PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD (Student Teams Achievement Divisions) UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA MATERI STATISTIK
Susie Harini Institut Agama Islam Syarifuddin Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan memperoleh paparan yang jelas tentang pembelajaran kooperatif STAD yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan kreativitas pada statistik. Dari hasil penelitian langkah-langkah pembelajaran yang dapat menumbuhkn kreativitas siswa pada statistik terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) Tahap awal, membantu siswa membangun pengetahuan awalnya, (2) Tahap inti, memahami masalah untuk menumbuhkan kreativitas siswa, menyelesaikan masalah, membandingkan dan mendiskusikan masalah (3) Tahap akhir, menyimpulkan, memberikan latihan soal, dan memberikan penghargaan. Kata Kunci: Kreativitas, Pembelajaran Kooperatif STAD, Statistik Abstract: This classroom action research aims at obtaining a clear explanation of STAD Cooperative Learning that enables students to Increase Students’ Creativity on Statistic. The result of this research shows that some steps have been done are (1) the first step, helping students to build prior knowledge, (2) Main step, comprehending contextual problems, solving the contextual problems, comparing and discussing the problems. (3) final step, concluding, giving exercises and giving appreciation. Keyword: Creativity, STAD Cooperative Learning, Statistic. Pendahuluan Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, memegang peranan yang sangat penting. Maka pada pembelajaran, khususnya matematika, perlu dimasukkan aspek kreativitas, karena kreativitas merupakan kemampuan yang diperlukan seseorang dalam menghadapi permasalahan hidup seharihari. Untuk mengembangkan kreativitas siswa, perlu model pembelajaran yang mampu melatih keterampilan siswa. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif STAD guru dapat mengkondisikan siswa aktif membangun
46
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
pengetahuannya sendiri. Pengetahuan selanjutnya di bangun oleh siswa dengan cara bekerja sama dengan teman dalam satu kelompok. Setiap siswa di tuntut untuk saling bekerja sama serta melatih keterampilan siswa sehingga tumbuh kreativitas siswa. Setidaknya ada dua manfaat yang dapat diperoleh dalam pembelajaran kooperatif yaitu manfaat akademik dan manfaat sosial. Secara akademik siswa meningkatkan kreativitas dan pemahaman materi, secara sosial siswa belajar hidup bermasyarakat. Krulik & Rudnick (dalam Siswono,2007:29) membuat tingkatan penalaran yang merupakan bagian berpikir menjadi 3 tingkatan di atas pengingatan (recall). Tingkatan hirarkis itu adalah berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical), dan berpikir kreatif. Pandangan lainnya yaitu menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat keaslian dan reflektif dan menghasilkan suatu produk yang komplek. Berpikir tersebut melibatkan sintesis ide-ide, membangun ide-ide baru dan menentukan efektivitasnya. Juga melibatkan kemampuan untuk membuat keputusan dan menghasilkan produk yang baru. Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika menunjukkan pembelajaran matematika yang dilakukan masih
berpusat pada
guru. Umumnya guru
mendominasi
aktivitas
pembelajaran dikelas, akibatnya siswa menjadi pasif. Ada kecenderungan guru hanya menjelaskan materi pelajaran, mencatatkan materi, memberi contoh soal dan latihan, sedangkan siswa hanya memperhatikan penjelasan guru, mencatat materi pelajaran dan mengerjakan latihan. Hal ini menyebabkan pembelajaran yang dialami siswa kurang bermakna. Siswono (2007:30) menyatakan bahwa pengajaran matematika belum menekankan pada pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses berpikir siswa. Pengajaran matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses belajar mengajar hampir
47
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
selalu berlangsung dengan metode ceramah yang mekanistik, dengan peneliti menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru atau mencontoh dengan persis sama cara yang diberikan Peneliti tanpa inisiatif. Siswa tidak dibiarkan atau didorong mengoptimalkan potensi dirinya, mengembangkan
penalaran
maupun
kreativitasnya.
