Makalah Seminar Kerja Praktek
TEKNOLOGI ANTENA MIMO PADA LONG TERM EVOLUTION (LTE) Oleh : Grifina Nuzulia (L2F007033) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Abstrak Perkembangan komunikasi nirkabel (wireless) sudah sampai pada generasi ke-4. Salah satu teknologi yang mengadopsi persyaratan-persyaratan untuk generasi ke-4 adalah LTE. LTE didefinisikan dalam standar 3GPP (Third Generation Partnership Project) release 8 dan juga merupakan evolusi teknologi 1xEV-DO sebagai bagian dari roadmap standar 3GPP2. Teknologi ini diklaim dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency dan biaya operasional yang rendah bagi operator serta layanan mobile broadband kualitas tinggi untuk para pengguna. Untuk mendukung keunggulan-keunggulan sebagai persyaratan 4G, LTE menggunakan teknogi antena multiple input multiple output sebagaimana yang telah ada pada teknologi wireless fidelity (Wi-Fi.).Namun pada LTE, telah ada beberapa pengembangan diantaranya cylic delay diversity
I.
PENDAHULUAN
konsep antena dengan Multiple Input Multiple Output (MIMO).
Latar Belakang 1.2 Tujuan Perkembangan komunikasi nirkabel (wireless) sudah sampai pada generasi ke-4. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi Long Term Evolution (LTE) yang merupakan pengembangan teknologi Universal Mobile Telecommunication System (UMTS). LTE didefinisikan dalam standar 3GPP (Third Generation Partnetship Project) dengan sebutan Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN), dan juga merupakan evolusi teknologi 1xEV-DO sebagai bagian dari roadmap standar 3GPP2. Teknologi ini diklaim dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency dan biaya operasional yang rendah bagi operator serta layanan mobile broadband kualitas tinggi untuk para pengguna. Di Indonesia, seperti operator-operator besar telekomunikasi di dunia yang sedang dalam gencar-gencarnya melakukan pengembangan dan implementasi LTE, Telkom R&D Center (RisTi) sebagai unit bisnis PT.Telekomunikasi Indonesia juga sedang dalam riset untuk mengujicobakan LTE. Komitmen akan pengembangan LTE ini juga didasari oleh visi RisTi, "Menjadi sebuah R&D Telekomunikasi yang memiliki reputasi di Asia Pasifik tahun 2013". Salah satu komponen LTE yang bisa diunggulkan dengan teknologi sebelumnya adalah mengenai efisiensi spektrumnya, kecepatan data hingga kehandalan sistem transmisi data karena LTE menggunakan
Tujuan dari Kerja Praktek di PT. Telkom R&D Center (RisTi) Bandung adalah : 1.
Memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah di program studi Teknik Elektro Undip 2. Mempelajari sistem telekomunikasi Wireless terutama teknologi Long Term Evolution sebagai sistem komunikasi nirkabel generasi ke-4 yang mampu memberikan layanan suara dan data berbasis Internet Protocol (IP). 3. Mengetahui konsep penggunaan teknologi Multiple Input Multiple Output (MIMO) yang dapat memberikan keuntungan yang signifikan dalam hal pengefisienan spektrum frekuensi,kecepatan data dan kehandalam sistem pada LTE. 1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang diambil penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek ini adalah penulis hanya membatasi pembahasan tentang teknologi Long Term Evolution, teknologi MIMO pada LTE release 8 maupun perkembangan teknologi MIMO LTE advanced.
II.
DASAR TEORI
3GPP Long Term Evolution merupakan nama yang diberikan untuk standar yang dikembangkan oleh 3GPP untuk mengatasi meningkatnya throughput sebagai persyaratan pasar. LTE adalah evolusi sistem 2G dan 3G yang ditetapkan dengan tingkat kualitas yang hampir sama dengan jaringan kabel sesungguhnya. 3GPP RAN kelompok kerja mulai standardisasi LTE / EPC pada bulan Desember 2004 dengan studi kelayakan untuk UTRAN berkembang dan untuk semua EPC berbasis IP. Ini dikenal sebagai fase Item studi. Pada bulan Desember 2007, seluruh spesifikasi fungsional LTE selesai. Selain itu, EPC spesifikasi fungsional mencapai tonggak utama untuk interworking dengan 3GPP dan jaringan CDMA. Pada tahun 2008 3GPP bekerja untuk menyelesaikan semua protokol dan spesifikasi kinerja, akhirnya tugas ini selesai pada bulan Desember 2008 maka berakhir pula LTE Release 8. Gambar 2.1 berikut ini adalah timeline dari perkembangan teknologi LTE yang berasal dari GSM di bawah project group 3GPP.
