Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
TANGGAP TIGA VARIETAS JAGUNG TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN AL DI LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAH AKTUAL Nurita, Yulia Raihana dan Khairil Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa e-mail:
[email protected] HP 081348465445
ABSTRAK Penelitian di laksanakan di desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Batola, Propinsi Kalimantan Selatan pada MT 2009, yang bertujuan untuk mengetahui tanggap tanaman jagung pada beberapa tingkat kejenuhan Al serta menentukan batas kritis kejenuhan Al di lahan pasang surut sulfat masam aktual. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Sebagai petak utama adalah varietas jagung yang terdiri dari: (a) varietas tahan (Sukmaraga), (b) varietas agak tahan (Bisma) dan (c) varietas yang tidak tahan (Arjuna). Sebagai anak petak adalah tingkat kejenuhan Al 100, 80, 60, 40 dan 20% dari kejenuhan Al tanah awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menurun kan kejenuhan Al 80% dari kejenuhan tanah awal di lahan sulfat masam aktual sudah dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung, dan batas kritis kejenuhan Al untuk tanaman jagung di lahan sulfat masam aktual adalah 54,9%. Pada kejenuhan Al 100% (tanah awal dengan kejenuhan Al 68,6%) tanaman jagung pada ke tiga varietas tidak dapat tumbuh. Dari hasil regresi dengan menurunkan kejenuhan Al 32,07% diperoleh hasil optimum 3,42 t/ha (Bisma) dan 3,12 t/ha (Arjuna), dan untuk varietas Sukmaraga diperoleh hasil optimum 3,10 t/ha dengan menurunkan kejenuhan Al 49%. Kata kunci : Jagung, varietas, tingkat kejenuhan Al, lahan pasang surut sulfat masam aktual PENDAHULUAN Tanaman palawija seperti jagung merupakan tanaman pangan dengan tingkat produksi dibawah kebutuhan nasional sehingga setiap tahunnya selalu dilakukan impor. Lahan rawa pasang surut terdapat sangat luas di Indonesia, dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman palawija tersebut diatas, terutama pada lahan tipe luapan C dan D serta diatas guludan surjan pada lahan rawa dengan tipe luapan B. Tanaman jagung tersebut banyak ditanam di lahan rawa, terutama di lahan sulfat masam (aktual dan potensial) dan bergambut. Salah satu hambatan dalam bertanam jagung di lahan sulfat masam adalah tingginya tingkat kemasaman dan kelarutan Al dalam tanah (Attanandana et al., 1982). Tanaman jagung umumnya tidak toleran terhadap kemasaman tanah yang tinggi (Indrasari, A dan A. Syukur, 2006). Tanah masam dengan kejenuhan Al yang tinggi memunyai kendala fisik maupun kimia yang akan menghambat pertumbuhan tanaman (Sumarwoto, 2004). Keracunan yang disebabkan oleh Al yang tinggi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan menjadi jelek pada tanah-tanah masam, dimana perkembangan akar terbatas, absorsi air dan hara oleh tanaman terganggu (Vlamis dalam Ardeniswan et al., 1985) Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Kejenuhan Al merupakan parameter yang lebih tepat untuk memperkirakan pengurangan hasil jagung pada tanah masam. Tanaman jagung akan dibawah 90% dari hasil maksimum apabila kejenuhan Al melebihi 12%. Bila kejenuhan Al > 44% maka pertumbuhan jagung akan menurun secara tajam (Kamprath and Foy, 1997 dalam Indrasari, A dan A. Syukur, 2006). Menurut Sudjadi et al., 1990 melaporkan bahwa jagung dapat tumbuh normal dengan kejenuhan Al < 29 %. Salah satu upaya yang cukup efektif untuk masalah tersebuat adalah dengan penggunaan varietas toleran yang dikombinasi dengan bahan amelioran untuk menurunkan kejenuhan Al pada lahan sulfat masam aktual, terutama pada lahan-lahan yang baru di buka. Pemberian bahan amelioran telah banyak dilaporkan mampu meningkatkan pH tanah dan produksi tanaman di lahan rawa lebih dari 50% (Alwi dan Nazemi 1993; Sarwani dan Noor 1993; Anwar dan Noor, 1994; Aribawa et al. 1997). Kapur merupakan sumber bahan amelioran yang dapat memperbaiki reaksi