Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
IMPLEMENTASI GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (Class Action) TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DALAM PRAKTEK HUKUM DI INDONESIA (Studi kasus: Putusan No. 51/Pdt.G/2003 PN.Bwi) Darmadi ABSTRAK Pembangunan di bidang industri akan menghasilkan barang bermanfaat tetapi di sisi lain menghasilkan limbah berbahaya dan beracun. Limbah yang dihasilkan dari industri, mengarahkan pada tanggung jawab Pengusaha akan kerugian yang ditimbulkan, dan kewajiban membayar ganti kerugian (pasal 34 ayat (1) UU.No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui Pengadilan atau di luar Pengadilan. Masyarakat yang mengajukan gugatan ke pengadilan dapat melalui cara gugatan perwakilan kelompok (class action), sebagaimana diatur dalam peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Pemasalahan yang muncul adalah Bagaimana tanggung jawab perusahaan di bidang lingkungan hidup dalam praktek hukum di Indonesia? Bagaimana implementasi gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam praktek hukum di Indonesia? Analisa menggunakan metode deskriptif normatif. Fakta di lapangan yang diangkat adalah Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor: 51/Pdt.G/2003/PN.Bwi tanggal 19 Januari 2004. Pokok pembahasan adalah: perkara perdata dalam peradilan tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara H.Hikmatullah dan kawan-kawan (anggota 10 orang), yang memberikan kuasa kepada Misnadi, S.H. dkk sebagai penggugat, melawan Direktur CV. Sumber Asia Trading & Co. sebagai tergugat. Tanggung jawab perusahaan di bidang lingkungan hidup dalam praktek hukum di Indonesia adalah mengganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu dalam hal perusahaan yang bersangkutan telah melakukan pencemaran lingkungan hidup, termasuk pencemaran udara berupa bau busuk dan aroma tak sedap. Namun dalam persengketaan yang diangkat tidak dapat dibuktikan oleh para penggugat, maka Majelis Hakim menolak seluruh gugatannya. Bahwa implementasi gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam praktek hukum di Indonesia hanya dapat dikaukan dalam hal: jumlah kelompok yang dirugukan banyak; terdapat kesamaan fakta, peristiwa dan kesamaan dasar hukum; adanya wakil kelompok (class representative) yang jujur dan sanggup untuk melindungi kepentingan anggota kelompok (class members) yang diwakilinya. Kata kunci: gugatan perwakilan kelompok; tanggung jawab perusahaan; lingkungan hidup dan praktek hukum
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
12
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di bidang industri di satu pihak akan menghasilkan barang-barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat tetapi di lain pihak industri itu juga menghasilkan limbah, diantaranya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Limbah yang dibuang secara langsung ke dalam lingkungan data mengakibatkan pencemaran lingkungan dan pada akhirnya dapat menimbulkan bahaya besar terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pada umumnya dampak kerugian yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan tidak saja menimpa satu orang tapi banyak orang. Apabila pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah bahan berbahaya dan beracun tersebut benar-benar terjadi, dan kerugian telah nyata dirasakan oleh masyarakat luas, maka pengusaha tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti kerugian (pasal 34 ayat (1) UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) Penyelesaian sengketa di bidang lingkungan hidup dapat ditempuh melalui Pengadilan atau di luar pengadilan yang berdasar pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Apabila penyelesaian sengketa dilakukan di luar pengadilan dan dalam penyelesaian yang dimaksud tidak tercapai kata sepakat, maka masyarakat (korban) dapat mengajukan gugatan ke pengadilan setempat. Dalam proses perkara di Pengadilan, korban tidak harus secara
