PROPOSAL TESIS
Judul
: SintesisdanKarakterisasiListrikMaterial FerroelektrikBebasTimbal 0,2(Ba0.8Sr0.2TiO3)
0,8(Ka0,5Na0,5NbO3)denganMetodeGabunganReaksiPadat-
Tesis SF-142502 KopresipitasiOksalat Oleh : ErsaDesmelinda Analisis Struktur Kristal dan Struktur Lokal NRP : 1113201002 Menggunakan Data Wide Angle X-Ray Scattering (WAXS) dan X-Ray Absorption Spectroscopy (XAS) Sinkrotron Telahdiseminarkanpada : Hari/Tanggal
:
Senin/5 Januari 2015 Khairanissa Muchlis Ruang NRP 1114201203 : SidangPEMBIMBING – G.202 DOSEN Prof. Suminar Pratapa, Ph.D
Mengetahui, PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN FISIKA SINTESIS DAN KARAKTERISASI LISTRIK MATERIAL FERROELEKTRIK FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM BEBAS TIMBAL 0,8(Ka 0,5Na0,5NbO 3)-0,2(Ba 0.8Sr0.2TiO3)DENGAN METODE i INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA GABUNGAN REAKSI PADAT – KOPRESIPITASI OKSALAT 2017
TESIS- SF142502
ANALISIS STRUKTUR KRISTAL DAN STRUKTUR LOKAL MENGGUNAKAN DATA WIDE ANGLE X-RAY SCATTERING (WAXS) DAN X-RAY ABSORPTION SPECTROSCOPY (XAS) SINKROTRON
Khairanissa Muchlis NRP 1114201203
DOSEN PEMBIMBING Prof. Suminar Pratapa, Ph.D
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
THESIS- SF142502
STUDY ON CRYSTAL STRUCTURE and LOCAL STRUCTURE USING WIDE ANGLE X-RAY SCATTERING (WAXS) AND X-RAY ABSORPTION SPECTROSCOPY (XAS) SYNCHROTRON RADIATION DATA
Khairanissa Muchlis NRP 1114201203
Supervisor Prof. Suminar Pratapa, Ph.D
MAGISTER PROGRAM STUDY ON MATERIAL DEPARTMENT OF PHYSICS FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
ANALISIS STRUKTUR KRISTAL DAN STRUKTUR LOKAL MENGGUNAKAN DATA WIDE ANGLE X-RAY SCATTERING (WAXS) DAN X-RAY ABSORPTION SPECTROSCOPY (XAS) SINKROTRON Nama NRP Pembimbing
: Khairanissa Muchlis : 1114 201203 : Prof. Suminar Pratapa, Ph.D
ABSTRAK Pada penelitian ini telah dilakukan analisis struktur kristal dan struktur lokal dari data Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) dan X-ray Absorption Scattering (XAS) yang diperoleh menggunakan radiasi sinkrotron pada SLRI (Syncrotron Light Research Institute), Thailand. Semua data WAXS dikonfirmasi dengan data difraksi sinar-X (XRD). Analisis yang dilakukan berbasis structure refinement menggunakan metode Rietveld dengan perangkat lunak Rietica. Fraksi komposisi fasa berada dalam rentang yang sama, dengan rata-rata ralat untuk XRD sebesar 2%, WAXS sebesar 4%. Parameter kisi hasil data XRD dan WAXS memiliki nilai ketidakpastian yang relatif sama yaitu XRD=0,035%, WAXS=0,038%, tetapi nilai utamanya berbeda cukup jauh yaitu 0,01-0,1. Analisis struktur lokal (local structure) dengan teknik X-ray Absorption Structure (XAS) menggunakan Si K-edge. Analisis kuantitatif struktur lokal dengan EXAFS menggunakan program ARTEMIS menghasilkan informasi jarak antar atom terdekat dengan atom absorber, dan nilai Debye-Waller factors (2). Fitting yang paling baik adalah data fasa tunggal yaitu sampel kuarsa dengan faktor-R (kualitas pencocokan) kurang dari 0,02, dengan jarak atom absorber Si ke atom tetangga terdekat pertama yaitu O (jarak Si-O1) sebesar 1,6 Å, 2=0,0026. Selanjutnya sampel kristobalit yang terdiri atas dua fasa memiliki nilai faktor-R sebesar 0,023, dan sampel forsterit dengan faktor-R sebesar 0,035. Analisis XANES dilakukan secara kualitatif karena analisis data XANES lebih kompleks dari pada analisis EXAFS. Kata kunci: struktur kristal, struktur lokal, XRD, WAXS, XAS, XANES, EXAFS
ii
STUDY ON CRYSTAL STRUCTURE and LOCAL STRUCTURE USING WIDE ANGLE X-RAY SCATTERING (WAXS) AND XRAY ABSORPTION SPECTROSCOPY (XAS) SYNCHROTRON RADIATION DATA
By Student Identity Number Supervisor
: KhairanissaMuchlis : 1114 201203 : Prof. Suminar Pratapa, Ph.D.
ABSTRACT In this research, the structure and local structure of some samples have been analyzed using Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) dan X-ray Absorption Scattering (XAS) data. The data was obtained using synchrotron radiation at Synchrotron Light Research Institute (SLRI), Thailand. All of WAXS data was confirmed using X-ray Diffraction (XRD) data. The method of analysis based on structure refinement using Rietveld method with Rietica program. Both WAXS and XRD weight fraction are similar with average standard deviations of 4% and 2% respectively. Meanwhile the XRD and WAXS lattice parameters have similar standard deviations, i.e. 0,035% and 0,038%, but their absolute values are different by values between 0.01 and 0.1. Si K-edge was used for determining local structure using X-ray Absorption Structure (XAS) technique. Quantitative analysis were done using ARTEMIS program. The information of fitting results were the distance between absorber atom to the nearest neighbour atom, and Debye-Waller factors (2) value. The best fit is for quartz single phase sample which has R-Factor less than 0.02, with the distance of atom absorber Si to the first neighbour atom O (distance Si-O1) 1,6 Å, 2=0,0026. Next is a two-phase cristoballite sample with R-factor of 0.023 and a three-phase forsterite sample with R-factor of 0.035. XANES analysis is more complicated than EXAFS, therefore the XANES data is analyzed qualitatively. Key word: Crystal structure, Local Structure, XRD, WAXS, EXAFS, XANES
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis sebagai syarat wajib untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya dengan judul: “Analisis Struktur Kristal dan Struktur Lokal Menggunakan Data Wide Angle X-Ray Scattering (WAXS) dan X-Ray Absorption Spectroscopy (XAS) Sinkrotron”. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Suminar Pratapa, Ph.D., selaku dosen wali sekaligus pembimbing tesis yang yang senantiasa memberikan bantuan, bimbingan, wawasan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 2. Prof. Dr. Suasmoro, DEA., dan Dr. M. Zainal Arifin, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, kritik, masukan, dan arahannya sehingga memperluas wawasan penulis. 3. Dr. Yono Hadi Pramono, M.Eng., selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA ITS yang telah memberikan kemudahan sarana kepada penulis selama kuliah sampai terselesaikannya tesis ini. 4. Seluruh Staf Pengajar dan Laboran di Jurusan Fisika FMIPA ITS, terimakasih atas pendidikan, ilmu pengetahuan, bantuan dan motivasi yang telah diberikan. 5. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama studi di Fisika FMIPA ITS. 6. Keluarga di Payakumbuh terutama Ayah dan Ibu tercinta. Terima kasih atas kasih sayang, do’a dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 7. Mas Arifin Purwanto, calon suami tercinta yang telah memberikan dukungan, do’a, dan bantuannya. 8. Adek-adek tersayang: Fauziah Muchlis, Akbar Muchlis dan Az-Zahrah Karimah. iv
9. Teman-teman mahasiswa baik S1, S2 dan S3 yaitu Mbak Erna, Ewi, Fajar, dan Umi. 10. Rekan satu tim: Bu Upik, Ofa, Mas Roni, Aini, Wahyu, Vamel, Afira, Dinar, Novia, Nihla, Pak Irham. 11. Segenap pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, oleh karena itu penulis berharap akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta memberikan inspirasi bagi pembaca untuk perkembangan yang lebih lanjut.
Surabaya, Januari 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i ABSTRAK
...................................................................................................... ii
ABSTRACT ..................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4 1.4 Batasan Masalah ............................................................................ 4 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sinkrotron ..................................................................................... 5 2.2 Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) ..........................................6 2.3 X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) ......................................... 8 2.3.1 Prinsip XANES dan EXAFS ............................................... 8 2.3.2 Analisis Data XAS ............................................................ 10 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Sampel ................................................................................ 11 3.1.1 Silika, SiO2 ........................................................................ 11 3.1.2 Forsterit, Mg2SiO4 ............................................................. 11 3.1.3 Zirkon, ZrSiO4 .................................................................. 12 3.2 Analisis Data.................................................................................12 3.2.1 XRD (X-ray Diffraction ) .................................................. 12 3.2.2 WAXS (Wide Angle X-ray Scattering) ............................. 13 3.2.3 XAS (X-ray Absorption Spectroscopy) ............................. 15
vi
3.2 Diagram Alir Penelitian ................................................................17 3.3.1 Diagram alir pengolahan data WAXS ............................... 18 3.3.2 Diagram Alir Pengolahan Data XAS................................. 19 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Informasi Seputar Sintesis Material ............................................. 21 4.2 Hasil dan Analisis Data XRD ...................................................... 21 4.2.1 Kelompok silika, SiO2 ....................................................... 21 4.2.2 Kelompok forsterit, Mg2SiO4 ............................................ 23 4.2.3 Kelompok zirkon, ZrSiO4 .................................................. 24 4.3 Hasil dan Analisis Data WAXS ................................................... 29 4.3.1 Kelompok silika, SiO2 ....................................................... 30 4.3.2 Kelompok forsterit, Mg2SiO4 ............................................ 31 4.3.3 Kelompok zirkon, ZrSiO4 .................................................. 31 4.4 Hasil dan Analisis Data EXAFS .................................................. 36 4.5 Hasil dan Analisis Data XANES ................................................. 45 4.6 Pembahasan .................................................................................. 52 4.6.1 Membandingkan hasil analisis menurut XRD dan WAXS ............................................................................... 52 4.6.2 Hubungan antara analisis data XRD dengan data XANES dan EXAFS........................................................................ 55 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 57 5.2 Saran............................................................................................. 57 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 58 LAMPIRAN .................................................................................................... 63 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 101
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Prinsip Sinkrotron ........................................................................ 5
Gambar 2.2
Contoh Pola Hamburan WAXS ................................................... 7
Gambar 2.3
Spektrum X-ray Absorption Spectroscopy (daerah XANES dan EXAFS) ........................................................................................ 9
Gambar 2.4
Hamburan pada daerah EXAFS dan XANES ........................... 10
Gambar 3.1
Seperangkat Instrumen X-Ray Diffractometer Philips X’Pert MPD (Multi Purpose Diffractometer)........................................ 13
Gambar 3.2
Sampel dan instrumen WAXS ................................................... 14
Gambar 3.3
Program SAXSIT ....................................................................... 15
Gambar 3.4
Contoh preparasi sampel dan instrumen X-ray Absorption Specstroscopy ............................................................................. 16
Gambar 3.5
Diagram alir penelitian secara umum ........................................ 17
Gambar 3.6
Diagram Alir Pengolahan Data WAXS ..................................... 18
Gambar 3.7
Diagram Alir Pengolahan Data XAS ......................................... 19
Gambar 4.1
Pola-pola XRD (Radiasi Cu-Kα) Kelompok Silika ................... 23
Gambar 4.2
Pola XRD (Radiasi Cu-Kα) Kelompok Forsterit ....................... 24
Gambar 4.3
Pola-pola XRD (Radiasi Cu-Kα ) Kelompok Zirkon................. 25
Gambar 4.4
Contoh Pola Penghalusan Sampel Data XRD (a)KUA (b)KRI . 26
Gambar 4.5
Pola Hamburan 2D WAXS untuk Kelompok Sampel Silika ..... 30
Gambar 4.6
Pola WAXS Kelompok Silika.................................................... 31
Gambar 4.7
Pola-pola WAXS Forsterit ......................................................... 32
Gambar 4.8
Pola WAXS Zirkon .................................................................... 32
Gambar 4.9
Contoh Pola Penghalusan Sampel Data WAXS (a)KUA (b)KRI .................................................................................................... 34
viii
Gambar 4.10 Spektrum data EXAFS Si K-edge sampel KRI (a) sebelum normalisasi (b) setelah normalisasi ............................................ 37 Gambar 4.11 Plot Data Osilasi EXAFS di ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk sampel KUA ..................................................................... 32 Gambar 4.12 Plot Data Osilasi EXAFS di ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk sampel KUA dengan Transformasi Fourier ..................... 38 Gambar 4.13 Transformasi Fourier Sampel KUA ditinjau di ruang-R setelah dilakukan pengaturan nilai Rbkg ................................................. 38 Gambar 4.14 Data EXAFS ternormalisasi (a), dan konversi data ke ke ruang k3terbobot (k3-weighted) untuk kelompok silika ........................... 39 Gambar 4.15 Data EXAFS ternormalisasi (a), dan (b) konversi data ke ke ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk kelompok forsterit ................. 39 Gambar 4.16 Data EXAFS data EXAFS ternormalisasi (a), dan konversi data ke ruang k3- terbobot (k3-weighted) (b) kelompok zirkon..........41 Gambar 4.17 Contoh plot data plot pencocokan (fitting) data terukur silika kuarsa (KUA) dengan data perhitungan FEFF dengan program ARTEMIS .................................................................................. 42 Gambar 4.18 Perbedaan peak jump (a) zirkon dan (b) silika (KRI) ................ 42 Gambar 4.19 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS yaitu atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel kuarsa (KUA) ............................................................................. 44 Gambar 4.20 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS yaitu atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel kristobalit (KRI) ......................................................................... 44 Gambar 4.21 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS yaitu atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel forsterit ....................................................................................... 45 Gambar 4.22 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS yaitu atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel zirkon.......................................................................................... 45 Gambar 4.23 Spektrum XANES Si K-edge untuk beberapa sampel ............... 46
ix
Gambar 4.24 Hasil visualisasi struktur kuarsa (SiO2) (data cif) dengan program VESTA ........................................................................................ 48 Gambar 4.25 visualisasi struktur kristobalit (SiO2) (data cif) dengan program VESTA ........................................................................................ 49 Gambar 4.26 Hasil visualisasi struktur forsterit (Mg2SiO4) (data cif) dengan program VESTA .......................................................................... 49 Gambar 4.27 Hasil visualisasi struktur zirkon (ZrSiO4) (data cif) dengan program VESTA .......................................................................... 49 Gambar 4.28 Plot data eksperimen XANES dengan data perhitungan FEFF (simulasi FEFF) (a)Silika kuarsa (KUA), (b)Silika Kristobalit (KRI), (c)Forsterit F11 ............................................................... 51 Gambar 4.29 adalah plot data eksperimen XANES dengan data perhitungan FEFF (simulasi FEFF) untuk sampel zirkon .............................. 52 Gambar 4.30 Pola Penghalusan sampel silika kuarsa (KUA) untuk (a) XRD dan (b) WAXS .................................................................................. 54
x
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Parameter-parameter yang akan diteliti dan metode verifikasinya .. 3
Tabel 2.1
Hubungan antara absorption energy edges dengan tingkat inti atom ............................................................................................ 8
Tabel 2.2
Nilai energi Absorption edges unsur Si ............................................ 9
Tabel 4.1
Informasi sintesis material .............................................................. 22
Tabel 4.2
Figures-of-Merits (FoMs) Analisis Rietica dari Data XRD ........... 27
Tabel 4.3 Komposisi Fasa dan Parameter Kisi Berdasarkan Analisis Rietica dari Data XRD ................................................................................. 28 Tabel 4.4
Figures-of-Merits (FoMs) Analisis Rietica dari Data WAXS ....... 33
Tabel 4.5 Komposisi Fasa dan Parameter Kisi Berdasarkan Analisis Rietica dari Data WAXS ............................................................................. 35 Tabel 4.6 Struktur lokal hasil pencocokan data EXAFS dengan menggunakan program ARTEMIS ......................................................................... 43 Tabel 4.7
Posisi puncak-puncak XANES Si K-edge ...................................... 46
Tabel 4.8 Jarak atom Si ke atom O terdekatnya menurut data kristalografi pada kristal-kristal yang diteliti ....................................................... 50 Tabel 4.9 Perbandingan komposisi fasa data XRD dan WAXS hasil analisis Rietica.............................................................................................. 54
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data ICSD dan COD Analisis Data Difraksi Sinar-X.................. 63 Lampiran B Gambar Pola Hamburan 2D WAXS............................................. 71 Lampiran C Gambar Pola-Pola XRD dan WAXS Hasil Penghalusan Perangkat Lunak Rietica................................................................................. 72 Lampiran D Tahapan-Tahapan Pengolahan Data WAXS ................................ 79 Lampiran E Tahapan Pengolahan Data dengan ATHENA dan ARTEMIS..... 81 Lampiran F Plot Fitting data EXAFS dengan Progam ARTEMIS...................92 Lampiran G Teoritis XANES (simulasi FEFF).................................................95
xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penelitian mengenai material maju, material fungsional, nanosains dan nanoteknologi sangatlah pesat, termasuk di Indonesia. Nanosains dan nanoteknologi merupakan bidang kajian ilmu, baik ilmu fisika, kimia, biologi molekuler, teknik serta rekayasa material dalam ukuran di bawah 100 nanometer (10-7 m). Penelitian material fungsional dan nanomaterial lebih difokuskan kepada struktur, kinetika, mekanisme dan termodinamikanya. Salah satu karakteristik yang menarik diteliti dari suatu material adalah strukturnya, karena sifat material ditentukan oleh struktur internal material tersebut. Struktur internal material terdiri dari atom yang terkait dengan atom tetangganya (atom yang berada di sebelahnya) dalam kristal, molekul, dan mikrostruktur (Gleiter, 2000). Analisis struktur menggunakan difraksi sinar-X (XRD) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling mendasar dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material, tetapi juga komposisi fasa, struktur kristal dan mikrostruktur fasa-fasa di dalamnya (Mittemeijer dan Scardi, 2013). Analisis yang sering dilakukan adalah yang berbasis structure refinement menggunakan metode Rietveld (Rietveld, 1967). Metode ini dapat digunakan sebagai alat bantu karakterisasi material kristalin guna mengekstraksi berbagai informasi kimiawi maupun struktur mikro sebagai contoh analisis komposisi fasa dan menentukan parameter kisi secara akurat (O’Connor dan Pratapa, 2002). Saat ini Synchrotron Light Research Institute (SLRI), Thailand, sedang mengembangkan kerja sama riset dan memfasilitasi peneliti dari berbagai negara untuk melakukan berbagai riset, misalnya, menggunakan Small/Wide Angle X-Ray Scattering (SAXS/WAXS) dan X-Ray Absorption Spectroscopy (XAS), dengan radiasi sinkrotron. SLRI adalah Organisasi Publik di bawah pengawasan Departemen Ilmu dan Teknologi Pemerintah Kerajaan Thailand. Lembaga ini mengoperasikan Siam Photon Laboratorium (SPL) yang merupakan fasilitas sinkrotron pertama di Thailand.
