TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANG MENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
OLEH : AYU PRAYANTI AKHMAD H1A1 13 300
BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
ii
iii
iv
ABSTRAK Ayu Prayanti Akhmad (H1 A1 13 300) “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju Yang Menggunakan Merek Terdaftar Tanpa Izin”. Di bawah bimbingan Bapak Guswan Hakim sebagai Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf sebagai Pembimbing II. Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merek terdaftar tanpa izin.Adapun manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat akademis dan manfaat praktis. Penelitian ini menggunkan tipe penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder yang dianalisis secara kualitatif agar dapat menghasilkan suatu uraian yang deskriftif kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran yang berkaitan dengan tanggung jawab perdata pemberi jasa layanan sablon baju yang menggunakan merek terdaftar tanpa izin sebagai objek. Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan yaitu : “bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 pada Undang-Undang yang sama maka bentuk tanggung jawab yang harus diterima oleh pelaku usaha sablon baju yang menggunakan merek terdaftar tanpa izin adalah ganti kerugian dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang memberikan kewajiban penggantian kerugian terhadap pelaku perbuatan melawan hukum. Penggantian kerugian dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immaterial. Sebagai pelaku usaha perseorangan, bentuk tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian akibat sengketa merek yang digunakan adalah harta perusahaan atau dapat juga menggunakan harta milik pribadi. Kata Kunci : Tanggung Jawab, Sablon Baju, Merek Terdaftar
v
KATA PENGANTAR Puji syukur yang sebesar-besarnya Penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju yang Menggunakan Merek Terdaftar Tanpa Izin” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan S-1 Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, hal ini karena keterbatasan yang dimiliki oleh Penulis. Maka saran-saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak khususnya pembaca sangat Penulis harapkan. Terimakasih terkhusus pada kedua orang tua penulis, Ayah saya Akhmad dan Ibu saya Supiana yang sudah sangat luar biasa dalam memberikan saya dukungan baik berupa dukungan berbentuk materi maupun dukungan moril yang tidak terkira jumlahnya. Terima kasih telah menjadi penyemangat yang luar biasa untuk saya. Ucapan terima kasih juga penulis hanturkan kepada Bapak Dr. Guswan Hakim, S.H., M.H., selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf, S.H., M.H., selaku dosen Pembimbing II yang tanpa lelah telah memberikan petunjuk, arahan,ilmu, dan waktu luang untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ruliah, S.H., M.H., Ibu Jumiati Ukkas, S.H., M.H., dan Ibu Nur Intan, S.H., M.H. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada Penulis baik dari segi penulisan maupun isi dari skripsi ini. Selanjutnya tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Supriadi Rustad, M.Si sebagai pelaksana tugas Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Djufri, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Rizal Muchtasar, S.H., L.LM., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum, Bapak Herman, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan Fakultas Hukum, dan Bapak Jabal Nur, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum. 4. Ibu Heriyanti, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo yang telah bersedia memberikan ilmu dan bantuannya selama penulis menempuh studi, khususnya Bapak Dr. Kamaruddin Djafar, S.H., M.H., Bapak Ian Parma Saputra, S.H., M.H., Bapak Randy Renaldi, S.H., M.H., Ibu Endah Widyastuti, S.H., M.H., dan Ibu Isnayanti, S.H., M.H. 6. Teman-teman kelas D angkatan 2013 yang senantiasa memberikan dukungan moril kepada Penulis, khususnya Siti Nafsiah Khoirani, Siti Sarah, Siti Fatimah,
vii
Oktavia Wulandari, Rizki Amalia Haswi, Hasna, Kokoh Nazirun, Fadrian Yudhi Saputra Madji, Rahmat Andhika Yudistira, Muh.Purnomo, Aan Riyanto Latama, Ridwan Rifai, Andi Agus, Arwin Rumengan, Muh. Malikul Mulki, David Hardiago, Andi Amin, Andra Hardianto, Nursyam Pujianto, Muh. Yunus, Muh. Iksan, Kiswanto Sujono, Julian Tanan, Fitrah Febrian Alva, Ambo Sengngeng, Al Azhari Siddiq, Ahlul Ari Wardana, Kasral Widodo, dan teman-teman lain yang tak dapat Penulis tuliskan satu-persatu. 7. Teman-teman Penulis angkatan 2013, Erfan Andhika Putra, Nur Fadhilah Nusbah, Muhammad Taufik, Reski Sari, Putry Maulidya Yusuf, Siti Zahra Amirah, Mukarram Rifai, Muh. Irfan Mursalim, Kamaruddin, Arif Rahman, Andi Muhammad Fahmi, Rudi Supriono, Nadya Arizka, Andi Gery, Muh. Fahzan Rianto, Evan Gerard Kalesaran, Mufidah Nurul Esa, Radian Sugandhi Adrian, Nur Alam Mekuo, Kisra Darmawan, Bima Rezky, Try Reskianto, Muh. Feizal dan teman-teman lain yang tak dapat Penulis tuliskan satu-persatu. 8. Rekan-rekan seperjuangan Penulis selama 45 hari, tim KKN Tematik Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli, Inochi Lara Palino, Puput Kalsum, Yuliana Rahayu, Istiana Manek, Yeni Yati, Annitha Barkah, Suharti, Asridayanti, Rosdiana, Risna, Alfian, Hardin, Muh. Asri Wahyudin, Irzal, Imam Fajrullah Syafril, Azwar, Yoggy Febrian, Muh. Shoddam R. Manek, dan Musaddad Mudjaid. 9. Senior dan junior Penulis yang senantiasa memberikan dukungan selama proses perkuliahan, Harsintan Sesky, Wandi Armanta, Sutiar Aprildo, Muh. Hidayat,
viii
Amriadin, Riswan Hanafyah Harahap, Rizky Febriana Al, Muhammad Aqsha, Ronald, Nining Tastianti, Ade Hertanto, Ld. Jafar Basri, dan masih banyak lagi yang tak dapat Penulis tuliskan satu-persatu. 10. Sahabatku tersayang Apriliani Abdullah dan Mega Puteri Damayanti Hasan yang salalu menjadi partners terbaik untuk Penulis selama kuliah baik dalam proses perkuliahan maupun dalam berbagai kegiatan dalam dan luar kampus. 11. Sahabat-sahabat masa SMA Penulis, Resty Sambo, Ikraeni Saftri, Estiawati, dan Mardilla yang tidak pernah bosan menjadi pendengar yang baik untuk setiap keluhan Penulis. 12. Senior, junior serta teman-teman dari delegasi Good Samaritan Law, delegasi RMCC I, dan delegasi Ultra Petita yang telah banyak sekali memberikan kesan serta ilmu yang bermanfaat bagi Penulis. 13. Teman-teman debat konstitusi Muh. Suhandri dan Ld. Muh. Dzulfijar sebagai lawan bicara dan kawan berfikir yang baik untuk Penulis. Akhir kata Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan Penulis berharap agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak.