bersama-sama datang ke Pengadilan dan bersama-sama pula mengajukan gugatan. Korban dapat menggunakan cara gugatan perwakilan kelompok (class action), sebagaimana diatur dalam peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dalam konteks gugatan di pengadilan yang melibatkan jumlah penggugat yang bersifat massal, maka gugatan Class Action sangat relevan untuk diterapkan, sebagaimana yang dilakukan oleh warga Desa Kedungrejo dan Desa Kedungringin Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi dalam studi kasus yang penulis angkat. Terdapat paling sedikit 3 manfaat atas keberadaan gugatan class action tersebut antara lain: Pertama, proses berperkara yang bersifat ekonomis (judicial economi). Dengan gugatan class action berarti mencegah perulangan gugatan serupa secara individual. Tidaklah ekonomis bagi pengadilan apabila harus melayani gugatangugatan yang sejenis secara individual (satu persatu), manfaat ekonomis juga ada pada diri tergugat, sebab dengan class action tergugat hanya 1 kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan masyarakat (korban). Kedua, akses pada peradilan (accesto judtice). Apabila diajukan secara individual maka hal tersebut mengakibatkan beban bagi calon penggugat. Seringkali semacam itu yang menjadi hambatan bagi seseorang untuk memperjuangkan haknya di pengadilan. Terlebih lagi apabila biaya gugatan yang telah akan dikeluarkan tidak sebanding dengan tuntutan yang akan diajukan. Melalui prosedur class action kendala yang
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
13
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
bersifat ekonomis dapat teratasi dengan cara para korban menggabungkan diri bersama dengan class members lainnya dalam satu gugatan. Ketiga, perubahan sikap pelaku pelanggaran (behavior modification). Dengan diterapkannya prosedur class action berarti memberikan akses yang lebih luas pada para pencari keadilan untuk mengajukan keadilan dengan cara cost efficiency. Akses action ini dengan demikian berpeluang mendorong perubahan sikap dari mereka yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas.peluang semacam ini yang kita sebut peluang menumbuhkan detterent effect (efek penjera). Apabila kita melihat berbagai manfaat diatas maka penerapan prosedur class action sesungguhnya sejalan dengan prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, sebagai suatu prinsip peradilan yang dijamin oleh pasal 4 UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Rumusan Masalah Dari latarbelakang diatas permasalahan yang akan dibahas antara lain: a. bagaimana tanggung jawab perusahaan di bidang lingkungan hidup dalam praktek hukum di Indonesia? b. Bagaimana implementasi gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam praktek hukum di Indonesia? Metode Penulisan Penulis menggunakan metode deskriptif normatif, artinya suatu metode analisis hukum dengan cara menggunakan, manafsirkan serta menggambarkan kejadian (studi aksus
yang diangkat) dengan memperhatikan dan bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian dihubungkan dengan teori tau pendapat para Sarjana yang dikemukakan, yang akhirnya diambil suatu kesimpulan serta diberikan sara-saran yang sekiranya bermanfaat bagi yang berkepentingan. Fakta di Lapangan Fakta yang penulis angkat dalam tulisan ini, serta data pendukung dalam pembahasan adalah Putusan pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor: 51/Pdt.G/2003/ PN Bwi Tanggal 19 Januari 2004, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam pengadilan tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara H. Hikmatullah dkk (sebanyak 10 orang), yang telah memberikan kuasa kepada Misnadi, SH dkk sebagai para penggugat, melawan direktur CV Sumber Asia Trading & Co. sebagai tergugat. Bahwa penggugat dengan surat gugatannya mengemukakan ha-hal yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: Bahwa aktivitas pabrik penepungan ikan, tulang dan bulu oleh CV Sumber Asia Trading & Co di Desa Kedungringin Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi milik tergugat, telah menimbulkan dampak pencemaran udara karena mengeluarkan aroma tidak sedap dan bau busuk yang sangat menyengat hidung sehingga merugikan secara serentak dan massal terhadap ± 900 orang warga lingkungan Duraan, Dusun Kalimati, Desa Kedungrejo
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
