TEKNIK PENGERINGAN UNTUK MENINGKATKAN MUTU BAWANG MERAH (Allium cepa L) DI PROVINSI ACEH Eka Fitria Latar Belakang Bawang merah mempunyai sifat perishable artinya mudah rusak dan tidak tahan lama sehingga penanganan pascapanen sangat
diperlukan. Penanganan pascapanen
bertujuan
untuk
menekan
tingkat
bawang merah
kerusakan
pascapanen,
meningkatkan daya simpan, meningkatkan nilai tambah dan meningkatkan
pendapatan
petani.
Penanganan
pascapanen
bawang merah dapat di lakukan dengan cara: pengeringan, sortasi dan grading, penyimpanan, dan pengolahan (Rahayu dan Berlian, 1999). Kerusakan pascapanen yang sering terjadi pada bawang merah adalah tumbuhnya tunas, pelunakan umbi, tumbuhnya akar dan busuk serta timbulnya massa berwarna gelap akibat kapang (www.pascapanen.go.id). Kerusakan lainnya adalah penampilan, warna, rasa dan tekstur juga akan rusak akibat pembusukan
yang disebabkan
oleh mikroorganisme, enzim, lalat dan lainnya. Oleh karena itu, setelah dipanen bawang merah harus segera dipasarkan, diolah ataupun
diawetkan sesegera mungkin. Kerusakan ini dapat
menurunkan daya simpan serta mutu bawang merah. Untuk
mengatasi
masalah
ini,
pengeringan
merupakan
prasyarat
sebelum dilakukan proses penyimpanan. Setelah dipanen, bawang merah harus segera dijemur untuk melayukan dan menguapkan air pada daun dan umbi serta mengeringkan tanah yang melekat pada umbi agar mudah terlepas. Pada waktu penjemuran, umumnya bawang merah dengan daunnya diikat dan dibolak-balik agar umbi bertambah besar (Asgar dan Sinaga 1992; Darkam dan Sinaga 1994). Pembesaran umbi dimungkinkan karena proses fotosintesis masih berlangsung selama daun masih berwarna hijau. Umbi pada saat panen berbentuk lonjong, setelah kering menjadi bulat berisi (padat). Walaupun dianggap sudah kering, kadar air umbi bawang merah masih relatif tinggi, yakni 65% (Hartuti dan Histifariana 1997). Untuk mengurangi kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan
nilai
tambah
serta
menganekaragamkan
produk, bawang merah juga bisa diolah menjadi produk olahan seperti bawang goreng, tepung bawang merah, kerupuk bawang merah dan pasta bawang merah (www.kaltim.litbang.go.id). Produksi dan Produktivitas Produksi bawang merah di Aceh adalah 6.706,5 ton dengan produktivitas 7,8 ton/ha. Peningkatan produksi ini disebabkan karena meningkatnya luas panen di Kabupaten Pidie sebesar 204 ha dan di Kabupaten Aceh Tengah sebesar 128 ha (BPS, 2014). Peningkatan produksi tersebut belum sepenuhnya memberikan
keuntungan bagi petani. Pada saat panen raya dengan produksi bawang yang melimpah harga jual yang diterima petanipun sangat rendah. Hal ini dikarena petani tidak melakukan penanganan pascapanen bawang merah yang tepat. Pemanenan Bawang Merah Bawang merah yang ditanam di dataran rendah lebih cepat memasuki masa panen dibandingkan dengan yang tanam di dataran tinggi. Ciri tanaman siap panen adalah batang mengeras dan
daun
menguning.
