Sari Pediatri, Vol. 6, No. Juni 2004: Sari Pediatri, Vol. 16,(Supplement), No. 1 (Supplement), Juni34-41 2004
Tailoring, switching, and optimizing of antibiotic use in children Sri Rezeki S.Hadinegoro
T
ailoring (to make and fit) dalam kamus berarti membuat sehingga cocok (pas), sedangkan switching (an act of turning or changing) berarti suatu upaya memutar atau mengubah, sedangkan optimizing (hoping or believe that something good will happen) berarti suatu harapan atau percaya bahwa sesuatu yang baik akan terjadi. Menyangkut pemberian pengobatan antibiotik, maka judul dalam makalah ini ingin mengupas pertanyaan “Bagaimana strategi yang harus kita lakukan dalam pengobatan antibiotik sehingga sesuai (cocok dan pas) agar dicapai hasil pengobatan seperti yang diharapkan”. Dalam memberikan pengobatan penyakit infeksi bakteri, seorang dokter harus mahir menyusun strategi pengobatan antibiotik. Pada dasarnya untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, diperlukan perencanaan pemilihan antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Namun, pola/spektrum mikroorganisme penyebab sebagian besar tidak diketahui, sehingga antibiotik diberikan atas dasar pengobatan empiris bukan kausal (definitif ). Pemberian antibiotik empiris dilakukan dengan cara “menebak” (educational guess), hal ini seringkali memicu kecenderungan untuk memberikan antibiotik secara berlebihan. 1,2 Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif pemberian antibiotik tersebut namun tetap mendapatkan hasil yang optimal, adalah segera mengubah antibiotik intravena menjadi antibiotik oral apabila pasien telah mengalami perbaikan klinis. Cara mengubah pemberian peng-
obatan antibiotik intravena menjadi antibiotik oral disebut switching therapy.3
Prinsip Dasar Pengobatan Antibiotik Pengobatan antibiotik pada dasarnya dibagi menjadi pengobatan empiris dan definitif. Untuk menentukan kedua pengobatan tersebut, pertimbangan klinis, pengetahuan farmakologik dan mikrobiologik perlu dikuasai dengan baik. Pada saat pengobatan dimulai sebagian besar mikroba penyebab belum diketahui secara definitif, maka pengobatan diberikan berdasarkan empiris. Pengobatan antibiotik secara empiris dilakukan tanpa pembuktian secara laboratorik, pada umumnya diberikan pada pengobatan awal. Antibiotik tersebut diberikan sambil menunggu hasil biakan (darah, urin, likuor serebrospinal, atau sputum). Untuk menentukan pengobatan awal harus difahami mengenai jenis mikroba tersering sebagai penyebab serta pola kepekaan bakteri. Pengobatan antibiotik berdasarkan jenis mikroorganisme penyebab yang telah teridentifikasi disebut pengobatan definitif. Setelah patogen penyebab serta uji resistensinya dapat diidentifikasi, antibiotik harus disesuaikan dengan mempertimbangkan keadaan klinis pasien. Pemilihan antibiotik yang akan diberikan apakah mono terapi atau polifragmasi (kombinasi) harus didasarkan pada lokasi infeksi dan pengetahuan mengenai kemungkinan mikroba penyebab infeksi pada lokasi tersebut.1,4
Pengobatan Antibiotik Empiris Alamat Korespondensi: Prof. DR. Sri Rezeki S Hadinegoro, Dr.Sp.A(K). Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jakarta. Jl. Salemba no. 6, Jakarta 10430. Telepon/Fax 021-391 4126.