tetap. Filosofi utama di balik LTE adalah meminimalkan jumlah node. Oleh karena itu para pengembang memilih untuk single-node arsitektur. Stasiun base yang baru lebih rumit daripada Node B inWCDMA / akses radio HSPA jaringan, dan karenanya disebut eNB (Enhanced Node B). Para eNBs memiliki semua fungsi yang diperlukan untuk LTE jaringan akses radio termasuk fungsi yang berhubungan dengan radio pengelolaan sumber daya. Teknologi yang terpenting termasuk jaringan radio akses yang terbaru adalah Orthogonal Frequency Divison Multiplexing (OFDM), OFDMA, Dan Single Carrier Frequency Division Multiple Acess (SCFDMA),alokasi penggunaan sumber daya dinamis multidimensional (waktu ,frekuensi) dan adaptasi link, transmisi multiple input multiple output, turbo coding release 6 dan hybrid automatic reQuest (ARQ) dengan soft combining. 2.1.1 Orthogonal Frequency Divison Multiplexing (OFDM), OFDMA, Dan Single Carrier Frequency Division Multiple Acess (SC-FDMA) OFDM adalah teknik transmisi dengan menggunakan multiple carrier dalam jumlah banyak dan saling orthogonal. Dengan pemilihan carrier secara orthogonal tersebut maka tak ada carrier yang akan saling berinterferensi. Ilustrasi OFDM ada pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Evolusi Teknologi Keluarga GSM
2.1 Jaringan Akses Radio Akses radio jaringan LTE disebut EUTRAN dan salah satu fitur utama adalah bahwa semua layanan, termasuk real-time, akan didukung melalui berbagi paket saluran. Pendekatan ini akan mencapai peningkatan efisiensi spektrum yang akan berubah menjadi lebih tinggi kapasitas sistemnya, sehubungan dengan UMTS dan HSPA saat ini. Yang penting, konsekuensi dari menggunakan akses paket untuk semua layanan adalah integrasi yang lebih baik antara semua layanan multimedia dan antara nirkabel dan layanan
Gambar 2.2 Orthogonal Frequency Division Multiplexing
Pada downlink menggunakan teknologi akses jamak OFDMA. dasarnya OFDMA sama dengan OFDM, hanya saja beberapa sub-carrier dikelompokkan menjadi sebuah sub-channel.Sehingga untuk banyak sub-carrier akan diperoleh beberapa sub-channel.
2.1.3
Gambar 2.3 OFDMA
Pada uplink, menggunakan Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA). SC-FDMA juga dikenal dengan DFT-penyebaran modulasi OFDM. Pada dasarnya, sistem OFDMA dan SC-FDMA sama, tetapi perbedaannya adalah sistem SC-FDMA menggunakan tambahan operasi FFT di pemancarnya dan operasi IFFT di penerimanya. Selain itu, adanya modifikasi untuk mengurangi rasio puncak daya rata-rata , yang kemudian menurunkan penggunaan daya pada terminal pemakai. Alokasi Sumber daya dinamis multi dimensional dan adaptasi link 2.1.2
Pada LTE, kedua skema transmisi uplink maupun downlink dapat ditetapkan lebih sederhana , pita frekuensi yang tidak overlapping untuk pemakai yang berbeda, menawarkan frequency division multiple access (FDMA). Penetapan dapat diatur secara dinamis pada waktu dan disebut penjadwalan. Sesuai dengan itu, sumber daya LTE dapat diwakilkan pada time-frequency grid. Elemen terkecil pada grid disebut resource element dan terdiri dari 1 subcarrier pada simbol OFDM. Akan tetapi, unit alokasi sumber daya LTE terkecil adalah resource block yang terdiri dari 12 sub carrier selama 1 slot. Adaptasi link lebih dekat jika dihubungkan dengan penjadwalan dan bagaimana mengatur parameter transmisi radio link untuk menangani variasi kualitas kanal radio. Ini dicapai pada LTE melalui adaptif pengkodean kanal dan adaptif modulasi. Secara khusus, pada LTE ada modulasi QPSK, 16QAM,dan 64 QAM., dimana laju pengkodean dapat mengambil dari nilai 0,07 sampai 0,93.
MIMO
Salah satu hal terpenting adalah pencapaian laju data yang tinggi untuk LTE adalah dengan transmisi antena jamak. Pada downlink, bisa didukung 1,2 atau 4 antena pemancar pada eNB dan satu,dua atau empat pada antena peneriam di UE. Antena jamak dapat digunakan untuk cara yang berbeda yaitu untuk mendapatkan tambahan keragaman transmit/terima atau untuk mendapatkan spatial multiplexing yang meningkatkan laju data dengan membuat beberapa kanal paralel jika kondisi mengijinkan. Meskipun begitu, pada LTE uplink walaupun satu, dua atau empat antena penerima diijinkan pada eNB, hanya satu antena pemancar yang diijinkan pada UE. Oleh karena itu, antena jamak biasanya digunakan hanya untuk mendapatkan keragaman penerimaan. 2.1.4
Turbo Coding
Agar dapat mengoreksi bit yang eror, diperkenalkan dengan variasi kanal dan derau, pengkodean kanal digunakan. Pada kasus LTE downlink shared channel (DL-SCH) , turbo encoder dengan laju 1/3 digunakan, diikuti dengan pencocokan laju untuk mengadaptasi laju pengkodean kepada level yang diinginkan. Pada tiap subframe 1ms,satu atau dua (dengan banyak katasandi di MIMO) katasandi dapat dikodekan dan ditansmisikan. 2.1.5
Hybrid ARQ dengan soft combining
Merupakan teknik pentransmisian kembali data yang eror. Pada skema ARQ , penerima menggunakan kode pendeteksian eror untuk mengecek jika paket yang diterima memiliki eror atau tidak. Pemancar diinformasikan dengan NACK atau ACK secara berurutan. Pada kasus NACK, paket dikirim ulang. Kombinasi forward error correction (FEC) dan ARQ dikenal dengan hybrid ARQ. Kebanyakan skema hybrid ARQ dibangun di sekitar kode CRC untuk pendeteksian eror dan turbocode untuk pengkoreksian eror, yang biasanya ada pada kasus LTE.
