi performanya sebagai perekat alami antar serat untuk hardbooard Dalam rangka usaha/kemungkinan pemanfaatan serat sisal sebagai substitusi serat bambu andong untuk bambu ternyata terindikasi bahwa baik dengan atau tanpa aditif, performa serat sisal masih di bawah serat bambu andong (Tabel 19 dan 21). Ini dicurigai terjadi karena kandungan lignin serat sisal jauh di bawah kandungan serupa pada bambu andong (Tabel 9). Kemungkinan lain adalah derjat kehalusan awal pulp sisal dan waktu penggilingan pulpnya berturut-turut lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan nilai-nilai untuk pulp bambu andong (Tabel 13). D. Pencermatan Berkala Nano Hasil pencermatan tersebut disajikan berupa kristalinitas serat dengan alat XRD, dan profil permukaan produk hardboard hasil pemindaian (scanning) dengan alat SEM (beberapa Gambar pada Lampiran).
Kristalintas serat tertinggi adalah
bambu betung (Tabel 22), ini berindikasi kekuatan seratnya secara individu tertinggi pula. Selanjutnya atas dasar urutan nilai kristalinitas bahan serat, terindikasi pula bambu betung menempati urutan kedua, diikuti berturut-turut oleh bambu andong, TKKS, hingga rumput gelagah (RG) sebagai kristalinitas terendah. Tabel 22. Kristalinitas bahan serat No Macam bahan serat 1 TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) 2 Rumput gelagah 3 Bambu andong 4 Bambu betung 5 Sisal
Kristalinitas, % 27,44 32,93 35,27 41,91 43,81
Selanjutnya, campuran pulp TKKS (50%) + pulp RG (50%), pulp RG (100%), dan campuran pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%) yang mengindikasikan prospek kesatu, kedua, dan ketiga untuk hardboard, berindikasi pula bahwa aspek
67
positif non-nano ketiga bahan serat tersebut (Tabel 9, 11, dan 13) di samping mengalahkan aspek negatifnya, juga mendominir aspek negatif nanonya (kristalinitas serat agak rendah). Sebaliknya, kurang berprospeknya serat bambu betung dan sisal untuk hardboard menunjukkan pula bahwa aspek negatif non-nanonya lebih kuat dari pada aspek positif nanonya (kristalinitas serat tinggi) (Tabel 22). Profil permukaan hardboard hasil penyempurnaan (beberapa Gambar pada Lampiran hasil pemindaian dengan SEM) berindikasi ada kaitannya dengan mutu (nilai diskriminan) hardboard tersebut (Tabel 14 dan 19).
Seperti diuraikan
sebelumnya, campuran pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%), pulp TG (100%), dan campuran pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%) menduduki urutan pertama, kedua, ketiga dalam hal prospeknya untuk hardboard. Sementara itu, campuran pulp RG (50%) + pulp bambu betung (50%), dan campuran serat yang melibatkan sisal (pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal, pada berbagai proporsi) menunjukkan berturut-turut urutan prospek keempat dan urutan selanjutnya yang lebih rendah (kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya). Ternyata pada profil permukaan hardboard dari campuran serat yang melibatkan TKKS, RG, dan bambu andong antara lain mengindikasikan secara visual adanya ikatan/kontak/anyaman antar serat yang cukup intens/kompak dan lebih sedikit rongga-rongan (ruang) antar serat. Sebaliknya pada profil hardboard yang dibentuk dari campuran serat yang melibatkan pulp bambu betung dan pulp sisal, terindikasi secara visual adanya kontak/ikatan/ anyaman antar serat yang kurang kompak, dan volume ruang antar serat yang lebih besar.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Usaha penyempurnaan produk hardboard (percobaan tahun 2014) dilakukan dengan membuatnya dari campuran bahan serat (bentuk pulp) yaitu pulp rumput gelagah (RG) + pulp tandan kosong kelapa sawit (TKKS) + pulp bambu (andong/betung), pada berbagai proporsi. Pulp RG dan pulp bambu andong dari konsentrasi alkali 10.5%, sedangkan pulp TKKS dari konsentrasi 12.0%. 2. Berdasarkan pencermatan sifat dasar bahan serat, sifat pengolahan pulp, dan sifat fisis-mekanis produk hasil penyempurnaan hardboard tersebut, serat yang paling berprospek adalah campuran pulp RG (50%) + pulp TKKS (50%0, diikuti berturutturut oleh pulp RG (100%), campuran pulp RG (50%) + pulp bambu andong (50%),
68
dan campuran pulp RG (50%) + pulp bambu betung (50%), sebagai urutan prospek ke dua, tiga, dan ke empat (terendah). 3. Produk hardboard hasil penyempurnaan tersebut banyak memenuhi persyaratan (JIS dan ISO), terutama yang berprospek ke satu, dua, dan ke tiga.