1
Beberapa peneliti dari Jurusan Fisika ITS berkesempatan melakukan data collection menggunakan kedua instrumen tersebut untuk berbagai sampel dan merupakan tim pertama dari Indonesia yang memiliki kombinasi data keduanya untuk mengungkap struktur kristal dan struktur lokal beberapa sampel anorganik. Oleh sebab itu, langkah-langkah lengkap dalam rangka analisis data keduanya perlu diungkapkan melalui sebuah riset yang sistematik. Sebagai catatan, Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) menggunakan basis mirip difraksi serbuk sehingga hanya memperhatikan bagian kristalin dari sampel. Teknik ini juga digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal (Frost, 2009; Mukherjee dkk, 2006). X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) atau disebut juga XAFS (X-ray Absorption Fine Structure) adalah teknik untuk mempelajari struktur material skala atom maupun molekul serta struktur lokal (local structure), tidak terbatas kristalin saja, melainkan juga amorf (Bunker, 2010). XAFS terbagi dua daerah yaitu X-ray Absorption Near-Edge Spectroscopy (XANES) dan perpanjangan daerah XANES yaitu Extended X-ray Absorption Fine Structure (EXAFS). XANES adalah spektrum absorpsi sinar-X yang berada pada (-50 eV sampai 50 eV) di sekitar absorpsi tepi sedangkan EXAFS dari 50 eV sampai 1000 eV di ekstensi absorpsi tepi (Basu dkk, 2014). Sistematika kajian struktur dan struktur lokal menggunakan data WAXS dan EXAFS pada penelitian adalah melalui jenis dan jumlah fasa dalam sebuah sampel, yaitu amorf, satu fasa, dua fasa, tiga fasa dan empat fasa. Pengetahuan mengenai kekristalan sampel diperoleh melalui uji difraksi sinar-x laboratorium. Adapun sampel-sampel uji yang dipilih adalah sebagai berikut: Kelompok 1, Silika (Fauziyah, 2015) 1. SiO2 – amorf 2. SiO2 kuarsa (fasa tunggal) 3. SiO2 kristobalit (dua fasa)
2
Kelompok 2, Zirkon (Nurlaila, 2016) 4. ZrO2 (fasa tunggal) 5. Amorf ZrO2 + Amorf SiO2, dikalsinasi pada temperatur 1000C (2 fasa) 6. Amorf ZrO2 + Amorf SiO2, dikalsinasi pada temperatur 1200C (3 fasa) Kelompok 3 (Kholifatunnisa, 2016) 7. Forsterit dikalsinasi pada temperatur 950C di aktivasi mekanik 3 jam (4 fasa) 8. Forsterit dikalsinasi pada temperatur 1050C di aktivasi mekanik 3 jam (3 fasa) 9. Forsterit dikalsinasi pada temperatur di aktivasi mekanik 3 jam 1150C (2 fasa)
Tabel 1. Parameter-parameter yang akan diteliti dan metode verifikasinya Parameter Instrumen di SLRI Verifikasi Fasa
WAXS
XRD
Komposisi fasa
WAXS
XRD
Parameter kisi
WAXS
XRD
Struktur lokal 1
XANES
-
Struktur lokal 2
EXAFS
-
1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa akurat hasil analisis fasa sampel-sampel yang terdiri atas fasa tunggal dan banyak fasa menggunakan teknik Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) SLRI dibandingkan dengan hasil analisis data difraksi sinar-x? 2. Bagaimana local structure sampel-sampel di atas dapat diekstrak dari data X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) SLRI, yaitu untuk (XANES + EXAFS)?
3
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui 1. Mengidentifikasi fasa-fasa pada sampel-sampel terpilih melalui data WAXS sinkrotron SLRI, serta menentukan struktunya dan komposisinya untuk kemudian dibandingkan dengan hasil yang sebanding dari data XRD laboratorium. 2. Menentukan local structure dari fasa-fasa yang ditemukan pada tujuan 1 dengan menggunakan teknik X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) Sinkrotron SLRI, melalui analisis data XANES dan EXAFS. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Sampel yang digunakan semua adalah serbuk 2. Untuk X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) yaitu (XANES +EXAFS), digunakan Si K-edge 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagaimana struktur suatu material dikarakterisasi dengan teknik difraksi sinar-X (XRD), Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) dan local structure Absorption Spectroscopy (XAS) dari radiasi sinkrotron.
4
X-ray
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sinkrotron SLRI (Synchrotron Light Research Institute) adalah fasilitas Sinkrotron yang berada di Nakhon Ratchasima, Thailand. Sinkrotron sendiri adalah partikel pemercepat dorongan proton, deutron, atau elektron pada energi tinggi. Radiasi sinkrotron merupakan radiasi elektromagnetik khas untuk material. Spektrum radiasi sinkrotron sangat luas, mulai dari sinar-X gelombang pendek hingga ke rentang inframerah. Dibandingkan dengan sumber radiasi elektromagnetik konvensional, sinkrotron memiliki kelebihan yaitu memiliki intensitas yang sangat tinggi, panjang gelombang pendek, kolimasi berkas yang teliti, dan spektrum kontinu yang mulus. Intensitas radiasi yang tinggi dapat memperpendek waktu penyinaran (Smallman dan Bishop, 2000)
Gambar 2.1 Prinsip Sinkrotron Prinsip kerja dari sinkrotron adalah berkas elektron di produksi oleh electron gun (1) dipercepat oleh linear accelelerator oleh 2 kali 20 MeV (2). Setelah melewati dua struktur pemercepat 40 MeV elektron kemudian memasuki Booster rings (3). Booster rings mempercepat 40 MeVelektron hingga 1.0 GeV setelah itu dikirim ke storage ring (4). Dari storage ring, syncrotron light akan di
5
bawa ke photon Beam line(5). Setiap Beam line (BL) akan memiliki energi foton yang berbeda-beda yang akan digunakan untuk eksperimen yang berbeda (6) Sinkrotron di SLRI terbagi menjadi beberapa Beamline (BL) yang dimanfaatkan untuk eksperimen yang berbeda-beda. Adapun instrumen pada masing-masing BL di SLRI adalah sebagai berikut: BL1
: Multiple X-ray Techniques
BL1.2W
: XTM (X-ray Imaging & X-ray Tomographic Microscopy)
BL1.3
: SAXS/WAXS (Small Angle X-Ray Scattering / Wide Angle X-Ray Scattering)
BL2.2
: TRXAS (Time-resolved X-ray Absorption Spectroscopy)
BL3.2 a
: PES (Photoemission Electron Spectroscopy)
BL3.2 b
: PEEM (Photoemission Electron Microscopy)
BL5.2
: XAS (SUT-NANOTEC-SLRI) X-ray Absorption Spectroscopy
BL6a
: DXL (Deep X-Ray Lithography)
BL6b µ-XRF : Micro X-ray Fluorescence Spectroscopy/Imaging BL7.2
: MX (Multi X-Ray Techniques Bio-XAS
BL8
: XAS (X-ray Absorption Spectroscopy)
(Sumber www. slri.th) 2.2 Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) atau Wide Angle X-ray Diffraction
(WAXD)
adalah
teknik
yang
umum
digunakan
untuk
mengkarakterisasi struktur kristal dari polimer. Istilah Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) atau Wide Angle X-ray Diffraction (WAXD) sering digunakan tanpa adanya perbedaan yang jelas diantara keduanya. Difraksi sinar-X (XRD) dengan sudut 2 > 5 (Leng, 2000). Istilah “scattering” atau “hamburan” lebih umum daripada “diffraction” atau “difraksi”. Difraksi hanya merupakan interferensi konstruktif yang dihamburkan oleh bidang kristalografi, oleh karena itu WAXS teknik yang bisa menentukan struktur baik kristalin maupun nonkristalin. WAXS pada umumnya menyajikan kurva intensitas hamburan (I)
6
dengan scattering vector (q) yang biasanya dalam bentuk gambar dua dimensi (2D) (Leng, 2000). Persamaan scattering vector (q) adalah 𝑞=
4𝜋 λ
𝑠𝑖𝑛𝜃
(1)
Gambar 2.2 adalah contoh pola hamburan (scattering) dari berbagai macam material yang ditampilkan dengan WAXS
kristal tunggal
amorf
polikristal
Gambar 2.2 Contoh pola hamburan WAXS (Alexander, 2000) Seperti halnya teknik difraksi Sinar-X (XRD), teknik Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) juga digunakan untuk menentukan fasa dan kristalinitas sampel uji. WAXS berada di daerah atomik, hamburan (scattering) terjadi di setiap atom dan membentuk secondary waves (Giannini, 2016). Teknik WAXS biasanya digunakan untuk menentukan ukuran kristalin, derajat kristalinitas, membedakan struktur order/disorder, parameter kisi, identifikasi fasa kristalin dari material polimer (Alexander, 2000). Dalam analisis struktur data difraksi banyak metode yang bisa digunakan, salah satunya metode Rietveld. Sejak dipublikasikannya karya Rietveld pada tahun 1967 dan 1969, perkembangan metode Rietveld amat pesat, baik dalam algoritma, jumlah dan jenis parameter yang dilibatkan dan analisis lanjutnya. Saat ini banyak tersedia perangkat lunak (software) untuk menjalankan penghalusan Rietveld (Rietveld Refinement) salah satunya program Rietica (O'Connor dan Pratapa, 2002).
7
Analisis difraksi sinar-X (XRD) memiliki banyak kegunaan di antaranya adalah menentukan struktur kristal, fasa-fasa atau senyawa yang ada dalam suatu bahan atau campuran. Dalam bidang kimia, metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi fasa-fasa atau senyawa dalam campuran. Analisis kualitatif dengan mengidentifikasi pola difraksi. Analisis kuantitatif dengan menentukan intensitas puncaknya dimana intensitas lebih tinggi menunjukkan konsentrasi lebih tinggi. (Pratapa, 2007) 2.3 X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) 2.3.1 Prinsip XANES dan EXAFS X-ray Absorption Spectroscopy (XAS) atau biasa disebut X-ray Absorption Fine Structure (XAFS). XAFS bisa di interpretasikan sebagai hamburan (scattering) fotoelektron dari atom yang menyerap (absorber) karena adanya efek fotoelektrik. Energi sinar-X berada diantara 1 keV sampai 100 keV, berdasarkan panjang gelombang sekitar 0,12 sampai 12 Å (Fonarsini, 2014). Selain itu XAFS mengukur kemungkinan (probabilitas) foton yang diserap sampel sebagai fungsi energy (Bunker, 2010). Tepi serapan (absorption edges) berasal ketika energi foton menjadi cukup tinggi untuk mengekstrak elektron dari tingkat yang lebih rendah (tingkat yang lebih dalam). Tepi serapan sinar-X (X-ray absorption edges), disimbolkan dengan huruf K, L, M yang merupakan bilangan kuantum 1,2,3,..,. Energi serapan (absorption energy) yang tertinggi adalah K-edge mengacu kepada ekstraksi elektron dari tingkat dasar yaitu tingkat 1s. Tabel 2.1 Hubungan antara absorption energy edges dengan tingkat inti atom edge ... M3 M2 M1 L3 L2 L1 K Tingkat inti (core level)
...