Kendari,
April 2017 Penulis,
Ayu Prayanti Akhmad
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL...................................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iii ABSTRAK .................................................................................................................. iv KATA PENGANTAR................................................................................................. v DAFTAR ISI................................................................................................................ x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 11 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 12 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaaan Intelektual ............................... 13 1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ................................................. 13 2. Prinsip- Prinsip Hak Kekayaan Intelektual ......................................... 14 B. Tinjauan Umum tentang Merek............................................................... 16 1. Istilah dan Pengertian Merek .............................................................. 16 2. Jenis Merek ......................................................................................... 18 3. Fungsi Merek ...................................................................................... 20 4. Pendaftaran Merek .............................................................................. 21
x
5. Pengalihan Merek................................................................................ 25 6. Pelanggaran Merek.............................................................................. 27 C. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha Sablon Baju ................................ 30 1. Konsep Sablon Baju............................................................................ 30 2. Jenis-jenis Sablon................................................................................ 31 D. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab................................................. 38 1. Konsep Tanggung Jawab .................................................................... 39 2. Tanggung Jawab dalam Hukum Perdata............................................. 39 BAB III : METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian .......................................................................................... 42 B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum .............................................................. 42 C. Metode Pendekatan ................................................................................... 43 D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum.......................................................... 43 E. Analisis Data ............................................................................................. 44 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju yang Menggunakan Merek Terdaftar Tanpa Izin ......................................................................................... 45 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 62 B. Saran ........................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara substantif pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karyakarya itu dikatakan sebagai aset perusahaan. Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya menimbulkan suatu perlindungan yang dibutukan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HKI dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible). Salah satu contoh dari Hak Kekayaan Intelektual adalah penggunaan tanda sebagai pembeda antara barang dan jasa yang dihasilkan oleh seseorang dalam bentuk produk barang dan jasa yang lazim kita sebut dengan merek. Merek menjadi suatu hal yang dianggap penting karena digunakan untuk membedakan antar produk yang dimiliki seorang produsen dengan para
2
pesaingnya. Dalam hal ini merek memegang peran penting dalam pencitraan dan strategi pemasaran perusahaan serta memberikan kontribusi terhadap citra dan reputasi terhadap produk dari sebuah produk dimata kosumen. Citra dan reputasi suatu produk merupakan salah satu hal mendasar yang wajib dimiliki suatu produsen untuk meningkatkan jumlah konsumen yang berdampak pada meningkatnya nilai jual terhadap produk tersebut. Mengingat karena merek bukan hanya semata–mata menunjukkan nama dari sebuah produk, namun lebih dari itu merek menunjukkan nilai tambah dari produk dalam berbagai dimensi, yang membedakan produk tersebut dengan produk lain hal ini menyebabkan setiap produsen suatu produk akan berusaha
meningkatkan kekuatan mereknya di pasaran dari
waktu ke waktu. Dalam hal ini produsen akan berusaha memperkenalkan produknya terutama keunggulan produk yang tidak dimiliki oleh produk lain. Kesuksesan dalam membangun merek yang kuat akan tercipta apabila elemenelemen pendukung merek mendukung dan memberikan kontribusi yang positif guna terciptanya merek yang kuat di pasaran. Elemen–elemen yang dimaksudkan di sini adalah kualitas produk yang baik, kemampuan produk dalam memenuhi kebutuhan ataupun keinginan konsumen, kemampuan strategi marketing yang handal untuk terus memperkenalkan merek di pasaran melalui segala program–program marketing, sampai pada kemasan produk yang benar, baik dan menarik, harga produk yang sesuai dengan kualitas produk yang ditawarkan. Dengan demikian, merek dapat terus dikenal,
3
menjadi perhatian dan terus dikonsumsi oleh masyarakat, dipercaya, sehingga merek tersebut menjadi merek yang kuat di pasaran. Pada dasarnya sebagai suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual manusia, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) wajib mendapat perlindungan hukum yang memadai. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan HKI dan prosedur penegakan hak dengan menerapkan tindakan menuju perdagangan yang sehat. Sebagai salah satu bagian dari HKI yang memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi, merek juga wajib untuk mendapat suatu perlindungan hukum. Merek ( dengan “brand image”nya) dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang sangat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu merek dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian pentingnya peranan merek ini maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai objek yang terhadapnya terkait hak- hak perseorangan atau bahan hukum. Tanpa perlindungan hukum, para pesaing dapat meniru merek orang lain tanpa harus mengeluarkan biaya untuk proses menghasilan atau mengkreasikan suatu merek. Hukum merek telah dikenal lama di Indonesia, bahkan sejak masa penjajahan Belanda. Hukum merek yang sekarang berlaku adalah ketentuan- ketentuan yang dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan
4
perdagangan internasional yang terjadi pada abad ke-20, terutama melalui perundingan dagang global yang diatur dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang merupakan lampiran dalam Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang telah diratifikasi melalui Undangundang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization1. Perjanjian TRIPs merupakan perjanjian internasional yang sangat penting yang mengatur norma-norma standar di bidang HKI yang di dalamnya terdapat merek yang merupakan salah satu bidang HKI. Dengan telah diratifikasinya Persetujuan TRIPs, pada tanggal 7 Mei 1997 pemerintah Indonesia telah meratifikasi kembali Konvensi Paris dan Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek)2. Di Indonesia, perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang Merek mengalami banyak perubahan karena di anggap tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan aturan-aturan yang terdapat dalam Persetujuan TRIPs maupun konvensi-konvensi internasional di bidang HKI. Diawali dengan Undang- undang Merek Kolonial Tahun 1912 yang berlaku pertama kali di Indonesia pada masa Indonesia menjadi jajahan Belanda. Kemudian Undang- undang
Merek Kolonial Tahun 1912 diganti dengan Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek
1
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564, UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Jakarta, 2 November 1994. 2 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt & Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung : Alumni, 2011, hlm. 132.
5
Perniagaan dan diperbaharui dengan UU Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek; dan kemudian setelah Indonesia meratifikasi Persetujuan TRIPs pada tahun 1994, maka Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek disempurnakan kembali disesuaikan dengan aturan-aturan Persetujuan TRIPs menjadi Undang- undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan pertimbangan dan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undangundang Merek yang berlaku saat itu dan agar sejalan dengan konvensikonvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, maka Undangundang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek diganti dengan Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Terakhir di penghujung tahun 2016 Undang- undang yang mengatur tentang Merek kembali mengalami perubahan akibat adanya perkembangan kegiatan perdagangan barang dan jasa yang mengalami peningkatan yang cukup tinggi dan berdampak pada maraknya pelanggaran dan pemalsuan Merek3. Setelah melewati beberapa tahapan maka lahirlah Undang- undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis tepat pada tanggal 25 Desember 2016. Meskipun secara yuridis, Negara Indonesia telah cukup produktif dalam memberikan perlindungan hukum terhadap para pemegang merek tetapi 3
Cita Citrawinda Noerhadi, Diskusi Publik Naskah Akademik RUU Tentang Merek, disampaikan pada Seminar oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, tanggal 4 Oktober 2012, Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, hlm. 1.
6
pada kenyataannya hal ini belum bisa secara serta merta menjamin hapusnya suatu pelanggaran merek. Di Negara kita masih banyak sekali dijumpai adanya pelanggaran terhadap hak atas merek. Pelanggaran tersebut terjadi sejak dahulu sampai sekarang dengan menggunakan teknologi yang lebih maju dan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tingginya tingkat konsumtif akan gaya hidup yang tinggi dalam penggunan merek terkenal yang dapat menunjang dan menentukan status sosial dalam pergaulan. Merek merupakan gengsi bagi kalangan tertentu, karena gengsi seseorang teletak pada barang yang dipakai, semakin terkenal merek yang digunakan semakin tinggi pula status sosialnya , terlebih lagi jika merek itu terkenal yang merupakan produk asli yang sulit didapat dan dijangkau oleh kebanyakan orang dapat menjadi kebanggan tersendiri. Suatu produk dengan merek yang terkenal tidak akan lepas dengan harga yang cukup tinggi dan harga yang tinggi menjadi penghambat bagi para konsumen dalam memenuhi gengsinya untuk menggunkan produk dengan merek terkenal. Saat ini tengah ramai bermunculan para pelaku usaha yang bergerak dibidang sablon baju. Jenis usaha sablon baju ini seakan menjadi jawaban untuk memenuhi keinginan para konsumen yang kondisi keuangannya dibawah rata-rata tetapi mempunyai gengsi yang cukup tinggi untuk menggunakan produk yang dilabeli merek terkenal. Sablon baju merupakan salah satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan menggunakan alat tertentu untuk mencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu
7
bidang sasaran cetak. Biasanya para pelaku usaha sablon baju akan menerima pesanan untuk mencetak suatu desain pada baju kaos yang sebelumnya masih polos. Terkait dengan bagaimana model desain yang dimaksud akan diserahkan sepenuhnya pada pemesan untuk secara bebas menggunakan desain apapun. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada pemesan untuk mendesain sendiri baju yang akan disablonnya inilah yang membuka peluang terjadinya pelanggaran terhadap salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yaitu merek. Dalam menentukan desain, tidak sedikit konsumen yang memilih untuk menggunakan suatu merek terdaftar untuk dijadikan objek berupa merek sebuah baju sudah terkenal seperti Peter Says Denim, Kiddrock, dan lain-lain.
Dan pelaku usaha sablon baju akan serta-merta menerima
desain tersebut untuk dicetak pada media berupa baju polos tanpa label ataupun merek apapun. Sebagai imbas dari maraknya pelaku usaha sablon baju yang tidak mensortir terlebih dahulu objek dari pesanan yang akan disablonnya maka lahirlah beragam kaos yang diproduksi secara illegal dengan menggunakan merek terdaftar sebagai desain baju. Di Indonesia sendiri tercatat bahwa pakaian masuk dalam tujuh komoditas produk yang yang paling banyak dipalsukan yaitu sebesar 38,90%, sedikit lebih tinggi di banding dengan barang kulit dengan persentas 37,20%.4 Dan pelaku usaha jasa sablon baju adalah salah satu usaha yang sangat mendukung semakin tumbuh suburnya 4
Fiki Ariyanti , Liputan 6 Explore “Ini Dia 7 Produk yang Paling Banyak Dipaluskan” http://m.liputan6.com/21810=45/read/bisnis/ ini-dia-7-produk-yang-paling-banyak-dipalsukan, 25 Februari 2015, diakses pada tanggal 20 Februari 2016.
8
pemalsuan merek terdaftar di Indonesia mengingat karena teknik sablon baju adalah cara termudah untuk memproduksi baju dengan menggunakan desain sendiri dengan hasil yang sangat menyerupai aslinya. Jika hanya dibandingkan melalui foto, kedua kaos tersebut terlihat sangat identik dengan aslinya. Untuk mempermudah dalam membedakannya, berikut Penulis paparkan beberapa hal yang dapat menjadi unsur pembeda diantaranya keduanya :5 1.
Dilihat dari harganya. Faktor harga bisa menjadi dasar dalam membedakannya. Kaos asli jelas dibuat dengan ketelitian tinggi dengan bahan yang berkualitas, wajar harganya menjadi mahal dengan rata-rata harga di atas 100 ribu rupiah. Sedangkan untuk yang palsu biasa dijual dengan harga murah sesuai dengan kualitas barangnya. Jika anda mendapati perbedaan harga dengan terpaut sangat jauh mencolok maka anda bisa dengan gampang untuk membedakannya. Tetapi ada juga barang palsu dijual dengan harga mahal agar pembeli tidak begitu curiga. Menanggapi permasalahan itu, sebelum membeli ada baiknya anda mencari informasi harga barang asli nya terlebih dahulu.
2.
Cek logo atau lambangnya. Kaos asli memiliki logo/ lambang kenamaan kaos tersebut yang terletak pada kerah kaos, atau pada bagian bawahnya. Cek ketahanan pada
5
Roma Doni, Cermat Membedakan Kaos ORI dan KW, http://blog.kaos101.com/2013/09/cermatmembedakan-kaos-ori-dan-kw.html, 10 September 2013, diakses pada tanggal 7 Maret 2017.
9
logonya apakah dijahit secara benar atau hanya asal tempel saja. Kaos palsu logo/lambangnya terlihat buram dan tulisan kurang jelas. 3.
