BAB II KONSEP SYARIAH PADA KOPERASI DAN PERBANKAN SYARIAH A. Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah Kehadiran Ekonomi Syariah telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah sistem ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak usainya Perang Dunia II yang memunculkan banyak negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan Ekonomi Syariah sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non-muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam, khususnya yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan antarmanusia melalui aktivitas perekonomian maupun aktivitas lainnya. Meskipun begitu, sistem ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh sistem ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal bentuk implementasi Ekonomi Syariah di masing-masing negara. Kenyataan ini oleh sebagian pemikir Ekonomi Syariah masih diterima dengan kelapangan karena Ekonomi Syariah secara implementasinya di masa kini relatif masih baru, masih perlu banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam untuk melakukan aktivitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagian lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi bahwa Ekonomi Syariah atau ekonomi syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menerapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya. 1. Pengertian Ekonomi Syariah Ekonomi Syariah dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam. 11 Ekonomi Syariah merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. 12 Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”. 13 Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja 11
An-Nabhaniy,T. An-Nizham Al-lqtishadi Fil Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990). 12 Ahmad, Khursid, Studies in Islamic Economics, (United Kingdom: The Islamic Foundation, 1981) hal. 3 13 Al Qur’an dan Terjemahnya hadiah dari Khadim al Haramain asy Syarifain, Fahd ibn ‘Abd al ‘Aziz Al Sa’ud, (Saudi Arabia: Madinah, 1990).
Universitas Sumatera Utara
tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi) Ilmu Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu Ekonomi Syariah dan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya. 14 Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan. Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin juga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu Ekonomi Syariah, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Qur’an atau Sunnah. Suka atau tidak, ilmu Ekonomi Syariah tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbeda-beda. Kegiatan membuat dan menjual minuman alkohol dapat merupakan aktivitas yang baik dalam sistem ekonomi modern. Namun hal ini tidak dimungkinkan dalam negara Islam. Tepatnya, dalam ilmu Ekonomi Syariah kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religiusnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan dan kurangnya sarana maka timbullah masalah ekonomi. Masalah ini pada dasarnya sama baik dalam ekonomi modern maupun Ekonomi Syariah. Namun perbedaan timbul berkenan dengan pilihan. Ilmu Ekonomi Syariah dikendalikan oleh nilainilai dasar Islam dan ilmu ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri si individu .Yang membuat ilmu Ekonomi Syariah benar-benar berbeda ialah sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu mempengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya, dengan demikian menjadikan proses pertukaran langsung relevan dengan kesejahteraan menyeluruh yang berbeda hanya dari kesejahteraan ekonomi. 15 Secara epistemologis, Ekonomi Syariah dibagi menjadi dua disiplin ilmu; Pertama, Ekonomi Syariah normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda (al-mâl). Cakupannya adalah: (1) kepemilikan (al-milkiyah), (2) pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), dan (3) distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas). Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai (value-bond) atau valuational, karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah, melalui 14
Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Syariah, ter. Ikhwan Abidin Bisri, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 3 15 Chapra, Umer M, Masa Depan Ilmu Ekonomi : Sebuah Tinjauan Islam (The Future of Economics: An Ismaic Perspective, (Jakarta: Gema Insani, 2001)
Universitas Sumatera Utara
metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber hukum Islam yaitu alQur’an dan as-Sunnah. Kedua, Ekonomi Syariah positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam cara (uslub) dan sarana (wasilah) yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Bagian ini merupakan pemikiran universal, karena diperoleh dari pengalaman dan fakta empiris, melalui metode induksi (istiqra’) terhadap faktafakta empiris parsial dan generalisasinya menjadi suatu kaidah atau konsep umum. 16 Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari al-Qur’an dan asSunnah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Ekonomi Syariah positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (1990) disebut ilmu Ekonomi Syariah (al-‘ilmu al-iqtishadi fi al-islam). 17 2. Tujuan Ekonomi Syariah Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.18 Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu: 19 a. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya. b. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah. c. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar: 1) Keselamatan keyakinan agama (al din) 16
Husaini, S. Waqar Ahmed, Islamic Sciences, (New Delhi: Goodwork Book, 2002). 17 An-Nabhani, Taqiy Al-Din. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, (Beirut: Darul Ummah, 1990). 18 Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Syariah, ter. Nastangin dan Soeroyo, Jilid I, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf), 1995, hal. 84 19 Ibid, hal. 85
Universitas Sumatera Utara
2) Kesalamatan jiwa (al nafs) 3) Keselamatan akal (al aql) 4) Keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) 5) Keselamatan harta benda (al mal)
3. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah Secara garis besar Ekonomi Syariah memiliki beberapa prinsip dasar: 20 a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. c. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama. d. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. e. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. f. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) h. Islam melarang riba dalam segala bentuk. Prinsip sistem Ekonomi Syariah ada 2 (dua), yaitu: Pertama, Prinsip umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem Ekonomi Syariah, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah Islamiyah di sini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah (aqidah spiritual), yakni aqidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasiyah (aqidah politis), yakni aqidah yang menjadi landasan 20
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Syariah: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: EKONSIA, 2002), hal. 105.