tanah, meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, mengefektifkan penambahan hara dari luar, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Saragih et al., 2001). Menurut (Sanchez, 1976 dalam Sumarwoto, 2004) pemberian kapur akan memperbaiki komposisi dan sifat kimia tanah, pH tanah meningkat sehingga Al-dd mengendap sebagai Al(OH)3 sehingga mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tanggap tanaman jagung pada beberapa tingkat kejenuhan Al serta menentukan batas kritis kejenuhan Al di lahan pasang surut sulfat masam aktual. METODE Penelitian dilaksanakan di lahan sulfat masam aktual tipe C (lahan tidak terluapi air pasang besar maupun pasang kecil) di desa Simpang Jaya, Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, propinsi Kalimantan Selatan pada bulan September-Desember 2009. Perlakuan disusun berdasarkan racangan petak terpisah dengan 3 ulangan.Sebagai petak utama adalah varietas jagung, yaitu (a) varietas tahan (Sukmaraga), (b) varietas agak tahan (Bisma), dan (c) varietas yang tidak tahan kemasaman (Arjuna). Sebagai anak petak adalah manipulasi tingkat kejenuhan Al 100, 80, 60, 40 dan 20% dari kejenuhan Al tanah awal yang diacu dari hasil penelitian laboratorium. Manipulasi kejenuhan Al adalah dengan cara memberikan bahan amelioran berupa kapur dolomit. Petakan berukuran 4 m x 5 m diberi kapur dua minggu sebelum tanam sesuai perlakuan. Benih tanaman jagung ditanam 2 biji per lubang dengan jarak tanam 75 x 20 cm. Setelah tanaman berumur satu minggu dilakukan penjarangan tanaman menjadi satu tanaman per lubang, Pupuk dasar yang digunakan adalah 90 kg N/ha, 60 kg P2O5/ha dan 50 kg K2O/ha. Pengamatan meliputi: analisis tanah awal (pH, Al, H, Ca, Mg, Na, K, P tsd, Corganik dan KTK), pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman umur 4 hst dan saat panen,
2
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
lingkar batang, berat berangkasan/tanaman dan berat akar), dan konversi hasil jagung t ha-1 (berat tongkol per ubinan 3 m x 5 m). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi lahan penelitian Hasil analisis tanah awal di lokasi penelitian di Desa Simpang Jaya, Kecamatan Wanaraya, Batola termasuk typic sufaquept (tanah sulfat masam aktual) dengan pH 3,76 dan kejenuhan Al tergolong tinggi (68,6 %) (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Awal Tanah Sulfat Masam Aktual Parameter pH H2O C org (%) P-tsd (ppm P2O5) K-dd (Cmol(+)kg-1) Na-dd (Cmol(+)kg-1) Ca-dd (Cmol(+)kg-1) Mg-dd (Cmol(+)kg-1) Al-dd (Cmol(+)kg-1) H-dd (Cmol(+)kg-1) KTK (Cmol(+)kg-1) Kejenuhan Al (%)
Nilai 3,76 2,86 8,214 0,50 0,20 t.u 0,216 12,0 13,2 19,35 68,6
Kreteria* Sangat masam Sedang Sangat rendah Sedang Rendah Sangat rendah Sangat rendah Sedang Sangat tinggi
*) Berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983)
Dengan pH tanah di bawah 4 tanah lokasi penelitian tergolong tanah sulfat masam aktual yang sebagian besar merupakan tanah terlantar. Pada kondisi alami seperti diatas tanaman jagung tidak dapat tumbuh normal, atau bila tumbuh hasilnya sangat rendah. Jagung dapat tumbuh normal dengan kejenuhan Al < 29 % (Sudjadi et al., 1990) . Berdasarkan syarat tumbuh tersebut baik tingkat kemasaman tanah dan kejenuhan Al masih belum memenuhi syarat tumbuh minimum. Tingkat cekaman lingkungan di tanah sulfat masam aktual (SMA) tergolong berat (Table 1.). Pertumbuhan tanaman Dari rataan hasil analisa statistik, persentase daya tumbuh tanaman menunjukkan bahwa perlakuan dengan berdasarkan kejenuhan Al 100% (tanpa pemberian amelioran kapur) berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan varietas tidak dipengaruhi (Tabel 2). Dari pengamatan pertumbuhan umumnya ketiga varietas jagung cukup baik atau normal, dan penurunan kejenuhan Al sampai 20% mempunyai persentase daya tumbuh yang paling tinggi (ratarata 92,6%). Sedangkan tanpa menurunkan kejenuhan Al (kejenuhan Al 100%) persentase daya tumbuhnya rendah (rata-rata 71,7%) dengan pertumbuhan tanaman yang terhambat (kerdil).