Juga
kualitasnya jauh lebih baik dari hardboard hasil percobaan sebelumnya (2013), di mana sifatnya banyak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. 4. Perekat TRF yang dilibatkan sebagai aditif berpengaruh positif terhadap kekuatan hradboard, tetapi arang aktif yang juga dilibatkan berpengaruh negatif. Performa TRF lebih baik dibandingkan perekat TF yang dilibatkan sebagai aditif pada percobaan 2013.
Peniadaan emulsi pada aditif (percobaan 2014) juga
berpengaruh positif pada sifat HB, dibandingkan dengan yang melibatkan emulsi lilin (percobaan 2013). 5. Serat sisal dilibatkan sebagai campuran serat untuk hardboard yang terdiri dari pulp RG + pulp TKKS + pulp sisal (percobaan 2014), dalam rangka kemungkinan substitusinya terhadap serat bambu (andong). Macam dan komposisi bahan aditif adalah perekat TF + alum + emulsi lilin. Hasil pencermatan sifat fisis-mekanis, ternyata mutu produk hardboard tersebut di bawah mutu produk yang melibatkan serat bambu andong (dari campuran pulp RG + pulp TKKS + pulp bambu andong, juga pada bernagai proporsi), di mana digunakan macam/komposisi aditif yang serupa (percobaan 2013). 6. Secara keseluruhan prospek bahan serat secara individu untuk hardboard mulai dari yang tertinggi hingga terendah adalah TKKS, RG, bambu andong, bambubetung, dan sisal 7. Untuk memperbaiki performa serat yang kurang prospektif untuk hardboard (bambu betung, dan serat sisal), disarankan antara lain menggunakan pulp sisal dari pemasakan berkonsentrasi alkali lebih rendah (< 9,0%), perekat TRF berporsi lebih banyak, arang aktif berukuran nano, dan cross-linking agent. 8. Guna menjaga atau memperbaiki mutu/kualitas harboard hasil percobaan, perlu usaha yang mengarah perbaikan sifatnya dengan urutan prioritas mula-mula MOR, lalu berturut-turut MOE, kerapatan, IB, daya hantar panas, ketahanan panas, pengembangan tebal, kadar air, dan akhirnya penyerapan air.
69
DAFTAR PUSTAKA Akgül, M., C Güler, dan B Üner. 2010. Opportunities in utilization of agricultural residues in bio-composite production: Corn stalk (Zea mays indurata Sturt) and oak wood (Quercus Robur L.) fiber in medium density fiberboard. African Journal of Biotechnology. Vol 9, No 32 (2010). Website: http://www.ajol.info/index.php/ajb/article/view/92135. Diakses: 10 Desember 2013. Anggraini, D. dan H. Roliadi. 2011. Pembuatan pulp dari tandan kosong kelapa sawit untuk karton pada skala usaha kecil. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, vol. 29 (3): 211-225. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Anggraini, D., H. Roliadi, dan R. M. Tampubolon. 2011. Pemanfaatan bahn alternatif berserat ligno-selulosa untuk pembuatan pulp dan kertas guna menjaga kelestarian sumber daya alam. Proseding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas 2011: Mewujudkan Industri Hijau pada Produksi Pulp dan Kertas Indonesia. Hotel Savoy Homann, Bandung, 12 Juli 2011. Balai Besar Pulp dan Yertas. Bandung. Makalah untuk Presentasi Poster. Anggraini, D., H. Roliadi, R. M. Tampubolon, dan G. Pari. 2012. Penyempurnaan sifat papan serat berkerapatan sedang dari pelepah nipah dan campurannya dengan sabut kelapa. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, vol. 31 (2): 110-119 Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Anggraini, D. H. Roliadi, R.M. Tampubolon, Gustan Pari, dan A. Santoso. 2013. Pembuatan papan serat tipe hardboard dan MDF dari rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit, serat bambu, pelepah nipah, dan sabut kelapa. Laboran Hasil Penelitian 2013. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Anonim. 1997. SAS (Statistical Analysis System) Guide for Personal Computers, Version 6 Edition. SAS Institute Inc. Cary, NC. 27512-8000. _______. 1998. Pulp and paper from empty oil-palm bunches. Project Proposal. PT. Triskisatrya Daya Pertama and PT. Chatama Agro Indofin. Jakarta, _______.
