Compliance With Type MB Leprosy Patients Post- Treatment Multi Drug Therapy (MDT) With Laboratory Test Results Mycobacterium Leprae In Health Care District Blora Sutejo Haryanto, Mardini , Yuni Sandra Pratiwi, Idris Yani Pamungkas Background: Leprosy is a chronic infectious disease. There are two types of leprosy are type PB ( Pauci Baciller) and MB (Multy Baciller). Treatment of leprosy patients take a long time, especially leprosy type MB ( Multy Baciller) is 12 months with a grace period of 18 months. Compliance in the treatment of patients is needed, because the compliance of patients will take medication regularly, so the germ of leprosy will die and be reduced to the signs of leprosy disappeared. Purpose of the research: This study aimed to determine the relationship between the level of compliance with the treatment of leprosy patients laboratory results after completion of treatment of Mycobacterium leprae. Research methods: The study was correlation study with cross sectional analysis Corelations Kendalls Tau. The research location is in the center Kunduran, Banjarejo, Doplang, Kedungtuban Blora regency, with the consideration of this health center is a center with the highest number of leprosy patients in Blora district. The research subject is type MB ( Multy Baciller) leprosy patients who had completed treatment, a total of 40 respondents. Results of the research: From the analysis found a significant correlation between medication compliance with the laboratory results of Mycobacterium leprae. These results obtained from processing data 40 respondents, which consisted of 28 respondents who comply with the results of laboratory medicine and the second negative 26 positive, while 12 respondents did not comply with the laboratory results of treatment with 10 positive and 2 negative. Based on the results obtained by statistical analysis of correlation r of 0.762 with the provisions of r >0.75 very strong correlation and significance p value = 0.01 < p tabel 0,05, so Ho refused and Ha accepted. Conclusion: There is a strong and significant relationship between type of MB leprosy patient compliance after treatment with Multi Drug Theraphy Laboratory test results of Mycobacterium leprae with r value of corerelation 0.762 with p value = 0.01significance. PENDAHULUAN
kecacatan karena Kusta (Cook & Zumla, 2002).
Kusta
masih
menjadi
masalah
Pada tahun 2006, WHO menyatakan
kesehatan yang membutuhkan perhatian
bahwa jumlah penderita Kusta yang tercatat
lebih di dunia. Diantara penyakit-penyakit
di dunia selama tahun 2006 adalah 243.124
lain, Kusta merupakan salah satu penyakit
kasus baru sedangkan pada tahun 2004
yang menyebabkan tingginya kecacatan
adalah 407.791. Jumlah kasus baru, ini
fisik secara permanen di dunia. World
mengalami
Health Organization (WHO) memperkirakan
selama 2006 dibanding 2004 (WHO, 2006)
antara 2 sampai 3 milyar orang mengalami
penurunan
sekitar
59,6
%
sudah
penderita dengan type Pauci Baciler (PB)
disusun berdasarkan atas penemuan kasus
dan 131 orang penderita dengan type Multi
baru secara dini dan pemerataan distribusi
Baciler (MB).
Strategi
Multiple
eliminasi
Drug
menyeluruh
Kusta
Therapy
di
dunia.
dunia
(MDT) Target
secara
Dari sekian banyak penderita yang
eliminasi
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
didefinisikan sebagai penurunan prevalensi
Blora,
kurang dari 1 per 10.000 penduduk di
Kunduran,Kedungtuban,Banjarejo
tingkat nasional pada tahun 2007 Melalui
Doplang
pelaksanaan
terbanyak diantara 26 Puskesmas yang ada
eliminasi
Kusta
secara
intensif, prevalensi penyakit ini menurun 2000
adalah
1,25
per
10.000
Menurut
hasil
laporan
kegiatan
pelapor
dan penderita
Kusta jika tidak tertangani akan menyebabkan perubahan-perubahan fisik, sosial
penduduk (WHO, 2007).
merupakan
Kecamatan
di Kabupaten Blora (Din Kes Blora, 2009).
secara signifikan dan prevalensi Kusta tahun
Puskesmas
dan
psikologis
ketidakmampuan
yang
dan
berupa
keterbatasan.