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Tabel 2. Skor persentase daya tumbuh tanaman jagung pada 9 hst di lahan Sulfat Masam Aktual, di Desa Simpang Jaya, Kec. Wanaraya, Batola MK 2009 Tingkat Kejenuhan Al
Var. Tahan (Sukmaraga) 20% 84,0 40% 91,3 60% 89,0 80% 80,7 100% 70,0 Rataan (%) 83,0 a cv=15,8%
Varietas Var. Agak Tahan (Bisma) 95,0 87,0 91,7 73,3 69,3 83,3 a
Rataan (%) Var.Tidak Tahan (Arjuna) 98,7 86,0 85,3 96,7 75,7 88,5 a
92,6 a 88,1 a 88,7 a 83,6 a 71,7 b
Hasil skoring secara visual (Tabel 3), kemampuan tumbuh tanaman menunjukkan bahwa pada saat tanaman berumur 2 mst hingga 7 mst hari, penurunan berdasarkan kejenuhan Al 80% sudah menunjukkan kemampuan tumbuh yang baik untuk varietas tahan (varietas Sukmarga), sedangkan untuk varietas agak tahan (Bisma) dan varietas tidak tahan (Arjuna) dengan penurunan berdasarkan kejenuhan Al 60% pertumbuhan normal dan cukup baik. Namun setelah tanaman berumur 30 hari hingga berumur 56 hari, penurunan sampai dengan kejenuhan Al 80% sudah menunjukan kemampuan tumbuh yang baik pada varietas Arjuna, sedangkankan varietas Sukmaraga dan Bisma yang merupakan varietas tahan dan agak tahan tidak berubah. Tabel 3. Pengamatan Kemampuan Pertumbuhan Tanaman Jagung Di Lahan Sulfat Masam Aktual di Desa Simpang Jaya, Kec. Wanaraya, Batola MK. 2009 Pengamatan (mst) Varietas
2
3
4 5 % kejenuhan Al 80 80
Sukmaraga (var. tahan)
80
80
Bisma (var. agak tahan)
60
60
60
Arjuna (var. tidak tahan)
60
60
60
6
7
80
80
60
60
60
80
80
80
Sedangkan kemampuan tumbuh tanaman yang tidak dilakukan penurunan kejenuhan Al atau penurunan berdasarkan kejenuhan Al 100% kemampuan tumbuh tanaman pada ketiga varietas tidak dapat bertahan. Pertumbuhan tanaman setelah 4 mst terhambat, daun berwarna kuning hingga kecoklatan kemudian mengering hingga akhirnya mati, hanya beberapa tanaman saja dapat hidup dengan pertumbuhan yang kerdil dan merana. Pertumbuhan tanaman yang diukur dari tinggi tanaman, lingkar batang, berat berangkasan tanaman dan berat akar pada tiga varietas dan manipulasi kejenuhan Al disajikan pada Tabel 4. Tinggi tanaman pada umur 4 mst menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan dengan berdasarkan kejenuhan Al 100% (kejenuhan awal 68,6%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tinggi tanaman pada varietas tahan (Sukmaraga) hanya 9,7 cm dan varietas tidak tahan (Arjuna) tingginya cuma 6,8 cm, sedangkan varietas agak tahan (Bisma) tidak ada yang tumbuh (Tabel 4). Tinggi tanaman pada saat panen, lingkar batang, berat berangkasan tanaman dan berat akar pada tiga varietas (Tabel 4) tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kejenuhan Al 80% tidak berbeda nyata dibanding dengan penurunan kejenuhan Al 60%, 4
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
40% dan 20%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penurunan kejenuhan Al sampai 80% dari kejenuhan awal sudah dapat memadai untuk pertumbuhan jagung, baik untuk varietas tahan, agak tahan maupun pada varietas tidak tahan di tanah sulfat masam aktual. Tingginya kejenuhan Al awal (68,6%) pada lahan yang tidak dilakukan penurunan kejenuhan Al (berdasarkan kejenuhan Al 100%) merupakan penyebab terhambatnya pertumbuhan jagung di tanah sulfat masam aktual (SMA). Kejenuhan Aluminium yang tinggi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar, sehingga mengganggu absorbsi hara dan pertumbuhan tanaman. Penurunan tingkat kejenuhan Al dengan aplikasi amelioran (kapur) memperbaiki keragaan pertumbuhan tanaman yang ditunjukkan dengan semakin baik pertumbuhannya. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung, di Lahan Sulfat Masam aktual di Desa Simpang Jaya, Kec. Wanaraya, Batola MK. 2009 Pertumbuhan Perlakuan
