Lokakarya Nasional Kambing Potong
TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBSINIS KAMBING DITINJAU DARI ASPEK PEWILAYAHAN SENTRA PRODUKSI TERNAK DJAFAR MAKKA Direktur Pengembangan Peternakan,Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan,Departemen Pertanian
ABSTRAK Dengan jumlah penduduk yang sedemikian besar dengan laju pertumbuhan sekitar 1,5% serta elastisitas permintaan akan hasil produksi peternakan yang tinggi; kebutuhan akan produksi hasil ternak ruminsia berupa daging, susu dan kulit akan semakin meningkat. Oleh karena kesenjangan yang semakin besar antara kebutuhan dan kemampuan produksi di dalam negeri, maka pasar dalam negeri menjadi incaran negara-negara produsen terutama apabila tidak ada upaya serius untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kekurangan pasokan daging di dalam negeri adalah pengembangan ternak kambing. Ternak kambing mempunyai beberapa keunggulan dibanding ternak lainnya, antara lain mudah menyesuaikan dengan berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim seperti suhu udara dan ketersediaan pakan. Kebutuhan modal yang diperlukan untuk kambing jauh lebih rendah dibanding untuk ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau. Ternak kambing pada umumnya digunakan sebagai tabungan hidup yang sewaktu-waktu dapat dijual apabila diperlukan seperti pada saat anak masuk sekolah atau hajatan. Sehingga ternak kambing dapat digunakan sebagai instrumen pengentasan kemiskinan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan sebagai pembina teknis bidang peternakan di Indonesia mengarahkan pengembangan peternakan kambing di dalam kawasan, baik sebagai kawasan khusus peternakan maupun dalam kawasan yang merupakan integrasi perkebunan, hotikultura, tanaman pangan, kehutanan dan perikanan dengan ternak. Pengembangan peternakan dalam suatu kawasan akan mempunyai keuntungan diantaranya adanya jaminan usaha apabila suatu kawasan sudah ditetapkan PERDAnya sebagai kawasan peternakan oleh pemerintah setempat. Selain itu akan diperoleh sinergi dari berbagai macam kegiatan yang diarahkan ke dalan suatu lokasi kawasan pengembangan pertanian. Idealnya, segala macam aktivitas agribisnis mulai dari hulu, on-farm, hilir dan jasa-jasa pendukung dapat ditemukan dalam suatu kawasan pengembangan peternakan. Dengan bantuan input teknologi dan bantuan permodalan serta perbaikan sistem pemasaran, diharapkan para peternak kambing dapat dengan cepat meningkatkan jumlah populasi kambing di Indonesia. Kata kunci: Pengembangan kambing, agribisnis, integrasi
PENDAHULUAN Potensi permintaan akan daging di Indonesia sangat besar. Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 220 juta dengan tingkat pertumbuhan sekitar 1,5%/tahun dan elastisitas permintaan daging yang tinggi, maka peningkatan pendapatan dan pertambahan penduduk secara nyata meningkatkan jumlah permintaan akan daging setiap tahunnya. Akhir-akhir ini terdapat kecendrungan kenaikan impor daging sapi, susu dan ternak sapi hidup. Tidak heran jika negaranegara lain selalu mengincar Indonesia sebagai tempat memasarkam produksi dagingnya terutama apabila Indonesia masih belum dapat menghasilkan produk sejenis dengan harga lebih bersaing. Pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan industri peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri
peternakan di Indonesia. Namun demikian, sejalan dengan kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini bahwa peran pemerintah dalam pembangunan semakin meningkat. Pemerintah dewasa ini lebih berperan sebagai streering daripada rowing. Maksudnya, bahwa yang melakukan kegiatan pembangunan adalah masyarakat dan pihak swasta sedangkan pemerintah hanya mendorong dan menyiapkan kondisi dan lingkungan yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan agribisnis peternakan. Dengan semakin terbatasnya kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana pembangunan, maka pemerintah akan lebih selektif dalam hal pemilihan bidang apa saja yang akan terus didorong dan difasilitasi agar hasil yang lebih optimal dapat dicapai dalam pembangunan peternakan. Kita harus dapat cermat memilih jenis ternak yang akan dikembangkan. Misalnya, ternak lokal yang telah beradaptasi baik dengan lingkungan alam dan iklim Indonesia, perlu terus dikembangkan sehingga
3
Lokakarya Nasional Kambing Potong
menjadi ternak andalan yang akan memberikan manfaat yang besar bagi peternak kita. Demikian juga dengan pemilihan jenis usaha di pulau Jawa yang padat penduduk dan lahan terbatas sebaiknya dilakukan usaha penggemukan dengan jalan mengintegrasikan dengan kegiatan pertanian lainnya. Selain itu kenyataan yang ada adalah bahwa setiap petani yang memelihara ternak selalu mempunyai kegiatan pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Sedangkan di kawasan Timur Indonesia dapat dijadikan sebagai daerah penghasil ternak bakalan untuk pulau Jawa; maka biaya pemeliharaan ternak bakalan dapat ditekan sehingga diharapkan dapat bersaing dengan ternak bakalan impor. Ke depan, tantangan yang dihadapi bidang peternakan di Indonesia semakin berat. Apabila kita tidak bersungguh-sungguh membangun peternakan yang tangguh, berbasis sumberdaya lokal dan berdaya saing; maka jumlah impor hasil peternakan berupa daging, telur dan susu akan meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Agar dapat menjadi tuan rumah sendiri maka tidak ada jalan lain kecuali bersungguh-sungguh dan bekerja keras membangun industri peternakan yang dapat memenuhi permintaan dalam negeri dan sekaligus dapat mengekspor kelebihan hasil produksinya ke negara- negara yang memerlukan. Terdapat kecenderungan bahwa negara-negara maju semakin sulit menerima produksi hasil pertanian dari negara berkembang seperti Indonesia dengan menetapkan syarat-syarat importasi yang lebih ketat terutama hambatan non-tarif. Hal ini dapat menjadi pemicu bagi rakyat Indonesia agar dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing secara internasional. Untuk mencapai hal ini hanya dapat dicapai dengan kerja keras, disiplin, tidak mudah putus asa dan mau terus mempelajari dan menerapkan teknologi yang berkembang.