Universitas Sumatera Utara
untuk mengelola segala aspek kehidupan manusia tanpa kecuali termasuk ekonomi. 21 Kedua, prinsip khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan sistem Ekonomi Syariah. Prinsip khusus ini terdiri dari tiga asas (pilar), yaitu: (1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah, (2) pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah) sesuai syariah, dan (3) distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas), melalui mekanisme syariah. Dalam sistem Ekonomi Syariah, tiga asas tersebut tidak boleh tidak harus terikat dengan syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan ekonomi) wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah, Al-Ashlu fi al-af’âl al-taqayyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar mengenai perbuatan manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam). 22 Prinsip sistem Ekonomi Syariah tersebut bertentangan secara kontras dengan prinsip sistem ekonomi kapitalisme saat ini, yaitu sekularisme. Aqidah Islamiyah sebagai prinsip umum Ekonomi Syariah menerangkan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala asek kehidupan tanpa kecuali, termasuk aspek ekonomi (lihat Qs. al-Mâ’idah [5]: 3; Qs. an-Nahl [16]: 89).23 Prinsip Islam ini berbeda dengan prinsip sistem ekonomi kapitalisme, yaitu sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Paham sekularisme lahir sebagai jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, yaitu di satu sisi pandangan Gereja dan para raja Eropa bahwa semua aspek kehidupan harus ditundukkan di bawah dominasi Gereja. Di sisi lain ada pandangan para filosof dan pemikir (seperti Voltaire, Montesquieu) yang menolak eksistensi Gereja. Jadi, sekularisme sebagai jalan tengah pada akhirnya tidak menolak keberadaan agama, namun hanya membatasi perannya dalam mengatur kehidupan. Agama hanya ada di gereja, sementara dalam kehidupan publik seperti aktivitas ekonomi, politik, dan sosial, tidak lagi diatur oleh agama. 24 Selanjutnya, karena agama sudah disingkirkan dari arena kehidupan, lalu siapa yang membuat peraturan kehidupan? Jawabnya adalah: manusia itu sendiri, bukan Tuhan, karena Tuhan hanya boleh berperan di bidang spiritual (gereja). Lalu agar manusia bebas merekayasa kehidupan tanpa kekangan Tuhan, maka manusia harus diberi kebebasan (freedom/al-hurriyat) yaitu; kebebasan beragama 21
http://tanbihun.com/kajian/analisis/prinsip-prinsip-ekonomiislam/#_ftnref10. Diakses tanggal 9 Juni 2010. 22 Ibnu Khalil, Atha`, Taisir Al-Wushul Ila Al-Ushul, (Beirut: Darul Ummahal, 2000). 23 Zallum, A.Q, Al-Amwal fi Daulah Al Khilafahal, (Beirut: Darul llmu lil Malayiin atau Zallum, 2001), Abdul Qadim, Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya, (Bogor : Pustaka Thariqul Izzahal, 1983). 24 An-Nabhani, Taqiy Al-Din. Nizham Al-Islam. (Tanpa Tempat Penerbit: Mansyurat Hizb Al-Tahrir, 2001).