Pada hybrid ARQ dengan soft combining, paket yang diterima salah disimpan pada buffer dan kemudian dikombinasikan dengan pengiriman ulang untuk mendapatkan single packet yang lebih memiliki kehandalan daripada unsur pokoknya. Pada LTE, full incremental redundancy diterapkan, yang dimaksudkan untuk pengiriman ulang paket-paket yang khusus tidak sama dengan transmisi yang pertama tetapi membawa informasi yang melengkapi. 2.2 Konsep Antenna)
Antena
Jamak
x = [x1,x2,...,xK]T
(2.2)
Sinyal yang diterima pada antena penerima sesuai yMx1 = HMxKxKx1+nMx1,dimana n adalah vektor derau yang terdiri dari elemen gausian kompleks dengan rata-rata nol dan variance σn2. Pemisahan antena yang tepat (tipikalnya setengah panjang gelombang carier (λ/2) membuat elemen H independen, rata-rata nol, variabel acak pada gausian kompleks (rayleigh fading). Akan tetapi, terkadang H bervariasi terhadap frekuensi dan waktu pada banyak jalur dan berturut-turut berdasar efek dopler.
(Multiple
Penggunaan antena jamak pada pemancar dan penerima digunakan sebagai teknik kunci yang secara nyata dapat memperbaiki laju data tidak dengan adanya tambahan bandwidth atau daya pancar. Teknologi ini juga disebut juga komunikasi multiple input multiple output (MIMO). Secara teoritis kapasitas akan meningkat sesuai jumlah antena pemancar dan penerima, kapasitas kanal wireless sesuai dengan rumus di bawah ini :
C= Keterangan
SNR bps / Hz ln 2
Gambar 2.4 Kanal MIMO
Decoding
2.2.2
Teknik-teknikdecoding
(2.1)
: C = Kapasitas (bps) SNR = Signal to noise ratio
1. Maximum-likelihood (ML) decoder, merupakan decoder yang paling optimal untuk ^ mencari x dengan meminimalkan jarak menjadi : ^
2.2.1
Pada kanal MIMO sebagai contoh gambar 4.2 ini,dengan K antena pemancar dan M antena penerima. Dimana ada KxM jalur dan tiap jalur memiliki respon kanal yang dinotasikan sebagai hij, yang mana diantara penerima ke-i dan pemancar ke-j. Kanal MIMO ditunjukkan seperti di bawah ini :
H
h12 h22 ... hM 2
^
x
Kanal MIMO
h11 h21 ... hM 1
diantaranya
adalah :
... h1K ... h2 K ... ... ... hMK
dan berdasarkan kanal H, maka sinyal yang ditransmisikan adalah
arg min y
H x
(2.3) Sebagai catatan, untuk mencari masukkan yang benar adalah menghitungnya secara kompleks, itu membutuhkan pencarian mK masukkan, dimana m adalah modulasi (contohnya m=16 untuk 16 QAM) dan K adalah jumlah antena pemancar. ML decoder digunakan ketika informasi sisi kanal tidak diketahui pada pemancar. Jika informasi diketahui, gain dari informasi kanal adalah minimal. 2. Zero-forcing (ZF) decoder adalah linier decoder dengan memperoleh kembali x yang ditransmisikan dengan mengalikan sinyal yang diterima dengan G = H-1 ,yaitu : ^
x
^
GH x
H
1
n
(2.4) Sebagai catatan, bahwa interferensi dari antena lain dihapus, tetapi adanya inverse H
mendorong bertambahnya derau sebagai sub kanal yang buruk yang mempunyai nilai eigen yang lebih rendah yang dibalikkan. Ini memudahkan penguatan derau. 3. Minimum -mean-square-error (MMSE)decoder akan menyeimbangkan perbaikan terhadap derau dan interferensi dari antena lain dengan meminimalkan distorsi G dengan rumus : G
arg min E ( Gy
Dimana (H
H
H
2
x
G
)
(2.5) adalah
G 1 I) SNR
1
H
dimana ada 2 antena pemancar dan 2 antena penerima seperti pada gambar 2.5. Selanjutnya, diasumsikan sinyal yang ditransmisikan adalah hanya subyek untuk non-frequency-selective fading dan derau putih.
H
(2.6)
Pencegahan terhadap nilai eigen yang paling buruk, dibalik jika SNR rendah dan dikumpulkan ke ZL jika SNR tinggi.
Gambar 2.5 Konfigurasi antenna 2x2
Berdasarkan gambar 2.5 sinyal yang diterima dapat diekspresikan sebagai berikut :
r 2.2.3
MIMO Beamforming
Beamforming merupakan teknik pemrosesan sinyal yang digunakan pada susunan sensor yang berhubungan dengan arah penerimaan dan transmisi sinyal. Sinyal yang sama x ditransmisikan melewati semua antena dengan gain yang berbeda vi, dimana v =1. Pada sisi penerima , tiap cabang dikalikan dengan ui*(u=1) seperti yang terlihat pada gambar 4.3 sebagai keluarannya adalah sebagai berikut : y = uH Hvx +u H n (2.7) Pemilihan optimal dari u dan v pada pemancar dan penerima memaksimalkan SNR. Akibatnya, SNR maksimum dibatasi oleh : 1 min( K , M )
H
2 MIMO
H
h1,1h1, 2
s1
n1
r2
h2,1h2, 2 s2
n2
.