Program Pemberantasan Penyakit Kusta
Seseorang yang terdiagnosa Kusta akan
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
mengalami penurunan kepercayaan diri,
pada tahun 2008 menunjukkan
merasa malu, kehilangan harapan dan
masih
adanya Kabupaten dengan Kriteria High
memiliki gambaran diri yang buruk Stigma tentang penyakit Kusta di
endemis dengan prevalensi rate > 1/ 10.000
masyarakat masih tinggi, hal ini yang
penduduk. Kabupaten Blora menempati urutan
menyebabkan
penderita
ke 6 (enam) dari 35 kabupaten di Jawa
terlambat
Tengah sebagai daerah dengan Kusta
lebih
terbanyak. Dan memiliki angka prevalensi
mengalami kecacatan. Kecacatan ini akan
1,9 per 10.000 penduduk. Tiap tahun di
membuat
Kabupaten Blora ditemukan penderita baru
keterbatasan dalam beraktifitas sehingga
Kusta.
kualitas hidupnya mengalami penurunan.
Untuk
tahun
2008
ditemukan
baik
Dari
penderita baru sebanyak 103 orang, yang
memperoleh
kadang-kadang
sampai
perawatan mereka
penderita
data
yang
yang
terlanjur
mengalami
ada
proporsi
terdiri dari 28 orang Kusta dengan type
penderita Kusta type Multi Baciler (MB).
Pauci Baciler (PB)
lebih banyak daripada type Pauci Baciler
type
Multi
Baciler
dan 75 orang dengan (MB).
Sedangkan
(PB)
. Sebagaimana kita ketahui bahwa
penderita terdaftar dan diobati sebanyak
penderita Kusta type Multi Baciler (MB).
160 orang, yang terdiri dari 29 orang
merupakan jenis Kusta yang dapat menular
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
2
pada orang lain, karena kuman yang ada
bulan Desember 2009 , yaitu sebanyak 40
pada penderita Kusta type Multi Baciler
orang.
(MB).
lebih banyak dari pada type Pauci
Baciler (PB)
(Dep Kes RI,
Cara
Berdasarkan
fenomena
tersebut
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
sampel
yaitu
dengan mengambil anggota populasi di 4 Puskesmas
2007).
pengambilan Kabupaten
Blora
(Quota
Sampling ) 40 orang, dengan kriteria: a. Kriteria Inklusi.
tentang hubungan kepatuhan pengobatan
1). Penderita Kusta type Multi Baciler
penderita Kusta type Multi Baciler (MB).
(MB) yang telah selesai pengobatan
terhadap hasil uji Mycobacterium leprae
dari bulan Januari 2007 sampai
setelah
dengan bulan Desember 2009.
pengobatan
di
Puskesmas
2). Penderita Kusta type Multi Baciler
Kabupaten Blora. METODE PENELITIAN Jenis
penelitian
Correlation Study merupakan
(MB) adalah
penelitian
yang pada hakikatnya
penelitian
atau
penelaahan
hubungan antara dua variabel pada suatu
yang
bersedia
menjadi
responden. b. Kriteria Eksklusi. 1).Semua penderita Kusta type Pauci Baciler ( PB).
guna
2).Penderita Kusta type Multi Baciler
memperdalam informasi tentang masalah
(MB) yang melakukan pengobatan di
tingkat kepatuhan pengobatan penderita
luar Puskesmas Kunduran, Doplang,
Kusta (Notoatmodjo, 2002).
Kedungtuban ,Banjarejo.
situasi
atau
kelompok
subyek
Dengan pendekatan Cross Sectional
3).Semua penderita Kusta type Multi
yaitu penelitian dimana variabel-variabel
Baciler (MB) yang tidak bersedia
yang termasuk faktor resiko dan variabel-
menjadi responden.
variabel yang termasuk efek di observasi
Instrumen yang digunakan dalam
sekaligus
pada
waktu
yang
sama
pengumpulan data adalah dengan medical
(Notoatmojdo, 2002).
record/kartu pengobatan penderita yang
Populasi dan Sampel
ada di Puskesmas dan hasil pemeriksaan
Dalam penelitian ini populasinya
laboratorium Mycobacterium leprae. Dari
yaitu penderita Kusta type Multi Baciler
kartu pengobatan penderita dipilah-pilah
(MB) yang telah selesai pengobatan dari
menjadi dua bagian, yang berobat teratur
bulan Januari tahun 2007 sampai dengan
dan tidak teratur, kemudian penderita yang tidak teratur berobat dicatat nama dan
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
3
alamatnya selanjutnya didatangi kerumah masing-masing untuk diambil preparatnya. Analisa
data
menggunakan
analisis
3. Sifat menghubungkan dua atau lebih variabel. 4. Dan jumlah sampel lebih dari 10.
statitistik sebagai berikut: HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat. Analisa data disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui proporsi
masing-
masing variabel.