1998a. Summing-up on 1998 International oil-palm conderence, 25 September 1998. Nusa Dua, Bali, Indonesia,
_______. 2003. Japanese Industrial Standard (JIS): Fiberboard. JIS A 5905. Tokyo, Japan. ________. 2004. Chemical : Thermal conductivity of pure carbon. www.chemical.com. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011.
Website:
_______. 2006. Kayu alam distop total: Laju degradasi hutan 2,87 juta ha per tahun. Harian Kompas, tanggal 28 April 2006, hlmn 22. Kompas. Jakarta.
70
_______. 2007. Technical Association of the Pulp and Paper Industry (TAPPI)'s Test Methods. TAPPI Press. Atlanta, Georgia. _______. 2008a. Selamat tinggal hutan alam. Harian Kompas, tanggal 15 Maret 2008. Hlmn. 21. Jakarta ________. 2009. Masari Board. Environmentally Friendly Product. PT. Masari Dwisepakat Fiber. Jakarta - Karawang. ________. 2009b. Nipah. Website: http://id.wikipedia.org/wiki/Nipah. Diakses 14 Januari 2011. ________. 2009c. Pengabdian pemanfaatan rumput gelagah dan akar wangi. Kontak Universitas Sebelas Maret Buletin Dwi Mingguan, 25 November 2009. Website: http://kontak.staff.uns.ac.id/2009/11/25/pengabdianpemanfaatan-rumput-gelagah-dan-akar-wangi-2/. Daikses pada 23 Juli 2012. _______. 2009d. Kelapa sawit: Industri pengolahan CPO sulit berkembang. Harian Kompas, tanggal 28 Juli 2009, Hlm. 19. Jakarta _________. 2010. Cellulose filaments – Advancing the Canadian Bio-economy. http://www.fpinnovations.ca/MediaCentre/FactSheets/cellulose-filamentsadvancing-the-canadian-bio-economy.pdf. Diakses: 11 Juli 2013. ________. 2010a. Future fibers: Sisal. http://www.fao.org/economic/futurefibres/fibres/sisal/en/. Daikses pada 22 Maret 2012.
________. 2011a. Peluang bisnis sapu gelagah. Website: http://joglohandycraft.wordpress.com/author/joglohandycraft/page/6/. Diakses pada: 12 Juli 2012. ________. 2011b. Pasar CPO Indonesia semakin prospektif. Harian Kompas, tanggal 17 Maret 2011. Hlm. 18. PT. Kompas Media Nusantara. Jakarta. ________. 2012. Fiberboard. Website: http://en.wikipedia.org/wiki/Fiberboard. Diakses pada: 15 Juni 2012. ________. 2012a. Medium-density fiberboard. Website: http://en.wikipedia.org/wiki/Medium-density fiberboard. Diakses pada: 15 Juni 2012. ________. 2012b. Saccharum spontaneum. Website: http://en.wikipedia.org/wiki/Saccharum_spontaneum. Diakses pada 8 July 2012.
71
________. 2012c. Menyapu keuntungan bersih dari pembuatan sapu gelagah. Website: http://artikata.com/arti-328047-gelagah.html. Diakses pada: 10 Juli 2012. ________. 2012d. Sisal. Website: http://en.wikipedia.org/wiki/Sisal. Diakses pada: 10 Juli 2012. ________. 2012e. Berbagai sumber daya alam di Indonesia. http://ssbelajar.blogspot.com/2012/04/berbagai-sumber-daya-alam-diindonesia.html. Diakses pada: 5 Mei 2012. ________. 2012f. Pertanian dan perkebunan di Indonesia (antara lain sisal, avokad, cengkeh, cokat, dan kapas). http://id.wikipedia.org/wiki/ Pertanian_dan_Perkebunan_di_Indonesia Berbagai sumber daya alam di Indonesia. Diakses pada: 15 Desember 2012. ________. 2012g. Pengelolaan hutan tanaman industri dievaluasi. Republika Online. 11 Agustus 2012. Diakses pada tanggal 28 Januari 2013. ________. 2012h. Data hutan: Laju deforestasi hutan 0,5 juta hektar. Lingkungan. Harian Kompas, tanggal 9 Mei 2012. Jakarta _______. 2012i. Statistik Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. ________. 2013a. CPO kian sulit bersaing: Bea keluar 9% untuk bulan Februrai. Harian Kompas, tanggal 1 Februari 2013. Jakarta ________. 2013b. Plant Physiology. Website: https://en.wikipedia.org/wiki/Plant_physiology. Diakses: 26 Juni 2013. ________. 2013c. Pulp and Paper. Website: http://en.wikipedia.org/wiki/Pulp_%28paper%29. Diakses: 25 Juni 2013. ________. 2013d. Fiberboard. Diakses: 27 Juni 2013.