H.s n (2.9)
dimana H adalah matriks kanal 2x2. Ekspresi pada 2.9 dimaksudkan dengan antena jamak dengan sinyal-sinyal yang berbeda yang ditransmisikan dari antena yang berbeda. Anggap tidak ada derau dan matriks kanal H dapat dibalikkan, vektor s , dan kemudian kedua sinyal s1 dan s2, dapat secara sempurna dikembalikan kembali di penerima, dengan tidak mempunyai sisa interferensi diantara sinyal, dengan mengalikan vektor r yang diterima dengan matriks W=H-1.
2
(2.8)
Dari SVD, sinyal berpusat pada nilai eigen yang tinggi yaitu H. Oleh sebab itu, SNR yang diterima sama dengan σ2τ dan kapasitas menjadi C = log2(1+σ2max τ). 2.2.4
r1
MIMO Spatial Multiplexing
Spatial multiplexing, mengijinkan untuk penggunaan yang lebih efisien dari SNR yang tinggi dan laju data tinggi melalui antarmuka radio karena dengan spatial multiplexing transmisi data akan dilakukan pada banyak aliran. Untuk mengerti prinsip dasar bagaimana kanal paralel dapat dibuat pada kasus banyak antena pemancar dan antena penerima, contoh konfigurasi antena 2x2 ,
Gambar 2.6 Penerimaan linier/ demodulasi dari sinyal spatial multiplexing
Sehingga pada penerima diketahui persamaan sebagai berikut : ^
s1 ^
s2
W .r
s1 s2
_
H
1
.n
(2.10)
Persamaan 2.10 diilustrasikan pada gambar 2.6.
III. ISI 3.1
Taksonomi Algoritma Pemrosesan Antena Cerdas LTE release 8 Pada standar LTE release 8 mendukung satu,dua atau empat base station antenna pemancar dan dua atau empat antena penerima pada user equipment (UE), yang didesain sebagai : 1x2, 2x2, 4x4, dimana angka pertama menunjukkan jumlah antenna per sektor di pemancar dan angka kedua adalah jumlah antenna pada penerima. Berikut merupakan taksonomi konfigurasi antenna yang didukung pada LTE release 8 (seperti yang dideskripsikan pada 3GPP Technical Specification 36.300)
3.2
Gambar 3.1 Taksonomi algoritma pemrosesan antenna cerdas pada standar LTE release 8
Selain single antena atau kasus susunan bemforming seperti yang ada pada gambar 5.1 , LTE release 8 juga mendukung konfigurasi antena MIMO. Ini termasuk protokol singleuser (SU-MIMO) yang menggunakan salah satu dari kedua mode yaitu mode open loop atau closed loop maupun transmit diversity dan juga MU-MIMO. Pada mode MIMO closed loop, terminal menghasilkan umpan balik kanal ke eNodeB dengan informasi kualitas kanal (CQI), rank indication (RI) dan Precoder Matrix Indication (PMI), yang mana mendukung laju data yang tinggi, ini menjadi skema umum yang digunakan pada penempatan awal. Akan tetapi, skema ini menghasilkan performansi terbaik hanya ketika informasi kanal akurat dan ketika terjadi pada lingkungan yang kaya akan multipath.
Sehingga ,MIMO closed loop cocok digunakan pada lingkungan mobilitas seperti pada terminal yang tetap (fixed) atau digunakan pada kecepatan pejalan kaki. Pada kasus laju kendaraan tinggi, open loop MIMO bisa digunakan, tetapi karena channel state information (CSI) tidak tepat pada waktunya, maka PMI tidak diandalkan sehingga tidak digunakan. Sebagai catatan pada jaringan TDD , kanal saling timbal balik dan kemudian kanal DL dapat lebih akurat diketahui berdasarkan transmisi uplink dari terminal (kanal multipath pada link selanjutnya sama dengan links sebaliknya , dengan jalur keduanya menggunakan blok frekuensi yang sama), maka MIMO lebih berpotensi untuk memperbaiki jaringan TDD daripada kondisi di jaringan FDD.