Pembelajaran
matematika juga seolah-olah dianggap lepas untuk mengembangkan kepribadian siswa. Pembelajaran matematika dianggap hanya menekankan faktor kognitif saja, padahal pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran di sekolah. Pembelajaran yang demikian menjauhkan siswa dari sifat kemanusiaannya. Siswa seolah-olah dipandang sebagai robot atau benda/alat yang dipersiapkan untuk mengerjakan atau menghasilkan sesuatu. Menghadapi kondisi itu, pembelajaran matematika harus di ubah citra dari orientasi pembelajaran yang semula bersifat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered). Metodologi pembelajaran yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori
dan
pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan Komarudin (dalam Soswono,2007:2). Pembelajaran yang dulunya memasung kreativitas siswa menjadi yang membuka kran kreativitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati (2006:168) yang menyatakan bahwa guru bertindak sebagai fasilitator, pembimbing dan pengendali ketertiban siswa dalam belajar matematika. Agar tujuan pembelajaran matematika dapat terwujud, maka perlu suatu perencanaan
dalam pembelajaran
matematika
di
kelas
dan model
pembelajaran yang sesuai. Dari segi materi pelajaran tampak bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami Statistik. Hal ini disebabkan kesalahan siswa dalam mengidentifikasi makna dan manfaat statistika, kesalahan siswa dalam operasi 48
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
hitung, dan kesalahan siswa menganalisa dan menghitung data. Hal ini menunjukkan tingkat pemahaman siswa tentang konsep statistika ditingkat sebelumnya masih rendah, maka dapat dipastikan siswa tersebut akan megalami kesulitan ditingkat berikutnya. Sedangkan harapannya yaitu, siswa diharap dapat melakukan manipulasi simbul-simbul, perhitungan dan kemampuan pemecahan masalah untuk menemukan penyelesaian yang pada akhirnya diharapkan dapat menumbuhkan kreatifitas siswa. Juga dengan mempelajari statistik, siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dimana peristiwa yang terjadi terkadang saling berhubungan. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif STAD adalah pembelajaran dengan strategi belajar menempatkan siswa dalam bentuk kelompok yang beranggotakan 5-6 siswa dengan tingkat kemampuan atau jenis kelamin atau latar belakang yang berbeda. Tiap kelompok terdapat siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Didalam kelompok tersebut ada tanggung jawab bersama, jadi setiap anggota saling membantu untuk menutupi kekurangannya. Ada proses diskusi, saling bertukar pendapat, menghargai pendapat, pembelajaran teman sebaya, kepemimpinan dalam mengatur
pembelajaran dikelompoknya sehingga yang terjalin adalah hubungan yang positif. Pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor perkembangan, dan penghargaan kelompok.
Semua
komponen
tersebut
harus
dilakukan
dalam
setiap
pembelajaran dikelas (Robert Slavin,1995:288). Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113). Keenam fase atau langkah utama pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 1 berikut ini:
49
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Fase ke1
Indikator
Aktivitas/Kegiatan Guru
Menyampaikan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
tujuan dan
dicapai pada pelajaran tersebut dan motivasi siswa belajar
memotivasi siswa 2
3
Menyajikan
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
informasi
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Mengorganisasi
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
siswa kedalam
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok-
kelompok agar melakukan transisi secara efisien
kelompok belajar 4
Membimbing
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
kelompok belajar
mereka mengerjakan tugas.
dan bekerja 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
atau
masing-masing
kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya 6
Memberikan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil
penghargaan
belajar individu maupun kelompok
(Arends, 1997). Meningkatkan kreativitas dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan dari tingkat berpikir kreatif lebih rendah ke tingkat berpikir kreatif lebih tinggi misalnya dari tidak kreatif menjadi kurang kreatif atau cukup kreatif, dari kreatif menjadi sangat kreatif, dan seterusnya (misalnya perbandingan jawaban siswa yang sebelumnya monoton dan hafalan menjadi lebih bervariasi dengan konsep yang benar dan tepat, siswa menggunakan bermacam-macam sumber belajar dan bermacam-macam cara, hal ini dapat