Tinggi Tanaman umur 4 mst
Tinggi Tanaman saat panen
Lingkar batang(cm)
Berat berangkasanTan (g)
Berat akar (g)
Varietas Sukmaraga (VT)
31,3 a
166,6 a
5,46 a
1,78 a
20,36 a
Bisma (VAT)
26,4 a
155,4 a
4,82 a
1,06 a
20.64 a
Arjuna (VTT)
32,7 a
138,7 b
5,23 a
0,89 a
16,04 a
20%
39,9 a
161,2 a
6,12 a
2,22 a
20,36 a
40%
34,6 a
158,9 a
6,02 a
1,47 a
20,18 a
60%
36,4 a
148,5 a
6,00 a
1,32 a
19,13 a
80% 100%
34,2 a 5,9 b
148,5 a 0 ,0 b
5,87 a 0,0 b
1,11 a 0,0 b
16,43 a 0,0 b
Tingkat Kejenuhan Al
Keterangan: VT = varietas tahan, VAT = varietas agak tahan, VTT = varietas tidak tahan
Batas kritis kejenuhan Al merupakan nilai kejenuhan Al yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal, sedangkan batas optimum kejenuhan Al merupakan batas nilai kejenuhan Al yang dapat menghasilkan tanaman secara optimum. Jagung dapat tumbuh normal dengan kejenuhan Al < 28 % dan pada lahan sulfat masam actual dengan kejenuhan Al awal 62%, dan apabila tidak dilakukan penurunan kejenuhan Al maka tanaman tidak dapat bertahan atau mati. Dari pengamatan pertumbuhan dan hasil terlihat bahwa batas titik kritis kejenuhan Al untuk tanaman jagung di lahan sulfat masam aktual pada perlakuan penurunan kejenuuhan Al 80% (80% X kejenuhan Al awal = 0,8 x 68,6% = 54,9%).
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
Gambar 2. Tanaman Tidak Tumbuh Pada Petak Dengan Kejenuhan Awal (68,6%), Pada Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Aktual. HASIL Penurunan kejenuhan Al sampai 80% dari kejenuhan Al awal telah meningkatkan hasil jagung di tanah sulfat masam aktual (SMA). Pada tanah sulfat masam aktual, selain kemasaman tanah dan kejenuhan Al yang tinggi, kandungan hara terutama Ca dan Mg juga sangat rendah (Tabel 1), sehingga pengaruh penurunan kejenuhan Al sangat terlihat jelas pada tanah tersebut. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman indikator yang cukup baik untuk menilai tingkat kesuburan lahan. hasil VT
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Poly. (hasil VT)
y = -0.0008x2 + 0.0826x + 0.35 R2 = 0.8091
Hasil VAT Poly. (Hasil VAT)
2.5 2 1.5 y = -0.0007x 2 + 0.0519x + 1.57 R2 = 0.9119
1 0.5 0
0
20
40 60 80 Tingkat kejenuhan Al
100
120
0
20
40
60
80
100
120
Tingkat Kejanuhan Al
(a)
(b) Hasil VTT
Hasil Jagung Var. Arjuna
3.5
Hasil (t/ha)
Hasil Jagung Var. Bisma 3 Hasil (t/ha)
Hasil (t/ha)
Hasil Jagung Var. Sukmaraga
Poly. (Hasil VTT)
3 2.5 2 1.5 y = -0.0003x 2 + 0.0006x + 2.848 R2 = 0.8711
1 0.5 0 0
20
40
60
80
Tingkat Kejenuhan Al
100
120
(c) Gambar 1. Pengaruh tingkat kejenuhan Al terhadap hasil jagung varietas Sukmaraga (a), Bisma (b) dan Arjuna (c) pada lahan SMA di Desa Simpang Jaya, Kec. Wanaraya, Batola MK 2009 Hasil optimum yang diperoleh berdasarkan hasil regresi pada gambar 1, hasil optimum tertinggi pada varietas Bisma dengan hasil 3,42 t/ha pada tingkat kejenuhan Al optimum 32,07% (Gambar 1b), kemudian varietas Arjuna dengan hasil 3,12 t/ha pada tingkat kejenuhan Al optimum 32,07% (Gambar 1 c). Sedangkan varietas Sukmaraga