34
Pemilihan antibiotik yang akan diberikan pada pasien bersifat individual baik pengobatan tunggal maupun kombinasi. Para ahli telah menyusun pedoman pemilihan antibiotik secara umum, namun para dokter
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
harus mempertimbangkan faktor-faktor risiko dalam pemilihan antibiotik terutama untuk pasien anak. Misalnya volume distribusi beberapa jenis obat lebih besar pada anak daripada dewasa sehingga eliminasi waktu paruh lebih lama. Demikian pula daya ekskresi dan eliminasi obat pada anak lebih tinggi daripada dewasa, seiring dari proses maturasi organ yang berperan pada metabolisme obat terutama pada neonatus. Oleh karena itu, seorang dokter harus memahami aspek farmakologik klinik obat yang akan dipergunakan. Farmakologi klinik mengupas mengenai farmakodinamik yaitu interaksi antara pejamu (host) dengan obat; sedangkan farmakokinetik adalah pengetahuan bagaimana cara tubuh pejamu mengamankan pengaruh obat.5 Namun, hanya sebagian kecil pasien yang dapat memenuhi harapan tersebut. Hal ini berhubungan dengan beberapa kendala seperti mahalnya pemeriksaan mikrobiologi, tidak ada sarana, hasil steril (tidak ditemukan kuman oleh karena telah mendapat antibiotik sebelumnya, dan lain-lain). Jadi, pada pengobatan empiris, pada awal pengobatan kita harus menduga mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab penyakit infeksi pada lokasi tersebut. 1,3 Misalnya, bakteria yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophyllus influenzae, Branhamella catharralis, Mycoplasma pneumoniae atau Chlamydia; seperti juga halnya penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophyllus influenzae, Branhamella catharralis. Sedangkan Echerichia coli atau Enterobacteriaceae seringkali merupakan penyebab infeksi saluran kemih. Untuk infeksi jaringan lunak terutama disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphyllococcus aureus. 6,7 Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memberikan pengobatan antibiotik pada setiap pasien adalah, 4,8 • Bagaimana memilih antibiotik empiris pada pengobatan awal, • Berapa dosis, cara dan lama pemberian, • Apakah diperlukan pemantauan kadar obat, • Apa parameter keberhasilan pengobatan, dan • Bagaimana kiat memperbaiki pengobatan apabila terjadi kegagalan pengobatan Dalam pemilihan antibiotik empiris, apabila mikroorganisme dapat ditebak mendekati kebenaran,
pemilihan antibiotik sedapat mungkin harus memenuhi kriteria sebagai berikut,1,3,6 • Mempunyai spektrum sempit, • Cara pemberian disesuaikan keadaan pasien, dan • Diketahui mekanisme resistensinya. Upaya menuju keberhasilan pengobatan antibiotik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut,5,7 • Pengobatan empiris harus mencakup jenis bakteri patogen yang pada umumnya diketahui sebagai penyebab, sambil menunggu hasil biakan. • Nilai kembali antimikroba yang sesuai, spesifik terhadap patogen yang ditemukan. • Eradikasi secepatnya bakteri patogen yang diduga sebagai penyebab infeksi. • Tidak memberikan efek samping pada organ vital lain. • Tidak menimbulkan tanda-tanda toksisitas Pada dasarnya tidak ada antibiotik yang unggul untuk segala jenis infeksi, oleh karena Antibiotik ideal harus mencakup kriteria secara empiris1,3 • Mencakup community & hospital patogen, mampu menembus jaringan dengan baik, • Afinitas menuju organ sasaran cukup tinggi, • Mampu menahan aktivitas enzim bakteri, • Mempunyai efek samping minimal, • Terbukti mempunyai efikasi klinis yang baik, dan • Harga terjangkau.