Pemanenan
bawang
merah
yang
peruntukannya untuk konsumsi berbeda dengan bawang merah untuk bibit. Untuk konsumsi dicirikan dengan perubahan warna daun menjadi kekuningan telah mencapai 60-70% dengan umur 50-55 HST. Sedangkan untuk bibit dicirikan dengan perubahan warna daun menjadi kekuningan telah mencapai 90% dengan umur 60-65 HST (Nugraha et al., 2007). Panen bawang merah biasanya dilakukan pada saat cuaca cerah dan tanah kering dengan cara mencabut tanaman. Untuk mempermudah penanganannya, setelah dicabut bawang merah di ikat menjadi satu pada bagian daunnya dengan berat sekitar 1 1,5 kg (ikatan kecil), lalu dijemur dengan posisi daun diatas selama 7 – 9 hari, atau tergantung kondisi cuaca. Setelah daun bawang kering ikatannya diperbesar dengan menyatukan 3 – 4 ikatan kecil. Tali pengikat bisa menggunakan tali bambu dan ikatan ini dijemur lagi. Selama penjemuran harus sering dibalik
agar keringnya merata, dan dilakukan pembersihan umbi dari tanah atau kotoran yang menempel. Bila sudah cukup kering kadar air
80 – 85 %, umbi bawang merah siap dipasarkan atau
disimpan. Bila
bawang
merah
disimpan
sebaiknya
suhu
ruang
penyimpanan 25 – 30oC dengan kelembaban udara 60 – 70%. Selama penyimpanan suhu dan
kelembaban udara harus selalu
dijaga karena ruang penyimpanan yang dingin dan lembab dapat menurunkan kualitas bawang merah. Teknik – Teknik Pengeringan 1. Pengeringan/penjemuran dengan sinar matahari Setelah panen, biasanya petani langsung membawa pulang bawang merah ke rumahnya untuk di keringkan. Titik kritis kegagalan penanganan pascapanen bawang merah adalah apabila panennya
terjadi
pada
musim
penghujan
sehingga
proses
pengeringan daun atau pelayuan dan pengeringan umbi tidak bisa dilakukan. Kegagalan proses pelayuan daun dapat menyebabkan infeksi bakteri pembusuk, sedangkan kegagalan pengeringan umbi dapat menyebabkan rendahnya daya simpan, umbi cepat busuk, bertunas dan keluar akar. Kehilangan hasil akibat kerusakan ini bisa mencapai 20 – 40%. Selama ini teknik pengeringan yang biasa dilakukan petani adalah menjemur bawang merah di bawah sinar matahari yang membutuhkan waktu antara 7-9 hari (sumber). Pengeringan dengan teknik ini sangat tergantung dengan kondisi cuaca. Saat
cuaca cerah penjemuran dapat berlangsung dengan baik, tetapi pada saat cuaca mendung atau hujan, penjemuran sama sekali tidak dapat dilakukan sehingga umbi bawang merah menjadi cepat busuk. Pengeringan merupakan teknik yang mudah di lakukan, relatif tidak mengeluarkan biaya, sehingga seluruh petani bisa melakukanya. Teknik pengeringan
dengan sinar
matahari sebenarnya
kurang efektif dikarenakan iklim saat ini yang tidak menentu. Selain itu sinar matahari juga bisa menurunkan kualitas dari bawang merah. beberapa dan
Sinar
vitamin
warna
atau
cahaya
dapat
merusak
seperti: riboflavin, vitamin A, vitamin C,
produk (Mirzarohman, 2013). Saat penjemuran,
bagian umbi bawang merah tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung untuk menghindari terjadinya sengatan luka bakar pada umbi, umbi bawang diletakkan di bagian bawah dengan daunnya di bagian atas.