Universitas Sumatera Utara
(hurriyah al-aqidah), kebebasan berpendapat (hurriyah al-ra`yi), kebebasan berperilaku (al-hurriyah al-syahshiyah), dan kebebasan kepemilikan (hurriyah altamalluk). Bertitik tolak dari kebebasan kepemilikan inilah, lahir sistem ekonomi kapitalisme. Dari tinjauan historis dan ideologis ini jelas pula, bahwa prinsip sistem ekonomi kapitalisme adalah sekularisme. 25 Sekularisme ini pula yang mendasari prinsip cabang kapitalisme lainnya, yaitu prinsip yang berkaitan dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan (barang dan jasa) kepada masyarakat. Semuanya dianggap lepas atau tidak boleh disangkutpautkan dengan agama. Berdasarkan sekularisme yang menafikan peran agama dalam ekonomi, maka dalam masalah kepemilikan, kapitalisme memandang bahwa asal usul adanya kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat (utility) yang melekat pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan manusia. Jika suatu barang mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka barang itu sah untuk dimiliki, walaupun haram menurut agama, misalnya babi, minuman keras, dan narkoba. Hal tersebut di atas, berbeda dengan Ekonomi Syariah yang memandang bahwa asal usul kepemilikan adalah adanya izin dari Allah SWT (idzn Asy-Syâri’) kepada manusia untuk memanfaatkan suatu benda. Jika Allah mengizinkan, berarti boleh dimiliki. Tapi jika Allah tidak mengizinkan (yaitu mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak boleh dimiliki. Maka babi dan minuman keras tidak boleh diperdagangkan karena keduanya telah diharamkan Allah, yaitu telah dilarang kepemilikannya bagi manusia muslim. Dalam masalah pemanfaatan kepemilikan, kapitalisme tidak membuat batasan tatacaranya (kaifiyah-nya) dan tidak ada pula batasan jumlahnya (kamiyah-nya). Sebab pada dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kekebasan (freedom/liberalism) di bidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja. Walhasil tak heran di Barat dibolehkan seorang bekerja dalam usaha perjudian dan pelacuran. Sedangkan Ekonomi Syariah, menetapkan adanya batasan tatacara (kaifiyah-nya), tapi tidak membatasi jumlahnya (kamiyah-nya). Tatacara itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta, baik pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan (infaqul mâl), seperti nafkah, zakat, shadaqah, dan hibah, maupun berupa pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti jual beli, ijarah, syirkah, shina’ah (industri), dan sebagainya. Seorang muslim boleh memiliki harta berapa saja, sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam. Maka dalam masyarakat Islam tidak akan diizinkan bisnis perjudian dan pelacuran, karena telah diharamkan oleh syariah. Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkannya kepada mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang terbentuk akibat interaksi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Harga berfungsi secara informasional, yaitu memberi informasi kepada konsumen mengenai siapa 25
Ibid
Universitas Sumatera Utara
yang mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang atau jasa. Karena itulah peran negara dalam distribusi kekayaan sangat terbatas. Negara tidak banyak campur tangan dalam urusan ekonomi, misalnya dalam penentuan harga, upah, dan sebagainya. Metode distribusi ini terbukti gagal, baik dalam skala nasional maupun internasional. Kesenjangan kaya miskin sedemikian lebar. Sedikit orang kaya telah menguasai sebagian besar kekayaan, sementara sebagian besar manusia hanya menikmati sisa-sisa kekayaan yang sangat sedikit. Dalam Ekonomi Syariah, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme syariah, yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum syariah yang menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme syariah ini terdiri dari mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk). Mekanisme ini, misalnya ketentuan syariah yang: (1) membolehkan manusia bekerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan; (2) memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan harta (tanmiyah mal) melalui kegiatan investasi, seperti dengan syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya; dan (3) memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat. 26 Sedang mekanisme non-ekonomi, adalah mekanisme yang berlangsung tidak melalui aktivitas ekonomi yang produktif, tetapi melalui aktivitas nonproduktif. Misalnya dengan jalan pemberian (hibah, shadakah, zakat, dan lain-lain) atau warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi, yaitu untuk mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata, baik yang disebabkan adanya sebab alamiah seperti bencana alam dan cacat fisik, maupun sebab non-alamiah, misalnya penyimpangan mekanisme ekonomi (seperti penimbunan). 27 Mekanisme non-ekonomi bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, dan memperkecil jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin. Mekanisme ini dilaksanakan secara bersama dan sinergis antara individu dan negara. Mekanisme non-ekonomi ada yang bersifat positif (ijabiyah) yaitu berupa perintah atau anjuran syariah, seperti: (1) pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan, (2) pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik, (3) pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu kepada yang memerlukan, dan (4) pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain. 28 26