3p3/2
3p1/2
3s
2p3/2
2p1/2
2s
1s
Sumber: (Fonarsini, 2004) Setiap unsur memiliki, karakteristik energi absorption edge masingmasing (Ravel, 2016). Untuk unsur Si dapat nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
8
Tabel 2.2 . Nilai energi Absorption edges unsur Si Edge Absorption energy edges (eV)
K
L1
L2
L3
M1
M2
M3
1839
149,7
99,8
99,8
99,2
2
2
Sumber: program Hephaestus (Ravel, 2005) XAFS secara umum di bagi menjadi daerah yang dekat “edge” atau yang di sebut near edge region (XANES atau NEXAFS) and the “extended’ region (EXAFS) yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Spektrum X-ray Absorption Spectroscopy (daerah XANES dan EXAFS) (Sarangi, 2010) (Sarangi, 2010) XANES adalah daerah yang rentang absorpsinya sampai 50 eV dari daerah absorpsi edge, sedangkan EXAFS rentang daerahnya sampai 1000 eV. Perbedaan dua daerah ini, XANES dan EXAFS dalam spektrum absorption, bisa dijelaskan dalam dua pendekatan yang berbeda. Dua pendekatan ini pada dasarnya sama, salah satunya berdasarkan teori orbital, yang lainnya berdasarkan hamburan ganda elektron (electron multiple scattering). Dua hal ini adalah hubungan XAFS dan struktur lokal (local structure). Untuk fotoelektron yang memiliki energi lebih dari 30 eV dari daerah post edge, hamburan tunggal (single scattering) adalah hal utama untuk menentukan keadaan akhir, dan multiple scattering bisa diabaikan (Fonarsini, 2014). Pada daerah EXAFS, XAFS bisa diinterpretasikan hamburan tunggal 9
(single scattering). Pada daerah XANES interpretasi XAFS memperhitungkan pengaruh hamburan ganda (multiple scattering) dari atom-atom sekitarnya, sedangkan EXAFS pada umumnya hanya di dominasi oleh hamburan tunggal (single scattering), seperti yang di gambarkan pada Gambar 2.4. EXAFS
XANES
Single Scattering
Multiple Scattering
Gambar 2.4 Hamburan pada daerah EXAFS dan XANES (Ascone, 2011) XANES adalah teknik yang mampu untuk menggambarkan secara kualitatif keadaan oksidasi, keadaan elektron tidak terisi dan local symmetry. Sedangkan EXAFS memberikan informasi local structure, bilangan koordinasi dan jarak antar atom, dan atom tetangga terdekat. Pada teknik EXAFS perhatian ditujukan pada diskontinuitas kecil pada sisi energi yang lebih tinggi di luar setiap vertikal, atau sisi karakteristik yang terdapat dalam grafik absorpsi massa terhadap panjang gelombang sinar-X. Ciri EXAFS berasal dari elektron tereksitasi dan gelombang hambur-balik dari atom tetangganya. Perhitungan matematis (transformasi Fourier) EXAFS menghasilkan grafik distribusi radial dari kerapatan atomik sekelilingnya terhadap jarak dari atom (Smallman dan Bishop, 2000). 2.3.2. Analisis Data XAS Secara garis besar program untuk analisis data XAS adalah ATHENA, ARTEMIS dan program FEFF (Ravel dan Newville, 2005). ATHENA adalah program untuk memproses data XAS, ARTEMIS yaitu untuk program analisis data Extended X-Ray Absorption Fine Structure (EXAFS). Sedangkan program FEFF untuk perhitungan standar teoritis data XAS (Rehr dkk, 2006). 10
BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada analisis struktur kristal dan struktur lokal dari suatu material berdasarkan pada data Wide Angle X-ray Scattering (WAXS) dan X-ray Absorption Scattering (XAS). Kedua pengukuran ini dilakukan di SLRI (Syncrotron Light Research Institute), Thailand, dengan menggunakan radiasi energi tinggi sinkrotron. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Silika (SiO2), Zirkon (ZrSiO4) dan Forsterit (Mg2SiO4). 3.1 Jenis Sampel Penelitian ini menggunakan 3 jenis material yang berbeda dimana ketiganya disintesis dengan tahapan yang berbeda pula seperti dijabarkan sebagai berikut: 3.1.1 Silika, SiO2 Material silika diekstrak dari pasir silika yang didapatkan dari Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Material silika memiliki beberapa struktur (polimorf) dan pada penelitian ini dipilih 3 jenis struktur, yaitu 1. SiO2 kuarsa, nomenklatur sampel adalah KUA (fasa tunggal). 2. SiO2 – amorf, nomenklatur sampel adalah SIA 3. SiO2 kristobalit, nomenklatur sampel adalah KRI (dua fasa). Ketiga sampel ini disintesis dengan tahapan yang saling berurutan. Silika kuarsa didapatkan dari proses ekstraksi melalui beberapa tahapan. Serbuk pasir silika yang dilarutkan ke dalam larutan NaOH pada proses kopresipitasi menghasilkan silika amorf. Sedangkan hasil selanjutnya silika amorf yang dikalsinasi pada temperatur 950°C menghasilkan silika kristobalit (Fauziyah, 2015). 3.1.2 Forsterit, Mg2SiO4 Material kedua di dalam penelitian ini adalah forsterit. Forsterit disintesis dari serbuk silika amorf dan serbuk MgO yang kemudian direaksikan dengan tambahan polivinil alkohol (PVA). Sampel dikalsinasi pada beberapa variasi temperatur 950, 1050, dan 1150°C dan dilakukan aktivasi mekanik selama
11
3 jam dengan waktu penahanan 4 jam. Penjelasan dari ketiga sampel hasil proses kalsinasi adalah sebagai berikut: 1. Forsterit yang dikalsinasi pada temperatur 950°C dan di aktivasi mekanik selama 3 jam, nomenklatur sampel adalah F95 (4 Fasa) 2. Forsterit dikalsinasi pada temperatur 1050°C, di aktivasi mekanik selama 3 jam, nomenklatur sampel adalah F10 (3 Fasa) 3. Forsterit dikalsinasi pada temperatur 1150°C, di aktivasi mekanik selama 3 jam, nomenklatur sampel adalah F11 (2 Fasa) 3.1.3 Zirkon, ZrSiO4 Material terakhir dalam penelitan ini adalah material zirkon yang berasal dari desa Kereng Pangi, Kalimantan Tengah. Melalui sintesis ZrO2 amorf dan SiO2 amorf pada suhu tinggi akan didapatkan material zirkon (Nurlaila, 2016). Melalui beberapa sintesis dari material zirkon maka dipilih tiga variasi sampel yaitu: 1. ZrO2 (fasa tunggal) diperoleh dari serbuk zirkon, yang merupakan hasil ekstraksi pasir zirkon alam Kereng Pangi, nomenklatur sampel adalah ZIR 2. Amorf ZrO2 + Amorf SiO2 dikalsinasi pada temperatur 1000°C, nomenklatur sampel adalah ZA1 (dua fasa) 3. Amorf SiO2 + Amorf ZrO2, dikalsinasi pada temperatur 1200°C, nomenklatur untuk sampel ini adalah ZA2 (tiga fasa) 3.2 Analisis Data 3.2.1 XRD (X-ray Diffraction ) Sebagai data pembanding, analisis data melalui pengujian XRD perlu dilakukan. Difraksi sinar-X dilakukan untuk memperoleh pola XRD yang selanjutnya dianalisis untuk mengetahui fasa yang terkandung dalam bahan. Pengujian difraksi sinar-X menggunakan difraktometer tipe Philips X’Pert MPD (Multi Purpose Diffractometer) di Laboratorium Teknik Material ITS. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1, dengan radiasi Cu-Kα. Pengukuran XRD dilakukan pada tegangan 40 kV dan arus 30 mA dengan logam target Cu (λ=1,54056 Å). Pola difraksi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan bantuan
12
perangkat
lunak
Match!2
dengan
database
PDF2.
Analisis
kuantitatif
menggunakan analisis Rietveld dengan bantuan Perangkat lunak Rietica
Gambar 3.1 Seperangkat Instrumen X-Ray Diffractometer Philips X’Pert MPD (Multi Purpose Diffractometer) Analisis Rietveld dilakukan untuk mengetahui karakter fisis maupun Ray Diffractometer Philips X’Pert komposisi fasa dari suatu material secara kualitatif dengan didasarkan pada data difraksi sinar-X (Rietveld, 1967). Metode ini merupakan metode pencocokan antara pola difraksi terhitung dengan pola difraksi terukur. Pola difraksi terhitung merupakan model berdasarkan data kristalografi yang sudah ada sedangkan pola difraksi terukur berasal dari eksperimen. 3.2.2 WAXS (Wide Angle X-ray Scattering) WAXS (Wide Angle X-ray Scattering) yang terdapat di Beam line 1.3 atau BL1.3, SLRI Thailand, memiliki beam size sebesar 1 mm x 3 mm. Gambar 3.2 adalah gambar contoh preparasi sampel dan gambar instrumen WAXS. Untuk memaksimalkan fluks foton, monokromator Double Multilayer digunakan untuk memonokromatisasi sinar-X sinkrotron dengan energi 6-9 keV dan dan detektor Image Plate Mar 345 (Phinjaroenphan, 2013)
13
Gambar 3.2 Sampel dan instrumen WAXS Pada penelitian ini hal yang di lakukan adalah analisis data WAXS seperti halnya data XRD dengan analisis Rietveld menggunakan program Rietica. Sebelum dianalisis data yang diperoleh dari pengukuran WAXS terlebih dahulu diolah dan beberapa tahapan seperti dijabarkan sebagai berikut: 1. Reduksi data WAXS Data WAXS mentah dari hasil eksperimen yang dilakukan masih belum bisa dianalisis. Data tersimpan dalam bentuk *.mccd file dan *.txt file untuk masing-masing sampel dan latar (background). Tahapan pertama adalah reduksi data dengan menggunakan perangkat lunak SAXSIT (Phinjaroenphan, 2013) yaitu yang meliputi read measurement parameter, load pattern, subtract background dan calculate scattering profile. Gambar 3.3 adalah tampilan program SAXSIT. Adapun tahapan yang lebih lengkap pengolahan data WAXS terdapat di Lampiran D.
14
Gambar 3.3 Program SAXSIT 2. Konversi Data WAXS Hasil reduksi ini belum bisa dibaca oleh software Rietica sehingga dilakukan tahapan selanjutnya, yaitu konversi data. Konversi data menggunakan program Match2! dan TextPad. Konversi akhir dari data WAXS, disimpan dalam bentuk file *.xy. 3.2.3 XAS (X-ray Absorption Spectroscopy) Pengukuran XAS SLRI dapat ditemukan di beberapa beamline (BL) yaitu BL2, BL5 dan BL8. Untuk penelitian ini pengukuran dilakukan di Beamline BL8 dengan rentang energi dari 1,25 keV-10 keV dan ukuran berkas (beam size) 13 mm x 1mm. Gambar 3.4 menunjukkan contoh sampel dan instrumen dari pengukuran XAS. Data yang terukur dalam pengukuran ini terdiri dari beberapa daerah, yaitu daerah XANES (X-ray Absorption Near Edge Structure) dan EXAFS (Extended X-ray Absorption Fine Structure).
15
Gambar 3.4 Contoh preparasi sampel dan instrumen X-ray Absorption Specstroscopy Analisis spektrum XANES menggunakan program Athena sedangkan data EXAFS diproses menggunakan program Athena dan dianalisis menggunakan program Artemis (Ravel and Newville, 2005). FEFF8 adalah program yang berhubungan dengan X-ray Absorption Fine Structure (XAFS) baik XANES maupun EXAFS untuk spektrum secara teoritis. FEFF8 input file yaitu dalam bentuk “feff.inp” menggunakan program Atom. Untuk material kristalin program Stand Alone Atom juga bisa menerjemahkan langsung data kristalografi (cif) kedalam bentuk “feff.inp”. Data EXAFS di normalisasi kemudian di interpolasi ke k-space. Setelah itu dilakukan substraksi background dan transformasi Fourier. Selanjutnya data EXAFS difitting menggunakan program ARTEMIS dan program FEFF8. Program ARTEMIS sudah termasuk di dalamnya program FEFF8 yang mengkonversi data kristalografi menjadi feff input file. Informasi yang didapatkan dari data EXAFS adalah jarak antar atom, bilangan koordinasi dan Debye-Waller factors (σ2) (Tahapan pengolahan data XAS lengkap terdapat di Lampiran E dan G)
16
3.3.Diagram Alir Penelitian
Persiapan Sampel
Uji XRD
Uji WAXS
Struktur Lokal
Analisis Rietveld (MATCH & RIETICA)
Identifikasi Fasa
Uji XAS (XANES + EXAFS)
Komposisi Fasa
Dibandingkan hasil Analisis XRD & WAXS
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian secara umum.
17
Parameter Kisi
3.3.1 Diagram alir pengolahan data WAXS Pengumpulan Data
Reduksi Data (SAXSIT)
Konversi Data (MATCH & TEXPAD)
Analisis Data (RIETICA &MATCH)
Identifikasi Fasa
Komposisi Fasa
Gambar 3.6 Diagram Alir Pengolahan Data WAXS.
18
Parameter Kisi
3.3.2
Diagram Alir Pengolahan Data XAS PENGUJIAN DATA XAS
EXAFS
XANES
Ekstraksi Data (ATHENA)
Model Struktur (Stand Alone Atom)
Ektraksi Data (ATHENA)
Normalisasi (ATHENA)
Jalankan FEFF8
Normalisasi (ATHENA)
Spektrum experimen
Spektrum teoritis
Removal Background
Transformasi Fourier Analisis Kualitatif
Simpan Data dalam bentuk *.prj
Analisis struktur (ARTEMIS) Gambar 3.7 Diagram Alir Pengolahan Data XAS
19
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
20
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Informasi Seputar Sintesis Material Informasi kelompok, penamaan, serta sintesis sampel yang digunakan pada penelitian ini terangkum dalam Tabel 4.1. 4.2 Hasil dan Analisis Data XRD Semua kelompok sampel terlebih dahulu dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan program Match! yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3, kemudian dilanjutkan dengan analisis kuantitatif menggunakan program Rietica (Hunter, 1998) berbasis metode Rietveld. Besaran dan parameter yang diekstrak dari analisis ini meliputi komposisi fasa dan parameter kisi. Luaran analisis dengan Rietica diketahui memiliki akurasi yang baik, yaitu hingga level 99,5% untuk komposisi fasa (Bish dan Howard, 1988) dan parameter kisi pada level 1:50,000 (O’Connor dan Pratapa, 2002) untuk data difraksi sinar-x laboratorium. 4.2.1 Kelompok silika Pola-pola XRD (radiasi Cu-Kα) kelompok silika (SiO2) yang terdiri atas sampel silika amorf (SIA), silika kuarsa (KUA) dan silika kristobalit (KRI) dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa sampel silika kuarsa (KUA) memiliki pola XRD dengan puncak-puncak fasa kristalin yang cukup tajam dan dari identifikasi fasa diketahui bahwa puncak-puncak tersebut berasal dari fasa SiO2 kuarsa (PDF# 16-2490) (Fauziyah, 2015). Sampel silika amorf (SA) tidak memperlihatkan puncak-puncak difraksi yang menandakan tidak adanya fasa kristalin yang terbentuk. Sampel silika kristobalit (KRI) memiliki pola XRD dengan puncak-puncak fasa kristalin yang cukup tajam sesuai dengan fasa high cristobalite (PDF# 76-1390) dan terdapat puncak lainnya yang menunjukkan adanya fasa tridimit (SiO2, PDF# 21-0442).
