TEKANAN NILAI TUKAR DAN INTERVENSI BANK SENTRAL DI TIGA NEGARA ASEAN
AZRUL REZA RIFQI AMIRUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Bank Sentral di Tiga Negara ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Azrul Reza Rifqi Amiruddin NIM H151110101
RINGKASAN AZRUL REZA RIFQI AMIRUDDIN. Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Bank Sentral di Negara ASEAN. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan NOER AZAM ACHSANI. Terdapat dua sistem nilai tukar yang diberlakukan oleh banyak negara diantaranya sistem nilai tukar mengambang dan tetap. Kedua sistem nilai tukar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Negara yang menerapkan sistem nilai tukar tetap cenderung menetapkan nilai tukar domestiknya berada pada di titik tertentu. Sebaliknya, negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang cenderung membebaskan nilai tukar domestiknya bergerak secara fleksibel dan nilainya akan selalu berubah sesuai dengan permintaan dan penawaran uang di pasar valuta asing. Negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang akan menghadapi risiko berflutuasinya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing. Berfluktuasinya nilai tukar dapat disebabkan oleh terjadinya masalah ekonomi seperti krisis keuangan. Suatu negara dapat berpotensi terkena dampak krisis jika ada negara lain terkena krisis terlebih dahulu. Hal tersebut berpotensi terjadi jika negara-negara tersebut berada pada satu kawasan seperti ASEAN. Krisis ekonomi di ASEAN tahun 1997 menjadi contoh dimana krisis keuangan satu negara dapat berdampak ke negara lainnya. Pada saat tersebut beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand berganti sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar tetap ke mengambang karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan jika tetap memberlakukan sistem nilai tukar tetap. Selama tahun 2002 hingga 2012 nilai tukar domestik Indonesia, Malaysia dan Thailand terhadap dolar Amerika Serikat cenderung berfluktuasi. Jika nilai tukar domestik berfluktuasi secara berlebih maka bank sentral akan melakukan stabilisasi dengan cara mengintervensi nilai tukar di pasar valuta asing. Adanya tekanan nilai tukar domestik mengakibatkan bank sentral melakukan intervensi. Besarnya tekanan nilai tukar dapat dianalisa dengan menghitung indeks tekanan nilai tukar (EMP). Selain itu, intervensi yang dilakukan oleh bank sentral dapat diketahui waktunya ketika terjadi tekanan nilai tukar dengan menghitung indeks intervensi (EMI). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat tekanan internasional terhadap pasar valuta asing dan aktivitas intervensi otoritas moneter di tiga negara ASEAN, serta menentukan pengaruh intervensi otoritas moneter terhadap nilai tukar mata uang domestik di tiga negara ASEAN terhadap dolar Amerika Serikat. Berdasarkan hasil perhitungan indeks EMP diperoleh selama tahun 2002 hingga 2012, nilai tukar domestik Indonesia, Malaysia dan Thailand selalu berfluktuasi dan hasil indeks EMP menunjukkan masing-masing negara mengalami tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar yang beragam. Thailand merupakan negara yang memiliki tekanan nilai tukar yang paling tinggi diantara Indonesia dan Malaysia. Hasil perhitungan indeks intervensi menunjukkan bahwa Indonesia, Malaysia dan Thailand memiliki indeks intervensi antara nol dan satu serta lebih dari satu. Berdasarkan indeks intervensi tersebut juga terlihat bahwa Indonesia dan Thailand menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali bukan
mengambang bebas. Berdasarkan perhitungan nilai tukar dengan membandingkan nilai tukar dengan intervensi (observed) dan tanpa intervensi (imputed) diperoleh hasil bahwa intervensi yang dilakukan bank sentral ke tiga negara tersebut terlihat berhasil menjaga nilai tukar domestik agar tidak berfluktuatif secara berlebihan. Kata kunci: nilai tukar, tekanan nilai tukar, intervensi
SUMMARY AZRUL REZA RIFQI AMIRUDDIN. Exchange Market Pressure and Central Bank Intervention for Three ASEAN Countries. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and NOER AZAM ACHSANI. Two of the exchange rate systems which are adopted by many countries are the floating and the fixed exchange rate system. Both the exchange rate systems have different characteristics. Countries that implement fixed exchange rates system tend to set their domestic currency exchange rate at a certain point. On the contrary, countries which implement floating exchange rate system tend to let their domestic currency exchange rate to move flexibly and thus their value will always change according to the demand and supply of the currency in the foreign exchange market. Countries which implement floating exchange rate system are facing the risk of fluctuation in the exchange rate of their domestic currency against foreign currencies. The currency exchange rate fluctuation may be caused by economic problems such as a financial crisis. A country can also be potentially affected by other countries’ earlier financial crisis. This effect could potentially happen if these countries are in the same region, such as ASEAN. The 1997 ASEAN economic crisis was an example of a country’s financial crisis could affect other countries. At that time, some countries such as Indonesia, Malaysia and Thailand had to change their currency exchange rate system from the fixed exchange rate system to the floating exchange rate system due to the high costs which has to be incurred if they were to enforce the fixed exchange rate system. During 2002 until 2012, the domestic exchange rate of Indonesia, Malaysia and Thailand against the U.S. dollar had tended to fluctuate. If the domestic currency exchange rate fluctuated excessively then the central bank would intervene to stabilize the exchange rate in the foreign exchange market. The pressure on domestic currency exchange rate pressures has forced the central bank to intervene. The amount of those pressures can be analyzed by calculating the Exchange Market Pressure (EMP) index. Apart from that, the time when interventions are done by the central bank can be known based on EMP by calculating the Exchange Market Intervention (EMI) index. The purposes of this study were to determine the level of international pressure on the currency exchange market and monetary authorities intervene in three ASEAN countries, as well as to determine the effect of the monetary authorities intervene on the exchange rate of the domestic currency against the U.S. dollar in those three ASEAN countries. Based on the EMP index calculation results which are obtained during 2002 to 2012 period, the exchange rate of Indonesia, Malaysia and Thailand’s domestic currency had always fluctuated and the results of the EMP index indicated that each country were under diverse level of currency exchange rate appreciation and depreciation pressures. Thailand was the country with the highest currency exchange rate pressure compared to Indonesia and Malaysia. The results on the intervention index calculation showed that Indonesia, Malaysia and Thailand have intervention index between zero and one and more than one. We can also see from the intervention index that Indonesia and Thailand
implement the controlled floating currency exchange rate instead of the freely floating one. Based on the calculation of the currency exchange rate by comparing the exchange rate with the intervention (observed) and with no intervention (imputed), the obtained result showed that the central bank interventions on these three countries to manage the domestic exchange rate so that they do not fluctuate excessively seemed to be successful. Keywords: exchange rate, exchange market pressure, intervention
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
TEKANAN NILAI TUKAR DAN INTERVENSI BANK SENTRAL DI TIGA NEGARA ASEAN
AZRUL REZA RIFQI AMIRUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi
Judul Tesis : Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Bank Sentral di Tiga Negara ASEAN Nama : Azrul Reza Rifqi Amiruddin NIM : H151110101
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua
Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Maret 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Bank Sentral di Tiga Negara ASEAN Nama : Azrul Reza Rifqi Amiruddin NIM : H151110101
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
~.~
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc Ketua
Prof Dr If Noef Azam Achsani, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
DrrrR'&:::.MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Maret 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini adalah nilai tukar, dengan judul Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Bank Sentral di Tiga Negara ASEAN. Proses pembuatan tesis ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, khususnya kepada Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi (penguji luar komisi), Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi (penguji perwakilan dari program studi), dan Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi (Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi), pengajar, pengelola program studi, serta teman-teman reguler lima Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Amiruddin Abu dan Ibunda Hajrah Amiruddin yang telah banyak mendukung penulis, dan kepada kakak Fathurrahman Ramadhani A.A., kakak Doni Hidayat dan kakak Siti Sakiah. Tanpa dukungan keluarga, penulis tidak akan bisa berbuat yang terbaik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014 Azrul Reza Rifqi Amiruddin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 4 7 7 7
2 TINJAUAN PUSTAKA Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Model Exchange Market Pressure dan Exchange Market Intervention Penelitian Terdahulu
8 8 8 11
3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Analisis Data Spesifikasi Model Identifikasi Model
13 13 14 14 15
4 GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Nilai Tukar Thailand, Malaysia dan Indonesia Indeks Harga Konsumen Thailand, Malaysia dan Indonesia Cadangan devisa Thailand, Malaysia dan Indonesia Suku bunga Thailand, Malaysia dan Indonesia
17 17 19 19 20
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Stasioneritas Indonesia Malaysia Thailand Hasil Pendugaan Model Indonesia Malaysia Thailand Analisis Indeks Tekanan Nilai Tukar dan Indeks Intervensi Indonesia Malaysia Thailand
22 22 22 23 24 24 25 26 27 28 28 31 33
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 36 37
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
56
DAFTAR TABEL Negara-negara yang memberlakukan sistem berdasarkan benua Sistem nilai tukar negara tiga negara ASEAN Jenis dan sumber data Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Indonesia Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Malaysia Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Thailand
nilai
tukar
tetap 2 4 13 23 23 24
DAFTAR GAMBAR Persentase perubahan nilai tukar mata uang domestik negara ASEAN terhadap dolar Amerika Serikat tahun 2002-2012. Nilai Tukar Baht, Ringgit dan Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Indeks Harga Konsumen Thailand, Malaysia dan Indonesia Cadangan devisa Thailand, Malaysia dan Indonesia Suku bunga Thailand, Malaysia dan Indonesia Indeks Tekanan Nilai Tukar Indonesia Indeks Intervensi Indonesia Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (observed dan imputed) Indeks Tekanan Nilai Tukar Malaysia Indeks Intervensi Malaysia Nilai tukar Ringgit terhadap dolar Amerika Serikat (observed dan imputed) Indeks Tekanan Nilai Tukar Thailand Indeks Intervensi Thailand Nilai tukar baht terhadap dolar Amerika Serikat (observed dan imputed)
5 18 19 20 21 29 30 30 32 33 33 34 35 36
DAFTAR LAMPIRAN Hasil output tahap estimasi model Indonesia Hasil output tahap estimasi model Malaysia Hasil output tahap estimasi model Thailand Indeks EMP dan EMI Indonesia Tahun 2002-2012 Indeks EMP dan EMI Malaysia Tahun 2002-2012 Indeks EMP dan EMI Thailand Tahun 2002-2012 Observed dan imputed nilai tukar Rupiah, Ringgit dan Baht terhadap dolar Amerika Serikat Tahun 2002-2012
41 42 43 44 47 50 53
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem nilai tukar mata uang yang paling banyak diterapkan di banyak negara pada saat ini yaitu nilai tukar mata uang mengambang terkendali, mengambang bebas dan nilai tukar mata uang tetap. Pada awalnya sistem nilai tukar mata uang yang paling banyak diberlakukan berbagai negara adalah sistem nilai tukar mata uang tetap. Sistem nilai tukar tersebut telah ada pada sekitar tahun 1950. Hal tersebut ditandai dengan banyak negara termasuk Amerika Serikat yang menyepakati perjanjian Bretton Woods. Perjanjian tersebut berisi tentang sistem moneter internasional yang disepakati oleh banyak negara untuk menentukan mata uang negara secara tetap kepada mata uang jangkar (Dollar Amerika Serikat). Sistem nilai tukar tersebut memiliki tujuan untuk menghindari kemungkinan berfluktuasinya nilai tukar jika mamakai sistem nilai tukar mengambang. Selain itu, dengan menerapkan sistem nilai tukar tersebut juga akan menghindarkan negara-negara anggota pada perjanjian tersebut untuk melakukan devaluasi nilai mata uang dalam menyelesaikan ketidakseimbangan neraca pembayaran negara masing-masing. Banyak negara yang kondisi perekonomiannya membaik dan berkembang dengan pesat setelah menyepakati perjanjian Bretton Woods tersebut. Namun pada tahun 1971 terjadi hal sebaliknya bagi perjanjian tersebut, banyak negara yang mulai beralih dari sistem nilai tukar mata uang tetap ke sistem nilai tukar mata uang mengambang. Hal tersebut disebabkan sangat berfluktuasinya nilai tukar riil pada periode tersebut sehingga tidak memungkinkan untuk terus menerapkan sistem nilai tukar tetap karena dapat mengganggu kondisi perekonomian negara yang menerapkan sistem nilai tukar tersebut. Meskipun sudah banyak negara yang beralih dari sistem nilai tukar tetap tersebut ke sistem nilai tukar mengambang tapi pada saat ini masih ada negara di beberapa benua yang menerapkan sistem mata uang tetap seperti Vietnam dan China (Tabel 1). Sistem nilai tukar tetap memiliki beberapa keuntungan jika diterapkan di suatu negara seperti mengurangi ketidakpastian dimana hal tersebut dapat membantu mengurangi biaya transaksi perdagangan internasional. Selain itu, sistem nilai tukar tetap dapat dijadikan sebagai alat untuk mendisiplinkan otoritas moneter, sehingga dapat menghindarkan otoritas moneter mengikuti kebijakan inflasi (Palley, 2004). Negara-negara yang menggunakan sistem nilai tukar tetap pada umumnya adalah negara berukuran kecil, terbuka terhadap perdagangan internasional, dan memiliki mobilitas tenaga kerja yang tinggi. Karakteristik tersebut pada umumnya terjadi pada negara-negara yang tergabung kedalam suatu kawasan mata uang optimum. Negara yang tergabung dalam kawasan tersebut sangat mementingkan manfaat dari kestabilan nilai tukar, dan tidak memerlukan independensi moneter 1. Salah satu negara di ASEAN yang memiliki karakteristik tersebut adalah Timor Leste, dimana negara tersebut menetapkan mata uangnya dengan dolar Amerika Serikat. 1
Bobby Hamzar Rafinus. Pilihan Sistem Nilai Tukar dan Pengendalian Arus Modal. http://www.bappenas.go.id/files/2913/5228/1449/bobby__20091015150315__2382__0.pdf
2 Tabel 1 Negara-negara yang memberlakukan sistem nilai tukar tetap berdasarkan benua Negara Mata Uang ASIA Bahrain Bahraini dinar Bangladesh Taka Yordania Jordanian dinar Vietnam Dong Lebanon Lebanese pound Arab Saudi Saudi riyal Iraq Iraqi dinar EROPA Belarus Belarusian ruble OCEANIA Kepulauan Solomon Solomon Islands dollar AMERIKA Bolivia Bolivian boliviano Barbados Barbadian dollar Argentina Argentine peso Trinidad dan Tobago Trinidad and Tobago dollar AFRIKA Zimbabwe United States dollar, Botswana pula, Euro, Poundsterling, South African rand Angola Angolan kwanza Sierra Leone Sierra Leonean leone Sumber: IMF (Classification of Exchange Rate Arrangements and Monetary Policy Frameworks), 2006
Selain sistem nilai tukar tetap, terdapat juga sistem nilai tukar mata uang yang lebih ketat seperti dewan mata uang, dolarisasi dan uni moneter. Salah satu negara pernah yang menggunakan dewan mata uang adalah Argentina. Dengan menggunakan dewan mata uang tersebut Argentina dapat menghadapi gejolak arus modal. Pemilihan sistem tersebut didasari atas pengalaman trauma hyperinflasi dan kebijakan pemerintah yang tidak kredibel untuk mengatasinya. Negara yang memilih dewan mata uang menandakan pemerintahan tersebut bersedia melepaskan independensi kebijakan moneternya dengan harapan tidak lagi mengalami hyperinflasi. Saat ini, negara-negara yang masih menggunakan dewan mata uang antara lain Bosnia Herzegovina, Brunei Darussalam, Bulgaria, Hong Kong SAR, Djibouti, Estonia, dan Lithuania (IMF, 2006). Tiga negara eropa seperti Estonia, Lithuania, dan Bulgaria merupakan negara yang kegiatan perdagangan luar negerinya tergantung kepada negara atau wilayah lain yang lebih besar kekuatan ekonominya. Negara-negara tersebut menggunakan dewan mata uang untuk mempermudah dalam bergabung dengan Uni Eropa sebagai mitra dagang utama. Negara yang menganut nilai tukar tetap pada umumnya juga mempertimbangkan faktor memiliki atau mudah memperoleh dukungan untuk mencapai suatu tingkat cadangan devisa yang memadai. Selain itu juga telah memiliki sistem pengawasan dan pengaturan keuangan yang baik. Jika dua hal ini tidak dipenuhi maka negara tersebut akan mudah mengalami krisis mata uang dan berlanjut dengan krisis perbankan.
3 Negara-negara yang tidak memiliki fundamental yang kuat sangat cocok untuk menetapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dengan meningkatkan fleksibilitas nilai tukar mata uang negara tersebut. Hal tersebut dikarenakan jika sistem nilai tukar tetap terus dipertahankan dapat mengakibatkan perekonomian negara tersebut dapat terganggu karena besarnya biaya untuk mempertahankan nilai tukar pada kondisi tetap. Kondisi tersebut terjadi di beberapa negara ketika terjadi krisis keuangan pada tahun 1997 khususnya di negara ASEAN seperti Thailand dan Indonesia. Penerapan sistem nilai tukar mengambang tersebut membuat otoritas moneter tidak perlu mempertahankan nilai tukar pada level tertentu. Meskipun demikian, sistem nilai tukar mengambang tersebut juga memiliki risiko, yaitu akan sering berfluktuasinya nilai tukar mata uang domestik. Berfluktuasinya nilai tukar mata uang domestik dapat menjadi indikasi bahwa terdapat masalah perekonomian di negara tersebut. Jika fluktuasi nilai tukar yang tinggi terus terjadi akan menimbulkan suatu ketidakpastian, meningkatkan biaya transaksi dan tingkat suku bunga, serta menghambat perdagangan internasional dan investasi. Jika nilai tukar terus bergerak dengan tidak stabil, otoritas terkait memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi. Intervensi valuta asing bertujuan untuk mempengaruhi nilai dari nilai tukar tersebut. Di banyak negara, aktivitas intervensi dilakukan oleh otoritas moneter seperti bank sentral, dan terdapat juga negara yang intervensi valuta asingnya dilakukan oleh kementerian keuangan. Intervensi bank sentral dilakukan dengan menjual aset dalam bentuk mata uang asing untuk mempengaruhi aset domestik di pasar valuta asing. Bank sentral memiliki dua cara dalam melakukan operasi intervensi yaitu dengan intervensi secara terbuka dan secara rahasia (Dominguez, 1998). Intervensi secara terbuka dilakukan dengan cara membiarkan publik mengetahui otoritas moneter sedang melakukan intervensi di pasar valuta asing. Sebaliknya, intervensi secara rahasia dilakukan oleh otoritas moneter tanpa diketahui oleh publik. Publik baru akan mengetahui telah dilakukan aktivitas intervensi oleh otoritas moneter pada laporan yang dipublikasikan otoritas moneter secara periodik. Salah satu kasus aktivitas intervensi terjadi di Amerika Serikat dimana otoritas moneter negara tersebut melakukan intervensi nilai tukar mata uang asing sekitar tahun 1970. Pada saat tersebut Amerika Serikat menganut sistem nilai tukar mata uang mengambang. Pada periode tersebut otoritas moneter Amerika Serikat berhasil menunjukkan bahwa intervensi merupakan kebijakan yang efektif dapat mempengaruhi nilai relatif dolar Amerika Serikat terhadap mata uang asing (Schwartz, 2000). Meskipun demikian, Intervensi dapat gagal dilaksanakan jika kebijakan yang dikeluarkan hanya fokus pada target nilai tukar tapi bukan pada efektivitas instrumen intervensi tersebut. Intervensi pada umumnya didefinisikan sebagai transaksi mata uang asing oleh otoritas moneter yang dirancang untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang domestik (Neely, 2001). Intervensi otoritas moneter dalam hal ini bank sentral dapat dilakukan dengan penjualan dan pembelian mata uang asing dalam rangka mengarahkan nilai tukar ke level tertentu dan meredam volatilitas nilai tukar yang tinggi sehingga tidak terjadi kekacauan di pasar valuta asing (Seerattan, 2006).