Periksa kualitas bahan kainnya Terkhusus kaos bersablon dapat dicek bagian sablonnya apakah tersablon rapi dan desain yang dihasilkan tidak pecah. Keuntungan dari kaos asli kita mendapat kualitas kaos yang mumpuni, rajutan kain rapi sehingga kaos terasa lebih kuat dan nyaman dipakai.
4.
Tempat penjualannya Tanpa bermaksud menimbulkan kesan tidak baik, tapi biasanya kaos-kaos palsu banyak dijual oleh pedagang-pedagang kaki lima. Karena perlu modal yang besar bagi produsen untuk bisa menjual kaos-kaos asli, sebab harga dasar dari pabriknya juga tidak murah. Untuk yang kaos asli sesuai kualitasnya, produsen kaos yang membeli juga akan menyesuaikan dengan tempat yang lebih baik seperti distro, planet surf, toko mewah dengan tujuan menambah keyakinan bagi pembeli bahwa barang-barang yang dijual merupakan barang yang asli. Pelanggaran terhadap hak merek yang terjadi dalam transaksi jual beli
jasa dalam usaha sablon baju ini tentu akan menimbulkan kerugian bagi pemilik hak merek baik berupa kerugian materil dan immateril. Kerugian materil meliputi pemasukan, penurunan harga pasar, dan omzet penjualan bagi pemilik merek sebenarnya karena sebagian konsumen akan beralih untuk menggunakan produk baju palsu yang didesain dengan menggunakan suatu merek melalui teknik sablon. Sedangkan kerugian immaterial meliputi kualitas
10
yang berimbas ke nama baik pemilik merek terdaftar, kualitas tersebut merupakan jaminan nilai produksi merek. Sehubungan dengan adanya kerugian yang lahir dari pelanggaran merek seperti ini maka Undang-undang telah memberikan kesempatan bagi pemilik Merek terdaftar untuk dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Maraknya pemalsuan merek yang dilakukan oleh para pelaku usaha sablon baju telah memberikan pengaruh terhadap dunia bisnis. Perdagangan tentu tidak akan berkembang dengan baik dan akan semakin memperburuk citra Indonesia sebagai pelanggar HKI. Oleh karena itu, permasalahan tentang perlindungan hukum atas merek menjadi menarik untuk dibahas, mengingat dunia akan terus berkembang, dan didalamnya merek mempunyai peran yang cukup diperhitungkan khususnya dalam proses perdagangan barang dan jasa di era global. Maka dari itu perlu diadakan penelitian yang berhubungan dengan masalah pertanggung jawaban para pelaku usaha sablon baju yang menggunkan suatu Merek terdaftar secara illegal
dengan harapan jika
diketahui bagaimana bentuk tanggung jawab dari pelanggaran merek akan dilakukan tindakan-tindakan preventif untuk meminimalisir pelanggaran sejenis di masa yang akan datang. Untuk itu penulis menuangkan tulisan ini dalam bentuk skripsi dengan judul : TANGGUNG JAWAB PELAKU
11
USAHA
SABLON
BAJU
YANG
MENGGUNAKAN
MEREK
TERDAFTAR TANPA IZIN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penulisan ini, adalah “Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merek terdaftar tanpa izin ?” C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merek terdaftar tanpa izin. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat akademis a) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual yang menyangkut tanggung jawab pelaku usaha sablon baju yang menggunakan merek terdaftar tanpa izin. b) Memberikan informasi bagaimana peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pelanggaran hak Merek pada usaha sablon baju. 2. Manfaat praktis a) Hasil penelitian dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak yang berkepentingan.
12
b) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang diperolehnya.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual 1. Pengetian Hak Kekayaan Intelektual Istilah Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari dua kata, yakni hak kekayaan dan intelektual. Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapat
perlindungan
hukum,
dalam
arti
orang lain
dilarang
menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual bedasarkan kegiatan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa6. Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immateril, benda tidak berwujud.7. HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang, maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah HAKI merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan
WTO
(Agreement
Establishing
The
World
Trade
Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah 6
Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta : Grasindo, 2008, hlm 112. 7 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2013, hlm 9.
14
pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right)8. Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan padanan dari intellectual property right, berdasarkan WIPO, the legal rights which result from intellectusl sctivity in the industrial scientific, literary or artistic fields. Dengan demikian, intellectual property rights (IPR) merupakan perlindungan terhadap hasil karya manusia, baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industry, kesusasteraan, dan seni9. Perlindungan dan penegakan hukum HKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, penyebaran teknologi, dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban10. 2. Prinsip- Prinsip Hak Kekayaan Intelektual Untuk menggetahui konsep perlindungan hak milik intelektual, maka dapat diketahui dari prinsip- prinsip utama hak milik intelektual. Dengan memahami prinsip- prinsip ini maka sekaligus akan diketahui latar belakang perlunya perlindungan terhadap hak milik inteletual. Djumhana mengemukakan konsep perlindungan hak milik intelektual menurut
8
Andasialagan , Hak Kekayaan Intelektual https://andasiallagan92. /2014/04/15/hak--kekayaanintelektual/, 15 April 2014, diakses pada tanggal 12 Januari 2016. 9 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Op. cit., hal 113. 10 Ibid
15
system Romawi. Menurutnya dalam system hukum Romawi, suatu hasil kreasi dari pekerjaan dengan memakai kamampuan intelektual, maka pribadi yang menghasilkannya mendapatkan kepemilikan berupa hak amaliah. Pendapat ini terus didukug dan dianut banyak sarjana11. Adapun prinsip- prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan inteletual adalah sebagai berikut 12 : a) Prinsip Keadilan (principle of natural justice), yaitu bahwa pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja dan membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya sehingga wajar mendapat imbalan. Imbalan tersebut dapt berupa materi maupun bukan materi, seperti rasa aman karena dilindungi dan diakui hasil karyanya. b) Prinsip Ekonomi ( The economic argument), yaitu bahwa hak milik intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk yang memiliki manfaat sera berguna
dalam
menunjang
kehidupan
manusia.
kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis
Maksudnya
manusia yang
menjadikan hal itu sebagai suatu keharusan untuk menunjang kehidupan. c) Prinsip Kebudayaan (The cultural argument), yaitu bahwa karya manusia pada hakekatnya bertujuan untuk kebutuhan kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan seni dan sastra 11
Neni Sri Imaniyari, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam, Bandung : Mandar Maju, 2002, hlm. 126 dan 127. 12 Ibid
16
sangat besar artinyabagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. d) Prinsip Sosial ( The social argument), yaitu bahwa hukum mengatur kehidupan manusia sebagai warga masyarakat, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu hak apapun yang diakui oleh hukum kepada manusia orang perorangan atau persekutuan maka hak tersebut untuk kepentingan seluruh masyarakat. 3. Tinjauan Umum tentang Merek 1. Istilah dan Pengertian Merek Secara yuridis telah dijelaskan definisi tentang merek yaitu13: “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dar 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.” Dari rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa merek merupakan : a) Tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dar 2 (dua) atau lebih unsur tersebut; b) Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain; c) Digunakan dalam kegiatan perdaangan barang atau jasa yang sejenis. Selain menurut batasan yuridis, beberapa sarjana ada juga memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu sebagai berikut : 13
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, UU No. 20, Jakarta, 25 November 2016, Pasal 1 angka 1.
17
a) H.M.N Purwo Sutjipto, memberikan pendapat bahwa, merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan bendalain yang sejenis.14 b) R. Soekardono, memberikan pendapat bahwa, merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kaulitetnya barang dalam perbandingan dengan barang- barang sejenis yangn dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan- bandan perusahaan lain.15 c) Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Vollmar, memberikan pendapat bahwa, suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.16 d) Iur Soeryati memberikan pendapat bahwa ditinjau dari fungsinya merek
dipergunakan
untuk
membedakan
baranng
dan
jasa
bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang besangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai : tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.17 e) Essel R. Dillavou, Sarjana asal Amerika Serikat, sebagimana dikutip oleh Pratasius Daritan, menerjemahkan sekaligus memberikan komentar bahwa : 14
Saidin, Op. Cit., hlm 343-345. Ibid 16 Ibid 17 Ibid 15
18
“No complete definition can be givenfor a trade mark generally it is any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distribution to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it. Aslily, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an adveristing mechanism. (Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, symbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk mengadakan barang- barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memekainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan)18. 2. Jenis Merek Undang- Undang Merek Tahun 2016 telah mengatur tentang jenisjenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 2, angka 3, dan angka 4 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif. Pasal 1 angka 2 : “Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sarna atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.” Pasal 1 angka 3 : “Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pacta jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersarna-sarna atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.” Pasal 1 angka 4 : 18
Prataius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, hlm 7.