populasinya secara nasional hanya mengalami peningkatan sebesar 4,53%. Lebih separuh dari populasi kambing di Indonesia tersebar di pulau Jawa, sedangkan di pulau Sumatera sekitar separuh dari populasi kambing di pulau Jawa. Sehingga, di pulau Sumatera dan Jawa memiliki sekitar 82,7% dari total populasi kambing yang ada. Sisanya, kurang dari 20% tersebar di beberapa pulau yaitu mulai dari yang paling banyak: Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara, Maluku, Kalimantan, dan Papua. Jawa Tengah merupakan propinsi dengan populasi ternak kambing terbesar dan Bangka Belitung dengan jumlah populasi terendah (Tabel 1).
(000 ekor) 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 1997
1998 Sapi perah
1999 Sapi potong
2000 Kerbau
2001 Kambing
2002 Domba
2003 Kuda
Sumber : DITJEN BP PETERNAKAN 2003 Gambar 1. Perkembangan populasi ternak ruminansia di Indonesia Tabel 1. Distribusi populasi ternak kambing, 2003 Populasi (ekor)
%
Sumatera
3.477.437
26.2
Jawa
7.498.809
56.5
Kalimantan
264.843
1.9
Sulawesi
851.904
6.4
TANTANGAN PENGEMBANGAN KAMBING DI INDONESIA
Bali dan Nusa Tenggara
781.395
5.9
Maluku
262.688
2.0
Populasi Ternak Ruminansia
Papua
146.267
1.1
Jumlah
13.303.343
100
Perkembangan populasi ternak ruminansia dari tahun 1997 sampai 2003 tertera pada Gambar 1. Pada tahun 2002, populasi ternak sapi perah sekitar 358 ribu ekor, sapi potong 11,3 juta ekor, kerbau 2.403 ribu ekor, kambing 12.5 juta ekor, domba 7.6 juta ekor dan kuda 419 ribu ekor. Selama kurun waktu 1997-2003, jumlah populasi relatif stabil dengan kecendrungan terjadi sedikit kenaikan dan penurunan dari berbagai jenis ternak. Khusus untuk ternak kambing, dalam lima tahun terakhir
4
Pulau
Sumber: Buku Statistik Peternakan, 2003
Produksi Daging Ternak Ruminansia Sejalan dengan jumlah populasi yang relatif stabil selama periode 1997–2003, produksi daging sapi pada tahun 2003 sudah mencapai jumlah produksi pada tahun 1997 yaitu masa awal kritis moneter dan ekonomi. Selama periode tersebut
Lokakarya Nasional Kambing Potong
jumlah produksi daging kambing relatif stabil, akan tetapi terdapat kecenderungan peningkatan produksi daging domba (Gambar 2). Secara proporsional, 66% daging ternak ruminansia dihasilkan sapi, 14% daging domba, 12% daging kambing dan 8% daging kerbau (Gambar 3). (000 ton) 400.0 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 1997
1998 Sapi
1999 Kerbau
2000
2001
Kambing
2002
Domba
2003
Kuda
Sumber: BUKU STATISTIK PETERNAKAN, 2003 Gambar 2. Perkembangan produksi daging ternak ruminansia 1997-2003
Domba 14%
Impor Jumlah impor berbagai jenis daging dan ternak sapi hidup dalam kurun waktu 1997 – 2003 tertera pada Tabel 2 dan Gambar 4. Secara umum terjadi kenaikan jumlah impor hati/jeroan yang berasal dari sapi secara mencolok, sedangkan impor daging sapi cenderung menurun. Di lain pihak jumlah impor daging kambing/domba cenderung stabil.Jumlah impor sapi bakalan pada tahun 2000 hampir mencapai jumlah pada tahun 1997, namun terjadi penurunan hingga tahun 2002 dan terjadi peningkatan lagi pada tahun 2003. Sementara itu, jumlah impor sapi bibit relatif sedikit dibandingkan jumlah impor sapi bakalan. Jumlah impor sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah, pada saat nilai tukar rupiah menurun jumlah impor daging dan sapi hidup hidup cenderung menurun. Selain nilai tukar rupiah ketersediaan daging dan sapi hidup di negara eksportir juga sangat berpengaruh terhadap jumlah yang dapat diimpor ke dalam negeri. Oleh karena faktor tersebut akan mempengaruhi harga komoditi tersebut.
Kuda 0%
Ekspor
Sapi Kerbau
Kambing 12%
Kambing
Selama kurun waktu 1997–2003 terdapat sejumlah kecil ekspor daging ternak ruminansia (Gambar 6). Pada tahun 2001, jumlah ekspor daging sapi berjumlah 175 ton, daging kambing/domba 86 ton dan hati/jeroan 55 ton.