21
Tabel 4.1 Informasi sintesis material Kelompok Sampel Bahan dasar sampel Kuarsa Pasir silika (KUA) Tanah Laut Silika
Amorf (SIA)
Serbuk kuarsa
Kristobalit (KRI)
Serbuk silika amorf
Forsterit 3×950 (F95)
Forsterit
Forsterit 3×1050 (F10)
Forsterit 3×1150 (F11)
Zirkonia Tetragonal (ZIR) Zirkon Zirkon (ZA1) Zirkon (ZA2)
Serbuk Periklas (MgO) dan serbuk silika amorf (SA) Serbuk Periklas (MgO) dan serbuk silika amorf (SA) Serbuk Periklas (MgO) dan serbuk silika amorf (SA) Serbuk zirkon hasil ekstraksi pasir zirkon alam Kereng Pangi Zirkonia amorf dan silika amorf Zirkonia amorf dan silika amorf
22
Metode Sintesis Pencucian, pengayakan, separasi magnet, penggilingan (milling), perendaman HCl 2M Dilarutkan dengan NaOH, kopresipitasi, titrasi, pencucian, pengeringan Sampel SA dikalsinasi pada temperatur 950°C dengan waktu penahanan selama 8 jam. Kedua serbuk di milling 3 jam dan kalsinasi sampai temperatur 950C
Kedua serbuk di milling 3 jam dan kalsinasi sampai temperatur 1050C Kedua serbuk di milling 3 jam dan kalsinasi sampai temperatur 1150C Serbuk zirkon (metode alkali fussion) dengan NaOH pada 700C 3j, pencucian, pengeringan, dilarutkan dengan HCl 10M, titrasi, pencucian dan pengeringan diperoleh serbuk zirkonia amorf selanjutnya di kalsinasi Kedua serbuk di campur dan di milling selama 5 jam dan di kalsinasi pada temperatur 1000C Kedua serbuk di campur dan di milling selama 5 jam dan di kalsinasi pada temperatur 1200C
Gambar 4.1 Pola-pola XRD (Radiasi Cu-Kα) Kelompok Silika Keterangan: q = Kuarsa, c = Kristobalit, t = tridimit 4.2.2 Kelompok forsterit Selanjutnya, pola-pola XRD kelompok forsterit (Mg2SiO4) dengan penamaan sampel F95, F10, dan F11 dapat dilihat pada Gambar 4.2. Pada kelompok fosterit fasa yang teridentifikasi melalui analisis kualitatif menggunakan program Match!, yaitu fasa forsterit, periklas, kristobalit, dan protoenstatit dengan kode PDF (96-900-0320). Untuk sampel forsterit 3×1150 (F11) terdapat puncak-puncak kristalin yang terdiri atas dua fasa, yaitu forsterit dan periklas, sampel forsterit 3×1050 (F10) terdiri atas tiga fasa, yaitu forsterit, periklas dan protoenstatit. Sedangkan sampel forsterit 3×1050 (F95) terdiri atas empat fasa, yaitu forsterit, periklas, kristobalit, dan protoenstatit.
23
Gambar 4.2 Pola XRD (Radiasi Cu-Kα) Kelompok Forsterit Keterangan: F = Forsterit; M = Periklas; P = Protoenstatit, C = Kristobalit;
4.2.3 Kelompok zirkon (ZrSiO4) Pola-pola XRD kelompok zirkon (ZrSiO4) dapat dilihat pada Gambar 4.3. Analisis data XRD menunjukkan bahwa sampel ZIR terdiri atas satu fasa yaitu zirkonia tetragonal, ZA1 terdiri atas dua fasa, yaitu zirkon (No. PDF 9582), zirkonia tetragonal (No. PDF 1525706). Sedangkan pada sampel ZA2 selain dari zirkon dan zirkonia tetragonal terdapat fasa lainnya, yaitu zirkonia monoklinik (PDF No. 89-426). Selanjutnya program Rietica diaplikasikan pada semua data di atas. Contoh hasil penghalusan (refinement) dengan program Rietica untuk sampel masing-masing satu fasa dan dua fasa, yaitu silika kuarsa (KUA) dan silika kristobalit (KRI) dapat dilihat pada Gambar 4.4. Untuk plot hasil penghalusan selengkapnya pada masing-masing kelompok sampel disajikan pada Lampiran C.
24
Gambar 4.3 Pola-pola XRD (Radiasi Cu-Kα ) Kelompok Zirkon Keterangan: z = zirkon, t = zirkonia tetragonal, m = zirkonia monoklinik Tahapan pertama yang dilakukan untuk memulai penghalusan menggunakan program Rietica adalah dengan membuat model data terhitung. Model data terhitung dipilih dari data struktur kristal AMCSD (American Mineralogist Crystal Structure Database) atau dari data COD (Crystallography Open Database). Model terhitung yang dipilih sesuai dengan fasa yang teridentifikasi melalui analisis kualitatif. Setelah itu dilakukan pencocokan pola difraksi terhitung dan terukur. Proses ini biasa disebut dengan proses refinement dengan mengubah parameter-parameter dalam model terhitung. Pola penghalusan yang terbentuk memperlihatkan karakter-karakter puncak data terhitung sesuai dengan data terukur terutama ditunjukkan oleh selisih kedua data yang tidak berfluktuasi secara signifikan – kurva berwarna hijau pada Gambar 4.4. Selain itu, tingkat kecocokan kedua data diperlihatkan oleh nilai-nilai figures-of-merit masing-masing sampel (Tabel 4.2).
25
(a)
(b)
Gambar 4.4 Contoh Pola Penghalusan Sampel Data XRD (a)KUA (b)KRI Keterangan; garis hitam menunjukkan data terukur, garis merah menunjukkan data terhitung, perbedaan antara data terukur dan terhitung dan garis biru adalah puncak data terhitung. Hasil penghalusan yang dilakukan pada data XRD tersebut dapat diterima apabila kesesuaian nilai-nilai parameter (Figures-of-Merit, FoM) telah tercapai, yaitu nilai R-profile (Rp), R-weighted profile (Rwp), R-expected (Rexp) kurang dari 20% dan nilai GoF kurang dari 4% (Kisi, 1994). Dapat diterimanya proses analisis ini memberikan konsekuensi dapat diterimanya pula luaran (output) yang dihasilkan proses analisis itu. Fraksi berat relatif fasa dan parameter-parameter kisi fasa merupakan dua luaran proses analisis Rietveld
26
dengan program Rietica yang dapat dipercaya keakuratannya jika FoMs analisis telah memenuhi syarat. Komposisi fasa dan parameter kisi dari tiap-tiap sampel ditunjukkan Tabel 4.3. Tabel 4.2 Figures-of-Merits (FoMs) Analisis dengan Rietica dari Data XRD FoMs XRD Kelompok Nama Sampel Sampel GoF Rp Rwp Rexp Silika
Forsterit Zirkon
KUA KRI SIA F95 F10 F11 ZIR ZA1 ZA2
3,1 3,3 1,6 1,5 1,9 1,5 1,9 1,8
10,0 16,1 11,5 14,9 15,9 7,7 11,4 11,4
14,6 11,4 14,6 19,4 22,1 9,9 14,6 14,6
8,3 19,8 15,7 15,9 8,1 10,4 10,9
Dari delapan sampel uji, dua di antaranya adalah sampel fasa tunggal, yaitu KUA hanya mengandung kuarsa dan ZIR hanya mengandung zirkonia tetragonal. Satu sampel tidak mengandung fasa kristalin, yaitu SIA (silika amorf). Selanjutnya, ada tiga sampel yang mengandung dua fasa, yaitu KRI, F11, dan ZA1. Kandungan fasa ketiganya hampir sama, fasa utamanya di atas 97% dan fasa sekundernya kurang dari 3%. Kemudian ada dua sampel yang memiliki 3 fasa, yaitu F10 dan ZA2, kandungan fasa utamanya melebihi 82%. Dan satu sampel yang memiliki empat fasa yaitu F95, kandungan fasa utamanya yaitu 87%. Dari aspek ketidakpastian, untuk sampel berisi dua fasa, ketidakpastian fraksi berat fasa dominan tidak melebihi 1,9%, sedangkan fasa sekunder kurang dari 0,6%. Ketidakpastian fraksi berat fasa-fasa pada sampel 3 fasa, tidak melebihi 2% untuk fasa utama, dan 1,6% untuk fasa-fasa sekundernya. Sedangkan pada sampel 4 fasa, ketidakpastiannya tidak lebih dari 1% untuk masing-masing fasa, baik fasa utama maupun fasa-fasa sekundernya.
27
Tabel 4.3 Hasil Luaran Fraksi Berat dan Parameter Kisi pada Masing-Masing Kelompok Sampel Berdasarkan Hasil Analisis Rietica dari Data XRD Kelompok Sampel
Nama Sampel
Fasa
Fraksi Berat (%)
KUA
Kuarsa
100
Kristobalit
98,8 ±1,9
Tridimit
1,2 ± 0,6
Forsterit
87,0 ± 0,9
Periklas
10,2 ± 0,2
Protoenstatit
2,3 ± 0,2
Kristobalit
0,5 ± 0,1
Forsterit
82,5 ± 1,0
Periklas
8,9 ± 0,2
Protoenstatit
8,6 ± 0,3
Forsterit
97,2± 1,1
Periklas
2,8 ± 0,1
Zirkonia tetragonal
100
Zirkon
98,0 ± 1,1
Zirkonia tetragonal
2,0 ± 0,1
Zirkon
86,3 ± 2,0
Silika KRI
F95
Forsterit F10
F11
ZIR ZA1 Zirkon ZA2
Zirkonia tetragonal Zirkonia monoklinik
0,9 ± 0,1 12,8 ± 1,6
Parameter Kisi Data XRD (Å) a = 4,92244±0,00027 c = 5,41680±0,00044 a = 4,97990±0,00064 c = 6,94980±0,00056 a = 4,94680±0,00047 b = 8,60450±0,00133 c = 8,39340±0,00067 a = 4,75483±0,00049 b = 10,19927±0,00104 c = 5,98042±0,00056 a =b =c = 4,213113±0,00042 a = 9,06462±0,00780 b = 9,30098±0,01804 c = 4,92470±0,01118 a = 4,81619±0,03186 c = 7,50663±0,05022 a = 4,75317±0,00031 b = 10,19769±0,00053 c = 5,98088±0,00312 a =b =c = 4,212±0,000 a = 9,22588±0,00499 b = 8,75199±0,02439 c = 5,30371±0,00330 a = 4,75443±0,00034 b = 10,20168±0,0006 c = 5,98330±0,00033 a =b =c = 4,21066 ±0,00073 a = 3,52937±0,00139 c = 5,11483±0,02095 a = 6,50611±0,00370 c = 5,89552±0,00039 a = 3,53855±0,00047 c = 5,13486±0,00120 a = 6,50824±0,00027 c = 5,89514±0,00032 a = 3,53150± 0,00183 c = 5,15484±0,04916 a = 5,01072±0,00660 b = 5,08144±0,00648 c = 5,27286±0,00587
Luaran parameter kisi dari analisis dengan Rietica memiliki akurasi yang sangat baik, yaitu bisa mencapai 1:50,000 yaitu 0,002% asalkan koreksi terhadap parameter yang memiliki korelasi tinggi terhadap posisi dilakukan
28
dengan tepat (O’connor dan Pratapa, 2002). Dalam penelitian ini, dengan sistem optik XRD Bragg-Brentano, parameter posisi nol 2 telah ditentukan dengan tepat. Oleh karenanya, nilai-nilai parameter kisi berdasar data XRD yang dilaporkan di sini diyakini memiliki akurasi tinggi. Ketidakpastian yang dilaporkan pada bagian ini adalah ralat acak (random errors). Ketidakpastian ukuran parameter kisi (a,b,c) untuk fasa tunggal, yaitu sampel KUA adalah 0,006%, dan sampel ZIR 0,225%. Sedangkan untuk sampel yang mengandung dua fasa yaitu sampel KRI ketidakpastian fasa utama dan sekundernya adalah 0,011%, sampel F11 ketidakpastian fasa utama dan sekundernya masing-masing yaitu 0,006% dan 0,017%, sampel ZA1 0,031% dan 0,018%. Untuk sampel yang mengandung tiga fasa yaitu sampel ZA2, ketidakpastian fasa utama 0,004% dan fasa sekunder 0,479%, dan 0,12%, sampel F10 ketidakpastian fasa utama adalah 0,021%, dan fasa sekundernya 0,132%. Sedangkan untuk sampel mengandung empat fasa yaitu F95, ketidakpastian fasa utama adalah 0,010%, fasa sekundernya masing-masing 0,169%, 0,66%, dan 0,006%. 4.3 Hasil dan Analisis Data WAXS Data WAXS berupa pola hamburan (scattering) 2D, pola hamburan berupa I terhadap q. Data WAXS tersimpan dalam format mccd file dan txt file, masing-masing untuk hamburan sampel dan latar (background). Mula-mula data WAXS dibaca menggunakan program SAXSIT. Gambar 4.5 adalah contoh tampilan pola hamburan (scattering) 2D untuk kelompok sampel silika. Sedangkan pola hamburan WAXS masing-masing kelompok sampel lainnya disajikan dalam Lampiran B. Pada penelitian ini, hal yang dilakukan adalah menganalisis data WAXS seperti halnya analisis data XRD, yaitu dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif menggunakan metode Rietveld dengan program Match2! dan Rietica. Konversi data WAXS dibutuhkan agar data WAXS bisa dibaca oleh program tersebut.
29
a
b
c
Gambar 4.5 Pola Hamburan 2D WAXS untuk Kelompok Sampel Silika Keterangan (a) silika amorf/SA (b) silika kuarsa/KUA (c) silika kristobalit/KRI . Analisis kualitatif menggunakan program Match! bisa menggunakan format data *.dat, yang merupakan salah satu luaran (output) dari ekstraksi menggunakan program SAXSIT (Soontaranon, 2013; Phinjaroenphan, 2013). Selanjutnya, data tersebut dikonversi ke fotmat *.xy agar bisa dijalankan dan dianalisis lebih lanjut dengan program Rietica. Informasi dan tahapan ekstraksi data WAXS yang lengkap disajikan dalam Lampiran D. Gambar 4.6-4.8 menunjukkan pola WAXS masing-masing kelompok sampel yang telah dikonversi ke dalam format *.xy, sehingga bisa ditampilkan data Intensitas dan 2 theta. Sudut 2 berada antara 10º dan 45º. 4.3.1 Kelompok silika Gambar 4.6 adalah pola-pola WAXS untuk kelompok silika (SiO2) ditampilkan pada rentang 10º-45º. Analisis kualitatif menggunakan program Match!, yaitu dengan mengganti panjang gelombang untuk WAXS sebesar 1,09 Å. Hasil analisis pada sampel silika amorf (SA) terlihat tidak adanya puncakpuncak kristalin, pada sampel silika kuarsa (KUA) teridentifikasi puncak-puncak kristalin kuarsa yang cukup tajam. Dan pada sampel silika kristobalit (KRI), selain dari puncak-puncak kristobalit juga terdapat puncak-puncak tridimit.
30
Gambar 4.6 Pola WAXS Kelompok Silika
Keterangan: q = Kuarsa, c = Kristobalit, t = tridimit 4.3.2 Kelompok forsterit Gambar 4.7 adalah pola-pola WAXS untuk kelompok forsterit yang sudah dikonversi ke fotmat data *.xy. Pada pola-pola WAXS puncak yang teridentifikasi untuk sampel F11 terdiri atas dua fasa, yaitu forsterit (Mg2SiO4) dan periklas (MgO), sampel F10 yaitu forsterit (Mg2SiO4), periklas (MgO) dan protoenstatit (Mg2SiO3), sedangkan pada sampel F95, yaitu forsterit (Mg2SiO4), periklas (MgO), protoenstatit (Mg2SiO3), dan kristobalit (SiO2). 4.3.3 Kelompok zirkon Gambar 4.8 adalah pola-pola WAXS dari kelompok Zirkon. Pada sampel Zirkonia hanya terdapat satu fasa puncak zirkonia tetragonal (ZrO2) sedangkan pada sampel ZA1 dan ZA2 terdapat tiga fasa, yaitu zirkon (ZrSiO4), zirkonia tetragonal dan zirkonia monoklinik
31
Gambar 4.7 Pola-pola WAXS Forsterit Keterangan: F = Forsterit; M = Periklas; P = Protoenstatit, C = Kristobalit.
Gambar 4.8 Pola WAXS Zirkon Keterangan: z = zirkon, t = zirkonia tetragonal, m = zirkonia monoklinik.