4 Perumusan Masalah Krisis keuangan menjadi salah satu penyebab tingginya fluktuasi nilai tukar mata uang. Ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada 1997 banyak negara yang terkena dampaknya. Krisis keuangan di Asia tersebut terjadi pertama kali di Thailand dan kemudian menyebar ke Indonesia dan Korea Selatan. Ketiga negara tersebut merupakan negara yang paling merasakan dampak dari krisis tersebut. Krisis keuangan tersebut juga mempengaruhi kondisi keuangan di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Laos dan Filipina dimana terjadi penurunan kondisi perekonomian meskipun tidak terlalu parah. Cina, Taiwan, Singapura, Brunei dan Vietnam juga terkena dampak krisis dengan turunnya permintaan dan kepercayaan seluruh kawasan. Pada saat terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, otoritas moneter di negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand kemudian mengalihkan sistem nilai tukar mata uang negara masing-masing. Indonesia dan Thailand beralih dari sistem nilai tukar mengambang terkendali dan tetap ke sistem nilai tukar mengambang bebas pada Juli 1997. Selain kedua negara ASEAN tersebut, di kawasan Asia Korea Selatan juga melakukan pengalihan sistem nilai tukar dari sebelumnya mengambang terkendali ke mengambang bebas pada November 1997. Langkah tersebut diambil karena tiga negara tersebut ketika terjadi krisis keuangan tidak mampu mempertahankan nilai tukar mata uangnya pada level tertentu pada saat menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali dan tetap. Selain hal tersebut, biaya yang harus dikeluarkan oleh tiga negara tersebut untuk menjaga nilai tukar cukup besar dan dapat mempengaruhi jumlah cadangan internasional sehingga otoritas moneter negara tersebut harus mengalihkan sistem nilai tukarnya ke sistem nilai tukar mengambang. Pada September 1998, Malaysia kembali menerapkan sistem nilai tukar tetap. Untuk mengatasi kondisi perekonomian yang tidak menentu pada saat menggunakan sistem nilai tukar tetap, otoritas moneter Malaysia menerapkan kebijakan dengan melakukan pengendalian devisa. Kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebijakan yang disarankan oleh otoritas moneter internasional, dimana pada saat tersebut terjadi krisis keuangan di sebagian kawasan Asia. Meskipun demikian, kebijakan moneter yang diterapkan oleh otoritas moneter Malaysia berhasil menghindarkan negara tersebut dari kondisi krisis keuangan yang sangat buruk di kawasan Asia. Malaysia kembali beralih dari sistem nilai tukar tetap ke sistem nilai tukar mengambang terkendali pada Juli 2005 (Tabel 2). Tabel 2 Sistem nilai tukar negara tiga negara ASEAN Negara Periode Sistem Nilai Tukar Indonesia November 1978-Juni 1997 Mengambang terkendali Juli 1997- Desember 2012 Mengambang bebas Malaysia Januari 1986-Februari 1980 Limited flexibility Maret 1990-November 1992 Tetap Desember 1992-September 1998 Mengambang terkendali September 1998- Juli 2005 Tetap Juli 2005 – Desember 2012 Mengambang terkendali Thailand Januari 1970-Juni 1997 Tetap Juli 1997-Desember 2012 Mengambang bebas
5 Risiko yang dihadapi oleh negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang adalah risiko berfluktuasinya nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri. Dalam sistem tersebut, nilai tukar sangat dipengaruhi oleh transaksi internasional yang terbentuk di pasar valuta asing. Jika terjadi perubahan nilai tukar suatu negara maka akan berpotensi mempengaruhi nilai tukar mata uang negara lainnya. Hal tersebut berpotensi terjadi ketika negara-negara tersebut berada pada satu kelompok kawasan seperti di ASEAN. Sejak tahun 2002 hingga 2012, nilai tukar domestik negara-negara di kawasan ASEAN yang memberlakukan sistem nilai tukar mata uang mengambang selalu berfluktuasi terhadap mata uang luar negeri khususnya dolar Amerika Serikat. Hal sebaliknya terjadi pada negara yang pernah memberlakukan sistem nilai tukar mata uang tetap pada periode tersebut, dimana perubahan nilai tukar negaranegara tersebut cenderung tetap pada satu titik tertentu seperti Malaysia sebelum pertengahan tahun 2005 dan Vietnam pada tahun 2004 hingga 2007 (Gambar 1). 50 40 30
Persen
20 10 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-10 -20 -30 -40
Tahun
Gambar 1 Persentase perubahan nilai tukar mata uang domestik negara ASEAN terhadap dolar Amerika Serikat tahun 2002-2012. Sumber: www.oanda.com/currency/historical-rates/, 2013 Keterangan gambar : ─♦─ = Indonesia ─■─ = Thailand ─▲─ = Filipina ─x─ = Vietnam ─*─ = Malaysia Negara-negara yang berada pada satu kawasan memiliki banyak keuntungan kepada negara anggotanya salah satunya yaitu keuntungan dalam bidang ekonomi. Keuntungan dalam bidang ekonomi tersebut dapat berupa kemudahan akses dalam melakukan transaksi internasional antar negara. Hal tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi antara kedua negara tersebut. Selain memberikan keuntungan, negara-negara yang berada dalam satu kawasan tersebut dapat juga memberikan kerugian bagi setiap negara anggotanya. Jika salah satu negara mengalami masalah perekonomian seperti krisis keuangan maka negara lain juga berisiko untuk mengalami krisis keuangan yang sama. Hal tersebut terjadi ketika krisis di Thailand tahun 1997, krisis keuangan tersebut berawal dari kredit macet di sektor properti yang kemudian berdampak ke berbagai sektor ekonomi termasuk sektor moneter sehingga negara tersebut terkena krisis keuangan. Pada
6 saat tersebut nilai tukar mata uang baht terdepresiasi cukup tinggi dengan harga 54 baht per dolar Amerika Serikat. Krisis di Thailand berdampak ke negara lain di kawasan ASEAN dan Asia Timur. Hal tersebut ditandai dengan tertekannya nilai tukar mata uang domestik beberapa negara ASEAN terhadap dolar Amerika Serikat seperti di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Krisis tersebut juga melanda negara lain di luar kawasan tersebut seperti di Jepang dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, krisis di Jepang dan Amerika Serikat tidak dipengaruhi secara langsung oleh krisis keuangan di ASEAN tersebut. Krisis yang terjadi di kedua negara tersebut disebabkan oleh masalah non keuangan seperti adanya masalah virus di Jepang. Selain itu, adanya kekhawatiran mengenai kondisi perekonomian Asia yang tidak bagus juga menjadi masalah. Hal tersebut mengakibatkan perdagangan antara kedua negara menjadi terganggu sehingga memperburuk kondisi perekonomian keduanya. Krisis keuangan yang terjadi di beberapa negara tersebut dapat menimbulkan hambatan dalam transaksi antar negara seperti gangguan dalam aktivitas ekspor dan impor antar negara. Hambatan dalam transaksi internasional tersebut secara tidak langsung dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik tertekan sehingga akan sering terjadi fluktuasi mata uang di pasar valuta asing. Adanya masalah ekonomi di internasional juga akan lebih menekan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri. Tekanan yang sangat tinggi dapat mengakibatkan nilai tukar mata uang dometik mengalami depresiasi ataupun apresiasi yang berlebihan sehingga mengganggu kondisi perekonomian domestik negara tersebut. Untuk mengendalikan pergerakan nilai tukar yang berlebihan tersebut, otoritas moneter akan melakukan intervensi mata uang di pasar valuta asing dengan harapan mata uang domestik akan menjadi stabil. Intervensi di pasar valuta asing merupakan cara yang dilakukan oleh otoritas moneter untuk mengendalikan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri. Aktivitas intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter tersebut dapat mempengaruhi jumlah cadangan internasional negara jika otoritas moneter tersebut menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi valuta asing. Salah satu bentuk intervensi yang memanfaatkan cadangan internasional yaitu unutk pengendalian jumlah uang yang beredar di pasar valuta asing. Otoritas moneter setiap negara memiliki cara yang berbeda dalam menentukan bagaimana dan seberapa besar derajat intervensi nilai tukar tersebut akan dilakukan. Hal tersebut dapat didasari pada kondisi nilai tukar saat itu dan kebijakan moneter yang berlaku di negara tersebut. Intervensi valuta asing yang dilakukan otoritas moneter di setiap negara dapat berhasil atau gagal dalam mengatasi fluktuasi nilai tukar. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh seberapa besar tekanan nilai tukar domestik di pasar valuta asing dan efektivitas intervensi yang dilakukan otoritas moneter di pasar valuta asing. Tekanan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing yang terjadi di pasar valuta asing dapat diketahui dan dianalisis dengan menggunakan indeks tekanan nilai tukar atau exchange market pressure (EMP). Indeks tekanan nilai tukar tersebut dapat menunjukkan waktu dan ukuran tekanan nilai tukar yang terjadi. Terjadinya tekanan nilai tukar domestik di pasar valuta asing akan mendorong otoritas moneter untuk menstabilkan nilai tukar dengan melakukan intervensi di pasar tersebut. Otoritas moneter di beberapa negara
7 menginformasikan ke publik aktivitas intervensi yang dilakukan di pasar valuta asing secara jelas seperti waktu dan ukuran intervensi tersebut. Alasan dipublikasikannya intervensi nilai tukar kepada publik yaitu untuk mengajarkan publik tentang perilaku otoritas moneter dan juga untuk mempengaruhi ekspektasi para pelaku pasar valuta asing (Echavarría et al, 2013). Terdapat juga otoritas moneter yang tidak mempublikasikan aktivitas intervensinya di pasar valuta asing. Informasi intervensi yang tertutup tersebut menyulitkan pelaku pasar untuk mengetahui efektivitas intervensi otoritas moneter di pasar valuta asing. Tujuan tidak dipublikasikannya aktivitas intervensi oleh otoritas moneter yaitu untuk menghindari spekulasi dari pelaku pasar valuta asing. Meskipun demikian, aktivitas intervensi nilai tukar dapat diketahui dan dianalisis dengan menggunakan indeks intervensi atau exhange market intervention (EMI). Indeks intervensi tersebut dapat menggambarkan bagaimana perilaku otoritas moneter dalam melakukan intervensi. Pada penelitian ini, indeks tekanan nilai tukar dan intervensi dianalisis dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Weymark (1995). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: Bagaimana tekanan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar 1. negeri pada pasar valuta asing di tiga negara ASEAN pada periode penelitian? Bagaimana aktivitas intervensi otoritas moneter tiga negara ASEAN di 2. pasar valuta asing pada periode penelitian? 3. Bagaimana pengaruh intervensi otoritas moneter tiga negara ASEAN dalam stabilisasi nilai mata uang domestik terhadap dolar Amerika Serikat? Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: Menentukan tingkat tekanan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang luar negeri pada pasar valuta asing di tiga negara ASEAN. Menentukan aktivitas intervensi otoritas moneter tiga negara ASEAN di pasar valuta asing. Menentukan pengaruh intervensi otoritas moneter terhadap nilai tukar mata uang domestik di tiga negara ASEAN terhadap dolar Amerika Serikat. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai aktivitas intervensi tiga negara ASEAN di pasar valuta asing dan pengaruh intervensi tersebut terhadap nilai tukar mata uang domesik negaranegara tersebut terhadap dolar Amerika Serikat. Selain itu, untuk menginformasikan mengenai sejauh mana tekanan nilai tukar mata uang domestik terhadap dolar Amerika Serikat pada pasar valuta asing di negara-negara tersebut. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis indeks tekanan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing dan intervensi bank sentral di pasar
8 valuta asing pada negara-negara ASEAN. Negara ASEAN yang diteliti adalah negara ASEAN yang termasuk negara small open economy. Negara-negara yang diteliti antara lain Indonesia, Malaysia dan Thailand. Adanya keterbatasan dan kendala dalam memperoleh data beberapa negara ASEAN menjadi alasan kenapa hanya tiga negara tersebut yang dapat diteliti. Untuk peubah luar negeri, data yang digunakan adalah data negara Amerika Serikat.