6
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
yang merupakan varietas yang tahan pada lahan sulfat masam menghasilkan tanaman jagung yang lebih rendah yaitu dengan hasil 3,10 t/ha dengan tingkat kejenuhan Al optimum 49% (Gambar 1a) KESIMPULAN 1. Dengan menurun kan kejenuhan Al 80% dari kejenuhan tanah awal di lahan sulfat masam aktual sudah dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung, dan batas kritis kejenuhan Al untuk tanaman jagung di lahan sulfat masam aktual adalah 54,9%. 2. Pada kejenuhan Al 100% (tanah awal dengan kejenuhan Al 68,6%) tanaman jagung pada ke tiga varietas tidak dapat tumbuh. 3. Dari hasil regresi dengan menurunkan kejenuhan Al 32,07% diperoleh hasil optimum 3,42 t/ha (Bisma) dan 3,12 t/ha (Arjuna), dan untuk varietas Sukmaraga diperoleh hasil optimum 3,10 t/ha dengan menurunkan kejenuhan Al 49%. DAFTAR PUSTAKA Attanandana, Tasnee, Sorasith V, and Kazutake K. 1982. Chemical characteristic and fertility status of acid sulphate soil of Thailand. In Dost, H and Nico van Breemen (ed.): Proceeding of the Bangkok Symposium on Acid Sulphate Soil. International Institute for Land Reclamation and Improvement –ILRI, Wageningabn. Ardeniswan, A.S. Karama, dan Z. Zuki. 1985. Pengaruh pemberian kapur dan TSP terhadap pH, Fosfor–tersedia, dan Al-dd pada tanah Podsolik Merah Kuning Sitiung. Teknologi Indonesia, jilid VIII, no. 2. Alwi, M dan D. Nazemi. 1993. Perubahan beberapa sifat kimia tanah dan hasil kedelai (Gycine max, L, Merr) pada tanah sulfat masam yang dikapur dan dipupuk fosfat alam. Dalam Noor, M et al (ed). Hasil Penelitian Kedelai di Lahan Pasang Surut. Balittan Banjarbaru. Anwar, K dan M. Alwi. 1994. Pengaruh pemberian kapur dan fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan pasang surut sulfat masam. Dalam Noor, M (ed.). Risalah Hasil Penelitian Kacang-kacangan 1990-1993. Balai Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Banjarbaru. Banjarbaru Aribawa, I.B, IGM Subiksa dan IPG Widjaya Adhi. 1997. Rehabilitasi tanah sulfat masam aktual terlantar. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Indrasari, A dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (2). p:116-123 Sudjadi, M., S.Adiningsih. J dan IPG.Widjaja Adhi. 1990. Pengelolaan lahan masam untuk tanaman pangan. Dalam: M.Syam, M.Ismunasdji, D.M.Tantera dan A.Widjono (eds) Risalah Simposium II. Penelitian Tanaman Pangan, Ciloto 2123 Maret 1988. Puslibangtan.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Sarwani, M dan M. Noor. 1993. Sistem pengelolaan air dan pemberian kapur pada dua varietas kedelai di lahan pasang surut. Dalam Noor, M et al (ed.). Hasil Penelitian Kedelai di Lahan Pasang Surut. Balittan Banjarbaru. Saragih, I. Ar-Rza dan N. Fauziati. 2001. Pengelolaan lahan dan hara untuk budidaya palawija di lahan rawa pasang surut. Hal. 65-81. Dalam I. Ar-Riza, T. Alihamsyah dan M. Sarwani (Eds.). Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut. Monograf Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Banjarbaru. Sumarwoto. 2004. Pengaruh pemberian kapur dan ukuran bulbil terhadap pertumbuhan iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada tanah ber-Al tinggi. Ilmu Pertanian Vol 11(2). P:45-53
8
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012