32
Adapun tahap penghalusan (refinement) data WAXS dilakukan dengan cara yang sama seperti penghalusan (refinement) terhadap data XRD, yaitu dengan menggunakan model yang sama, hanya saja berbeda panjang gelombang. Pada XRD, panjang gelombang yang di pakai adalah CuKα1 = 1,540566 Å, CuKα2 = 1,54433 sedangkan pada WAXS sebesar = 1,09Å. Gambar 4.9 adalah contoh plot pola penghalusan sampel data WAXS untuk kelompok sampel silika, yaitu (a) silika kuarsa (KUA) yang terdiri atas satu fasa dan (b) silika kristobalit (KRI) terdiri atas dua fasa. Untuk plot pola penghalusan data WAXS untuk kelompok sampel lainnya, lebih lengkap disajikan dalam Lampiran C. Seperti hasil penghalusan yang dilakukan pada data XRD, hasil penghalusan data WAXS juga dapat diterima apabila kesesuaian nilai-nilai parameter (Figures-of-Merit, FoM) telah tercapai, yaitu nilai R-profile (Rp), Rweighted profile (Rwp), R-expected (Rexp) kurang dari 20% dan nilai GoF kurang dari 4%. Adapun tingkat kecocokan antara data terhitung dengan data pengukuran diperlihatkan oleh nilai-nilai figures-of-merit masing-masing sampel (Tabel 4.4). Fraksi berat dan parameter kisi fasa-fasa semua sampel dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.4 Figures-of-Merits (FoMs) Analisis dengan Rietica dari Data WAXS FoMs WAXS Kelompok Nama Sampel Sampel GoF Rp Rwp Rexp Silika (SiO2)
Forsterit Zirkon
KUA KRI SIA F95 F10 F11 ZIR ZA1 ZA2
1,0 2,1 3,4 0,4 0,5 3,7 2,4 2,1
33
9,8 10,7 7,8 10,3 9,5 4,3 13,5 11,8
3,9 3,4 10,5 13,1 13,0 5,8 19,9 14,9
3,7 2,2 5,7 20,4 17,8 30,0 12,7 10,3
a
b
Gambar 4.9 Contoh Pola Penghalusan Sampel Data WAXS (a)KUA (b)KRI Keterangan; garis hitam menunjukkan data terukur, garis merah menunjukkan data terhitung, garis hijau merupakan perbedaan antara data terukur dan terhitung dan garis biru adalah puncak data terhitung Hasil analisis Rietica untuk data WAXS, dari delapan sampel uji diantaranya terdapat dua sampel yang memiliki fasa tungggal, yaitu sampel KUA mengandung 100% kuarsa, dan sampel ZIR mengandung 100% zirkonia tetragonal. Dua sampel terdiri atas 2 fasa yaitu sampel KRI dan F11 yang keduanya mengandung fraksi berat fasa utama lebih dari 98%. Selanjutnya tiga sampel terdiri atas 3 fasa yaitu F10, ZA1, dan ZA2 ketiganya masing-masing memiliki fraksi berat fasa utama lebih dari 80%. Dan sampel F95 mengandung 4 fasa, fraksi berat fasa utamanya sebesar 89,8%.
34
Tabel 4.5 Komposisi Fasa dan Parameter Kisi Berdasarkan Analisis Rietica dari Data WAXS Kelompok Sampel
Nama Sampel KUA
Fasa
Fraksi Berat (%)
Kuarsa
100
Kristobalit Silika KRI SIA
F95
98,7 ± 2,8
Tridimit 1,3 ± 0,5 Amorf Forsterit
89,8 ± 4,6
Periklas
5,3 ± 0,3
Protoenstatit 4,5 ± 0,5 Kristobalit
0,4 ± 0,1
Forsterit Forsterit
83,4 ± 3,7 F10
Periklas
3,1 ± 0,2
Protoenstatit 13,5 ± 3,4 Forsterit 98,2 ± 2,1
F11 Periklas ZIR
ZA1
Zirkon
1,8 ± 0,2
Zirkonia tetragonal Zirkon
100 93,7 ± 4,1
Zirkonia tetragonal Zirkonia monoklinik
1,2 ± 0,1 5,0 ± 2,50
Zirkon ZA2
87,7 ± 5,6
Zirkonia tetragonal Zirkonia monoklinik
0,3 ± 0,1 12,0 ± 5,6
35
Parameter Kisi a = b = 4,93118 ± 0,00375 c = 5,42367 ± 0,00286 a = b = 5,00173 ± 0,00142 c = 6,96592 ± 0,00355 a = 4,990700 ± 0,00000 b = 8,499000 ± 0,00000 c = 8,120200 ± 0,00000 a = 4,80200 ± 0,00177 b = 10,29663 ± 0,00480 c = 6,03433 ± 0,00263 a =b =c = 4,25035 ± 0,00144 a = 9,23389 ± 0,00799 b = 8,69262 ± 0,01511 c = 5,13475 ± 0,00748 a = b = 4,98384 ± 0,07619 c = 7,22838 ± 0,23382 a = 4,799306 ± 0,00167 b = 10,30359 ± 0,02424 c = 6,043391 ± 0,02229 a =b =c = 4,26052 ± 0,02158 a = 9,33123 ± 0,00857 b = 8,9643 ± 0,01486 c = 5,25099 ± 0,01130 a = 4,80221 ± 0,00117 b = 10,30584 ± 0,00290 c = 6,04822 ± 0,00166 a =b =c = 4,264358 ± 0,001726 a = b = 3,62490 ± 0,00117 c = 5,25202 ± 0,00174 a = b = 6,64155 ± 0,00217 c = 6,01990 ± 0,00204 a = b = 3,60051 ± 0,02166 c = 5,25816 ± 0,00501 a = 5,09750 ± 0,02221 b = 5,20272 ± 0,03073 c = 5,38558 ± 0,02426 a = b = 6,66172 ± 0,00265 c = 6,03956 ± 0,00243 a = b = 3,58487 ± 0,00512 c = 5,31111 ± 0,01324 a = 5,12704 ± 0,02577 b = 5,19823 ± 0,02662 c = 5,38493 ± 0,01778
Seperti halnya data XRD, hasil analisis data WAXS juga ditinjau dari aspek ketelitiannya. Untuk sampel yang mengandung 2 fasa yakni KRI dan F11 memiliki ketidakpastian fraksi berat fasa utama sampai 2,8%, sedangkan fasa-fasa sekundernya tidak lebih dari 0,5%. Untuk sampel yang mengandung tiga fasa yakni F10, ZA1, ZA2, fraksi berat fasa utamanya memiliki ketidakpastian sampai 5,6%. Selanjutnya sampel F95 mengandung 4 fasa dengan ketidakpastian fraksi berat fasa utama sebesar 4,6% dan fasa-fasa sekundernya tidak lebih dari 0,5%. Untuk nilai parameter kisi, sampel yang mengandung fasa tunggal yaitu KUA dan ZIR memiliki ketidakpastian parameter kisi masing-masing 0,064% dan 0,033%. Sedangkan sampel yang mengandung dua fasa yaitu KRI ketidakpastian fasa utama 0,039%, sampel F11 memiliki nilai ketidakpastian fasa utama 0,019%, fasa sekundernya 0,004%. Untuk sampel yang mengandung tiga fasa yaitu F10 ketidakpastian fasa utama 0,041%, fasa sekundernya 0,506%, 0,157%, sampel ZA1 ketidakpastian fasa utama 0,033%, fasa sekundernya 0,348%, dan sampel ZA2 ketidakpastian fasa utama 0,039%, fasa-fasa sekundernya 0,196% dan 0,451%. Sedangkan untuk sampel yang memiliki 4 fasa yaitu F95, ketidakpastian fasa utama 0,041% dan fasa-fasa sekundernya 0,034%, 0,105%, 2,381%. 4.4 Hasil dan Analisis Data EXAFS Gambar 4.10 adalah contoh hasil spektrum data EXAFS (dalam hal ini mengambil contoh data dari kelompok silika, yaitu silika kuarsa (KUA) yang telah di ekstrak dan dinormalisasi. Data EXAFS dari suatu material diperoleh dengan format *.xmu dan diplot menggunakan perangkat lunak ATHENA. Pada penelitian ini data EXAFS untuk semua sampel diukur terhadap Si K-edge. Setelah dinormalisasi, spektrum data EXAFS dikonversi dari ruang energi (energy space) ke ruang k (k space) (k) (Ravel, 2014) seperti dapat dilihat pada Gambar 4.11. Setelah itu perlu dilakukan penghilangan latar (background removal) dan Transformasi Fourier yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.12.
36
Gambar 4.10 Spektrum data EXAFS Si K-edge sampel KUA (a) sebelum normalisasi (b) setelah dinormalisasi
Gambar 4.11 Plot Data Osilasi EXAFS di ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk sampel KUA Gambar 4.12 adalah plot data osilasi EXAFS k3-terbobot (k3-weighted) untuk sampel KUA dengan Transformasi Fourier. Selanjutnya Gambar 4.12 diplot di ruang R dan dilakukan pengaturan nilai Rbkg, Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.13. Data dengan garis berwana biru merupakan data sampel KUA sebelum dilakukan pengubahan nilai Rbkg, sedangkan garis berwarna merah adalah data setelah dilakukannya pengubahan nilai Rbkg.
37
Gambar 4.12 Plot Data Osilasi EXAFS di ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk sampel KUA dengan Transformasi Fourier
Gambar 4.13 Transformasi Fourier Sampel KUA ditinjau di ruang-R setelah dilakukan pengaturan nilai Rbkg. Selanjutnya data EXAFS yang sudah diproses menggunakan program ATHENA disimpan dalam bentuk *.prj. Data tersebut siap untuk dianalisis menggunakan program Artemis. Gambar 4.14, 4.15, dan Gambar 4.16 adalah hasil data EXAFS ternormalisasi dan konversi ke ruang k3-terbobot (k3-weighted) untuk masing-masing kelompok sampel.
38
(a)
(b)
Gambar 4.14 Data EXAFS ternormalisasi (a), dan konversi data ke ke ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk kelompok silika.
(a)
(b)
Gambar 4.15 Data EXAFS ternormalisasi (a), dan (b) konversi data ke ke ruang k3- terbobot (k3-weighted) untuk kelompok forsterit. Setelah diproses melalui program ATHENA analisis lebih lanjut menggunakan program ARTEMIS. Hal yang pertama dilakukan adalah memasukkan data eksperimen yang sudah disimpan dalam format *.prj, dan tahapan selanjutnya adalah membuat model terhitung dengan program FEFF yang sudah termasuk dalam program Artemis. FEFF8 akan membuat model struktur dari data AMCSD (American Mineralogist Crystal Structure Database) atau dari data COD (Crystallography Open Database) dengan (Tahap-tahap pengolahan data dengan menggunakan program ATHENA dan analisis menggunakan
39
program ARTEMIS disajikan dalam Lampiran E). Fitting dapat dilakukan di lakukan di ruang-k atau di ruang-R dengan hasil sama (Prochazka, 2009). Gambar 4.17 adalah contoh plot hasil pencocokan (fitting) data terukur silika kuarsa (KUA) data dengan data perhitungan FEFF. Garis biru adalah data terukur sedangkan yang merah adalah pencocokan dengan data terhitung. Plot pencocokan (fitting) data terukur EXAFS dengan data perhitungan FEFF8 untuk semua sampel dapat dilihat pada (Lampiran F). Hasil pencocokan akan menghasilkan nilai-nilai bilangan koordinasi (N), nilai rata-rata kuadrat ketidakteraturan (mean square disorder/2) atau Debye-Waller factor, R adalah jarak antar atom Si ke atom sekitar (atom tetangga terdekat), dan faktor R (Rfactor) menunjukkan kualitas fitting. Tabel 4.6 menampilkan struktur lokal hasil pencocokan (fitting) antara data eksperimen dengan FEFF di dalam program ARTEMIS. Pada osilasi EXAFS yang utama adalah hamburan tunggal (single scattering) dari gelombang spherical elektron yang dipancarkan oleh atom yang menyerap (McKeown, 2014), dalam hal ini adalah atom Si terhadap atom sekitar. Hasil pencocokan yang “baik” ditunjukkan oleh rendahnya nilai Rfactor. Pada penelitian ini, hasil yang paling baik ditunjukkan oleh sampel kuarsa (KUA) yaitu dengan nilai R-faktor kurang dari 0,02. Penyebab utama hasil ini adalah, menurut hasil analisis XRD, sampel KUA hanya mengandung 1 fasa, yaitu kuarsa. Fitting kedua yang cukup baik adalah sampel kristobalit (KRI) dengan R-factor 0,024. Sampel ini mengandung 98% fasa kristobalit dan sisanya adalah tridimit. Hasil fitting terbaik ketiga adalah pada sampel F11 dengan Rfactor 0,035. Sampel ini mengandung 97% forsterit dan sisanya adalah periklas. Sedangkan fitting data-data lainnya kurang baik karena kompleksnya komposisi fasa-fasa pada sampel-sampel tersebut. Misalnya, sampel F10 mengandung 3 fasa dan F95 mengandung 4 fasa. Sampel-sampel ZA1 dan ZA2 bahkan tersusun atas fasa-fasa yang lebih kompleks. Analisis struktur lokal silika kuarsa (KUA) dari hasil fitting memberikan jarak atom absorber Si ke atom tetangga terdekatnya atom O, jarak Si-O sebesar 1,6 Å dengan nilai 2 = 0,0015. Hasil yang mirip dengan itu
40
(a)
(b)
Gambar 4.16 Data EXAFS data EXAFS ternormalisasi (a), dan konversi data ke ruang k3- terbobot (k3-weighted) (b) kelompok zirkon. dilaporkan oleh Li dkk (1994) yang mendapatkan hasil fitting untuk jarak Si ke atom tetangga terdekat, Si-O yaitu sebesar 1,61 Å dengan nilai 2 = 0,002. Makna 2 adalah nilai rata-rata kuadrat ketidakteraturan struktur karena adanya pengaruh vibrasi termal (Fornasini dan Grisenti, 2015). Semakin besar nilai 2 semakin tidak besar ketidakteraturannya di sekitar jarak antar atom. Sedangkan jarak atom Si ke atom tetangga terdekat keduanya yaitu Si, atau jarak Si-Si, adalah 3,09 Å dengan 2 = 0,0026. Berikutnya, untuk silika kristobalit (KRI), jarak antar atom absorber Si ke atom tetangga terdekatnya O, jarak Si-O, adalah 1,58 Å dengan 2 = 0,008, sedangkan jarak antar atom Si-Si adalah 3,09 Å dengan
2 = 0,0063. Hasil pencocokan data (fitting) data EXAFS dengan jarak atom Si sebagai atom absorber ke atom tetangga terdekatnya, untuk masing-masing kelompok data yaitu kuarsa (KUA), kristobalit (KRI), forsterit, dan zirkon dapat divisualisasikan dengan program VESTA dapat dilihat pada Gambar 4.19, Gambar 4.20, Gambar 4.21, dan Gambar 4.22 Selain karena semakin kompleksnya struktur dari sampel–sampel tersebut, kurang baiknya fitting juga disebabkan oleh permasalahan dalam removal background serta kualitas data yang kurang baik, yang ditandai dengan
41
peak jump yang kurang tinggi. Gambar 4.18 adalah contoh perbandingan peak jump antara zirkon dan silika.
Gambar 4.17 Contoh plot data plot pencocokan (fitting) data terukur silika kuarsa (KUA) dengan data perhitungan FEFF dengan program ARTEMIS.
Gambar 4.18 Perbedaan peak jump (a) zirkon dan (b) silika (KRI).