50
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
dilihat dari hasil observasi, serta hasil kuis siswa setiap akhir tindakan, dengan memperoleh persentase skor perolehan (SP) mencapai 61% keatas. Mengukur kreativitas dari berfikir kreatif dan sikap kreatif, dengan penjabaran sebagai berikut: (a) Sikap kreatif dalam hal ini menurut Munandar (dalam Dedi, 1997:60) adalah sikap yang melekat pada orang-orang kreatif yaitu sikap terbuka terhadap pengalaman baru dan luar biasa, luwes dalam berpikir
dan
bertindak,
bebas
dalam
mengekspresikan
diri,
dapat
mengapresiasi antasi, berminat pada kegiatan-kegiatan kreatif, percaya pada gagasan sendiri, dan mandiri, (b) Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru, yang kemudian kegiatan mental tersebut diwujudkan dalam bentuk penyampaian gagasan, ide, atau pendapat dengan bermacam-macam kemungkinan jawaban untuk memecahkan masalah (Siswono, 2009:3). Sedangkan menurut Silver (dalam Siswono, 2009:3) menjelaskan bahwa ada tiga komponen kunci yang digunakan
untuk menilai kemampuan berfikir kreatif
yaitu kelancaran
(fluency), fleksibilitas (flexibelity), dan kebaruan (novelty), dengan rincian sebagai berikut: (a) kelancaran (fluency) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memberikan jawaban masalah yang beragam dan benar, sedang dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan siswa membuat masalah sekaligus penyelesaiannya yang beragam dan benar. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam, jika jawaban-jawaban tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu, seperti hasil penyelesaian statistik sama tetapi ukurannya berbeda, (b) Fleksibilitas (flexibelity) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda, (c) kebaruan (novelty) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang
“tidak
biasa”
dilakukan
oleh
individu
(siswa)
pada
tingkat
pengetahuannya. Beberapa jawaban dikatakan berbeda, jika jawaban itu
51
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
tampak berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu, seperti ditunjukkannya gambar tentang kegiatan dari transaksi di supermaket, siswa diminta untuk mendeskripsikan
dari
kegiatan
tersebut
dan
menentukan
tabel
matematikanya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD (Student Tims Achievement Divisions) yang dapat meningkatkan kreativitas siswa pada Satistik ?, (2) Bagaimana kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal Statistik pada pembelajaran tersebut pada butir 1? Sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) memaparkan pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD (Student Tims Achievement Divisions) yang dapat meningkatkan kreativitas siswa pada statistik, (2) mengetahui kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal statistik
pada Pembelajaran
tersebut pada butir 1. Metode Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua tidakan. Desain penelitian yang digunakan mengacu pada model Kemmis & M.c Taggart. Masing-masing tindakan terdiri atas tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilakukan di SMK Negeri I Lumajang. Siswa yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas X AK-1 dengan jumlah 38 siswa. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini meliputi: (1) skor hasil tes, (2) skor aktivitas guru dan skor aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, dan (3) hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah observer, subjek penelitian, dan siswa kelas X AK-1 di SMK Negeri I Lumajang. Selanjutnya berdasarkan tes I pada akhir tindakan dipilih subjek penelitian sebanyak 4 siswa dengan kualifikasi 1 siswa dengan skor
52
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
tesnya berada di kuartil atas, 2 siswa dengan skor tesnya berada di kuartil tengah, 1 siswa dengan skor tesnya berada di kuartil bawah. Selain itu, juga memenuhi kualifikasi tingkat kemampuan yang mudah untuk diajak berkomunikasi/diwawancarai. Instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS), disusun untuk membantu guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar observasi, wawancara, dan tes tertulis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitin ini yaitu meliputi kegiatan (1) reduksi data: data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan tes dikumpulkan, dirangkum, dan dianalisis, (2) penyajian data: hasil observasi, wawancara, dan tes disusun secara naratif.