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. (Beirut: Darul Ummah, 1990), hal. 62. 27 Ibid, hal. 62. 28 Ibid, hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
Ada pula yang mekanisme yang bersifat negatif (salbiyah) yaitu berupa larangan atau cegahan syariah, misalnya (1) larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak) walaupun telah dikeluarkan zakatnya; (2) larangan peredaran kekayaan di satu pihak atau daerah tertentu; (3) larangan kegiatan monopoli serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar; (4) larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada para penguasa; yang ujungujungnya menyebabkan penumpukan harta hanya di tangan orang kaya atau pejabat. 29 B. Penerapan Prinsip Syariah pada Koperasi dan Perbankan Syariah Mengenai penerapan prinsip syariah pada koperasi syariah dan perbankan syariah pada dasarnya sama. Adapun yang menjadi perbedaan pada koperasi syariah dan bank syariah adalah penerapan prinsip itu pada kegiatan usahanya. Hal ini dikarenakan koperasi bergerak pada unit-unit usaha yang keuntungannya dari, oleh dan untuk anggota, sedangkan perbankan pada perbankan syariah, keuntungannya hanya pada bank, dikarenakan pada bank, yang bukan nasabah juga bias meminjam. Hal itu dapat jelas dilihat pada uraian di bawah ini: 1. Prinsip Syariah pada Koperasi Syariah Pembahasan tentang ekonomi dalam Islam dimasukkan pada aspek ajaran muamalah yang mempunyai dua macam, yaitu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan materi (muamalah madiyah) dan yang menyangkut pergaulan hidup sosial (muamalah al adabiyah). 30 Menggabungkan kedua hal di atas dipandang sama dengan menggarisbawahi koperasi sebagai salah satu dari sejumlah bentuk kegiatan ekonomi yang tengah dikembangkan saat ini yang merupakan bangun ekonomi yang berwatak sosial dengan berpadunya nilai ekonomi dan sosial di dalamnya. Untuk selanjutnya mendudukkan koperasi dalam pandangan atau kerangka ajaran Islam. Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang
29
Ibid, hal. 63.
30
Ahmad Dimyati dkk, Islam dan Koperasi, Telaah Peran Serta Umat Islam dalam Pengembangan Koperasi, (Jakarta: Koperasi Jasa Indonesia, 1989), hal. 69-70
Universitas Sumatera Utara
melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai normanorma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai ekonomi. 31 Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama. Dari pengertian dan ciri koperasi dapat disimpulkan bahwa falsafah atau etik yang mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerjasama, gotong royong dan demokrasi ekonomi, menuju kesejahteraan umum. Melihat dari segi falsafah atau etik yang mendasari gerakan koperasi, kita temukan banyak segi yang mendukung persamaan dan diberi rujukan dari segi ajaran Islam, antara lain penekanan akan pentingnya kerjasama dan tolong menolong (ta’awun), persaudaraan (ukhuwah) dan pandangan hidup demokrasi (musyawarah). Di dalam Islam kerjasama dan tolong menolong sangat dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah ayat 2: ”Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Selain kerjasama dan tolong menolong dalam koperasi juga ditekankan unsur musyawarah. Ajaran Islam sangat menganjurkan pentingnya musyawarah untuk mencapai kesatuan pendapat, sikap maupun langkah-langkah dalam mengusahakan sesuatu. Anjuran bermusyawarah ditegaskan dalam QS. Ali Imran ayat 59. 32 Ayat ini dijadikan pedoman bagi setiap muslim khususnya bagi setiap
31
Asnawi Hasan, Loc. cit. “Maka disebabkan oleh rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah 32
Universitas Sumatera Utara