42
Tabel 4.6 Struktur lokal hasil pencocokan data EXAFS dengan menggunakan program ARTEMIS R(Å) Faktor-R/ Nama Sampel Jenis Bilangan 2 Ikatan Koordinasi R-Factor (N) Si-O1.1 4 0,0014 1,60 1. Kuarsa Si-Si1.1 4 0,0026 3,10 0,015 (KUA) Si-O1.3 4 0,0046 3,47 Si-O1.1 4 0,0080 1,58 2. Kristobalit 0,022 (KRI) Si-Si1.1 4 0,0050 3,09 Si-O1.1 3 0,0003 1,60 3. Forsterit Si-O2.1 1 0,0022 1,62 0,185 (F95) Si-Mg1.1 2 0,0047 2,65 Si-O1.1 3 0,0013 1,60 Si-O2.1 1 0,0026 1,62 4. Forsterit 0,038 (F10) Si-Mg1.1 2 0,0029 2,65 Si-Mg2.2 6 0,0029 3,21 Si-O1.1 3 0,0172 1,59 Si-O2.1 1 0,0096 1,61 5. Forsterit 0,035 (F11) Si-Mg1.1 2 0,0177 2,63 Si-Mg2.1 6 0,0161 3,18 Si-O.1 4 0,0084 1,57 Si-Zr.1 2 0,0199 2,85 6. Zirkon Si-O.2 4 0,0335 3,16 0,069 (ZA1) Si-O.3 8 0,0307 3,38 Si-O.1 4 0,0084 1,62 Si-Zr.1 2 0,0199 2,99 7. Zirkon 0,060 (ZA2) Si-O.2 4 0,0335 3,31 -
43
Gambar 4.19 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS yaitu atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel silika (KUA)
Gambar 4.20 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel kristobalit (KRI)
44
Gambar 4.21 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel forsterit
Gambar 4.22 Hasil Visualisasi Program VESTA untuk fitting EXAFS atom absorber Si dengan atom tetangga terdekat untuk sampel zirkon 4.5
Hasil dan Analisis Data XANES Pengolahan data XANES menggunakan program ATHENA, sama
halnya dengan langkah awal pengolahan data EXAFS, data XANES perlu dinormalisasi. Daerah XANES hanya sampai 50 eV setelah daerah post-edge, Untuk Si K-edge hanya sampai 1890 eV. Gambar 4.23 adalah gambar spektrum XANES Si K-edge untuk beberapa sampel yang sudah ternormalisasi, dan posisiposisi puncaknya (peak) terangkum dalam Tabel 4.7.
45
Gambar 4.23 Spektrum XANES Si K-edge untuk beberapa sampel Keterangan: (a) Silika amorf (SIA), (b) Silika Kuarsa (KUA), (c) Silika Kristobalit (KRI) (d) Forsterit F95, (e) Forsterit F10, (f) Forsterit F11, (g) Zirkon ZA1, (h) Zirkon( ZA2) Tabel 4.7 Posisi puncak-puncak XANES Si K-edge Posisi puncak / peak (eV) Nama No Sampel 1 a b c 1. Silika amorf (SA) 1847,4 Silika Kuarsa 2. 1847,4 1851,8 1855,2 1858 (KUA) Silika Kristobalit 3. (KRI) 1847,4 1853,2 4. 5. 6. 7. 8.
Forsterit (F95) Forsterit (F10) Forsterit (F11) Zirkon (ZA1) Zirkon (ZA2)
1843,6 1843,6
1846 1846 1846 1847,4 1847,4
1849 1849,4 1849,6 1850,8 1850,8
2 1864,2 1865 1864
1854,2 1862,4 1865,4 1854 1862,4 1865,4 1854 1862 1865,6 1857,2 1866 1857 1866
Sinyal XANES lebih besar daripada EXAFS, interpretasi data XANES lebih kompleks daripada EXAFS (Newville, 2004; Fonarsini, 2014).
46
Dari Gambar 4.23 terlihat spektrum XANES yang berbeda untuk setiap kelompok sampel, untuk setiap posisi puncak terangkum dalam Tabel 4.6. Untuk spektrum XANES dari Si K-edge perubahan spektrum banyak terlihat pada daerah rentang energi 1840-1870 eV (Ligny, 2009). Pada Gambar 4.18, angka “1” dan “2” menandakan daerah utama XANES yaitu 30-50 eV dari daerah edges (Ascone, 2011; Newville, 2004; Bare, 2005; Fornasini, 2014). Untuk sampel silika amorf / SIA (1), di antara daerah posisi puncak 1 dan 2 terlihat hampir tidak ada puncak lain. Ketiadaaan puncak ini mengindikasikan bahwa tidak adanya keteraturan susunan atom-atom, hasil serupa didapatkan oleh (Li, 1994; Ligny, 2009). Ketiga sampel silika, yaitu SIA(1), KUA(2), dan KRI(3) memiliki puncak tertinggi (puncak 1) dengan energi edge yang sama, yaitu 1847,4 eV. Sementara itu, sampel-sampel forsterit F95 (4), F10 (5), dan F11(6) memiliki edge pada energi 1846 eV. Atau dengan kata lain bergeser sebesar 1,4 eV dari puncak tertinggi silika (puncak 1). Spektrum XANES Si Kuarsa adalah karakteristik dari SiO4 tetrahedral cluster (Li, 1994). Pergeseran ini dapat dikaitkan dengan adanya peningkatan polimerisasi dari cluster SiO44-, seperti yang dilaporkan oleh (Li, 1995) yaitu adanya pergeseran energi 1,3±0,1 eV dari forsterit ke kuarsa. Untuk sampel zirkon, yaitu ZA1 (7) dan ZA2 (8) terdapat perbedaan pada pola spektrum di daerah edge (garis-garis putus-putus merah) yaitu pada energi 1843,6 eV. Dengan kata lain puncak bergeser sebesar 3,8 eV dari puncak tertinggi (puncak 1) untuk kelompok silika (SiO2). Puncak 2 bergeser ke energi yang lebih tinggi. Si K-edge sebagai dasar fingerprints sederhana untuk membedakan Si(4) tetrahedral dan Si(6) oktahedral dalam mineral silikat dan amorf (Li, 1994). Keberadaan puncak “2” untuk semua sampel adalah pengaruh dari multiple scattering (Li, 1994). Pre-edge memberikan informasi geometri lokal di sekitar atom yang menyerap (absorber atom), adanya kontribusi geometri struktur pada bentuk / pola spektrum XANES (Bare, 2005; Meneghini, 2013). Adapun perbedaan bentuk pola-pola spektrum XANES (Gambar 18) dikaitkan dengan perbedaan geometri struktur kristal dari fasa-fasa utama penyusunnya. Bentuk pola spektrum secara 47
kualitatif dapat dibedakan menjadi 4 yaitu: kuarsa (KUA), kristobalit (KRI), forsterit (F95,10,11) dan zirkon (ZA1, ZA2). Pada silika kuarsa (KUA), struktur kristal adalah trigonal dengan hexagonal axes. Adapun nilai parameter kisi a = b≠c, α = β = 90º, = 120º dengan space group 'P3221 yaitu a = b = 4,922435 dan c = 5,416800. Kristobalit (KRI) memiliki space group 'P41212' yang termasuk dalam struktur tetragonal dimana nilai parameter kisi a = b≠c, α = β = = 90º, adapun nilai parameter kisi kristobalit adalah a = b = 4,97990, c = 6,94980. Pada kelompok sampel forsterit (Mg2SiO4), adanya fasa-fasa seperti forsterit (Mg2SiO4), dengan space group ‘Pbnm’ yang termasuk sistem kristal ortorombik yang memiliki nilai parameter kisi a≠b≠c, α = β = = 90º, parameter kisi a = 4,754426, b = 10,201679, c = 5,983305. Kelompok sampel zirkon (ZrSiO4), zirkon dengan space group I41/AMD yang termasuk dalam sistem kristal tetragonal, nilai parameter kisi a = b = 3,529371, c = 5,114827 Hasil analisis kualitatif XANES akan dibandingkan dengan struktur kristal dari masing-masing fasa utama. Untuk itu akan ditampilkan lebih dahulu gambar-gambar struktur tersebut yang dibangun menggunakan data kristalografi yang tersedia. Gambar 4.24, 4.25, 4.26, dan 4.27 adalah gambar hasil visualisasi data “cif” untuk masing-masing sampel yaitu kuarsa, kristobalit, forsterit dan zirkon dengan menggunakan program VESTA.
Gambar 4. 24 Hasil visualisasi struktur kuarsa (SiO2) (data cif) dengan program VESTA. Keterangan: warna merah = atom O, warna biru = atom Si
48
Gambar 4.25 Hasil visualisasi struktur kristobalit (SiO2) (data cif) dengan program VESTA. Keterangan: warna merah = atom O, warna biru = atom Si
Gambar 4.26 Hasil visualisasi struktur forsterit (Mg2SiO4) (data cif) dengan program VESTA.Keterangan: warna merah = atom O, warna biru = atom Si, warna coklat = atom Mg
Gambar 4.27 Hasil visualisasi struktur zirkon (ZrSiO4) (data cif) dengan program VESTA. Keterangan: warna merah = atom O, warna biru = atom Si, warna hijau=atom Zr
49
Tabel 4.8 Jarak atom Si ke atom O terdekatnya menurut data kristalografi pada kristal-kristal yang diteliti. (Li dkk, 1995) NO
Kristal
1
Kuarsa
2 3 4
Kristobalit Forsterit Zirkon
Puncak 1(±0,1 eV) (eV) 1846,8
Jarak Si-O (Å) 1,609
1846,7 1845,5 1846,7
1,606 1,636 1,623
Puncak 1 (eV)
Jarak Si-O1/ program VESTA (Å)
1847,4
1,611
1847,4 1846,0 1847,4
1,608 1,635 1,621
Tabel 4.8 menampilkan jarak atom Si ke O terdekatnya. (Li dkk, 1995) mendapatkan posisi puncak-puncak untuk mineral tersebut sedikit berbeda dari hasil penelitian ini. Tetapi masih dalam konteks yang sama, seperti halnya puncak-puncak kuarsa, kristobalit, dan zirkon yang dilaporkan Li dkk dalam rentang yang sama, begitu pula dengan hasil penelitian ini. Energi edges forsterit dilaporkan bergeser sebesar 1,3±0,1 eV dari energi edge kuarsa (Li, 1995), sementara itu pada penelitian ini, forsterit dilaporkan bergeser sebesar 1,4 eV dari energi edge kuarsa. Menurut (Bunker, 2010) semakin dekat jarak antar atom semakin energi bergeser kedaerah energi yang lebih tinggi. Si K-edge bergeser kedaerah yang lebih tinggi. Untuk sampel forsterit dan zirkon lebih sulit untuk diinterpretasikan karena struktur keduanya yang lebih kompleks (Li, 1995) . Selain itu, spektrum perhitungan XANES dapat disimulasikan dengan FEFF8 (Rehrr, 2006), yang didominasi oleh hamburan ganda (multiple scattering). Pertama-tama buka Standalone atom yang sudah terinstal satu paket dalam demeter (Demeter adalah paket untuk mengolah data XAS yang di dalam nya ada ATHENA, ARTEMIS dan HEPHAESTUS (Ravel dan Newville, 2005). Standalone atom akan membaca data “cif” dan mengekspor nya ke dalam bentuk FEFF8 dan menyimpannya dalam inp file. Inp file merupakan masukan data untuk menjalankan FEFF8. Adapun tahap-tahap lengkap untuk membuatnya disajikan pada Lampiran G. Gambar 4.28 dan Gambar 4.29 adalah plot data eksperimen XANES yang ditandai garis merah dengan data perhitungan FEFF (simulasi 50
FEFF) masing-masing untuk sampel (a) kuarsa/KUA, (b) kristobalit/KRI, (c) Forsterit (F) dan gambar 4.24 adalah untuk sampel zirkon. (a)
(b)
(c)
Gambar 4.28 Plot data eksperimen XANES dengan data perhitungan FEFF (simulasi FEFF) (a)Silika kuarsa (KUA), (b)Silika Kristobalit (KRI), (c)Forsterit F11
51
Gambar 4.29 Plot data eksperimen XANES dengan data perhitungan FEFF (simulasi FEFF) untuk sampel zirkon Gambar 4.28 dan 4.29 adalah perbandingan plot data XANES terhadap hasil simulasi FEFF8. FEFF menggunakan dua modes yang saling melengkapi yaitu kalkulasi full multiple scattering (FMS) dan self consistent calculation (SCF). Secara kualitatif spektrum simulasi FEFF hampir mirip dengan spektrum data eksperimen. Adanya pergeseran puncak-puncak dipengaruhi oleh scattering path dan faktor yang lainnya yang lebih kompleks dalam hamburan XANES (Wachyunas, 2003). Diperlukan analisis lebih lanjut untuk pencocokan data simulasi dengan data eksperimen XANES. 4.6
Pembahasan
4.6.1. Membandingkan hasil analisis menurut XRD dan WAXS WAXS (Wide Angle X-Ray Scattering) adalah teknik difraksi sinar-X (sinkrotron atau labotatorium) yang sering digunakan untuk menentukan struktur kristalin dari polimer (Leng, 2008), Sudut besar (Wide Angle) disebabkan oleh jarak sampel ke detektor yang dekat, Instrumen WAXS di SLRI mampu mengukur sampel kristalin pada sudut 2 dalam rentang 5-50º, data WAXS yang merupakan plot antara intensitas terhadap vektor hamburan (q) dikonversi ke data intensitas terhadap 2. Teknik WAXS biasanya digunakan untuk menentukan
52
ukuran kristalin, derajat kristalinitas, membedakan struktur order/disorder, parameter kisi, identifikasi fasa kristalin dari material polimer (Alexander, 2000). Pada penelitian ini, hal yang dilakukan adalah mencoba menganalisis data WAXS untuk beberapa sampel material keramik, dan membandingkan hasilnya dengan analisis data XRD laboratorium. Dari dengan kelompok sampel yaitu silika, forsterit, dan zirkon yang secara keseluruhan terdiri atas sembilan sampel uji. Sampel data WAXS dianalisis dengan metode Rietveld menggunakan program Rietica, berbagai macam tahap konversi data dilakukan agar data dari WAXS bisa dijalankan oleh program Rietica, Gambar 4.30 adalah salah satu contoh perbandingan plot data WAXS dan data XRD yang sudah mengalami penghalusan (refinement) dengan program Rietica. Perbedaan posisi puncak Bragg (Bragg peaks) dikarenakan adanya perbedaan panjang gelombang (XRD = 1,54066, WAXS = 1,09), Berdasarkan hasil analisis Rietica, komposisi fasa menurut XRD dan WAXS masih dalam jangkauan yang relatif sama, ketidakpastian untuk hasil penghalusan data WAXS lebih besar dari data XRD. Sebagai contoh untuk perbandingan, diambil masingmasing satu sampel di setiap kelompok sampel yang mengandung jumlah fasa yang berbeda. Perbandingan hasil analisis komposisi fasa dengan Rietica menggunakan data XRD dan WAXS tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8
53
(a)
(b)
Gambar 4.30 Pola Penghalusan sampel silika kuarsa (KUA) untuk (a) XRD dan (b) WAXS Tabel 4.8 Perbandingan komposisi fasa data XRD dan WAXS hasil analisis Rietica Nama Fraksi berat (%) Sampel Fasa XRD WAXS Kristobalit (KRI) (2 fasa) Zirkon (ZA2) (3 fasa)
Forsterit (F95) (4 fasa)
Kristobalit
98,8±1,9
98,7±2,8
Tridimit
1,2±0,6
1,3±0,5
Zirkon Zirkonia Tetragonal Zirkonia Monoklinik
86,3±2,0 0,9±0,1 12,8±1,6 87,0 ± 0,9 10,2 ± 0,2 2,3 ± 0,2 0,5 ± 0,1
87,6±5,6 0,3±0,1 12,0±5,5 89,8±4,6 5,3±0,3 4,5±0,5 0,4±0,1
Forsterit Periklas Protoenstatit Kristobalit
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa hasil analisis komposisi fasa Rietica dari data XRD dan data WAXS. Dari pengukuran XRD yaitu error rata-rata yaitu 2% sedangkan dari data WAXS yaitu 4%. Meskipun WAXS ketelitiannya lebih
54
rendah, dengan kata lain error lebih besar, bisa dikatakan untuk hasil komposisi fasa relatif dalam jangkauan yang sama. Hasil Rietica data XRD dan WAXS yang lain berupa parameter kisi. Nilai parameter kisi pada kedua teknik difraksi memiliki nilai selisih yang cukup jauh, yaitu hampir 0,01 sampai 0,1 walaupun rata-rata ketidakpastian untuk fasa utama hampir sama yaitu XRD = 0,035% dan WAXS = 0,038%. Ada beberapa hal yang menyebabkan selisih perbedaan hasil analisis data XRD dan data WAXS yaitu: 1. Rasio intensitas terhadap latar data XRD lebih baik daripada data WAXS, puncaknya lebih tinggi, sedangkan intensitas WAXS intensitas lebih rendah/resolusi kurang bagus dibandingkan daripada data XRD. 2. Error (ralat) lebih besar karena langkah (step size) data WAXS lebih besar daripada data XRD, yaitu (XRD = 0,02; WAXS = 0,06). Ini berakibat pada resolusi puncak difraksi 3. Perbedaan ketelitian panjang gelombang yang digunakan. Untuk data XRD panjang gelombang yang digunakan ketelitiannya 6 digit (CuKα1 = 1,540566 Å, CuKα2 = 1,54433 Å), sedangkan pada data WAXS panjang gelombang yang digunakan kurang presisi karena ketelitiannya hanya dua digit ( = 1,09 Å). 4.6.2 Hubungan antara analisis data XRD dengan data XANES dan EXAFS Dari data XRD diperoleh komposisi fasa dan struktur kristal sampelsampel yang diuji. Berdasarkan kandungan fasa utamanya, sampel dibedakan menjadi empat kelompok yaitu, silika (KUA), kristobalit (KRI), forsterit (F) dan zirkon (ZA1,ZA2). Kualitas pencococokan (fitting) data eksperimen EXAFS dengan model struktur perhitungan FEFF yang ada di program ARTEMIS, ditandai dengan nilai faktor-R yang semakin kecil. Kualitas fitting dipengaruhi oleh berbagai hal. Dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah tingkat kompleksitas fasa penyusun sampel tersebut. Sampel kuarsa (KUA), dari data XRD teridentifikasi merupakan sampel dengan satu fasa yaitu kuarsa, memiliki kualitas fitting yang “baik” ditandai
55
dengan nilai faktor-R yang kurang dari 0,02. Selanjutnya sampel kristobalit, memiliki presentase fasa kristobalit sebesar 98,8% dengan nilai faktor-R sebesar 0,023. Sampel forsterit (F11) memiliki persentase fasa forsterit sebesar 97,2% dengan nilai faktor-R sebesar 0,035. Hasil fitting terhadap sampel empat fasa yaitu forsterit, memberikan nilai faktor-R yang besar yaitu 0,185. Bentuk pola spektrum XANES salah satunya dipengaruhi oleh geometri struktur kristal. Dari pola difraksi diketahui struktur kristal masing-masing sampel. Dalam hal ini sampel dikelompokkan menjadi 5 struktur yaitu amorf, kuarsa, kristobalit, forsterit dan zirkon. Kelima kelompok sampel memiliki pola hamburan (bentuk puncak) yang sangat berbeda didaerah XANES, yaitu daerah pada energi 30-50 eV setelah daerah edge. Pada penelitian ini, analisis XANES terbatas secara kualitatif.