2 TINJAUAN PUSTAKA Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Girton dan Roper (1977) menggunakan exchange market pressure untuk mengukur tekanan di pasar valuta asing, dimana terjadi disekuilibrium di pasar uang sehingga mengakibatkan perubahan pada nilai tukar dan cadangan internasional. Model dan asumsi yang digunakan adalah tidak memasukkan peubah kredit domestik dalam model yang mempengaruhi tekanan nilai tukar. Tekanan nilai tukar hanya dihitung berdasarkan persentase perubahan nilai tukar dan cadangan internasional. Weymark (1995) menjelaskan bahwa exchange market pressure merupakan ukuran dari jumlah kelebihan permintaan terhadap mata uang di pasar internasional sebagai perubahan nilai tukar yang dibutuhkan untuk menghilangkan dampak kelebihan permintaan mata uang pada saat tidak adanya intervensi di pasar valuta asing. Dengan kata lain, exchange market pressure merupakan ukuran dari perubahan nilai tukar yang akan terjadi jika bank sentral menahan diri untuk tidak melakukan intervensi di pasar valuta asing. Exchange market pressure tidak secara umum sama dengan perubahan nilai tukar yang terjadi pada sistem nilai tukar mengambang bebas. Sebaliknya exchange market pressure terkait dengan guncangan ketidakseimbangan eksternal (Spolander, 1999) Intervensi dalam dapat didefinisikan sebagai bank sentral yang melakukan pembelian dan penjualan mata uang asing untuk memperbaiki penyimpangan jangka pendek dan untuk mengurangi volatilitas jangka pendek nilai tukar sehingga kondisi pasar stabil kembali. Intervensi bukan merupakan kebijakan yang bebas untuk dilakukan karena harus disesuaikan dengan kebijakan makroekonomi yang berlaku di negara tersebut. Jika bertentangan dengan kebijakan makroekonomi dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dalam portfolio sehingga dapat memperburuk kondisi perekonomian (Canales-Kriljenko, Guimaraes dan Karacadag, 2003). Model Exchange Market Pressure dan Exchange Market Intervention Salah satu model yang dapat digunakan dalam mengukur exchange market pressure adalah model yang telah dikembangkan oleh Weymark (1995). Model tersebut mengasumsikan bahwa negara termasuk kedalam small open economy dimana harga barang domestik dipengaruhi oleh harga barang luar negeri dan nilai tukar mata uang. Output domestik dan tingkat harga luar negeri merupakan peubah eksogen. Diasumsikan substitusi sempurna antara aset domestik dan aset
9 luar negeri. Jika otoritas moneter menerapkan kebijakan intervensi yang tidak disterilisasi, maka model yang akan digunakan adalah: (1) (2) (3) (4) (5) Dimana: mt : logaritma dari jumlah uang beredar pada periode t, s dan d masing-masing menunjukkan penawaran dan permintaan. pt : logaritma dari tingkat harga barang domestik pada periode t * pt : logaritma dari tingkat harga barang luar negeri pada periode t yt : logaritma dari output domestik ril pada periode t it : logaritma dari tingkat suku bunga domestik pada periode t it * : logaritma dari tingkat suku bunga luar negeri pada periode t et : logaritma dari nilai tukar pada periode t. ∆dt : [htDt – ht-1Dt-1]/Mt-1 dimana ht adalah angka pengganda uang pada periode t, Dt adalah kredit domestik pada periode t dan Mt-1 adalah uang primer periode t-1. ∆rt : [htRt – ht-1Rt-1]/Mt-1 dimana Rt adalah jumlah cadangan internasional pada periode t. Persamaan (1) dan (3) menunjukkan model standard dari small open economy dimana output eksogen dan aset luar negeri serta domestik merupakan substitusi sempurna. Persamaan (1) menunjukkan permintaan uang yang dipengaruhi oleh tingkat harga barang domestik, output dan tingkat suku bunga. Persamaan (2) menunjukkan tingkat harga domestik yang dipengaruhi oleh tingkat harga barang luar negeri dan nilai tukar. Persamaan (3) menunjukkan tingkat suku bunga domestik yang dipengaruhi oleh tingkat suku bunga luar negeri, nilai tukar dan ekspektasi nilai tukar satu periode ke depan. Persamaan (4) menunjukkan penawaran uang yang dipengaruhi oleh jumlah penawaran uang pada satu periode sebelumnya, kredit domestik dan cadangan internasional. Persamaan (5) menunjukkan perubahan cadangan internasional sebagai hasil dari respon kebijakan otoritas moneter dalam menanggapi perubahan nilai tukar. Dengan mensubstitusi persamaan (2), (3) ke persamaan (1) maka diperoleh persamaan permintaan uang (6): (6) Dengan mengasumsikan bahwa terdapat money market clears, maka untuk semua t. Dari persamaan (4), (5) dan (6) maka diperoleh: (7) Persamaan (7) mengindikasikan bahwa terjadi perubahan dalam nilai tukar yang ditunjukkan dalam persamaan (9): (8) (9) Dimana: (10) (11)
10 Persamaan (9) menunjukkan perubahan nilai tukar sebagai akibat dari adanya gangguan yang berasal dari luar sehingga mengganggu keseimbangan nilai tukar di pasar uang. Gangguan tersebut berasal dari perubahan tingkat harga luat negeri , perubahan output domestik ( , perubahan tingkat suku bunga luar negeri ( , dan perubahan kredit domestik Jika kebijakan yang dikeluarkan otoritas moneter mengindikasikan adanya intervensi terhadap nilai tukar maka dan . Dengan demikian maka diperoleh persamaan (12) yang dibentuk dari persamaan (8) dan (5). (12) Dari persamaan tersebut diperoleh definisi EMP sebagai: , dimana
(13)
Indeks EMP dapat bernilai positif atau negatif. Jika indeks EMP bernilai negatif menunjukkan bahwa terjadi tekanan apresiasi nilai tukar di pasar valuta asing, sebaliknya ketika indeks EMP bernilai positif menunjukkan bahwa telah terjadi tekanan depresiasi nilai tukar di pasar valuta asing. Persamaan (13) berlaku untuk kebijakan intervensi sterilisasi dan tidak sterilisasi. Adanya tekanan pada nilai tukar mendorong otoritas kebijakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing. Weymark (1997) menggungakan indeks EMI untuk mengetahui aktivitas intervensi yang dilakukan otoritas kebijakan dan mendefinisikan indeks EMI sebagai: (14) (15) (16) Persamaan (14) merupakan indeks EMI ketika terdapat intervensi secara langsung (intervensi yang tidak disterilisasi) oleh otoritas kebijakan, persamaan (15) merupakan indeks EMI ketika intervensi tidak langsung (intervensi yang disterilisasi) oleh otoritas kebijakan, dan persamaan (16) merupakan indeks EMI ketika intervensi secara langsung dan tidak langsung dikombinasikan di pasar valuta asing. Weymark (1995) menjelaskan bahwa indeks EMI, , memiliki nilai antara – œ hingga +œ. Ketika otoritas kebijakan menerapkan sistem nilai tukar mata uang mengambang bebas maka perubahan cadangan internasional sama dengan nol ( ) dan indeks intervensi bernilai nol ( ). Ketika otoritas kebijakan menerapkan sistem intervensi secara langsung untuk menjaga nilai tukar mata uang tetap maka perubahan nilai tukar bernilai nol ( ) dan indeks intervensi bernilai satu ( ). Nilai indeks intervensi yang berkisar antara 0 dan 1 menunjukkan bahwa terjadi intermediasi nilai tukar dimana otoritas kebijakan berupaya untuk mengurangi tekanan depresiasi dan apresiasi nilai tukar di pasar valuta asing. Nilai indeks intervensi yang bernilai negatif menunjukkan intervensi nilai tukar mengakibatkan pergerakan nilai tukar semakin buruk. Nilai negatif tersebut terjadi jika otoritas pembuat kebijakan membuat nilai tukar terdepresiasi (terapresiasi) ketika permintaan uang domestik dalam kondisi negatif (positif). Jika nilai indeks intervensi lebih dari 1 menunjukkan bahwa otoritas kebijakan membuat nilai tukar bergerak dalam arah yang berlawanan. Pada kasus tersebut otoritas kebijakan
11 membuat nilai tukar terdepresiasi (terapresiasi) ketika permintaan uang domestik dalam kondisi positif (negatif). Penelitian Terdahulu Penelitian yang menggunakan analisis EMP dan EMI telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Hal tersebut dikarenakan dengan menganalisis EMP dan EMI dapat diketahui seberapa besar tekanan nilai tukar di pasar valuta asing dan seberapa besar peran bank sentral dalam mengatasi permasalahan nilai tukar khususnya bagi negara-negara yang tidak mempublikasikan intervensi otoritas kebijakan di pasar valuta asing. Weymark (1995) membuat model EMP dan EMI dengan mengembangkan model yang pernah dibuat oleh Girton dan Roper (1977). Weymark (1995) melakukan penelitian dengan kasus di Kanada pada periode 1975 hingga 1990 dengan menggunakan data kuartal. Penelitian tersebut menganalisis tekanan nilai tukar dan intervensi berdasarkan hubungan bilateral dan multilateral Kanada dengan negara lainnya. Penelitian tersebut menggunakan data peubah seperti jumlah uang beredar, tingkat harga domestik dan luar negeri, output domestik riil, tingkat suku bunga domestik dan luar negeri, nilai tukar, angka pengganda uang dan cadangan internasional. Untuk data yang berasal dari luar negeri, penelitian tersebut menggunakan data Amerika Serikat untuk estimasi bilateral. Sedangkan untuk multilaretal menggunakan data rata-rata dari negara G10 dan International Monetary Fund’s MERM. Penelitian tersebut menggunakan metode 2SLS untuk mengestimasi parameter yang dibutuhkan dalam menghitung indeks EMP dan EMI. Data first differenced digunakan untuk mengestimasi parameter tersebut karena setelah melakukan uji akar unit semua data berada pada I(1). Hasil estimasi tekanan nilai tukar yang dilakukan dapat menggambarkan waktu terjadinya tekanan nilai tukar negara tersebut baik berdasarkan bilateral maupun multilateral. Berdasarkan hasil penghitungan indeks intervensi penelitian tersebut mengindikasikan bahwa Bank of Canada sangat aktif dalam mengontrol nilai tukar negara tersebut selama periode penelitian. Hal tersebut ditunjukkan dengan indeks intervensi yang bergerak disekitar angka 1. Dalam penelitian tersebut juga menunjukan bahwa target utama dalam intervensi tersebut adalah stabilisasi nilai tukar Kanada terhadap dolar Amerika Serikat. Intervensi yang dilakukan otoritas moneter Kanada dinilai cukup berhasil karena berdasarkan penghitungan indek intervensi tidak ditemukan intervensi yang mengakibatkan memburuknya nilai tukar mata uang negara tersebut. Dari hasil analisa tersebut juga dapat disimpulkan bahwa Kanada menerapkan sistem nilai tukar mata uang mengambang terkendali. Penelitian mengenai indeks EMP dan EMI dilakukan juga oleh Chung (2005). Penelitian tersebut mengambil kasus di negara Korea Selatan pada tahun 1988 hingga 1999. Penelitian tersebut menganalisa EMP dan EMI Korea Selatan sebelum dan pada saat terjadi krisis keuangan di negara tersebut. Model dan peubah yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan model penelitian yang dikembangkan oleh Weymark (1995). Selain itu, metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter juga mengadopsi penelitian yang dilakukan Weymark (1995) yaitu menggunakan metode 2SLS. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebelum terjadi krisis keuangan di Korea Selatan indeks
12 EMP Korea Selatan cenderung stabil. Kebijakan moneter Korea Selatan yang diberlakukan sebelum krisis tersebut adalah kebijakan kontraktif. Pada saat tersebut, indeks EMI menunjukkan bahwa sering dilakukan aktivitas intervensi oleh otoritas moneter Korea Selatan. Sebelum terjadinya krisis, indeks intervensi pernah mencapai nilai terendah. Hal tersebut menunjukkan intervensi yang dilakukan otoritas moneter pernah mengalami kegagalan dalam mengendalikan nilai tukar. Ketika terjadi krisis keuangan, indeks EMP menunjukkan nilai yang sangat tinggi yaitu sebesar 45.03. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi tekanan depresiasi yang sangat besar di Korea Selatan pada saat terjadi krisis keuangan tersebut. Pada saat terjadi krisis keuangan tersebut, indeks EMI menunjukkan hasil yang berlawanan dengan indeks EMP dimana indeks EMI cenderung mendekati nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika terjadi krisis keuangan di Korea Selatan otoritas moneter tidak melakukan intervensi di pasar valuta asing. Pada Desember 1997, mata uang Won Korea dibiarkan mengambang bebas pada saat krisis, dimana pada saat tersebut pemerintah tidak melakukan kontrol terhadap mata uang tersebut. Hal tersebut mengakibatkan nilai tukar tidak mungkin dipertahankan sehingga pembayaran utang luar negeri tidak dapat dilakukan. Meskipun sistem nilai tukar mengambang bebas di negara tersebut diberlakukan terlihat pada periode 1998 hingga 1999 otoritas moneter Korea melakukan intervensi di pasar valuta asing karena terus tertekannya nilai tukar won tersebut. Intervensi tersebut tidak memberikan pengaruh ke nilai tukar karena indeks intervensi tersebut bernilai negatif. Penelitian dengan menggunakan model small open economy yang sama dengan Weymark (1995) dilakukan juga oleh Baig, Narasimhan, dan Ramachandran (2003). Penelitian tersebut dibangun dengan mengestimasi model kemudian menghitung aktivitas indeks EMP dan EMI. Penelitian tersebut dilakukan di India dan bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari kebijakan moneter Reserve Bank of India. (RBI) yaitu nilai tukar yang berdasarkan pasar. Penelitian tersebut menggunakan data time series bulanan periode 1993:1 hingga 2002:3. Peubah yang digunakan yaitu indeks produksi dengan pertimbangan tidak tersedianya data income bulanan, indeks harga, reserve money, narrow money, broad money, net domestic assets, net foreign exchange assets, nilai tukar rupee terhadap dollar, call money rate, suku bunga Amerika Serikat, dan data impor bulanan. Sebelum melakukan estimasi parameter, data yang ada diuji stasioneritas dengan menggunakan uji Phillips-Perron, Dari hasi uji tersebut diperoleh sebagian data yang stasioner di level dan juga stasioner di first difference, meskipun demikian semua data yang digunakan adalah data yang stationer di first difference. Dengan menggunakan data yang telah stasioner tersebut, kemudian dilakukan estimasi parameter dengan menggunakan metode 2SLS dan selanjutnya menghitung indeks EMP dan EMI. Dari hasil penghitungan indeks EMP dan indeks intervensi diperoleh bahwa RBI lebih mengakomodasi terjadinya depresiasi Rupee terhadap dollar dengan cara mencegah terjadinya apresiasi secara agresif. Hal tersebut terlihat dengan nilai indeks EMP yang bergerak disekitar nol pada periode pengamatan. Sedangkan nilai indeks EMI mendekati satu. Hal tersebut menunjukkan secara aktif RBI melakukan intervensi di pasar valuta asing. Penjualan bersih mata uang asing terpaksa dilakukan oleh RBI hanya pada saat terjadi krisis. Intervensi yang dilakukan RBI secara langsung tidak dapat dikatakan efektif.
13 Model Weymark (1995) telah sering digunakan oleh para peneliti untuk menganalisis seberapa besar tekanan nilai tukar dan tekanan intervensi yang dilakukan oleh bank sentral. Hal tersebut dikarenakan model Weymark sangat bermanfaat untuk menganalisis tekanan intervensi suatu negara yang tidak mempublikasikan aktivitas intervensinya. Selain itu, model Weymark juga dapat mengukur aktivitas multi intervensi khususnya di negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang. Chen dan Taketa (2006) melakukan pengujian ketepatan indeks intervensi yang dikembangkan oleh Weymark dengan membandingkan indeks intervensi Weymark dengan indeks intervensi sebenarnya. Chen dan Taketa (2006) mengambil kasus di Jepang dimana negara tersebut mempublikasikan aktivitas intervensi yang dilakukan oleh bank sentral Jepang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan indeks intervensi Weymark dan indeks sebenarnya berbeda, dimana indeks Weymark menunjukkan kuatnya intervensi otoritas moneter Jepang pada periode pengamatan sedangkan indeks sebenarnya menunjukan hasil sebaliknya. Meskipun demikian, Chen dan Taketa (2006) mengatakan indeks Weymark dapat mengukur indeks intervensi secara masuk akal jika model Weymark dapat dispesifikasikan secara benar dan diaplikasikan secara hati-hati.
3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi dalam penelitian ini adalah data deret watu (time series bulanan. Periode penelitian yang digunakan adalah periode 2002:1 hingga 2012:12. Periode tersebut dipilih karena terdapat negara yang masih menerapkan sistem nilai tukar tetap dan terdapat juga negara yang sudah menerapkan sistem nilai tukar mengambang. Selain itu, pada periode tersebut terjadi beberapa masalah perekonomian di beberapa negara di dunia termasuk di ASEAN sehingga fluktuasi nilai tukar mata uang domestik di negara ASEAN tersebut dapat terlihat. Pada penelitian ini negara ASEAN yang dihitung nilai indeks tekanan nilai tukar dan indeks tekanan intervensinya terdiri dari tiga negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Pemilihan negara-negara tersebut didasarkan atas kemudahan dalam memperoleh data. Selain itu, negara-negara tersebut juga termasuk ke dalam negara small open ecomony. Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain jumlah uang beredar (broad money), tingkat harga barang domestik dan luar negeri, output domestik, tingkat suku bunga domestik dan luar negeri, nilai tukar domestik terhadap luar negeri, cadangan internasional, uang primer, angka pengganda uang, dan kredit domestik (Tabel 3). Tabel 3 Jenis dan sumber data No Jenis data Sumber 1 Broad money International Financial Statistics 2 Indeks harga konsumen domestik International Financial Statistics 3 Indeks harga konsumen Amerika International Financial Statistics
14 Serikat 4 Suku bunga pasar uang antar bank 5 Federal Fund Rate 6 Indeks produksi 7 Kredit domestik 8 Cadangan internasional 9 Nilai tukar mata uang domestik per dolar Amerika Serikat 10 Uang primer
International Financial Statistics International Financial Statistics CEIC International Financial Statistics CEIC CEIC CEIC
Data tingkat harga luar negeri yang digunakan adalah data indeks harga konsumen Amerika Serikat. Untuk data output domestik digunakan data indeks produksi domestik. Data Gross Domestic Product tidak dapat digunakan karena data tersebut hanya tersedia dalam bentuk kuartal. Untuk data tingkat suku bunga luar negeri digunakan data suku bunga Federal Funds rate Amerika Serikat. Untuk data nilai tukar, data yang digunakan adalah data nilai tukar nominal mata uang domestik masing-masing negara ASEAN terhadap dolar Amerika Serikat. Terdapat negara yang tidak mempublikasi data kredit domestik. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan perhitungan secara manual dengan menggunakan data keuangan yang mendukung sesuai dengan teori yang ada. Data angka pengganda uang diperoleh dari pembagian antara jumlah uang beredar dengan uang primer. Sedangkan data kredit domestik diperoleh dari selisih antara cadangan internasional dan uang primer. Analisis Data Penelitian ini mengunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis dengan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Hal tersebut dikarenakan model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model persamaan simultan, dimana masing-masing persamaan menjelaskan satu peubah yang ditentukan dalam model tersebut. Adanya simultanitas ini menyebabkan penduga parameter dengan metode ordinary least squares (OLS) bersifat tidak konsisten dan bias sehingga perlu metode pendugaan alternatif yang salah satunya adalah 2SLS. Program yang digunakan untuk mengolah data adalah EViews 6 dan Microsoft Excel 2010. Spesifikasi Model Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Weymark (1995), dengan mengasumsikan adanya market equilibrium dalam bentuk selisih. Semua variabel yang digunakan dinyatakan dalam bentuk logaritma natural (ln). (17) (18) Variabel intrumen yang digunakan adalah semua variabel predetermined seperti Keterangan:
15 t
: periode waktu : perubahan jumlah uang : perubahan tingkat harga domestik : perubahan indeks produksi : perubahan suku bunga domestik : perubahan suku bunga Federal Funds Rate : perubahan nilai tukar nominal : perubahan tingkat harga Amerika Serikat : perubahan ekspektasi nilai tukar nominal 1 periode ke depan : perubahan kredit domestik : perubahan jumlah cadangan internasional
Parameter yang akan digunakan adalah paremeter yang berasal dari persamaan (17) dan (18). Untuk menghitung indeks EMP dan EMI digunakan rumus sebagai berikut: Rumus EMP diperoleh dari , dimana
Rumus EMI Dengan menggunakan metode persamaan simultan akan diperoleh nilai dari a2 dan b2. Kemudian kedua nilai paremeter tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan indeks EMP. Indeks EMP yang bernilai negatif menunjukkan terjadi tekanan apresiasi dipasar valuta asing, sedangkan ketika indeks EMP bernilai positif menunjukkan telah terjadi tekanan depresiasi di pasar valuta asing. Setelah indeks EMP diperoleh, maka indeks EMI dapat dihitung. Nilai indeks intervensi yang berkisar antara 0 dan 1 menggambarkan intermediasi nilai tukar dimana bank sentral berupaya untuk mengurangi tekanan depresiasi dan apresiasi nilai tukar di pasar valuta asing. Nilai indeks intervensi yang negatif menunjukkan intervensi nilai tukar mengakibatkan pergerakan nilai tukar semakin buruk. Nilai negatif tersebut terjadi jika otoritas pembuat kebijakan membuat nilai tukar terdepresiasi (terapresiasi) ketika permintaan uang domestik dalam kondisi negatif (positif). Nilai indeks intervensi yang lebih dari 1 menunjukkan otoritas kebijakan membuat nilai tukar bergerak dalam arah yang berlawanan. Pada kasus tersebut otoritas pembuat kebijakan membuat nilai tukar terdepresiasi (terapresiasi) ketika permintaan uang domestik dalam kondisi positif (negatif). Pada penelitian ini, nilai tukar pada kondisi tidak ada intervensi juga dianalisa dengan menghitung nilai tukar imputed. Hal tersebut dilakukan untuk melihat sejauh mana intervensi otoritas moneter dalam mempengaruhi nilai tukar dengan membandingkan nilai tukar observed dan imputed. Nilai tukar imputed diperoleh dari rumus: . Identifikasi Model Persamaan simultan merupakan persamaan peubah tak bebas dalam suatu persamaan dimana peubah tersebut juga merupakan peubah bebas dalam
16 persamaan yang lain. Adanya simultanitas ini menyebabkan penduga parameter dengan metode ordinary least squares (OLS) bersifat tidak konsisten dan bias sehingga perlu metode pendugaan alternatif. Dalam persamaan simultan, istilah peubah bebas dan peubas tidak bebas diganti dengan istilah baru yaitu peubah endogen/endogenous variables (nilainya ditentukan dalam sistem persamaan) dan predetermined variables (nilainya tidak ditentukan secara langsung dalam sistem persamaan). Predetermined variables dibedakan menjadi dua yaitu lag endogenous variable (nilainya ditentukan lebih dulu) dan peubah eksogen (nilainya ditentukan dari luar model). Metode OLS tidak dapat menduga koefisien dalam persamaan simultan, kecuali jika model persamaan tersebut sudah diubah dalam bentuk persamaan sederhana (reduce form). Reduce form diperoleh dengan memecahkan sistem persamaan struktural sedemikian rupa sehingga setiap peubah endogen dalam model dapat dinyatakan sebagai fungsi dari peubah eksogen atau lagged endogenous variables. Jika bentuk sederhana dari model struktural persamaan simultan telah diketahui maka akan timbul permasalahan mengenai bisa atau tidaknya persamaan sederhana tersebut menghitung nilai parameter dalam model struktural. Masalah mengenai apakah persamaan struktural dapat diduga jika persamaan bentuk sederhana sudah diketahui disebut sebagai masalah identifikasi. Masalah identifikasi tersebut dipertimbangkan sebelum menentukan masalah pendugaan. Suatu persamaan struktural dikatakan unidentified (tidak teridentifikasi), jika tidak ada cara menduga parameter persaman struktural dari persamaan reduced form. Sedangkan, identified (teridentifikasi), jika dapat memperoleh dugaan parameter persamaan struktural dari persamaan reduced form. Suatu pesamaan struktural dikatakan exactly identified (teridentifikasi dengan tepat), jika diperoleh dugaan parameter yang khas, dan over identified (teridentifikasi berlebih), jika diperoleh dugaan parameter persamaan struktural yang tidak khas (lebih dari satu nilai) dari persamaan reduce form (Juanda, 2009). Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), identifikasi model ditentukan atas dasar order condition sebagai syarat keharusan dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Rumusan identikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G-1) dimana: K = Total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermine. M = Jumlah peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model, dan G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi berikut: (K-M) > (G-1) : maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) (K-M) = (G-1) : maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified) (K-M) < (G-1) : maka persamaan tersebut dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified) Terdapat dua cara mengestimasi persamaan simultan yaitu,
17 1. Indirect Least Squares (ILS) Metode ILS dilakukan dengan cara menerapkan metode OLS pada persamaan reduced form. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan prosedur ILS adalah persamaan struktural harus exactly identified. Selain itu variabel residual dari persamaan reduced form harus memenuhi semua asumsi stokastik dari teknik OLS. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan bias pada penaksiran koefisiennya. 2. Two Stage Least Squares (2SLS) Metode 2SLS sering digunakan dengan alasan untuk persamaan yang overidentified, penerapan 2SLS menghasilkan dugaan tunggal (sedangkan ILS menghasilkan dugaan ganda). Metode tersebut dapat digunakan pada kasus exactly identified. Pada kasus tersebut dugaan 2SLS = ILS. Dengan 2SLS tidak ada kesulitan untuk menduga standard error, karena koefisien struktural diduga secara langsung dari regresi OLS pada langkah kedua (sedangkan pada ILS mengalami kesulitan dalam menduga standard error). Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Dengan mengikuti prosedur identifikasi order condition maka berdasarkan model yang digunakan pada penelitian ini dapat diketahui bahwa jumlah K adalah 7. Untuk persamaan pertama jumlah M adalah 4 dan jumlah G sebanyak 2 sehingga K-M=7-4=3 dan G-1=2-1=1, maka (K-M)>(G-1). Sedangkan untuk persamaan kedua, jumlah M adalah 3 dan jumlah G sebanyak 2 sehingga K-M=7-3=4 dan G1=2-1=1, maka (K-M)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka kedua persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga parameter – parameternya dengan menggunakan metode 2SLS.