3.2 Pemrosesan Antena MIMO Sebelum Melalui Kanal Transport [4] Gambaran dari antena jamak yang berhubungan dengan pemrosesan termasuk bagian pada UE diberikan pada 5.3. Semua pemrosesan level bit (contoh sampai dan termasuk modul scramble) untuk ke-n transport block pada subframe khusus, dinotasikan dengan codeword n. Hanya sampai dua blok transport dapat ditransmisikan secara bersamaan, sehingga ketika sampai Q=4 layer dapat ditransmisikan untuk kasus rank-4 maka perlu untuk memetakan codewords (transport blocks) untuk layer yang tepat. Menggunakan beberapa blok-blok transport daripada banyak layer melayani untuk penyimpanan signalling overhead sebagai HARQ dihubungkan dengan pensinyalan akan cukup mahal. Bentuk layerlayer dari runtutan vektor simbol Qx1 adalah :
sn
sn,1 sn,2 ... sn,Q
T
(3.1) yang mana masukkan untuk precoder dapat dimodelkan dalam bentuk linear dispersion encoder. Dari pandangan yang standar, precoder hanya ada jika PDSCH (Physical Downlink Shared Channel) dikonfigurasi untuk menggunakan sinyal referensi sel khusus, yang mana kemudian ditambahkan sesudah precoding dan kemudian tidak menjalani banyak precoding. Jika PDSCH dikonfigurasi untuk menggunakan sinyal referensi UE khusus, yang mana juga menjalani operasi precoder yang sama sebagai resource elements untuk data, kemudian
operasi precoder yang nyata untuk standar dan oleh karena itu semata-mata untuk kasus implementasi pada eNB. Precoder berdasarkan blok dan output blok adalah
xn
xnL xnL 1 ... xnL L 1
(3.2) dari precoded vektor NTx1 untuk setiap simbol vektor sn. Parameter NT berhubungan dengan jumlah port antena jika PDSCH dikonfigurasi menggunakan sinyal referensi sel khusus. Jika bentuk transmisi menggunakan sinyal referensi khusus UE dikonfigurasi kemudian NT sebagai standar yang jelas dan seluruhnya sampai implementasi eNB. Tetapi secara khusus, itu berhubungan dengan jumlah antena pemancar diasumsikan pada implementasi baseband. Vektor xk didistribusikan melalui grid dari resource elements termasuk penetapan resource block untuk PDSCH. Anggap k menotasikan indeks dari resource element. Hubungan yang diterima NRx1 vektor yk pada sisi penerima sesudah operasi DFT dapat dimodelkan sebagai berikut :
yk
H k xk
Gambar 3.2 Gambaran dari antenna jamak dihubungkan dengan pemrosesan sinyal pada LTE untuk transport channel pada PDSCH
3.3
Tujuh bentuk transmisi antena jamak yang telah ditetapkan untuk LTE dalam optimisasi performansi downlink di bawah variasi kondisi radio : 1. Single antena port ; port0-SIMO Bentuk pertama, menggunakan hanya satu pemancar, dan sejak UE harus punya sedikitnya dua penerima, ini adalah konfigurasi SIMO, atau yang lebih dikenal dengan keragaman penerima (receive diversity). Mode ini menetapkan kemampuan dasar penerima untuk dimana persyaratan performansi akan ditetapkan. Secara khusus diimplementasikan menggunakan maximum ratio combining dari kanal yang diterima untuk memperbaiki SNR pada kondisi yang buruk. Keragaman Rx menghasilkan gain kecil pada kondisi yang baik.
ek
(3.3) dimana Hk adalah matriks NRxNT yang mewakilkan kanal MIMO dan ek adalah vektor NRx1 yang mewakilkan derau dan interferensi. Dengan mempertimbangkan resource elements termasuk untuk blok khusus Xn keluaran dari precoder dan membuat asumsi yang beralasan bahwa kanal tetap melalui blok (blok ukuran L adalah kecil dan penggunaan resource element baik ditempatkan pada grid resource element ), blok-blok selanjutnya berdasar data model didapat :
Yn
ynL ynL 1 ... ynL
L 1
H nL xnL xnL 1 ... xnL
L 1
enL enL 1 ... enL
H nL X n En (3.4) dengan notasi telah jelas dikenalkan. Rank transmisi didefinisi sebagai rata-rata jumlah dari simbol nilai kompleks tiap resource element. Kemudian, sejak simbol Q ditransmisikan melalui L resource elements, rank transmisi r didapat oleh r = Q/L.
Antena Jamak LTE pada Downlink
L 1
2.Transmit diversity - MISO Bentuk downlink yang kedua adalah keragaman Tx, ini identik dengan konsep untuk open loop, keragaman Tx diperkenalkan pada UMTS release 99. Lebih kompleks lagi,teknik keragaman Tx closed loop dari UMTS belum diadopsi pada LTE, dimana sebagai penggantinya MIMO yang lebih handal , yang bukan bagian dari release 99. LTE mendukung dua atau empat antena untuk keragaman Tx. Seperti contoh yang terlihat pada gambar 3.2 adalah dua contoh Tx yang mana satu aliran dari data diberikan ke layer yang berbeda dan dikodekan menggunakan space frequency block coding (SFBC). Sejak bentuk dari keragaman Tx tidak mempunyai gain laju data, codeword CW0 dan CW1 adalah sama. SFBC mencapai kehandalan melalui keragaman frekuensi dengan
menggunakan sub carrier yang beda untuk mengulang data pada tiap antena.
3.Open-loop spatial multiplexingMIMO,no precoding Bentuk ketiga downlink adalah open loop MIMO spatial multiplexing, yang mana didukung untuk konfigurasi dua atau empat antena. Menganggap dua kanal UE penerima, skema mengijinkan untuk 2x2 atau 4x2 MIMO. Paling banyak konfigurasi adalah 2x2 atau 4x2 SUMIMO. Pada kasus ini, data payload akan dibagi menjadi dua aliran codeword CW0 dan CW1 dan diproses berdasarkan langkah-langkah pada gambar 3.4. Pendisainan open loop menggantikan kenyataan bahwa tidak ada precoding pada stream, yang digantikan secara langsung dipetakan untuk tiap antena. Akan tetapi, UE-preferred rank dan channel quality indication (CQI) digunakan untuk beradaptasi dengan kanal, ini adalah bentuk dari umpan balik closed- loop.