Data yang telah
disajikan tersebut selanjutnya dibuat penaksiran dan dievaluasi untuk tindakan selanjutnya, (3) Penarikan kesimpulan dan verifikasi: memberikan kesimpulan terhadap hasil observasi, wawancara, dan tes. Verifikasi adalah menguji kebenaran, keakuratan, dan kecocokan makna yang muncul dari data yang telah ditemukan. Jika berdasarkan hasil analisis observasi siswa termasuk dalam kategori baik atau sangat baik, untuk observasi kreatvitas siswa terasuk dalam kategori kreatif atau sangat kreatif, maka dikatakan desain perangkat pembelajaran kooperatif STAD terlaksana. Tetapi jika menunjukkan kategori cukup, kurang atau sangat kurang pada observasi aktivitas guru dan siswa, sedangkan kategori cukup, kurang atau sangat kurang kreatif pada observasi kreativitas siswa , maka dikatakan desain perangkat pembelajaran kooperatif STAD belum terlaksana. Hasil analisis terhadap hasil observasi aktivitas guru dan siswa, serta
kreativitas akan digunakan untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
53
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
Kriteria ketuntasan minimal di SMK Negeri I Lumajang, maka dalam penelitian ini siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika siswa memperoleh skor ≥ 70. Tindakan dikatakan berhasil jika siswa yang tuntas dalam belajar mencapai ≥ 75% dari jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran konsep Statistik dengan pendekatan pembelajaran kooperatif STAD. Kategori keberhasilan tindakan ditentukan berdasarkan kategori keberhasilan hasil observasi dan hasil tes siswa. Jika kesimpulan hasil observasi dari semua observer menyatakan taraf keberhasilan kegiatan penelitian berdasarkan hasil observasi termasuk dalam kategori baik atau sangat baik, kreatif atau sangat kreatif, hasil tes menunjukkan siswa tuntas belajar ≥ 75%, maka tindakan dinyatakan berhasil Hasil Tindakan I Tahap
perencanaan
disusun
dalam
bentuk
langkah-langkah
perencanaan yaitu mempersiapkan tindakan, melaksanakan tindakan, observasi untuk memperoleh data, dan refleksi untuk memperbaiki kelemahan yang terjadi. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada tindakan I dibagi menjadi 3 kali pertemuan. Pertemuan I direncanakan 2 x 45 menit dengan tujuan pembelajaran agar siswa memiliki kemampuan dan kompetensi dalam menjelaskan makna dan manfaat statistika suatu pola berpikir kuantitatif dalam rangka pengembangan ilmu dan pemecahan masalah dalam bidang matematika dan pendidikan bahasa, memberikan makna terhadap informasi dan data melalui penerapan metode-metode statistika. Pertemuan II direncanakan 2 x 45 menit, tujuan pembelajaran agar siswa dapat menentukan selesaian dari statistik. Pertemuan III direncanakan 2 x 45 menit dengan tujuan
54
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
agar siswa dapat menentukan selesaian dengan tabel dan diagram, serta penerapan dalam statistik. Waktu pelaksanaan tes terpisah dengan kegiatan pembelajaran. Guru mengatur tempat duduk siswa dan memastikan setiap siswa siap untuk mengerjakan tes. Tempat duduk siswa diatur agak berjauhan dengan tujuan meminimalkan kerjasama antar siswa. Selanjutnya hasil observasi aktivitas siswa, memaparkan pertemuan I di awal pembelajaran guru memberi
penjelasan materi statistik yang akan
dipelajari, hal ini juga terjadi saat diskusi siswa belum berani untuk bertanya apa yang belum mereka pahami dari jawaban temannya di papan tulis, diakhir pembelajaran siswa tidak membuat kesimpulan. Pertemuan II, tidak ada siswa yang melontarkan ide berbeda dengan jawaban temannya. Pertemuan III, siswa tidak mengerjakan tes karena guru tidak memberikan tes. Dari hasil wawancara, siswa telah mampu membangun pemahamannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang mereka punya. Tetapi siswa belum tuntas dalam menyelesaikan soal, terlihat setelah mendapatkan nilai data yang di cari , siswa tidak menuliskan selesaiannya dengan tepat. Kesulitan yang dialami siswa yaitu pada saat dihadapkan pada soal bentuk cerita, membaca maksud dari soal. Kegiatan belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan LKS dapat membantu siswa memahami materi yang dipelajari dan terjadi proses tukar-menukar ide/gagasan antar siswa. Selama pelaksanaan penelitian berdasarkan hasil penelitian pada tindakan I menunjukkan bahwa aktivitas siswa mencapai skor 60,15% dengan kategori cukup baik. Tes hasil belajar menunjukkan 89,47% siswa telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan 10,53% belum memenuhi. Tumbuhnya kreativitas siswa menunjukkan dari penilaian 1 ke 2 berturut-turut yaitu 65,55% dan 77,55% dengan kategori kreatif. Disini aktivitas siswa belum memenuhi kategori aktivitas yang diharapkan, karena dibawah kategori baik
55
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
dengan persentase skor rata-rata (SR) ≥ 70 %, sehingga perlu dilanjutkan pada tindakan II. Berdasarkan hasil diskusi peneliti (pembelajar) dan empat orang observer, terdapat beberapa kelemahan pembelajaran pada tindakan I dan masih perlu adanya pemantapan desain pembelajaran kooperatif STAD ini pada sub materi berikutnya sehingga perlu dilanjutkan pada tindakan II. Berikut adalah kelemahan tindakan I dan rencana perbaikan pada tindakan II : Tabel 4.14 Kelemahan tindakan I dan rencana perbaikan pembelajaran pada tindakan II Kelemahan tindakan I 1. Siswa-siswa yang 1. berkemampuan rendah merasa kurang percaya diri, kurang aktif dalam diskusi kelompok .