56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Hasil analisis data WAXS untuk komposisi fasa masih berada dalam rentang yang sama dengan analisis data XRD laboratorium. Rata-rata ralat untuk XRD sebesar 2%, sedangkan WAXS 4%. Sementara itu, nilai parameter kisi hasil analisis data XRD dan WAXS memiliki nilai ketidakpastian yang relatif sama yaitu 0,035% untuk XRD, 0,038% untuk WAXS, tetapi nilai utamanya berbeda cukup jauh, yaitu sampai dengan 0,01-0,1. Hal ini dikarenakan resolusi data WAXS tidak tinggi dan memiliki step size yang lebih besar daripada data XRD laboratorium. 2. Analisis struktur lokal dengan EXAFS, fitting yang paling baik adalah data fasa tunggal yaitu sampel kuarsa dengan faktor-R (kualitas pencocokan) kurang 0,02, selanjutnya sampel kristobalit yang terdiri atas dua fasa memiliki nilai faktor-R sebesar 0,022, dan faktor-R yang cukup baik ketiga adalah sampel forsterit (F11) dengan faktor-R sebesar 0,035. Untuk analisis data XANES lebih kompleks dari pada analisis EXAFS. Analisis XANES dilakukan secara kualitatif.
5.2 Saran 1. Untuk penelitian lebih lanjut yaitu dalam pengolahan data EXAFS, sebaiknya mempelajari lebih lanjut tentang “removal background” dalam program ATHENA. Dan sampel yang diuji adalah sampel yang memiliki kemurnian tinggi (satu fasa) agar fitting yang dilakukan dengan program ARTEMIS bisa lebih baik. 2. Melanjutkan analisis XANES secara kuantitatif yaitu dengan program FitIt.
57
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
58
DAFTAR PUSTAKA Aquilanti, G. (2012), “Introduction to EXAFS Data Analysis”, (The Abdus Salam International Centre for Theoretical Physics) Alexander, Z. (2000), “Introduction to X-ray and Neutron Scattering”, UNESCO/IUPAC Postgraduate Course in Polymer Science (Institute of Macromolecular Chemistry ASCR). Angela, R. (2016), Sintesis Komposit LiFePO4/C Berbasis Batu Alam Tanah Laut menggunakan Metode Sol Gel, Tesis Magister., Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Ascone, I. (2011),“ X-Ray Absorption for Beginners” (IUCr Chimie Paris Tech) Australian Standard 1774. (1989), Australian Standard 1774: Refractories and Refractory Materials-Physical Test Methods: As 1774. 13-1989: Permanent Dimensional Change (Book). Aristia, G.A.G. (2013), Analisis Komposisi Fasa Komposit Pasir Silika dan MgO (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.) Bare, S.R. (2003), “XANES Measurements and Interpretation”. EXAFS Data Collection and Analysis Course, NSLS Betekhtin, A. (1972). A Course of Mineralogy, Moscow Peace Publisher, 643h Bish, D.L., dan Howard, S.A.(1988), “Quantitative phase analysis using the Rietveld method’,journal of applied crystallography, vol.21, pp.86-91. Chakraborty, A.K., dan Maiti, K.N. (2000), “Effects of Subtitution of Quartz by Rajpardi Silica Sand on The Thermomechanical Properties of Ceramics”,. Interceram, Vol 49, hal. 241-266. Fauziyah, N.A.(2015), “Sintesis Komposit Peg 4000/SiO2dan Karakterisasinya Menggunakan Dynamic Mechanical Analysis (DMA) (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.) Focke, W.W., Manhique, A., Carter, R. (2002), “Lattice model for estimating the opacity of white coatings,”Journal of the American Ceramic Society. Vol. 85. hal 1139-1144 Fornasini, P. (2014), “Welcome to XAFS:a friendly but not so short tutorial” (University of Trento, Italy)
59
Fornasini, P. dan Grisenti, R., (2015) “On EXAFS Debye-Waller factor and recent advances”. J. Synchrotron Rad. Vol 22, hal 1242–1257 Frost, K., Kaminski, D., Kirwan, G., Lascaris, E., Shanks, R. (2009), “Crystallinity and structure of starch using wide angle X-ray scattering” Carbohydrate Polymers, Vol.78. hal 543-548 Gleiter, H. (2000). Nanostructured Materials: Basic concepts and Microstructure. Acta Mater.48, 1–29. Gonzalez, R.M., Edwards, T.E., Lorbiecke, T.D., Winburn, R.S., and Webster, J.R. (2003),“Analysis of Geologic Materials Using Rietveld Quantitative X-Ray Diffraction”. 46: 204-9 Haus, R., Prinz, S., Priess, C. (2012), “Assessment of High Purity Quartz Resources. Quartz: Deposits”, Mineralogy and Analytics Vol 25, hal 29–51. Hayashi, A., (1991), Application Technology of High-Purity Silica. CMC 30–32. Hunter, B.A. (1998), ‘Rietica’, in Newsletter International Union of Crystallography Commission on Powder Diffraction vol 20, Sidney, hal. 21
Kelly, S. D. (2013), “XAS Introduction”, (UOP A Honeywell Company) Kisi, E. H. (1994), “Rietveld Analysis of Powder Diffraction Patterns”, Material forum, vol. 18, pp. 135-153 Kholifatunnisa, A. (2016), Aktivasi Mekanik pada Sintesis Serbuk Forsterit(Mg2SiO4) dengan Bahan Dasar Serbuk Periklas (MgO) dan Serbuk Silika Amorf (SiO2). Skripsi., (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya). Lagarde, P., Flank, A., Tourillon, G., Liebermann, R., Itie, J,. (1992), “X-ray absorption near edge structure of quartz. Application to the structure of densifed silica”, J_ phys. I France vol 2, hal 1043-1050 Leng, Y. (2008), “Material Characterization Introduction to Microscopic and Spectroscopic Methods (John Wiley & Sons (Asia), Singapore Li, D., Bancroft, G.M., Kasrai, M., Fleet, M.E., Secco, R.A., Feng, X.H., Tan, K.H., Yang, B. X. (1994), “X-Ray Absorption Spectroscopy of silicon dioxide (SiO2) Polymorphs: The Structural Characterization of Opal”, American Mineralogist, Vol 79, Hal 622-632. Li, D., Bancroft, G. M., Fleet, M.E.,Feng, X. H. (1995),”Silicon K-edge XANES Spectra of Silicate Minerals”, Phys Chem Minerals, Vol 22, Hal 115-122 60
Ligny, D. de., Neuville, D. R., Cormier, L., Roux, J., Henderson, G.S., Panczer, G., Shoval, S., Flank A.M., Lagarde, P., (2009). “Silica polymorphs, glass and melt: An in situ high temperature XAS study at the Si K-edge Journal of Non-Crystalline Solids, vol 35, hal 1099–1102 McKeown, D. A., Buechele, A. C., Tappero, R., McCoy, T. J., and VandyGardner, G. K. (2015), American Mineralogist, Vol 99, hal 190–197 Meneghini, C. (2013), Phenomenological approach to XANES data analysis: “Shortcuts to understand local structure and chemistry from XANES data” (XII School on Syncrothron Radiation: Fundamentals, Methods, and applications, Italy) Mittemeijer, E. J., dan Scardi, P., (2013). Diffraction Analysis of the Microstructure of Materials. (Springer Science & Business Media) Newville, M., (2004), “Fundamental of XAFS”, (University of Chicago) O’Connor, B. H., dan Pratapa, S. (2002), “Improving the accuracy of Rietveldderived lattice parameters by an order of magnitude”, Advances in X-Ray Analysis, vol. in press Piconi, C., dan Maccauro, G. (1999), “Review Zirconia as a Ceramic Biomaterial”, Biomaterials, vol. 20, hal. 1-25. Phinjaroenphan, R. (2013), SAXS/WAXS Capability and Absolute Intensity Measurement Study at the SAXS Beamline of the Siam Photon Laboratory”. 11th International Conference on Synchrotron Radiation Instrumentation (SRI 2012) IOP Publishing Journal of Physics: Conference Series 425, 132019 Poernomo, H. (2012), “Informasi Umum Zirkonia”, Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Teknologi Akselerator dan Poses Bahan, Yogyakarta. Pratapa, S. (2009),“Analisis Data Difraksi Menggunakan Metode Rietveld”. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya). Priyono, S., dan Febrianto, E.T. (2012), “Pemurnian Serbuk Zirkonia dari Zirkon”, TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, vol. 30, no.1, hal. 1-6. Ramesh, S. dkk., (2013). Nanocrystalline Forsterite for Biomedical Applications: Synthesis, Microstructure and Mechanical Properties. Journal of the Mechanical Behavior of Biomedical Materials, 25, pp.63–69. 61
Ravel, B. (2014), “ATHENA User’s Guide” (Creative Commons AttributionShareAlike Licence, USA) Ravel, B. (2014), “ARTEMIS User’s Guide” (Creative Commons AttributionShareAlike Licence, USA) Ravel, B., dan Newville, M. (2005), “ATHENA, ARTEMIS, HEPHAESTUS: data analysis for X-ray absorption spectroscopy using IFEFFIT”, Journal of Synchrotron Radiation 12, 537–541 Rietveld, H. M. (1969). A Profile Refinement Method for Nuclear and Magnetic Structures.Journal of Applied Crystallography vol.2: pp.65-71 Rehr, J. J., Ankudinov, A., and Ravel, B. (2006), The FEFF Project Department of Physics University of Washington Sontaranon, S. dan Rugmai, S. (2013), “SAXSIT Manual”, Siam Photon Laboratory. http://www.slri.or.th/th/beamlines/SAXS Smallman, R.E., dan Bishop, R.J. (2000), “Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material”.(Penerbit Erlangga, Jakarta) Sarangi, R. (2010), “Introduction to X-ray Absorption Near Edge Spectroscopy (XANES)” (Stanford University) Skidmore, C. (2005), “Zirconium and Hafnium”, MinChem Ltd., UK. Sulistiyono, E., dan Sajuti, D. (1996), “Pemurnian Zirkon untuk Bahan Dasar Refraktori Berbasis Zirkonia”, Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi, hal. 41-49. Tavangarian, F. dan Emadi, R., (2009). Mechanical Activation Assisted Synthesis of Pure Nanocrystalline. Journal of Alloys and Compounds, 485, pp. 648– 652 Tavangarian, F. dan Emadi, R., (2010).Synthesis of Nanocrystalline Forsterite (Mg2SiO4) Powder by Combined Mechanical Activation and Thermal Treatment. Materials Research Bulletin, 45(4), pp.388–391. Tavangarian, F., Emadi, R., (2011). Nanostructure Effects on the Bioactivity of Forsterite Bioceramic. Materials Letters, 65(4), pp. 740–743 Xia, Y.,Yang, P., Sun,Y.,Wu, Y.,Mayers, B.,Gates, B.,Yin, Y., Kim, F., dan Yan, H., (2003). "One Dimensional Nano Structures: Synthesis, Characterization, and Application’’, Adv. Mater, vol 15, No. 5
62
LAMPIRAN A Data ICSD dan COD Analisis Data Difraksi 1. Data ICSD untuk Fasa Kuarsa SiO2 Data
162490
Audit_creation_method
'Created with CONVERT.DLL (www.crystalimpact.com)'
Audit_creation_date
2013-10-07
Database_code_ICSD
162490
Publ_section_title;
State-of-the-art high-resolution powder X-ray diffraction (HRPXRD) illustrated with Rietveld structure refinement of quartz, sodalite, tremolite and meionite
Chemical_formula_sum
'O2 Si1'; Silicon Oxide
Chemical_name_mineral
Quartz
Refine_ls_R_factor_all
0.054
_cell_length_a 4.9134(0) _cell_length_b 4.9134(0) _cell_length_c 5.4051(0) _cell_angle_alpha
90.000
_cell_angle_beta
90.000
_cell_angle_gamma
120.000
_cell_volume
113.0(0)
_cell_formula_units_Z 3 _symmetry_int_tables_number 154 _symmetry_space_group_name_H-M
'P 32 2 1'
_symmetry_space_group_name_Hall
'P_32_2"'
63
2. Data ICSD untuk Fasa Tridimit SiO2 Data
2104422
Publ_author_name
Graetsch, Heribert A.'