pemimpin agar bermusyawarah dalam setiap persoalan. Dengan musyawarah, setiap orang mempunyai hak yang sama, tidak ada diskriminasi. Persamaan hak juga ditemukan di dalam koperasi melalui asas satu anggota satu suara yang dijamin melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai forum musyawarah tertinggi yang minimal dilaksanakan setahun sekali. RAT memberi ikatan keorganisasian dalam hal kesamaan kedudukan, mengundang partisipasi, menentukan hak dan kewajiban anggota serta mengikat tanggung jawab dalam hal keuntungan dan kerugian. 33 RAT merupakan manifestasi dari kerjasama yang dilakukan secara sukarela dan terbuka. Prinsip suka rela dan terbuka merupakan prinsip koperasi yang sesuai dengan prinsip Islami. Kerjasama dan musyawarah mencerminkan adanya persaudaraan (ukhuwah) yang dicita-citakan sebagai ciri ideal umat Islam. Hal ini menunjukkan kesesuaian nilainilai ta’awun, musyawarah dan ukhuwah dengan nilai kerjasama, demokrasi, sukarela, terbuka dan kekeluargaan dalam koperasi. Selain itu kesesuaian koperasi dengan Islam dapat dilihat dari mekanisme operasional atau pola tata laku operasional adalah melalui sistem imbalan (keuntungan atau fasilitas) yang diterima anggota yang sesuai dengan peran serta kontribusinya bagi koperasi. Hal ini sesuai dengan prinsip balas jasa di dalam Islam. Islam mengajarkan seseorang hanya menerima apa yang ia usahakan sebagaimana yang ditegaskan dalam QS. Al Zalzalah ayat 7-8 :”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”... 33 Ahmad Dimyati, dkk, Op. cit, hal. 72-73
Universitas Sumatera Utara
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Hal lain dapat dilihat mengenai Sisa Hasil Usaha (SHU) dalam koperasi, bahwa maksimisasi SHU bukan tujuan dan pemanfaatan sebagian SHU diperuntukkan bagi kemaslahatan umum. Hal ini menghindari usaha-usaha eksploitatif, menekankan pelayanan anggota dan memperhatikan kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan nilai kebersamaan dan cita-cita keadilan sosial dalam Islam.
34
Dalam mewujudkan keadilan sosial ini, Islam menentang
penimbunan kekayaan pada segelintir orang tanpa membelanjakannya ke jalan Allah melalui lembaga-lembaga zakat, infak dan shodaqah dan yang lainnya yang mempunyai multiplier effect ke arah terwujudnya keadilan sosial tersebut. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah QS. At Taubah ayat 34: “Dan orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” Ajaran Islam menghendaki adanya redistribusi kekayaan secara merata, misalnya bagi fakir miskin, anak yatim, orang yang meminta-minta atau yang haknya dirampas, juga dengan tegas dinyatakan bahwa kekayaan atau komoditi tidak boleh berputar di antara orang-orang kaya saja. Hal ini disebutkan dalam QS. Al Hasyr ayat 7:”Apa saja harta rampasan (fa-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang 34
Ibid, hal. 75.
Universitas Sumatera Utara
kaya saja di antara kamu”. Perwujudan keadilan sosial dengan pendekatan ini mencerminkan out put demokratisasi sistem ekonomi Islam, yang selaras dengan tujuan koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi. Hal ini menandakan bahwa Islam dan koperasi mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai demokratisasi ekonomi. Dengan praktek demokratis koperasi, maka terlihat bahwa cara kerja dalam pengelolaan koperasi merupakan cara yang Islami. Hal ini menunjukkan kesesuaian pola operasional koperasi dengan Islam.
2. Prinsip syariah pada perbankan syariah Membicarakan masalah perbankan tidak mungkin terlepas dari pembicaraan tentang uang. Dalam Islam, uang dipandang semata-mata sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Oleh karena itu uang dalam konsepsi Islam tidak dapat menghasilkan suatu apapun. Dengan demikian bunga atau riba pada uang yang dipinjam atau dipinjamkan adalah dilarang. 35 Konsep perbankan secara Islam bersumber pada konsep Islam tentang uang. Karena uang tidak dibenarkan menghasilkan pertambahan (riba), maka bank Islam (bank syariah) dalam kegiatannya tidak bertumpu pada bunga. Penghasilan bank didapat melalui investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Prinsip bagi hasil adalah suat u pr insip yang me liput i t at a cara pembag ian has il u saha ant ara penyedia dana dengan pengelo la dana yang besarnya didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak baik antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank denga n p ener ima dana. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terdiri dari dua sistem, yaitu: 1. Profit Sharing Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. 36 Profit secara istilah adalah
35
Abdul Mannar, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1997), hal. 162. 36 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), hal. 101
Universitas Sumatera Utara
perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).37 Istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. 38 Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. 39 Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biayabiaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. 40 Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
2.
Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. 41 Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
37
Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994), Edisi ke-2, hal. 534. 38 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 264 39 Murasa Sarkaniputra, Direktur Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Surat Tanggapan atas surat MUI, Jakarta, 29 April 2003. hal. 3. 40 Syamsul Falah, Pola Bagi Hasil pada Perbankan Syari’ah, Makalah disampaikan pada Seminar Ekonomi Islam, Jakarta, 20 Agustus 2003. 41 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), Cet. ke-21.
Universitas Sumatera Utara
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). 42 Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. 43 Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan. 44 Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit). Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan syariah, yang dimaksud dengan revenue bagi bank konvensional adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank. 45 Revenue pada perbankan Syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. 46 Perbankan Syariah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. 47 Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. 48 Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank. 49 42
Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op. cit, hal. 583. Murasa Sarkaniputra, Loc. cit. 44 Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Op. cit, hal. 473 45 Akmal Yahya, Profit Distribution. http//www.ifibank.go.id. Diakses tanggal 9 Juni 2010. 46 Ibid. 47 Dewan Syari'ah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah, Ed. 1, Diterbitkan atas Kerjasama Dewan Syari'ah Nasional-MUI dengan Bank Indonesia, 2001, hal. 87 48 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Loc.Cit. 49 Akmal Yahya, Loc. cit 43
Universitas Sumatera Utara
Operasional bank syari'ah-didasarkan atas prinsip-prinsip berikut ini: 50 a. Larangan riba Riba dalam Islam hukumnya haram. Hal ini diatur dalam Al Qur'an dan Al Hadits sebagai dasar hukum, yaitu : 1) Q.S. Al-Baqarah (2): 175-179 Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka! 2) Q.S. Ali Imran (3): 120 Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. 3) Q.S. Ar-Rum (30): 39 Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). 4) Hadits Rasulullah SAW : Riwayat Al Hakim: "Dan sabda Nabi SAW: dosa riba adalah lebih besar di sisi Allah Ta'ala dari pada tiga puluh tiga kali perzinaan yang dilakukan seorang lelaki dalam Islam" b. Mengutamakan dan mempromosikan perdagangan dan jual beli Dasar hukumnya adalah: 1) Q.S. An-Nina (4) : 29 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu 50
M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Buku Kesatu, (Jakarta: Penerbit Bangkit, 1992), hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. 2) Q.S. Faathir (35) : 29-30 Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. 3) Hadits Rasulullah SAW : Hadits Riwayat Al Bazaar: Bahwa Nabi SAW pernah ditanya: "Mata pencaharian apa yang paling baik?. Nabi menjawab: "Seorang pekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mulus dan bersih". c. K eadilan Dasar hukumnya antara lain : Q.S. Al Israa (17) : 16-35 Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta`ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. An-Nisaa' (4): 160-161 Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. Q.S. Al-An'am (6) : 162 Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
d. Kebersamaan dan Tolong Menolong Dasar hukumnya antara lain : Q.S. Al-Asr (103) “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Universitas Sumatera Utara
Al-A'raf (10) “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”. Al-Baqarah: (212) “Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. Adapun bentuk , nyata prinsip-prinsip perbankan syariah tersebut di atas diwujudkan dalam bentuk-bentuk usaha berikut ini : 51 a. Al Wadiah Yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang) dengan penyimpan (termasuk bank) dimana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya. Jadi al-wadiah ini merupakan titipan murni yang dipercayakan oleh pemiliknya. Semua manfat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan. Dasar hukum Al-wadiah adalah: Q.S. Baqarah: 238 dan Q.S. An-Nisa: 58 b. Al-Mudharabah Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. 52 Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit). 53 Dasar hukum A1-Mudharabah ialah: Q.S. Al-Muzammil: 20 51
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996), hal 31. 52 Abdurrahman al Jaziri, Op. cit. hal. 34. 53 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga; Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet. ke-1, hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
“... dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Q.S. Al Jum'ah: 10 “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Q.S. Al-Baqarah: 198 “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.