2. Dalam diskusi kelompok siswa2. siswa yang berkemampuan tinggi banyak yang kerja sendiri dan kurang menghargai pendapat teman yang lain
3. Siswa tampak tegang dalam 3. berdiskusi dan tidak menunjukkan situasi yang santai dalam mengemukakan pendapat, bahkan ada siswa yang mengatakan malu. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya orang yang masuk di dalam 4. kelas (4 orang observer + 1 Peneliti) yang cukup membuat siswa takut/tegang 4. Pada setiap kelompok, ada 5. siswa yang meminta Peneliti untuk membahas sekilas latihan soal pada LKS, karena siswa 56
Rencana perbaikan tindakan II Memberikan perhatian khusus pada siswa yang berkemampuan rendah dengan jalan memberikan motivasi (misal dengan memberikan soal dasar dimana siswa dengan mudah dapat menyelesaikannya, dan membentuk kelompok baru (berdasarkan hasil tes tindakan I) Mengingatkan dan mendorong siswa yang berkemampuan tinggi untuk saling membantu dan menghargai pendapat teman yang lain. Peneliti perlu memberi kesempatan siswa untuk saling mengkoreksi pekerjaan dan memberikan pertanyaan. Memberitahu siswa bahwa siswa bersikap biasa saja dan tetap santai dalam Pembelajaran. Sekali-kali Peneliti perlu untuk membuat gurauan kecil sehingga suasana tampak ceria dan tidak tegang. Bila perlu menggunakan handycam untuk menggamati proses pembelajaran.
Memperbaiki rencana Pembelajaran (RP) untuk memberikan alokasi waktu khusus mambahas latihan soal pada LKS secara sekilas sehingga siswa benar-benar yakin
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
merasa belum yakin apakah jawaban yang benar. jawabannya sudah benar 6./ belum. Tindakan II Perencanaan pada tindakan
II dilakukan dengan memperhatikan
kelemahan dan kekurangan yang terjadi pada tindakan
I. Pembelajaran
direncanakan 2 kali pertemuan dengan waktu yang diperlukan 2 x 45 menit. Dari hasil wawancara, jawaban siswa ketika ditanya tentang pemahaman konsep Statistik menunjukkan bahwa siswa sudah mulai menjawab pertanyaan secara tuntas. Kesulitan yang dialami siswa yaitu mengubah soal cerita ke bentuk tabel. Sementara itu, ketika ditanya tentang pemahaman siswa setelah mengikuti pembelajaran kooperatif STAD bahwa kegiatan belajar melalui pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan LKS dapat meningkatkan kreativitas siswa tentang penyelesaian materi yang tengah dipelajari, karena membuat mereka leluasa dan bebas mengeluarkan atau menyampaikan ide-idenya, mereka merasa bebas untuk berargugentasi dengan menyampaikan pendapatnya, tanpa harus merasa takut salah sehingga terjadi proses tukar-menukar ide/gagasan antar siswa, dan membuat mereka lebih termotivasi dan senang belajar. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa siswa sudah berani dan aktif dalam bertanya dan mengeluarkan idenya saat pembelajaran dan diskusi berlangsung. Selama pelaksanaan penelitian berdasarkan tindakan II menunjukkan bahwa aktivitas siswa mencapai skor 79,79% dengan kategori baik. Tes hasil belajar menunjukkan 89,5% siswa telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan 10,5% belum memenuhi. Sedangkan untuk tumbuhnya kreativitas siswa menunjukkan dari penilaian 2 ke 3 berturut-turut yaitu 77,55% dan 81,99%, dengan kategori meningkat dari kreatif ke sangat kreatif.