Publ_section_title
Modulated crystal structure of incommensurate low tridymite
Journal_coeditor_code
CK5037
Journal_name_full
'Acta Crystallographica Section B'
Journal_page_first
543
Journal_page_last
550
Journal_volume
65
Journal_year
2009
Chemical_formula_sum
'O2 Si'
Chemical_formula_weight
60.1
Chemical_name_common
tridymite
Symmetry_cell_setting
monoclinic
_cell_angle_alpha
90
_cell_angle_beta
91.57(2)
_cell_angle_gamma
90
_cell_formula_units_Z
8
_cell_length_a
5.007(2)
_cell_length_b
8.599(2)
_cell_length_c
8.2202(16)
_cell_volume
353.79(18)
_space_group_symop_ssg_operation_algebraic
64
3.
Data AMCSD untuk Forsterit (Mg2SiO4) General
Origin
AMS_DATA (1) Bibliographic data
Author(s)
Smyth J R, Hazen R M
Publication title
The crystal structures of forsterite and hortonolite at several temperatures up to 900 C T = 25 C Phase data
Space-group
P b n m (62) - orthorhombic
Cell
a=4.7560 Å b=10.2070 Å c=5.9800 Å a/b=0.4660 b/c=1.7069 c/a=1.2574 V=290.30 Å3 Atomic parameters
Atom Ox. Wyck. Site S.O.F.
x/a
y/b
z/c
Mg1
0.00000 0.00000 0.00000
Mg2
0.99150 0.27740 0.25000
Si
0.42620 0.09400 0.25000
O1
0.76570 0.09130 0.25000
O2
0.22150 0.44740 0.25000
O3
0.27770 0.16280 0.03310
65
4. Data COD untuk Fasa Periklas (MgO) General COD-9000501
Origin
Bibliographic data Author(s)
Hazen, R. M.
Publication title
Effects of temperature and pressure on the cell dimension and X-ray temperature factors of periclase T = 23 C, P = 1 atm, in a high-pressure cell with absorption curve #1 Phase data
Space-group F m -3 m (225) - cubic a=4.2120 Å V=74.72 Å3
Cell
Atomic parameters Atom Ox. Wyck. Site S.O.F. x/a y/b z/c Mg
4a
m-3m
0
0
0
O
4b
m-3m
1/2 1/2 1/2
66
5. Data AMCSD untuk Kristobalit (SiO2) General Origin
COD-1010938
Name
Silicon oxide
Formula
Si O2 Bibliographic data Nieuwenkamp, W
Author(s)
Publication title Die Kristallstruktur des Tief-Cristobalits Si O2 ZEKGAX,92,82-88 (1935)
Citation
Phase data Space-group
P 41 21 2 (92) - tetragonal
Cell
a=4.964(5) Å c=6.920(5) Å c/a=1.3940 V=170.52(36) Å3 Z=4 Atomic parameters
Atom Ox. Wyck. Site S.O.F.
x/a
y/b
z/c
Si1
4
4a
2
0.300 0.300 0
O1
-2
8b
1
0.245 0.10
67
0.175
6. Data AMCSD untuk Protoenstatit (MgSiO3) General AMS_DATA(9)
Origin
Bibliographic data Author(s)
Jahn S, Martonak R
Publication title
Phase behavior of protoenstatite at high pressure studied by atomistic simulations Phase data
Space-group
P b c n (60) - orthorhombic
Cell
a=9.1710 Å b=8.5130 Å c=5.2540 Å a/b=1.0773 b/c=1.6203 c/a=0.5729 V=410.19 Å3 Atomic parameters
Atom Ox. Wyck. Site S.O.F.
x/a
y/b
z/c
O1
8d
1
0.11810 0.09470 0.07920
O2
8d
1
0.37580 0.25190 0.06970
O3
8d
1
0.34930 0.97630 0.29280
Si
8d
1
0.29130 0.09200 0.06790
Mg1
4c
2
0
0.09440 3/4
Mg2
4c
2
0
0.26660 1/4
68
7. .Data ICSD untuk Fasa Zirkonia tetragonal data_ 1526427 loop_ _publ_author_name 'Igawa, N.' 'Ishii, Y.' _publ_section_title; Crystal structure of metastable tetragonal zirconia up to 1473 K _journal_name_full 'Journal of the American Ceramic Society' _journal_page_first 1169 _journal_page_last 1171 _journal_volume 84 _journal_year 2001 _chemical_formula_sum 'O2 Zr' _chemical_name_systematic 'Zr O2' _space_group_IT_number 137 _symmetry_space_group_name_Hall 'P 4n 2n -1n' _symmetry_space_group_name_H-M 'P 42/n m c :1' _cell_angle_alpha 90 _cell_angle_beta 90 _cell_angle_gamma 90 _cell_formula_units_Z 2 _cell_length_a 3.612 _cell_length_b 3.612 _cell_length_c 5.212 _cell_volume 67.999 _citation_journal_id_ASTM JACTAW _cod_data_source_file Igawa_JACTAW_2001_1129.cif _cod_data_source_block O2Zr1 _cod_original_cell_volume 67.99859 _cod_original_sg_symbol_Hall '-P 4ac 2a (x1/4,y+1/4,z+1/4)' _cod_original_formula_sum 'O2 Zr1' _cod_database_code 1526427 loop_ _atom_site_label _atom_site_type_symbol _atom_site_fract_x _atom_site_fract_y _atom_site_fract_z _atom_site_occupancy _atom_site_U_iso_or_equiv O1 O-2 0 0.5 0.201 1 0.0 Zr1 Zr+4 0 0 0 1 0.0
69
7. Data ICSD untuk Fasa Zirkon data_1011261 loop_ _publ_author_name 'Hassel, O' _publ_section_title Die Kristallstruktur einige Verbindungen von der Zusammensetzung M R O4. I.Zirkon Zr Si O4. _journal_coden_ASTM ZEKGAX _journal_name_full Zeitschrift fuer Kristallographie, Kristallgeometrie, Kristallphysik, Kristallchemie (-144,1977) ; _journal_page_first 247 _journal_page_last 254 _journal_volume 63 _journal_year 1926 _chemical_compound_source synthetic _chemical_formula_structural 'Zr (Si O4)' _chemical_formula_sum 'O4 Si Zr' _chemical_name_mineral Zircon _chemical_name_systematic 'Zirconium silicate' _space_group_IT_number 141 _symmetry_cell_setting tetragonal _symmetry_space_group_name_Hall 'I 4bw 2bw -1bw' _symmetry_space_group_name_H-M 'I 41/a m d :1' _cell_angle_alpha 90 _cell_angle_beta 90 _cell_angle_gamma 90 _cell_formula_units_Z 4 _cell_length_a 6.58 _cell_length_b 6.58 _cell_length_c 5.93 _cell_volume 256.7 _exptl_crystal_density_meas 4.7 _cod_original_sg_symbol_H-M 'I 41/a m d S' _cod_database_code 1011261 _atom_type_oxidation_number Zr4+ 4.000 Si4+ 4.000 O2- -2.000
70
LAMPIRAN B Pola Hamburan 2D WAXS
1. Pola Hamburan 2D WAXS sampel forsterit
F95
F10
F11
2. Pola Hamburan 2D WAXS sampel zirkon
ZIR
ZA1
71
ZA2
LAMPIRAN C Gambar Pola-Pola XRD dan WAXS Hasil Refinement 1. Silika Kristobalit (KRI) a. Pola XRD
b. Pola WAXS
72
2. Forsterit a. F95 1). Pola XRD
2). Pola WAXS
73
b. F10 1). Pola XRD
2). Pola WAXS
74
c. F11 1). Pola XRD
2). Pola WAXS
75
3. Zirkon a. ZIR 1) Pola XRD
2) Pola WAXS
76
b. ZA1 1). Pola XRD
2). Pola WAXS
77
c. ZA2 1). Pola XRD
2). Pola WAXS
78
LAMPIRAN D Langkah-Langkah Pengolahan Data WAXS 1. Langkah-langkah untuk menggunakan SAXSIT a.
Hal yang pertama dilakukan adalah membuat folder data dan mengcopy file MeasPara.xls dari folder SAXSITp66. Hal ini di lakukan untuk setiap data yang akan direduksi
b.
Membuka file ms.excel MeasPara.xls dan memasukkan semua parameter dalam kolom kedua (untuk data sampel dan background), Format data yaitu *.txt dan *.mccd, dan kemudian simpan.
c.
Copy nama data yang berasal dari pengujian WAXS berbentuk *.mccd untuk masing-masing sampel dan background
d.
Jalankan saxsit3p66.exe
e.
Copy directory folder data ke kotak “Set working directory”. Semua input dan output akan terbaca ke dalam folder.
f.
Klik Read measurement parameters, kemudian “read from excel file”. Kalau nama data yang di input benar formatnya, maka akan masuk ke dalam kotak parameternya
g.
Klik “save parameters”. Semua parameter akan terbaca dan di gunakan untuk proses selanjutnya secara otomatis.
h.
Klik Load pattern/Background substraction. Klik load sample pattern dan klik load background pattern
i. Langkah selanjutnya adalah klik Calculate scattering profile. Maka akan diperoleh data hasil reduksi dalam bentuk ms.excel, gambar pola difraksi, dan lain lain 2. Konversi Data WAXS Data WAXS yang telah di reduksi tidak bisa lansung di baca oleh perangkat lunak Rietica, oleh sebab itu di lakukan konversi data WAXS yang telah direduksi agar bisa di baca oleh Rietica. Adapun tahap-tahapannya adalah 1. Data WAXS yang sudah direduksi terdapat dalam bentuk ms.excel, ambil yang data (I average dan 2θ)
79
2. Data (I average dan 2θ) di integer kan 3. Data yang sudah dalam bentuk integer di copy di texpad 4. Disimpan dalam bentuk ANSI dengan format .xy
80
LAMPIRAN E Tahapan-tahapan pengolahan data EXAFS Sebelum difitting dengan program ARTEMIS, Data EXAFS terlebih dahulu diproses menggunakan program ATHENA. Data EXAFS tersimpan dalam bentuk format *.xmu. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut 1. ATHENA Tahapan-tahapan data processing menggunakan ATHENA aadalah a. Import data ke ATHENA
b. Centang angka 6 pada kolom numerator
81
c. Kalau import data benar, akan muncul datatype:xmu dan unsur K-edge yang digunakan, dalam hal ini adalah Si K-edge
d. Hapus Centang background dan centang pada pre edge dan post edge
82
e. Klik gambar mata pada pre-edge range untuk garis pre-edge dan normalization range untuk daerah post-edge , dan klik dua kali pada masing-masing bulatan pada garis pre-edge dan post-edge sehingga gradien garis keduanya menjadi hampir sama.
f. Klik Main window, klik calibrate data
83
g. Klik select point, pindahkan bulatan ke puncak, klik replot, isi smoothing 1, setelah itu calibrate data
h. Kembali ke main window, Klik normalized
i. Klik background
84
j. Plot ke k-space, Pilih k-weight 3
k. Klik windows
l. Ubah nilai k-range pada forward fourier transform parameter
85
m. Plot di R Space
n. Ganti R max di paling bawah
86
o. Ganti nilai R-range di Backward fourier transform parameter, ganti dr =0,5, setelah itu klik lagi R-space
p. Setting nilai Rbkg
q. Simpan dalam bentuk *.prj 2. ARTEMIS a. Buka Artemis
87
b. Klik “Add” di data sets, import data prj yang sudah tersimpan , setelah itu add feff calculation, maka akan keluar artemis [feff], atom and feff
c. Run atom
88
d. Run FEFF
e. Ambil setiap single scattering dan seret ke kotak
89
f. Ganti parameter di setiap atom
g. Input nilai di GDS
90
h. Klik kotak fit
Maka akan ada output fitting di artmisi [log] berupa R-factor, N, 2, dan jarak antar atom (R)
91
LAMPIRAN F PLOT FITTING DATA EXAFS 1. Kristobalit
2. F95
92
3. F10
4. F11
93
5. ZA1
6. ZA2
94
LAMPIRAN G Tahapan Membuat Simulasi FEFF XANES Sebelum membuat simulasi FEFF, harus disiapkan dulu file data kristalografi dalam format “cif file”. Dalam hal ini, simulasi FEFF untuk XANES dibuat menggunakan FEFF8. Adapun tahapan-tahapannya adalah 1. Buka Stand-alone atom, Standalone atom adalah program yang terinstall ketika menginstall demeter (di dalam demeter terdapat ATHENA, ARTEMIS, HEPHAESTUS)
2. Klik Open file, open data cif, akan dicentang atom yang menjadi absorber. Karena dalam contoh ini pakai Si K-edge maka core yang tercentang adalah Si
95
3. Ganti cluster size, cluster size berhubungan dengan jumlah atom yang akan menjadi absorbing atom. Disini di ganti dengan cluster size 4. Setelah itu, klik Eksport, pilih Feff8, klik ok
4. Simpan dengan nama feff.inp, dan copy program FEFF8 ke dalam folder yang sama dengan file feff.inp
5. Buka file inp, edit inp file a. Hilangkan * (tanda bintang)disamping SCF, XANES, dan FMS
96
b. Ganti nilai r_scf, l_scf, n_scf (no atom edge yang digunakan, karena disini pakai Si K-edge maka n_scf=14), dan ca. Selanjutnya nilai r_fms=2x nilai r_scf
c. Beri bintang * (tanda bintang) di RPATH dan EXAFS, selanjutnya nilai Stoichiometry dihapus
d. Spasi x,y,z di hapus
e. Save input file 6. Jalankan program FEFF8, akan dihasilkan output yang berbagai macam tipe file, pilih file yang bernama xmu
97
7. Plot di ATHENA a. Import data, pilih numerator no 4
98
b. Secara otomatis akan muncul datatype Xanes, Ubah nilai Emin=-20 dan Emax=80.
c. Hasil simulasi FEFF8
99
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
100
BIODATA PENULIS Khairanissa Muchlis lahir di Payakumbuh pada tanggal 21 Juni 1989, merupakan anak pertama dari pasangan Muchlis dan Maria Zulfa. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Asiyah, SDN 24 Sei Durian, MTsN Payakumbuh, MAN 2 Payakumbuh, S1 Fisika Universitas Negeri Padang (UNP) angkatan 2007 dengan melaksanakan penelitian untuk tugas akhir di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menggunakan Teknik Small Angle Neutron Sudut Kecil (SANS). Pada Tahun 2012-2013 penulis mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan melalui Program Pendidikan Profesi Guru Sekolah Menengah Kejuruan (PPG SMK) kolaboratif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPN-VY) yang diselenggarakan oleh DIKTI. Dalam masa pendidikan penulis ditugaskan untuk praktek mengajar di SMKN 2 Garut. Pada Tahun 2014 penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk melanjutkan studi di Program Magister Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Di Jurusan Fisika ini, penulis mengambil bidang minat Fisika Material. Selama menjadi mahasiswa S2 Fisika ITS, penulis berkesempatan melakukan penelitian di Synchrotron Light Research Institute (SLRI) Nakhon Ratchasima, Thailand pada bulan Januari 2016. Selain itu, penulis juga telah mengikuti ASEAN Workshop X-Ray Absorption Spectroscopy 2016 (AWX2016) di Nakhon Ratchasima, Thailand pada bulan Mei 2016. Untuk publikasi, penulis mempresentasikan hasil penelitian di International Conference on Science and Applied Science (ICSAS) 2016, pada bulan November 2016 di Surakarta. Akhir kata apabila ada kritik dan saran, dapat dikirimkan ke:
[email protected].
101