1. Karakteristik Responden a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden
2. Analisa Bivariat ( analisa ganda ) Analisa terhadap
dua
bivariat variabel
yaitu yang
analisa di
duga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2005). Pada tahap analisa Bivariat untuk variabel bebas
dan
terikat
dilakukan
dengan
menggunakan uji korelasi Kendalls tau, rumusnya sebagai berikut : ∑A - ∑B
T =
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
N ( N-1)
mayoritas umur responden adalah umur
2
15 - 30 tahun 15 (37,5 %), umur 31 – 45
Dimana : T = Koefesien korelasi Kendalls tau yang besarnya (-1<0<1)
tahun berjumlah 13 (32,5 %), umur 46– 60 berjumlah 10 (25 %), dan umur lebih dari 60 tahun 2 (5, %)
A = Jumlah rangking atas
a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis
B = Jumlah rangking bawah
Kelamin Responden
N = Jumlah anggota sampel Penggunaan uji hipotesa dengan uji korelasi Kendalls tau dengan alasan sebagai berikut :
gender 80 60
1. Bentuk skala data adalah ordinal.
40
2. Penjabaran deskriptif
20
dalam bentuk
distribusi frekwensi persentasi.
gender
0
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
Laki - Laki
Perempuan
4
Dari grafik menunjukan 25 (62,5 %) orang
a.Distribusi
responden adalah berjenis kelamin laki-laki,
Pengobatan Responden
Frekuensi
Kepatuhan
sedangkan 15 (37,5 %) orang responden adalah berjenis kelamin perempuan. b. Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Tingkat Kecacatan Responden
Responden dikatakan berobat teratur bila telah menyelesaikan pengobatan dalam waktu yang ditentukan yaitu 12 bulan, dengan batas akhir sampai dengan 18 bulan. Sedangkan responden dikatakan Dari
grafik
diatas
menunjukan
bahwa
sebagian besar responden tidak mengalami cacat atau cacat tingkat 0(nol) 22 (55%) kemudian cacat tingkat 2(dua) 14 (35%) dan cacat tingkat 1(satu) 4 (10%) c. Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Pendidikan Responden
tidak
dalam
pengobatan
bila
menyelesaikan pengobatan lebih dari 18 bulan. Dari 12 orang responden yang tidak tidak patuh, pengobatannya selesai dalam waktu antara 23 sampai 26 bulan. b. Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Laboratorium Distribusi Hasil Pemeriksaan Laboratorium BTA No 1. 2. Dari
1.
patuh
Hasil BTA f Positif 11 Negatif 29 hasil uji laboratorium yang
% 27,5 72,5 telah
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa
dilakukan pada responden yang berjumlah
responden yang tidak tamat SD sebesar
40
9
18
menunjukkan hasil negatif (tidak ditemukan
(45,0%), berpendidikan SMP 7 (17,5 %),
adanya Mycobacterium leprae), sedangkan
SMA 4(10,0 %).
11
(22,5%),
berpendidikan
SD
Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan bertujuan untuk
orang,
(27,5%)
29
(72,5%)
orang
responden
responden
yang
menunjukkan hasil positif (masih ditemukan adanya Mycobacterium lepra).