Domba Kerbau 8%
PERDAGANGAN
Kuda Sapi 66%
Sumber: BUKU STATISTIK PETERNAKAN, 2003 Gambar 3. Proporsi produksi daging ternak ruminansia, 2002 Tabel 2. Perkembangan impor ternak hidup, daging dan jerohan ternak ruminansia 1997 Volume impor daging (ton) Daging sapi 23,315.3 Daging kb/db 675.4 Hati/jeroan 8,942.2 Jumlah 32,932.9 jumlah impor ternak hidup (ekor) Sapi bibit 4,400 Sapi bakalan 277,000 Kuda Jumlah 281,400
1998
1999
2000
2001
2002
2003
8,813.8 412.2 6,228.9 15,454.9
10,552.9 434.7 7,746.0 18,733.6
26,962.3 591.8 30,403.1 57,957.2
16,516.6 691.7 24,626.2 41,834.5
11,473.8 482.6 31,400.5 43,356.9
10,671.4 475.5 35,778.5 46,925.4
1,900 49,900
200 118,400
500 267,700
51,800
118,600
268,200
4,600 168,100 1,900 174,600
558 141,700 100 142,358
173 208,800 3926 212,899
Sumber: BUKU STATISTIK PETERNAKAN (2003)
5
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Volume (ton) 40,000.0 35,000.0 30,000.0 25,000.0 20,000.0 15,000.0 10,000.0 5,000.0 0.0 1997
1998
1999
Daging sapi
2000
2001
Daging kb/db
2002
2003
Hati/jeroan
Gambar 4. Volume impor daging, 1997–2003 (ekor) 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000
mengandung lebih banyak kolesterol. Dengan semakin rendahnya harga daging kambing apabila terjadi peningkatan pasokan dalam negeri diharapkan tingkat konsumsi rumah tangga dapat meningkat. Selain itu demo memasak dan promosi khasiat daging kambing perlu dimasyaratkan secara terus menerus.Peningkatan suplai daging kambing diharapkan akan dapat mengurangi tekanan terhadap pemotongan sapi potong dan sekaligus mengurangi jumlah impor daging sapi dan daging kambing dan domba yang semakin meningkat. Juga sekaligus diharapkan dapat melakukan ekspor yang dapat menghasilkan devisa apabila kebutuhan di dalam negeri telah terpenuhi. Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) bertujuan untuk mengatasi masalah ini dengan jalan menghasilkan semen beku dan semen cair. Beberapa BIBD juga mencoba melaksanakan embrio transfer (ET) untuk ternak kambing unggul seperti kambing Boer dan hasil persilangannya diharapkan dapat mengatasi kelangkaan bibit kambing.
50,000 0 1997
1998
1999
2000
Sapi bibit
2001
2002
2003
Sapi bakalan
PELUANG PENGEMBANGAN KAMBING DI INDONESIA Potensi Ternak Kambing
Gambar 5. Volume impor sapi, 1997-2003
(ton) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1997
1998
1999
Daging sapi
2000
2001
2002
Daging kb/db
2003
Hati/jeroan
Gambar 6. Volume ekspor daging, 1997-2003
Secara umum peran daging kambing dalam menyuplai kebutuhan daging secara nasional masih kecil dibandingkan dengan daging sapi. Apabila dibanding dengan jumlah produksi daging secara total (termasuk daging ayam) maka peran tersebut akan semakin kecil. Kecilnya kontribusi produksi daging kambing terhadap produksi total daging secara keseluruhan (red meat dan white meat) diakibatkan oleh preferensi konsumen yang masih rendah terhadap daging kambing. Hal ini antara lain disebabkan anggapan bahwa daging kambing
6
Ternak kambing mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan ternak lainnya antara lain mudah menyesuaikan dengan berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim seperti suhu udara dan ketersediaan pakan. Kebutuhan modal yang diperlukan untuk kambing jauh lebih rendah dibandingkan untuk ternak ruminansia besar seperti dapi dan kerbau. Ternak kambing sudah lama diketahui sebagai ternak yang diusahakan oleh petani miskin karena cocok dipelihara di daerah kering dengan kualitas tanah yang sangat marginal. Ternak kambng juga digunakan sebagai tabungn hidup yang sewaktu-waktu dapat dijual apabila diperlukan seperti pada saat anak masuk sekolah atau hajatan. Sehingga, ternak kambing dapat digunakan sebagai instrumen pengentasan kemiskinan. Kambing lokal yang ada di Indonesia mempunyai kemampuan menghasilkan anak kurang lebih 3 ekor selama dua tahun. Persilangan kambing lokal seperti kambing Kacang dengan kambing Boer menghasilkan keturunan dengan bobot badan yang lebih besar. Namun demikian, kambing sangat sensitif terhadap stress karena transportasi sehingga perlu penanganan yang hatihati apabila melakukan pemindahan dan mengumpulkan dalam jumlah besar dalam satu tempat.