Gambar 3.4 2x2 MIMO no precoding
4. Closed-loop spatial multiplexing-MIMO, precoding
Bentuk keempat adalah closed-loop MIMO, yang mempersyaratkan precoding dari aliran data. Berdasar precoding yang digunakan , tiap code word diwakilkan pada daya yang berbeda dan phase pada antenna. Untuk kasus FDD, pemancar harus mempunyai pengetahuan tentang kanal, yang mana dihasilkan oleh UE pada uplink control channel. Pengetahuan terdiri dari CQI, precoding matrix indicator (PMI), dan rank indication (RI). Umpan balik PMI menggunakan pendekatan codebook untuk menghasilkan indeks ke penentuan awal sekumpulan matriks
precoding. Sejak kanal secara kontinue berubah, sub-band CQI dan informasi PMI dapat dihasilkan untuk banyak titik (multipoint) melewati bandwidth kanal, pada rentang waktu yang biasa, sampai beberapa ratus kali detik. UE dapat memperkirakan yang terbaik dari kondisi kanal dan kemudian sinyal dengan pengkodean terbaik dapat dipakai untuk mendapatkan performansi keluar pada kanal. 5. Multi - user MIMO-MIMO,separate UE Bentuk transmisi kelima adalah MUMIMO. Ini kasus khusus pada mode tiga dimana codewords ditujukan untuk UE yang berbeda. Closed-loop MU-MIMO tidak diterapkan pada kasus ini . 6.Closed-loop Rank=1 precodingMISO,beamsteering Bentuk transmisi downlink keenam adalah bentuk dari beamsteering, yang dideskripsikan disini sebagai closed-loop rank=1 precoding dan mode fall-back ketika mode 4 melaporkan rank=1. Konvensional phased-array beamsteering, yang mana dapat diaplikasikan tidak bergantung pada standar radio, mengenalkan phase dan amplitudo offset untuk keseluruhan dari sinyal yang diumpankan tiap antena transmisi. Maksudnya adalah fokus pada daya sinyal di arah khusus. Teknik yang sama adalah menerapkan fase dan amplitudo offsets dapat digunakan pada antena penerima untuk membuat penerima lebih sensitif terhadap sinyal yang datang dari arah khusus. Pada LTE, amplitudo dan fase dari individual RBs dapat diatur, membuat beamsteering jauh lebih fleksibel. Sebagai tambahan untuk metode beamsteering konvensional dengan mode transmisi keenam, beamsteering dapat diimplementasikan dengan mengambil keuntungan dari precoding closed-loop sama dengan digunakan pada MIMO. Sejak rank=1, hanya satu codeword yang digunakan untuk beamsteering, dan tujuan dari fungsi precoding adalah untuk menghubungkan sinyal dari pemancar terhadap penerima dalam hal ini pengguna. Beamsteering tidak meningkatkan laju data tetapi memiliki efek yang sama untuk meningkatkan kehandalan sinyal. Keefektifan beamsteering meningkat dengan jumlah antena pemancar, yang mengijinkan untuk membuat sudut berkas sempit. Gain dimungkinkan
dengan hanya dua antena biasanya dianggap tidak berguna, maka dengan pilihan empat antena , beamsteering lebih dipertimbangkan.
meningkatkan daya tranmisi dari UE untuk mencukupi SNR yang dibutuhkan pada penerima eNB.
7. Single antena port;port 5MISO,beamsteering(UE-specific RS) Bentuk ketujuh dan transmisi final adalah bentuk lain dari beamsteering. Ini sama dengan mode 6 kecuali ada tambahan antena (port 5) digunakan untuk membentuk sudut berkas untuk UE yang juga membawa sinyal referensi yang dibuat beam khusus UE.
3. MU-MIMO (banyak pengguna) MU-MIMO tidak meningkatkan laju data pengguna, MU-MIMO hanya menawarkan gain kapasitas sel atau lebih baik daripada yang dihasilkan SU-MIMO. Pada contoh 3.5 dua aliran data berasal dari UE yang berbeda. Dua pemancar terpisah lebih jauh daripada kasus single user, dan tidak ada koneksi fisik yang berarti tidak ada kesempatan untuk mengoptimasikan pengkodean untuk mode kanal eigen dengan mencampur dua aliran data. Akan tetapi tambahan pemisahan spatial meningkatkan peluang eNB untuk mengambil sepasang UE yang jalurnya tidak berkorelasi. Untuk memaksimalkan potensial kapasitas gain, yang berlawanan dengan kasus SU-MIMO precoded yang mana kedekatan antena dapat menjadi masalah, khususnya pada frekuensi kurang dari 1GHz. MU-MIMO mempunyai keuntungan tambahan yang lebih penting , UE tidak mempersyaratkan biaya dan saluran daya dua pemancar,sedangkan sel masih mendapat keuntungan dari kapasitas yang meningkat. Untuk mendapatkan lebih banyak gain dari MU-MIMO, UE harus baik selaras pada waktu dan daya seperti yang diterima pada eNB.