c. Al-Musyarakah Adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. 54 Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 55 Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 56 Dasar hukum Al-Musyarakah adalah: Q.S. An-Nisa': 12 dan Q.S. Shad.: 24, dan hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa 54
Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh Alaa al Madzahibul Arba’ah, (Lebanon: Darul Fikri, 1994), Jilid 3, hal. 63. 55 M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute dan BI, 1999), Cet. ke-I, hal. 129 56 Indra Jaya lubis, Tinjauan Mengenai Konsepsi Akuntansi Bank Syariah, Disampaikan pada Pelatihan-Praktek Akuntansi Bank Syariah BEMJ-Ekonomi Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2001), hal. 18
Universitas Sumatera Utara
Rasulullah. SAW telah. bersabda: "Allah SWT telah berkata, " Aku . Menyertai dua pihak yang sedang berkongsi sesama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka Aku keluar dari penyertaan tersebut" (HR- Abu Daud) d. Al-Murabahah dan Al-Bai’u Bithaman Ajil A I-Murabahah adalah, persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok. ditambah dengan keuntungan ,yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi cara pembayaran sekaligus. Sedangkan Al-Bai’u Bithaman Ajil adalah persetujuan jual beli barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran. Dasar hukum dari kedua jenis persetujuan ini di dalam Al-Qur'an adalah: Q.S. An-Nisa' : 29 dan Q.S. At-Baqarah: 275 dan Hadits Nabi SAW yang berbunyi: - Dari Suhaeb ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan, yaitu (1) menjual dengan pembayaran secara kredit, (2) muqaradhah (nama lain dari mudharabah), (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk di jual. (HR. Ibnu Majah, Subtti Assalam) - Dari Abu Said Al-Hudri bahwa, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka". (HR. Al BaihaqI, Ibnu Majah dan, sahih menurut Ibnu Hiban). e. Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri Al-IJarah adalah perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan mmbayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah masa, sewa berakhir, maka barang akan dikembalikan kepada pemilik. Sedangkan Al-Ta Jiri, adalah perjanjian antar milik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa, sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada, penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak. Dasar hukum AI-Ijarah dan AI-Ta jiri adalah Q.S. AI-Qashas : 26 dan Q.S. At-Thalaq : 6. f. AI-Qardhul Hasan Yaitu suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dimana peminjam tidak berkewajiban untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman dan biaya adminstrasi. Dasar hukumnya adalah:
Universitas Sumatera Utara
Q.S. Al Baqarah : 245 Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. Q.S. Al-Muzammil : 20 Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dasar hukum berupa hadit s adalah hadit s dari Ibnu Mas'ud ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : "Barang siapa yang telah melepaskan saudaranya yang miskin dari satu kesusahan-kesusahan dunia maka .Allah akan lepaskan satu kesusahan padanya di hari akhir. Barang siapa telah membantu saudaranya yang kesulit an di dunia, maka Allah akan me mba nt unya di dunia dan akhir at . Sesungguhnya Allah selalu membantu seorang hamba, sesama hamba tersebut membantu saudaranya (HR. Muslim). Selain fasilitas-fasilitas di atas, bank syariah juga memberikan fasilitas berupa produk-produk di bawah ini: a. Al-Kafalah Yaitu pemberian garansi kepada nasabah untuk menjamin pelaksanaan, proyek kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin dengan cara bank meminta pihak yang dijamin untuk menyetorkan sejumlah dana sebagai setoran jaminan dengan prinsip Al-wadiah. Hasilnya, bank akan memperoleh fee. b. AI-Hiwalah Yaitu jasa bank untuk melakukan kegiatan transfer (kiriman uang) atau pengalihan tagihan. Dari kegiatan ini bank akan memperoleh fee sebagai imbalan, yaitu perjanjian dimana pihak pertama berjanji untuk
Universitas Sumatera Utara
memberi sejumlah imbalan-imbalan tertentu kepada pihak kedua (amil) atas suatu usaha/layanan proyek yang sifat dan batasan-batasannya tercantum di dalam pe perjanjian. c. Al-Wakalah Yaitu jasa penitipan uang atau surat berharga, untuk itu bank mendapat kuasa dari yang menitipkan untuk mengelola uang atau surat berharga tersebut. Dalam hal ini bank akan memperoleh fee sebagai imbalan jasanya. d. Al-Sharf Yaitu kegiatan jual beli suatu. mata uang dengan mata uang lainnya. Jika yang diperjualbelikan adalah mata uang yang sama maka nilai mata uang tersebut haruslah sama dan penyerahannya juga dilakukan pada waktu yang sama. C. Karakteristik Koperasi Syariah Koperasi merupakan sebuah perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan bersama untuk bekerja sama dalam memperbaiki dan meningkatkan taraf kemampuan mereka di bidang ekonomi dan perekonomian. Unsur-unsur penting dari kalimat tersebut adalah adanya orang-orang, yang berkumpul dalam sebuah perkumpulan, mempunyai tujuan yang sama dengan bekerja sama, di dalam bidang kesejahteraan ekonomi. Jadi sejak awal sebuah koperasi termasuk koperasi syariah menjalankan usahanya, para pengurus dan anggota koperasi secara sadar dan wajib memanfaatkan jasa atau produk yang dihasilkan oleh koperasi mereka sendiri, sebagai cara utama untuk ikut memajukan koperasi dalam memupuk modal. Sedikit berbeda dengan koperasi pada umumnya, koperasi syariah dalam menjalankan produk simpan pinjam (pembiayaan) menggunakan prinsip-prinsip syariah. Koperasi syariah memiliki karakteristik sebagai berikut:57 1. Mengakui hak milik anggota terhadap modal usaha 2. Tidak melakukan transaksi dengan menetapkan bunga (riba) 3. Berfungsinya institusi ziswaf 4. Mengakui mekanisme pasar yang ada 5. Mengakui motif mencari keuntungan 6. Mengakui kebebasan berusaha 7. Mengakui adanya hak bersama 57
Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Syariah, (Bandung, Pustaka Mulia dan Fakultas Syariah IAIN SGD, 2000), hal. 108.