Pengobatan Antibiotik Kausal (definitif) Dalam menentukan penyebab penyakit infeksi pada anak, faktor umur sangat mempengaruhi manifestasi klinis. Bakteri patogen yang bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit cenderung berubah sejalan dengan bertambahnya umur. Identifikasi mikroba penyebab penyakit dan sifat resistensi antibiotik terhadapnya merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan pilihan antibiotik yang akan dipergunakan. Secara umum, antibiotik pilihan harus bersifat bakterisidal, mempunyai spektrum sempit, ditoleransi dengan baik pada anak, dan cost effective. Apabila kita dapat mengidentifikasi mikroba penyebab maka antibiotik dapat ditentukan dengan tepat. Pertimbangan risiko (efek samping) dan manfaat (khasiat) selalu harus difikirkan dalam menentukan 35
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
obat anti infeksi yang akan diberikan kepada pasien. Sayangnya untuk pemakaian pada anak tidak semua obat mempunyai data efek toleransi dan efikasi. Perhitungan dosis pada umumnya diukur dengan mempergunakan berat badan pasien sesuai dengan studi farmakokinetik untuk anak dengan fungsi ginjal normal. Namun, beberapa peneliti menyarankan perhitungan dosis berdasarkan luas permukaaan tubuh akan memberikan nilai konsentrasi dalam serum yang lebih tepat daripada berdasarkan berat badan.4,5 Cara pemberian Pada pemberian antibiotik intravena, suatu saat konsentrasi di dalam serum akan lebih tinggi dibandingkan diberikan secara intramuskular. Namun, sebenarnya tidak ada keuntungan dinilai dari segi hasil pengobatan antara pemberian intravena diabndingkan dengan intramuskular. Pada anak, pemberian secara intravena lebih dianjurkan untuk pemberian obat jangka panjang mengingat masa otot anak kecil dan mengurangi rasa sakit. Misalnya pada pemberian suntikan kloramfenikol dan sefalosporin. 4,6 Perlu diingat efek samping, pada pemberian obat secara intravena dapat terjadi tromboflebitis, sedangkan abses steril dapat terjadi akibat suntikan intramuskular. Pemberian antibiotik intravena dapat juga diberikan secara bolus (sekali gus) dalam waktu 5-15 menit atau dilarutkan melalui infus yang diberikan dalam waktu 1-2 jam. Tidak ada data yang membuktikan bahwa perbedaan ini mendapatkan keuntungan klinis, hanya saja pada pemberian secara bolus akan menghasilkan aktifitas antibakterial dalam konsentrasi tinggi namun hanya bertahan dalam waktu pendek. 7,9 Absorbsi beberapa antibiotik oral akan berkurang apabila diminum bersama makanan atau dekat waktu makan, termasuk ampisilin, penisilin resisten terhadap enzim penisilinase, dan linkosin. Susu dan makanan yang berasal dari bahan dasar susu atau obat yang mengandung kalsium dan magnesium akan mempengaruhi penterapan tetrasiklin. Sedangkan amoksisilin, sefaleksin, sefaklor, kloramfenikol, eritromisisn, dan klindamisisn hanya sedikit terpengaruh oleh makanan. Apabila absorbsi obat diduga akan terganggu oleh makanan maka diminum 1 jam 36
sebelum atau 2 jam setelah makan. Untuk obat yang harus diminum 4 kali, dianjurkan diminum saat bangun tidur, 1 jam sebelum makan siang dan malam, dan waktu akan tidur malam.5 Kadar obat dalam serum Beberapa jenis obat perlu dilakukan pemantauan kadar obat dalam serum, khususnya apabila obat tersebut mempunyai indeks terapeutik yang sempit, variasi pasien luas, tidak mudah menentukan keberhasilan pengobatan secara farmakologik, dan terdapat hubungan antara kadar obat dalam serum dengan efek samping obat. Pada umumnya antibiotik yang perlu dipantau adalah golongan aminoglikosid, vankomisin, dan kloramfenikol. Di negara maju pemantauan kadar obat tersebut dialkukan secara rutin. Pemantaun perlu dilakukan apabila pengobatan dengan obat tersebut lebih dari 3 hari dan atau pasien menderita imunokompromais. Keberhasilan pengobatan tidak terlepas dari pertimbangan klinis, pengetahuan dokter mengenai farmakologis obat serta pengetahuan mikrobiologik mengenai mikroorganisme penyebab. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pengobatan adalah (1) Tercapainya aktifitas anti bakteri pada tempat infeksi sehingga cukup waktu untuk menghambat pertumbuhan bakteri, dan (2) Dosis obat harus cukup tinggi dan efektif terhadap mikroorganisme, namun konsentrasi di dalam plasma dan jaringan tubuh harus tetap lebih rendah dari dosis toksik.5 Resistensi Mikroba Kegagalan pengobatan tidak selalu disebabkan oleh antibiotik resisten terhadap mikroba penyebab. Halhal yang perlu diperhatikan apabila terjadi kegagalan pengobatan adalah1, • Apakah mikroba penyebab yang diduga telah benar dan sesuai dengan antibiotik yang diberikan secara empiris? • Apakah dosis dan cara pemberian telah dipatuhi (perhatikan compliance pemberian obat)? • Apakah ada fokus infeksi yang menjadi sumber infeksi? • Apakah ada komplikasi? • Apakah antibiotik resisten? • Pertanyaan terakhir yang harus difikirkan adalah apakah diagnosis pasien tersebut benar?