19
“Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang danjatau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang danjatau jasa sejenis lainnya.” Khusus untuk merek kolektif tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif19. Selain itu terdapat perbedaan kemasyuran suatu merek yang membedakan pula tingkat derajat kemasyuran yang dimiliki oleh berbagai merek. Ada 3 (tiga) jenis yang dikenal oleh masyarakat, yaitu20: a) Merek Biasa Merek biasa atau normal mark yang tergolong kepada merek biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi dan jangkauan pemasarannya sangat sempit dan terbatas pada lokal. Merek normal tidak menjadi incaran pedagang ataupun pengusaha untuk ditiru atau dipalsukan karena permintaan yang rendah. Merek biasa bukan disebabkan oleh faktor kualitas yang rendah tetapi kemungkinan merek normal tidak memiliki dana yang memadai sehingga menyebabkan pengenalan masyarakat kurang. b) Merek Terkenal
19
Saidin, Op. Cit., hlm. 346 Sekar Hayu Ediningtyas, Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang Terkenal Asing Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Di Pasar Johar Semarang), Skripsi, 2015 hlm. 39-40. 20
20
Merek terkenal atau well known mark. Merek terkenal memiliki reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menarik perhatian dan pengetahuan masyarakat mengenai suatu merek di dalam maupun di luar negeri. c) Merek Termasyhur Sedemikian
rupa
terkenalnya
suatu
merek
sehingga
dikategorikan sebagai famous mark. Famous mark dan well known mark pada umumnya susah dibedakan namun famous mark pemasarannya hampir seluruh dunia dengan reputasi internasional, produksinya hanya untuk golongan tertentu saja dengan harga yang sangat mahal. 3. Fungsi Merek Merek dikatakan sebagai salah satu cara untuk mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnyaa serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat yang membuat harga suatu produk menjadi mahak bukan produknya, tetapi mereknya. 21 Ada empat hal yang menjadi fungsi utama merek, yaitu 22: a) Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya. 21
Saidin, Op.Cit. hlm. 329. Wikipedia, Merek, http://id.wikipedia.org/wiki/Merek, 7 Oktober 2016, diakses tanggal 12 Januari 2016. 22
21
b) Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya. c) Sebagai jaminan atas mutu barangnya. d) Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan. Sedangkan P.D.D Darmawan mengemukakan bahwa ada tiga fungsi merek, yaitu23 : a) Fungsi Indikator Sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional; b) Fungsi Indikator Kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi; c) Fungsi Sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut. 4. Pendaftaran Merek Menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur dibawah ini : a)
bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b)
sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang danjatau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
23
Sekar Hayu Ediningtyas, Op.Cit, hlm. 40.
22
c)
memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang danjatau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang dilindungi untuk barang danjatau jasa yang sejenis;
d)
memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau khasiat dari barang danjatau jasa yang diproduksi;
e)
tidak merniliki daya pembeda; dan / atau
f)
merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum. Mr. Sudargo Gautama juga telah memberikan pendapat terkait dengan jenis merek yang tidak dapat didaftar , yaitu24 : a) Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum b) Tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Di dalam lukisanlukisan ini kiranya tidak dapat dimasukkan juga berbagai gambarangambaran yang dari segi keamanan atau segi penguasa tidak dapat diterima karena dilihat dari segi kesusilaan maupun dari segi politis dan ketertiban umum. Lukisan-lukisan yang tidak memenuhi normanorma susila, juga tidak dapat digunakan sebagai merek jika tandatanda atau kata-kata yang terdapat dalam sesuatu yang diperkenankan sebagai “merek” dapat menyinggung atau melanggar perasaan,
24
Saidin, Op.Cit., hlm. 349-350.
23
kesopanan, ketentraman atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya maupun suatu golongan masyarakat tertentu. c) Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembedaan. d) Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda atau yang dianggap kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek. e) Tanda Milik Umum. f) Tanda – tanda yang karena telah dikenal dan dipakai secara luas serta bebas dikalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk dipakai sebagai tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang – orang tertentu. g) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran. h) Yang dimaksud dengan merupakan keterangan atau berkaiatan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran seperti merek “kopi atau gambar kopi” untuk produk kopi. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
Permohonan Pendaftaran Merek dapat dilaksanakan
dengan dua macam yang dapat ditempuh yaitu dengan cara biasa atau bersifat umum dan dengan hak prioritas. Permohonan pendaftaran dengan cara biasa dilakukan karena merek yang dimohon pendaftaranya belum pernah didaftarkan sama sekali. Sedangkan permohonan pendaftaran dengan hak prioritas dilakukan karena merek yang didaftarkan di Indonesia sudah pernah didaftarkan di negara lain. a) Dengan cara biasa
24
Permohonan diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM yang diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia. Adapun isi surat permohonan pendaftaran merek yang harus dimuat di dalamnya sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu : 1) tanggal, bulan, dan tahun Permohonan; 2) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alarnat Pemohon; 3) nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui Kuasa; 4) warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna; 5) nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan 6) kelas barang darr/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa. b) Dengan hak prioritas Syarat-syarat mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam pengajuan
permohonan
pendaftaran
dengan
cara
biasa.
Namun
permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan
25
Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization). Terhadap Pemilik yang mendaftarkan mereknya akan mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum, hal ini bersesuaian dengan ketentuan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis . Sedangkan pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pernilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Dan berdarkan ketentuan Pasal 35 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis hak ini melekat pada pemegang merek terdaftar selama 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan, setelah itu jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. 5. Pengalihan Merek Dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa merek dapat dialihkan karena alasan : a) Pewarisan; b) Wasiat; c) Wakaf; d) Hibah;
26
e) Perjanjian; atau f) Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan hak merek dalam bentuk wasiat, wakaf, dan hibah di Indonesia masih bersifat pluralism. Hukum waris, hibah, dan wasiat belum ada yang berlaku secara unifikasi, masih berbeda untuk setiap golongan penduduk. Ada yang tunduk kepada hukum adat, ada yang tunduk kepada hukum Islam, dan ada yang tunduk kepada hukum perdata yang termuat dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, jika pengalihan harus dilengkapai dengan dokumen-dokumen yang mendukungnya sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat 4 Undang-Undang Merek Tahun 2016 maka pertama-tama yang harus diperhatikan adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan peristiwa pelepasan hak tersebut dengan berbagai pilihan terhadap kaedah hukum dan berbagai akibat hukum yang ditimbulkannya sesuai dengan sifat kaedah hukumnya yang pluralistis tersebut25. Sedangkan pengalihan melalui perjanjian, oleh karena perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak maka haruslah diperhhatikan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan syarat-syarat umum lainnya26. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan Merek terdaftar27. Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan
25
Ibid, hlm. 380-381. Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Cetakan Ketigapuluh lima,Jakarta ,Pradnya Paramita: 2004. 27 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, Op. Cit, Pasal 1 angka 8. 26
27
perjanjian bahwa penerima lisensi nakan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan jasa. Sementara itu, perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal Merek. Dengan demikian, pemilik merek terdaftar yang memberikan lisensi kepada pihak lain tetap dapat menggunakan atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan sendiri atau menggunakan merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain28. 6. Pelanggaran Merek Pelanggaran terhadap merek termotivasi dari keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau melakukan tindakan meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah terkenal di masyarakat tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang hakhaknya telah dilindungi sebelumnya. Tentu saja hal-hal demikian sangat mengacaukan roda perekonomian dalam skalam nasional dan skala lokal29. Menurut Molegraf, persaingan tidak jujur adalah peristiwa di dalam mana seseorang untuk menarik para langganan orang lain kepada perusahaan dirinya sendiri atau demi perluasaan penjualan omzet perusahaanya, menggunakan cara-cara yang bertetangan dengan itikad baik dan kejujuran di dalam perdagangan30. Praktik perdagangan tidak jujur meliputi31: a) Praktik Peniruan Merek Dagang (Trademark piracy)
28
Elsi Kartika Sari, Advendi Simanusong,Op. Cit, hlm. 126. Saidin, Op. Cit,hlm 357. 30 R.M. Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian, Tarsito, Bandung, 1981, hlm.66. 31 Saidin, Op.Cit.hlm 357-358. 29
28
Berupaya mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal (well know trade mark) yang sudah ada sehingga merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal dengan maksud menimbulkan kesan kepada khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya sama dengan barang atau jasa yang terkenal. b) Praktik Pemalsuan Merek Dagang (Counterfeiting) Berupaya dengan cara memproduksi barang-barang dengan mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang bukan merupakan haknya. c) Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan Sifat dan Asal Usul Merek (Imitations of labels and packaging). Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah penghasil barang yang bermutu. Sehubung dengan pelanggaran merek dalam Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa: “Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa: a. gugatan ganti dan/atau
29
b.
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.” Berdasarkan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pelanggaran merek pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : a) Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan. b) Menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan. c) Menggunakan merek yang mempunyai persamaan sebagian atau keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/ atau kematian manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa ada dua macam pemeriksaan kasus pelanggaran. Jika salah satu cara terpenuhi, penggugat akan menang. Dalam hal ini penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat 32 : a) Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dmiliki penggugat. Cara membandingkan kedua merek
yang memiliki persamaan
pokoknya dengan merek lain adalah dengan melihat persamaan dan
32
Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit. hlm. 147
30
perbedaannya, memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau perbedaan yang timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama artinya pelanggaran merek telah terjadi. b) Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau jasa tergugat. Penjualan produk yang dapat
menyesatkan/menyebabkan
kebingungan bagi konsumen sampai pada batas dimana mereka kemungkinan
keliru
membeli
produk tergugat, padahal
mereka
sebenarnya bermaksud membeli produk penggugat. C. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha Sablon Baju 1. Konsep Sablon Baju Pengertian Sablon secara umum adalah screen printing yaitu salah satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan mencetak dengan alat bukan mesin. Secara verbal, sablon dapat diartikan sebagai kegiatan cetakmencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu bidang sasaran cetak
(bisa
kaos,
kertas,
plat,
atau
media
lainnya).
Dalam
perkembangannya sablon yang paling popular adalah yang menggunakan alat berupa saringan, sehingga muncullah istilah cetak saring. Dengan adanya sablon, pekerjaan cetak-mencetak menjadi lebih cepat dan mudah.33 Cetak sablon merupakan proses stensil untuk memindahkan suatu citra ke atas berbagai jenis media atau bahan cetak seperti : kertas, 33
Konveksian Semarang, Pengertian dan Teknik Dalam Proses Sablon Baju, http://konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-dan-teknik-dalam-proses-sablon-baju/,19 Mei 2015,diakses tanggal 15 Januari 2017.