14
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Dusun Tratas Desa Kedungringin Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Dalam kaitan ini warga desa tersebut diatas berkepentingan untuk mengajukan guagatan melalui perwakilan kelompok tau class action sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Bahwa terhadap adanya kenyataan pencemaran udara dengan segala dampaknya tersebut, penggugat telah secara tegas melakukan protes dan penolakan pada tergugat agar menghentikan aktifitas produksi penepungan ikan, tulang dan bulu karena dianggap sebagai biang penyebab bau busuk yang sangat mengganggu ketenangan dan kedamaian bahkan mengganggu kebahagiaan masyarakat lingkungan sekitarnya. Bahwa akan tetapi ternyata tergugat tidak memperdulikan protes dan penolakan para penggugat, malahan kapasitas produksi penepungan tersebut semakin bertambah dari waktu ke waktu, dengan demikian tentunya diikuti pula dengan peningkatan kwalitas gangguan serta penderitaan yang dialami oleh penggugat. Pencemaran udara berupa bau busuk dan aroma yang tidak sedap tersebut diatas dimungkinkan terjadi adanya pelanggaran hukum oleh pihak tergugat. Namun kenyataannya bahwa terhadap gugatan tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi menjatuhkan Putusan yang pada pokoknya adalah menolak gugatan penggugat seluruhnya.
Dasar Hukum Dasar hukum yang digunakan oleh penulis dalam pembahasan ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pasal 21 ayat (1) UU No.5. tahun 1984 tentang perindustrian, menyatakan: ” Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumberdaya alam serta pencegahan dari timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.” 2. Pasal 1 ayat (12) dan (19) UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: ayat (12) ” Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kwalitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.” Ayat (19) : ” Sengketa lingkungan hidupa dalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkunngan hidup.” 3. Pasal 30 ayat (1) UU No0. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: ” Penyelesaian sengeketa lingkungan hidup dapat di tempuh melalui Pengadilan atau di luar Pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa” 4. Pasal 35 ayat (1) UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: ” Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
15
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan ekwajiban membeyar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.” 5. Pasal 37 ayat (1) UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: ” Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke Pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum mengenai bernagai maslah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat” 6. Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.KEP-50/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebauan: Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan wajib: a. Mentaati baku tingkat kebauan yang telah dipersyaratkan b. Mengendalikan sumber penyebab bau yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan c. Menyampaikan laporan hasil pemantauan tingkat kebauan sekurang-kurangnya 3 bulan sekali kepada Gubernur , Menteri, instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan dan instansi tehnis yang membidangi kegiatan yang bersangkutan serta instansi lain yang dipandang perlu.
7. Pasal 1 Sub a, b, c dan d Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok: a. gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri satau diridiri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki persamaan fakta atau dasar hokum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud b. Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugan yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. c. Anggota kelompok adalah sekelompok orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di Pengadilan d. Sub Kelompok adalah pengelompokan anggota kelompok ke dalam kelompok yang lebih kecil dalam satu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan atau jenis kerugian. HASIL PENELITIAN Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