57
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
Pembahasan Pembahasan temuan tindakan 1. Pada tahap awal pelaksanaan pembelajaran tindakan I yaitu pembelajaran statistik terjadi kegaduhan dalam kelompok. Untuk mengatasi masalah ini peneliti memberi nasihat, arahan, teguran dan memperingatkan siswa setiap saat, supaya siswa dapat membentuk kelompok dan bekerja dalam kelompok dengan tertib dan tenang. Hal ini sesuai dengan Dimyati (2006:168) yang menyatakan bahwa guru bertindak sebagai fasilitator, pembimbing dan pengendali ketertiban siswa dalam belajar matematika. 2. Pada waktu kerja sama dalam kelompok pada tindakan I, awalnya siswa masih nampak canggung, jarang bertanya, bekerja sendiri-sendiri, rasa percaya diri siswa masih kurang, dalam menanggapi kelompok yang mempresentasikan hasil kerjanya masih kurang dan memberikan ide-idenya masih kurang sedangkan siswa yang lain terlihat pasif. Untuk mengatasi masalah ini peneliti memberi bimbingan dan arahan pada siswa bahwa tanggung jawab dan keberhasilan suatu kelompok dapat diselesaikan dengan baik dan cepat jika dalam kelompok terjalin kerja sama yang baik. Penekanan ini diharapkan siswa sudah dapat bersosialisasi, aktif dan sudah mau bekerja sama dalam kelompok sehingga akan memperoleh hasil yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert Slavin (2008:134) bahwa pembelajaran kooperatif memang meningkatkan kontak para siswa, memberikan dasar untuk kelompok),
melibatkan
saling berbagi
mereka
dalam
kesamaan (keanggotaan kegiatan
bersama
yang
menyenangkan dan membuat mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Siswa yang siap untuk belajar akan belajar lebih dari siswa yang tidak siap. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman (2001:218) yaitu bahwa para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya dan menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran.
58
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
3. Pembelajaran kooperatif STAD dapat menimbulkan respon positif pada siswa terlihat pada antusias siswa ketika menyelesaikan tugas kelompok, mengerjakan tes individu dan meraih penghargaan. Karena tuntutan untuk menyelesaikan tugas maka mereka termotivasi untuk belajar lebih keras agar keberhasilannya sendiri dapat meningkatkan keberhasilan bagi kelompoknya. Sehubungan dengan hal di atas, Robert Slavin (2008:210) menambahkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Di samping itu seperti diketahui manusia adalah mahluk sosial, sehingga beberapa motivasi yang menyebabkan seseorang belajar lebih baik adalah adanya kebutuhan untuk diterima dalam suatu masyarakat atau kelompok. 4. Penggunaan LKS sangat membantu siswa memahami materi statistik. Karena dengan memberikan LKS dapat memfasilitasi kerja kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran, tujuan tersebut adalah untuk membantu membelajarkan siswa untuk mengkomunikasikan berpikir matematis tahap demi tahap secara jelas dan banyak memberi kesempatan untuk memahami dan menemukan sendiri jawaban dari suatu pertanyaan tentang statistik. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdul Majid (2008:176) bahwa Lembar Kegiatan Siswa adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas. Penggunaan LKS terbukti sangat membantu arah kerja siswa. Meskipun demikian LKS tidak boleh menuntun siswa secara mutlak tetapi hanya memberikan langkah-langkah secara garis besar. Oleh karena itu siswa masih mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat, ide-ide dan kreativitas dalam membentuk pengetahuan mereka sendiri secara aktif dengan bantuan LKS. Hal ini sesuai dengan prinsip konstruktivistik oleh Clement & Battista (dalam Tamrin,2003) yaitu bahwa pengetahuan tentang matematika dikonstruksi siswa dengan melakukan refleksi fisik dan mental yaitu berbuat dan berpikir. 59
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
5. Kurangnya ketrampilan komunikasi, mengakibatkan siswa kurang berani dan percaya diri untuk menyampaian pendapat atau ide-idenya, baik itu diskusi maupun mempresentasikan hasil kerja kelompok, sehingga kreativitas siswa tidak muncul. Maka peneliti selalu memberikan pengarahan pada siswa untuk terus belajar dan berusaha menguasai pelajaran dengan baik, sehingga pada waktu komonikasi dalam diskusi mereka dapat leluasa dan penuh percaya diri menyampaikan ide-idenya sesuai dengan penalarannya, sedangkan untuk siswa yang kurang paham diharapkan untuk tidak malu-malu bertanya kepada teman yang sudah mengerti. Hal ini sesuai dengan pendapat NCTM (dalam Saleh, 2003) bahwa komunikasi merupakan elemen dasar dari pembelajaran dan tidak dapat dipisahkan dari standar lainnya. Siswa mengkomunikasikan isi matematika dan komunikasi tersebut merupakan sarana untuk belajar mereka. Komunikasi didasarkan pada penalaran dan mendorong penalaran. Ini merupakan cara untuk membuat hubungan. Komunikasi mendorong pemecahan masalah dan tergantung pada penggunaan representasi matematis. 6. Pengetahuan awal siswa tentang statistik yang masih kurang, menyebabkan banyak terjadi kesalahan siswa dalam memecahkan masalah statistik, timbulnya