31
kayu,metal, kaca, kain, plastik, kulit, dan lain-lain. Stensil tersebut selanjutnya merupakan gambar negatif dari gambar asli dimana detaildetail gambar yang di reproduksi memiliki tingkat keterbatasan terutama dalam memproduksi detail-detail yang lebih halus.adakalanya para perancang grafis melakukan tahapan desain secara langsung pada permukaan alat penyaring yang disebut “tusche” dan kemudian menutup keseluruhan sablonan dengan lem. Tusche selanjutnya dicuci dengan bahan pelarut agar diperoleh bagian yang dapat mengalirkan tinta pada permukaan alat penyaring.34 Pengertian Cetak saring adalah salah satu teknik proses cetak yang menggunakan layar (screen) dengan kerapatan tertentu dan umumnya berbahan dasar nilon atau sutra. Sebagian dari layar ini kemudian diberi pola yang salah satunya berasal dari negative desain/klise yang dibuat sebelumnya. Kain ini direntangkan dengan kuat agar menghasilakan layar dan hasil cetakan yang datar. Setelah diberi fotoresis/zat kimia peka cahaya dan disinari, akan terbentuk bagian-bagian tidak tertutup dan tertutup yang bisa dilalui tinta dan tidak. Proses eksekusinya adalah dengan menuangkan tinta di atas layar dan kemudian disapu menggunakan palet atau rakel yang terbuat dari karet. Satu layar untuk satu warna. 35 2. Jenis-jenis Sablon Meningkatnya popularitas penyedia jasa sablon baju tentu saja berakibat pada jenis-jenis sablon yang yang banyak digunakan. Pada 34 35
Ibid Ibid
32
umumnya jenis sablon kaos manual yang akan kami ulas ini biasa digunakan oleh para pelaku jasa sablon kaos yang berada di Indonesia. Adapun jenis-jenis balon yang dimaksud adalah sebagai berikut : a) Rubber atau Karet GL Sablon jenis ini merupakan jenis sablon manual yang paling sering dipakai. Sesuai namanya, rubber, sablon kaos berbahan dasar karet ini mempunyai tingkat elastisitas dan kerapatan yang tinggi. Alhasil, rubber pun dapat menutup permukaan warna kain dengan baik. Hal ini membuat rubber semakin difavoritkan karena cocok digunakan untuk menyablon kain kaos dengan warna apapun. Selain digunakan untuk sablon utama, biasanya sablon rubber dimanfaatkan sebagai underbase. Underbase adalah istilah tinta dasar sebagai penutup warna kain sebelum penyablonan warna lainnya. Underbase biasanya berlaku pada kaos hitam dan kaos berwarna gelap lainnya. Selain fleksibel dan elastis, keunggulan lain dari cat sablon ini ialah cenderung awet dan bisa disetrika. Apalagi jika ditambah dengan coating atau lapisan tambahan, maka cat rubber yang sudah disablon dapat mengikuti kelenturan kain dan berdaya tahan lebih lama. b) Pigmen Pigmen adalah bubuk pewarna tinta sablon yang bersifat meresap kedalam serat kain. Jenis sablon ini hanya bisa dipakai untuk bahan kaos berwarna terang saja. Bahan ini tidak bisa disablon pada
33
kain kaos yang berwarna gelap dikarenakan karakternya tidak mampu mengalahkan karakter pewarna serat kaos. Sehingga warna yang dibawa tinta pigmen pun tidak muncul. Karena memiliki karakter tipis dan menyerap, biasanya pada kaos bersablon pigmen akan tetap terlihat tekstur kainnya walaupun sudah disablon. Warna yang dihasilkan oleh cat pigmen cenderung lebih rata dan solid bila dibandingkan dengan tinta lain. Sablon pigmen sangat cocok untuk diaplikasikan pada desain kaos yang besar atau lebar karena hanya menggunakan sedikit tinta sablon. c) Superwhite Hampir serupa dengan sablon pigmen, sablon jenis ini memiliki karakter menembus serat kain. Bedanya, tinta sablon superwhite bersifat lebih transparan dan bisa diaplikasikan pada kain berwarna gelap. Tinta sablon superwhite terdiri dari dua jenis varian, yaitu white untuk tinta putih dan tinta warna lainnya. Salah satu ciri khas yang dihasilkan tinta model ini adalah warnanya yang cenderung pudar (turun warna). Hal ini membuat Superwhite sangat cocok untuk desain vintage yang bernuansa oldschool. Tinta Superwhite juga bisa diracik menjadi tinta sablon manual jenis discharge jika dicampur dengan bahan–bahan tertentu. d) Plastisol Jenis sablon ini merupakan jenis tinta sablon berbasis minyak / PVC (oil based). Salah satu keistimewaan sablon plastisol yang tidak
34
dimiliki jenis sablon lain adalah kemampuannya untuk mencetak dot atau raster ukuran super kecil dengan hasil yang prima. Namun sayangnya Sablon Plastisol menjadi salah satu jenis sablon yang tinggi harga bahan baku dan biaya peralatannya. Hasil sablonan Plastisol yang tidak bisa kering dibawah suhu 160 derajat cecius membuat Plastisol membutuhkan peralatan tambahan untuk mengeringkannya. Untuk mengeringkan dengan maksimal, setidaknya tinta sablon ini butuh beberapa peralatan seperti conveyor curing, flash curing, sinar infra merah atau hot gun. Sebab tinta ini berbasis minyak dan tidak dapat kering dengan sendirinya seperti tinta waterbase pada umumnya. Setelah pengeringan dengan benar, barulah tinta plastisol ini memiliki daya rekat yang sangat baik. e) Glow in the Dark Hasil
sablon
jenis
ini
sempat
booming
pada
awal
penemuannya. Sablon jenis ini memiliki keistimewaan mampu menyala di tempat yang gelap. Jika dilihat ditempat gelap, sablon dengan tinta Glow in the Dark akan menyala karena cat yang dipakai mengandung fosfor. Karakter fosfor bisa menyerap cahaya kemudian memancarkannya kembali. Untuk bisa menghasilkan efek terbaik, sablon Glow in the Dark harus dikombinasikan dengan tinta lainnya sebagai mediasi. Tinta yang dipakai dapat berupa tinta extender atau pigmen dengan underbase dari rubber atau Plastisol. Sampai saat ini, tinta sablon
35
Glow in the Dark yang dijual umum di pasaran baru menyediakan dua jenis varian warna: Green Glowing (nyala hijau) dan Orange Glowing (nyala jingga). f) Discharge Sablon discharge atau kerap disebut dengan sablon cabut warna adalah teknik sablon manual yang hasil tintanya mengubah warna bahan kaos dengan warna tintanya. Misalnya kaos berwarna hitam disablon tinta discharge warna putih. Maka setelah disablon bahan kaos yang disablon akan berubah menjadi putih. Tinta sablon discharge merupakan hasil campuran dari tinta Superwhite dengan bubuk atau binder pendukung khusus. Bubuk atau binder tersebut diformulasikan untuk menonaktifkan zat warna yang digunakan pada kain alami. Hasil sablon dengan teknik discharge ini sangat lembut dan terlihat seperti warna kain kaos alami. Namun sayangnya sablon discharge tidak berfungsi dengan baik pada semua bahan kaos. Sablon discharge hanya akan maksimal jika diaplikasikan pada bahan kaos katun murni yang reaktif. Tinta sablon discharge ini juga tidak cocok dengan kain sintetis yang banyak mengandung polyester. Tinta sablon discharge paling cocok di gunakan untuk bahan kaos yang berwarna, terutama hitam dan biru dongke. Selain hanya bisa berfungsi pada sablon discharge yang reaktif saja, terdapat setidaknya tiga warna kaos yang sulit dicabut warnanya
36
dengan sablon discharge. Di antaranya adalah warna hijau, ungu dan biru. Selain warna tersebut, selama masih tergolong kaos gelap dan reaktif, masih aman dan bisa disablon dengan teknik discharge. g) Beludru (Flocking) Sablon flocking, atau yang biasa disebut dengan sablon beludru atau emboss adalah sablon model manual yang menghasilkan efek Beludru. Pada dasarnya beludru merupakan bahan plastik sintesis yang berserat seperti kulit. Sablon flocking berbeda dari yang lain karena baru bisa diaplikasikan pada satu warna dan hanya berbentuk tulisan sederhana saja. Gambaran umum teknis penyablonan model flocking adalah dengan menambahkan kertas atau taburan bubuk di atas lem flocking atau pasta dan membiarkannya tersisa mengikuti lem sesuai bentuknya. Biasanya flock atau beludru memiliki efek timbul dan ketebalannya berkisar 1 sampai 20 milimeter. Dalam teknik pengerjaanya, sablon flocking membutuhkan mesin heat press. h) Timbul (Puffy atau Foaming) Sering disebut dengan puff print, sablon dengan bahan karet yang menghasilkan efek timbul ini membutuhkan proses pemanasan khusus agar efek timbul yang dihasilkan bisa maksimal. Cat karet yang dihasilkan oleh tinta sablon foaming akan timbul seperti foam. Jenis sablon ini tersedia dalam dua jenis basis cairan, baik berbasis air maupun berbasis minyak. Oleh karenanya, sablon timbul bisa dikombinasikan dengan cat rubber dan juga plastisol. Akan tetapi
37
hasil akhirnya akan berbeda. Namun sayangnya kualitas sablon timbul kurang mumpuni, apalagi setelah dicuci. Biasanya sablon timbul hanya bisa bertahan paling banyak hingga delapan sampai sepuluh kali cucian. Itulah mengapa sablon timbul kurang laku di pasaran. i) Glitter Glitter adalah pewarna yang terbuat dari micca yang digunakan untuk menghasilkan efek kerlap kerlip pada lapisan terakhir sablon kaos. Biasanya sablon glitter menggunakan bahan medium yang dicampur dengan glitter itu sendiri. Hasil sablon dari glitter akan tampak modern dan glamor karena unsur transparan yang dihasilkan. Sablon glitter memiliki beragam jenis permukaan, dari mulai yang berbentuk paling halus hingga yang berbentuk paling kasar. j) Foil Sesuai dengan namanya, Foil adalah teknik sablon manual dengan menggunakan lapisan bahan kertas logam (seperti alumunium foil). Jenis sablon ini memberikan efek mengkilat dan memantul pada sablon. Dalam proses penyablonannya, sablon dengan metode foil menggunakan lapisan kertas logam yang direkatkan dengan perekat khusus. Bahan kertas untuk sablon foil pun hanya tersedia dalam pilihan beberapa warna saja. Bahan ini juga hanya bisa diaplikasikan pada desain kaos yang sederhana. Untuk satu pesanan hanya bisa menggunakan satu warna. Dibandingkan dengan bahan sablon manual
38
lainnya,
Foil
lebih
membutuhkan
perhatian
khusus
dalam
perawatannya. k) High Density High density adalah jenis sablon kaos manual berbahan dasar plastiol. Bedanya, dalam proses pembuatannya sablon high density menggunakan keramik sebagai screen. Hal Ini berfungsi agar cat plastisol menghasilkan efek sablon timbul yang tajam. Ketinggian efek timbul dari sablon high density berkisar antara sepuluh hingga tiga puluh milimeter.Cara pembuatan sablon high density adalah dengan digesut atau disablon berulang-ulang hingga mencapai efek timbul yang diinginkan. Selain menghasilkan efek timbul transparan, tinta ini juga menghasilkan efek sablon yang mengkilap dan terkesan basah. Namun sablon high density juga dibuat dengan settingan agar terlihat doff. l) Reflektif Jenis sablon ini menggunakan cat khusus yang memiliki efek menyala jika disinari cahaya atau lampu. Efek menyala ini akan tertampak terlihat jelas jika disinari dari jarak kurang lebih tiga meter. Jenis sablon reflektif biasanya menggunakan cat produksi pabrik 3M. Namun sablon kaos dengan model ini jarang ditawarkan produsen sablon kaos, mengingat bahan baku yang sulit ditemukan di toko supplier peralatan sablon kaos.