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
Walaupun demikian, resistensi antibiotik merupakan isu yang penting dalam pengobatan penyakit infeksi. Resistensi pada dasarnya dapat disebabkan oleh9,10 • Mikroorganisme menghasilkan enzim adenyllacting, fosforilacting, acetylacting agent yang dapat menghancurkan obat. • Anti mikroba tidak dapat menembus dinding bakteri untuk mencapai tempat yang potensial oleh karena penurunan permeabiltas mikroorganisme dinding sel. • Mikroorganisme berkembang dan mengadakan perubahan struktur tubuh, seperti perubahan kromosom dengan menghilangkan protein tertentu pada subunit ribosom. • Miroorganisme mempunyai kemampuan meningkatkan sintesis lintasan metabolisme esensial sehingga melawan antibiotik. Secara umum, antibiotik akan mempengaruhi metabolisme bakteri melalui ekspresi genetik sel (transcription), ekspresi informasi genetik dalam fungsi protein (translation), dan kerusakan komponen sel bakteri seperti dinding sel atau membran sel. Hal tersebut di atas terjadi oleh karena adanya plasmid bakteri. Plasmid adalah DNA yang mengandung gen yang berbeda dan terletak di luar kromosom dan bertanggung jawab terhadap replikasi bakteri. Resistensi disebabkan oleh terjadinya perubahan genetik bakteri secara mutasi genetik. Bakteri yang kebal tersebut dapat memindahkan gen-nya kepada bakteri lain melalui proses transduksi, transformasi, dan konjugasi sehingga resistensi mudah menyebar.9,11 Keberhasilan pengobatan penyakit infeksi tidak terlepas dari upaya membatasi resistensi antibiotik khususnya di rumah sakit. Hal-hal yang penting dilakukan untuk mengurangi resistensi adalah,1,3,11 • Batasi penggunaan antibiotik (khususnya sefalosporin generasi ketiga), • Segera pulangkan pasien apabila tidak ada indikasi rawat, • Tingkatkan program pengendalian penggunaan antibiotik, • Rotasi penggunaan antibiotik, kurangi pemakaian antibiotik yang diduga telah resisten, • Canangkan kembali budaya cuci tangan, • Lakukan biakan dari koloni yang dicurigai sebagai sumber nosokomial.
Pengobatan Antibiotik pada Penyakit Infeksi Berat Pada infeksi berat pada anak, terdapat beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian antara lain,1,4 • Pengobatan awal yang diberikan pada umumnya berdasarkan empiris, maka kemungkinan mengganti antibiotik sangat besar. • Pemberian obat lebih dari satu jenis (multiple drug therapy) akan menimbulkan masalah peningkatan biaya pengobatan, mempertinggi risiko terjadinya efek samping , dan meningkatkan proses resistensi. • Pemberian obat kadang-kadang mengalami hambatan oleh karena vena untuk membuat intravenous line sulit dicari, atau adanya inkompatibilitas antar obat. Pada infeksi berat, pasien rawat inap antibiotik yang dianjurkan dipergunakan untuk pengobatan empiris adalah golongan aminopenisilin merupakan turunan spektrum penisilin atau golongan sefalosporin generasi tiga atau empat. 1 Namun, apabila telah didapatkan hasil biakan maka harus dievaluasi kembali (Gambar 1). Apabila keadaan klinis pasien belum seperti yang kita harapkan maka antibiotik empiris perlu disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi sebagai berikut,1 • S.aureus atau Staphylococcus koagulasi negatif, golongan aminopenisilin atau sefalosporin generasi II/III perlu ditambah vankomisin • Kasus imuno kompromais, pengobatan golongan aminopenisilin atau sefalosporin generasi II/III ditambah aminoglikosid + vankomisin, • Enterobacteriaceae atau Pseudomonas, pengobatan golongan amino penisilin atau sefalosporin generasi II/III ditambah aminoglikosid, • Patogen anaerob, pengobatan golongan aminopenisilin atau sefalosporin generasi II/III ditambah klindamisin atau metronidazol.