4 GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Nilai Tukar Thailand, Malaysia dan Indonesia Kondisi nilai tukar di tiga negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat periode 2002 hingga 2012 terus berfluktuasi. Hal tersebut dikarenakan negara-negara tersebut menganut sistem nilai tukar mengambang dimana nilai tukar negara tersebut nilainya tidak ditetapkan pada titik tertentu dan pergerakannya didasarkan pada mekanisme pasar. Berbeda dengan Indonesia dan Thailand, fluktuasi nilai tukar ringgit Malaysia terhadap dolar Amerika Serikat dimulai sejak tahun 2005. Hal tersebut dikarenakan negara tersebut sebelumnya menerapkan sistem nilai tukar tetap.
18 25.00 20.00 15.00
Persen
10.00 5.00 0.00 2002Q1
2003Q1
2004Q1
2005Q1
2006Q1
2007Q1
2008Q1
2009Q1
2010Q1
2011Q1
2012Q1
-5.00 -10.00 -15.00
Sumber: International Financial Statistics (2013), data diolah Gambar 2 Nilai Tukar Baht, Ringgit dan Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Keterangan: -♦- = Thailand -■- = Malaysia -▲- = Indonesia Negara yang nilai tukarnya paling sering berfluktuasi dan perubahannya cukup besar jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya pada periode 2002 hingga 2012 adalah Indonesia. Nilai tukar rupiah pada periode tersebut mengalami perubahan apresiasi dan depresiasi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan mata uang ringgit Malaysia dan baht Thailand. Nilai tukar rupiah terapresiasi paling tinggi terjadi pada kuartal tiga tahun 2002 yaitu sebesar 10.64 persen. Terapresiasinya nilai tukar rupiah pada periode tersebut ditunjang oleh membaiknya faktor fundamental, faktor regional, dan faktor sentimen. Selain itu, kondisi tersebut juga tidak terlepas dari intervensi BI dalam menjaga agar nilai tukar tidak terlalu berfluktuasi. Dari sisi fundamental apresiasi nilai tukar rupiah didorong oleh membaiknya neraca pembayaran dari defisit menjadi surplus. Dari sisi sentimen pasar, menguatnya nilai tukar rupiah juga ditunjang oleh menguatnya sentimen positif pasar yang didorong oleh keberhasilan penjadualan utang, persetujuan pencairan pinjaman IMF, perbaikan peringkat utang Indonesia oleh Fitch dan Standard and Poor, dan terlaksananya beberapa program privatisasi dan divestasi BCA dan Bank Niaga. Selain itu, pelemahan bursa Amerika sehubungan dengan berbagai skandal keuangan yang melibatkan beberapa perusahaan besar di Amerika Serikat dan menurunnya Fed Fund rate sebesar 50 bp mendorong melemahnya niali dolar Amerika Serikat terhadap yen Jepang yang kemudian berdampak pada sejumlah mata uang regional, termasuk rupiah (Bank Indonesia, 2002). Sedangkan nilai tukar rupiah terdepresiasi paling tinggi terjadi pada kuartal empat tahun 2008 yaitu sebesar 19.92 persen (Gambar 2). Hal tersebut dikarenakan pada periode tersebut terjadi krisis keuangan global yang bersumber dari Amerika Serikat. Periode tersebut merupakan puncak dari krisis keuangan global tersebut di Indonesia. Krisis telah memicu ketatnya likuiditas global dan meningkatkan persepsi risiko terhadap emerging market termasuk di Indonesia serta menimbulkan sentimen negatif di pasar keuangan. Hal itu menyebabkan terjadinya pelepasan aset rupiah oleh investor asing dalam jumlah yang signifikan
19 sehingga berpengaruh pada nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (Bank Indonesia, 2008). Indeks Harga Konsumen Thailand, Malaysia dan Indonesia Indeks harga digunakan untuk mengukur tingkat harga rata-rata. Indeks harga konsumen (IHK) adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar. Di beberapa negara IHK dijadikan sebagai target kebijakan moneter bank sentral karena kebijakan moneter yang diambil bank sentral selalu searah dengan kebijakan makroekonomi lainnya. Selain itu, ekspektasi inflasi selalu terkait secara langsung dengan harga konsumen. Secara langsung atau tidak langsung nilai indeks harga tersebut dapat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar. Gambar 3 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan negara yang nilai indeks harga konsumennya terus meningkat setiap tahunnya sejak periode 2002 hingga 2012. Pada tahun 2002 hingga 2005, IHK Indonesia masih berada dibawah Malaysia dan Thailand. Namun, sejak 2006 tingkat harga konsumen Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2012 dengan menggunakan tahun dasar 2005, IHK Indonesia tercatat 162.45 sedangkan Malaysia dan Thailand sebesar 105.03 dan 124.89. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat merupakan salah satu penyebab terus naiknya tingkat harga konsumen. Ketika nilai tukar mata uang suatu negara terdepresiasi, maka akan berdampak pada naiknya harga komoditi impor di dalam negeri, baik komoditi untuk konsumsi atau produksi (bahan baku dan barang modal). 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2002Q1
2003Q1
2004Q1
2005Q1
2006Q1
2007Q1
2008Q1
2009Q1
2010Q1
2011Q1
2012Q1
Sumber: International Financial Statistics (2013), data diolah Gambar 3 Indeks Harga Konsumen Thailand, Malaysia dan Indonesia Keterangan: -♦- = Indonesia -■- = Malaysia -▲- = Thailand Cadangan devisa Thailand, Malaysia dan Indonesia Cadangan devisa memiliki peranan penting dalam menjaga kestabilan perekonomian suatu negara. Cadangan devisa yang dimiliki suatu negara dapat
20 berupa valuta asing dan emas. Beberapa negara menggunakan cadangan devisa tersebut untuk keperluan pembiayaan kewajban luar negeri seperti pembiayaan impor dan pembayaran lainnya kepada pihak asing. Salah satu peranan cadangan devisa lainnya yaitu untuk menjaga kebutuhan likuiditas untuk menjaga stabilitas nilai tukar domestik terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Gambar 4 memperlihatkan posisi cadangan devisa Indonesia, Malaysia dan Thailand periode 2002 hingga 2012. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa ketiga negara tersebut memiliki jumlah devisa yang terus bertambah setiap tahunnya pada periode 2002 hingga 2012. Thailand merupakan negara yang memiliki cadangan devisa terbanyak diantara Indonesia dan Malaysia. Jumlah cadangan devisa Thailand pada tahun 2012 tercatat sebesar 181.61 miliar dolar Amerika Serikat, sedangkan Indonesia dan Malaysia sebesar 110.18 dan 139.68 miliar dolar. Thailand termasuk negara terbesar kedua yang memiliki jumlah cadangan devisa setelah Singapura. Thailand merupakan negara industri baru, dimana ekspor menjadi kekuatan utama dari negara tersebut. Ekspor Thailand menjadi andalan dan lebih dari dua per tiga dari gross domestic product (GDP) di tahun 2012 bersumber dari ekspor. Sektor industri dan jasa merupakan sektor utama yang menjadi kekuatan utama Thailand. Volume perdagangan Thailand menjadi terbesar kedua setelah Singapura. Selain itu, Thailand juga termasuk negara terbesar kedua yang memiliki perekonomian yang besar di ASEAN setelah Indonesia. 200000 180000 160000
Juta Dolar
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 2002Q1
2003Q1
2004Q1
2005Q1
2006Q1
2007Q1
2008Q1
2009Q1
2010Q1
2011Q1
2012Q1
Sumber: International Financial Statistics (2013), data diolah Gambar 4 Cadangan devisa Thailand, Malaysia dan Indonesia Keterangan: -♦- = Malaysia -■- = Indonesia -▲- = Thailand Suku bunga Thailand, Malaysia dan Indonesia Adanya perbedaan tingkat suku bunga antar negara menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. Jika suatu negara menaikan atau menurunkan tingkat suku bunga domestiknya maka akan berdampak pada likuiditas keuangan di negara tersebut. Jika suku bunga domestik lebih rendah dibandingkan suku bunga luar negeri
21 maka para pelaku pasar berpotensi akan mengalihkan dana atau instrumen keuangan dari dalam negeri ke luar negeri. Jika suku bunga dalam negeri lebih tinggi dibandingkan suku bunga luar negeri maka akan berpotensi sebaliknya, dimana pelaku pasar akan menyimpan dana atau instrumen keuangannya di dalam negeri. Gambar 5 memperlihatkan posisi tingkat suku bunga di Indonesia, Malaysia dan Thailand periode 2002 hingga 2012. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa diantara tiga negara tersebut, Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat suku bunga yang paling tidak stabil dan paling tinggi. Tingkat suku bunga Indonesia pada periode 2002 hingga 2012 tercatat mencapai nilai tertinggi pada kuartal dua tahun 2002 dengan tingkat suku bunga sebesar 16.76 persen. Meskipun demikian, suku bunga pada tahun tersebut secara bertahap cenderung diturunkan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kondisi moneter Indonesia yang terus menunjukkan perkembangan yang positif. Perkembangan uang primer menunjukkan pergerakan yang relatif stabil dan berada pada level di bawah target indikatif yang ditetapkan, sementara nilai tukar cenderung stabil dan menguat sehingga mengurangi tekanan inflasi di Indonesia. 18.00 16.00 14.00 12.00 Persen
10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 2002Q1
2003Q1
2004Q1
2005Q1
2006Q1
2007Q1
2008Q1
2009Q1
2010Q1
2011Q1
2012Q1
Sumber: International Financial Statistics (2013), data diolah Gambar 5 Suku bunga Thailand, Malaysia dan Indonesia Keterangan: -♦- = Thailand -■- = Malaysia -▲- = Indonesia Pada tahun 2012, suku bunga Indonesia masih tetap tinggi jika dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Bank Indonesia menetapkan suku bunga pada tahun tesebut sebesar 5.75 persen, sedangkan Malaysia dan Thailand hanya sebesar 3.00 dan 2.75 persen. Tingginya suku bunga Indonesia dibandingkan luar negeri tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya tarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Stasioneritas Uji stasioneritas digunakan untuk mengetahui apakah data dari masingmasing peubah penelitian tersebut bersifat stasioner atau tidak pada tingkat level atau first difference. Jika data level yang tidak stasioner tersebut digunakan untuk mengestimasi persamaan dalam penelitian maka akan memberikan hasil estimasi model yang kurang baik. Uji tersebut juga digunakan untuk mengetahui ordo integrasi dari masing-masing peubah penelitian. Untuk mengetahui stasioneritas data jumlah uang beredar, indeks harga konsumen domestik dan luar negeri, suku bunga domestik dan luar negeri, nilai tukar nominal, expected nilai tukar, kredit domestik dan indeks produksi secara sederhana dapat dilakukan dengan analisis grafik dengan membuat plot antara nilai observasi dan waktu. Penentuan stasioneritas sebaran data dengan menggunakan grafik tidak mudah karena dapat memberikan kesimpulan yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan uji formal dalam menentukan stasioneritas data, salah satunya yaitu dengan melakukan uji akar unit (Nachrowi dan Usman, 2006). Pengujian akar unit pada penelitian ini menggunakan prosedur uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Jika nilai uji ADF lebih besar dari nilai kritis ADF pada tingkat kepercayaan tertentu (90, 95, dan 99 persen) maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut menghadapi masalah akar unit atau data tidak stasioner. Sebaliknya, jika nilai uji ADF lebih kecil dari nilai kritis ADF dengan tingkat signifikansi tertentu (90, 95, dan 99 persen) maka dapat disimpulkan data tersebut tidak memiliki akar unit atau data tersebut sudah stasioner. Indonesia Hasil pengujian akar unit untuk Indonesia dengan prosedur uji ADF menunjukkan bahwa sebagian besar peubah tidak stasioner pada level dan beberapa lainnya stasioner pada first difference. Terdapat empat peubah yang sudah stasioner pada level antara lain nilai tukar nominal, expected nilai tukar nominal, kredit domestik dan indeks produksi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai uji ADF yang lebih kecil dari nilai kritis ADF. Sedangkan lima peubah lainnya seperti jumlah uang beredar, indeks harga konsumen domestik, indeks harga konsumen luar negeri, suku bunga domestik dan suku bunga luar negeri memiliki masalah akar unit atau tidak stasioner pada level dan setelah ditransformasi dengan proses pembedaan stasioner hasilnya peubah-peubah tersebut tidak memiliki masalah akar unit atau stasioner pada first difference (Tabel 4).
23 Tabel 4 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Indonesia Indonesia Peubah level first difference ln m 1.458471 -2.691914*** ln cpi -1.458047 -9.588392* ln cpius -1.009492 -7.371901* ln int -2.272527 -4.880858* ln intus -0.859198 -6.828400* ln nexc -2.978632** ln enexc -3.230086** dcr -10.71959* ln y -2.661795*** * ** ***
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Malaysia Hasil pengujian akar unit untuk Malaysia dengan prosedur uji ADF menunjukkan bahwa sebagian besar peubah stasioner pada level dan beberapa lainnya stasioner pada first difference. Terdapat dua peubah yang tidak mengalami masalah akar unit atau sudah stasioner pada level antara lain kredit domestik dan indeks produksi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai uji ADF yang lebih kecil dari nilai kritis ADF. Sedangkan tujuh peubah lainnya seperti jumlah uang beredar, indeks harga konsumen domestik, indeks harga konsumen luar negeri, suku bunga domestik, suku bunga luar negeri, nilai tukar nominal, dan expected nilai tukar nominal memiliki masalah akar unit atau tidak stasioner pada level dan setelah ditransformasi dengan proses pembedaan stasioner hasilnya peubahpeubah tersebut tidak memiliki masalah akar unit atau stasioner pada first difference (Tabel 5). Tabel 5 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Malaysia Malaysia Peubah level first difference ln m 0.267795 -10.16945* ln cpi -0.395071 -7.728932* ln cpius -1.005272 -7.269378* ln int -2.249711 -6.718928* ln intus -0.859198 -6.828400* ln nexc -0.798572 -7.934076* ln enexc -1.006973 -7.979729* dcr -10.12764* ln y -2.712336*** * ** ***
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
24 Thailand Hasil pengujian akar unit untuk Thailand dengan prosedur uji ADF menunjukkan bahwa sebagian besar peubah stasioner pada level dan beberapa lainnya stasioner pada first difference. Terdapat dua peubah yang tidak memiliki masalah akar unit atau sudah stasioner pada level antara lain kredit domestik dan indeks produksi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai uji ADF yang lebih kecil dari nilai kritis ADF. Sedangkan tujuh peubah lainnya seperti jumlah uang beredar, indeks harga konsumen domestik, indeks harga konsumen luar negeri, suku bunga domestik, suku bunga luar negeri, nilai tukar nominal, expected nilai tukar nominal memiliki masalah akar unit atau tidak stasioner pada level dan setelah ditransformasi dengan proses pembedaan stasioner hasilnya peubahpeubah tersebut sudah tidak memiliki masalah akar unit atau stasioner pada first difference (Tabel 6). Tabel 6 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Thailand Peubah ln m ln cpi ln cpius ln int ln intus ln nexc ln enexc dcr ln y * ** ***
Thailand level 2.488144 -0.458163 -1.009492 -2.038138 -0.859198 -1.277207 -1.444613 -14.27528* -2.832387**
first difference -5.985923* -8.041198* -7.371901* -4.516341* -6.828400* -8.560707* -8.354993*
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk mengestimasi nilai koefisien parameter dari peubah tingkat suku bunga domestik dan nilai tukar nominal. Nilai estimasi koefisien parameter kedua peubah tersebut digunakan untuk menghitung dan menganalisa nilai indeks tekanan nilai tukar dan intervensi dari negara Indonesia, Malaysia dan Thailand. Model yang diestimasi tersebut menggunakan data deret waktu bulanan dengan periode pengamatan Januari 2002 hingga Desember 2012. Berdasarkan hasil uji akar unit yang telah dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller menunjukkan bahwa sebagian besar data di masingmasing negara stasioner pada first difference sehingga data yang digunakan untuk mengestimasi parameter tersebut adalah data pada level dan first difference. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber dan telah diolah sebelumnya.