2. Pengeringan dengan pengasapan Pengasapan dilakukan apabila kondisi cuaca sedang buruk dan tidak mungkin dilakukan penjemuran. Pengasapan dilakukan di tempat khusus dengan membuat tungku-tungku berbahan bakar kayu atau sekam. Untuk mengatur suhu, tempat pengasapan dilengkapi dengan jendela yang dapat dibuka dan thermometer sebagai pengatur suhu. Agar bawang merah kering secara merata, perlu dilakukan pembalikan atau pertukaran tempat. Bila panas ruangan dipertahankan secara normal, dalam 12 jam umbi sudah cukup kering. 3. Pengeringan dengan tekanan vakum Pengeringan
vakum
merupakan
salah
satu
cara
pengeringan bahan dalam suatu ruangan yang tekanannya lebih rendah dibanding tekanan udara atmosfir. Pengeringan dapat berlangsung dalam waktu relatif cepat walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan atmosfir. Dengan tekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada produk akan menguap pada suhu rendah (Aman et al., 1992). Untuk memperpanjang masa simpan, pengeringan bawang merah hendaknya mencapai kadar air di bawah 14 %, padahal bawang merah yang dikeringanginkan masih mengandung air 6570 %. Akibatnya, umbi mudah rusak dan tumbuh tunas terutama bila udara lembap (Asgar dan Sinaga 1992). Di samping
menurunkan kadar air, pengeringan juga dapat memperkecil volume produk, sehingga mempermudah penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa alat pengering untuk produk pertanian adalah oven kabinet, pengering semprot, pengering drum, pengering vakum, dan pengering beku (Aman et al., 1992). Pengeringan menggunakan tekanan vakum yang tinggi dan suhu beku tertentu dapat menghasilkan produk dengan tekstur, warna, rehidrasi yang lebih baik (Eshtiaghi et al., 1994). Pada beberapa
jenis
sayuran,
pengeringan
beku
dapat
mempertahankan kandungan tokoferol (Manullang dan Mercylia 1995). Pengeringan bawang merah dengan tekanan vakum dan suhu rendah akan memberikan manfaat kepada petani ataupun pengusaha, karena dapat menghasilkan bawang merah kering bermutu tinggi sehingga menambah nilai ekonomi, serta bawang merah dapat disimpan lebih lama dibandingkan pengeringan dengan dijemur dengan sinar matahari. 4. Pengeringan dengan Insore Drying Tahun 2007 BB Pascapanen telah mengintroduksikan suatu teknologi
sistem
pengeringan-penyimpanan
bawang
merah
menggunakan Instore Drying, dalam sistem ini kondisi ruang dapat diatur
sesuai
kondisi
optimum
untuk
proses
pengeringan-
penyimpanan bawang merah. Ukuran bangunan penyimpanan 6 m x 6 m x 2,5 m dapat menampung 6 ton bawang merah. Atap
bangunan terdiri dari fibre glass transparan yang dilengkapi dengan aerasi udara (ballwindow), dinding bangunan dari fibre glass, rak pengering – penyimpanan berupa rak gantung dengan sumber pemanas dari kompor sekam (Nugraha et al., 2007). Penelitian Nugraha et al., 2007,
menunjukkan bahwa sistem
pengeringan bawang merah yang dilakukan di dalam gudang pengeringan dan penyimapanan (instore drying) menunjukkan hasil yang sangat baik, proses pelayuan dan pengeringan dapat berlangsung cepat selama 3 hari pada suhu 38 0 C dengan relative humidity antara 55 – 70 %, tingkat kekeringan merata dan kualitas bawang yang dihasilkan cukup baik. Artinya pengeringan dengan instore drying lebih cepat jika dibandingkan dengan pengeringan dengan menjemur dibawah sinar matahari yang membutuhkan waktu hingga 9 hari. Selain itu pengeringan dengan instore drying juga tidak menyebabkan kerusakan yang berarti yaitu hanya berkisar antara 0,24%-0.72% jauh lebih bila dibandingkan dengan penjemuran, dimana kerusakannya bisa mencapai
1,68%
(www.documents.tips/documents/bawang-
merah). PERMASALAHAN Beberapa masalah yang mungkin timbul berkaitan dengan teknik pengeringan bawang merah, adalah: 1. Musim hujan.
Jika panennya di musim hujan dan pengeringan tidak dilakukan dapat menyebabkan infeksi bakteri pembusuk. Gagalnya pengeringan umbi menyebabkan rendahnya daya simpan, umbi cepat busuk, bertunas dan berakar. 2. Proses pengeringan. Teknik pengeringan yang digunakan sangat menentukan mutu bawang merah. Jika pengeringan tidak dilakukan dengan sempurna bisa menurunkan kualitas bawang merah. Pengeringan
dengan
tergantung
pada
sinar
kondisi
matahari cuaca.