Teknik lain yang mana dapat diterapkan pada downlink adalah cylic delay diversity (CDD). Teknik ini mengenalkan tundaan antara sinyal antena jamak untuk membuat multipath pada sinyal yang diterima. Ini kemudian mengurangi akibat dari penghilangan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi jika sinyal yang sama ditransmisikan dari antena jamak dan kanal relatif flat. Normalnya, multi-path dianggap tidak diinginkan , tetapi dengan membuat multi-path buatan jika tidak pada kanal flat, penjadwal UE eNB dapat memilih untuk mentransmisikan resource block (RBs) yang mempunyai kondisi propagasi yang diunggulkan. 3.4 Antena Jamak LTE pada Uplink Tiga tipe teknik antena jamak yang ditetapkan untuk uplink ,yaitu : 1. Receive diversity pada eNB Receive diversity pada eNB merupakan bagian dari transmit diversity dan ini terjadi pada eNB yang akan menigkatkan kehandalan dalam penerima. 2. SU-MIMO (1 pengguna) SU-MIMO dalam lingkup LTE tetapi tidak ditetapkan pada 3GPP Release 8. Untuk mengimplementasi SU-MIMO,UE akan membutuhkan dua pemancar. Ini tantangan penting pada biaya, ukuran dan konsumsi baterai, dan untuk alasan ini SU-MIMO sekarang ini tidak menjadi prioritas untuk pengembangan. Juga, kenaikan laju data pada uplink SU-MIMO, tidak sepenting saat downlink disebabkan distribusi trafik yang tidak simetris. Lebih jauh lagi, jika sistem ditempatkan menjadi uplink performansi dibatasi, bisa jadi tidak berguna untuk
Gambar 3.5 Multi user MIMO pada uplink
3.5 Teknologi MIMO pada LTE advanced (release 9 dan 10) [4] 1. Enhanced Downlink Beamforming (Dual layer) Skema MIMO pada rel-8 menggunakan 4 bit umpan balik codebook (untuk empat antena pemancar) dimana codebook-nya merupakan pengganti dari SUMIMO codebook. Ada hanya satu layer dari sinyal referensi khusus UE dan UE tidak dapat menekan cross-talk yang disebabkan MUMIMO. Performansi MU-MIMO pada release
8 masih lebih rendah daripada SU-MIMO release 8 atau UE khusus reference symbol berdasarkan BF. Pada LTE rel-9, dua aliran dari sinyal referensi (RS) khusus UE ditunjukkan gambar 3.6 untuk transmisi MU-MIMO memiliki bentuk transmisi baru. Dua aliran dari sinyal referensi khusus UE adalah CDMed, mempunyai overhead yang sama seperti release8 satu aliran sinyal referensi khusus UE, dan mengijinkan untuk penekanan cross-talk. Pensinyalan kontrol downlink tidak mengindikasikan kehadiran UE yang ikut dijadwalkan.
Gambar 3.6 Struktur sinyal referensi khusus UE tiap resource block (RB)
2. Uplink Single User MIMO Untuk single user uplink MIMO spatial multiplexing sampai memiliki empat layer dapat menjadi pertimbangan. DFT-spread OFDM (DFT-S-OFDM) sudah disetujui sejak 3GPP sebagai skema transmisi yang digunakan pada PUSCH dalam ketiadaan dan kehadiran spatial multiplexing. Pada kasus pengumpulan carrier, dimana banyak komponen dikumpulkan bersama untuk perluasan bandwidth, dengan satu DFT tiap komponen carrier. Pada alokasi resource, yaitu alokasi resource frekuensi yang berdekatan dan frekuensi yang tidak berdekatan didukung tiap komponen carrier.
3. Perluasan Downlink Single - User MIMO Untuk memperbaiki efisiensi ruang pada downlink, perluasan LTE downlink spatial multiplexing sampai delapan layer yang dipertimbangkan sebagai evolusi LTE. Pada kasus dimana pengumpulan carrier digunakan, spatial multiplexing dengan delapan layer tiap komponen carrier akan didukung. 4. MU-MIMO Pada kasus dimana terdapat sejumlah besar UE pada sel, efisiensi spectral sel lebih jauh lagi meningkat melalui penggunaa MUMIMO. Dengan MU-MIMO, tidak seperti SUMIMO dimana satu pengguna menggunakan radio resource, banyak pengguna berbagi radio
resource yang sama. Sebenarnya MU-MIMO telah ada pada LTE release pertama. Akan tetapi MU-MIMO untuk downlink lebih jauh lagi diperbaiki. Sebagai contoh, ketiadaaan interference signalling pada downlink membuat lebih susah ditetapkan pada performansi tinggi penekanan interferensi penerima. 5.Coordinated multi-point transmission /reception (CoMP) 5.1 Prinsip CoMP Ketika UE berada pada daerah tepi sel, ini mungkin dapat menerima sinyal dari banyak situs sel dan transmisi UE bisa diterima pada banyak situs sel. Jika kita mengoordinasikan pensinyalan yang ditransmisikan dari banyak situs sel, dapat meningkatkan performansi DL secara signifikan. Koordinasi dapat disederhanakan pada teknik ini akan focus pada pencegahan interferensi atau lebih kompleks pada kasus dimana data yang sama ditransmisikan dari banyak situs sel. Untuk UL, sejak sinyal dapat diterima dengan banyak situs sel, jika penjadwalan dari situs sel yang berbeda, sistem dapat mengambil keuntungan dari banyak penerimaan untuk secara signifikan memperbaiki performansi link. 5.2 DL CoMP Pada downlink CoMP,terdapat dua pendekatan yang dipertimbangkan adalah penjadwalan terkoordinasi dan/atau beamforming, dan pemrosesan bersama/transmisi. Pada kategori pertama, transmisi untuk single UE adalah ditransmisikan dari sel yang melayani sebenarnya ada pada kasus transmisi nonCoMP. Akan tetapi, penjadwalan, termasuk kemampuan beberapa beam-forming, secara dinamis dikoordinasikan antara sel supaya mengontrol/mengurangi interferensi antara transmisi yang berbeda. Pada prinsipnya, pelayanan terbaik sekumpulan pengguna akan dipilih supaya sudut berkas pemancar dikonstruksi untuk mengurangi interferensi untuk pengguna tetangga lainnya, sementara meningkatkan kekuatan sinyal pengguna yang dilayani. Untuk pemrosesan bersama/transmisi, transmisi untuk UE tunggal secara bersamasama ditransmisikan dari banyak titik
transmisi, pada prakteknya di dalan situs sel. Transmisi banyak titik akan dikoordinasikan sebagai pemancar tunggal dengan antena yang secara geografis terpisah. Skema ini memiliki potensi untuk performansi tinggi, dibandingkan dengan koordinasi yang hanya penjadwalan, tetapi datang dengan persyaratan yang lebih kompleks pada komunikasi backhaul.