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Pada umumnya masyarakat petani di pedesaan familiar dengan pemeliharaan kambing sehingga dengan input teknologi dan bantuan pemodalan serta perbaikan system pemasaran dapat dengan cepat mendorong peningkatan jumlah populasi kambing di Indonesia. Potensi Wilayah Berdasarkan analisa potensi wilayah kerjasama antara Ditjen Bina Produksi Peternakan dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Tabel 3) bahwa di beberapa propinsi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) maupun di Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih dapat menampung beberapa juta satuan ternak (ST). Berdasarkan data tersebut maka penambahan populasi kambing masih dapat dilakukan secara besar-besaran, sehingga setiap 1000 ST, dapat menampung sekitar 17.000 ekor kambing Kacang atau 14.000 ekor kambng PE (faktor konversi kambing Kacang 0,06 dan kambing kambing PE 0,07 untuk setiap satu satuan ternak. Pasar Domestik dan Ekspor Ditinjau dari aspek pasar, pengembangan agribisnis kambing mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi di dalam negeri saja diperlukan tidak kurang dari 5,6 juta ekor/tahun. Ditambah dengan permintaan dari luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Arab Saudi permintaan tersebut semakin sulit untuk dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan jamaah haji pada hari raya Idul Adha, Arab Saudi memerlukan kambing dan domba sebanyak 2,5 juta ekor/tahun. Sementara itu, Malaysia dan Brunei Darussalam
memerlukan 200 ribu/tahun dengan harga penawaran Rp. 1,6 juta/ekor umur satu tahun. Namun demikian, hampir semua potensi permintaan ekspor tersebut belum dapat dipenuhi. Kebijakan Visi pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: Terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui pembangunan peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal. Sedangkan misinya adalah: 1. Penyediakan pangan asal ternak yang cukup baik kuantitas maupun kualitas; 2. Memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi; 3. Menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan petrnak; 4. Menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan; dan 5. Melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut grand strategy yang ditempuh adalah melalui pembangunan totalitas seluruh sistem dan usaha agribisnis peternakan mulai dari subsistem hulu, subsistem budidaya, subsistem hilir dan subsistem jasa-jasa pendukung. Dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan PP No.25 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah maka peran pemerintah propinsi, kabupaten dan kota semakin penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan agribisnis peternakan di Inonesia.
Tabel 3. Daya tampung ternak kambing berdasdarkan hasil Analisa Potensi Wilayah (APW) Propinsi Kawasan Barat Indonesia Jambi Bengkulu Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Kawasan Timur Indonesia Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Maluku
IDD
Daya Tampung
Populasi
Penambahan
267,7, 4,2 5,5
2.205.428 284.233 1.923.655 4.407.492 1.940.379
249.201 135.705 1.395.333 3.065.995 856.944
1.839.403 148.528 528.322 1.350.499 1.083.325
2.825.110 3.080.659 2.657.606 424.547 592.666 2.867.355 1.105.488 743.264
46.326 129.933 962.592 261.358 577.385 471.971 633.471 198.332
2.778.782 2.950.726 1.671.405 163.189 15.823 2.395.384 532.384 544.934
47,4 5,7 2,1 12,2 3,7 150
7
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Penjabararan lebih lanjut dari grand strategy tersebut dalam bidang peternakan adalah dengan melakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan. 2. Pengembangan kelembagaan petani peternak 3. Peningkatan usaha dan industri peternakan 4. Optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya lokal 5. Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan 6. Membangun teknologi tepat guna yang ramah lingkungan Untuk menerapkan kebijakan yang tepat dalam pengembangan peternakan di Indonesia perlu uraian secara singkat tentang situasi dan kondisi peternakan kita saat ini, khususnya peternakan ruminansia besar dan kecil yang masih didominasi peternakan rakyat berskala kecil. Mereka ini dapat kita kategorikan sebagai “pengguna” dan “pemelihara” yang akan sulit menerima atau mengadopsi teknologi yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka senderi. Kita berharap bahwa mereka akan cepat beralih menjadi peternak “produsen” atau “pembibit” oleh karena dari kelompok peternak semacam inilah percepatan produksi dapat dihasilkan. Diharapkan sebagian kecil peternak akan menjadi peternak pembibit yang menghasilkan bibit ternak berkualitas dengan pemurnian bangsa kambing yang ada atau melakukan persilangan sehingga diperoleh keturunan yang sifat-sifat produksinya disukai peternak dan konsumen. Pemerintah terus mendorong tumbuh dan berkembangnya asosiasi atau himpunan peternak sehingga diharapkan asosiasi tersebut nantinya dapat menetapkan berbagai macam standar jenis ternak unggulan dan produk yang dihasilkan para anggotanya sehingga mutu produksinya lebih baik dan terjamin. Direktorat Jenderal Bina Produksi Petenakan sebagai pembina teknis bidang peternakan di Indonesia mengarahkan pengembangan peternakan maupun dalam kawasan yang merupakan integrasi perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, kehutanan dan perikanan dengan ternak. Pengembangan peternakan dalam suatu kawasan akan mempunyai banyak keuntungan diantaranya adanya jaminan usaha apabila suatu kawasan suatu kawasan sudah ditetapkan PERDAnya sebagai kawasan peternakan oleh pemerintah setempat. Selain itu akan diperoleh sinergi dari berbagai
8
macam kegiatan yang diarahkan ke dalam suatu lokasi kawasan pengembangan pertanian. Idealnya, segala macam aktifitas agribisnis mulai dari hulu, on-farm, hilir dan jasa-jasa pendukung dalam ditemukan dalam suatu kawasan pengembangan peternakan. Pengembangan Ternak Kambing di Kawasan Khusus Kawasan khusus dikembangkan dengan tujuan tertentu sesuai peruntukannya dan di dalam pengelolaan usahanya sudah menggunakan prinsipprinsip manajemen mulai dari pengadaan sarana produksi sampai dengan pemasarannya. Para peternak yang berada di lokasi kawasan ini biasanya tergabung dalam kelompok dan bahkan ada diantaranya yang sudah tergabung dalam koperasi. Contoh kawasan khusus yang sudah berkembang antara lain kawasan kambing PE Kaligesing di Purworejo, Jawa Tengah dan kawasan kambing PE di kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ke depan, sebaiknya pengembangan ternak kambing di kawasan khusus dilakukan di daerah kering dimana tanaman pangan dan tanaman lainnya sulit berkembang. Di daerah pertanian intensif seperti di pulau Jawa, ternak sulit untuk dikembangkan secara besar-besaran di pulau Jawa dan propinsi Lampung yang telah dipelopori oleh beberapa perusahaan menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Sebagai akibatnya, Dompet Dhuafa Republika mengalihkan perhatiannya untuk membangun “kampoeng ternak” dengan harapan petani dapat memelihara ternak kambing dan domba dengan skala sekitar 20 ekor. Indikasi awal semacam ini tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun harus diakui bahwa tantangan pengembangan ternak kambing di daerah kering di Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih berat terutama dari ketersediaan sarana dan prasarana dan sumberdaya manusianya (SDM). Penyediaan tempat penampungan air seperti embung-embung, fasilitas angkutan ternak, penanaman rumput unggul akan sangat berperan dalam pengembangan ternak kambing di KTI. Apabila semua ini tersedia maka peningkatan daya saing produk peternakan dapat diperoleh sehingga diharapkan dapat bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri. Daftar lokasi pengembangan ternak kambing di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) tertera pada Tabel 4 dan 5.