Switching Therapy pada Penyakit Infeksi Berat Pada umumnya, pasien rawat inap yang menderita infeksi berat pada awalnya diobati dengan antibiotik intravena dengan tujuan untuk meyakinkan sepenuhnya bahwa obat yang diberikan dapat dengan 37
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
Setelah pasien rawat inap yang menderita infeksi berat diberikan pengobatan awal yang bersifat empiris, pada umumnya berangsur-angsur keadaan klinis pasien tampak membaik. Fase penyembuhan (recovery phase) pada pasien rawat inap dibagi dalam 3 periode.
Secara konvensional, strategi pengobatan antibiotik pasien rawat inap dengan infeksi berat pengobatan antibiotik intravena tetap diberikan sampai tercapai masa penyembuhan klinis secara nyata. Sedangkan strategi switching therapy berdasarkan
Gambar 3. Fase penyembuhan penyakit infeksi rawat inap Dikutip dari Ramirez JA2, dengan modifikasi
Pada Gambar 3, tertera periode pertama (1) diawali sejak pemberian antibiotik intravena (titik A). Secara umum, walaupun pengobatan antibiotik empiris telah sesuai sebagian besar pasien memperlihatkan keadaan klinis yang belum stabil selama 48 sampai 72 jam pengobatan. Oleh karena itu tidak direkomendasikan mengubah jenis antibiotik selama 48-72 jam pengobatan, kecuali dijumpai perburukan klinis. Periode kedua (2) diawali saat pasien mencapai titik klinik stabil (the point of clinical stability, titik B). Selama periode kedua ini gejala klinis, keadaan umum, dan laboratoris sebagai akibat infeksi cenderung membaik. Secara signifikans sebagian besar kasus mengalami perbaikan klinis pada hari ketiga pengobatan. Sedangkan pada periode ketiga (3), gejala klinis dan laboratoris telah membaik dengan nyata. Pada akhir periode ketiga (titik C) pasien memperlihatkan perbaikan klinis dari infeksi yang diderita.
identifikasi titik klinik stabil, yaitu saat perubahan pada fase penyembuhan periode pertama ke periode kedua. Jadi, pada saat tampak perbaikan secara klinis segera pemberian antibiotik intravena diubah menjadi oral (ditunjukkan oleh titik B). Apabila pada saat itu tidak ada lagi prosedur medik yang akan dilakukan, pasien dapat dipulangkan dan pengobatan dapat dilanjutkan di rumah (titik D). Switching therapy dapat dengan aman diberikan pada pasien infeksi paru, kulit, jaringan lunak, traktus urinarius, dan infeksi intra abdominal yang tidak ada indikasi klinis menderita gangguan absorbsi obat pada saluran cerna (misalnya diare), tidak demam, telah terjadi perbaikan klinis yang berhubungan dengan infeksi, dan jumlah leukosit normal. Pemilihan antimikroba oral untuk switching therapy berdasarkan pada farmako-kinetik dan aktivitas mikrobiologi masing-masing mikroba. Terdapat kekecualian, bahwa switching therapy tidak dianjurkan; yaitu pasien yang 39
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
Setelah pasien rawat inap yang menderita infeksi berat diberikan pengobatan awal yang bersifat empiris, pada umumnya berangsur-angsur keadaan klinis pasien tampak membaik. Fase penyembuhan (recovery phase) pada pasien rawat inap dibagi dalam 3 periode.