(a)
(b) Gambar 3.7 Ilustrasi CoMP pada downlink a) pemrosesan bersama (joint transmission) b) penjadwalan terkoordinasi (coordinated scheduling)
5.3 UL CoMP Penerimaan banyak titik pada uplink terkoordinasi berdampak pada penerimaan dari sinyal yang ditransmisikan pada titik yang dipisah secara geografis. Keputusan penjadwalan dapat dikoordinasikan diantara sel untuk mengontrol interferensi. Ini perlu dicatat pada contoh lain, unit yang bekerja sama dapat dipisah menjadi unit eNB remote radio, relay dsb. Selain itu, sejak UL CoMP sebagian besar berdampak pada penjadwal dan penerima. Konsekuensinya, evolusi dari LTE akan seperti menetapkan hanya pensinyalan yang dibutuhkan untuk memfasilitasi penerimaan banyak titik (multi-point).
IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Teknologi Long Term Evolution (LTE) telah menerapkan sistem antena MIMO yang mendukung tercapainya kecepatan data ,kehandalan (robustness) dan efisiensi spektrum . 2. Pada LTE release 8 dengan kanal downlink mengadopsi teknologi MIMO , yaitu single-antenna port 0, transmit diversity, Open-loop spatial multiplexing, Closed-loop spatial multiplexing , Multiuser MIMO, Closed-loop Rank = 1, Single-antenna port 5 (UE-specific RS). 3. Pada LTE release 8 dengan kanal uplink mengadopsi teknologi MIMO,yaitu receive diversity pada eNB, SU-MIMO untuk UE tunggal, MU-MIMO untuk banyak UE. 4. Pada saat mobility UE rendah maka menggunakan system closed-loop MIMO sedangkan pada saat mobility UE tinggi menggunakan system open-loop MIMO. 5. Mode spatial multiplexing digunakan pada kondisi High SNR sedangkan transmit diversity digunakan pada kondisi low SNR. 6. Pada LTE advanced (release 9 dan 10) menggunakan enhanced downlink beamforming (dual layer), uplink single user MIMO, multi user MIMO, Coordinated multi-point transmission/reception (CoMP). 4.2 Saran 1. Jika suatu saat penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang teknologi LTE agar diberikan kesempatan untuk mendapat bimbingan dari Telkom R&D Center. 2. Pengalokasian frekuensi untuk Teknologi Long Term Evolution pada Negara Indonesia sebaiknya segera dilakukan mengingat pesatnya permintaan akan teknologi yang lebih baik dari teknologi sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 3.8 Penerimaan banyak titik ( multipoint)
[1] Dahlman,Erik,dkk.2007.3G Evolution : HSPA and LTE for mobile Broadband.Academic press:England [2] Ergen,Mustafa.2009.Mobile Broadband . Springer : USA
[3] Jindal,N., “MIMO Broadcast Channels with Finite-rate Feedback”, IEEE Trans. Inform.Theory, vol.52, no. 11, pp. 50455060, Nov 2006 [4] Monogioudis,Pantelis,and 3G Americas Team.MIMO Transmission Schemes For LTE And HSPA Networks.whitepaper 3G Americas: USA [5] R.W. Health Jr., T. Wu and A.C.K. Soong, “Progressive Refinement for HighResolution Limited Feedback Beamforming”, EURASIP Journal on Advances in Signal Processing, in press. [6]Sacristan,David Martin,dkk.2009. On theWay towards FourthGenerationMobile:3GPP LTE and LTEAdvanced. EURASIP Journal onWireless Communications and Networking: 10-19 [7]Team Agilent.2009.Agilent 3GPP Long Term Evolution:System Overview, Product Development,andTest Challenges.Agilent:USA [8] Tarokh,V. , N. Seshadri and A. Calderbank .Space–time Block Codes from Orthogonal Design . IEEE Transactions on Information Theory , Vol. 45 ,No. 5 , July 1999 , pp.1456 – 1467 [9]Wilkus, Stephen A. and Kevin Linehan.2010. MIMO and Smart Antennas for 3G And 4G Wireless System.White Paper 3G Americas:USA [10]http://cache.freescale.com/files/wireless_c omm/doc/white_paper [11]http://hgmyung.googlepages.com/3gppLT E.pdf
Biodata Penulis
Grifina Nuzulia (L2F007033) lahir di Semarang, 27 April 1989. Mahasiswi Teknik Elektro Universitas Diponegoro Konsentrasi Elektronika Telekomunikasi. Melaksanakan kerja praktek di PT. Telkom R&D Center Bandung.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir.Ngatelan,MT