Website:
http://en.wikipedia.org/wiki/Fiberboard.
_______. 20013e. ISO/DIS 27769-2, Wood-based panels – Wet process fiberboard, part 1: Specification; and ISO/DIS 16895-2 and 27769-1, Wood based panels
–
Dry
process
fiberboard
and
wet
process
fiberboard:
Requirements. SC/TC 89/SC1. Geneva, Switzerland. _______. 2014. Produsen sawit dorong percepatan. Harian Kompas, tanggal 15 November 2014, hlmn13. Kompas. Jakarta. Apriani, Y. 2010. Kemungkinan pemanfaatan kayu mahang sebagai bahan baku alternatif untuk pulp yertas. Buletin Hasil Hutan, 16 (2): 141-149. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor.
72
Arsyad, A.J. 2010. Kajian proses produksi pulp berbahan baku sabut kelapa (Cocos nucifera) dengan metode soda pulping. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak Diterbitkan). Ashaari, Z., S. Salim, R. Halim, dan M. Yusof,. 2010. Characteristics of Pulp Produced from Refiner Mechanical Pulping of Tropical Bamboo (Gigantochloa scortechinii). 1Faculty of Forestry, Universiti Putra Malaysia, 43400 UPM, Serdang, Selangor, Malaysia. ISSN Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 33 (2): 251 - 258 (2010). Universiti Putra Malaysia Press. Bennet, O. Dan J.E. Myers. 1999. Momentum, Heat, and Mass Transfer. Third ed. McGraw Hill.
Chemical Engineering Series.
New York - Toronto –
London- Tokyo. Casey, J.P. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Techology. Third edition, Vol. I. A Wiley-Interscience Publication. New York - Brisbane - Toronto. De Bos, T.U. dan B.M. Adnan. 1958. Ilmu Tumbuh-tumbuhan untuk Murid-murid SMP. Cetakan ke Lima. J.B. Wolters. Jakarta. Dransfield, S. dan E.A. Widjaja, 1995. Bamboo: Plant Resources of South East Asia No. 7. Prosea. Bogor, Indonesia. Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1999. Forest Products and Word Science: An Introduction. Iowa State University. Ames. Iowa. Hussein, A.S., K.I. Ibrahim, and K.M. Abdulla. 2011. Tannin-phenol Formaldehyde Resins as Binders for Cellulosic Fibers: Mechanical Properties. Natural Resources, (2), 98-101. Polymer Research Center, University of Basrah; State Company for Petrochemical Industries, Basrah , Iraq. Website: www.scirp.org/ journal/paperdownload.aspx?paperid=5262. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2012. Madsen, B. 2013. Wood versus plant fibers. Advances in Materials Science and Engineering, volume 2013 (2013), Article ID 564346, 14 pages. Iskandar, M.I. dan A. Supriadi. 2010. Pengaruh kadar perekat terhadap sifat papan partikel sabut kelapa. Buletin Hasil Hutan, 16 (2): 87-92. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Morrison, D.F. 2003. Multivariate Statistical Methods. Second ed. Book Co. New York – London – Tokyo – Torono.