16
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
kwalitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam studi kasus ini, bila dilihat dari materi yang dipersengketakan, pencemaran yang dimaksud adalah pencemaran udara berupa bau busuk atau aroma tidak sedap yang merugikan secara serentak dan massal terhadap ± 900 (sembilan ratus) orang dari dua desa, yaitu Desa Kedungrejo dan Desa Kedungringin Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi, sebagai dampak dari aktivitas pabrik penepungan ikan, tulang dan bulu CV. Sumber Asia Trading & Co. Dengan menghadapi kenyataan yang demikian , maka masyarakat Desa Kedungrejo dan Desa Kedungringin (para korban) dapat menuntut ganti kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 34 ayat (1) UU No.23 tahun 1997. Ketentuan dalam pasal ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum Lingkungan Hidup yang disebut dengan asas pecemar membayar. Selain kewajiban membayar ganti kerugian, perusahaan yang bersangkutan (pencemar) dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, misalnya diperintah untuk memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah, sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang telah ditentukan, memulihkan fungsi lingkungan hidup atau menghilangkan serta memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Dengan demikian, bentuk tanggung jawab pencemar di bidang lingkungan hidup adalah mengganti kerugian kepada korban dan atau
melakukan tindakan tertentu. Lebih lanjut pasal 34 ayat 2 UU No23 tahun 1997 menegaskan sebagai berikut: ”Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu”. Pembebasan pembayaran uang paksa atas setiap keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup. Namun demikian, tidak serta merta pencemar dapat dipertanggung jawabkan untuk mengganti kerugian, karena korban harus dapat membuktikan unsur kesalahan (schlud) pencemar dan unsur hubungan kausal (hubungan sebab akibat) antara perbuatan pencemar sengan kerugian korban. Dalam menghadapi hal tersebut korban dapat menempuh upaya hukum sebagaimana diatur dalam UU No.23 tahun 1997 yang telah dikemukakan diatas, yaitu dapat ditempuh melalui dua jalur, penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau penyelesaian di dalam pengadilan. Kedua jalur penyelesaian ini dapat dijelaskan secara singkat antara lain sebagai berikut: a. penyelesaian sengketa di luar Pengadilan (out court) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan itu di lakukan secara sukarela oleh pihak-pihak yang berkepentingan , yaitu korban, pencemar, dan instansi yang terkait dengan obyek yang disengketakan serta dapat melibatkan pihak yang
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
17
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini juga dapat dengan menggunakan jasan dari pihak ke tiga, baik yang memiliki kewenangan mengambil suatu keputusan untuk membantu menyelesaikan lingkungan hidup. b. penyelesaian sengketa di dalam Pengadilan (in court) Dengan cara ini korban dapat mengajukan gugatan di pengadilan setempat atau tempat lain sesuai dengan Hukum Acara Perdata. Di dalam praktek, sengketa lingkungan hidup tersebut pada umumnya melibatkan korban dalam skala besar sehingga sanagt tidak efektif apabila masing-masing korban menagjukan gugatan secara mandiri. Mengahdapi hal ini hukum telah memberikan jalan keluar yaitu melalui gugatan perwakilan kelompok (class action). Sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat (1) UU No.23 tahun 1997: ”Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum megenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat” Apabila cara ini yang dipakai maka penggugat dalam beracara harus memperhatikan ketentuanketentuan tentang acara gugatan perwakilan kelompok, yang diatur dalam PERMA No.1 tahun 2002, disamping hukum formil lainnya, yaitu Hukum Acara Perdata. Dalam perkara No.51/Pdt.G /2003/PN.Bwi. upaya hukum yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kedungrejo dan Desa Kedungringin Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi adalah di tempuh melalui jalur pengadilan (in court).