mengetahui gambaran kepatuhan penderita dan hasil pemeriksaan laboratorium Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
5
a. Distribusi
Pengobatan
Dengan
Hasil
Penderita
PEMBAHASAN Setelah dianalisa ternyata terdapat
Pemeriksaan
adanya hubungan diantara kedua variabel
Laboratorium BTA
yaitu kepatuhan pengobatan dan hasil uji laboratorium. Dari 28 responden yang patuh
Uji Laboratorium Pengob Positif Negat atan if f % f % Patuh 2 5 2 2 6 5 Tidak 1 25 2 5 patuh 0 Total 1 30 2 7 2 8 0
Total
dalam pengobatan hampir tidak ditemukan
f 2 8 1 2 4 0
adanya kuman Kusta hanya 2 orang yang
% 7 0 3 0 1 0 0 Dari 28 (65%) orang penderita Kusta
yang
patuh
dalam
pengobatan
tidak
ditemukan adanya Mycobakterium leprae dalam hasil pemeriksaan laboratorium BTA dan 2 orang (5%) yang menunjukkan adanya Mycobakterium leprae sedangkan 10 (25%) orang penderita Kusta yang tidak patuh
dalam
pengobatan
ditemukan
Mycobakterium leprae dalam pemeriksaan laboratorium BTA dan 2 orang (5%) yang menunjukkan tidak adanya Mycobakterium leprae. Hasil
analisa
menggunakan
bivariat
Kendalls
Tau
dengan terhadap
kedua variabel diperoleh nilai korelasi r sebesar
0,762
dengan
probabilitas
signifikansi p value = 0,01 < p tabel 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan
antara
kepatuhan
pengobatan dengan hasil uji laboratorium Mycobacterium Leprae.
masih positif, hal itu karena kepatuhan hanya peneliti lihat dari register tanpa konfirmasi dengan penderita atau keluarga atau
ada
kemungkinan
yang
lain,
sedangkan yang tidak patuh sebanyak 12 responden
dalam
pengobatan10
orang
masih ditemukan adanya kuman Kusta, walau
secara
klinis
telah
dinyatakan
sembuh. Sebagaimana tecantum dalam buku pedoman
pemberantasan penyakit
Kusta “Penderita Kusta yang telah selesai dalam
pengobatan
dinyatakan
sembuh
tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium“ (Dep Kes, RI, 2004). Namun kenyataanya masih ditemukan penderita yang kambuh lagi, setelah beberapa tahun dinyatakan sembuh Berdasarkan
hasil analisa statistik
Kendalls Tau terhadap kedua
variabel
diatas diperoleh nilai korelasi r sebesar 0,762 dengan ketentuan Korelasi sangat kuat
> 0,5 – 0,75: dan probabilitas
signifikansi p value = 0,01 < p tabel 0,05 dengan demikian
ada hubungan yang
signifikan antara variable, disimpulkan
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
terdapat
maka dapat
hubungan
yang 6
bermakna antara kepatuhan pengobatan
teratur dalam pengobatan, perasaan malu
dengan
beresiko 5 kali tidak teratur berobat.
hasil
uji
laboratorium sesuai
Sebagaimana dalam penelitian ini,
dengan hipotesis bahwa ada hubungan
dua belas penderita yang tidak teratur yang
signifikan antara kepatuhan pengobatan
menjadi responden dalam penelitian ini
penderita Kusta tipe MB dengan hasil uji
memang sesuai dengan kriteria di atas yaitu
laboratorium Mycobacterium Leprae paska
: laki-laki masih muda yaitu usia 19 sampai
pengobatan, sehingga Ha diterima dan Ho
40 tahun, mengalami cacat tingkat 2, jarak
ditolak
rumah dengan Puskesmas 10 Km, jalan
Mycobacterium
Leprae.
Hal
ini
yang
berbatu, tidak ada sarana angkutan umum,
mempengaruhi penderita Kusta terutama
pekerjaan buruh penggarap lahan di hutan.
tipe MB
Faktor lain yang mungkin dialami keempat
Ada
beberapa
faktor
yang menyebabkan tidak patuh
dalam pengobatan, antara lain : waktu
responden
pengobatan yang lama, sehingga merasa
dukungan keluarga. Karena pengambilan
bosan, jarak tempat tinggal dengan tempat
obat dapat dilakukan oleh penderita sendiri
pelayanan yang jauh, jenis kelamin (pria
atau keluarganya, dalam kejadian ini ketika
biasanya lebih tidak patuh dengan alasan
penderita berhalangan mengambil obat,
sibuk bekerja), perasaan malu karena
keluarga tidak ada yang mengambilkan
cacat, kurangnya dukungan keluarga, faktor
sehingga pengobatanya menjadi terlambat.