25 Indonesia Hasil estimasi parameter pada persamaan satu untuk Indonesia diperoleh nilai R-squared sebesar 19.77 persen dan Adjusted R-squared sebesar 17.03 persen. Untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi, peubah yang akan digunakan pada persamaan satu tersebut adalah peubah tingkat suku bunga domestik. Hasil estimasi persamaan satu menunjukkan bahwa tingkat suku bunga domestik di Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang yang beredar. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien parameter suku bunga domestik tersebut sebesar 0.140111 dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil estimasi persamaan tersebut tidak sesuai dengan teori ekonomi yang berlaku secara umum, dimana hubungan antara suku bunga domestik dengan jumlah uang beredar adalah negatif. Ketika otoritas moneter menaikan suku bunga domestik maka jumlah uang yang beredar di dalam negeri akan berkurang (Krugman dan Obstfeld, 2003). Untuk penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terjadinya hubungan positif antara suku bunga dan jumlah uang yang beredar disebabkan oleh penggunaan broad money sebagai peubah jumlah uang beredar dimana salah satu bentuk dari broad money adalah tabungan deposito yang memiliki hubungan positif dengan suku bunga domestik. Untuk mengatasi masalah serial korelasi dalam persamaan satu tersebut maka dilakukan koreksi terhadap persamaan. Persamaan dikoreksi dengan menggunakan koreksi proses MA (6) dan MA(8) dan diperoleh persamaan akhir: = R-squared Adj R-squared Durbin-Watson stat
(-0.901617) = 0.197756 = 0.170329 = 2.045773
(6.586405)
(2.517828)
Hasil estimasi untuk persamaan dua diperoleh R-squared dan Adjusted Rsquared sebesar 2.90 dan 1.37 persen. Untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi, peubah yang akan digunakan pada persamaan satu tersebut adalah peubah nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hasil estimasi persamaan dua menunjukkan bahwa nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat harga. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien parameter nilai tukar nominal tersebut sebesar 0.000606 dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hasil estimasi persamaan tersebut sesuai dengan teori ekonomi yang ada, dimana nilai tukar mempengaruhi tingkat harga dan hubungan keduanya adalah positif. Untuk mengatasi masalah serial korelasi maka dilakukan koreksi terhadap persamaan. Persamaan dikoreksi dengan menggunakan koreksi proses AR (1) dan diperoleh persamaan akhir:
R-squared Adj R-squared Durbin-Watson stat
(0.150710) = 0.029007 = 0.013716 = 1.950300
(5.771618)
26
Malaysia Hasil estimasi parameter pada persamaan satu diperoleh nilai R-squared sebesar 8.35 persen dan Adjusted R-squared sebesar 5.10 persen. Untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi, peubah yang digunakan pada persamaan satu tersebut adalah peubah tingkat suku bunga domestik. Hasil estimasi persamaan satu menunjukkan bahwa tingkat suku bunga domestik di Malaysia berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang yang beredar. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien parameter suku bunga domestik tersebut sebesar 0.049253 dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 85 persen. Hasil estimasi persamaan tersebut tidak sesuai dengan teori ekonomi, dimana hubungan antara suku bunga domestik dengan jumlah uang beredar adalah negatif. Hasil tersebut sama dengan hasil estimasi persamaan satu Indonesia dimana suku bunga dan jumlah uang beredar hubungannya adalah negatif. Hal tersebut dikarenakan oleh penggunaan broad money sebagai peubah jumlah uang beredar dimana salah satu bentuk dari broad money adalah tabungan deposito yang memiliki hubungan positif dengan suku bunga domestik. Untuk mengatasi masalah serial korelasi maka dilakukan koreksi terhadap persamaan. Persamaan dikoreksi dengan menggunakan koreksi proses AR (1) dan MA(12) sehingga diperoleh persamaan akhir: = R-squared Adj R-squared Durbin-Watson stat
(-1.132312) = 0.083487 = 0.051044 = 1.948025
(6.675131)
(1.521970)
Hasil estimasi parameter untuk persamaan dua diperoleh nilai R-squared sebesar 19.76 persen dan Adjusted R-squared sebesar 17.84 persen. Peubah nilai tukar nominal digunakan untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi. Hasil estimasi persamaan dua menunjukkan bahwa nilai tukar nominal ringgit terhadap dolar Amerika Serikat berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat harga. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien parameter nilai tukar nominal tersebut sebesar 0.043428 dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 80 persen. Hasil estimasi persamaan tersebut sesuai dengan teori ekonomi yang ada, dimana nilai tukar mempengaruhi tingkat harga dan hubungan keduanya adalah positif. Untuk mengatasi masalah serial korelasi maka dilakukan koreksi terhadap persamaan. Persamaan dikoreksi dengan menggunakan koreksi proses MA(1) dan diperoleh persamaan akhir:
R-squared Adj R-squared Durbin-Watson stat
(2.813634) = 0.197691 = 0.178436 = 1.977179
(3.399904)
(1.304367)
27 Thailand Hasil estimasi parameter pada persamaan satu diperoleh nilai R-squared sebesar 6.13 persen dan Adjusted R-squared sebesar 2.80 persen. Untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi, peubah yang digunakan pada persamaan satu tersebut adalah peubah tingkat suku bunga Thailand. Hasil estimasi persamaan satu menunjukkan bahwa tingkat suku bunga domestik di Thailand berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang yang beredar. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien parameter suku bunga domestik tersebut sebesar 0.042703 dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil estimasi persamaan tersebut sesuai dengan teori ekonomi, dimana hubungan antara suku bunga domestik dengan jumlah uang beredar adalah negatif. Hasil tersebut berbeda dengan hasil estimasi persamaan satu Indonesia dan Malaysia dimana suku bunga dan jumlah uang beredar kedua negara tersebut hubungannya adalah negatif. Meskipun peubah jumlah uang beredar yang digunakan adalah broad money terlihat bahwa suku bunga Thailand dapat mempengaruhi jumlah uang beredar secara umum di negara tersebut. Untuk mengatasi masalah serial korelasi maka dilakukan koreksi terhadap persamaan. Persamaan dikoreksi dengan menggunakan koreksi proses AR(12) dan MA(12) sehingga diperoleh persamaan akhir: = (-0.945961) R-squared = 0.061263 Adj R-squared = 0.028033 Durbin-Watson stat = 1.864275
(2.723522)
(-2.053515)
Hasil estimasi parameter untuk persamaan dua diperoleh nilai R-squared sebesar 40.74 persen dan Adjusted R-squared sebesar 39.82 persen. Peubah yang digunakan untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar dan intervensi pada persamaan tersebut adalah peubah nilai tukar nominal. Hasil estimasi persamaan dua menunjukkan bahwa nilai tukar nominal baht terhadap dolar Amerika Serikat berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat harga. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien parameter nilai tukar nominal tersebut sebesar 0.044763 dengan signifikansi pada tingkat kepercayaan 90 persen. Hasil estimasi persamaan tersebut sesuai dengan teori ekonomi yang ada, dimana nilai tukar mempengaruhi tingkat harga dan hubungan keduanya adalah positif. Pada persamaan tersebut tidak ditemukan masalah serial korelasi dan persamaan akhir diperoleh:
R-squared Adj R-squared Durbin-Watson stat
(1.989679) = 0.407438 = 0.398179 = 1.948339
(9.320795)
(1.757041)
28 Analisis Indeks Tekanan Nilai Tukar dan Indeks Intervensi Grafik indeks tekanan nilai tukar digunakan untuk menganalisis bagaimana kondisi nilai tukar domestik terhadap dolar Amerika Serikat selama tahun 2002 hingga tahun 2012. Indeks tekanan nilai tukar tersebut menunjukkan selisih antara tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik dengan perubahan cadangan internasional. Pada penelitian ini perubahan cadangan internasional yang digunakan untuk menganalisis tekanan nilai tukar mata uang tersebut adalah cadangan internasional masing-masing negara ASEAN yang telah dikonversi ke dalam bentuk mata uang domestik. Indeks tekanan nilai tukar dapat menggambarkan besarnya tekanan nilai tukar yang sedang terjadi di pasar valuta asing. Pada penelitian ini, indeks tekanan nilai tukar tidak menggambarkan tekanan nilai tukar nominal yang sebenarnya ketika terjadi apresiasi atau depresiasi. Tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar dapat tergambar ketika perubahan cadangan internasional tidak mampu mengurangi dampak apresiasi dan depresiasi nominal nilai tukar sehingga muncul tekanan apresiasi atau depresiasi di pasar valuta asing. Adanya tekanan nilai tukar akan mendorong otoritas moneter untuk melakukan intervensi dengan tujuan untuk mengendalikan nilai tukar nominal domestik terhadap dolar Amerika Serikat. Indeks intevensi digunakan untuk menggambaran bagaimana aktivitas intervensi otoritas moneter dalam menghadapi tekanan nilai tukar yang sedang terjadi di pasar valuta asing. Indeks intervensi juga bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana peranan otoritas moneter melakukan intervensi di pasar valuta asing khususnya bagi otoritas moneter yang tidak mempublikasikan secara terbuka aktivitas intervensi nilai tukarnya di pasar valuta asing. Selain itu, dengan mengetahui indeks intervensi tersebut juga dapat diketahui sistem nilai tukar apa yang sebenarnya diterapkan oleh masing-masing negara. Indonesia Indeks tekanan nilai tukar (EMP) dan intervensi (EMI) Indonesia diperoleh dengan cara mengestimasi koefisien parameter a2 dari nilai tukar dan b2 dari tingkat suku bunga pada persamaan (17) dan (18). Untuk memperoleh nilai koefisien a2 dan b2 tersebut dilakukan analisis data dengan menggunakan metode 2SLS. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode 2SLS tersebut, diperoleh nilai estimasi parameter a2 sebesar 0.000606, b2 sebesar 0.140111 dan η sebesar -7.1064. Di Indonesia, indeks EMP menunjukkan hasil yang beragam selama periode Januari 2002 hingga Desember 2012. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa tekanan nilai tukar tertinggi (depresiasi) terjadi pada bulan November 2003, dimana pada periode tersebut indeks EMP bernilai 17.03. Pada bulan tersebut nilai tukar rupiah berada pada posisi Rp 8537.00 per dolar Amerika Serikat dimana terdepresiasi 42 rupiah jika dibanding bulan sebelumnya. Perubahan jumlah cadangan internasional pada bulan tersebut tidak mampu untuk mengurangi tekanan depresiasi sehingga terjadi tekanan depresiasi nilai tukar nominal pada bulan tersebut. Sebaliknya, tekanan nilai tukar terendah (apresiasi) terjadi pada November 2008 dimana indeks EMP bernilai -12.60.
29 Pada tahun 2003, nilai tukar rupiah cenderung mengalami penguatan. Pada periode terseebut stabil dan menguatnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat didorong oleh membaiknya faktor risiko, kecukupan pasokan valuta asing, menariknya perbedaan suku bunga, dan munculnya beberapa sentimen positif. Kestabilan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh konsistensi kebijakan ekonomi makro dan kebijakan stabilisasi nilai tukar serta peningkatan kapasitas pemantauan dan pengawasan transaksi devisa. Sebaliknya, terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat lebih dipengaruhi oleh faktor sentimen negatif seperti kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak, invasi Amerika Serikat ke Irak, wabah SARS, meningkatnya suhu politik menjelang Sidang Tahunan MPR 2003, munculnya isu rupiah sudah overvalued, gangguan keamanan khususnya peledakan bom, dan kasus pembobolan beberapa bank milik pemerintah (Bank Indonesia, 2003). Faktor sentimen dapat menjadi penyebab berfluktuasi nilai tukar domestik terhadap mata uang asing. Para pelaku pasar valuta asing sangat bergantung pada ekspektasi nilai tukar di masa yang akan datang. Jika terdapat informasi yang dapat mempengaruhi keadaan baik informasi positif maupun negatif di masa yang akan datang, para pelaku pasar valuta asing akan selalu bereaksi atas informasi yang ada tersebut. Reaksi dari para pelaku pasar tersebut akan dapat mempengaruhi kondisi nilai tukar domestik di pasar valuta asing, dimana pergerakam nilai tukar tersebut akan sangat dipengaruhi oleh informasi seperti apa yang direspon pelaku pasar. 20 15
Indeks EMP
10 5 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-5 -10 -15
Gambar 6 Indeks Tekanan Nilai Tukar Indonesia Berdasarkan pergerakan grafik indeks intervensi pada Gambar 7, aktivitas intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia sangat sering dilakukan dalam mengendalikan fluktuasi nilai tukar rupiah yang bergerak tidak stabil. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang berada pada nilai antara nol hingga satu serta lebih dari satu. Intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter di Indonesia memiliki derajat intervensi yang tinggi selama periode penelitian. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang mendekati angka satu. Selain itu, otoritas moneter juga melakukan pengendalian nilai tukar dengan menggerakan arah nilai tukar secara berlawanan antara depresiasi dan apresiasi. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang bernilai lebih dari satu. Pada saat tekanan nilai tukar berada di titik tertinggi pada November 2003 terlihat otoritas moneter berusaha melakukan intervensi untuk mengendalikan tekanan depresiasi nilai tukar tersebut. Berdasarkan indeks intervensi tersebut juga
30 terlihat bahwa Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Jika Indonesia benar-benar menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas maka indeks intervensi dan perubahan cadangan internasional akan bernilai nol. 1.60 1.40 1.20
EMI
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 7 Indeks Intervensi Indonesia Gambar 8 memperlihatkan nilai tukar rupiah pada saat ada intervensi (observed) dan tanpa intervensi (imputed). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa secara umum nilai tukar dengan dan tanpa intervensi memilki selisih yang tidak begitu besar. Hanya pada periode tertentu selisih antara nilai tukar observed dan imputed cukup besar seperti pada bulan November 2003 dimana nilai tukar observed sebesar 8,537 rupiah per dolar dan nilai tukar imputed sebesar 9,941 rupiah per dolar. Selain itu, pada bulan Desember 2008 selisih antara nilai tukar observed dan imputed juga cukup besar dimana nilai tukar observed sebesar 10,950 rupiah per dolar dan nilai tukar imputed sebesar 13,065 rupiah per dolar. Selisih yang tidak terlalu besar antara nilai tukar observed dan imputed pada periode 2002 hingga 2012 tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan di Indonesia tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada periode penelitian tidak terlalu besar. Selisih yang tidak terlalu besar antara nilai tukar observed dan imputed juga mengindikasikan bahwa adanya usaha intervensi oleh otoritas moneter. Intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter Indonesia cukup berhasil untuk menahan fluktuasi nilai tukar rupiah yang berlebihan terhadap dolar Amerika Serikat. 14000 12000
IDR/USD
10000 8000 6000 4000 2000 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 8 Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (observed dan Imputed) Keterangan: -▲- = Imputed -♦- = Observed
31 Malaysia Indeks tekanan nilai tukar dan intervensi Malaysia diperoleh dengan cara mengestimasi koefisien parameter a2 dari nilai tukar dan b2 dari tingkat suku bunga pada persamaan (17) dan (18). Untuk memperoleh nilai koefisien a2 dan b2 tersebut dilakukan analisis data dengan menggunakan metode 2SLS. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode 2SLS tersebut, diperoleh nilai estimasi parameter a2 sebesar 0.049253, b2 sebesar 0.043428 dan η sebesar -10.7897. Dengan mengunakan nilai koefisien tersebut, maka dapat dianalisis pergerakan indeks EMP dan indeks EMI Malaysia. Di Malaysia, tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar yang digambarkan oleh indeks EMP menunjukkan hasil yang sangat beragam selama periode penelitian. Selama tahun 2002 hingga 2012 terjadi lima kali nilai indeks tekanan nilai tukar ringgit berada pada indeks di atas 10.00. Tekanan depresiasi nilai tukar terjadi pada Oktober 2005, Januari 2006, Agustus 2007 dan 2008 serta September 2008. Tekanan depresiasi paling tinggi pada periode tersebut terjadi pada bulan September 2008 dimana nilai indeks EMP pada waktu tersebut sebesar 17.19. Nilai tukar mata uang ringgit terhadap dolar Amerika Serikat pada periode tersebut sebesar 3.44 ringgit per dolar Amerika Serikat dimana terdepresiasi 0.11 ringgit per dolar Amerika Serikat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Indeks EMP yang tinggi pada periode tersebut menunjukkan terjadi tekanan depresiasi nilai tukar ringgit yang sangat kuat di pasar valuta asing. Selain itu, Perubahan jumlah cadangan internasional pada bulan tersebut tidak mampu untuk mengurangi tekanan depresiasi sehingga terjadi tekanan depresiasi nilai tukar nominal ringgit pada bulan tersebut. Sebaliknya, indeks tekanan nilai tukar terendah terjadi pada bulan Mei 2007, dimana pada saat tersebut indeks EMP bernilai -16.07 (Gambar 9). Nilai tukar ringgit Malaysia terhadap dolar Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Pada awal tahun 2008 nilai tukar ringgit Malaysia cenderung sangat kuat. Nilai tukar ringgit tertinggi pada tahun 2008 sebesar RM 3.16 per dolar Amerika Serikat dan terjadi pada bulan April. Hal tersebut terlihat dari kondisi fundamental ekonomi domestik yang positif dan diikuti dengan net trade balance yang positif. Namun antara Mei dan Desember 2008, nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat mulai mengalami tekanan depresiasi. Nilai tukar terendah pada saat tersebut terjadi pada November 2008 dengan nilai RM 3.58 per dolar Amerika Serikat. Hal tersebut serupa yang dialami oleh banyak negara di kawasan ASEAN. Tekanan depresiasi nilai tukar ringgit tersebut lebih dipengaruhi oleh kondisi keuangan global yang tidak stabil akibat krisis keuangan global. Risiko berfluktuasinya nilai tukar ringgit tersebut merupakan risiko yang harus dihadapi oleh Bank Negara Malaysia karena memutuskan untuk menerapkan sistem nilai tukar mengambang pada pertengahan tahun 2005 (Bank Negara Malaysia, 2009).