kesalahan
karena
siswa
mengalami
kesulitan
dalam
mengaplikasikan konsep statistik, baik masalah yang diberikan Peneliti, maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ketika siswa sudah berhadapan dengan soal cerita, siswa kesulitan untuk mengubah dalam bentuk tabel atau diagram, siswa kurang cermat dalam menyelesaikan masalah dan salah menghitung. Sehubungan dengan hal tersebut MacGregor dan Stacey (dalam Siswnto:217) mengungkapkan bahwa banyak siswa kurang memahami dalam memformulasikan persamaan aljabar dari informasi yang disajikan dalam bentuk cerita, meskipun penyelesaiaannya hanya menggunakan statistik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sandholtz dkk 60
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
(2009:34) bahwa menunjukkan hubungan isi pelajaran dengan pengalaman siswa sebelumnya dan kebutuhan atau tujuan siswa merupakan strategi untuk meningkatkan motivasi siswa karena dapat memusatkan perhatian siswa pada aspek yang relevan dalam pembelajaran. Kesimpulan Berdasarkan paparan data, temuan penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Memaparkan pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD (Student Teams Achievement Divisions) yang dapat menumbuhkan kreativitas siswa Tahaptahap pembelajaran terdiri dari pendahuluan a.
Kegiatan awal (tahap pendahuluan), membantu siswa membangun pengetahuan awal berkaitan dengan materi statistik, guru memotivasi siswa dengan menjelaskan manfaat dan tujuan pempelajari materi statistik
b. Kegiatan inti, kegiatan pembelajaran dilakukan secara kelompok atau berpasangan. (1) memahami materi statistik: guru memberikan masalah kepada siswa, (2) menyelesaikan masalah statistik (3) membandingkan dan mendiskusikan masalah: siswa menuliskan jawabannya di papan tulis kemudian menjelaskan kepada temannya. c.
Tahap akhir, menyimpulkan: siswa bersama guru membuat kesimpulan tentang materi statistik yang telah dipelajari, memberikan soal kuis (1soal) untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan, memberikan penghargaan kelompok, memberikan latihan soal untuk dikerjakan dirumah.
2. Peningkatan kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal statistik pada pembelajaran kooperatif STAD yaitu sebagai berikut: a. Novelty ( merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah) meliputi:
61
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
1) siswa mampu mengidentifikasi masalah dengan lebih dari satu alternatif dan memberikan alasan, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 2,63%, penilaian 2 adalah 21,05%, dan pada penilaian 3 adalah 23,68%. 2) siswa dapat dilihat
mengidentifikasi masalah
berdasarkan apa yang
dan memberikan alasan, diperoleh persentase rata-rata
pada penilaian 1 adalah 50%, penilaian 2 adalah 65,79%, dan pada penilaian 3 adalah 73,68%. 3) siswa hanya sekedar mengidentifikasi masalah tanpa memberikan alasan, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 44,74%, penilaian 2 adalah 13,16%, dan pada penilaian 3 adalah 2,63%. b. Flexibility ( kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi masalah) meliputi: 1) prosedur atau langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan masalah sudah tepat dan jawaban benar, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 2,63%, penilaian 2 adalah 7,90%, dan pada penilaian 3 adalah 15,79%. 2) prosedur
atau langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan
masalah sudah tepat , tetapi kurang teliti dalam penyelesaian, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 47,36%, penilaian 2 adalah 78,95%, dan pada penilaian 3 adalah 84,21%. 3) prosedur
atau langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan
masalah kurang tepat
namun jawabannya ada yang
benar,
diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 44,74%, penilaian 2 adalah 13,16%, dan pada penilaian 3 adalah 0%. 4) menunjukkan
prosedur
atau
langkah-langkah
siswa
dalam
menyelesaikan masalah salah, diperoleh persentase rata-rata pada
62
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