Secara konvensional, strategi pengobatan antibiotik pasien rawat inap dengan infeksi berat pengobatan antibiotik intravena tetap diberikan sampai tercapai masa penyembuhan klinis secara nyata. Sedangkan strategi switching therapy berdasarkan
Gambar 3. Fase penyembuhan penyakit infeksi rawat inap Dikutip dari Ramirez JA2, dengan modifikasi
Pada Gambar 3, tertera periode pertama (1) diawali sejak pemberian antibiotik intravena (titik A). Secara umum, walaupun pengobatan antibiotik empiris telah sesuai sebagian besar pasien memperlihatkan keadaan klinis yang belum stabil selama 48 sampai 72 jam pengobatan. Oleh karena itu tidak direkomendasikan mengubah jenis antibiotik selama 48-72 jam pengobatan, kecuali dijumpai perburukan klinis. Periode kedua (2) diawali saat pasien mencapai titik klinik stabil (the point of clinical stability, titik B). Selama periode kedua ini gejala klinis, keadaan umum, dan laboratoris sebagai akibat infeksi cenderung membaik. Secara signifikans sebagian besar kasus mengalami perbaikan klinis pada hari ketiga pengobatan. Sedangkan pada periode ketiga (3), gejala klinis dan laboratoris telah membaik dengan nyata. Pada akhir periode ketiga (titik C) pasien memperlihatkan perbaikan klinis dari infeksi yang diderita.
identifikasi titik klinik stabil, yaitu saat perubahan pada fase penyembuhan periode pertama ke periode kedua. Jadi, pada saat tampak perbaikan secara klinis segera pemberian antibiotik intravena diubah menjadi oral (ditunjukkan oleh titik B). Apabila pada saat itu tidak ada lagi prosedur medik yang akan dilakukan, pasien dapat dipulangkan dan pengobatan dapat dilanjutkan di rumah (titik D). Switching therapy dapat dengan aman diberikan pada pasien infeksi paru, kulit, jaringan lunak, traktus urinarius, dan infeksi intra abdominal yang tidak ada indikasi klinis menderita gangguan absorbsi obat pada saluran cerna (misalnya diare), tidak demam, telah terjadi perbaikan klinis yang berhubungan dengan infeksi, dan jumlah leukosit normal. Pemilihan antimikroba oral untuk switching therapy berdasarkan pada farmako-kinetik dan aktivitas mikrobiologi masing-masing mikroba. Terdapat kekecualian, bahwa switching therapy tidak dianjurkan; yaitu pasien yang 39
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
menderita infeksi lokal pada daerah yang mempunyai penetrasi antibiotik buruk, seperti meningitis atau endokarditis maka pemberian antibiotik intravena diberikan sepanjang pengobatan.
Kesimpulan Keberhasilan pengobatan antibiotik pada infeksi bakteri tidak terlepas dari pengamatan klinis dan, pemahaman dasar mikrobiologi patogen penyebab, dan dasar farmakologi khususnya mengenai farmakodinamik dan farmakokinetik. Hal ini penting sebagai panduan untuk menentukan terapi empiris pada awal pengobatan. Terapi kausal (definitif ) harus diupayakan sehingga pengobatan lebih terarah, walaupun keadaan klinis merupakan pertimbangan yang utama. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif dari pengobatan antibiotik disarankan untuk melakukan switching terapi pada saat klinis telah terjadi perbaikan, tanpa menunggu pasien dipulangkan kecuali pada infeksi pada daerah yang mempunyai penetrasi antibiotik yang buruk.
Daftar Pustaka 1.
2.