39
D. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab 1. Konsep Tanggung Jawab Secara teoritis, ada dua jenis pemaknaan terhadap tanggung jawab yaitu tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis dan tanggung jawab liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum.36 Konsep tanggung jawab dalam makna responsibility meliputi dua hal yaitu : a) Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sesuatu perbuatan. b) Harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan. Jadi pada prinsipnya, tanggung jawab dalam arti responsibility lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan konsekuensi apapun dari perbuatan yang didasarkan pada atas moral tersebut. Sedangkan tanggung jawab dalam makna liability, berarti bicara tanggung jawab dalam konteks hukum, dan biasanya dijudulkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan. 37 2. Tanggung Jawab dalam Hukum Perdata Dalam hukum keperdataan prinsip-prisip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :38
36
Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, In-Trans Publishing, Malang: 2008, hlm. 2. 37 Ibid, hlm. 2-4 38 Ibid, hlm. 4-8
40
a) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan (liability based on fault) Di Indonesia diberlakukan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan adalah atas kesalahan ini dituangkan dalam pasal 1365 KUH Perdata. Meskipun pasal ini tidak menjelaskan perbuatan melawan
hukum
(onrechtmatige
daad),
tetapi
hanya
mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah sebagi berikut : 1) Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat. 2) Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya. 3) Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan tersebut. b) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of Liability) Menurut prinsip ini, tergugat dianggap bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Sebenarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga adalah prinsip tanggung jawab yang juga didasarkan atas adanya kesalahan, tetapi dengan menekankan pada pembalikan beban pembuktian.
41
c) Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict Liability) Pada prinsipnya, lahirnya tanggung jawab mutlak tidak terlepas dari doktrin onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata yang mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault). Dalam arti kata harus ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Pada fakta empiris, tidak semua unsur fault dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan sama sekali. Untuk itu mengatasi keterbatasan fault based liabilty tersebut dikembangkanlah cara pertanggung jawaban mutlak (strict Liability).
42
BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian hukum normatif atau penelitian perpustakaan, yaitu meneliti asasasas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Pada penelitian jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah : 1.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang antara lain : a)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis. c)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
43
d)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. e)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. f)
Undang-Undang 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. g) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum berupa semua publikasi tentang hukum, meliputi buku-buku, jurnal-jurnal hukum, artikel-artikel hukum, internet, skripsi hukum. Sumber bahan sekunder merupakan bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai sumber hukum primer, dimana untuk memberikan penjelasan isu hukum yang dihadapi. C. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 39 D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari : 39
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: 2005, Pranamedia Group, hlm.133.
44
1. Bahan Hukum Primer Untuk memperoleh bahan hukum primer yang dibutuhkan, dilakaukan dengan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul penelitian ini. 2. Bahan Hukum Sekunder Untuk memperoleh bahan hukum sekunder, dilakukan dengan mencari bahan hukum seluas-luasnya yang terkait dengan judul penelitian ini di internet hingga ditemukan beberapa jurnal maupun artikel-artikel hukum yang dibutuhkan. E. Analisis Hukum Terhadap bahan hukum yang diperoleh, Penulis menganalisis secara kualitatif yaitu hanya mengambil norma dan konsep yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu uraian yang deskriftif kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran yang berkaitan dengan tanggung jawab perdata pemberi jasa layanan sablon baju yang menggunakan merek terdaftar tanpa izin.
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju Yang Menggunakan
Merek
Terdaftar Tanpa Izin Sablon baju merupakan salah satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan menggunakan alat tertentu untuk mencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu bidang sasaran cetak. Biasanya para pelaku usaha sablon baju akan menerima pesanan untuk mencetak suatu desain pada baju kaos yang sebelumnya masih polos. Terkait dengan bagaimana model desain yang dimaksud akan diserahkan sepenuhnya pada pemesan untuk secara bebas menggunakan desain apapun. Dalam menentukan desain, tidak sedikit konsumen yang memilih untuk menggunakan suatu merek terdaftar untuk dijadikan objek dan pelaku usaha sablon baju akan serta-merta menerima desain tersebut untuk dicetak pada media berupa baju polos tanpa label ataupun merek apapun. Sebagai imbas dari maraknya pelaku usaha sablon baju yang tidak mensortir terlebih dahulu objek dari pesanan yang akan disablonnya maka lahirlah beragam kaos yang diproduksi secara illegal dengan menggunakan merek terdaftar sebagai desain baju. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya hubungan hukum antara pelaku usaha sablon bersama dengan pemiik merek. Kenyataan pelanggaran merek yang terjadi dalam praktek sablon baju mendorong adanya campur tangan instrument hukum berupa kejelasan kaidah hukum di bidang merek sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Salah satunya dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
46
Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang memberikan perlindungan hukum melalui pemberian hak eksklusif sebagai hak atas pemilik merek seperti yang terdapat pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis : “Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.” Berdasarkan bunyi Pasal di atas, ada beberapa ahli yang memberikan penafsiran terkait dengan jenis pelanggaran merek, yaitu sebagai berikut :40 1. Praktik Peniruan Merek Dagang (Trademark piracy) Berupaya mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal (well know trade mark) yang sudah ada dengan maksud menimbulkan kesan kepada khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya sama dengan barang atau jasa yang terkenal. 2. Praktik Pemalsuan Merek Dagang (Counterfeiting) Berupaya dengan cara memproduksi barang-barang dengan mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang bukan merupakan haknya. 3. Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan Sifat dan Asal Usul Merek (Imitations of labels and packaging). Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan
40
Saidin, Op.Cit.hlm 357-358
47
barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah penghasil barang yang bermutu. Pendapat lain mengatakan bahwa ada dua macam pemeriksaan kasus pelanggaran merek. Jika salah satu cara terpenuhi, maka penggugat akan menang. Dalam hal ini penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat 41 : 1. Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dmiliki penggugat. Cara membandingkan kedua merek
yang memiliki persamaan pokoknya
dengan merek lain adalah dengan melihat persamaan dan perbedaannya, memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau perbedaan yang timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama artinya pelanggaran merek telah terjadi. 2. Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau jasa tergugat. Penjualan produk yang dapat menyesatkan/menyebabkan kebingungan bagi konsumen sampai pada batas dimana mereka kemungkinan keliru membeli produk tergugat, padahal mereka sebenarnya bermaksud membeli produk penggugat. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, Penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya dikatakan pelanggaran merek ketika ada pihak yang menggunkan sebagian atau seluruhnya unsur merek pada satu objek yang sama sehingga hal ini dapat menyesatkan konsumen.