32 20 15
Indeks EMP
10 5 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-5
-10 -15 -20
Gambar 9 Indeks Tekanan Nilai Tukar Malaysia Adanya tekanan nilai tukar mata uang domestik di pasar valuta asing mendorong bank sentral untuk melakukan pengendalian di pasar valuta asing tersebut agar tidak bergerak terus menerus secara tidak stabil. Di Malaysia, aktivitas intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter negara tersebut di pasar valuta asing dimulai sejak bulan Juli 2005 dimana pada saat tersebut Malaysia mengalihkan sistem nilai tukar negaranya dari sistem nilai tukar tetap ke sistem nilai tukar mengambang terkendali. Sebelum Malaysia menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali, negara tersebut memberlakukan sistem nilai tukar tetap mata uang ringgit terhadap dolar Amerika Serikat. Hal tersebut dapat terlihat dari nilai indeks intervensi negara tersebut yang bernilai satu dan perubahan nilai tukar bernilai nol sebelum bulan Juli 2005. Setelah menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali di bulan Juli 2005, otoritas moneter Malaysia terlihat lebih sering melakukan intervensi dalam mengendalikan nilai tukar ringgit yang sering berfluktuasi terhadap dolar Amerika Serikat. Hal tersebut dapat terlihat dari nilai indeks intervensi yang bernilai antara nol hingga satu. Intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter Malaysia memiliki derajat intervensi yang relatif tinggi karena nilai indeks yang mendekati angka satu. Selain itu, otoritas moneter Malaysia juga melakukan pengendalian dengan menggerakan arah nilai tukar secara berlawanan antara depresiasi dan apresiasi. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang bernilai lebih dari satu. Pada September 2008 ketika terjadi tekanan nilai tukar ringgit tertinggi, terlihat Bank Negara Malaysia berusaha meredam tekanan depresiasi tersebut. Indeks intervensi pada saat tersebut bernilai 0.9981 dan nilai tukar ringgit berada pada nilai 3.44 ringgit per dolar Amerika Serikat. Sebelum menerepakan sistem nilai tukar mengambang di pertengahan tahun 2005, Malaysia menerapkan sistem nilai tukar tetap. Hal tersebut terlihat dari indeks intervensi yang bernilai satu pada periode tersebut (Gambar 10).
33 1.08 1.06 1.04
EMI
1.02 1 0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 10 Indeks Intervensi Malaysia Gambar 11 memperlihatkan perbandingan antara nilai tukar ringgit dengan intervensi (observed) dan tanpa intervensi (imputed). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan nilai tukar ringgit pada saat ada dan tanpa intervensi memilki selisih yang tidak begitu besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan tekanan nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat pada periode penelitian tidak terlalu besar. Selisih antara nilai tukar observed dan imputed yang cukup besar hanya terjadi pada periode tertentu saja seperti pada awal pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang di pertengahan 2005 dan pada September 2008. Pada Oktober 2005 selisih nilai tukar observed dan imputed cukup besar dimana nilai tukar observed sebesar 3.77 ringgit per dolar dan nilai tukar imputed sebesar 4.35 ringgit per dolar. Pada September 2008 selisih nilai tukar observed dan imputed juga cukup besar dimana nilai tukar observed sebesar 3.44 ringgit per dolar dan nilai tukar imputed sebesar 3.90 ringgit per dolar. Intervensi yang dilakukan oleh Bank Negara Malaysia pada periode penelitian tersebut terlihat berhasil untuk menekan fluktuasi nilai tukar ringgit yang berlebihan. 5.00 4.50 4.00
RM/USD
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 11 Nilai tukar Ringgit terhadap dolar Amerika Serikat (observed dan Imputed) Keterangan: -▲- = Imputed -♦- = Observed Thailand Indeks tekanan nilai tukar dan intervensi Thailand diperoleh dengan cara mengestimasi koefisien parameter a2 dari nilai tukar dan b2 dari tingkat suku
34 bunga pada persamaan (17) dan (18). Untuk memperoleh nilai koefisien a2 dan b2 tersebut dilakukan analisis data dengan menggunakan metode 2SLS. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode 2SLS tersebut, diperoleh nilai estimasi parameter a2 sebesar 0.044763, b2 sebesar 0.042703 dan η sebesar -11.43. Dengan mengunakan nilai koefisien tersebut, maka dapat dianalisis pergerakan indeks EMP dan indeks intervensi Thailand. Berdasarkan Gambar 12, indeks EMP Thailand menunjukkan hasil yang beragam dan terlihat nilai indeks tekanan nilai tukar cukup tinggi selama periode 2002 hingga 2012 dimana indeks negara tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia. Indeks tekanan nilai tukar Thailand dengan nilai indeks yang tinggi tersebut lebih sering terjadi pada bulan Desember selama periode penelitian. Selama periode penelitian telah terjadi tujuh kali nilai indeks tekanan nilai tukar baht berada pada indeks di atas 25.00. Tekanan depresiasi nilai tukar baht tersebut terjadi pada bulan Desember 2002, 2003, 2007, 2009, 2010, 2011 dan 2012. Tingginya nilai indeks tekanan nilai tukar tersebut dipengaruhi oleh jumlah cadangan internasional yang berkurang dan peningkatan jumlah uang primer Thailand di setiap bulan Desember. Tekanan depresiasi nilai tukar baht terhadap dolar Amerika Serikat tertinggi pada periode penelitian terjadi pada bulan Desember 2012, dimana nilai indeks EMP pada periode tersebut sebesar 39.78. Pada periode tersebut jumlah cadangan internasional Thailand turun sebesar 14927.46 juta baht dan jumlah uang primer naik sebesar 122,558 juta baht jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di tahun yang sama. Tingginya tekanan nilai tukar tersebut dapat terjadi karena nilai indeks EMP sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar baht terhadap dolar Amerika Serikat dan perubahan cadangan internasional yang sudah dikonversi ke dalam mata uang baht. Perubahan jumlah cadangan internasional pada bulan tersebut tidak mampu untuk mengurangi tekanan depresiasi sehingga terjadi tekanan depresiasi nilai tukar nominal baht pada periode tersebut. Sebaliknya, indeks tekanan nilai tukar baht terendah terjadi pada bulan April 2011, dimana pada saat tersebut indeks EMP bernilai -53.04. 60
Indeks EMP
40 20 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-20 -40 -60
Gambar 12 Indeks Tekanan Nilai Tukar Thailand Adanya tekanan nilai tukar mata uang domestik yang tidak terkendali di pasar valuta asing akan mendorong otoritas moneter untuk melakukan pengendalian nilai tukar di pasar valuta asing. Pengendalian tersebut ditujukan agar kondisi nilai tukar domestik terhadap luar negeri seperti dolar Amerika Serikat tidak semakin buruk dan mengganggu perekonomian. Di Thailand,
35 aktivitas intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter negara tersebut terlihat sangat sering dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar baht terhadap dolar Amerika Serikat. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang berada pada nilai antara nol hingga satu. Intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter Thailand memiliki derajat intervensi yang relatif tinggi. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang mendekati angka satu. Selain itu, otoritas moneter juga melakukan pengendalian dengan menggerakan arah nilai tukar secara berlawanan antara depresiasi dan apresiasi. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi yang bernilai lebih dari satu. Sejak krisis ekonomi melanda Thailand pada Juli 1997, negara tersebut memutuskan untuk beralih sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar tetap ke sistem nilai tukar mengambang bebas. Meskipun Thailand telah menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dimana nilai tukar domestik ditentukan oleh mekanisme pasar valuta asing tetapi Thailand tidak terlihat menerapkan sistem nilai tukar tersebut. Hal tersebut terlihat dari nilai indeks intervensi negara tersebut, dimana nilai indeks intervensi negara tersebut bernilai antara nol hingga satu dan lebih dari satu. Berdasarkan nilai indeks intervensi tersebut terlihat Thailand sejak tahun 2002 hingga 2012 menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali (Gambar 13). Jika Thailand benar-benar menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas maka indeks intervensi dan perubahan jumlah cadangan internasional negara tersebut akan bernilai nol. 1.05 1
EMI
0.95 0.9
0.85 0.8 0.75 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 13 Indeks Intervensi Thailand Gambar 14 memperlihatkan perbandingan antara nilai tukar baht pada saat ada intervensi (observed) dan tanpa intervensi (imputed). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa selisih antara nilai tukar observed dan imputed baht cukup besar. Hal tersebut menunjukkan adanya tekanan nilai tukar baht yang sangat besar di pasar valuta asing dan jika nilai tukar baht tidak diintervensi maka nilainya akan bergerak sangat tidak stabil. Nilai tukar imputed sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai indeks EMP pada periode penelitian. Nilai tukar imputed baht selalu berada pada titik tertinggi setiap bulan Desember pada periode penelitian. Hal tersebut sejalan dengan nilai indeks EMP yang tinggi setiap bulan Desember pada periode penelitian. Berdasarkan perbandingan nilai tukar observed dan imputed, intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter Thailand terlihat sangat agresif dan berhasil menjaga nilai tukar baht Thailand tidak berfluktuatif secara berlebihan pada periode penelitian.
36 60.00 50.00
THB/USD
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 14
Nilai tukar baht terhadap dolar Amerika Serikat (observed dan Imputed) Keterangan: -▲- = Imputed -♦- = Observed
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: 1. Pengalihan sistem nilai tukar beberapa negara termasuk beberapa negara ASEAN dari sistem nilai tukar tetap ke sistem nilai tukar mengambang memberi dampak pada berfluktuasinya nilai tukar domestik terhadap nilai tukar mata uang luar negeri. Indonesia, Malaysia dan Thailand merupakan tiga negara ASEAN yang beralih sistem nilai tukar mengambang tersebut. Selama tahun 2002 hingga 2012, nilai tukar domestik ketiga negara tersebut selalu berfluktuasi terhadap nilai tukar luar negeri khususnya dolar Amerika Serikat. Indeks EMP digunakan untuk melihat tekanan nilai tukar di pasar valuta asing selama tahun 2002 hingga tahun 2012. Indeks EMP menunjukkan masing-masing negara mengalami tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar yang beragam. Malaysia merupakan negara yang memiliki indeks EMP yang paling rendah jika dibandingkan Indonesia dan Thailand. Hal tersebut menunjukkan tekanan apresiasi dan depresiasi ringgit terhadap dolar Amerika Serikat tidak terlalu tinggi pada saat periode penelitian. Indonesia dan Thailand merupakan negara yang memiliki indeks EMP relatif tinggi. Hal tersebut menunjukkan tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar negara tersebut cukup tinggi terhadap nilai tukar dolar Amerika Serikat. Tekanan apresiasi dan depresiasi nilai tukar domestik Indonesia, Malaysia dan Thailand dipengaruhi oleh kondisi perekonomian luar negeri dan dalam negeri. Indonesia, Malaysia, dan Thailand mengalami tekanan depresiasi pada tahun 2008 dan 2009. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia yang tidak stabil. 2. Sistem nilai tukar mengambang yang diterapkan di Indonesia, Malaysia dan Thailand membuat nilai tukar domestik negara tersebut bergerak sesuai dengan mekanisme pasar valuta asing yang ada. Nilai tukar domestik yang
37 ada dapat bergerak secara tidak teratur dengan nilai yang tinggi maupun rendah. Jika nilai tukar tersebut berfluktuasi secara terus menerus maka dapat mengganggu perekonomian negara-negara tersebut. Terdapat dua jenis sistem nilai tukar mengambang yaitu mengambang bebas dan terkendali. Indonesia dan Thailand merupakan negara yang merapkan sistem nilai tukar mengambang bebas sedangkan Malaysia mengambang terkendali. Indeks intervensi menunjukkan bahwa otoritas ketiga negara tersebut selalu melakukan aktivitas intervensi untuk mengendalikan nilai tukar domestik terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Indeks intervensi tersebut juga memperlihatkan bahwa Indonesia dan Thailand menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali bukan mengambang bebas. 3. Intervensi yang dilakukan oleh otortitas moneter suatu negara dilakukan untuk meredam fluktuasi nilai tukar domestik yang tidak stabil. Otoritas moneter dapat sengaja melakukan depresiasi atau apresiasi untuk mengendalikan fluktuasi nilai tukar domestik tersebut. Berdasarkan perbandingan nilai tukar observed dan imputed diperoleh hasil bahwa otoritas moneter masing-masing negara terlihat melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar dengan sengaja mendepresiasi dan mengapresiasi nilai tukar domestik terhadap dolar Amerika Serikat. Indonesia dan Malaysia termasuk negara yang memiliki perbandingan nilai tukar observed dan imputed yang tidak begitu besar sedangkan Thailand perbandingannya cukup besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan nilai tukar Indonesia dan Malaysia tidak terlalu tinggi . Meskipun demikian, otoritas moneter tetap melakukan pengendalian dengan melakukan intervensi secara tidak agresif sehingga nilai tukar tetap stabil. Thailand memiliki perbedaan nilai tukar observed dan imputed yang cukup besar. Hal tersebut menunjukkan terjadi tekanan nilai yang sangat tinggi di Thailand sehingga mendorong otoritas moneter negara tersebut untuk melakukan intervensi secara agresif. Dampak positif intervensi agresif yang dilakukan oleh otoritas moneter Thailand mengakibatkan nilai tukar baht terhadap dolar Amerika Serikat menjadi relatif stabil. Saran Berdasarkan penelitian diatas, maka saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya yaitu: 1. Model yang akan digunakan untuk mengestimasi indeks tekanan nilai tukar dan intervensi sebaiknya diperiksa terlebih dahulu kesesuaiannya dengan negara yang akan diestimasi tekanan nilai tukar dan intervensinya. Jika tidak ada kesesuaian sebaiknya peneliti selanjutnya membuat model lain yang lebih baik dan sesuai. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperbanyak jumlah negara yang diestimasi sehingga dapat diketahui apakah model tersebut sesuai dengan semua negara. 2. Salah satu peubah seperti jumlah uang beredar memiliki jenis seperti broad money, quasi money, dan narrow money. Pada penelitian selanjutnya perlu untuk diteliti jenis jumlah uang beredar mana yang dipengaruhi oleh peubah suku bunga.
38 3. Pada penelitian ini, koefisien parameter untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar diestimasi dengan menggunakan model data deret waktu masingmasing negara. Pada penelitian selanjutnya perlu dicoba untuk menggunakan model data panel untuk menghitung indeks tekanan nilai tukar.
1.
2.
3.
4.
Berdasarkan penelitian diatas, maka saran untuk pembuat kebijakan yaitu: Intervensi yang dilakukan oleh otoritas moneter sebaiknya tidak dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu lama karena intervensi tersebut dapat mengurangi jumlah cadangan internasional. Jika terus dilakukan dengan kondisi cadangan devisa sedikit dikhawatirkan dapan mengganggu perekonomian dalam negeri. Perlu adanya derajat intervensi tertentu untuk menghindari dampak buruk dari berkurangnya cadangan internasional tersebut. Beberapa alternatif yang umum dapat dilakukan otoritas moneter yaitu dengan menaikkan suku bunga domestik secara agresif. Suku bunga dinaikkan dengan besaran yang cukup sehingga dapat memengaruhi jumlah permintaan dan penawaran mata uang asing dalam jangka pendek. Suku bunga domestik yang tinggi juga diharapkan dapat mendorong investor yang memiliki dana lebih untuk menyimpan uang di dalam negeri. Selain itu, otoritas moneter juga harus memperkuat aturan devisa hasil ekspor dimana seluruh devisa hasil ekspor wajib diterima melalui bank devisa dalam negeri. Hal tersebut harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah pasokan valuta asing di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada dana asing jangka pendek. Peningkatan pasokan valuta asing tersebut dapat membantu otoritas moneter dalam melakukan intervensi dengan tujuan memperkuat stabilitas nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang dolar Amerika Serikat di dalam negeri. Setiap negara di kawasan ASEAN khususnya di Indonesia, Malaysia dan Thailand sebaiknya menjaga kondisi ekonomi dan politik negara masingmasing agar tetap aman dan kondusif. Adanya guncangan pada salah satu negara dapat mempengaruhi negara lain, khususnya negara yang berada pada satu kawasan dan memiliki hubungan saling ketergantungan dalam urusan ekspor maupun impor.
39
DAFTAR PUSTAKA Baig MA, Narasimhan V, Ramachandran M. 2003. Exchange Market Pressure and the Reserve Bank of India intervention activity. Journal of Policy Modeling 25 (2003) 727-748. [BI] Bank Indonesia. 2002. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2002. Jakarta: Bank Indonesia. __________________. 2003. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2003. Jakarta: Bank Indonesia. __________________. 2008. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2008. Jakarta: Bank Indonesia. [BNM] Bank Negara Malaysia. 2009. Bank Negara Malaysia Annual Report 2008. Press Release. Canales-Kriljenko J, Guimaraes R, Karacadag C. 2003. Official Intervention in the Foreign Exchange Market: Elements of Best Practice. IMF Working Paper, No. 152. Chen SS, Takeka K. 2006. An Assessment of Weymark's Measures of Exchange Market Intervention: The Case of Japan. Discussion Paper No. 2006-E-3. Dominguez K. 1998. Central Bank Intervention and Exchange Rate Volatility. Journal of International Money and Finance,Vol 17, pp 161–90. Echavarría JJ, Melo LF, Téllez S, Villamizar M. 2013. The Impact of Preannounced Day-to-day Interventions on the Colombian Exchange Rate. Bank for International Settlements Working Papers. BIS Working Papers No 428 Girton L, Roper D. 1977. A Monetary Model of Exchange Market Pressure Applied to Postwar Canadian Experience. American Economic Review, 537548. Ho Cung J. 2005. Exchnage Market Pressure and Intervention Under the Financial Crisis of Korea. Journal of Korea Trade, Vol.9, No.2.pp 153-166. [IMF] International Monetary Fund. 2006. De Facto Classification of Exchange Rate Regimes and Monetary Policy Framework [internet]. [diacu 2013 Mei 6]. Tersedia dari http://www.imf.org/external/np/mfd/er/2006/eng/0706.htm Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor Krugman P, Obstfeld M. 2003. International Economics Theory and Policy. Addison Wesley: Sixth Edition. Nachrowi DN, Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Neely CJ. 2001. The practice of central bank intervention: looking under the hood. Working Papers 2000-028, Federal Reserve Bank of St. Louis. Palley T. 2004. The Economics of Exchange Rates and the Dollarization Debate The Case Against Extremes. International. Journal of Political Economy, vol. 33, no. 1, Spring 2003, pp. 61–82. Schwartz AJ. 2000. The Rise and Fall Foreign Exchange Market Intervention. National Bureau of Economic Research. NBER Working Paper No. 7751. Seerattan D. 2006. The Effectiveness of Central Bank Intervention in The Foreign Exchange Markets in Select Flexible Exchange Rate Countries in The
40 Caribbean. Business, Finance and Economics in Emerging Economies Vol. I, No. 1. Sitepu RKK, Sinaga BM. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika. Bogor (ID): Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Spolander M. 1999. Measuring Exchange Market Pressure and Central Bank Intervention. Bank of Finland STUDIES E:17. Weymark D. 1995. Estimating Exchange Market Pressure and the Degree of Exchange Market Intervention in Canada. Journal of International Economics 39, 273-295. Weymark D. 1997. Measuring the degree of exchange market intervention in a small open economy. Journal of International`Money and Finance 16, 55–79.