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Tabel 4. Kabupaten lokasi pengembangan agribisnis ternak kambing di Kawasan Barat Indonesia Propinsi N.A.D Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Bengkulu Jambi Sumatera Selatan Lampung
DKI- Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
DI-Yogyakarta Jawa Timur
Bali
Kabupaten Pidie, Aceh Utara Langkat, Labuhan Batu, Asahan, Tapanuli Selatan, Deli Serdang, Tanah Tinggi, Tanjung Balai, Tapanuli Tengah Sawah Lunto Sijunjung, Solok, Pesisir Selatan Indragiri Hilir, Bengkalis, Kampar, Indragiri Hulu, Pakanbaru Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan Batang Hari, Sarko, Bungo Tebo, Tanjung Jabung OKU Kota Bandar Lampung, Lampung Timur, Lampung Selatan, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Utara, Way Kanan, Tulang Bawang, Lampung Barat Jakarta Selatan, Jakarta Utara Bekasi, Bogor, Cirebon, Tangerang, Lebak, Indramayu, Purwakarta, Serang, Pendeglang Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Purworejo, Grobagan, Jepara, Kebumen, Wonogiri, Blora, Rembang, Wonosobo, Kudus, Kota Semarang, Banjarnegara, Batang, Temanggung, Kendal, Pati, Pekalongan, Pemalang, Sragen Kulon Progo, Gunung Kidul, Sleman Jombang, Trenggalek, Pacitan, Sumenep, Situbondo, Probolinggo, Lumajang, Gresik, Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Ponorogo, Bangkalan, Sampang, Bondowoso, Pasuruan, Malang, Mojokerto, Blitar, Madiun, Ngawi, Pamekasan, Tuban, Bojonegoro Jembrana, Klungkung, Karangasem, Buleleng, Denpasar
Tabel 5. Lokasi pengembangan agribisnis kambing di Kawasan Timur Indonesia Propinsi
Kabupaten
Kalimantan Barat
Sintang, Ketapang, Pontianak, Sambas, Sanggau, Kapuas Hulu
Kalimantan Tengah
-
Kalimantan Selatan
Kotabaru, Hulu Sungai Tengah, Barito Kuala, Tanah Laut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Tabalong
Kalimantan Timur
Kutai, Samarinda, Berau, Bulungan, Pasir, Balikpapan, Tarakan
Sulawesi Selatan
Enrekang, Selayar, Jeneponto, Majene, Polmas, Mamuju, Polmas, Luwu
Sulawesi Tengah
Donggala, Banggal, Buol Toli-toli, Palu
Sulawesi Tenggara
Kolaka
Sulawesi Utara
Gorontalo, Bolaang, Mongondow, Minahasa, Kota Sangihe dan Talaud, Bone Bolango
Nusa Tenggara Barat
Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima
Nusa Tenggara Timur
Alor, Flores Timur, Sikka, ende, Ngada, Kupang, Manggarai, TTS, TTU, Belu, Sumba Timur
Maluku
Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Maluku Utara, Halmahera Tengah
Papua
Biak Numfor, Marauke, Jayapura, Nabire, Fak-Fak, Sorong, Manokwari, Jayawijaya, Kota Jayapura, Timika
9
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Pengembangan Ternak Kambing Di Kawasan Integrasi Kawasan pengembangan peternakan yang berintegrasi dengan subsektor lainnya pengembangan ternak kambing dapat memanfaatkan limbah yang tersedia dari kegiatan di subsektor lainnya seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, maupun kehutanan dan perikanan sebagai pakan ternak. Seperti diketahui biaya operasional terbesar dalam peternakan adalah biaya pakan dan tenaga kerja. Dengan jalan mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak dengan kegiatan usahatani lainnya akan dihasilkan efisiensi biaya produksi yang tinggi. Selain itu ternak kambing dapat menghasilkan kotoran ternak dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan pengolahan secara sederhana, kotoran tersebut dapat diubah menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah. Selain digunakan untuk kebutuhan sendiri pupuk kandang dapat dijual dengan harga yang lumayan. Sehingga secara keseluruhan kombinasi kegiatan pemeliharaan ternak kambing dan bercocok tanam akan sangat menguntungkan petani dengan jalan pengurangan biaya produksi dan peningkatan penghasilan. Potensi luas areal perkebunan yang dapat dimanfaatkan dalam sistem integrasi ternak dan tanaman mencakup 4 juta ha perkebunan kelapa sawit (60 KIMBUN), 3,76 juta ha perkebunan kelapa (51 KIMBUN), 560 ribu ha perkebunan jambu mente (22 KIMBUN), 1,13 juta ha perkebunan kopi (36 KIMBUN) dan 366 ribu ha perkebunan tebu (10 KIMBUN). Secara terperinci manfaat sistem tanaman dan ternak kambing antara lain: (i) meningkatkan akses terhadap kotoran ternak; (ii) peningkatan nilai tambah dari tanaman atau hasil ikutannya; (iii) mempunyai potensi mempertahankan kesehatan dan fungsi ekosistem; dan (iv) mempunyai kemandirian yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya mengingat nutrisi dan energi saling mengalir antara tanaman dan ternak. Pakan ternak dari tanaman dapat berupa residu dan hasil sampingan agroindustri yang dapat digunakan untuk ternak kambing, meliputi: (i) jerami (padi dan jagung); (ii) pucuk tebu; (iii) bijibijian (kacang tanah dan cowpea); (iv) umbiumbian (ketela dan ubi jalar); (v) bungkil biji minyak (kelapa sawit, kapas, kopra); (vi) dedak; dan (vi) baggase. Kotoran ternak bermanfaat untuk: (i) memperbaiki struktur tanah tanah; (ii) mendorong penyerapan unsur tanah yang lebihbaik; (iii) meningkatan daya serap air; dan (iv) mencegah crusting permukaan tanah.