Dalam pasal 2 PERMA No.1 tahun 2002 menentukan bahwa suatu perkara gugatan hanya dapat diajukan dengan mempergunakan prosedur gugatan class action apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: a. jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendirisendiri atau secara bersamasama satu gugatan. b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya. c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesanggupan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya. Dalam rumusan pasal 572 KUH Perdata ditegaskan bahwa, barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau kejadian adanya itu. Berdasarkan rumusan pasal 572 tersebut, maka dalam suatu gugatan perdata yang harus membuktikan adalah penggugat. In casu penggugat tidak dapat membuktikan bahwa CV Sumber Asia Trading & Co. telah melakukan pencemaran lingkungan hidup berupa bau busuk yang menyengat, disisi lain tergugat berhasil membuktikan bahwa perusahaannya tidak melakukan pencemaran lingkungan hidup seperti yang dituduhkan oleh penggugat.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
18
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
Berdasarkan pertimbangan yang tersebut diatas, Majelis hakim pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa perkara ini menjatuhkan putusan yang amarnya pada pokoknya adalah sebagai berikut: a. menolak gugatan penggugat seluruhnya b. menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 249.000,00 (dua ratus empat puluh sembilan ribu rupiah) Dengan ditolaknya gugatan para penggugat dan atau tidak terbuktinya gugatan para penggugat tersebut, maka para penggugat tidak dapat menuntut tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan (tergugat). Atau dengan kata lain para penggugat tidak dapat menuntut ganti rugi kepada tergugat. Dalam UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan sasaran pengelolaan lingkungan hidup antara lain: a. tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak
melindungi dan membina lingkungan hidup c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana f. terlindunginya NKRI terhadap dampak usaha dan atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran lingkungan hidup. Guna mewujudkan tercapainya asas & sasaran pengelolaan lingkungan hidup tersebut, maka kepada setiap orang termasuk pengusaha (industriawan) wajib untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan hidup. Hal ini dimaksudkan, karena dampak (kerugian) yang diakibatkan oleh adanya pencemaran lingkungan hidup tidak saja dirasakan segelintir orang melainkan dirasakan banyak orang. Sedangkan penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, disamping itu berdasarkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan dan berdasarkan hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh majelis Hakim ke lokasi CV. Sumber Asia Trading & Co. jelas bahwa tidak ada pencemaran udara yang berupa bau busuk dan aroma tidak sedap seperti yang dituduhkan oleh para penggugat. Dengan demikian tergugat tidak terbukti melakukan pencemaran udara.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
19
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
KESIMPULAN 1. Bahwa tanggung jawab perusahaan di bidang lingkungan hidup dalam praktek hukum di Indonesia adalah mengganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu dalam hal perusahaan yang bersangkutan telah melakukan pencemaran lingkungan hidup, termasuk pencemaran udara berupa bau busuk dan aroma yang tidak sedap. Namun dalam persengketaan yang diangkat yaitu: Putusan No.51/Pdt.G/2003/PN Bwi tidak dapat dibuktikan oleh para penggugat, maka Majelis Hakim menolak seluruh gugatannya. 2. Bahwa implementasi gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam praktek hukum di Indonesia hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. jumlah anggota kelompok yang dirugikan sedemikian besar atau banyak b. terdapat kesamaan fakta, peristiwa dan kesamaan dasar hukum c. adanya wakil kelompok (class representative) yang jujur dan sanggup untuk melindungi kepentingan anggota kelompok (class members) yang diwakilinya. SARAN-SARAN 1. Pengusaha senantiasa mengikuti proses kemajuan ilmu dan tehnologi lingkungan hidup termasuk perkembangan pengetahuan dan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. 2. Kesadaran bahwa lingkungan hidup adalah tanggung jawab semua pihak, termasuk pengusaha.
DAFTAR PUSTAKA Kansil , C.S.T. Drs. SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka Jakarta. 1989. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.KEP-50 /MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. Muhammad, Abdulkadir, Prof.SH. Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. Nugroho, Susanti Adi, SH,MH. Pedoman Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) di Indonesia (dalam Kapita Selekta Hukum Lingkungan). Pusdiklat Mahkamah Agung RI. Jakarta. 2002. Rangkuti, Siti Sundari, Prof, Dr, SH. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Airlangga University Press. Surabaya. 2000.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
20
Implementasi Gugatan Perwakilan Kelompok terhadap Tanggung Jawab Perusahaan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Praktek Hukum di Indonesia
Silalahi, M. Daud, Prof.Dr.SH. Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni Bandung. 2001. Simonangkir, JTC, SH. Et al. Kamus Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 2000. Sundari, E. SH. M.Hum. Pengajuan Gugatan Secara Class Action (suatu studi perbandingan dan penerapannya di Indonesia). Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2002. Suyuti, Wildan, H. Drs. SH,MH, Kapita Selekta Hukum Lingkungan Hidup. Pusdiklat Mahkamah Agung RI. Jakarta. 2002. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ungang-Udang No. Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) N0.1 tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.3 No.9, Desember 2006
21