41 Lampiran 1 Hasil output tahap estimasi model Indonesia Dependent Variable: D(LNM) Method: Two-Stage Least Squares Date: 01/28/14 Time: 16:53 Sample (adjusted): 2002M11 2012M12 Included observations: 122 after adjustments Failure to improve SSR after 4 iterations MA Backcast: 2002M03 2002M10 Instrument list: (LNY) D(LNINTUS) D(LNCPIUS) (DCR) (LNENEXC) Lagged dependent variable & regressors added to instrument list Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNCPI) LNY D(LNINTID) MA(6) MA(8)
-0.228545 0.002912 0.140111 0.389680 -0.391047
0.253483 0.000442 0.055647 0.120279 0.111270
-0.901617 6.586405 2.517828 3.239812 -3.514384
0.3691 0.0000 0.0132 0.0016 0.0006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat Inverted MA Roots
0.197756 0.170329 0.014133 2.045773 .79 -.00+.97i
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Second-Stage SSR .70+.58i -.70+.58i
.70-.58i -.70-.58i
0.011008 0.015516 0.023369 0.029296 .00-.97i -.79
Dependent Variable: D(LNCPI) Method: Two-Stage Least Squares Date: 03/02/14 Time: 23:41 Sample (adjusted): 2002M03 2012M12 Included observations: 130 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations Instrument list: (LNY) D(LNINTUS) D(LNCPIUS) DCR (LNENEXC) Lagged dependent variable & regressors added to instrument list Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNCPIUS) LNNEXC AR(1)
0.028074 0.000606 0.168596
0.186278 0.000105 0.088283
0.150710 5.771618 1.909727
0.8804 0.0000 0.0584
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.029007 0.013716 0.008413 1.950300
Inverted AR Roots
.17
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Second-Stage SSR
0.005608 0.008471 0.008988 0.008988
42 Lampiran 2 Hasil output tahap estimasi model Malaysia Dependent Variable: D(LNM) Method: Two-Stage Least Squares Date: 03/02/14 Time: 23:51 Sample (adjusted): 2003M03 2012M12 Included observations: 118 after adjustments Convergence achieved after 2 iterations MA Backcast: 2002M03 2003M02 Instrument list: D(LNINTUS) (LNY) D(LNCPIUS) DCR D(LNENEXC) Lagged dependent variable & regressors added to instrument list Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNCPI) LNY D(LNINTMY) AR(1) MA(12)
-0.363538 0.001915 0.049253 0.118464 0.354948
0.321058 0.000287 0.032362 0.099938 0.114832
-1.132312 6.675131 1.521970 1.185378 3.091012
0.2599 0.0000 0.1308 0.2384 0.0025
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.083487 0.051044 0.008474 1.948025 .12 .89-.24i .24+.89i -.65+.65i
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Second-Stage SSR
.89+.24i .24-.89i -.65+.65i
.65-.65i -.24+.89i -.89-.24i
0.008213 0.008699 0.008115 0.008345
.65+.65i -.24-.89i -.89+.24i
Dependent Variable: D(LNCPI) Method: Two-Stage Least Squares Date: 03/02/14 Time: 23:56 Sample (adjusted): 2002M04 2012M12 Included observations: 129 after adjustments Convergence achieved after 7 iterations MA Backcast: 2002M03 Instrument list: D(LNINTUS) D(LNY) D(LNCPIUS) DCR D(LNENEXC) Lagged dependent variable & regressors added to instrument list Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNCPIUS) D(LNNEXC) C MA(1)
0.313090 0.043428 0.001331 0.277201
0.092088 0.033294 0.000473 0.089257
3.399904 1.304367 2.813634 3.105654
0.0009 0.1945 0.0057 0.0023
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots
0.197691 0.178436 0.003913 10.61435 0.000003 -.28
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR
0.001862 0.004317 0.001914 1.977179 0.001898
43 Lampiran 3 Hasil output tahap estimasi model Thailand Dependent Variable: D(LNM) Method: Two-Stage Least Squares Date: 03/03/14 Time: 00:02 Sample (adjusted): 2003M03 2012M12 Included observations: 118 after adjustments Failure to improve SSR after 3 iterations MA Backcast: 2002M03 2003M02 Instrument list: D(LNINTUS) (LNY) D(LNCPIUS) DCR D(LNENEXC) Lagged dependent variable & regressors added to instrument list Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNCPI) LNY D(LNINTTH) AR(12) MA(12)
-0.231425 0.001814 -0.042703 0.859767 -0.707889
0.244645 0.000666 0.020795 0.153903 0.223554
-0.945961 2.723522 -2.053515 5.586427 -3.166520
0.3462 0.0075 0.0423 0.0000 0.0020
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat Inverted AR Roots
Inverted MA Roots
0.061263 0.028033 0.008403 1.864275 .99 .49+.86i -.49+.86i .97 .49-.84i -.49-.84i
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Second-Stage SSR .86-.49i .00+.99i -.86+.49i .84-.49i .00-.97i -.84+.49i
.86+.49i -.00-.99i -.86-.49i .84+.49i -.00+.97i -.84-.49i
0.006755 0.008523 0.007979 0.013114 .49-.86i -.49-.86i -.99 .49+.84i -.49+.84i -.97
Dependent Variable: D(LNCPI) Method: Two-Stage Least Squares Date: 03/03/14 Time: 00:07 Sample (adjusted): 2002M02 2012M12 Included observations: 131 after adjustments Instrument list: D(LNINTUS) (LNY) D(LNCPIUS) DCR D(LNENEXC) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNCPIUS) D(LNNEXC) C
0.858508 0.044763 0.000878
0.092107 0.025476 0.000441
9.320795 1.757041 1.989679
0.0000 0.0813 0.0488
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.407438 0.398179 0.004552 44.07679 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR
0.002458 0.005868 0.002653 1.948339 0.002650
44 Lampiran 4 Indeks EMP dan EMI Indonesia Tahun 2002-2012 Tahun 2002
2003
2004
2005
Bulan January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
Δrt
-0.2741 -0.6140 -0.5454 -0.4658 -0.6467 1.4543 -0.3603 -0.2884 0.1435 -1.6454 0.7832 1.0121 0.3305 0.4739 0.4263 -0.7918 -0.7799 0.2868 -0.1792 0.1048 0.1235 -2.3952 0.9273 1.0494 0.3445 0.7682 -0.4951 0.5578 -0.4382 -1.8760 0.4265 -0.1715 -0.3780 0.1282 -0.1159 0.5166 0.3479 -0.1989 0.6515 -0.9202 -0.2800 0.0700 0.0319 -0.9820 -0.4289 0.8809 -0.0377
Δet
-0.0134 -0.0557 -0.0367 -0.0654 -0.0100 0.0380 -0.0323 0.0103 0.0216 -0.0254 -0.0037 -0.0101 -0.0018 -0.0064 -0.0301 -0.0514 -0.0095 0.0233 0.0010 -0.0197 0.0108 0.0055 -0.0118 -0.0054 -0.0027 0.0152 0.0069 0.0613 0.0221 -0.0292 0.0156 -0.0188 -0.0102 -0.0096 0.0281 -0.0146 0.0082 0.0226 0.0099 -0.0075 0.0262 0.0128 0.0576 0.0232 -0.0049 -0.0094 -0.0219
EMP
1.9346 4.3078 3.8390 3.2448 4.5857 -10.2967 2.5282 2.0596 -0.9982 11.6674 -5.5697 -7.2023 -2.3508 -3.3744 -3.0593 5.5757 5.5330 -2.0146 1.2745 -0.7643 -0.8666 17.0272 -6.6015 -7.4630 -2.4510 -5.4444 3.5254 -3.9024 3.1365 13.3023 -3.0151 1.2002 2.6759 -0.9207 0.8515 -3.6857 -2.4641 1.4362 -4.6199 6.5319 2.0160 -0.4843 -0.1689 7.0018 3.0432 -6.2696 0.2462
EMI
1.0069 1.0129 1.0096 1.0202 1.0022 1.0037 1.0128 0.9950 1.0216 1.0022 0.9993 0.9986 0.9992 0.9981 0.9902 1.0092 1.0017 1.0116 0.9992 0.9742 1.0125 0.9997 0.9982 0.9993 0.9989 1.0028 0.9980 1.0157 0.9929 1.0022 1.0052 1.0156 1.0038 0.9896 0.9670 0.9960 1.0033 0.9843 1.0021 1.0011 0.9870 1.0265 1.3413 0.9967 1.0016 0.9985 1.0887
45 2006
2007
2008
2009
2010
January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May
-0.0290 0.0358 0.7241 0.4353 0.3446 -0.6645 -0.1386 0.2940 -0.0057 -0.6795 0.5727 -0.4773 0.5134 0.5345 0.3412 0.2832 -0.1883 0.2831 0.2886 0.1121 -0.0215 0.0196 0.4351 -0.7721 0.5818 0.2480 0.1410 0.1014 -0.2043 0.2038 0.0211 -0.2454 -0.5686 1.4711 1.7884 -1.0740 0.4831 1.1628 1.1148 -0.7169 -0.3735 -0.5048 -0.2219 0.0830 -0.1221 -0.3478 0.0580 -0.2178 0.3825 0.1574 0.4561 0.4746 -0.3845
-0.0506 -0.0218 -0.0190 -0.0376 0.0449 0.0073 -0.0298 -0.0037 0.0104 -0.0203 -0.0023 -0.0176 0.0036 0.0037 -0.0047 -0.0050 -0.0318 0.0245 0.0127 0.0244 -0.0270 -0.0027 0.0321 0.0063 -0.0107 -0.0164 0.0221 0.0054 0.0169 -0.0037 -0.0083 0.0049 0.0366 0.1804 0.1037 -0.1042 0.0226 0.0474 -0.0408 -0.0818 -0.0421 -0.0161 -0.0329 0.0122 -0.0388 -0.0119 -0.0079 -0.0085 -0.0040 -0.0029 -0.0243 -0.0130 0.0183
0.1555 -0.2759 -5.1645 -3.1311 -2.4038 4.7298 0.9551 -2.0929 0.0509 4.8082 -4.0719 3.3742 -3.6452 -3.7945 -2.4294 -2.0174 1.3066 -1.9874 -2.0381 -0.7720 0.1262 -0.1420 -3.0596 5.4932 -4.1454 -1.7788 -0.9798 -0.7149 1.4689 -1.4519 -0.1582 1.7489 4.0775 -10.2738 -12.6055 7.5280 -3.4108 -8.2159 -7.9631 5.0128 2.6118 3.5710 1.5439 -0.5775 0.8291 2.4595 -0.4201 1.5395 -2.7220 -1.1214 -3.2652 -3.3858 2.7508
1.3254 0.9210 0.9963 0.9880 1.0187 0.9984 1.0312 0.9983 0.7961 1.0042 0.9994 1.0052 1.0010 1.0010 0.9980 0.9975 1.0243 1.0123 1.0062 1.0316 1.2138 0.9813 1.0105 0.9988 0.9974 0.9908 1.0225 1.0076 0.9885 0.9975 0.9473 0.9972 0.9910 1.0176 1.0082 1.0138 1.0066 1.0058 0.9949 1.0163 1.0161 1.0045 1.0213 1.0212 1.0468 1.0048 0.9811 1.0055 0.9985 0.9975 0.9926 0.9962 0.9933
46
2011
2012
June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
0.3426 -0.0354 -0.1078 0.8147 0.8194 -1.1813 0.2376 -0.0749 0.3517 0.4004 0.2444 0.2935 0.0311 0.1180 -0.6846 0.3796 0.1755 0.0393 -0.2144 0.3400 0.1398 0.0802 0.3567 -0.1955 -0.3805 -0.0739 0.0208 0.4486 0.0122 0.2095 -0.3075
-0.0103 -0.0140 0.0096 -0.0131 -0.0010 0.0083 -0.0027 0.0071 -0.0251 -0.0096 -0.0146 -0.0041 0.0071 -0.0107 0.0042 0.0227 -0.0018 0.0334 -0.0119 -0.0133 0.0051 0.0097 0.0012 0.0422 -0.0070 0.0014 0.0098 0.0026 0.0025 -0.0010 0.0078
-2.4450 0.2375 0.7756 -5.8030 -5.8240 8.4029 -1.6912 0.5395 -2.5244 -2.8553 -1.7517 -2.0900 -0.2136 -0.8496 4.8691 -2.6748 -1.2493 -0.2462 1.5117 -2.4294 -0.9885 -0.5603 -2.5333 1.4316 2.6972 0.5267 -0.1384 -3.1857 -0.0839 -1.4898 2.1932
0.9958 1.0589 0.9876 0.9977 0.9998 0.9990 0.9984 0.9869 0.9901 0.9966 0.9917 0.9980 1.0333 0.9874 0.9991 1.0085 0.9985 1.1358 1.0079 0.9945 1.0051 1.0173 1.0005 0.9705 1.0026 0.9973 1.0705 1.0008 1.0296 0.9993 0.9964
47 Lampiran 5 Indeks EMP dan EMI Malaysia Tahun 2002-2012 Tahun 2002
2003
2004
2005
Bulan January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
Δrt 0.0000 0.0245 0.2968 0.1330 -0.0882 0.1646 0.1790 -0.0841 0.1064 -0.0744 -0.1351 0.0972 -0.8056 0.7348 0.1606 0.1242 0.1000 0.2040 0.2381 -0.1478 0.5392 0.4197 -0.3128 0.3193 -0.2334 0.6743 0.4782 0.1753 0.2570 0.1837 0.0330 -0.0808 0.5782 0.0780 0.7339 0.3586 0.1964 0.2995 0.6291 0.0850 0.4530 0.1381 0.1352 0.1506 0.1980 -1.4207 0.3457 -0.4848
Δet
0.0001 -0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0034 -0.0075 0.0027 0.0012 0.0012 -0.0001
EMP
-0.2644 -3.2020 -1.4349 0.9518 -1.7761 -1.9317 0.9069 -1.1476 0.8031 1.4575 -1.0484 8.6922 -7.9283 -1.7333 -1.3404 -1.0794 -2.2012 -2.5690 1.5946 -5.8178 -4.5285 3.3750 -3.4450 2.5186 -7.2759 -5.1596 -1.8910 -2.7731 -1.9824 -0.3560 0.8720 -6.2387 -0.8418 -7.9181 -3.8691 -2.1193 -3.2312 -6.7880 -0.9175 -4.8872 -1.4902 -1.4620 -1.6326 -2.1339 15.3302 -3.7289 5.2303
EMI
1.0002 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.9977 0.9954 1.0012 0.9999 1.0003 1.0000
48 2006
2007
2008
2009
2010
January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May
-1.2701 1.2925 0.4091 -0.1200 0.4918 0.1399 0.0597 -0.0101 0.0224 -0.0826 0.3687 -0.2261 0.8830 0.1488 0.7086 0.5670 1.4888 -0.0782 0.1907 -1.1006 -0.0902 0.2650 0.0316 0.1258 0.1157 0.6722 0.7968 0.6561 -0.1526 -0.1186 -0.1051 -1.1332 -1.5905 -0.2672 -0.1355 -0.4333 -0.6563 0.6101 0.0429 -0.2174 -0.3672 0.5422 0.0290 -0.0481 0.2673 -0.0492 0.0354 0.0708 -0.3755 -0.3031 0.2941 -0.1842 -0.0232
-0.0066 -0.0068 -0.0064 -0.0112 -0.0147 0.0150 0.0011 0.0014 -0.0008 0.0017 -0.0095 -0.0260 -0.0117 -0.0033 -0.0016 -0.0153 -0.0106 0.0129 -0.0014 0.0124 -0.0039 -0.0279 -0.0044 -0.0079 -0.0203 -0.0135 -0.0117 -0.0075 0.0164 0.0136 -0.0028 0.0251 0.0326 0.0235 0.0175 -0.0101 0.0062 0.0178 0.0104 -0.0185 -0.0234 -0.0018 0.0081 -0.0081 -0.0073 -0.0256 -0.0038 0.0063 -0.0103 0.0115 -0.0277 -0.0356 0.0144
13.6969 -13.9521 -4.4206 1.2837 -5.3207 -1.4944 -0.6429 0.1108 -0.2427 0.8931 -3.9874 2.4132 -9.5388 -1.6093 -7.6472 -6.1330 -16.0748 0.8567 -2.0591 11.8870 0.9696 -2.8870 -0.3455 -1.3650 -1.2687 -7.2660 -8.6087 -7.0869 1.6629 1.2929 1.1308 12.2516 17.1934 2.9065 1.4798 4.6651 7.0870 -6.5646 -0.4526 2.3271 3.9383 -5.8519 -0.3049 0.5104 -2.8912 0.5050 -0.3862 -0.7578 4.0414 3.2818 -3.2008 1.9514 0.2649
1.0005 0.9995 0.9986 1.0088 0.9972 1.0101 1.0017 0.9875 0.9965 0.9981 0.9976 1.0108 0.9988 0.9979 0.9998 0.9975 0.9993 0.9849 0.9993 0.9990 1.0040 0.9903 0.9874 0.9942 0.9840 0.9981 0.9986 0.9989 0.9901 0.9895 1.0025 0.9980 0.9981 0.9919 0.9882 1.0022 0.9991 1.0027 1.0230 1.0079 1.0059 0.9997 1.0267 1.0159 0.9975 1.0507 0.9901 1.0083 1.0025 0.9965 0.9913 1.0182 0.9456
49
2011
2012