10
Potensi limbah tanaman padi dan tanaman jagung yang dapat digunakan sebagai pakan ternak dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Jumlah jerami, sekam dan dedak secara nasional yang dapat digunakan sebagai pakan ternak masingmasing berjumlah 92 juta ton, 12,3 juta ton dan 4,9 juta ton. Sementara itu, limbah jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak secara nasional berjumlah 33 juta ton. Tabel 6. Perkiraan produksi jerami, dedak dan sekam padi (000 ton) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Jerami
Sekam
Dedak
92,560 89,128 93,840 95,704 94,344 92,000
12,150 12,035 12,003 12,396 12,650 12,300
4,860 4,814 4,801 4,959 5,060 4,920
Tabel 7. Perkiraan produksi brangkas jagung (batang, daun dan tongkol) Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Luas panen (000 ha) 3,744 3,355 3,848 3,456 3,500 3,306
Produksi (000 ton) 9,307 8,771 10,169 9,204 9,677 9,550
Brangkas (000 ton) 37,440 33,550 38,480 34,540 35,000 33,060
Fasilitasi pemerintah Dalam pengembangan kawasan khusus dan integrasi ternak dengan subsektor lainnya, pemerintah memberikan fasilitasi dalam bentuk penyediaan informasi dan penciptaan lingkungan yang mendorong berkembangnya usaha dan sitem agribisnis. Diharapkan bahwa peran dan partisipasi masyarakat akan lebih menonjol dalam pengembangan kawasan agribisnis berbasis peternakan. Dukungan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan sebagai instasi penanggungjawab tertinggi program pembangunan peternakan antara lain berupa upaya mengarahkan paket-paket bantuan langsung pinjaman ke kawasan agribisnis berbasis peternakan. Nilai rupiah bantuan ini tidaklah terlalu besar karena hanya dimaksudkan sebagai pemicu untuk menggerakkan kegiatan usaha peternakan di tingkat peternak yang berada di kawasan pengembangan peternakan.
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Bantuan lainnya terutama dalam bentuk penyediaan informasi, penyuluhan, pendampingan, kajian dan bentuk–bentuk fasilitasi lainnya. Penyebarluasan informasi dilakukan melalui brosur, pelatihan, pertemuan secara berkala, penggunaan media seperti majalah, koran, radio, CD, TV dan sebagainya. Permodalan Pada umumnya peternak kambing kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya. Skim kredit yang ada saat ini sulit diakses petani oleh karena agunan dan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh petani kecil. Dengan keterbatasan pemerintah saat ini dalam penyediaan modal, seharusnya pemerintah daerah dengan kreatif dapat memobilisasi dana yang ada di masyarakat baik dana tersedia dari laba BUMN maupun dana dari perantau seperti yang ada di Propinsi Sumatera Barat maupun sumber-sumber pendanaan lainnya. Dalam rangka mengatasi masalah permodalan, pemerintah telah menyediakan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) untuk mengatasi kekurangan modal dalam rangka perluasan usaha. Dinas Peternakan setempat dan dapat digunakan untuk membeli ternak, membangun kandang dan kegiatan produktif lainnya. Modal tersebut merupakan pinjaman yang harus dikembalikan dan seterusnya digulirkan kepada kelompok yang belum menerima. Model skema pembiayaan ini masih terus dievaluasi dan akan terus disempurnakan. Di beberapa lokasi model semacam ini telah menunjukkan keberhasilan meskipun di lokasi lain masih terjadi penyimpangan pelaksanaannya. Salah satu hal yang krusial adalah penentuan calon peternak penerima bantuan. Penguatan Kelembagaan Masalah kelembagaan merupakan salah satu mata rantai yang terlemah dalam memajukan peternakan di Indonesia. Hal ini antara lain diakibatkan oleh warisan kolonial yang telah terlalu lama menjajah bangsa Indonesia sehingga kegiatankegiatan ke arah perubahan sikap dan perilaku perlu secara terus-menerus dilakukan. Masalah kelembagaan sangat ditentukan oleh budaya, adat istiadat dan nilai yang ada di dalam masyarakat setempat. Misalnya, kehadiran subak di popinsi Bali dan wali nagari di Sumatera Barat sangat menentukan keberhasilan program pengembangan peternakan di kedua propinsi tersebut. Dalam upaya penguatan kelembagaan peternak kambing dan domba, Direktorat Pengembangan