41
Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit. hlm. 147
48
Selanjutnya, jika hendak menghubungkan antara unsur tersebut dengan apa yang telah dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju maka secara konseptual mereka telah memenuhi hal tersebut dalam hal ketika mereka mencetak sebuah unsur merek baju kaos terdaftar kedalam media serupa yaitu baju kaos polos sehingga hal ini dapat menyebabkan orang akan menganggap bahwa baju tersebut adalah baju asli sesuai dengan merek yang terpampang di baju tersebut. Hal lain yang semakin mendukung bahwa desain baju tersebut dapat menyesatkan konsumen adalah karena tersedianya berbagai jenis sablon yang akan membantu para pelaku usaha sablon baju dapat lebih mudah dalam menyesuaikan jenis sablon yang akan digunakan sesuai dengan apa yang digunakan pada baju versi asli. Hal ini tentunya akan menyebabkan kebingungan bagi konsumen sampai pada batas dimana mereka kemungkinan akan keliru membeli produk hasil sablon biasa, padahal sebenarnya mereka bermaksud membeli produk asli milik pemilik hak merek. Berbicara tentang pelanggaran tidak akan lepas dengan pembahasan terkait dengan tannggung jawab oleh pelanggarnhya. Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang
49
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya42. Secara khusus dalam Undang-undang Merek tahun 2016 disebutkan tentang bentuk upaya tanggung jawab terhadap pelanggar hak merek. Dalam Pasal 83 (1) dikatakan bahwa : “Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa: a. gugatan ganti dan/atau b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.” Pada pokoknya Pasal 83 (1) Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis telah memberikan kesempatan kepada para pemegang Hak Merek untuk mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek terhadap pihak yang menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa ganti rugi mateliil dan ganti rugi immaterial. Ganti rugi materiil yaitu berupa kerugian yang nyata dapat dinilai dengan uang. Misalnya akibat pemakaian merek oleh pihak yang tidak berhak tersebut menyebabkan produk berangnya menjadi sedikit terjual oleh konsumen membeli produk barang yang menggunakan merek palsu yang diproduksi oleh
42
Tanpa nama, Pengertian dan Tanggung JAwab Hukum Menurut Ahli, http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-tanggung-jawab-hukum-menurut.html, diakses tanggal 29 Meret 2017.
50
pihak yang tidak berhak tersebut. Jadi, secara kuantitas barang-barang dengan merek yang sama menjadi banyak beredar dipasaran.43 Sedangkan ganti rugi immaterial yaitu berupa tuntutan ganti rugi yang disebabkan oleh pemakaian merek dengan tanpa hak sehingga pihak yang berhak menderita kerugian secara moril. Misalnya pihak yang tidak berhak atas merek tersebut memproduksi barang dengan kualitas (mutu) yang rendah,untuk kemudian berakibat kepada konsumen sehingga ia tidak akan lagi mengkonsumsi produk yang dikeluarkan oleh pemilik merek yang bersangkutan44. Pengertian tanggung jawab hukum menurut hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan45. Adapun bentuk tanggung jawab ini dapat didapatkan oleh pemilik hak merek dengan menempuh langkah-langkah hukum melalui Pengadilan Niaga sesuai dengan ketentuan Pasal 83 (3) Undang-undang Merek. Namun sebelum menempuh jalur litigasi, Undang-undang Merek juga telah memberikan alternatif
43
Ok.Saidin, Op.Cit, hlm. 507-508. Ibid. 45 Ibid. 44
51
lain melalui Pasal 93 berupa arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya yang dikehendaki oleh pemilik hak merek. Dahulu pengertian melawan hukum menganut faham yang sempit, hal ini dapat diketahui dari putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad) sebelum tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai : “suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukummya sendiri.” Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban hukum berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukummnya sendiri yang diberikan oleh undang-undang, dengan demikian melaranggar hukum sama dengan melanggar undang-undang (onwet matig ). Dengan tafsiran sempit itu banyak kepentingan orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut apa-apa46. Berdasarkan Arrest tahun 1919 Mahkamah Agung telah berpandangan luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum, tidak hanya perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah hukum tertulis, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku dan melanggar hak subjektif orang lain, tetapi juga perbuatan yang melanggar kaedah hukum yang tidak tertulis. Seperti, kaedah yang mengatur tata kesusilaan,kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta benda warga masyarakat47.
46
Ramon Wahyudi, Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Transaksi Lindung Nilai, Tesis UI 2013, hlm. 27. 47 Ibid.
52
Secara teoritis, ada dua jenis pemaknaan terhadap tanggung jawab yaitu tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis dan tanggung jawab liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum48.Dalam hukum keperdataan prinsip-prisip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :49 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan (liability based on fault) Di Indonesia diberlakukan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan adalah atas kesalahan ini dituangkan dalam pasal 1365 KUH Perdata. Meskipun
pasal
ini
tidak
menjelaskan
perbuatan
melawan
hukum
(onrechtmatige daad), tetapi hanya mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah sebagi berikut : a. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat. b. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya. c. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan tersebut. 2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of Liability) Menurut prinsip ini, tergugat dianggap bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. 48 49
Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Op.Cit. Ibid, hlm. 4-8
53
Sebenarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga adalah prinsip tanggung jawab yang juga didasarkan atas adanya kesalahan, tetapi dengan menekankan pada pembalikan beban pembuktian. 3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict Liability) Pada prinsipnya, lahirnya tanggung jawab mutlak tidak terlepas dari doktrin onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata yang mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault). Dalam arti kata harus ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Pada fakta empiris, tidak semua unsur fault dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan sama sekali. Untuk itu mengatasi keterbatasan fault based liabilty tersebut dikembangkanlah cara pertanggung jawaban mutlak (strict Liability). Terhadap dugaan kasus pelanggaran merek yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju, maka akan cenderung menggunakan prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based on fault) sebagai bentuk tanggung jawab yang banyak digunakan di Indonesia. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan berpatokan berdasarkan kesalahan yang dituangkan dalam pasal 1365 KUH Perdata : “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian” Meskipun pasal ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad), tetapi pasal ini
telah
mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat
54
dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah sebagai berikut : 1. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat. 2. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya. 3. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan tersebut. Jika dihubungkan kembali dengan pelanggaran hak merek yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju maka ketiga unsur yang dimaksud sudah terpenuhi, yaitu pada unsur pertama tentang adanya perbuatan melawan hukum telah terjawab melalui uraian sebelumnya terkait pemenuhan unsur pelanggaran merek menurut para ahli dan juga dalam Pasal 83 (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 UndangUndang yang sama dikatakan bahwa pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dapat digugat oleh pemegang hak merek. Tidak hanya itu, salah satu jenis perbuatan melawan hukum menurut Munir Fuady adalah perbuatan melawan hukum berupa perbuatan persaingan tidak sehat dalam berbisnis50. Perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan bisnis dan ekonomi, termasuk perbuatan persaingan tidak sehat dalam berbisnis atau dapat juga dalam berbagai bentuk lain sehingga pihak tersaing
50
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung:2003, Citra Aditya Bakti, hlm. 64.
55
merasa dirugikan. Misalnya dilakukan dalam bentuk mencuri rahasia dagang, melakukan kartel, dan lain-lain51. Pendapat diatas juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 huruf f Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat : “Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.” Tidak ada kesatuan pendapat di antara ahli hukum kartel
mengenai
definisi persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, di dalam UU Antimonopoli ditetapkan definisi persaingan usaha tidak sehat. Definisi tersebut terlalu sempit, karena hanya menjangkau persaingan usaha antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu yang dilakukan secara tidak jujur atau melawan hukum saja52. Secara sederhana, persaingan usaha tidak sehat terjadi pada pasar yang bersangkutan, apabila tindakan pelaku usaha tertentu menghambat terwujudnya persaingan usaha yang sehat. Jadi pasar menjadi terdistorsi, baik itu dalam proses produksi atau pemasaran barang, maupun hambatan pasar bagi pelaku usaha lain. Tindakan pelaku usaha yang mendistorsi pasar akibatnya nyata langsung dirasakan oleh pesaingnya maupun pendatang baru53.
51 52
Ibid.
M. Udin Silalahi, Monopoli dan Perbuatan Curang, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-perbuatan-curang, 18 Juli 203, diakses tanggal 29 Maret 2017. 53 Ibid.
56
Berkaitan dengan apa yang kerap dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju dalam mencetak suatu merek yang terdaftar atas nama pelaku usaha lain sebagai objek sablonan, maka hal ini bisa saja menjadi salah satu wujud persaingan tidak sehat mengingat karena kegiatan produksi yang dilakukannya berpotensi merugikan pemilik merek. Dimana semakin banyak baju yang diproduksi dengan menggunakan merek milik pelaku usaha lain, maka akibat nyata yang diterima oleh pelaku usaha lain sebagai pemilik hak merek adalah menurunnya pasar dari baju yang diproduksi secara legal. Unsur selanjutnya adalah, dapat dipersalahkan kepadanya dan sudah merupakan tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut dianggap ada jika memenuhi salah satu diantara 3 (tiga) syarat berikut 54 : 1. Ada unsur kesengajaan, atau 2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgroud), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain. Suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja jika terdapat “maksud” (intent) dari pihak pelakunya. Adakalanya seorang pelaku perbuatan melawan hukum melakukan sesuatu perbuatan tanpa maksud untuk merugikan pihak korban, tetapi akibatnya korban benar-benar dirugikan, dan pelaku tahu pasti atau patut sekali menduga bahwa akibat tersebut akan terjadi karena perbuatannya itu55. Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju dimana pihaknya dianggap telah tanpa maksud untuk merugikan pihak lain mengingat 54 55
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 45. Ibid, hlm. 49-50.
57
karena desain telah disediakan oleh pengguna jasa sablonnya, akan tetapi sangat patut diduga pelaku usaha sablon baju ini mengetahui bahwa ada beberapa desain yang merupakan bagian dari merek yang seharusnya tidak ia gunakan secara bebas.