Universitas Sumatera Utara
Anggota KJKS dan UJKS Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1995 tentang Kegiatan Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi serta Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Sebagaimana halnya pada koperasi umumnya, pembentukan koperasi syariah didasarkan pada kesepakatan para anggota beserta adanya simpanan pokok para anggota yang menjadi modal usaha koperasi syariah yang akan dibentuk. Oleh karenanya selama menjadi anggota koperasi syariah, maka hak milik anggota terhadap modal usaha koperasi syariah akan tetap diakui. Dalam ekonomi syariah/ Islam, bunga (riba) jelas diharamkan. Oleh karenanya, setiap transaksi-transaksi yang berprinsip syariah, termasuk transaksitransaksi koperasi syariah, tidak akan ditetapkan melalui sistem bunga (riba), namun berdasarkan prinsip bagi hasil sebagaimana diatur dan diakui dalam ekonomi syariah. Koperasi konvesional tidak menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat, sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasabahnya, karena kopersai ini juga berfungsi sebagai institusi Ziswaf, yaitu institusi (Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Waqaf). KJKS dan UJKS yang menjalankan kegiatan maal wajib membuat laporan penerimaan dan distribusi dana Zakat, Infaq, Shadaqah, serta wakaf (ZISWAF). Koperasi syariah juga dituntut tak sekedar halal demi kelangsungan hidupnya. Dalam teori strategi pembangunan ekonomi, kemajuan koperasi dan usaha kerakyatan harus berbasiskan kepada dua pilar: tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat; Berfungsinya aransmen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang efektif. Adanya keuntungan merupakan salah satu syarat tetap eksisnya sebuah lembaga keuangan. Demikian juga halnya dengan koperasi syariah, dalam prakteknya kegiatan-kegiatan koperasi syariah juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang dalam hal ini keuntunga tersebut berasal dari, oleh dan untuk anggota koperasi syariah. Sistem Ekonomi Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan Syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan amanah. Oleh karenanya, di dalam koperasi syariah, setiap anggota dibebaskan berusaha sesuai dengan keterampilan masing-masing, sehingga peroleh pendapatan dan kekayaan para anggota tentunya juga akan mengalami perbedaan sesuai dengan usaha yang dijalankan setiap anggota. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan
Universitas Sumatera Utara
mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. 58 Hak-hak anggota yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut: 59 a. Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota. b. Memilih atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas. c. Meminta diadakan rapat anggota sesuai dengan aturan yang berlaku. d. Mengemukakan pendapat dan saran kepada pengurus di luar rapat anggota baik diminta maupun tidak diminta. e. Mendapatkan pelayanan koperasi. f. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi. g. Memperoleh pembagian sisa hasil usaha (SHU) sesuai dengan besarnya partisipasi dengan syarat membayar simpanan pokok dan simpanan wajib secara periodik.
58
http://nani3.wordpress.com/2008/02/04/koperasi-masjid-sistemekonomi-syariah/. Diakses tanggal 9 Juni 2010. 59 Standar Operasional Prosedur KJKS dan UJKS, hal. 17.
Universitas Sumatera Utara