McGraw-Hill
Ott, R.L. 1994. An Introduction to Statistical Methods and Data Analysis. Duxbury Press. Belmont, CA. USA Pari, G., T. Widywati, dan M. Yoshida. 2009. Mutu arang aktif dan serbuk gergaji kayu. Jornal Penelitian Hasil Hutan, 27 (4): 381-398. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor
73
Pasaribu, R. dan H. Roliadi. 2006. Kajian potensi kayu pertukangan dari hutan rakyat pada beberapa kabupaten di Jawa Barat. Prosiding Seminar Hasil Hutan 2006: Kontribusi Hutan Rakyat dalam Kesinambungan Industri Kehutanan, taggal 21 September 2006. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Pizzi, A., J. Valenezuela, and C. Westerrmeyer. 1994. Low formaldehyde emission, fast pressing, pine and pecan tannin adhesives for exterior particleboard. Holz als Roh- und Werkstoff, October 1994, (52): 311-315. Website: http:// link.springer.com/ article/ 10.1007%2FBF02621421?LI=true. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2012. Puspasari, D. 2011. Peningkatan Hutan tanaman industri 15 persen, mampu turunkan emisi 43 persen. REDD Indonesia. Website: http: http://www.redd-indonesia.org/ index.php?option=com_content&view=article&id=399:peningkatan-hutantanaman-industri-15-persen-mampu-turunkan-emisi-43persen&catid=1:fokus-redd&Itemid=50. Diakses pada tanggal 28 Januari 2013. Roliadi, H., D. Anggraini, G. Pari, R. M. Tampubolon. 2012. Teknologi pembuatan papan serat : Penyempurnaan sifat papan serat tipe MDF dari nipah dan campurannya dengan sabut kelapa. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Roliadi, H., D. Anggraini, G. Pari, dan R.M. Tampubolon. 2012. Potensi Teknis pemanfaatan pelepah nipah dan campurannya dengan sabut kelapa untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, vol. 30 (3): 171-181. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Sani, N.A. 2012. Synthetic hybrid laminate composite by using polyester via vip for hardboard application. http://eprints2.utem.edu.my/5036/. Diakses 21 Oktober 2014. Santoso, A. 2011. Tanin dan Lignin dari Acacia mangium Willd sebagai Bahan Perekat Kayu Majemuk Masa Depan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pengolahan Hasil Hutan, di Jakarta tanggal 25 Oktober 2011. Kementrian Kehutanan - LIPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan. Jakarta. Saptadi, D. 2009. Kualitas papan isolasi dari campuran kayu amngium dan arang. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, vol. 27 (4): 291-302. Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor Saupe.
S.G. 2011. Lectures Notes and Materials for Plant Physiology. http://employees.csbsju.edu/ssaupe/biol327/lecture-home.htm. Diakses: 11 Juli 2013
74
Silitonga, T., R.M. Siagian, dan A. Nurachman. 1972. Cara pengukuran dimensi serat kayu dan bahan berligno-selulosa lain di Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH). Publikasi khusus No. 12. LPHH. Bogor. Smook, G.A. and M.J. Kocurek. 1993. Handbook for Pulp and Paper Technologists. Joint Textbook Committee of the Paper Industry. Atlanta, Georgia. Snedecor, G.W. and W.G. Cochran. 1980. Statistical Methods. The Iowa State College Press. Ames, Iowa. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1990. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. Second ed. McGraw-Hill Int. Book Co. New York - Toronto - London. Suchsland, O. and G.E. Woodson. 1986. Fiberboard manufacturing practices in the United States. USDA Forest Service. Agricultural Handbook No. 640 Suhaily, S.S., M. Jawaid, H.P.S. Abdul Khalil, dan F. Ibrahim. 2012. A review of oilpalm biocomposites for for furniture design application: Potential and challenges. Peer Reviewed Review Article. Bioresources. Com. North Caroline State University. http: www.ncsu.edu/.../BioRes_07_3_4400_a. Daikses 15 Nopember 2014.. Tsoumi, G. 1993. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, and Utilization. Van Nostrand Reinhold Co. New York Ye, X., J. Julson, M. Kuo, dan D. Myers. 2005. Biocomposite hardboard from renewable biomass bonded with soybean-based adhesive. Transactions of the of the ASABE. Vol. 48(4): 1629-1635. (doi: 10.13031/2013.19163) @2005. https://elibrary.asabe.org/abstract.asp?aid=19163&t=2&redir=&redirType=. Diakses : tanggal 19 Desember 2013.
75
76
LAMPIRAN- LAMPIRAN
++ Nanti berikut ini dihapus 5. Telaahan sifat fisis dan mekanis hardboard Produk harboard hasil percobaan ini (2014) terdiri dari campuran berbagai bahan serat (RG + TKKS + bambu andong/betung + sisal). Berdasarkan spesifikasi proporsi campuran serat, penggunaan aditif, dan konsentrasi alkali; pelaksanaan percobaan dibagi menjadi dua pokok yaitu inti kesatu (usaha penyempurnaan sifat hardboard, bernotasi p1-p4) dan inti kedua (penglibatan serat sisal sebagai kemungkinan substitusi bambu untuk hardboard, bernotasii p5-p12) (Tabel 7).
77