Peternakan secara aktif mendorong terbentuknya Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI). Diharapkan HPDKI akan berperan aktif untuk memajukan peternakan domba dan kambing di Indonesia. Peran aktif HPDKI antara lain untuk membina anggotanya sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktifitasnya. Selain itu HPDKI dapat berperan mengatasi permasalahan klasik yang dialami peternak domba dan kambing seperti masalah pemasaran, kelangkaan modal dan peningkatan keterampilan. Hal ini yang sangat penting dalam era persaingan global saat ini adalah bahwa HPDKI diharapkan dapat melakukan standarisasi dan akreditasi produk-produk yang berhubungan dengan kambing dan domba. Teknologi Pemerintah terus berupaya mendorong petani menerapkan teknologi tepat guna dalam rangka meningkatkan daya saing produk hasil peternakannya. Kehadiran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di sebagian besar propinsi di seluruh Indonesia sangat membantu menghasilkan teknologi tepat guna anti-nutrisi yang ada dalam limbah hasil pertanian dan cara-cara penanggulangannya. Hasil penelitian semacam ini sangat bermanfaat bagi petani yang melakukan integrasi kegiatan pemeliharaan ternak dengan pengusahaan tanaman. Masalah krusial lainnya adalah cara menyebarkan hasil penemuan ini kepada masyarakat petani sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal. Teknologi inseminasi buatan (IB) dan teknik pembuatan semen beku dan semen cair merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan bibit ternak dan biaya pemeliharaan pejantan unggul yang mahal. Namun demikian penerapan teknologi tersebut harus dilakukan dengan bijaksana dan tetap memperhatikan situasi dan kondisi tempat teknologi tersebut diaplikasikan. Contoh kongkrit integrasi kambing dengan tanaman keras Tabel-tabel berikut menunjukkan keberhasilan integrasi ternak kambing dengan tanaman perkebunan seperti lada, coklat dan kopi hasil pengamatan dari beberapa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Badan Litbang Pertanian, di berbagai wilayah di Indonesia. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemanfaatan limbah, pendapatan petani, produksi ternak, kontribusi ternak terhadap usahatani, reproduksi
11
Lokakarya Nasional Kambing Potong
dan menekankan angka kematian. Hasil-hasil penelitian semacam ini sudah seharusnya disebarluaskan kepada petani agar dapat mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan produksi daging kambing. Pada ta 2005, instansi terkait dapat mengalokasikan kegiatannya masing-masing sehingga sinergi yang lebih baik dapat dicapai. Upaya yang ditempuh
dapat berupa pengembangan dan aplikasi modelmodel yang dapat direplikasi di berbagai wilayah sesuai kondisi agroekosistem dan type/pola usaha petani setempat. Selanjutnya, upaya mendekatkan petani kepada sumber-sumber permodalan perlu dilakukan. Kerjasama yang semakin erat perlu terus dikembangkan dan dibina dengan instansi terkait lainnya.
Tabel 8. Hasil Kajian Integrasi Ternak Kambing dengan Tanaman Lokasi Kec. Landono, Sultra, 3,5 ha
Kab. Lampung Utara
Coklat dan Kambing Lokasi Sulteng
Lampung Tengah, 1,311,41 ha/petani
Lada dan Kambing Pupuk NPK1/2 dosis (100, 50,50gr/pohon) ditambah 5 kg bokashi
8 ekor kbg→4600 kg kotoran 5 ekor kbg→2860 kg kotoran Pembuatan kompos: Kotoran ternak 4600 kg (20%) + Limbah tanaman 18400 kg (80%)→17000 kg, cukup untuk 200 batang/ha
Produksi lada 266→576 kg/ha/thn (≥100%) Populasi ternak: PE: 25 →62 ekor (248%) Kacang: 16→30 ekor (186%) Keuntungan: PE: Rp 767,3 ekor/hr Kacang: 691,5 ekor/hr Nilai tambang kambing Rp 2.094.652/th Rehabilitasi kebun Rp 2.900.000/th Non-integrasi:Rp 1.335.000
Pakan Daun gamal (80%) Daun kakao (20%) Blok supplement lengkap
Dampak Konsumsi 2,4 kg/ekor →PBB 0.078 kg/ekor/hr
Kulit kakao: 4-5 kg/ekor/hr Efisiensi rumput 50%
Skala pemilikan 6,4 ekor/pet Kontribusi terhadap usahatani Kakao: Rp 5.993.370 Ternak: Rp1.151.100 (17,45%)
Lampung Timur
Kopi dan Kambing Lokasi Bali
Dampak Produksi: 351,07→840,11 kg/ha (139,3%) Ternak: 49→108 ekor (120,4%) Pendapatan: meningkat 149,52% Kontribusi ternak berkisar 15,6-27% dari total pendapatan
Petani Kooperator: Biaya input: hemat 30% Produksi coklat:1.667,8 kg/ha/th Pendpatan bersih: Rp 18.986.290/ha Non-kooperator: Produksi coklat:560,5 kg/ha/th Pendapatan bersih:Rp5.741.061/ha Fermentasi Limbah kopi + Asperrgillus ringer Limbah ternak + Rumino Bacilus (BB) selama 2 minggi
Dampak Produksi kopi: 1,60 →2,67 kg/pohon Rendemen:21,5→22,2% Produksi kopi bersih:344→gr/pohon
Sumber: SEMINAR DAN EKSPOSE NASIONAL SISTEM INTERGRASI TANAMAN TERNAK, DENPASAR, 2004.
12
Lokakarya Nasional Kambing Potong
PERMASALAHAN Political will pemerintah Komitmen yang kuat dari pemerintah dalam upaya percepatan pengembangan ternak kambing pada khususnya atau peternakan secara perlu dilakukan. Perlu mencontoh yang dilakukan oleh RRC, dimana Li Peng sebagai Perdana Menteri mengkampanyekan “straw for ruminant” yang dapat mendorong peningkatan produksi daging sapi secara besar-besaran di negara tersebut. Kebijakan pemerintah harus dilakukan secara menyeluruh. Dengan penerapan sistem dan usaha agribisnis kita semakin menyadari bahwa sebagian besar urusan pengembangan peternakan berada di luar Departemen Pertanian. Seperti pemberlakuan pajak impor, pembrantasan penyeludupan daging ilegal, kebijakan fiskal dan moneter, masalah transportasi, pengadaan agroinput dan lainnya. Kelembagaan, keterampilan, permodalan dan pemasaran Dengan melaksanakan penguatan kelembangan banyak permasalahan yang dihadapi petani seharihari dapat teratasi sekaligus seperti masalah peningkatan keterampilan, pemodalan dan pemasaran hasil produksinya. Dengan semakin menurunnya intensitas penyuluhan maka pendampingan yaitu menempatkan petugas lapanga yang tinggal bersama-sama petani akan sangat menentukan keberhasilan kegiatan yang sedang dintroduksikan kepada petani. Masalah kelangkaan modal merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi petani. Skim kredit yang tersedia kepada petani sebenarnya cukup banyak akan tetapi hampir tidak ada yang dapat dengan mudah diakses para petani. Masalah pemasaran kadang-kadang dapat diatasi dengan jalan petani secara berkelompok memasarkan hasil produksinya sehingga dapat meningkatkan posisi tawarnya daipada dilakukan secara sendiri-sendiri. Keengganan Investor Kehadiran investor diharapkan akan dapat mempercepat peningkatan populasi ternak khususnya ternak kambing. Percepatan populasi ternak kambing antara lain diharapkan dengan kehadiran peternak dengan skala besar. Keengganan para investor memasuki bidang peternakan antara lain diakibatkan oleh resiko kegagalan yang besar dalam agribisnis kambing, iklim investasi kurang mendukung seperti aturan yang kurang jelas dan tidak konsisten dan tidak ada
insentif yang memadai. Untuk mendorong terlaksananya kemitraan antara peternak dengan skala besar dengan peternak skala kecil, sebaiknya pemerintah memberikan insentif atau kemudahan yang besar terhadap investor dengan para petani kecil. Koordinasi Koordinasi merupakan hal yang mudah untuk diucapkan akan tetapi kadang-kadang sulit dilaksanakan. Diharapkan semua instansi terkait dalam pengembangan peternakan kambing dapat berperan aktif dan tidak salaing menunggu pihak lainnya. Koordinasi lintas sektor dan subsektor serta lintas pemerintahan dari pusat, propinsi dan kabupaten/kota akan memberikan hasil sinergisme yang besar dari berbagai macam program dan proyek yang ada sehingga diperoleh hasil maksimal. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sampai saat ini kebutuhan daging termasuk daging kambing yang semakin meningkat belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari produksi di dalam negeri sehingga jumlah impor komoditi tersebut cenderung meningkat. Hal ini menjadi peluang bagi produsen di dalam negeri untuk meningkatkan produksinya sehingga kebutuhan di dalam negeri terpenuhi dan kelebihan produksi dapat diekspor. 2. Potensi wilayah dlam bentuk sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) serta sifat–sifat ternak kambing sangat mendukung pengembangannya untuk menjadi ternak andalan di masa yang datang. 3. Pemerintah secara aktif mendorong pelaksanaan pengembangan ternak kambing baik di kawasan intergrasi ternak kambing dengan tanaman dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi dan situasi setempat (local specific). 4. Kombinasi antara pemeliharaan ternak dan pengusahaan berbagai jenis tanaman, perikanan dan kehutanan telah terbukti dapat meningkatkan hasil usahatani sehingga semacam ini perlu terus didorong di wilayah-wilayah pengembangan peternakan yang mempunyai potensi untuk integrasi ternak dengan tanaman. Peningkatan hasil usahatani diperoleh dengan jalan pengurangan biaya produksi dan peningkatan
13
Lokakarya Nasional Kambing Potong
jumlah produksi sehingga dihasilkan produksi yang berdaya saing. 5. Potensi lahan dan pakan ternak yang tersedia dari subsektor tanaman pangan, hortokultura, perkebunan dan kehutanan tersedia cukupukup banyak dan melimpah. Dukungan teknologi sangat diperlukan agar potensi pakan yang berasal dari limbah tanaman dapat digunakan secara optimal. PENUTUP Demikian pokok-pokok pikiran yang dapat disampaikan dalam kesempatan yang berbahagia ini. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi .
14
Saudara-saudara sekalian peserta Lokakarya Kambing Potong dan hendaknya dapat juga menjadi bahan dalam diskusi yang akan dilaksanakan dalam Lokakarya ini. Diharapkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dapat memelopori berbagai penelitian dengan tujuan peningkatan hasil efisiensi usaha yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Akhirnya saya mengucapkan selamat mengikuti Lokakarya dan besar harapan saya agar hasil-hasil rumusan yang akan dihasilkan dalam Lokakarya ini dapat membantu mewujudkan visi dan misi pembangunan peternakan di Indonesia.