40
Blumer J. Selecting antibiotics for treating pediatrics infections that will minimize the impact on hospital bacterial ecology. Cefixime Product Information. BristolMyers Scuibb Company, 2001. Hadinegoro SR. Pemakaian antibiotik dalam bidang pediatri. Dalam: Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Sumarmo, Garna H., Hadinegoro SR., penyunting. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Balai
Penerbit FKUI 2002. h. 70-90. Ramirez JA. Principles of antibiotic therapy for serious infection. Dalam: Clinician’s manual on serious infections and fluoroquinolones. Ramirez JA, Morrissey I, Ambler JE, penyunting. London: Science press, 2002. h. 27-33. 4. Wilson WR. General principles of antimicrobial therapy. Dalam: Current. diagnosis & treatment in infectious diseases, Wilson WR, Sande MA., penyunting. New York, Toronto: Lange Med.Books/ Mcgraw-Hill Med Publ Div. 2001. h. 28-32. 5. Butler DR, Kuhn RJ, Chandler MHH. Clinical pharmacokinetics in special populations. Clin Pharm 1994; 26:374-95 6. Red Book 2003, Report Committee on Infectious Diseases. Antimicrobials and related therapy. Dalam: Pickering LK. Edisi ke-25. Elk Grove, American Academy of Pediatric, 2003. h. 605-65. 7. Gordon M. Antibiotic update in pediatrics. Presented in Symposium on Antibiotic update. Barcelona, Italy 5 Desembaer 2003. 8. Hadinegoro SR. Chemo and antibiotics prophylaxis in pediatrics use. Acta Med Indones 1991;1:19-25. 9. Bloch KC. Infectious diseases. Dalam: Pathophysiology of diseases. McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, penyunting. Edisi keempat. New Tork, Toronto: Mc Graw Hill, 2003. h. 58-90. 10. Banister BA, Begg NT, Gillespie SH. Antimicrobial chemotherapy. Infectious diseases. Edisi pertama. Blackwell Science, Berlin 1996. h. 51-75. 11. Steele RW. Antimicrobial therapy. Dalam: The clinical handbook of pediatric infectious disease. Edisi revisi kedua. New York, London: the Parthenon Pub.Group 1994. h. 371-416. 3.
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1 (Supplement), Juni 2004
Lampiran Penyebab dan Pilihan Antibiotik pada Penyakit Infeksi Berat Penyakit Pneumonia
Patogen penyebab
Antibiotik pilihan
Umur 1bl-10 th • Streptococcus pneumoniae • Haemophyllus influenzae Neonatus & imunokompromais • Staphyllococcus aureus • Bakteri Gram negatif Infeksi nosokomial • Bakteri Gram negatif
Ringan: ampisilin, amoksisilin Berat: sefalosporin generasi ketiga
Anak • Haemophyllus influenzae • Streptococcus pneumoniae • Streptococcus grup B • Staphyllococcus aureus Neonatus bakteri enterik Gram negatif
• Sefalosporin atau penisilin + aminoglikosid • Kadang-kadang + vankomisin
Meningitis bakterialis
Neonatus • Streptococcus grup B • Bakteri enterik Gram negatif (E.coli, K.pneumoniae) • Listeria monocytogenes Anak • Haemophyllus influenzae • Streptococcus pneumoniae
Bayi/neonatus • Ampisilin + kloramfenikol • Sefotaksim • Seftriakson Anak • Ampisilin • Sefotaksim • Seftriakson
Febrile neutropenia
Risiko terjadi infeksi • Jumlah neutrofil <1000/υl • Pengobatan sitostatik/ imuosupresif • Menderita leukemia atau timor padat • Penyebab utama bakteri enterik Gram negatif • Pseudomonas penyebab kematian tertinggi • 60-70% tidak diketahui penyebabnya
Sepsis
Nosokomial : sefalosporin generasi ketiga atau penisilin + aminoglikosid
• Untuk neonatus: sesuai uji resistensi
• Kombinasi β-laktam anti-pseudomonas (tikarsilin, piperasilin atau cefoperazone, ceftazidime) + aminoglikosid (amikin) atau • Kombinasi β-laktam spektrum luas (cefoperazone dan ceftazidime) atau • Mono terapi antibiotik spektrum luas atau - β-laktam anti-pseudomonas spektrum diperluas (sef.gen-3, monobaktam, karbapenem) - Kluinolon (kontra indikasi untuk umur <14 thn) • Vankomisin+aminoglikosid+β-laktam anti Ps.monas atau • Vankomisin+sefalosporin generasi ketiga.
Dikutip dari Blumer J. 2001, dengan modifikasi.
41