June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
0.1617 -0.1485 -0.2368 0.8293 0.2811 0.4079 -0.1590 -0.6888 0.6181 0.6223 1.0912 0.2908 0.2609 -0.3396 -0.6362 0.5788 -0.0541 0.3053 -0.2004 -0.3940 0.2479 0.2460 0.1450 0.0497 0.0467 -0.0792 -0.2765 0.2606 0.0785 0.0299 -0.1255
0.0038 -0.0185 -0.0163 -0.0155 -0.0014 0.0046 0.0048 -0.0222 -0.0047 -0.0037 -0.0079 0.0009 0.0047 -0.0115 -0.0033 0.0334 0.0160 0.0059 0.0022 -0.0159 -0.0284 0.0074 0.0047 0.0127 0.0257 -0.0041 -0.0159 -0.0128 -0.0076 0.0010 -0.0006
-1.7408 1.5841 2.5384 -8.9632 -3.0349 -4.3964 1.7206 7.4099 -6.6741 -6.7176 -11.7819 -3.1362 -2.8108 3.6523 6.8611 -6.2113 0.5994 -3.2883 2.1639 4.2356 -2.7031 -2.6464 -1.5603 -0.5239 -0.4783 0.8504 2.9672 -2.8241 -0.8549 -0.3221 1.3535
1.0022 1.0117 1.0064 0.9983 0.9995 1.0010 0.9972 1.0030 0.9993 0.9995 0.9993 1.0003 1.0017 1.0031 1.0005 1.0054 0.9733 1.0018 0.9990 1.0038 0.9895 1.0028 1.0030 1.0243 1.0536 1.0048 1.0054 0.9955 0.9911 1.0032 1.0004
50 Lampiran 6 Indeks EMP dan EMI Thailand Tahun 2002-2012 Tahun 2002
2003
2004
2005
Bulan January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
Δrt
-0.9227 -0.3355 0.8443 1.4724 0.8555 -0.7509 2.5272 -2.7827 0.9870 0.3944 -2.2606 0.4880 0.5574 -2.1223 1.5123 0.8248 -0.5045 -0.9038 0.2787 0.4919 -0.6392 0.8940 -2.2505 0.9464 0.1985 0.0649 0.6020 0.9487 0.3061 0.1174 0.3693 0.4851 -0.3722 -0.2835 -1.3702 0.2950 -0.2020 0.6441 0.6190 -0.2283 0.6979 1.0284 0.3852 0.2249 -0.4090 0.9832 -1.5263
Δet
-0.0042 -0.0100 0.0006 -0.0145 -0.0155 -0.0217 0.0224 0.0165 0.0173 -0.0066 -0.0008 -0.0127 0.0029 -0.0027 0.0034 -0.0167 -0.0129 0.0032 -0.0036 -0.0286 -0.0180 0.0044 -0.0048 -0.0157 -0.0002 0.0090 -0.0004 0.0277 0.0066 0.0038 0.0131 -0.0011 -0.0044 -0.0248 -0.0276 -0.0114 -0.0076 0.0038 0.0237 0.0070 0.0277 0.0189 -0.0137 -0.0022 -0.0036 0.0049 -0.0005
EMP
10.5452 3.8257 -9.6527 -16.8483 -9.7966 8.5628 -28.8718 31.8311 -11.2672 -4.5155 25.8448 -5.5919 -6.3699 24.2618 -17.2873 -9.4469 5.7547 10.3363 -3.1896 -5.6526 7.2900 -10.2168 25.7257 -10.8359 -2.2695 -0.7333 -6.8829 -10.8189 -3.4935 -1.3381 -4.2091 -5.5470 4.2510 3.2157 15.6371 -3.3845 2.3023 -7.3598 -7.0533 2.6168 -7.9515 -11.7391 -4.4180 -2.5733 4.6729 -11.2364 17.4503
EMI
1.00039 1.00264 1.00006 0.99913 0.99841 1.00256 1.00077 0.99949 1.00152 0.99853 1.00003 0.99772 1.00045 1.00011 1.00020 0.99822 1.00226 0.99969 0.99886 0.99487 1.00249 1.00043 1.00019 0.99854 0.99991 1.01222 0.99994 1.00252 1.00187 1.00283 1.00308 0.99980 1.00103 1.00781 1.00179 0.99661 1.00331 1.00052 1.00333 0.99732 1.00343 1.00160 0.99688 0.99914 1.00076 1.00044 1.00003
51 2006
2007
2008
2009
2010
January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May
-0.1478 1.3641 0.0909 1.1084 1.0229 0.8150 -0.3992 0.7704 0.8910 -0.1546 0.4406 -1.4347 0.5535 -0.4722 1.0295 -0.1129 0.8370 1.2893 -2.5610 2.6662 0.7951 0.7637 0.0466 -2.4495 2.6250 3.9876 3.1352 1.0712 0.9255 -0.6754 -0.0048 0.3139 0.3467 -0.0387 2.3035 -1.5647 2.7691 2.0152 1.6705 -0.9212 2.7798 -3.0647 1.2923 1.4519 0.5775 1.2141 0.4192 -3.1194 2.9522 -1.7644 0.6188 0.5448 0.0208
-0.0386 -0.0044 -0.0101 -0.0259 -0.0001 0.0105 -0.0099 -0.0101 -0.0043 -0.0039 -0.0212 -0.0224 -0.0142 -0.0377 -0.0375 -0.0068 0.0122 -0.0154 -0.0616 0.0453 0.0082 -0.0167 -0.0056 -0.0387 0.0049 0.0283 0.0074 0.0049 0.0147 0.0352 0.0089 0.0104 0.0123 0.0053 0.0177 -0.0008 -0.0039 0.0125 0.0120 -0.0094 -0.0223 -0.0151 -0.0021 -0.0007 -0.0065 -0.0118 -0.0038 -0.0017 -0.0053 0.0029 -0.0192 -0.0069 0.0030
1.6505 -15.5999 -1.0492 -12.6985 -11.6946 -9.3070 4.5537 -8.8186 -10.1909 1.7632 -5.0583 16.3801 -6.3430 5.3606 -11.8086 1.2844 -9.5576 -14.7563 29.2168 -30.4382 -9.0825 -8.7484 -0.5384 27.9652 -30.0064 -45.5623 -35.8371 -12.2417 -10.5667 7.7567 0.0641 -3.5780 -3.9520 0.4482 -26.3187 17.8880 -31.6627 -23.0269 -19.0870 10.5222 -31.8035 35.0238 -14.7770 -16.6003 -6.6091 -13.8929 -4.7970 35.6625 -33.7575 20.1754 -7.0946 -6.2357 -0.2348
1.02387 0.99971 0.99030 0.99794 0.99999 1.00113 1.00220 0.99885 0.99958 1.00221 0.99577 1.00138 0.99774 1.00716 0.99677 1.00531 1.00126 0.99895 1.00217 1.00146 1.00089 0.99807 0.98950 1.00141 1.00016 1.00061 1.00020 1.00040 1.00138 0.99553 0.86240 1.00288 1.00309 0.98815 1.00067 1.00004 0.99988 1.00054 1.00063 1.00089 0.99929 1.00044 0.99986 0.99996 0.99901 0.99914 0.99920 1.00005 0.99984 0.99986 0.99726 0.99889 1.01269
52
2011
2012
June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
1.1456 1.6284 1.6009 -1.6129 3.6721 -1.9394 -2.6221 1.5041 2.7214 -0.7499 4.6381 -0.1857 -0.7762 1.3851 -0.2810 -1.5112 -1.0582 1.5517 -3.2797 2.6536 0.4138 -0.1100 -1.0483 -1.0259 2.0005 0.9457 0.7081 0.4730 -0.4423 -0.0391 -3.4795
0.0025 -0.0048 -0.0179 -0.0301 -0.0282 -0.0017 0.0072 0.0152 0.0049 -0.0119 -0.0096 0.0059 0.0092 -0.0149 -0.0058 0.0193 0.0125 0.0030 0.0078 0.0106 -0.0264 0.0006 0.0051 0.0136 0.0105 0.0001 -0.0070 -0.0145 -0.0087 0.0006 -0.0026
-13.0954 -18.6229 -18.3213 18.4099 -42.0113 22.1717 29.9859 -17.1814 -31.1089 8.5621 -53.0369 2.1290 8.8840 -15.8513 3.2067 17.2963 12.1109 -17.7374 37.5051 -30.3282 -4.7577 1.2585 11.9901 11.7430 -22.8612 -10.8121 -8.1027 -5.4225 5.0481 0.4471 39.7789
1.00019 0.99974 0.99902 1.00166 0.99932 1.00008 0.99976 1.00088 1.00016 1.00139 0.99982 0.99722 0.99897 0.99905 1.00182 0.99889 0.99898 1.00017 0.99979 1.00035 0.99438 0.99952 0.99957 0.99885 1.00046 1.00001 0.99913 0.99730 1.00173 0.99868 1.00006
53 Lampiran 7 Observed dan Imputed nilai tukar Rupiah, Ringgit dan Baht terhadap dolar Amerika Serikat Tahun 2002-2012 Tahun 2002
2003
2004
2005
Bulan January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May
Indonesia EXC EXC (Obs) (Imp) 10320.00 10189.00 10519.65 9655.00 10627.93 9316.00 10025.65 8785.00 9618.28 8730.00 9187.85 9108.00 7831.10 8867.00 9338.27 9015.00 9049.63 9233.00 8925.01 8976.00 10310.25 8940.00 8476.07 8876.00 8296.11 8905.00 8667.34 8908.00 8604.51 8675.00 8635.48 8279.00 9158.69 8285.00 8737.08 8505.00 8118.09 8535.00 8613.39 8389.00 8469.77 8495.00 8316.30 8537.00 9941.46 8465.00 7973.43 8441.00 7833.26 8447.00 8234.11 8587.00 7987.12 8661.00 8889.72 9210.00 8323.01 9415.00 9498.87 9168.00 10667.41 9328.00 8891.58 9170.00 9439.95 9090.00 9415.38 9018.00 9006.31 9290.00 9094.79 9165.00 8947.60 9260.00 8939.17 9480.00 9392.99 9570.00 9042.04 9495.00 10195.10
Malaysia EXC EXC (Obs) (Imp) 3.80 3.80 3.79 3.80 3.68 3.80 3.75 3.80 3.84 3.80 3.73 3.80 3.73 3.80 3.83 3.80 3.76 3.80 3.83 3.80 3.86 3.80 3.76 3.80 4.13 3.80 3.50 3.80 3.73 3.80 3.75 3.80 3.76 3.80 3.72 3.80 3.70 3.80 3.86 3.80 3.58 3.80 3.63 3.80 3.93 3.80 3.67 3.80 3.90 3.80 3.52 3.80 3.60 3.80 3.73 3.80 3.69 3.80 3.72 3.80 3.79 3.80 3.83 3.80 3.56 3.80 3.77 3.80 3.50 3.80 3.65 3.80 3.72 3.80 3.68 3.80 3.54 3.80 3.77 3.80 3.61
Thailand EXC EXC (Obs) (Imp) 44.04 43.85 48.68 43.42 45.53 43.44 39.22 42.82 36.12 42.16 38.62 41.26 45.77 42.19 29.35 42.89 55.62 43.64 38.06 43.35 41.67 43.32 54.56 42.77 40.90 42.90 40.05 42.78 53.30 42.93 35.39 42.22 38.87 41.68 44.65 41.81 45.98 41.66 40.47 40.48 39.30 39.76 43.43 39.94 35.70 39.75 50.21 39.12 35.44 39.12 38.24 39.47 38.83 39.45 36.75 40.56 35.18 40.83 39.14 40.98 40.28 41.52 39.26 41.47 39.22 41.29 43.24 40.28 42.62 39.18 46.58 38.74 37.86 38.45 39.63 38.59 35.62 39.52 35.87 39.80 40.56
54
2006
2007
2008
2009
June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April
9713.00 9819.00 10240.00 10310.00 10090.00 10035.00 9830.00 9395.00 9230.00 9075.00 8775.00 9220.00 9300.00 9070.00 9100.00 9235.00 9110.00 9165.00 9020.00 9090.00 9160.00 9118.00 9083.00 8815.00 9054.00 9186.00 9410.00 9137.00 9103.00 9376.00 9419.00 9291.00 9051.00 9217.00 9234.00 9318.00 9225.00 9118.00 9153.00 9378.00 10995.00 12151.00 10950.00 11355.00 11980.00 11575.00 10713.00
9686.42 9665.96 9802.41 10956.99 10623.75 9457.39 10059.71 9845.28 9369.08 8753.31 8790.85 8564.07 9656.09 9388.82 8880.17 9104.63 9679.04 8739.05 9474.24 8691.20 8745.08 8937.47 8934.06 9201.68 8639.81 8869.47 9115.08 9421.87 9124.02 8824.48 9891.04 9028.55 9125.73 8962.32 9151.11 9369.64 9182.71 9210.41 9277.47 9526.21 8414.52 9609.02 13065.73 10576.52 10422.09 11026.02 12155.23
3.80 3.79 3.76 3.77 3.77 3.78 3.78 3.75 3.73 3.70 3.66 3.61 3.66 3.67 3.67 3.67 3.68 3.64 3.55 3.51 3.49 3.49 3.44 3.40 3.44 3.44 3.48 3.47 3.37 3.36 3.33 3.27 3.22 3.18 3.16 3.21 3.26 3.25 3.33 3.44 3.52 3.58 3.55 3.57 3.63 3.67 3.61
3.74 3.74 3.73 3.68 4.35 3.63 3.98 4.30 3.23 3.56 3.75 3.47 3.56 3.64 3.67 3.66 3.70 3.53 3.73 3.21 3.45 3.23 3.28 2.88 3.43 3.37 3.85 3.52 3.37 3.36 3.31 3.29 3.03 2.94 2.96 3.21 3.25 3.29 3.65 3.90 3.54 3.57 3.75 3.80 3.34 3.62 3.76
40.92 41.70 41.13 41.04 40.90 41.10 41.08 39.52 39.34 38.95 37.95 37.95 38.35 37.97 37.59 37.43 37.28 36.50 35.69 35.19 33.89 32.64 32.42 32.82 32.32 30.39 31.80 32.06 31.52 31.35 30.16 30.30 31.17 31.40 31.56 32.03 33.18 33.47 33.82 34.24 34.42 35.04 35.01 34.87 35.31 35.74 35.40
36.64 36.11 39.86 40.07 42.96 36.30 48.27 41.75 33.35 38.93 34.00 33.51 34.42 40.09 34.62 33.76 38.09 35.40 42.48 33.43 37.08 29.89 33.06 29.32 27.98 41.76 21.14 28.91 29.25 31.36 40.11 21.11 16.50 20.00 27.56 28.22 34.51 33.20 32.27 32.48 34.39 25.36 41.30 23.92 26.84 28.57 39.50
55
2010
2011
2012
May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
10340.00 10225.00 9920.00 10060.00 9681.00 9545.00 9480.00 9400.00 9365.00 9335.00 9115.00 9012.00 9180.00 9083.00 8952.00 9041.00 8924.00 8928.00 9013.00 8991.00 9057.00 8823.00 8709.00 8574.00 8537.00 8597.00 8508.00 8578.00 8823.00 8835.00 9170.00 9068.00 9000.00 9085.00 9180.00 9190.00 9565.00 9480.00 9485.00 9560.00 9588.00 9615.00 9605.00 9670.00
10992.80 10709.24 10382.86 9862.71 10143.41 9919.11 9504.91 9625.94 9144.13 9259.98 9030.19 8806.38 9259.91 8955.55 9104.57 9021.43 8516.35 8404.26 9678.21 8860.57 9039.51 8828.37 8571.07 8556.44 8394.80 8518.77 8523.96 8922.26 8348.56 8712.77 8813.25 9308.62 8847.70 8911.03 9034.10 8947.44 9321.57 9822.99 9529.93 9471.87 9255.45 9579.96 9471.75 9815.66
3.52 3.52 3.54 3.52 3.49 3.40 3.39 3.41 3.38 3.41 3.32 3.20 3.25 3.26 3.20 3.15 3.10 3.10 3.11 3.13 3.06 3.05 3.03 3.01 3.01 3.03 2.99 2.98 3.08 3.13 3.15 3.16 3.11 3.02 3.04 3.06 3.10 3.18 3.17 3.12 3.08 3.05 3.06 3.05
3.75 3.32 3.50 3.56 3.41 3.51 3.39 3.36 3.55 3.49 3.30 3.39 3.21 3.19 3.31 3.28 2.87 3.01 2.96 3.17 3.36 2.86 2.84 2.68 2.92 2.93 3.14 3.20 2.80 3.10 3.03 3.22 3.29 3.03 2.94 3.00 3.04 3.08 3.21 3.26 3.03 3.05 3.04 3.10
34.62 34.10 34.03 34.01 33.79 33.39 33.26 33.20 33.03 33.12 32.49 32.27 32.37 32.45 32.29 31.72 30.78 29.92 29.87 30.09 30.55 30.70 30.33 30.04 30.22 30.50 30.05 29.87 30.46 30.84 30.93 31.17 31.51 30.69 30.70 30.86 31.29 31.62 31.62 31.40 30.94 30.68 30.69 30.62
24.14 46.75 29.06 28.38 31.76 29.09 31.79 45.12 22.00 39.69 30.77 30.47 32.19 28.13 26.40 26.37 37.56 17.85 36.55 38.83 24.92 21.04 33.32 14.25 30.68 32.91 25.66 31.01 35.04 34.15 25.37 42.53 21.72 30.01 31.07 34.38 34.49 24.13 28.20 29.06 29.69 32.51 30.81 42.90
*EXC (obs) merupakan nilai tukar mata uang domestik terhadap dolar Amerika Serikat **EXC (imp) diperoleh dari
56
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sengkang (Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan) pada tanggal 1 Februari 1987. Penulis adalah anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Amiruddin Abu dan Ibu Hajrah M. Amiruddin. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Negeri 7 Kuningan (Jawa Barat). Setelah itu, menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2002 di SLTP Negeri 4 Kuningan. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2005 di SMA Negeri 2 Kuningan. Setelah lulus SMA, penulis diterima di Program Keahlian Ekowisata, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler dan lulus pada tahun 2008. Setelah lulus dari Program Diploma Institut Pertanian Bogor, penulis melanjutkan pendidikan pada tingkat sarjana. Penulis diterima di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis kembali melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyelesaian tesis, penulis melakukan penelitian berjudul: Tekanan Nilai Tukar dan Intervensi Bank Sentral di Tiga Negara ASEAN, di bawah bimbingan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec dan Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS.