ISSN 2303-2103 E- ISSN 2550-1348
TAKAMMUL
,
Jurnal Studi Gender dan Islam serta Perlindungan Anak Volume 6 Nomor 1 Januari - Juni 2017
Diterbitkan Oleh:
Pusat Studi Wanita UIN Ar-Raniry Banda Aceh
DAKWAH STRUKTURAL PAKAIAN MUSLIMAH DI KELANTAN - MALAYSIA
1
Rasyidah
Abstract Structural da'wah strategy about moslemah dress often cause discourse in the context of state authority, freedom of religion and women’s control to their bodies. Furthermore it is considered as politicization of women’s body in the name of religion. So some areas that implement da'wah like this, get resistance from women as mad‘u. Interestingly, Kelantan that implemented the same strategy, did not get this resistance. This is a feature that needs to be studied, especially about the strategies implemented. The results of the study show that there are six strategies: creative media campaign, clothing regulation in trade, supervision & counseling, formal education, non formal and habituation in the community, enliven the philosophy of aurat through culture, as well as the establishment of uniform standards. These six strategies are developed through the role models of da'i, gentle attitudes, giving a balance between appreciation and sanctions, and building understanding of the meaning of muslimah clothing among individuals, families and communities. This is what causes the structural da'wah strategy about moslemah dress not getting a meaningful resistance in Kelantan. Key Words: religious, family, children, muslim Pendahuluan Secara lengkap Kelantan disebut dengan Kerajaan Negeri Kelantan Darul Naim. Kelantan adalah salah satu negeri di Malaysia yang fokus pada penerapan syari‘at Islam, juga dikenal sebagai Serambi Mekkah. Masyarakat Kelantan (khususnya Melayu) dan Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Berdasarkan sensus 2010, jumlah penduduk Kelantan adalah 1.539.601 jiwa dengan rincian laki-laki 773.698 jiwa dan perempuan 765.903 jiwa, 92,64% Melayu, dan selebihnya dari beragam etnis yang lain. Sementara dari segi agama, 95,17% beragama Islam. Etnis Melayu dan Agama Islam adalah mayoritas penduduk dan agama masyarakat Kelantan. Islam menjadi nilai dan falsafah moral yang melandasi perilaku dan kehidupan masyarakat Kelantan. Sejak tahun 1990, PAS (Persatuan Islam Se-Malaysia) yang merupakan salah satu partai dengan misi Islam yang kental, berkuasa di Kelantan. PAS berkomitmen melaksanakan pembangunan Kelantan yang bersendikan Islam. Menutup ‘aurat menjadi salah satu isu penting yang dikembangkan, maka pada tahun 1991, Pemerintahan Negeri Kelantan memerintahkan muslim dan muslimah untuk menutup aurat.1 Peraturan ini terus berlanjut hingga kini dan diperkuat dengan kebijakan jinayah yang mengelompokan “tindakan membuka‘aurat” sebagai “perbuatan tidak senonoh” yang memiliki sanksi hukum. Warga yang melanggar dikenai sanksi hingga RM.1000 (seribu Ringgit Malaysia), atau dipenjara atau kedua-duanya. Tahun 1992, Majelis Perbandaran Kota Bharu-Bandar Raya Islam (MPKB-BRI) Kelantan menetapkan
Rasyidah | Dakwah Struktural.... 1
peraturan kepada perempuan pemilik usaha dan pedagang untuk menutup aurat jika agamanya Islam, dan berpakaian sopan bagi yang bukan Islam. Penerapan kebijakan-kebijakan ini mendulang protes, termasuk dari luar Kelantan. Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Buruh Malaysia dalam Laporan resminya tahun 2011 dan 2012, menyebutkan kebijakan tentang berpakaian di Kelantan, sebagai salah satu masalah dalam kebebasan beragama.2 Beberapa media online memunculkan respon kelompok perempuan Malaysia. Honey Tan, ketua organisasi All-Women’s Action Society, mengecam ini, dan mengatakan: “Bukan tugas Dewan menjadi polisi moral”. Menteri Pembangunan Perempuan, Keluarga dan Masyarakat, Shahrizat Abdul Jalil, mengatakan: Dirinya takut dengan diterapkannya larangan berpakaian seksi di Kelantan itu, dan sebaiknya negara bagian itu lebih memfokuskan pada upaya membantu kemajuan kaum perempuan dalam bidang pendidikan dan bisnis.‘Kebijakan itu sangat tidak menghormati kaum perempuan di sana.Peraturan itu sepertinya membuat kaum perempuan tidak bisa memutuskan untuk diri mereka sendiri mengenai apa yang harus dan tidak harus mereka pakai dan memerlukan bantuan pemerintah untuk memutuskannya’, tegasnya.3 Respon berbagai kalangan terhadap dakwah struktural pakaian muslimah di Kelantan, menunjukkan kekhawatiran yang tinggi terkait kebebasan beragama, otoritas negara dan kebebasan inidividu. Strategi ini menjadi kontroversi yang memicu berbagai diskursus. Apa lagi banyak daerah termasuk di Indonesia yang menerapkan strategi sama, dan mendapat respon pro kontra dari mad‘unya. Tetapi Kelantan memiliki konteks yang unik, karena respon penentangan terhadap kebijakan ini, justru berasal dari masyarakat di luar Kelantan, sementara perempuan Kelantan sendiri terkesan biasa saja. Rendahnya resistensi perempuan di Kelantan dikarenakan konteks sosial budaya yang ada, dan strategi dakwah struktural yang diterapkan saling mendukung untuk tercapainya tujuan dakwah ini. Seperti apa realitas strategi dakwah yang diterapkan inilah yang menjadi fokus kajian ini. Tulisan ini dikembangkan sebagai hasil penelitian kwalitatif bidang Ilmu Dakwah. Penelitian ini menitik beratkan upaya untuk menjawab secara spesifik realitas dakwah struktural tentang pakaian dan berbagai konteksnya. Pemilihan Kelantan sebagai lokasi penelitian karena Kelantan merupakan salah satu daerah yang paling intens mengembangkan dakwah struktural pakaian muslimah, dan menjadi rujukan bagi daerah lain. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, Focus Group Discussion (FGD), observasi dan studi dokumentasi. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pengembangan kajian strategi dakwah kepada perempuan, khususnya strategi dakwah pakaian muslimah. Secara praktis berkontribusi untuk memperkuat perencanaan dakwah.Kewenangan negara dalam dakwah merupakan bagian strategi yang penting, namun bagaimana kewenangan ini digunakan menjadi jauh lebih penting. Hal ini terkait dengan strategi apa yang seharusnya digunakan pemerintah, peran apa yang dimainkan dan dimana posisi pemerintah selaku da‘i. Dalam konteks ini maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan acuan bagi pengembangan strategi dakwah struktural pakaian muslimah. Pembahasan 1. Pakaian Muslimah dan Dakwah Struktural Ketentuan Islam tentang akhlak berpakaian sangat terkait dengan fungsinya. Fungsi pakaian dalam Islam dapat ditinjau dari empat dimensi. a. Dimensi fisik: melindungi manusia dari cuaca, dan serangan senjata jika dalam peperangan (QS. an-Nahl [16]: 81). Karenanya, pakaian dirancang untuk berbagai situasi dan keadaan. Ada pakaian hujan, ada pakaian musim dingin, ada pakaian berperang dan lainnya. b. Dimensi estetis: berhias (QS. al-A‘raf [7]: 26-27) untuk memenuhi rasa keindahan sebagai salah satu fitrah manusia. Melalui berbagai model pakaian, manusia dapat mengekpresikan rasa keindahan, karena Allah menyukai keindahan. Rasyidah | Dakwah Struktural.... 2
c. Dimensi sosial: pakaian adalah simbol identitas, mengidentifikasi pemakainya adalah muslimah (QS. al-Ahzab [33]: 59). Simbol identitas akan membangun kesepakatan makna melalui proses interaksi di masyarakat. Menurut Blumer (dalam Turner, 1975: 189), bagaimana masyarakat memaknai simbol, berimplikasi pada tuntutan peran yang dimainkan oleh pemakai simbol. Selain sebagai identitas muslimah, pada dimensi sosial juga dijelaskan bahwa pakaian mencegah dan melindungi perempuan dari berbagai gangguan manusia. Sebagai identitas lainnya, pakaian merupakan pembeda antara lakilaki dan perempuan, karena salah satu kriteria pakaian Islam adalah tidak menyerupai lawan jenis.4 d. Dimensi ibadah: pakaian adalah untuk menutup ‘aurat (QS. al-A‘raf [7]: 26-27), sekaligus menjadi kriteria pakaian Islami yang membedakannya dengan pakaian-pakaian lainnya. Ulama sepakat bahwa pakaian harus menutup ‘aurat, tetapi ulama berbeda pendapat tentang batasan ‘aurat perempuan. Ada berpendapat ‘aurat yang harus ditutup, seluruh tubuh kecuali mata, pendapat lainnya seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, ada yang menyebutkan seluruh tubuh kecuali lengan, kaki, kepala, dan lain sebagainya. Menutup ‘aurat juga berarti bahan pakaian tersebut tidak boleh tembus pandang.Hal ini di antaranya didasarkan pada hadist tentang perkataan Nabi yang melarang Asma Bint Abi Bakar menggunakan pakaian tipis.5 Menutup ‘aurat juga berarti pakaian harus longgar, tidak memperlihatkan bentuk tubuh (QS.al-Ahzab [33]: 59). Ciri-ciri pakaian seperti yang telah dijelaskan di atas, diharapkan dipakai oleh muslimah. Akan tetapi ini bukanlah hal yang mudah karena pakaian dengan berpakaian merupakan dua hal yang berbeda. Jika pakaian muslimah menjadi kata benda yang menunjukkan kain penutup tubuh sesuai dengan ketentuan Islam, maka berpakaian muslimah merupakan ekpresi perilaku sebagai hasil berfikir tentang cara yang dipilih untuk menutup tubuh. Karenanya berpakaian sangat terkait dengan berbagai situasi internal dan eksternal muslimah. Secara internal, muslimah akan dipengaruhi pertimbangan syari‘at Islam tentang kriteria pakaian muslimah, namun pada saat bersamaan muslimah juga akan dipengaruhi pertimbangan lain yang menyangkut kepuasan emosional (keindahan dan kenyamanan), pertimbangan kemampuan ekonomi, dan nilai kesopanan berpakaian yang diyakini di masyarakat. Secara eksternal muslimah dipengaruhi oleh lingkungan sosial kehidupannya. Perempuan dengan berbagai latar pengetahuan dan pengalaman memilih tindakan berpakaian sesuai dengan makna yang ia yakini terhadap konsep berpakaian. Pada sistem terbuka cara berpakaian perempuan dipengaruhi dan memengaruhi elemen-elemen sistem yang ada. Penerapan dakwah struktural yang menguat dengan semangat penerapan syari‘at Islam, pada prinsipnya merupakan bagian dari strategi dakwah yang penting. Strategi struktural merupakan pendekatan yang mengupayakan terjadinya perubahan melalui kebijakan, dan politik. Abdul Munir Mulkan6 memaknai dakwah struktural sebagai dakwah yang memiliki muatan larangan dan ancaman dengan tujuan mengubah perilaku keagamaan seseorang atau masyarakat yang dinilai belum menunjukkan sifat mukmin atau muslim. Sebagian pakar dakwah mengelompokkan dakwah seperti ini dalam dakwah harakah yaitu dakwah dengan gerakan yang bertujuan menjadikan Islam sebagai satu-satunya undang-undang dalam kehidupan, bukan saja kehidupan pribadi, tetapi kehidupan bermasyarakat. Untuk tujuan ini dakwah harakah melakukan perbaikan negara dan pemerintahan agar negara dan pemerintahan mampu menjadi salah satu tonggak penegak tujuan dakwah Islam dengan menerapkan syari‘at Islam.7 HAMKA menyebutkan dakwah struktural dengan istilah dakwah dengan kekuasaan. Menurutnya pemerintah harus menegakkan amar bi al-ma‘ruf dan nahy ‘ani al-munkar karena pemerintah memiliki kekuasaan yang mampu melakukan dakwah tersebut.8 Amrullah Ahmad (2004) menuliskan isu yang didiskusikan pada pertemuan dekan dakwah se Indonesia tahun 2004, diantaranya tentang dakwah dan politik. Karena pada saat itu dakwah dengan kewenangan pemerintah disebutkan sebagai “dakwah dengan politik”.9 Dakwah melalui politik ini kemudian lebih sering disebut sebagai dakwah struktural yang menempatkan pemerintah sebagai penyelenggara dakwah. Fungsi pemerintah sebagai penyelenggara dakwah disandarkan pada al-Quran Surat al-Imran [3]: 104 yang mengamanahkan kewajiban dakwah yaitu da‘a ila al-khair, amar bi al-ma‘ruf dan nahy ‘ani alRasyidah | Dakwah Struktural.... 3
munkar. Maka beberapa kitab dakwah mengetengahkan konsep “hisbah” sebagai bagian dakwah. Abdul Karim Zaidan dalam kitab Ushūl ad-Da‘wah menyebutkan “hisbah” sebagai tugas dakwah pemerintah dalam memerintahkan yang ma‘ruf jika telah nyata ditinggalkan dan melarang perbuatan yang munkar jika telah nyata dilakukan.10 Pada realitasnya, pelaksanaan dakwah struktural bergijabu dengan seluruh bidang kehidupan yang pada akhirnya menghantarkan pemahaman sistem dakwah secara makro. Sehingga untuk memahami persoalan dakwah tidak bisa dilepaskan dengan bidang lain yang mempengaruhinya seperti politik, budaya, sosial, ekonomi, tekhnologi informasi, pendidikan dan lainnya. Layaknya sebuah interaksi yang timbal balik, maka dakwah berkontribusi mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh berbagai bidang yang menguat di sekitarnya. Sama halnya pada dakwah struktural pakaian muslimah yang harus memahami bahwa pola berpakaian perempuan terkonstruksi oleh banyak pengaruh. Konstruksi ini mengalir sepanjang hidup perempuan, mengaturnya dengan pressure kebijakan, bukan hal yang sederhana. Jika pengaturan ini relevan dengan konstruksi gaya berpakaian, maka dapat terjadi penyesuaian, namun jika pengaturan berbeda maka hal ini dapat menimbukan bebagai efek negatif, termasuk konflik. Dalam perspektif Kajian Wanita, munculnya pressure kebijakan tentang pakaian perempuan merupakan salah satu bentuk politisasi tubuh perempuan “atas nama agama”.Hal ini juga dianggap sebagai produk kebijakan yang diskriminatif, dan terkait dengan pola relasi gender yang timpang, dimana perempuan ditempatkan sebagai objek. Situasi ini merupakan peta dakwah struktural pakaian muslimah yang menempatkan dakwah berada diantara dua sisi: “pilihan berpakaian masing-masing individu” dan “konstruki besar di sekitar mad‘u yang mempengaruhinya”. Maka pilihan strategi dakwah akan menjadi penentu efek dakwah yang dihasilkan. Gambaran kompleksnya tantangan yang dihadapi mad‘u, seyogyanya menjadi dasar bagi pemerintah dalam mengembangkan strategi dakwah struktural secara hikmah. Hikmah dalam hal ini termasuk lemah lembut. Al-Ghazali, mengetengahkan satu kisah: Ada seorang laki-laki masuk ke rumah Khalifah Al-Makmun untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Orang itu kemudian berkata kasar dan keras kepada beliau. Lalu khalifah yang sangat memahami Fiqhud Dakwah itu berkata:‘Wahai saudaraku bersikaplah lemah lembut. Sesungguhnya Allah telah mengutus orang yang lebih baik dari kamu kepada orang yang lebih buruk dari aku. Namun Allah tetap memerintahkan utusanNya itu untuk bersikap lemah lembut. Allah telah mengutus Musa dan Harun yang lebih baik dari kamu, kepada Fir’aun yang lebih buruk dari pada aku.11 Kisah yang diangkat al-Ghazali merupakan uraian dari firman Allah dalam Surat Thaha, 43-44:
َ ٱ ۡذ َه َبا ِإلَ ٰى ِف ۡز َع ۡىنَ إِوَّهۥ َ فَق٣٤ طغ َٰى ىل لَهۥ قَ ۡى ال لَّيِ اىا لَّ َعلَّهۥ َيتَذَ َّكز أ َ ۡو يَ ۡخش َٰى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir´aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut"(Thaha: 43-44) Kisah yang dielaborasi dari Surat Thaha ini, semakin mempertegas nilai lemah lembut yang harus dikedepankan dalam pelaksanaan dakwah struktural. Rasulullah adalah umara dan ulama, dan Rasulullah sangat terkenal dengan sikap lemah lembutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Surat al-Imran: 159
ًّ َىت ف َ ظا َغ ِلي ب َلَوفَضُّىا ِم ۡه َح ۡى ِل ۖۡ َك َ ىت لَه ۡۖۡم َولَ ۡى ك َ فَ ِب َما َر ۡح َم ٖة ِمهَ ٱ َّّللِ ِل ِ ظ ٱ ۡلقَ ۡل ت فَت َ َى َّك ۡل َعلَى ٱ َّ ه ّللِ ِإ َّن َ ۡفَٲ ۡعف َع ۡىه ۡم َوٱ ۡست َ ۡغ ِف ۡز لَه ۡم َوشَا ِو ۡره ۡم ِفي ٱ ۡۡلَمۡ ۖۡ ِز فَإِذَا َعزَ م َٱ َّّللَ ي ِحبُّ ٱ ۡلمت َ َى ِك ِليه
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangRasyidah | Dakwah Struktural.... 4
orang yang bertawakkal kepada-Nya. Kelemah lembutan dan kecintaan telah dijamin oleh Allah sebagai landasan nilai yang mampu membangun kekuatan Islam. Hal ini telah pula diuji melalui dakwah yang dikembangkan RasulNya. Imam al-Ghazali menyebutkan: “Tidak ada orang yang bisa memerintahkan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar kecuali orang yang lemah lembut terhadap apa yang dia perintahkan dan lemah lembut terhadap apa yang dia cegah, penyantun terhadap apa yang dia perintahkan dan penyantun terhadap apa yang dia cegah, mengerti terhadap apa yang dia perintahkan dan mengerti terhadap apa yang dia cegah”.12 Statemen ini berangkat dari nilai-nilai universal yang disenangi oleh seluruh manusia, dan menolak kemarahan karena tidak disukai seluruh manusia. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dakwah struktural pakaian muslimah harus mampu dikembangkan dengan mengedepankan kelemah lembutan dari pada pressure yang mengedepankan kemarahan. 2. Pandangan Perempuan Kelantan tentang Pakaian Muslimah Bagaimana perempuan Kelantan memandang pakaian menutup ‘aurat ini? Pertanyaan ini menjadi penting untuk mengetahui nilai yang menjadi dasar bagi perilaku berpakaiannya. Ada tiga sudut pandang yang terkait dengan cara pandang perempuan Kelantan terhadap pakaian menutup ‘aurat, yaitu : a. Untuk memuliakan perempuan Kelompok yang memiliki pandangan seperti ini adalah yang memiliki pemahaman dan atau kesadaran Islam yang tinggi. Mereka menggunakan baju kurung dan tudung labuh, sebagiannya menggunakan tudung segi empat yang lebar hingga menutup dada. Mereka tidak hanya berfikir untuk ‘auratnya sendiri tetapi juga bagaimana memelihara ‘aurat muslimah lainnya dengan membantu membina dan saling menasehati. Pakaian menutup ‘aurat menurut mereka membuat perempuan menjadi lebih mulia, lebih terjaga marwahnya. Mereka juga tidak fokus pada model apa yang dipakai, tapi fokus pada bagimana ‘aurat bisa terjaga. Pada beberapa tempat dan pertemuan yang diamati, mereka terlihat sangat bersahaja, tanpa banyak aksesoris, juga cara penggunaan jilbab yang simple (dibanding di Indonesia dengan gaya pemakaian jilbab yang beragam). ‘Aurat juga dimaknai secara luas dan substantif yaitu menutup segala hal demi menjaga marwah seorang perempuan Islam.‘Aurat bukan sekedar anggota tubuh yang harus tertutup, tetapi juga sisi kehidupan lainnya juga harus tertutup. Kesadaran substantif terwujud dalam kebanggaan terhadap pakaian syar‘i dan kebahagiaan menggunakannya. Kelompok ini mengedepankan kesederhanaan berpakaian, tidak mencolok, sesuai konsep tabarruz (larangan berhias berlebihan di tempat umum). Bahkan, terdapat pemahaman di antara sebagian kecil perempuan bahwa penggunaan jilbab atau pakaian bercorak adalah tergolong berlebihan.Tetapi pemahaman ini tidak meluas karena gaya pakaian bercorak sudah menjadi kelaziman sejak lama di Kelantan. Menurut Setia Usaha Pembangunan Wanita Kelantan, Mumtaz Md. Nawi, (2016: wawancara), “meski di negeri lain pakaian dan baju bercorak dianggap sebagai tabarruz, tapi di Kelantan tidak, karena perempuan Kelantan menyukai seni bercorak ini sejak lama. Mereka memiliki dorongan religi yang tinggi, dan menjadikan pilihan pakaiannya karena Allah, serta sangat menyadari manfaat, rahasia hikmah menutup ‘aurat. Sehingga gaya berpakaian ini juga tercermin dari akhlak mereka yang tinggi. Menariknya, mereka tidak bersikap eksklusif dan sangat terbuka untuk berbaur dengan muslimah lain yang tidak menutup ‘aurat. Bagi masyarakat Kelantan, perempuan dengan baju dan tudung labuh dipandang sebagai perempuan ahli ilmu keislaman. Kelompok ini juga biasanya aktivis sosial keagamaan (bukan hanya ulama atau penceramah) yang giat mengembangkan dan membantu masyarakat baik secara individual maupun organisasi. Mereka memiliki spirit keagamaan yang kuat untuk berbuat demi Islam. Sehingga kelabuhan pakaian mereka tidak identik dengan kepasifan, tapi justru identik dengan kedinamisan dan gambaran tanggung jawab sosial yang tinggi. Mereka juga terdiri dari kalangan muda yang berasal dari lembaga pendidikan Islam. Kalangan muda dari pelajar pelajar Islam ini, menjadi generasi spesial yang penampilannya Rasyidah | Dakwah Struktural.... 5
identik dengan pakaian dan tudung yang labuh. Generasi yang memiliki pemahaman yang mendalam ini, meski belum memiliki kewenangan apapun dalam tugas kemasyarakatan, tetapi mereka memberi warna yang besar bagi pengembangan dakwah pakaian muslimah. Mereka pada umumnya berasal dari keluaga yang kental dengan akhlak keislaman terutama dalam hal berpakaian. b. Sebagai kelaziman dan kebiasaan Sebagian perempuan ada yang menganggap berpakaian dengan menutup ‘aurat adala suatu kelaziman yang sudah biasa bagi perempuan Kelantan sejak lama. Sehingga jika tidak menggunakannya maka akan malu karena berbeda dengan gaya yang mainstream di Kelantan. Perempuan dalam kelompok ini melihat standard menutup ‘aurat adalah tudung. Sehingga bagi mereka yang terpenting menggunakan tudung.Tudung mereka tidak labuh, ada yang hanya sedada, dan ada yang menutup dada. Pengetahuan mereka tentang menutup ‘aurat sekedar paham bahwa Islam memerintahkan perempuan untuk menutup ‘aurat. Kesadaran tentang manfaat dan hikmah belum mengemuka. Dalam konteks ini perempuan mengikuti mainstream berpakaian dalam budaya masyarakat Kelantan. Sehingga berpakaian muslimah merupakan identitas yang penting baginya agar dapat menyatu dalam komunitas. Berbeda dari mainstream, tentu memiliki sanksi sosial berupa sanksi moral yang akan didapatkan. Salah seorang anggota masyarakat di Kota Bharu Kelantan, Siti Hawa (2016) menyebutkan: “di kampong sini ada satu keluarga yang tidak bertudung, itu namanya ‘tidak tahu diri’, karena masih bertahan tidak bertudung. Meskipun kalau bepergian ke Kota Bharu mereka menutup ‘aurat tapi kalau di sekitar kampong tidak”. c. Sebagai Fashion dan Peraturan Kerajaan Negeri Umumnya dari kalangan remaja dan perempuan perempuan muda. Pengetahuan mereka tentang syari‘at berpakaian Islami terbatas, sementara kecendrungan pada fashion tinggi. Pada suatu kegiatan sekolah di Kota Bharu, seorang pelajar, Fazira (16 tahun) menyebutkan: “di Kelantan, pakai seluar (pen: celana panjang) yang ketat seperti itu tak apa, yang penting pakai tudung” (2016: wawancara). Hal ini diungkapkan Fazira ketika peneliti menanyakan pendapatnya tentang pakaian seorang siswa lainnya menggunakan kaos dan celana panjang ketat. Menjadi modis merupakan dorongan yang lazim mereka perturutkan, dan bagi mereka standard menutup ‘aurat adalah tudung. Mereka melihat pakaian muslimah sebagai aturan kerajaan dan takut kena saman (denda). Mereka mengunakan pakaian berdasarkan kepraktisan dan mode, tidak melihat sisi berpakaian sebagai konsep keislaman. Meski ada juga remaja yang fashionable tetapi berusaha mengadaptasikan fashion dengan standard pakaian yang islami. Remaja ini memiliki dasar pendidikan keluarga dan lingkungan yang kental dengan kebiasaankebiasaan pakaian yang syar‘i. 3. Strategi Penerapan Dakwah Struktural Sub terdahulu telah menggambarkan bagaimana kondisi mad‘u dan cara pandang mereka terhadap pakaian muslimah. Kondisi mad‘u merupakan dasar pertimbangan yang paling penting untuk menentukan strategi dakwah yang tepat. Maka pembahasan selanjutnya akan mengetengahkan bagaimana strategi dakwah sruktural pakaian muslimah yang telah dikembangkan di Kelantan. Secara umum ada empat lembaga utama di jajaran pemerintahan Kelantan yang terkait langsung dengan pelaksanaan dakwah struktural tentang pakaian muslimah. Lembaga tersebut adalah : a. MAIK (Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan) b. JAHEAIK ( Jabatan Hal Ehwal Agama Islam Negeri Kelantan) c. Jawatan Kuasa Pembangunan Wanita, Keluarga dan Kebajikan Kerajaan Negeri Kelantan (selanjutnya disingkat PWKK) d. MPKB-BRI bidang JPI(Majelis Perbandaran Kota Bharu-Bandar Raya Islam-Jabatan Pembangunan Islam) Keempat lembaga ini bersinergi, saling mendukung dan memberi pengaruh bagi Rasyidah | Dakwah Struktural.... 6
pelaksanaan dakwah struktural pakaian muslimah di Kelantan. MAIK bersama Mufti membangun konsep dan rule tentang pakaian muslimah, JAHEAIK mengawasi dan membina individu yang melanggar, PWKK melakukan pembinaan terhadap cara berpakaian perempuan Islam, dan JPI-MPKB-BRI mengawal masalah ‘aurat terkait perniagaan di wilayah utama Kelantan yaitu Kota Bharu. Dengan demikian keempat lembaga ini pula yang menjadi da‘i dalam pelaksanaan dakwah struktural pakaian di Kelantan. Faktor penting yang mendorong munculnya dakwah struktural tentang pakaian muslimah yaitu: adanya matlamat pembangunan Kelantan: “Membangun Bersama Islam”, yang dicetuskan setelah PAS kembali memerintah Kelantan tahun 1990. “Membangun Bersama Islam” berarti: kepemimpinan yang menekankan tanggung jawab dunia dan akhirat dengan meletakkan alQur’an dan Sunnah sebagai rujukan utama, dan Ulama sebagai faksi kepemimpinan, mewujudkan pelaksanaan syari‘at Islam, menyampaikan dakwah, dan berusaha menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.13 Secara politis, matlamat ini menjadi brand yang dibanggakan oleh penguasa Kelantan dari PAS, mengalir sebagai cita-cita politik partai, kemudian menjadi bagian cita-cita masyarakat. Sehingga bagi pejabat pelaksana pemerintahan, mewujudkannya menjadi bagian amanah partai, dan juga amanah idealisme Islam yang diyakini untuk kebaikan umat. Konsep “Membangun Bersama Islam” diidentikkan dengan tokoh pencetusnya, Menteri Besar Kelantan yaitu Dato’ Haji Nik Abdul Aziz bin Haji Nik Mat (biasa disebut Tuan atau To’ Guru). Keberadaan Tuan Guru yang dikagumi, dan disuritauladani di Kelantan, membuat “Membangun Bersama Islam”segera menjadi spirit kolektif. Sebagai umara dan ulama yang sangat dekat dengan masyarakat, ide dan konsep Tuan Guru dapat disebut sebagai fondasi inspirasi pembangunan Islam di Kelantan. Beberapa hasil riset dan buku yang menerbitkan rekam kiprah dan karyanya, menjadi indikasi yang jelas terhadap ketokohannya yang mengakar di tengah masyarakat Kelantan. Ketokohan ini menjadi katalisator penting yang mendorong masyarakat dan pejabat lainnya untuk bersungguh-sungguh menerapkan matlamat “Membangun Bersama Islam”, termasuk dalam hal pakaian muslimah. “Membangun Bersama Islam” diterjemahkan secara konsisten dalam program pembangunan Kelantan. Pada Dasar-Dasar Kerajaan Negeri Kelantan disebutkan salah satu diantara puluhan agenda pembangunan yang dijalan adalah “etika pakaian Islam (menutup ‘aurat)”.14 Adapun di wilayah Kota Bharu, matlamat tersebut diterjemahkan pada “Pelan Induk Kota Bharu Bandar Raya Islam” 2006-2015. Dasar yang ditetapkan adalah “Menjadikan Kota Bharu Bandar Raya Islam yang Berdikari Dengan Mengamalkan Syari‘at Islam Dalam Perancangan, Pembangunan dan Pengurusan. Lima falsafat ditetapkan yaitu 5 K: Keilmuan, Kepatuhan, Kebajikan, Kebersihan, dan Kesejahteraan. Membangun Bersama Islam dan falsafah 5K menjadi mainsteram dalam semua bidang pembangunan. Pada falsafah “Kepatuhan” yang diterjemahkan pada bidang “Pembangunan Insan” salah satu prioritas pembangunan adalah “‘aurat/pergaulan”. Dengan demikian ‘aurat menjadi agenda pembangunan bidang “kepatuhan”.15 Menurut Ketua Jabatan Pembangunan Islam (JPI) Kota Bharu, Ustaz Ropein (wawancara, 2016): Pelaksanaannya dilakukan lintas sektor, tetapi fokusnya menjadi tanggung jawab JPI. Penyusunan Pelan Induk ini diinspirasikan oleh Tuan Guru, dan atas perintah Tuan Guru, Pelan Induk mulai disusun tahun 2005. Tuan Guru mengembangkan konsepnya pada dua tahapan besar yaitu “tahap pembentukan” serta “tahap pembinaan dan penyempurnaan”. Pembinaan dan penyempurnaan akan dituangkan pada Pelan Induk 2016-2025. Dengan landasan kebijakan yang jelas, komitmen dan dukungan berbagai pihak yang sevisi, maka kemudian dakwah struktural pakaian muslimah dijalankan dengan sangat serius di Kelantan sebagai bagian dari “Membangun Bersama Islam. Berikut akan dipaparkan bagaimana ragam strategi yang telah diterapkan di Kelantan a. Media Campaign. Hampir semua sisi jalan-jalan penting dan kantor-kantor pentadbiran negeri terdapat pamplet terkait anjuran, informasi dan persuasi penggunaan pakaian muslimah. Kreatifitas Rasyidah | Dakwah Struktural.... 7
bentuk, substansi dan gaya bahasa menjadikan pamplet sebagai pesan moral yang menarik. Selain pamplet, beberapa brosur dan selebaran juga tersebar luas di masyarakat. Untuk tahun 2016 JAHEIK, JPI dan PWKK masing-masing mengeluarkan dua brosur/selebaran yang bertujuan medakwahkan pakaian menutup ‘aurat. Ke-enam brosur memiliki keunikan tersendiri dengan muatan edukasi dan persuasi. Ada yang bertema ‘Aurat Ku Maruah Ku,‘Aurat Dijaga Maruah Terpelihara, ada yang menerangkan “Cara-Cara Menutup ‘aurat yang Dituntut Oleh Islam” beserta dalilnya, dan kesalahan-kesalahan dalam berpakaian beserta dalilnya. Ada brosur yang berisi sosialisasi Undang-Undang Penutupan ‘aurat dan Pemakaian Sopan MPKB – BRI, disertai dengan kriteria pakaian ideal muslim dan muslimah. Ada yang bertema “I Love Islam: Proud to Cover Aurah Anywhere”. Dalam pelaksanaannya, brosur brosur ini digunakan secara bersama sebagai media dakwah. Disebarkan kepada masyarakat melalui kegiatan operasi, konseling dan pengarahan JPI dan JAHEAIK, pada kegiatan majelis pengkajian, lembaga penddikan, dan pada berbagai even pembangunan perempuan oleh PWKK. Selain brosur, iklan iklan perdagangan bisa juga disebutkan menjadi media dakwah pakaian muslimah. Karena Kelantan mewajibkan semua artis di iklan-Iklan yang dipasang di Kelantan, harus menutup ‘aurat. Iklan-iklan yang beredar secara nasional, di Kelantan menjadi berubah karena artisnya menutup ‘aurat. Selain itu PWKK juga mengembangkan campaign melalui perlombaan pembuatan film remaja dengan tema “Pakaianku adalah Pakaian Shalatku”. Perlombaan ini diikuti oleh banyak pelajar dan mahasiswa yang menggali pengalaman unik mereka terkait ‘aurat dan menuangkannya dalam film singkat berdurasi 10-15 menit. Perlombaan ini dilaksanakan pada tahun 2016, dan film film ini menjadi media campaign yang digunakan dalam banyak kesempatan b. Operasi di Bidang Perniagaan dan Pelibatan Kalangan Muda Salah satu yang spesifik diterapkan di Kelantan adalah penerapan da’wah struktural pakaian muslimah melalui ketetapan hukum terkait perizinan usaha. Pada tahun 1992 MPKBBRI menetapkan peraturan menutup ‘aurat bagi wanita Islam dan berpakaian sopan kepada bukan Islam. Pada awalnya peraturan yang dikeluarkan sebagai syarat pelesenan (perizinan) perdagangan dan peridustrian (seperti pabrik, kedai makanan, dan kedai pecah belah). Disyaratkan pegawai dan majikan menutup ‘aurat bagi perempuan Islam dan berpakaian sopan bagi yang bukan Islam. Setiap kesalahan di kenakan kompaun (denda) RM 10.00 (sepuluh Ringgit Malaysia), selain itu MPKB-BRI dapat membatalkan, mencabut atau tidak boleh memperpanjang izin. Peraturan ini ditegakkan kepada si pemegang lessen, bukan kepada yang melakukan kesalahan. Setelah sepuluh tahun berjalan sebagai peraturan syarat perizinan perdagangan dan indusri, pada tahun 2002, kebijakan ini diamandemen dan ditetapkan menjadi undang undang penuh. Bunyi amandemen dari pasal yang terkait ‘aurat di undang-undang ini adalah adanya penambahan pengertian ‘aurat, yaitu: “seluruh tubuh badan wanita kecuali muka dan keduadua tangan”, dan pengertian “pakaian menutup ‘aurat”, yaitu: pakaian wanita Islam yang menutupi seluruh tubun badan kecuali muka dan kedua-dua tangan dan pakaian berkenaan hendaklah tidak ketat atau sempit atau nipis sehingga menampakkan bentuk tubuh badan”. Selain itu, juga ditambahkan pasal yang berbunyi: “pemegang lesen hendaklah semasa menjalankan tred perniagaan atau perindustriannya (Pen: klausul ini sesuai UU masing-masing), jika ia wanita Islam memastikan dirinya dan semua pekerja wanitanya yang beragama Islam memakai pakaian menutup ‘aurat dan jika pemegang lesen dan pekerja wanitanya bukan beragama Islam, hendaklah memakai pakaian sopan. Denda yang dulunya RM.10.00 menjadi maksimal RM.500.00.16 Bermodalkan undang-undang yang memperluas lingkup kerja dan kewenangan JPI terkait busana muslimah, JPI melakukan berbagai upaya untuk memastikan undang-undang ini dipatuhi oleh para pemegang lesen.Tahap awal dilakukan dengan mensosialisasikan undangundang ini melalui lisan dan tulisan sambil melakukan pemantauan.Tahap selanjutnya mulai melakukan pemantauan secara penuh, dimana ada petugas di MPKB-BRI yang melakukan operasi pemantauan secara berpindah setiap harinya.Operasi tidak hanya dilakukan di jam-jam kantor tapi juga diluar jam kantor dan hari kerja. Terkadang operasi dilakukan dengan petugas Rasyidah | Dakwah Struktural.... 8
yang menggunakan seragam, terkadang dilakukan dengan berpakaian biasa untuk tujuan penyamaran, dan terkadang dilakukan melalui operasi gabungan dengan JAHEAIK. Jika ditemukan pelanggaran, maka pemegang lesen biasanya diberikan nasehat, dipertimbangkan kefatalan kesalahannya, jika masih dapat dimaklumi, dicukupkan pada tataran nasehat. Tetapi jika dianggap fatal atau sudah berulang maka JPI akan mengeluarkan surat peringatan yang diisi dengan data-data pembuat kesalahan dan jenis kesalahan serta ditanda tangani. Kemudian diberikan waktu satu minggu bagi pelaku kesalahan untuk membayar denda dan membuat permohonan pengurangan denda. Ketua JPI diantara salah satu pejabat yang memiliki kewenangan mengurangi denda berdasarkan besar kecil kesalahan. Jika dalam waktu satu minggu denda tidak dibayar, maka JPI mengirimkan surat peringatan kedua. Biasanya diberikan waktu satu bulan untuk menunggu respon dari pelaku kesalahan. Jika setelah satu bulan, denda tidak di bayar, maka kasus ini akan dilimpahkan ke bagian pendakwaan. Bagian pendakwaan memberikan waktu dua minggu untuk pelaku kesalahan untuk berunding dengan MPKB-BRI dan membayar denda. Jika dalam dua minggu denda belum di bayar, maka bagian undang undang akan mempersiapkan proses pengadilan yang lebih tinggi di Mahkamah. Pada peradilan Mahkamah untuk kesalahan pelanggaran masalah ‘aurat, dendanya maksimal RM.2000.00 atau di penjara atau kedua duanya sekaligus. Biasanya kesalahan ‘aurat selesai di JPI karena dalam satu minggu umumnya denda sudah dibayar (Ustaz Haji Rapein: 2016 Wawancara). Pada realitasnya, meski menurut undang-undang pemilik usaha yang memikul pembayaran denda, namun dalam prakteknya sering pegawai perempuan yang menyediakan uangnya. Meski dalam pengurusan ke MPKB-BRI, pegawai dan pemilik lesen sama-sama mendatangi kantor MPKB-BRI. Menurut Haji Ropein (2016: wawancara) hasil dari semua upaya yang tetap diupayakan dijalankan dengan bijaksana, mereka sudah pada tahap memetik hasil, bahagia melihat hasil kerja keras yang telah dimulai sejak 1990an. Salah satu capaian yang penting menurutnya adalah pemilik lessen sudah menjadi perpanjangan tangan JPI yang selalu mengingatkan karyawannya untuk menutup ‘aurat. Selain capaian ini, Ropein menambahkan tentang penting bersikap bijaksana. Selama ini JPI berupaya hati-hati menjaga citra agama Islam terhadap non muslim. Karena kehati-hatian ini terkadang mereka dianggap pilih kasih dan bersikap lunak terhadap non muslim. Pelaksanaan, dakwah pakaian muslimah di Kota Bharu dilakukan dalam dua tahapan besar. Tahap pertama, dituangkan dalam Pelan Induk Kota Bharu 2006-2015 dan tahap kedua pada Pelan Induk 2016-2025.Tahapan besar pertama sudah selesai, dan saat ini berada pada tahapan kedua.Tahapan pertama adalah upaya menciptakan kondisi agar semua perempuan Islam menutup ‘aurat dan perempuan bukan Islam berpakaian sopan. Pada tahapan kedua, Kelantan akan fokus pada pembinaan dan penyempurnaan. Strategi lain yang dikembangkan JPI adalah pelibatan kalangan muda. Pelibatan kalangan muda dilakukan untuk tujuan mendidik kalangan muda dalam mendakwahkan pakaian muslimah, juga sekalian sebagai media campaign pakaian muslimah kepada publik. Campaign kalangan muda dilakukan oleh JPI dengan relawan-relawan yang berasal dari perguruan tinggi. Pada jadwal yang telah disepakati mereka ikut bersama melakukan pemantauan, melakukan road show dari pasar yang satu ke pasar yang lain, membantu JPI untuk memantau kondisi perpakaian. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada saat libur kuliah, sehingga tidak mengganggu proses perkuliahan. Menurut Ustaz Ropein, banyak hal yang didapatkan oleh mahasiswa, termasuk realitas tidak mudahnya mengembangkan dakwah pakaian muslimah. Karena ada mad‘u yang marah, tetapi da’i tetap harus berusaha bijak dan lemah lembut. Demikianlah, langkah strategis penegakan hukum, pelibatan kalangan muda, nasehat lisan, penerangan lisan dan tulisan, pendekatan yang bersahabat, pribadi yang patut disuritauladani, menjadikan dakwah struktural pakaian muslimah yang dilakukan oleh MPKBBRI melalui JPI, memberikan hasil yang baik. MPKB-BRI berkembang menjadi wilayah yang baik dari sisi sistem sosial busana muslimah. Ada beberapa catatan penting yang perlu dicermati terkait strategi yang dikembangkan oleh JPI yaitu: prosesnya yang bertahap secara substantif dan lingkup, konsistensi respon Rasyidah | Dakwah Struktural.... 9
terhadap sanksi, keadilan keputusan, bijaksana, kegigihan pelaksana hingga diluar waktu kerja, kemampuan menjelaskan, serta suri tauladan. c. Work in dan Konseling JAHEAIK Fungsi JAHEAIK dalam konteks dakwah struktural adalah pelaksana amar ma’ruf nahy mungkar. Sesuai dengan objektifnya: “a). Memastikan kesucian agama terpelihara dengan berpegang kepada Aliran Ahli Sunnah wal Jamaah; b). Membentuk kesejahteraan ummah berteras Islam melalu perencanaan dan pelaksanaan yang berkesan.” Untuk menjalankan fungsinya maka di JAHEAIK terdapat satuan operasi yang disebut dengn Zon Khalid al Walid yang bertujuan: “mewujudkan persekitaran yang kondusif, berdisiplin dan mesra pelanggan berdasarkan prinsip-prinsip Islam.” Pasukan ini yang melakukan pengawasan, pembinaan dan berbagai upaya kampanye untuk membangun kesadaran masyarakat, termasuk kesadaran berpakaian muslimah. Istilah work in, istilah yang digunakan sehari-hari di JAHEAIK untuk menyebutkan operasi tangkap tangan di lapangan. Sama seperti MPKB-BRI JAHEAIK juga melakukan operasi pemantauan.Tetapi perbedaannya, sasaran JAHEAIK adalah setiap individu perempuan dan laki-laki, tidak mesti peniaga. Wilayah kerja JAHEIAIK meliputi seluruh wilayah Kerajaan Negeri Kelantan, termasuk juga Kota Bharu. Karenanya di setiap daerah, JAHEAIK memiliki perwakilan dengan sejumlah staf berkisar 3-4 orang. Perbedaan lainnya, jika lingkup tugas MPKB BRI mencakup non muslim, JAHEAIK hanya mencakup orang Islam saja karena landasan kebijakan yang diacu hanya ditujukan untuk yang beragama Islam JAHEAIK menjalankan tugas dakwah pakaian muslimah, disandarkan pada Enakmen Qanun Jinayah Syariah No.2 tahun 1985. Meskipun secara spesifik tidak disebutkan kata menutup ‘aurat, tapi membuka ‘aurat digolongkan pada “kelakuan yang tidak sopan”. Menurut Ketua Zon Khalid al Walid, Moh. Fadhzuli (2016: wawancara): “satu-satu itu saja, tidak ada peraturan lainnya. Sekarang kita masih dalam proses amandemen, dalam amandemen itu ada. Tapi sekarang ini kita masih lagi guna enakmen 2 itu, syeksen 1 menyebutkan: ‘mana-mana perbuatan atau kelakuan yang tidak sopan yang bertentangan dengan hukum syara‘, boleh diambil tindakan, di denda ataupun dipenjarakan’. Ini lah kita yang ada, satu satu ini saja. Tidak ada perincian bagaimana perbuatan yang tidak sopan tadi. Jadi untuk membasmi maksiat kita gunakan syeksen 1, juga atas segi pakaian. Maknanya, mana-mana perempuan yang berpakaian tidak senonoh, atau pakaian sexi atau pakaian yang bertentangan dengan hukum syara‘, kita klasifikasikan sebagai kelakuan tidak sopan. Atas dasar enakmen inilah JAHEAIK melakukan dakwah struktural pakaian muslimah. Dalam pelaksanaan operasi pemantauan, petugas dari Zon Khalid bin Walid melakukan work in, turun ke lapangan. Jika ditemukan yang melanggar peraturan berpakaian, maka di sana langsung diberikan pencerahan tentang cara berpakaian, baik secara lisan maupun tulisan. Selanjutnya akan dirujuk ke bagian pendakwaan untuk ditindak lanjuti. Di bagian pendakwaan kasusnya akan ditinjau kembali, jika masih bisa ditolerir akan dilepaskan, tetapi jika terbukti sebagai pelanggaran, maka akan diproses sesuai peraturan melalui mahkamah (wawancara Ustaz Fadzhuli, 2016). Berdasarkan Enakmen Qanun Jinayah Syariah Negeri Kelantan No.2 Tahun 1985, syeksen 5 ditetapkan hukuman untuk pelanggaran kesopanan (termasuk membuka ‘aurat) adalah denda maksimal RM.1,000.00 (seribu Ringgit Malaysia) atau penjara maksimal 6 bulan atau keduaduanya.17 Sementara yang tidak perlu diproses melalui hukum akan mendapatkan konseling sesuai jadwal yang ditetapkan. Konseling dilakukan secara kolektif. Dilaksanakan 3-4 kali dalam setahun. Lamanya konseling satu hari dan petugas konseling adalah pegawai JAHEAIK. Meski mereka tidak bersertifikasi konselor, dan tidak melalui pelatihan, tetapi menurut Ketua Zon Khalid bin Walid, mereka sudah memiliki pengalaman konseling. Selain itu, seluruh petugas di Zon ini adalah lulusan pengkajian agama. Sehingga secara substantif mereka sudah sangat memahami. Namun demikian meski konseling ini rutin dijalankan, belum sampai pada tahapan evaluasi hasilnya (Moh.Fadzuli, 2016: wawancara). Konseling juga dilaksanakan di daerah Jajahan. Pada Berita Online Sinar Harian 2 September 2016, disebutkan, pelaksanaan operasi Rasyidah | Dakwah Struktural.... 10
‘aurat di Daerah Jajahan Pasir Puteh, telah mendapatkan beberapa remaja yang berpakaian tidak sesuai tuntunan syara’, sehingga perlu di konseling. Penolong Pegawai Penguat Kuasa Agama Pasir Puteh, Abdullah Hamat menyampaikan dalam berita tersebut : Mereka yang dikesan melakukan kesalahan itu diarah menghadiri Program Konseling Remaja Iman secara berkala anjuran Pejabat Agama Jajahan dengan kerjasama Majlis Daerah Pasir Puteh (MDPP).Sekiranya didapati mereka yang mengikuti program kaunseling melakukan kesalahan kedua, pihaknya tidak teragakagak mengeluarkan saman di bawah Seksyen 5, Enakmen Jenayah Syariah Negeri Kelantan 1985.Jika disabitkan kesalahan, mereka boleh didenda tidak lebihi RM1,000 atau penjara tidak lebih enam bulan atau kedua-duanya sekali”.18 Data setahun, terakhir, menunjukkan peserta konseling umumnya adalah remaja usia 1826 tahun. Rata-rata mereka tidak memahami ketentuan yang syar‘i dalam berpakaian. Menurut Ketua Zon Khalid al Walid, yang berkasus biasanya anak yang orang tuanya tidak perduli, atau jarang bersama keluarga karena merantau. Demikianlah JAHEAIK melakukan dakwah struktural pakaian muslimah. Meski tidak mudah karena berbagai keterbatasan SDM dan prasarana tapi sebisa mungkin mereka terus berupaya. Secara jumlah sumber daya, sangat terbatas, tetapi tingginya komitmen mereka menjadikan ini bisa terus berjalan. Ustaz Fadzuli (2016) menyebutkan: “segi anggota, kita kekurangan terlalu amat sangat. Kita hanya berkekuatan jiwa, kalau ikut kekuatan sebenarnya (terkait jumlah), tidak mencukupi”. d. Pendidikan formal-Non formal dan Pembiasaan Masyarakat Tingginya intensitas operasi pemantauan cara berpakaian perempuan di Kelantan, diimbangi dengan pendidikan publik yang lebih intens dan meriah. Berbagai aktifitas keagamaan yang dikembangkan oleh pemerintah Kelantan seiring sejalan dengan kebijakan ‘aurat. Salah satu yang sangat berpengaruh dan disenangi masyarakat adalah Penetapan hari Jum’at sebagai Hari Ilmu di Kelantan. Dato’ Haji Moh Nassuruddin bin Haji Daud, Pejabat Exco Agama Negeri Kelantan menyebutkan: “di Kelantan ditetapkan dua hari libur dalam seminggu yaitu Jumat dan Sabtu. Hari Jum’at sebagai ‘Hari Ilmu’ dan hari Sabtu sebagai ‘Hari Keluarga’. Jadi baik sekolah maupun kantor libur pada dua hari tersebut. Hal ini ditetapkan karena hari Jumat adalah hari kebersamaan Islam. Salah satunya di Jalan Dato Pati Kota Bharu, setiap hari Jumat, mulai jam 08.30 akan berubah menjadi majelis pengajian. Kegiatan ini disebut dengan Medan Ilmu. Ketika Dato’ Haji Nik masih hidup, beliau sering dan rutin secara terjadwal mengisi kuliah di Medan Ilmu. Dan kesempatan mendengarkan kuliah Islam darinya sangat dinanti-nanti. Masyarakat dari lintas usia berkumpul disana setiap Jumat untuk mendengarkan kuliahnya. Sampai saat ini, kegiatan “Medan Ilmu” masih berjalan dengan materi dan narasumber yang telah tersusun sistematis. Pada Medan Ilmu, nilai-nilai Islam disampaikan dan diperkuat, termasuk hal pakaian. Karena pakaian merupakan isu penting yang diperjuangkan oleh Pemerintahan PAS Kelantan. Selain “Medan Ilmu”, berbagai majelis di masyarakat juga, kerap dikunjungi penceramah yang dikoordinir oleh MAIK, AktifiS PAS, dan penceramah yang telah mendapat izin, yang mencerdaskan masyarakat tentang Islam. Norma Binti Jusoff (2016: wawancara) menyebutkan: selain kegiatan sebagai pensyarah (Dosen) di KIAS, beliau juga hampir setiap hari memberikan pengajian agama kepada kelompok pengajian ibu-ibu di beberapa tempat. Menurutnya, persoalan ‘aurat dikupas waktu berbicara tentang syarat syahnya shalat. Pada saat itu juga ditekankan kewajiban menutup ‘aurat dan kewajiban orang tua untuk serius menjaga ‘aurat keluarganya. Pendidikan formal, juga dikembangkan simetris dengan cita cita “Membangun Bersama Islam”. Hal ini terkait langsung dengan kaderisasi generasi jilbab di Kelantan. Mumtaz Md. Nawi menyebutkan, di Kelantan sekitar tahun 1980-an jilbab labuh telah digunakan oleh pelajar sekolah Arab dan juga agama. Banyaknya sekolah sekolah Islam, yang menjadi pavorit masyarakat, memberi peluang lahirnya generasi-generasi jilbab Kelantan. Realitas lainnya adalah banyak sekali SDM Kelantan yang melanjutnya pendidikan ke Timur Tengah. Hal ini telah lama terbangun, sehingga sejak masa Sultan Mansur (memerintah 1891-1900 M), telah dibangun rumah wakaf bertingkat sebagai asrama pelajar Kelantan yang Rasyidah | Dakwah Struktural.... 11
menuntut ilmu di Mekkah.19 Banyaknya alumni Timur Tengah menjadi kekuatan penting yang memperkokoh citra perempuan Islam dan tudung di Kelantan. Selain itu, untuk tujuan menjaga identitas dan memberi contoh yang baik, Kantor pentadbiran negeri atau daerah jajahan menetapkan kode etik berpakain pegawainya dalam bekerja sehari hari dan dalam acara-acara resmi. Sebagiannya melarang menggunakan sepatu tumit tinggi (kecuali tidak berbunyi), menggunakan lipstick dan dandanan yang mencolok. Kode etik ini terkesan berlebihan jika dikacamatai di luar konteks Kelantan. Tapi untuk konteks Kelantan, ini hal biasa, karena inheren dengan gaya keseharian dan budaya kolektifnya yang sangat sederhana, dan memelihara diri dari tabarruz20. Selain itu, meski tidak seintens pengawasan pada cara berpakaian perempuan, namun “berpakaian labuh” atau longgar juga menjadi syarat penting dalam tata cara berpakaian lakilaki. Ditetapkan pula pakaian formal laki-laki adalah Baju Teluk Belanga dan setelan celananya yang longgar ditambah sarung yang digunakan sampai di bawah lutut. Dengan ketetapan ini pelaksanaan dakwah menjadi lebih setara, karena syarat pakaian syar‘i juga diterapkan bagi laki-laki. Sama halnya ketika mereka membicarakan surat an-Nur 30 tentang‘aurat perempuan, juga selalu diiringi dengan an-Nur 29 tentang marwah laki-laki. Setidaknya wujud kesetaraan konsep Islam, juga muncul dalam agenda dakwah tentang pakaian. e. Menghidupkan “Falsafat‘aurat” dalam Budaya Kelantan ‘Aurat perempuan dalam budaya Kelantan bukan sekedar tentang pakaian, tetapi juga menutup ‘aurat yang bisa merendahkan marwah perempuan. Dengan demikian ‘aurat sangat menentukan nilai perempuan, itulah falsafah‘aurat sebenarnya, yaitu untuk memuliakan perempuan, dan ini terkait dengan rasa malu (Mumtaz MD Nawi, 2016: wawancara). Dalam budaya Kelantan ada tradisi, -meski sekarang mulai luntur, tapi terus diupayakan untuk dilestarikan- tetang “basuh dan jemur bagi anak dara” sampai melipat baju. Tradisi ini mengatur bagaimana marwah anak dara bisa terpelihara dengan cara mencuci, menyusun lipatan kain dan menjemur. Sedemikian halus budaya memelihara ‘aurat yang sinergi dengan membangun “rasa malu anak dara” dalam masyarakat Kelantan. Selain itu, dalam tradisi Kelantan “anak dara” juga harus bisa menjahit. Ada sejenis jahitan yang sangat rapi dan halus disebut “sembat”, menjadi ukuran kualitas perempuan di masyarakat. Sehingga anak dara yang mampu melakukannya memiliki kualitas lebih dalam pandangan masyarakat. Menjahit adalah tradisi yang sangat berhubungan dengan kebutuhan menutup ‘aurat. Banyak perempuan menjahit sendiri pakaian dan tudungnya di Kelantan. Falsafat ‘aurat pada prinsipnya adalah bagaimana agar perempuan menjadi mulia, marwahnya terpelihara. Pakaian dan tudung labuh adalah bagian dari falsafah ‘aurat, tapi ‘aurat perempuan lebih dari sekedar tubuh. Banyak upaya yang telah diterapkan, diantaranya mengupayakan dokter perempuan untuk pasien perempuan, bahkan dalam keadaan kritis sekalipun tetap diupayakan bagaimana agar marwah dan aurat perempuan tetap terpelihara. PWKK Kelantan telah mendapatkan hak cipta celana panjang ibu melahirkan. Bentuknya sederhana, tetapi ada bagian tirai yang dapat dibuka dengan mudah menjadikan celana panjang ini menjadi sangat praktis bagi ibu melahirkan dan juga bagi tenaga medis yag membantunya. Motivasi terlahirnya karya ini adalah karena keinginan untuk tetap memelihara marwah, meski pada saat melahirkan. Untuk memperkuat falsafat ‘aurat inilah maka PWKK mengembangkan berbagai program. Semangat utamapembangunan bidang ini adalah: “Membangun Bersama Islam-Memartabatkan Wanita Kelantan”. Samhani Ismail (2016:1-2) menyebutkan : Kalau sebelum ini ramai yang menganggap bahwa member penghormatan terhadap wanita adalah dengan memberikan mereka kebebasan setara dengan laki-laki, akan tetapi Kelantan telah melaksanakan suatu bentuk penghormatan yang berlainan dengan maksud kebebasan seperti dipahami menurut perspektif Barat. Penghormatan untuk wanita telah diolah dengan kelembutan sesuai dengan fitrah yang unik menurut syariah. Justru wanita dipandu dengan fesyen berpakaian yang mulia dan beradab. Membolehkan mereka melakukan urusan ekonomi, sosial dan kekeluargaan. Ini telah mewujudkan suatu pendekatan praktikal memartabatkan wanita yang memenuhi tuntutan dan kemaslahatan hidup masa kini. Rasyidah | Dakwah Struktural.... 12
Konsep pembangunan, pandangan ulama dan lingkungan budaya Kelantan tentang perempuan dan ‘aurat menjadi dorongan penting yang memengaruhi kegiatan pembangunan. Dengan keyakinan ini PWKK mengembangkan banyak sekali progam pembangunan perempuan yang dimainstreamkan dengan memartabatkan perempuan. Mendorong dan membina pemimpin perempuan, politisi perempuan, pengusaha perempuan, ulama perempuan dll, dan memastikan mereka menjadi lebih bermartabat salah satunya dengan menjaga ‘aurat. Selain itu PWKK juga sangat fokus dalam pembinaan keluarga, mulai dari pendampingan sampai penghargaan bagi perempuan terbaik yang berhasil memartabatkan keluarganya. Selain itu, secara luas bersama implementasi programnya, PWKK senantiasa mengembangkan semangat menutup ‘aurat dengan konsep “Pakaianku Pakaian Shalatku”.Tujuan konsep ini mengedepankan, bagaimana kepraktisan aktifitas perempuan dengan menutup ‘aurat dan dapat dengan mudah shalat dimanapun tampa tergantung dengan mukena. Demikian strategi dakwah struktural yang diterapkan di Kelantan, berupaya membentuk individu, sistem nilai, budaya dan supporting sistem yang mendorong tumbuh dan bertahannya pakaian menutup ‘aurat, sebagai identitas perempuan Kelantan. Tantangan terbesar adalah kalangan muda, karena sistem nilai dan budaya yang terus bergeser dikhawatirkan melemahkan proses transfer nilai dan identitas ini. f. Standar Konsep yang Dirujuk Semua Pihak Keberadaan mufti di MAIK yang menetapkan standard bagi pakaian muslimah, menghasilkan standard seragam yang dirujuk semua pihak. Selain itu diketengahkan dalil-dalil yang menjadi dasar dan beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait ‘aurat perempuan. Berdasarkan konsep inilah, maka semua pihak memberi pencerahan, sosialisasi dan pemantauan ke masyarakat. Penutup Demikianlah pelaksanaan dakwah struktural pakaian muslimah di Kelantan dilakukan sebagai bagian integral dari pembangunan Islam di semua sisi. Melibatkan banyak lembaga, didukung penuh oleh Menteri Besar, dijalankan dengan enam strategi mulai dari sanksi dan denda di bidang perniagaan, melibatkan mahasiswa sebagai relawan, razia dan konseling, media campaign, pembiasaan, sosialisasi, pembinaan, dan membudayakan falsafah ‘aurat. Keenam strategi ini diterapkan dengan koordinasi yang intens sehingga saling melengkapi. Keenam strategi ini memberikan balancing bagi dakwah struktural yang bersifat penegakan hukum dengan yang bersifat pembinaan, apresiasi dan reward. Selain itu kebijaksanaan dan suri tauladan yang baik menjadi mainstream dalam setiap langkah penerapan dakwah struktural. Dakwah yang dijalankan juga sinergis antara pembinaan individu, pembangunan keluarga dan sistem sosial budaya. Kondisi inilah yang menjadi refleksi peting yang menyebabkan dakwah struktural pakaian muslimah di Kelantan berjalan inherent dengan dengan dinamika berpakaian perempuan yang mainstream di Kelantan. Hal ini pula lah yang menjadikan dakwah ini bisa lebih diterima. Daftar Pustaka Abdullah, Mohd Azhar dan Raihanah Abdullah, 2010, “Peruntukan Undang-Undang Aurat dan Pakaian Sopan Menurut Bidang Kuasa MPKB-BRI: Satu Huraian”, Journal Syariah Vol. 18 No. 2, 2010 Ahmad, Amrullah ed.,1983, Dakwah islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Primaduta. Akta Kerajaan Tempatan 1976, Undang-Undang Kecil Tred Perniagaan dan Perindustrian, Majelis Perbandaran Kota Bharu (Pindaan) 2002 Al-Ghazali, Imam , Ihya’ ‘Ulum al-Din,Kairo, Maktabah al-Masyad al Husaini, tt Ar-Rahmah.com, 2006, Kelantan tertibkan baju di depan umum, diakses 12 Oktober 2010, dari http://www.arrahmah.com Berita Online Sinar Harian diakses pada 2 September 2016 dari http://www.themalaymailonline.com/projekmmo/berita/article/ Rasyidah | Dakwah Struktural.... 13
Biro Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Buruh Malaysia, 2011, Laporan Kebebasan Beragama Antarabangsa Malaysia, Laporan Tahunan, Malaysia Biro Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Buruh Malaysia, 2012, “Laporan Kebebasan Beragama Antarabangsa Malaysia”, Laporan Tahunan, Malaysia Daud, Abi, 1996,Sunan Abī Dāwūd, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah Dokumen Pelan Induk Kota Bharu Kelantan 2006-2015 HAMKA, 1981, Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Kuala Lumpur, Pustaka Melayu Baru Enakmen Qanun Jinayah Syariah Negeri Kelantan No.2 Tahun 1985 Ismail, Ilyas, dan Prio Hotman, 2011, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, Jakarta, Kencana Ismail, Samhani, 2016, Membangun Bersama Islam Memartabatkan Wanita Kelantan, Kota Bharu, Pusat Kajian Strategik Negeri Kelantan Mahmud, Abdul Razak, 2015, Ikhtisar Sejarah Kelantan, Kota Bharu, MAIK Mulkan, Abdul Munir, 2005, Kesalehan Multikultural: BerIslam Secara AutentikKontekstual di Atas Perdaban Global, Jakarta: PSAP Zaidan, Abdul-Karim, 2001, Usūl al-Da‘wah, Beirut: ar-Risālah Daftar Riwayat Hidup Penulis Rasyidah dilahirkan pada 8 September 1973 di Medan, dari pasangan Ibrahim Isya dan Mariyam. Ia mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar 23, dilanjutkan di MtsN 2 dan PGAN yang ketiganya berada di Kota Medan. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan di Banda Aceh, S1 di Fakultas Dakwah (1992), Studi Purna Ulama (1997) dan S2 Konsentrasi Ilmu Dakwah (1998), ketiganya di IAIN Ar-Raniry. Pada tahun 1998 juga ia diterima sebagai Dosen Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam IAIN Ar-Raniry dan mengajar Filsafat Dakwah. Hingga saat ini ia mengasuh mata kuliah tersebut disamping mata kuliah Community Based Research dan Studi Gender dalam Pembangunan. Selain sebagai dosen, ia juga terlibat aktif sebagai pengembang masyarakat sejak tahun 1995 khususnya bidang pemberdayaan perempuan, keluarga, dan perlindungan anak . Sejak tahun 2010 ia menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Ar-Raniry hingga sekarang. Saat ini ia juga terlibat sebagai Tim Pakar Gender untuk Dinas Pendidikan Aceh, Tim Tekhnis Perencanaan Pembangunan Responsif Gender di Bappeda Aceh, Tim Pakar Pembinaan Keluarga di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Ketua Forum PSW/PSG Se Aceh, serta menjadi Tim Ahli untuk Program Universitas Membangun Desa Kerja sama UIN Ar-Raniry dengan Kompak Jakarta. Diantara karyanya yang dipublikasikan sepuluh tahun terakhir adalah: PelaksanaanDakwah yang Responsif Gender Jurnal Al-Bayan Vol. 17, 2007;“Implementasi Syariat Islam dalam Paradigma Dakwah”, dalam buku Melihat Syariat Islam dari Berbagai Dimensi, 2007; Fiqh: Perspektif Gender (dkk) 2008; “Perempuan dan Perdamaian” dalam Buku Perempuan Aceh Bicara 2008; Potret Kesetaraan Gender di Kampus (dkk), 2008; Ilmu Dakwah Perspektif Gender (dkk) 2008; Fakultas Dakwah UIN Ar-Raniry & Skill Muballighah Sarjananya dalam Jurnal Ar-Raniry 2009, “Safwan Idris” dalam Buku Sosok Aktifis Dakwah Aceh, 2009; Hermenetika Gadamer dan Implikasinya Terhadap Pemahaman Kontemporer Al-Qur’an dalam Jurnal Ilmiah “Religia” Pekalongan, 2010; Buku Gender Politics In Aceh: Gender And Masculinity Ideology In The Makings Of Local Regulations (dkk), 2011; Perempuan dan Penerapan Syariat Islam: Penerapan Parsipatory Impact Assesment (PIA) dalam Menilai Penerapan Tata Aturan Pakaian Perempuan di Aceh Barat dalam Jurnal Takammul PSW UIN Ar-Raniry, 2012; Buku Strategi Pelaksanaan Dakwah di Aceh, 2013; The Policy of Equality or the Equality in Policy”dalam Jurnal Takammul PSW 2013, Buku Profil Gender PerguruanTinggi di Aceh (dkk) 2013; “Potensi Konflik dan Masa Depan Islam di Indonesia: Kajian terhadapTantangan Dakwah” dalam Jurnal Albayan 2014; Buku Kiprah perempuan dalam Mewujudkan dan Memelihara Perdamaian di Aceh (dkk),2014; Kontributor pada buku bunga rampai: Dakwah Islam dan Rasyidah | Dakwah Struktural.... 14
Hubungan Antar Peradaban, 2014; Buku Masculinities in Post Conflict Aceh and its Impacts on Violence Againts Women (dkk), 2015. 1Mohammad
Azhar Abdullah dan Raihanah Abdullah (2010: 373) menyebutkan, peraturan ‘aurat dan pakaian sopan ini adalah yang pertama dalam bidang kuasa Kerajaan Tempatan di Malaysia.Karena itu pelaksanaan peraturan ini secara menyeluruh bukanlah suatu usaha mudah dalam masyarakat yang menjemuk ditambah lagi dengan perbedaan idiologi politik antara Negeri Kelantan dan Persekutuan 2Biro Demokrasi, HAM dan Buruh Malaysia, 2011:14 dan 2012:12 3Ar-Rahmah.com 4Sunan Abi Daud,1996: 63 5Sunan Abi Daud, 1996:64. 6Abdul Munir Mulkan, 2005:213 7Ilyas Ismail dan Prio Hotman, 2011: 232-239 8HAMKA, 1981:34-35 9Amrullah Ahmad, 2004 10Abdul Karim Zaidan, 2001: 174 11Al-Ghazali, tt: 362 12 AL-Ghazali, tt: 361 13Dasar-Dasar Kerajaan Kelantan: 2005:7 14Ibid 15Pelan Induk Kota Bharu 2006-2015: 5. 16UUK Tred Perniagaan dan Perindustrian MPKB (Amandemen) tahun 2002 17Enakmen Qanun Jinayah Syariah Negeri Kelantan No.2 Tahun 1985, syeksen 5 18Berita Online Sinar Harian 2 September 2016 19Abdul Razak Mahmud, 2015: 46 20Tabarruz dianggap sebagai cara berhias yang berlebihan sehingga mencolok dan mengundang perhatian
Rasyidah | Dakwah Struktural.... 15