Jika
langsung cuacanya
sangat cerah
penjemuran bisa dilakukan dan jika hujan, penjemuran tidak bisa dilakukan sehingga umbi bawang merah akan cepat membusuk. Artinya penanganan pascapanen bawang merah sangat tergantung musim kemarau saja. 3. Modal. Ketersediaan modal mempengaruhi intensitas penanganan pascapanen bawang merah yang di lakukan petani. Hal ini di karenakan
untuk
pengeringan,
melakukan
sortasi,
memerlukan modal.
penanganan
penyimpanan
dan
baik
tahap
pengolahan
KESIMPULAN Pengeringan merupakan tahapan penanganan pascapanen bawang merah yang harus dilakukan sebelum penyimpanan. Teknik pengeringan bawang merah yang paling umum dilakukan petani di Aceh adalah pengeringan dengan sinar matahari. Dan lebih umum lagi setelah panen, petani langsung menjual hasil panennya untuk menghindari susut. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal terutama terbatasnya modal usaha untuk mendapatkan teknologi penanganan pascapanen bawang merah. DAFTAR PUSTAKA Achmad Mirzarohman Z, 2013 Pengujian Alat Pengering Bawang Merah Menggunakan Kolektor Surya Bergelombang Dengan Variasi Aliran Udara. Skripsi. Universitas Gadjah Mada. Aman, W., Subarna, M. Arfah, D. Syah, dan A.I. Budiwati. 1992. Pengeringan dalam Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor. hlm. 177-194. Asgar A., dan Sinaga R.M, 1992. Pengeringan Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Dengan Mengunakan Ruang Berpembangkit Vortex. Bull. Penel. Hortikultura. Vol. XXII No. 1, 1992. Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik. BPS Provinsi Aceh.
Darkam, M. dan R.M. Sinaga. 1994. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap mutu bawang merah (Allium ascalonicum L.). Bulletin Penelitian Hortikultura XXVI(2): 33-37. Eshtiaghi, M.N., R. Stute, and D. Knoor. 1994. High pressure and frezing pretreatment effect on drying, rehydration texture and colour of green beans, carrots and potatoes. J. Food Sci. 59(6):303-309. Hartuti, N dan D. Histifariana. 1997. Pengaruh natrium metabisulfit dan lama perendaman terbadap mutu tepung bawang merah. Jurnal Hortikultura 7(1): 583-589. http://documents.tips/documents/bawang-merah56ac1085e7499.html. Diakses tanggal 17 Maret 2016. http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail& sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=66018. Diakses tanggal 14 Maret 2016. http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/.../nilaitambahbawangmerah. Diakses tanggal 14 Maret 16. http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/index.php/id/berita/71 Diakses tanggal 14 Maret 2016. https://www.academia.edu/10345643/Inovasi_Teknologi_Instore_ Drying_Untukmempertahan_Mutu_Dan_Nilai_Tambah_Bawa ng_Merah Diakses tanggal 16. Maret 2016. Manullang, M. dan I.M. Mercylia. 1995. Pengaruh pengeringan beku beberapa jenis sayuran terhadap kandungan tokoferol. Buletin Teknologi dan lndustri Pangan VI(3): 3337.
Nugraha, S., Yulianingsih, R. Thahir, D. D. Tarigan, R.S. Adiandri dan I. Pamungkas, 2007. Laporan Akhir Teknologi Sistem Pengeringan Penyimpanan Bawang Merah. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Rahayu Estu dan Berlian Nur. 1999. Bawang merah. PT Penebar Swadaya. Jakarta Triyono. 2008. Teknik Penanganan Pascapanen Bawang Merah Di Kabupaten Bantul. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian. Yogyakarta.