usia
juga
mempengaruhi
adalah
kurangnya
kepatuhan
pengobatan terutama yang masih muda
SIMPULAN Berdasarkan
karena alasan malu. Dari beberapa faktor yang penulis sebutkan di atas, kecacatan merupakan faktor resiko tertinggi untuk tidak patuh dalam pengobatan,
tersebut
sebagaimana hasil
hasil
penelitian
yang
dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari 40 orang responden yang diteliti,
yang
patuh
dalam
penelitian Piereno pada tahun 2003 tentang
pengobatan
evaluasi
orang responden dan yang tidak
penemuan
penderita
dan
faktopenentu ketidakteraturan pengobatan penderita Kusta di Yogyakarta menyebutkan,
sebanyak 28 (70 %)
patuh 12 (30 %) orang responden. 2. Hasil
pemeriksaan
antara lain : jenis kelamin pria 3 kali beresiko
menunjukkan
tidak teratur, kecacatan 2 kali beresiko tidak
responden
teratur, kebosanan 3 kali beresiko tidak
pengobatan ternyata hasil laboratorium
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
bahwa
laboratorium
yang
26 patuh
(65
%)
dalam
7
Mycobacterium leparae negative dan 2 (
Advokasi P2 Kusta Dirjen PPM & PLP, Jakarta.
5% ) yang masih positif Mycobacterium leparae dan 10 (25 %) responden yang tidak
patuh
hasil
laboratorium
Depkes RI, 2004. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dirjen PPM & PLP, Jakarta.
Mycobacterium leprae positif dan 2 (5%) hasil
laboratorium
Mycobacterium
Depkes
leparae negatif. 3. Setelah dilakukan analisa terhadap 2 variabel di atas, menunjukkan adanya hubungan
yang
signifikan,
antara
R.I. , 2007, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta bagi Petugas Puskesmas, Dirjen PPM dan PLP, Jakarta.
Dinkes Prop Jateng, 2004, Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, SubDin PPM, Semarang.
kepatuhan pengobatan dengan hasil uji laboratorium.
Dari
analisa
statistik
dengan Kendalls Tau diperoleh angka korelasi r = 0,762 yang berarti ada hubungan sangan kuat dan dengan signifikansi p value = 0,01 < p tabel 0,05 yang
menunujukan
hubungan
yang
signifikan antara dua variable ,sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima. DAFTAR PUSTAKA Alimul Aziz. H.A, 2003, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Media, Jakarta. Arikunto, 2000, Manajemen Penelitian, Edisi Baru, Rineka Cipta, Jakarta. Budiarto, Eko, SKM, 2002 Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta Cook & Zumla, 2002, Mansons Tropical Diseases, Cook GC.London Depkes
RI, 2005. Modul pelatihan Komunikasi Interpersonal dan
Dinkes Blora, 2009, Rekapitulasi Laporan Bulanan Program Eliminasi Kusta, Kasie P2M, Blora. Juanda, 2005, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi IV, FKUI.Jakarta Notoatmodjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam, 2003, Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : EGC. Program Pemberantasan Penyakit Kusta, 2009, Modul Kusta, PLKN, September 2009, Makasar. Pusat Latihan Kusta Nasional (PLKN), 2003,Pengalaman Kelompok Perawatan Diri dengan Penderita Kusta , Makassar Piereno, F. 2003, Evaluasi Penemuan Penderita Baru Dan Faktor Penentu Ketidakteraturan Berobat, UGM, Yogyakarta. Setyowati, 2006, Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Penderita Kusta Di
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
8
Puskesmas kunduran Kabupaten Blora, UGM, Yogyakarta Susanto, 2006, Metode Penelitian Sosial,Surakarta, Percetakan UNS Tugiyo,
2005, Hubungan Faktor Karakteristik & Motivasi Petugas Kusta Dengan Hasil Penemuan Penderita Kusta. UNDIP, Semarang.
WHO, 2006 Global Strtegy for further Reducing the Leprosy Burden and Sustainig leprosy Control Activities ( 2006 2010 ), Operational Guidelines,New Delhi
Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.1, No.1, Februari 2011
9