Pertimbangan
tersebutlah
yang
menjadi
alasan
Penulis
untuk
menyimpulkan bahwa dalam hal ini pelaku usaha sablon baju telah memenuhi unsur kesengajaan. Untuk dapat membuktikan sepenuhnya bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju ini dapat dipersalahkan kepadanya, maka unsur tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgroud), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain haruslah turut dibuktikan. Hal ini dapat diuji dengan melihat intensitas dari pelanggaran merek yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju. Apabila telah dilakukan berulangulang maka sangat patut diduga bahwa tidak ada lagi alasan berdasarkan unsur alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat digunakan membela diri. Berdarkan alasan-alasan diatas, maka tepatlah jika penulis mengasumsikan bahwa benar dalam melakukan kegiatan usahanya pelaku usaha sablon baju dapat berpotensi untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat dipersalahkan kepadanya. Terakhir, untuk dapat memastikan bahwa benar apa yang dilakuan oleh pelaku usaha adalah suatu bentuk perbuatan melawan hukum disyaratkan agar ada kerugian yang diderita oleh pemegang hak merek baik itu kerugian meteriil maupun kerugian immateriil. Sejak awal telah Penulis paparkan bahwa adanya pelanggaran terhadap hak merek ini telah memberikan kerugian materiil dan
58
kerugian immateriil kepada pemegang hak merek. Kerugian materil meliputi pemasukan, penurunan harga pasar, dan omzet penjualan bagi pemilik merek sebenarnya karena sebagian konsumen akan beralih untuk menggunakan produk baju imitasi yang didesain dengan menggunakan suatu merek melalui teknik sablon. Sedangkan kerugian immaterial meliputi kualitas yang berimbas ke nama baik pemilik merek terdaftar, kualitas tersebut merupakan jaminan nilai produksi merek. Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, maka Penulis menyimpulkan bahwa terbukti seorang pelaku usaha sablon baju yang menggunakan suatu merek terdaftar tanpa izin sebagai objek dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat dimintai pertanggung jawaban sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata. Akibat dari adanya perbuatan melawan hukum adalah timbulnya kerugian bagi korban. Kerugian tersebut harus diganti oleh orang-orang yang dibebankan oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut. Bentuk ganti rugi terhadap perbuatan melawan hukum yang dikenal oleh hukum adalah sebagai berikut56 : 1. Ganti rugi nominal Jika adanya perbuatan melawan hukum yang serius, seperti perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan, tetapi tidak menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban. 2. Ganti Rugi Kompensasi
56
Ibid, hlm. 134-135.
59
Merupakan ganti rugi berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan melawan hukum. Karena itu, ganti rugi seperti ini disebut juga dengan ganti rugi aktual. 3. Ganti Rugi Penghukuman Merupakan suatu ganti rugi dengan jumlah yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya. Ganti rugi penghukkuman ini layak diterapkan terhadap kasus-kasus kesengajaan yang berat atau sadis yang dilakukan tanpa prikemanusiaan. Terhadap apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju yang terkategori sebagai salah satu jenis perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kesengajaan dan dapat menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban maka akan dimintai pertanggung jawaban berupa ganti rugi dalam bentuk ganti rugi kompensasi yang berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan melawan hukum. Dilansir oleh salah satu situs yang secara khusus membahas terkait dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), modal yang dibutuhkan untuk membuka usaha sablon baju hanyalah berkisar Rp. 9.000.000,00- Rp. 15.000.000,00 dengan keuntungan bersih bisa mencapai Rp. 1.500.000,00- Rp. 5.000.000,00 setiap bulannya57. Usaha sablon baju ini dikelola oleh seorang
57
Redaksi Bisnis UMKM, Usaha Sablon Kaos, http://bisnisumkm.com/usaha-sablon-kaos/.html// 07 Mei 2016, diakses tanggal 23 Maret 2017.
60
pemilik dengan dibantu oleh beberapa pekerja yang biasanya tidak lebih dari 3 orang pekerja58. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa : “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Dengan melihat karesteristik lain sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya maka usaha sablon baju masuk kedalam kategori usaha mikro. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM : “Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b.memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)” Sejalan dengan isi Pasal di atas, sebelumnya pada tahun 2003 Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah yang juga memberikan informasi tentang pengertian usaha mikro tepatnya dalam ketentuan Pasal 3 (2) huruf a. Dalam keputusan ini dikatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun.
58
Ibid.
61
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam aturan-aturan di atas, maka Penulis menyimpulkan bahwa sesuai dengan kriterianya pemilik usaha sablon baju terkategori sebagai salah satu pelaku usaha perseorangan yang berbentuk mikro. Dan mengingat karena pelaku usaha sabon baju adalah salah satu pelaku usaha perseorangan, dimana modal dalam usahanya berasal dari seseorang yang merupakan pemilik perusahaan sekaligus pengelola, pengusaha dan pemimpin perusahaan. Perusahaan perorangan tidak memerlukan anggaran dasar untuk membiayai
dan
mengembangkan
usahanya,
yang
bersangkutan
dapat
menggunakan modal pinjaman. Perusahaan perorangan tidak mengenal adanya pemisahan antara kekayaan perusahaan dan kekayaan pribadi. Segala harta kekayaan pemilik menjadi jaminan semua utang-utang perusahaan atau dengan kata lain pengusaha tersebut memiliki tanggung jawab tidak terbatas 59.
59
Akifa P. Nayla, Komplet Akuntansi Untuk UKM dan Waralaba, Jakarta : 2014, Laksana, hlm.107.
62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian sebelumnya, maka Penulis menyimpulkan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 pada Undang-Undang yang sama maka bentuk tanggung jawab yang harus diterima oleh pelaku usaha sablon baju yang mengguna kan merek terdaftar tanpa izin adalah ganti kerugian dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang memberikan kewajiban penggantian kerugian terhadap pelaku perbuatan melawan hukum. Penggantian kerugian dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immaterial. Sebagai pelaku usaha perseorangan, bentuk tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian akibat sengketa merek yang digunakan adalah harta perusahaan atau dapat juga menggunakan harta milik pribadi. B. Saran Berdasarkan kesimpulan, maka Penulis memberikan saran kepada pelaku usaha sablon baju untuk kedepannya lebih selektif dalam menerima desain yang dibuat oleh konsumennya. Selain itu diharapkan pula kepada pihak-pihak yang turut bertanggung jawab terhadap peningkatan efektivitas Undang-ndang Merek agar lebih produktif dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha sablon baju
63
tentang jenis pelanggran Merek yang kemungkinan dapat dilakukan oleh mereka.
64
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Azyhadie, Zaeni.2014. “Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Edisi Revisi”.Jakarta: RajaGrafindo Persada. Ediningtyas, Sekar Hayu.2015. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang Terkenal Asing Di Indonesia Ditinjau Dari UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Di Pasar Johar Semarang), Skripsi. Semarang.. Elsi,
Kartika dan Simanunsong, Ekonomi”.Jakarta: Grasindo.
Advendi.
2008.
“Hukum
dalam
Fuady,Munir. 2003. “Perbuatan Melawan Hukum”. Bandung: Citra Aditya Bakti. Imaniyati, Neni Sri. 2002. “ Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam”.Bandung: Mandar Maju. Lindsey, Tim.2011. “ Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar”. Bandung: Alumni. Maulana, Insan Budi. 2000. “ Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual (II)”. Jakarta. Pustaka Pelajar Offset. Marzuki, Peter Mahmud.2005. “Penelitian Hukum Edisi Revisi”. Jakarta. Prenada MediaGrup. Nayla, Akifa. 2014. “Komplet Akuntansi untu UKM dan Waralaba”. Jakarta. Laksana. Noerhadi, Cita Citrawinda.2012. “ Diskusi Publik Naskah Akdemik RUU Tentang Merek”, disampaikan pada Seminar oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional. Jakarta, 4 Oktober 2012. Saidin, OK.2013. “ Aspek Hukum Kekayaan Intelektual”.Jakarta: RajaGrafindo Persada. Saliman, Abdul.2015. “ Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Edisi Kelima”. Jakarta: Prenadamedia Group. Sutedi, Adrian. 2009. “ Hak Atas Kekayaan Intelektual”. Jakarta: Sinar Grafika. Wahyudi,Isa dan Azheri,Bursya.2008. “ Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Malang: In-Trans Publishing.
65
Wahyudi, Ramon. 2013. “Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Transaksi Lindung Nilai”, Tesis. Sumber Perundang-Undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) [Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23]. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252). Undang-Undang 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93). Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Praktek Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33). Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah. Sumber Lainnya Andasialagan. “Hak atas Kekayaan Intelektual”. http://andasialagan.com/2014/04/15/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/, 15 April 2014, diakses pada tanggal 12 Januari 2017. Fiki Ariyanti , “Liputan 6 Explore “Ini Dia 7 Produk yang Paling Banyak Dipaluskan” http://m.liputan6.com/21810=45/read/bisnis/ ini-dia-7produk-yang-paling-banyak-dipalsukan, 25 Februari 2015, diakses pada tanggal 20 Februari 2016. KonveksianSemarang. “Pengertian dan Teknik Dalam Proses Sablon Baju”. http:// konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-dan-teknik-dalamproses-sablon-baju, 19 Mei 2015, diakses pada tanggal 15 Januari 2017.
66
M.
Udin Silalahi, Monopoli dan Perbuatan Curang, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan perbuatan-curang, 18 Juli 203, diakses tanggal 29 Maret 2017.
Roma
Doni, “Cermat Membedakan Kaos ORI dan KW”, http://blog.kaos101.com/2013/09/cermat-membedakan-kaos-ori-dan kw.html, 10 September 2013, diakses pada tanggal 7 Maret 2017.
Wikipedia. “Merek”, http://id.wikipedia.org/wiki/Merek, 7 Oktober 2016, diakses pada tanggal 12 Januari 2017.