penilaian 1 adalah 5,26%, penilaian 2 adalah 0%, dan pada penilaian 3 adalah 0%. c. Fluency ( kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan) meliputi: 1) siswa mempunyai banyak ide atau cara dalam menyelesaikan tugas atau soa dan benar, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 0 %, penilaian 2 adalah 10,53%, dan pada penilaian 3 adalah 13,16% %. 2) siswa mempunyai banyak ide atau cara , tetapi ada cara yang kurang teliti dalam penyelesaian, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 39,47%, penilaian 2 adalah 78,95%, dan pada penilaian 3 adalah 81,58%. 3) siswa hanya mempunyai satu ide atau cara yang sesuai dengan prosedur yang diingatnya, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 57,90%, penilaian 2 adalah 10,53%, dan pada penilaian 3 adalah 5,25%. 4) siswa tidak mempunyai ide atau cara dalam menyelesaikan tugas atau soal, diperoleh persentase rata-rata pada penilaian 1 adalah 2,63%, penilaian 2 adalah 0%, dan pada penilaian 3 adalah 0%. Referensi Arends Richart I, 1997, Classroom I Struction and Management, Mc Graw-Hill Arikunto, S. 2002. Prosedur Pembelajaran suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta Rineke Cipta. Azizah, W. 1998. Peningkatan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Kooperatif STAD pada Materi Aproksimasi Siswa SMA Teuku Umar Semarang. Surabaya, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya Arikunto,S. 2008. Pembelajaran Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta.
63
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Pembelajaran Kooperatif
Erman,dkk, Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Ibrahim, H. M. 2000. Belajar Kooperatif. Universitas Surabaya James R.Evans. 1991. Creative Thinkingin the Decision and Management Sciences.University of Cincinnati Johanes, Kastolan, Solasim. 2003. Kompetensi Matematika. Jakarta : Yudhistira. Kemmis,S. dan Mc Taggart, R, 1988. The Action Research Planner.Victoria: Deakin University. Keputusan Direktur Jendral Manajemen Pendidikan Dsar dan Menengah No.251 tahun 2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. Depdiknas MacGregor,Moliie,&Stacey,K..1993.Cognitive Models Underlying Student’s Formulation of Simple Linear Equation. Journal for Research in Mathematic Education (JRME). 24(3):217-232. Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Mengembangkan Standar Kompetensi Peneliti. Bandung: Remaja Rosdakaya. Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Dalam KBK. Malang: UM Press. Nur,M. dan Wikandari P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Kontruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press. 1998. Teori-teori Perkemban Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya : Institut KePembelajaran dan Ilmu Pendidikan. Nurhayati, Abba. 2000. Perkembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning). Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana : UNESA Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas Qodriah, 2002. Upaya Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Bioplogi melalui 64
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014
Susie Harini
Pembelajaran Kooperatif STAD pada SMU Wahid Hasyim Malang. Tesis Tidak diterbitkan. Malang: PPS UM Saleh, Muhamad. 2003. Pembelajaran Materi Peluang Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Tesis tidak diterbitkan. Malang, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Sandholtz, Judith H, Canthy Ringstaff, and D. Dwiyer, 2009. Teaching with Technology: Creating Student-Centered Classroom. Dalam Ann Kovalchick (Eds), Education and Technology: an ancyclopedia, Jilid 2 (hlm 35). London: ABC-CLIO Sahertian, 1982. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Penerbit Usaha Offiset. Surabaya. Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Theory Research and Practice. Boston: Allyn and Bacon Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Siswanto, 2009. Theory and Application of Mathematics. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Siswono, T.Y. E. 2007:29-30. Pembelajaran Matemetika yang Memanusiakan manusia. (Makalah) di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta:Agustus Siswono, T.Y. E. 2009. Penjejangan Kemampuan Berfikir dan Identifikasi Tahap Berfikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Matematika. (Makalah) di Program Doktor UNESA. Surabaya:2 Februari Supriadi, Dedi. 1997. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek. Bandung: CV ALFABETA Tim MKPBM, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Umamik, siti, 2007. Perbandingan Antara Penerapan Model Pembelajaran Coopertif Tipe STAD Menggunakan Media Pembelajaran “Kartu Soal” dengan Model Ceramah pada Maeri Matrik . Surabaya, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya. Wijayanti, Pradnyo. 2002. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Makalah). Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
65
Tarbiyatuna, Vol 7 No. 2 Agustus 2014